Anda di halaman 1dari 54

Konsep Askep pada Anak

dengan Masalah Pernafasan


dan Ginjal
Kelompok 3

Dosen Pengampu : Ns. Zolla Amely Ilda, M.Kep

Mata Kuliah : Keperawatan Anak


Anggota Kelompok 3

Haura Nafisa Rifqah Kinasih Sartika Zalendari Yasirli Amrina Putra Hidayatullah
213310726 213310739 213310742 213310749 213310734
Poin Pembahasan
0 Asma 0
Pneumonia
1 Bronkial 2

0 Sindroma Gagal Ginjal 0


3 Nefrotik Akut 4
0
1
Pneumonia
Pengertian
 Pneumonia merupakan infeksi akut yang secara
anatomi mengenai lobus paru. Pneumonia adalah suatu
peradangan alveoli atau pada parenchym paru yang
terjadi pada anak. Pengertian lain pneumonia ialah
suatu radang paru yang disebabkanoleh
bermacammacam etiologi seperti bakteri, virus, jamur
dan benda asing yang mengenai jaringan paru.
 Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang
terdapat konsolidasi dan terjadi pengisian rongga
alveoli oleh eksudat yang disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, dan benda benda asing. Pneumonia juga
mungkin disebabkan oleh terapoi radiasi, bahan kimia,
dan aspirasi.
Etiologi
Bakteri Virus
Bakteri penyebab pneumonia Yang tersering menyebabkan
yang paling umum adalah pneumonia adalah
Streptococcus pneumoniae sudah Respiratory Syncial Virus
ada di kerongkongan manusia (RSV)

Microplasm
sehat

Protozoa
a
Pneumonia yang Pneumonia yang
dihasilkan biasanya disebabkan oleh protozoa
berderajat ringan dan sering disebut pneumonia
tersebar luas. pneumosistis.
Anatomi Fisiologi Sistem
Pernafasan
• Hidung
• Faring
• Laring
• Trakea
• Bronchus
• Alveolus
• Membran pernafasan
• Paru-paru
Manifestasi Klinis Komplikasi
1.infeksi saluran pernafasan bagian atas. suhu naik secara mendadak
(38-40 DC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi), batuk, ● Otitis media akut (OMA)
mula-mula kering (non produktif) sampai produktif.
2.Nafas: sesak, pernafasan cepat dangkal, frekuensi napas meningkat ●Mar
Efusi pleura.
pada anak umur 1-5 tahun (40 x/mnt atau lebih), umur 2 bulan-1 ● Emfisema.
tahun (50 x/rnnt atau lebih), dan umur < 2 bulan (60 x/rnnt atau s
● Meningitis.
lebih).
3.Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, napas ● Abses otak.
cuping hidung kadang-kadang terdapat nasal discharge (ingus). ● Endokarditis.
4.Suara nafas lemah, mendengkur, rales (ronki), dan wheezing Ven ● Osteomielitis Jupit
5.Nadi cepat dan bersambung,
6.Nyeri dada seperti ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan us ● Atelektasis er
batuk, ● Perikarditis superinfeksi
7.Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen disertai muntah ● Abses paru
dan diare.
8.anoreksia dan perut kembung ● Edema fulmoner
9.tampak sianosis pada mulut, hidung dan kuku Satu
● Gagal pernafasan
10.sering merasa malaise
11.gelisah
rn
12.cepat lelah.
Patofisiologi
Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh
mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai
paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan
juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Setelah mencapai
parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi
eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di
alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli
menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus,
mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat
mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan
lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada
bronkiolitis.
Woc
Pneumonia
Asuhan Keperawatan Pada Anak Yang
Menderita Pneumonia
1. Pengkajian
• Identitas
• Kondisi: Anak-anak cenderung mengalami pneumonia akibat infeksi virus
• Riwayat Kesehatan
Keluhan utama : sesak nafas
RKS : infeksi saluran pernapasan atas selama beberapa hari, kemudian mendadak panas tinggi, sakit kepala, dada (anak besar) sesak
nafas, cyanosis atau batuk-batuk
RKD : Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelumnya
RKK : kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami infeksi saluran pernapasan
• Pemeriksaan Fisik
 Status penampilan kesehatan tampak lemah
 Tingkat kesadaran normal, letragi, strupor, kama, apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit.
 Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan dan kulit tampak pucat dan sianosis.
 Terjadi perubahan TTV: takikardia, hipertensi, takipnea, dispnea progesif, pernafasan dangkal, penggunaan otot bantu pernafasan,
pelebaran nasal atau napas cuping hidung, suhu tubung meningkat bahkan terjadi hipertermi akibat penyebaran toksik
mikroorganisme yang direspon oleh hipotalamus.
 Thorax dan paru-paru
I : takipnea, dispnea progesif, pernafasan dangkal, pektus ekskavatum (dada corong), paktus karinatum (dada burung), barrel
chest.
P : adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vokal fremitus pada daerah yang terkena.
P : pekak, normalnya timpani (terisi udara) resonansi.
A : Suara bronkovesikuler atau bronkial pada daerah yang terkena. ronkhi inspiratoir pada sepertiga akhir inspirasi.
 Pemeriksaan integumen
Kulit
Warna : pucat sampai sianosis
Suhu : pada hipertermi kulit terbakar panas, setelah hipertermi kulit anak akan teraba dingin.
Turgor : menurun ketika dehidrasi
Kepala dan mata: Perhatikan bentuk dan kesimetrisan; Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata;
Periksa higine kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut, perubahan warna.
 Sistem Pulmonal
I : Adanya PCH - sesak napas, dyspnea, sianosis sirkumoral, distensi abdomen. Batuk : Non produktif Sampai produktif dan
nyeri dada.
P : Fremitus raba meningkat disisi yang sakit, hati kemungkin membesar.
P : Suara redup pada paru yang sakit.
A : Rankhi halus, Rankhi basah, Tachicardia.
 Sistem Cardiovaskuler; Sbj : sakit kepala.; Obj : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun.
 Sistem Neurosensori; S : gelisah, penurunan kesadaran, kejang.; O : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi.
 Sistem Genitourinaria; S : mual, kadang muntah.; O : konsistensi feses normal/diare.
 Sistem Musculoskeletal; S : lemah, cepat lelah.; O : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan.
• Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan Diagnostic Dan Laboratorium
• Pemeriksaan sputum gram dan kultur sputum dengan sampel adekuat.
• Pemeriksaan darah, leukositosis, LED, kultur darah.
• Radiologi, abnormalitas yang disebabkan adanya radang atau cairan ditandai dengan konsolidasi dan kelainan bisa
satu lobus atau lebih dan atau sebagian dari lobus.

2. Diagnosis Keperawatan
• Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret
• Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane kapiler alveolus.
• Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral
tidak adekuat, demam, takipnea.
3. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSIS INTERVENSI TUJUAN

1. bersihan jalan nafas tidak efektif Latihan Batuk Efektif Jalan nafas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada
berhubungan dengan peningkatan  Monitor status respiratori setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan status pernafasan dan penumpukan secret.
produksi sekret bunyi nafas abnormal.  
   Lakukan perkusi, vibrasi dan postural drainage setiap 4 – 6 jam,
 Beri therapy oksigen sesuai program.
 Bantu membatukkan sekresi/pengisapan lender.
 Beri posisi yang nyaman yang memudahkan pasien bernafas.
 Ciptakan lingkungan yang nyaman sehingga pasien dapat tidur tenang.
 Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernafasan.
 Beri minum yang cukup.
 Sediakan sputum untuk kultur/test sensitifitas.
 Kelola pemberian antibiotic dan obat lain sesuai program.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan Manajemen Jalan Nafas Pasien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran
dengan perubahan membrane kapiler  Beri posisi fowler/semi fowler. gas secara optimal dan oksigenasi jaringan secara
alveolus.  Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda sianosis setiap 2 jam. adekuat.
   Beri oksigen sesuai program.
 Monitor analisa gas darah.
 Ciptakan lingkungan yang tenang dan kenyamanan pasien.
 Cegah terjadinya kelelahan pada pasien.
 
3. Hipovolemia berhubungan dengan intake Manajemen Hipovolemia Pasien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal.
oral tidak adekuat, demam, takipnea.  Catat intake dan out put cairan. Anjurkan ibu untuk tetaap memberi cairan peroral serta  
  hindari susu yang kental/minum yang dingin agar merangsang batuk.
 Monitor keseimbangan cairan membrane mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran
menurun, tanda-tyanda vital.
 Pertahankan keakuratan tetesan infuse sesuai program.
 Lakukan oral hygiene.
Analisis Jurnal
Judul Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Perbaikan Klinis Pada Anak Dengan Pneumonia

Penulis Desak Putu Kristian Purnamiasih


Volume Vol. 5, No. 10
Tahun terbit 2020
Penerbit http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v5i10.16671053Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–
ISSN: 2541-0849
Tujuan Untuk mereview pengaruh fisioterapi dada terhadap perbaikan klinis anak yang dirawat karena
pneumonia
Kesimpulan Fisioterapi dada mempunyai pengaruh besar terhadap perbaikan klinis anak yang dirawat karena
Pneumonia. Perbaikan klinis yang dialami responden dimanifestasikan dalam bentuk Respiratory
Ratekembali ke rentang normal, Hearth Ratekembali ke rentang normal, peningkatan saturasi
oksigen dan peningkatan kemampuan pengeluaran sputum sehingga jalan napas menjadi bersih.
Fisioterapi dada juga mempengaruhi lama rawat inap neonatus dan mempercepat kemampuan
neonatus untuk minum ASI secara langsung melalui oral. Fisioterapi dada mempunyai pengaruh
terhadap perbaikan klinis anak yang mengalami pneumonia, fisioterapi dada juga dapat
meningkatkan efek dari terapi lain yang diberikan pada anak yang mengalami pneumonia.
0
2
Asma
Bronkial
As
ma
ASMA adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
? trachea dan bronchus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan luas jalan napas dan derajatnya
dapat berubah- ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan.

ASMA BRONKIAL adalah proses peradangan di saluran nafas


yang mengakibatkan peningkatan responpansive dari saluran
nafas terhadap berbagai stimulus yang dapat menyebabkan
penyempitan saluran nafas yang menyeluruh dengan gejala khas
sesak nafas.
Etiologi
Penyebab dari penyakit asma dapat digolongkan menjadi :
a. Asma ekstrensik atau alergik, disebabkan oleh alergen yang diketahui.
b. Asma intrinsik atau idiopatik, sering tidak ditemukan faktor yang jelas.
c. Asma campuran, yang mana terdiri dari komponen-komponen asma ekstrensik dan intrinsik .

Faktor- faktor yang mempengaruhi serangan asma, kejadian asma, serta keparahan asma :
a.Faktor pejamu. : Faktor dari pasien
b.Faktor lingkungan.
1.Alergan.
Alergen dalam rumah : tungau debu rumah, alergen hewan piaraan, alergen kecoa, jamur.
Alergen luar : serbuk sari, jamur.
2.Infeksi.
3. Iritan.; Hair spray, minyak wangi, semprot nyamuk, asap rokok, bau tajam dari cat, dan polutan udara lainya dapat memacu
serangan asma. Iritasi hidung dan batuk sendiri dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi.
4. Cuaca : Perubahan tekanan udara, perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara berhubungan dengan percepatan
5. Faktor psikis : Tidak adanya perhatian dan / atau tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan dengan asma oleh anak
sendiri/keluarganya .
6. Kegiatan jasmani : Kegiatan jasmani berat, misalnya berlari atau naik sepeda
7. Obat-obatan : Beberapa klien dengan asma bronkial sensitive terhadap obat tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker,
kodein dll.
Anatomi Fisiologi Sistem
Pernafasan
• Hidung
• Faring
• Trakea
• Paru-paru
Manifestasi Klinis
1.Objektif.
Terdapat sesak napas yang berat dengan ekspirasi disertai wheezing, dapat disertai batuk dengan sputum kental,
sukar dikeluarkan, bernapas dengan menggunakan otot-otot tambahan, sianosis, takikardi, gelisah, pulsus
paradoksus,dan terdapat fase ekspirium memanjang disertai wheesing (di apeksdan hilus).

2.Subjektif
Klien merasa sukar bernapas,sesak, dan anoreksia.

3.Psikososial.
Gejala psikososial yang sering dialami anak dengan asma ialah perasaan cemas, takut, dan mudah tersinggung, yang
disebabkan karena kurangnya pengetahuan klien terhadap penyakit.

4.Tanda dan gejala asma digolongkan menjadi :


• Asma tingkat I : Penderita asma yang secara klinis normal
• Asma tingkat II : Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
• Asma tingkat III : Penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik memiliki tanda-
tanda obstruksi.
• Asma tingkat IV : Penderita asma pada tingkat ini memiliki tanda dan gejala diantaranya kontraksi otot-otot
bantu, gangguan kesadaran, tampak lelah dan hiperinflasi thoraks dan takhikardi.
• Tingkat V: Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma acut yang berat
Patofisiologis
 Serangan asma terjadi ketika allergen masuk ke system
pernapasan, lalu allergen dikenali oleh dendritic cell sebagai
bahan yang berbahaya bagi tubuh mengakibatkan ephithel
memproduksi bahan kimi yaitu Thymic Stromal limphoprotein
(TSLP). Tslp merangsang dendritic cell untuk memproduksi
chemoottatractane untuk menarik T-helper 2 ke paru-paru. T-
helper 2 merangsang B-cell untuk memproduksi
immunoglobulin E (igE). IgE ini menempel pada mast cell
sehingga membentuk complex baru yaitu Mast Cell+IgE
complex.

 Saat allergen baru muncul, allergen ini menempel pada IgE


complex baru, yang menyebabkan mast cell+IgE complex
pecah atau disebut degranulasi. Dan melepaskan sejumlah
mediator yaitu histamine dan leukotriene. Histamine
merangsang cell goblet untuk memproduksi mucus secara
berlebihan, yang menyebabkan terjadinya peningkatan
permiabelitas sehingga terjadi pembengkakan otot polos.
Sekresi mucus secara berlebihan hypersekretion dan
pembengkakan otot polos menyebabkan lumen menyempit
yang disebut dengan bronkokontriksi. Hal ini lah yang
menyebabkan terjadinya asma.
KOMPLI
WOC KASI
1.Pneumothoraks.

ASM
2.Atelektasis.
3.Gagal napas.
4.Bronkhitis atau radang paru-

A
paru

BRO
NKIA
L
Asuhan Keperawatan Pada Asma
1. Pengkajian
• Identitas
Bronkial
• Riwayat kesehatan
Keluhan utama : dispnea (jngka waktu lama), batuk, dan mengi (pada beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
RKD : riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah (rhinitis, utikaria, dan eskrim).
RKK : kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami asma
• Pemeriksaan fisik
a)Inspeksi.
1)Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi duduk.
2)Dada diobservasi.
3)Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah.
4)Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar, lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan
lordosis.
5)Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakkan dada.
6)Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung pernapasan diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
7)Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase.
8)Kelainan pada bentuk dada
9)Observasi kesimetrisan pergerakkan dada.
10)Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b)Palpasi
1)Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit, dan
mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi)
2)Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.
3)Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.

c)Perkusi
Suara perkusi normal :
1)Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal.
2)Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian jantung, mamae, dan hati
3)Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi udara.
4)Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
5)Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi. Dapat terdengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya
seluruhnya berisi jaringan.

d)Auskultrasi
1)Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan (abnormal).
2)Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
3)Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesicular.
4)Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub, dan crackles.
2. Diagnosis Keperawatan

a) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d Hipersekresi Jalan Nafas.


b) Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Nafas ( msl: Kelemahan Otot
Pernapasan)
c) Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
d) Keletihan b.d Kondisi Fisiologis
3. Luaran dan Intervensi Keperawatan
NO SIKI SLKI
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Latihan Batuk Efektif
selama 3 hari bersihan jalan nafas meningkat Observasi
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kemampuan batuk efektif.
1. Batuk efektif meningkat 2. Monitor adanya retensi sputum.
2. Produksi sputum menurun 3. Monitor input dan output cairan.
3. Mengi menurun Terapeutik
4. Wheezing menurun 4. Atur posisi semi fowler atau fowler.
5. Dipsnea menurun 5. Pasang perlak dan bengkok dipangkuan.
6. Frekuensi nafas membaik 6. Keluarkan secret pada tempat sputum.
Edukasi
7. Anjurkan tarik nafas melalui hidung selama 4 detik lalu ditahan 2 detik
kemudian keluarkan dari mulut.
 
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen jalan nafas
selama 3 hari pola nafas membaik dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman dan usaha nafas)
Dipsnea menurun 2. Monitor bunyi nafas tambahan
Penggunaan otot bantu nafas menurun 3. Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma)
Pemanjangan fase ekspirasi menurun Terapeutik
Frekuensi nafas membaik 4. Posisikan semi fowler atau fowler
Kedalaman nafas membaik 5. Berikan minum air hangat
  6. Lakukan fisioterapi dada
7. Lakukan penghisapan lender
Edukasi
8. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi.
9. Kolaborasikan pemberian bronkodilatator
3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari pertukaran Pemantauan Respirasi
gas meningkat dengan kriteria hasi: a.Observasi.
1. Batuk efektif. 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas.
2. Mengi menurun. 2. Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea, hipervemtilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot dan
3. Penggunaan otot bantu pernafasan menurun. ataksik).
4. PO2 meningkat. 3. Monitor kemampuan batuk efektif.
5. Dipsnea berkurang. 4. Monitir adanya produksi sputum.
6. Bunyi nafas normal dengan frekuensi di antara 16-18 kali 5. Monitir adanya sumbatan jalan nafas.
permenit. 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru.
7. Tidak ada suara nafas tambahan. 7. Auskultasi bunyi nafas.
8. Monitor saturasi oksigen.
9. Monitor nilai AGD.
10. Monitor hasil x-ray thoraks
b.Terapeutik.
11. Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien.
12. Beri posisi high fowler.
13. Dokumentasikan hasil pemantauan.
c.Edukasi
14. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
15. Informasikan hasil pemantauan jika perlu

4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari keletihan Manajemen asma


mennurun dengan kriteria hasil : a.Observasi
1. Lelah menurun 1. Monitor frekuensi dan kedalaman nafas
2. Lesu menurun 2. Monitor tanda dan gejala hipoksia
3. Mengi menurun 3. Monitor bunyi tambahan nafas
4. Pola nafas membaik 4. Monitor saturasi oksigen
5. Pola tidur membaik b.Terapeutik
5. Berikan posisi semi fowler
6. Lakukan penghisapan lendir
7. Berikan oksigen 6-15L
c.Edukasi
8. Anjurkan meminimalkan ansietas yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
9. Ajarkan mengidentifikasi dan menghindari pemicu (debu, bulu hewan, asap, rokok, udara,
makanan dll)
d.Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian bronkodilatator sesuai indikasi
Analisis Jurnal
Judul “PENGARUH BALLON BLOWING TERHADAP STATUS OKSIGENASI PADA ANAK DENGAN ASMA
BRONKIAL”
Volume dan Halaman Volume 3, Nomor 2, Hal 85-90
Tahun Terbit Desember 2022
Penulis dan penerbit Nova Ari Pangesti, Dwi Kurniawan

Diterbitkan oleh Nursing Science Journal


Kesimpulan Terapi Ballon Blowing diberikan kepada anak yang mengalami asma bronkial. Tujuan terapi ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh ballon blowing terhadap status oksigenasi pada anak dengan asma
bronkia. Terapi ini dilakukan dengan cara menarik nafas dalam dari hidung kemudian menghembuskan
melalui mulut secara perlahan kedalam balon yang dilakukan selama 2 menit sampai balon berukuran
sedang. Intervensi ini menunjukka hasil yaitu Setelah diberikan terapi ballon bllowing (satu kali di pagi
hari selama ± 20 menit selama
tiga hari perawatan sudah tidak sesak saat bernafas, TD: 110/80 mmHg, RR 18x/menit, SpO2 98%, Nadi
112x/menit, suhu 36°C. hal ini menunjukkan adanya pengaruh terapi tehnik Balon bllowing (meniup
balon) pada pasien anak Asma Bronkial terhadap frekuensi pernapasan dan saturasi oksigen. Terapi ini
disarankan dilakukan 3 hari setiap pagi
hari dengan durasi 20 menit.
0
3
Sindrom
Nefrotik
Pengertian
 Nefrotik Sindrom (NS) adalah keadaan klinis yang
ditandai proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema
anasarka, dan hiperlipidemia (Dew, 2019).
 Sindroma nefrotik (SN) adalah keadaan klinis dengan
gejala proteinuria, hipoalbuminemia, edema dan
hiperkolesterolemia. Jika tidak terdiagnosa atau tidak
segera diobati, edema intertisial akan meningkatkan
tekanan tubulus proksimal yang menyebabkan
penurunan laju filtrasi glumerolus (LFG) sehingga
terjadi gagal ginjal.
Etiologi
a. Nefrotik sindrom bawaan, diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi
maternofetal. Resisten terhadap suatu pengobatan.
b. Nefrotik sindrom primer, disebabkan oleh :
• Malaria quartana atau parasit lainnya
• Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid
• Glomerulonefritis akut/glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis.
• Bahan kimia
• Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membraneproliferatif
hipokomplementemik.
c. Nefrotik sindrom sekunder
Anatomi Fisiologi System
Terkait Sindrom Nefrotik
Ginjal mendapatkan darah dari arteri renalis yang
merupakan cabang dari aorta abdominalis. Arteri
renalis memiliki cabang yang besar yaitu arteri
renalis anterior dan juga memiliki cabang yang kecil
yaitu arteri renalis posterior. Cabang anterior
memberikan darah untuk ginjal anterior dan ventral
sedangkan cabang posterior memberikan darah untuk
ginjal posterior dan dorsal. Diantara kedua cabang ini
terdapat suatu garis yaitu Brudels Line yang terdapat
disepanjang margo lateral dari ginjal.
Manifestasi Klinis
• Hematuria mikroskopi
• Hipertensi
• Peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah
yang bersifat sementara
• Edema palpebra atau pretibia
• Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura,
dan edema skrotum (pada laki-laki).
• Kadang-kadang disertai oligouria dan gejala
infeksi,
• Nafsu makan berkurang dan
• Diare.
WOC Sindrom Komplika
Nefrotik •
si
Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein di
dalam urin seperti antithrombin III (AT III), protein S
bebas, plasminogen dan α antiplasmin.
• Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit
lewat tromboksan A2.
• Meningkatnya sintesis protein prokoagulan dan
tertekannya fibrinolisis.
• Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal
• Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh
streptococcus, staphylococcus, bronkopneumonia, TBC.
• Gangguan klirens renali
• Gagal ginjal akut
• Anemia
• Peritonitis
• Gangguan keseimbangan hormon dan mineral.
Asuhan Keperawatan Pada
1. Pengkajian Sindrom Nefrotik
a. Identitas pasien dan orangtua
b. Keluhan Utama
• Riwayat Kesehatan Sekarang : Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa bagian tubuh anak seperti pada wajah, mata, tungkai serta
bagian genitalia. Orang tua anak biasanya juga mengeluhkan anaknya mudah demam dan daya tahan tubuh anaknya terbilang rendah.
• Riwayat Kesehatan Dahulu : Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk menilai adanya peningkatan berat badan. Kaji riwayat
keluarga dengan sindroma nefrotik seperti adakah saudaranya yang memiliki riwayat penyakit ginjal dan riwayat tumbuh kembang anak yang terganggu,
apakah anak pernah mengalami diare atau sesak napas sebelumnya, serta adanya penurunan volume haluaran urine.
• Riwayat Kehamilan dan Kelahiran : Kaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan adakah menderita penyakit lupus eritematosus sistemik atau
kencing manis, konsumsi obat-obatan maupun jamu tradisional yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alkohol selama hamil.
• Riwayat Pertumbuhan : Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena keletihan akibat lambung yang mengalami tekanan oleh
cairan intrastisial dan memberikan persepsi kenyang pada anak.
• Riwayat Psikososial dan Perkembangan : Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan perfusi darah ke otak. Hal ini dapat berdampak
pada ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral pada anak. Sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi tumbuh kembang dengan baik.
c. Pemeriksaan Fisik
• TTV
 Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole normal 80-100 mmHg dan nilai diastole normal 60 mmHg. Anak dengan hipovolemik akan
mengalami hipotensi, maka akan ditemukan tekanan darah kurang dari nilai normal atau dapat ditemukan anak dengan hipertensi apabila kolesterol anak
meningkat.
 Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/ menit, frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi nadi anak usia 10-14
tahun 85x/menit dan frekuensi nadi anak usia 14-18 tahun 82x/menit.
 Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21- 30x/menit, anak 6 sampai 10 tahun 20-26x/menit dan anak usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
• Postur, BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam tahun) + 8. Perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak sebelum sakit untuk
menentukan adanya peningkatan BB pada anak dengan sindroma nefrotik. Edema pada anak juga dapat ditandai dengan peningkatan Berat Badan
>30%.
• Kepala-leher : umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya Jugularis Vein Distention (JVD) terletak 2 cm diatas angulus sternalis pada posisi
Lanjutan . . .
• Mata : mengalami edema pada periorbital yang akan muncul pada pagi hari setelah bangun tidur atau konjunctiva terlihat kering pada anak dengan
hipovolemik.
• Hidung : memiliki pola napas yang tidak teratur sehingga akan ditemukan pernapasan cuping hidung.
• Mulut : Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat penurunan saturasi oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula bibir kering serta pecah-
pecah pada anak dengan hipovolemik .
• Kardiovaskuler :
 Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola napas yang tidak teratur
 Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut jantung
 Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
 Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta penurunan bunyi napas pada lobus bagian bawah . Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan
aritmia, pendataran gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta peningkatan interval PR.
• Paru-Paru
 Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
 Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak simetris bila anak mengalami dispnea
 Perkusi, biasanya ditemukan sonor
 Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan. Namun, frekuensi napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen kerongga dada.
• Abdomen
 Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat bila anak asites
 Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur lingkar
 perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
 Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
 Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting dullness
• Kulit : yang mengalami diare akan tampak pucat serta keringat berlebihan, ditemukan kulit anak tegang akibat edema dan berdampak pada risiko
kerusakan integritas kulit.
• Ekstremitas : Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila edema anasarka atau hanya edema lokal pada ektremitas saja. Selain itu dapat
ditemukan CRT > 2 detik akibat dehidrasi.
• Genitalia : Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada skrotum dan pada anak perempuan akan mengalami edema pada labia mayora.
Lanjutan . . .
d. Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan Urine
1. Urinalisis
 Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urine lebih dari 2 gr/m2 /hari.
 Ditemukan bentuk hialin dan granular.
 Terkadang pasien mengalami hematuri.
2. Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan darah.
3. Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya proteinuria (normalnya 50-1.400 mOsm).
4. Osmolaritas urine akan meningkat.

• Uji Darah
1. Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2 gr/dl (normalnya 3,5-5,5 gr/dl).
2. Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-1000 mg/dl (normalnya <200 mg/dl).
3. Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki
44-52% dan pada Perempuan 39-47%).
4. Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000- 1.000.000/ µl (normalnya 150.000-400.000/µl).
5. Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan (normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+
135-145 mEq/L, Kalsium 4-5,5 mEq/L, Klorida 98-106 mEq/L)
 
• Uji Diagnostik
1. Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan status glomerular, jenis sindrom nefrotik, respon
terhadap penatalaksanaan medis dan melihat proses perjalanan penyakit (Betz & Sowden, 2009).
2. Diagnosis Keperawatan
Kemungkinan diagnosis:
1) Hipervolemia yang disebabkan oleh gangguan mekanisme regulasi
2) Gangguan citra tubuh disebabkan oleh perubahan fungsi tubuh (proses
penyakit)
3) Gangguan integritas kulit/jaringan disebabkan oleh kekurangan/kelebihan
volume cairan
4) Diare yang disebabkan oleh malabsorbsi
5) Pola nafas tidak efektif disebabkan oleh adanya hambatan upaya nafas
misalnya kelemahan otot pernapasan
6) Penurunan curah jantung disebabkan adanya perubahan kontraktilitas
7) Gangguan eliminasi urin yang disebabkan oleh penurunan kapasitas
kandung kemih.
8) Defisit nutrisi yang disebabkan oleh faktor pikologis yaitu keengganan
untuk makan.
3. Luaran dan Intervensi Keperawatan

N Diagnosis Kepeawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


O
1. Hipervolemia b.d gangguan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipervolemia
mekanisme regulasi selama... maka Keseimbangan Pemantauan Cairan
Cairan Meningat
2. Gangguan citra tubuh b.d. Setelah dilakukan intervensi Promosi citra tubuh
perubahan fungsi tubuh (proses selama... maka Cira Tubuh Meningat Edukasi perawatan diri
penyakit)  
 
3. Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi Perawatan integritas kulit
kulit/jaringan b.d. selama... maka Integritas Kulit dan
kekurangan/kelebihan volume Jaringan Meningat
cairan  
4. Diare b.d. malabsorbsi Setelah dilakukan intervensi Manajemen diare
selama... maka Eliminasi Fekal  
Membaik
 
5. Defisit nutrisi b.d. faktor Setelah dilakukan intervensi Manajemen nutrisi
psikologis (mis. Keengganan selama... maka Status Nutrisi
untuk makan) Membaik
   
6. Pola nafas tidak efektif b.d. Setelah dilakukan intervensi Pemantauan respirasi
hambatan upaya nafas (misalnya selama... maka Pola Nafas Membaik
kelemahan otot pernapasan)  
 
7. Gangguan eliminasi urin b.d. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Eliminasi urin
penurunan kapasitas kandung selama... maka Eliminasi Urin
kemih. Membaik
 
8. Penurunan curah jantung b.d Setelah dilakukan intervensi Perawayan jantung
perubahan kontraktilitas selama... maka Curah Jantung
Analisis Jurnal
Judul Pengaruh Suplemen Ekstrak Ikan Gabus pada Pasien Nephrotic
Syndrome
Penulis Rosiana Waicang, Riri Maria, Tuti Herawati

Tahun 2022
Nomor 3
Volume 13
Tujuan Tujuan lirerature review ini adalah untuk mengetahui apakah suplemen
formula ikan gabus dapat meningkatkan albumin serum secara
signifikan pada pasien nephrotic syndrome.

Kesimpulan Hasil telaah review dari 6 artikel menunjukkan bahwa suplemen formula
ikan gabus dapat meningkatkan albumin serum secara signifikan pada
pasien nephrotic syndrome dengan waktu pemberian berbeda beda.
Kandungan protein dalam ikan gabus dapat meningkatkan albumin
serum pada pasien nephrotic syndrome.
0
3
Gagal Ginjal
Akut
Pengertian
 Gagal ginjal akut atau acute kidney injury
adalah kondisi ketika ginjal berhenti
berfungsi secara mendadak atau tiba-tiba.
Kondisi ini bisa terjadi akibat gangguan
aliran darah ke ginjal, gangguan di ginjal,
atau penyumbatan di saluran urine.
 (Radityo et al., 2016), Gagal Ginjal Akut
(GGA) adalah penurunan mendadak
Kecepatan Filtrasi Glomerulus (KFG)
dengan ketidakmampuan mengeluarkan
bahan terlarut dan air, yang mengakibatkan
penimbunan bahan terlarut dan air.
Etiologi
1. Gagal Ginjal Pre-Renal 2. Gagal Ginjal Renal
Merupakan berkurangnya aliran darah ke ginjal. Biasanya Penyebab gagal ginjal renal ini, dimana ada
penyebab gagal ginjal pre renal yaitu : kerusakan yang terjadi pada ginjal.
• Hipovolemia (volume darah yang kurang), • Sepsis,
• Dehidrasi karena kehilangan cairan, • Obat-obatan yang toksik terhadap ginjal.
• Dehidrasi karena kurangnya asupan cairan. • Rhabdomyolysis,
• Obat-obatan, • Multiple myeloma.
• Gangguan aliran darah ke ginjal yang disebabkan • Peradangan akut pada glomerulus,
sumbatan pada pembuluh darah ginjal.

3. Gagal Ginjal Post-Renal


Dimana aliran urin dari ginjal terganggu.
• Sumbatan saluran kemih (ureter atau kandung kencing)
menyebabkan aliran urin berbalik arah ke ginjal. Jika tekanan
semakin tinggi maka dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan
ginjal menjadi tidak berfungsi lagi.
• Tumor di perut yang menekan serta menyumbat ureter.
• Batu ginjal.
Anatomi Fisiologi System Terkait
Gagal Ginjal Akut
Ginjal adalah suatu organ yang berpasangan. Berat
ginjal ±125gr, terletak pada posisi disebelah lateral vertebralis
torakalis bawah, beberapa cm disebelah kanan dan kiri garis
tengah. Ginjal terdiri dari Bagian eksternal (korteks), Bagian
internal (medula), Setiap ginjal terdiri dari ±1juta nefron, dan
Nefron sebagai unit fungsional ginjal 1 buah glomerulus dan
1 buah tubulus.
Fungsi ginjal adalah sebagai pengaturan eksresi asam,
pengaturan eksresi elektrolit, pengaturan ekskresi air, dan
menyimpan dan eliminasi urin. Susbtansi yang diabsorsi dan
dieksresikan ke dalam urin : Na++, Cl-, Bicarbonat, K+,
glukosa, ureum, kreatinin, asam urat. Urin tersusun dari air,
elektrolit, ureum (hasil akhir met, protein).
Manifestasi Klinis
Menurut Kementerian Kesehatan RI, gejala
awal gagal ginjal akut yang perlu diwaspadai
adalah gangguan pencernaan seperti :
 Diare
Gejala bisa datang tiba-tiba, selama berjam-jam atau
 Mual
berhari-hari, umumnya sekitar 3-5 hari. Berikut ini
 Muntah
beberapa gejala lain yang juga dapat dialami:
 Batuk
 Perdarahan.
 Pilek
 Ruam kulit.
 Sakit perut.
 Jumlah urine yang dikeluarkan berkurang atau
terhenti.
 Kulit pucat.
 Edema.
 Peningkatan serum kreatinin.
 Penurunan urine output, hingga gagal ginjal
anuria.
Patofisiologi
Kondisi gagal ginjal akut disebabkan oleh 3 faktor pemicu yaitu pre-renal, renal dan
post-renal. Ketiga factor ini memiliki kaitan yang berbeda-beda.
 Pre-renal berkaitan dengan kondisi dimana aliran darah (blood flow) ke ginjal
mengalami penurunan (hipoperfusi). Kondisi ini dipicu oleh kondisi hipovolemi,
hipotensi, vasokontriksi dan penurunan cardiac output. Dengan adanya kondisi
ini, maka GFR (Glomeruler Filtration Rate) akan mengalami penurunan dan
meningkatkan reabsorbsi tubular.
 Untuk factor renal berkaitan dengan adanya kerusakan pada jaringan parenkim
ginjal. Kerusakan ini dipicu oleh trauma maupun penyakit-penyakit pada ginjal
itu sendiri jaringan yang menjadi tempat utama fisiologis ginjal, jika rusak akan
mempengaruhi berbagi fungsi ginjal.
 Sedangkan factor post renal berkaitan dengan adanya obstruksi pada saluran
kemih, sehingga akan timbul stagnansi bahkan adanya refluks urine flow pada
ginjal. Dengan demikian beban tahanan / resistensi ginjal akan meningkatkan
dan akhirnya mengalami kegagalan
WOC Gagal Ginjal Akut
Komplikasi
 Kelebihan cairan didalam tubuh,
 Sakit dada,
 Kelemahan otot,
 Kerusakan ginjal permanen,
 Penurunan kesadaran
 Kejang-kejang
 Gagal jantung
Asuhan Keperawatan Pada Gagal
1. Pengkajian Ginjal Akut
Dalam tahap pengkajian berisikan tentang :
a. Biodata, terdapat identitas pasien dan identitas orangtua (ibu dan ayah) pasien.
b. Keluhan, terdapat keluhan utama pasien/alasan pasien masuk RS : orang tua anak mengeluh bahwa pasien mual dan muntah.
c. Riwayat Kesehatan, terdapat :
• Riwayat kesehatan sekarang : Keluarga pasien mengatakan pasien tampak pucat, lemah, kejang, dan nafsu makan menurun sejak 2 minggu yang
lalu.
• Riwayat kesehatan lalu : Pre Natal Care, Natal, Post Natal
• Riwayat kesehatan keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita gagal ginjal akut sebelumya.
d. Riwayat Imunisasi, berisikan tentang bagaimana riwayat imunisasi pasien.
e. Riwayat Tumbuh Kembang, terdapat : pertumbuhan fisik, perkembangan tiap tahap pasien.
f. Riwayat Nutrisi, berisikan bagaimana pemberian ASI, pemberian susu tambahan, pemberian makanan tambahan pada pasien
g. Riwayat Psikososial, didapat bahwa : anak tinggal dengan neneknya, lingkungan berada ditengah kota, hubungan antar anggota keluarga : baik,
yang mengasuh anaknya adalah neneknya, hari sabtu dan minggu oleh ibunya.
h. Riwayat Spritual
i. Reaksi Hospitalisasi, berisikan bagaimana pemahaman anak dan keluarga tentang sakit dan rawat inap.
j. Aktivitas Sehari-Hari
• Nutrisi : makan nasi, sayur dan lauk, selera makan menurun, porsi tidak habis, frekuensi 2x sehari dan bila klien mau.
• Cairan : klien minum susu dan air biasa 8 gelas/hari
• Eliminasi : BAB : frekuensi tidak teratur dan konsistensi lembek, dan BAK : warna kuning kecoklatan, bau menyengat.
• Istirahat tidur : tidur tidak teratur
• Personal Hygine : cuci rambut : 2 – 3 x/mgg ( tergantung kebutuhan ), dibantu
Lanjutan . . .
k. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
• Keadaan umum klien : lemah
• Tanda – tanda vital : Suhu 36,5 C, Nadi 115 x/menit, Respirasi 52 x/ menit,
Tekanan Darah 100/50 mmHg
• Antropometri : Panjang badan 97 cm, Berat Badan 10 kg, Lingkar lengan atas
11 cm, Lingkar kepala 48 cm, Lingkar dada 54 cm, dan Lingkar perut 53 cm
• Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Penyebaran rambut merata, ada rontok, kulit kepala bersih, tidak
ada benjolan
- Mata : Mata simetris, konjungtiva anemis, sklera putih, mata cekung
2. Diagnosis Keperawatan
- Hidung : Hidung simetris, terdapat pernafasan cuping hidung, tidak ada 1) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan
secret. mengarbsopsi nutrien
- Mulut : mukosa bibir kering, pucat, tidak ada sianosis 2) Hipervolemia b.d kelebihan asupan cairan
- Telinga : telinga simetris, bersih, tidak ada serumen
- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan, simetris 3) Pola nafas tidak efektif b.d gangguan
- Dada : simetris neurologis
- Abdomen : turgor kulit menurun, tidak ada nyeri tekan, bising usus. 4) Gangguan integritas kulit/jaringan b.d
- Genetalia : tidak terkaji kelebihan volume cairan
Ektremitas atas dan bawah : edema
l. Pemeriksaan Penunjang 5) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
• Melakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar kreatinin dan ureum
dalam darah
• Melakukan emeriksaan urine dan pengukuran volume urine yang keluar.
• Melakukan pemindaian dengan USG ginjal atau CT scan untuk mengetahui
penyebab gagal ginjal akut, seperti penyumbatan pada saluran kemih.
3. Luaran dan Intervensi Keperawatan

No. SLKI SIKI


1. Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Nutrisi
selama 2x24 jam maka status nutrisi Observasi
membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi makanan yang disukai.
• Porsi makanan dihabiskan meningkat. 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien.
• Rambut rontok menurun 3. Monitor asupan makanan.
• Berat badan memabik 4. Monitor berat badan dan tinggi badan.
• Nafsu makan membaik 5. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium.
• Membran mukosa membaik Terapeutik
6. Fasilitasi menentukan pedoman diet.
7. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai.
8. Sajikan makan porsi kecil tapi sering.
Edukasi
9. Ajarkan diet yang diprogramkan kepada orangtua pasien.
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu.
11. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
2. Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Hipervolemia
selama 2x24 jam maka keseimbangan Obserbasi
cairan meningkat dengan kriteria hasil : 1. Monitor status hedamik, jika tersedia.
• Asupan cairan meningkat 2. Monitor intake dan output cairan.
• Keluaran urin meningkat 3. Monitor tanda hemokonsentrasi.
• Kelembapan membran mukosa 4. Monitor kecepatan infus secara ketat.
meningkat 5. Monitor efek samping diuretik.
• Edema menurun 6. Monitor edema.
• Nadi membaik 7. Monitor turgor kulit.
• Mata cekung membaik Terapeutik
• Turgor kulit membaik 8. Timbang berat badan harian.
• Berat badan membaik 9. Batasi asupan cairan dan garam.
10. Tinggikan kepala temapat tidur 30-40 drajat.
Edukasi
11. Ajarkan pada orangtua pasien cara membatasi cairan.
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian diuretik.
3. Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Jalan Nafas
selama 1x24 jam maka pola nafas Observasi
membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola nafas.
• Pernafasan cuping hidung menurun 2. Monitor TTV.
• Frekuensi nafas membaik 3. Monitor intake dan output .
Terapeutik
4. Posisikan pasien dengan posisi fowler.
5. Lingkungan tenang .
Edukasi
6. Anjurkan kepada orangtua mengenai asupan cairan 2000ml/hari .

4. Setelah dilakukan intervensi keperawatan Perawatan Integritas Kulit


selama 1x24 jam maka integritas kulit Observasi
dan jaringan meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit.
hasil : Terapeutik
• Suhu kulit membaik 2. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering., berbahan ringan
• Kerusakan kulit/ jaringan menurun atau alami dan hipoalergik pada kulit sensitif.
3. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
4. Anjurkan pada orang tua pasien, pasien minum air yang cukup
5. Anjurkan pada orang tua pasien, pasien meningkatkan asupan nutrisi, buah, dan sayur.
6. Anjurkan pada orang tua pasien, pasien menghindari terpapar suhu ekstrim

5. Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Energi


selama 2x24 jam maka toleransi aktivitas Observasi
meningkat dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan.
• Kemudahan dalam melakukan 2. Monitor kelelahan fisik/tingkat kelelahan
aktivitas meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur
• Lemah menurun 4. Identifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.
• Frekuensi nafas membaik Terapeutik
5. Ciptakan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan.
6. Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.
7. Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif.
Edukasi
8. Anjurkan pada orang tua pasien, pasien melakukan aktivitas bertahap dan Anjurkan
pada orang tua pasien, untuk menghubungi perawat jika tanda&gejala kelelahan tidak
berkurang.
Kolaborasi
9. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.
10. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah.
Analisis Jurnal
Judul Edukasi Terapi Non-Farmakologi Saat Anak Demam, Batuk, Dan Pilek
Ditengah Kekhawatiran Terjadinya Gagal Ginjal Akut Pada Anak Di
Puskesmas Cibolerang Kota Bandung
Penulis Lengga, Vivop Marti dkk
Tahun 2023
Nomor 3
Volume 6
Halaman 920-928
Tujuan Untuk meningkatkan pengetahuan kepada orang tua yang mempunyai
balita dan kalangan masyarakat mitra mengenai terapi nonfarmakologi
saat anak demam, batuk dan pilek di wilayah kerja Puskesmas
Cibolerang Kota Bandung.
Kesimpulan Adanya peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian
edukasi gagal ginjal pada anak dan terapi non-farmakologi untuk anak
demam, batuk, pilek di wilayah kerja Puskesmas Cibolerang Kota
Bandung.
Terimakasih

CREDITS: This presentation template was created by


Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics &
Kelompok 3
images by Freepik
Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai