Anda di halaman 1dari 119

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN ANAK dengan


ISPA, PERTUSIS, dan
DIFTERI
By : Kelompok 3

FEBYANA DWI CAHYANTI 1313111333051
YUNITA DESI SANTOSO 1313111333054
SITI AISYAH ZANTA PRADANA 1313111333057
MARITA SELVIA 1313111333060
IKA WAHYU WIDYAH R. 1313111333063
FEBRINA RAMADHANI 1313111333066
SINTA PRADIKTA 1313111333069
YUNITA FAUZIAH 1313111333072
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014
Sub pokok bahasan
1. Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan
2. Definisi ISPA, Difteri, dan Pertusis
3. Patofisiologis ISPA, Difteri, dan Pertusis
4. Manifestasi klinisISPA, Difteri, dan Pertusis
5. Pemeriksaan diagnnostik ISPA, Difteri, dan Pertusis
6. Penatalaksanaan ISPA, Difteri, dan Pertusis
7. Komplikasi ISPA, Difteri, dan Pertusis
8. Prognosis ISPA, Difteri, dan Pertusis
9. WOC dari ISPA, Difteri, dan Pertusis
10. Asuhan keperawatan pada pasien anak dengan kasus ISPA, Difteri, dan Pertusis
Anatomi dan fisiologis sistem pernapasan
Pernapasan atau sistem respirasi adalah
suatu peristiwa tubuh kekurangan oksigen (O
2
)
kemudian oksigen yang berada di luar tubuh
dihirup (inspirasi) melalui organ-organ
pernapasan, dan pada keadaan tertentu bila tubuh
kelebihan karbon dioksida(CO
2
) maka tubuh akan
berusaha untuk mengeluarkannya dari dalam
tubuh dengan cara menghembuskan nafas
(ekspirasi)
Anatomi
Sistem
Pernapasan
1. Hidung
2. Faring
3. Laring
4. Trakea
5. Bronkus
6. Bronkiolus
7. Paru
8. Alveolus
Anatomi sistem
pernapasan
penjabaran
Hidung
Tersusun dari tulang kartilago hialin dan jaringan fibroaerolar., berfunsi sebagai Menghangatkan,
melembabkan, dan menyaring udara

Faring
Faring adalah tabung muskular berukuran 12.5 cm. Terdiri dari nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Faring merupakan saluran bersama untuk udara dan makanan.
Laring
Laring adalah tabung pendek dan ditopang oleh sembilan kartilago, terdapat Epiglotis yang akan
menutup pada saat menelan dan juga merupakan batas antara saluran napas atas dan napas bawah
Trakea
Trakea adalah tuba dengan panjang 10-12 cm yang terletak di anterior esofagus. Tersusun dari 16-20 cincin
kartilago berbentuk C yang diikat bersama jaringan fibrosa
Bronkus
Bronkus merupakan percabangan dari trakea. Setiap bronkus primer bercabang membentuk bronkus
sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin mengecil dan menyempit
Bronkioulus
Merupakan jalan napas intralobular dengan diameter 5 mm, tidak memiliki tulang rawan maupun
kelenjar di dalam mukosanya
Paru
Paru-paru adalah organ sistem pernapasan yang berada di dalam kantong yang dibentuk oleh pleura
parietalis dan pleura viseralis. paru kanan terbagi menjadi 3 lobus dan paru kiri terbagi menjadi 2 lobus
Alveolus
Alveoulus adalah kantung udara berukuran sangat kecil. Merupakan akhir dari bronkioulus respiratorius
sehingga memungkinkan pertukaran oksigen dan karbondioksida alveolus terdiri dari membran alveolar
dan ruang interstitial
2. Fisiologi Sistem Pernapasan
Fungsi utama paru adalah menyelenggarakan pengambilan oleh darah dan
pembuangan karbon dioksida terdapat 4 tahap respirasi, yaitu (Lauralee
Sherwood,2001):

1. Vetilasi
Ventilasi adalah sirkulasi
keluar masuknya udara atmosfer
dan alveoli. Proses ini
berlangsung di sistem pernapasan
bagian atas.

2. Respirasi Eksternal
Respirasi eksternal mengacu
pada keseluruhan rangkaian
kejadian yang terlibat
dalam pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara lingkungan
eksternal dan sel tubuh. Proses ini
terjadi di sisem pernapasan.


3. Transpor gas
Transpor gas adalah
pengangkutan oksigen dan
karbondioksida dalam darah dan
jaringan tubuh. Proses ini terjadi di
sistem sirkulasi

4. Respirasi internal
Respirasi internal adalah
pertukaran gas pada metabolisme
eergi yang tejadi di dalam sel.
Proses ini berlangsung di jaringan
tubuh.

ISPA

(Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
DEFINISI
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung selama
14 hari. Saluran pernapasan yang dimaksud adalah organ mulai
dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya seperti
sinus, ruang telinga tengah dan pleura (Habeahan, 2009).
ETIOLOGI
ISPA
Bakteri (genus
Streptococcus,
Haemophylus,
Stafilococcus,
Pneumococcus,
Bordetella, dan
Corynebakterium)
Virus (Grup Mixovirus,
Enterovirus,
Adenovirus,
Rhinovirus,
Herpesvirus,
Sitomegalovirus, virus
Epstein-Barr)
Jamur (Aspergillus sp,
Candidia albicans,
Blastomyces dermatitidis,
Histoplasma capsulatum,
Coccidioides immitis,
Cryptococcus
neoformans)
inspirasi asap
kendaraan bermotor,
Bahan Bakar
Minyak/BBM biasanya
minyak tanah dan,
cairan amonium pada
saat lahir
Depkes RI, 2004
Widoyono, 2007
http://www.kcom.edu/faculty/chamberlain/website/lectures/intraurt.htm.
PATOFISIOLOGI
Bakteri, Virus
dan Jamur
Masuk
melalui
partikel udara
Melekat pada
epitel sel
hidung
Masuk ke
bronkus dan
traktus
respiratorius
Menimbulkan gejala
influenza seperti :
pilek, demam, dan
sakit kepala
http://www.republika.co.id.2004
FAKTOR RESIKO
FAKTOR
LINGKUNGAN
Pencemaran udara
dalam rumah
Ventilasi rumah
Kepadatan hunian
rumah
FAKTOR
INDIVIDU
ANAK
Usia anak
Berat badan lahir
Status gizi
Status imunisasi
FAKTOR
PERILAKU
praktek penanganan
ISPA di keluarga
baik yang dilakukan
oleh ibu ataupun
oleh anggota
keluarga lainnya
Depkes RI, 2002
MANIFESTASI KLINIS
Gejala koriza
Gejala
faringeal
Gejala
faringokonjungti
val
Gejala
influenza
Gejala
herpangina
Gejala obstruksi
laringotrakeobron
kitis akut
Djojodibroto, 2009
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan darah lengkap
Hb, leukosit, hematokrit dan trombosit
Fotothoraks
Pada anak dengan dosis 0,093 0,404 mSv
Sandra M Nettina, 2000
Helfi Yuliati & Dyah Dwi K, 2006
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada ISPA tidak semuanya memerlukan
pemberian antibiotik. Misalnya pada batuk dan demam, dapat
diberikan perawatan di rumah dengan pemberian obat tradisional
pada gejala batuk atau dengan pemberian parasetamol pada anak
demam.
Namun, pada penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat)
disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai
radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi
antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau
anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk
pemeriksaan selanjutnya.

Rasmaliah, 2005

Berdasarkan Buku Ajar Keperawatan pediatric,
pentalaksanaan ISPA dikelompokkan menjadi (Donna L.
Wong, et al., 2009):

Dirawat di rumah, tidak ada
pengobatan spesifik dan vaksin yang
efektif
Antipiretik diberikan untuk demam
Dekongestan secara topikal
diberikan pada anak dan bayi diatas
6 bulan
Tidak diindikasikan antibiotic
1.
Nasofaringitis
Feder dkk, 1999 dalam Wong dkk, 2009
2. Faringitis
Untuk infeksi
akibat
Streptococcuss sp.
Diberikan
penisilin secara
oral
Antibiotic lain yang
digunakan adalah
eritromisin,
azitromisin,
klaritromisin, dan
sefalosporin
Kombinasi penisilin
dengan rimfapin
diberikan untuk
menghilangkan
streptokokus dan
direkomendasikan
untuk karier dan
individu yang
resisten terhadap
penisilin
Derkay, Darrow, LeFebvre, 1995 dalam Wong dkk, 2009
Dapat sembuh sendiri
Tonsilektomi (pengangkatan tonsil palatin)
diindikasikan hanya pada kasus streptokokus
kambuhan yang tercatat; jika terdapat abses
peritonsilar, atau pada kasus hipertrofi masif
yang menyebabkan kesulitan bernapas atau
makan
Adenoidektomi (pengangkatan adenoid)
dianjurkan untuk anak yang mengalami
hipertrofi adenoid yang menyumbat pernapasan
hidung
3. Tonsilitis
Biasanya hanya memerlukan
pengobatan simtomatik : asetominofen
atau ibuprofen untuk demam,
dekstrometorfan untuk batuk (jika
perlu), dan cairan yang cukup untuk
mempertahankan hidrasi
Anak influenza tidak boleh menerima
aspirin karena adanya kemungkinan
hubungan dengan Sindrom Reye
4. Influenza
Montville & White, 1998 dalam Wong, 2009
5. Otitis media
Pemberian antibiotik oral (amoksisilin, amoksisilin
klavulanat, sulfonamide, trimetoprim-
sulfametoksazol, eritromisin-sulfisoksazol,
azitromisin, klaritromisin, atau sefalosporin) 5-10
hari
Antibiotic tersebut hanya diindikasikan pada anak
yang mengalami: lebih dai tiga infeksi telinga dalam
setahun, kultur pernapasan positif dan resiko tinggi
mengalami infeksi bakteri karena immunosupresi,
splenektomi, fibrosis kistik dan penyakit sel sabit
KOMPLIKASI
Semusitis paranosal
Penutupan tuba eustacii
Laryngitis
Tracheitis
Bronchitis
Broncho pneumonia
Berlanjut pada kematian
karena sepsis
Whaley &
Wong, 2000
Hipoksemia
Asidosis respiratorik
Insufisiensi pernapasan
sepsis
Wilkinson J.M.
& Nancy R.A.,
2011
PROGNOSIS
Penyakit tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian
terbanyak oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap
lebih dari 4 hari dan leukosit > 10.000/ul, biasanya didapatkan
infeksi bakteri sekunder.

ASUHAN KEPERAWATAN
ISPA
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama

Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernapasan yang sering mengenai anak
usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang 1 tahun. anak usia
muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih
lanjut (Anggana Rafika, 2009).

Jenis kelamin
Angka kejadian ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun,
dimana angka kejadian ISPA anak perempuan lebih tinggi dari
anak laki-laki (Anggana Rafika, 2009).

Alamat
Kepadatan hunian seperti luas ruang per-orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan factor risiko untuk
ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa
kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi prevalensi ISPA berat.

b. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat sosial


c. Pengkajian fungsi pernapasan
Frekuensi
Cepat (takipnea), normal atau lambat untuk anak
tertentu.
Kedalaman
Kedalaman normal, terlalu dangkal (hipopnea), terlalu
dalam (hiperpnea); biasanya diukur dari amplitude ekskursi
toraks dan abdomen.
Kemudahan
Tanpa upaya, dengan upaya (dispnea), ortopnea
(kesulitan bernapas kecuali pada posisi tegak), berhubungan
dengan rektraksi interkostal dan/ substernal (inspirasi
tenggelam dari jaringan lunak berkaitan dengan kartilago
dan tulang toraks)
Pernaapsan sulit
Kontinu, intermiten, memburuk, awitan tiba-tiba, pada saat
istirahat atau beraktivitas, berkaitan dengan mengi atau
mendengkur, berkaitan dengan nyeri.
Irama
Kedalaman dan frekuensi pernapasan bervariasi.


2. Pemeriksaan
a. Inspeksi
1. Membran mukosa hidung faring
tampak kemerahan
2. Tonsil tampak kemerahan dan
edema
3. Tampak baluk tidak produktif.
4. Tidak ada jaringan parat pada
leher.
5. Tidak tampak penggunaan otot-
otot pernapasan tambahan
6. Pernapasan cuping hidung



b. Palpasi
1. Adanya demam
2. Teraba adanya pembesaran
kelenjar limfe pada daerah leher /
nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis.
3. Tidak teraba adanya
pembesaran kelenjar limfoid.
c. Perkusi
Suara paru normal.

d. Auskultasi
Suara napas vasikuler / tidak
terdengar ronchi pada kedua sisi
paru

3. Analisis Data
No
.
Sympton Etiologi Problem
1.
DS:
Klien mengeluh sesak nafas dan
batuk berdahak
DO:
Auskultasi paru terdengar suara
ronki
Frekuensi napas klien meningkat
(RR > 20 x/menit)
Klien terlihat susah untuk bernafas
/ sesak nafas
Sekret yang di keluarkan klien
kental
Posisi tidur klien semi fowler
Produksi sekret yang
berlebihan oleh sel
goblet

Sekret mengental

Imobilisasi sekret
pada jalan nafas

Akumulasi sekret
pada jalan nafas

Penyumbatan jalan
nafas
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
tidak efektif
berhubungan dengan
akumulasi sekret
3. Analisis Data
No
.
Sympton Etiologi Problem
2 DS:
Klien mengeluh nyeri saat
menelan minuman
Klien mengeluh badannya panas
Klien mengeluh badannya lemas
dan lemah
DO:
Turgor kulit kering
Suhu badan klien 37C
Klien tampak lemas
Minuman yang disediakan tidak
dihabiskan oleh klien
Suhu badan yang
tinggi karena infeksi
dan inflamasi
Intake cairan yang
kurang

dehidrasi
Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan tingginya
kebutuhan metabolic
3. Analisis Data
No
.
Sympton Etiologi Problem
3 DS:
Klien Mengeluh sulit untuk
menelan dan nyeri saat menelan
pada tenggorokannya
DO:
Klien terlihat merasa sakit dan
meringis saat menelan makanan
dan minuman
Klien susah untuk makan
Membran mukosa tonsil dan
faring me-merah
Inflamasi faring dan
tonsil
membran mukosa
Faring dan tonsil
memerah dan
membengkak
nyeri apabila terkena
sentuhan

nyeri saat menelan
makanan dan
minuman
nyeri akut
Nyeri telan
berhubungan
denganinflamasi
pada membran
mukosa faring dan
tonsil.
3. Analisis Data
No
.
Sympton Etiologi Problem
4
DS:
Klien mengeluh sulit untuk menelan
dan sakit di tenggorokan kalau
menelan
Klien mengatakan tidak mau makan
DO:
Klien terlihat lemas dan lemah
Berat badan klien turun 5 kg sejak
dirawat di rumah sakit
Klien terlihat tidak nafsu makan
Klien selalu menolak makanan yang
diberikan orang tuanya
Lemak pada subcutan tipis
Klien hanya menghabiskan tidak lebih
dari setengah porsi diet bubur kasar
dari rumah sakit
membran mukosa
Faring dan tonsil
memerah dan
membengkak
nyeri apabila terkena
sentuhan

nyeri saat menelan
makanan dan minuman
nafsu makan menurun
nutrisi tidak terpenuhi
Ketidakseimbangan
nutrisi berhubungan
dengan hilangnya
nafsu makan sekunder
akibat tingginya
kebutuhan metabolik
3. Analisis Data
No
.
Sympton Etiologi Problem
5
DS:
Klien mengatakan badannya panas,
pusing,lemas, dan sering batuk
DO:
Suhu badan klien 37C pada
termometer
Sputum berwarna putih kekuningan
dan kental
Saat batuk, klien tidak menutup
mulutnya
Leukosit jumlahnya meningkat
adanya organisme
infektif

inflamasi dan infeksi
pada tubuh pasien
hipertermia akibat
ifeksi dan inflamasi
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan
adanya organisme
infektif
4. Diagnosa Keperawatan ((NANDA dalam Judith M.
Wilkinson dan Nancy R. Ahern, 2011)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan akumulasi secret
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
tingginya kebutuhan metabolik
3. Nyeri telan berhubungan dengan inflamasi pada
membrane mukosa faring dan tonsil
4. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan
hilangnya nafsu makan
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya
organism infektif

5. Intervensi
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil
/ Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
1. Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas tidak
efektif b.d
akumulasi sekret
Menunjukkan
jalan nafas
yang efektif,
yang
dibuktikan
oleh
pencegahan
aspirasi;
status
pernafasan:
kepatenan
jalan napas;
dan status
pernapasan
(NOC dalam
Judith M.
Wilkinson
dan Nancy
R. Ahern,
2011)
ventilasi
tidak
terganggu
(kemudaha
n bernapas,
frekuensi
dan irama
pernapasan
, Pergerakan
sputum
keluar dari
jalan napas,
Pergerakan
sumbatan
keluar dari
jalan napas)
(NOC
dalam
Judith M.
Wilkinson
dan Nancy
R. Ahern,
2011)
Mandiri :
1.Manajemen
jalan napas
1.Memfasilitasi
kepatenan jalan udara.
2.Pengisapan
secret dari
jalan napas
sesuai
kebutuhan.
2. mengeluarkan secret
dari jalan napas
dengan memasukkan
sebuah kateter
pengisap ke dalam
jalan napas oran dan
trakea
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil
/ Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
3.Atur
posisi anak
yang
sesuai.
3.memfasilitasi
ekspansi paru lebih
baik dan memperbaiki
pertukaran gas serta
mencegah aspirasi
sekresi
4.Pemantauan
pernapasan
anak
4.Mengumpulkan dan
menganalisis data
pasien untuk
memastikan kepatenan
jalan napas dan
pertukaran gas yang
adekuat
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil
/ Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
5.Bantuan
ventilasi
5.Meningkatkan
pola napas spontan
yang optimal, yang
memaksimalkan
pertukaran oksigen
dan karbondioksida
dalam paru
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria
Hasil /
Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
Kolaborasi :
Bantu mengawasi efek
pengobatan nebulizer dan
fisioterapi lain,
mis. Spirometer insentif,
IPPB, tiupan botol,
perkusi, postural
drainage. Lakukan
tindakan diantara waktu
makan dan batasi cairan
bila mungkin.
Berikan obat sesuai
indikasi mukolitik,
ekspektoran,
bronchodilator, analgesic.
Analgesic diberikan
untuk memperbaiki
batuk dengan
menurunkan
ketidaknyamanan
tetapi harus digunakan
secara hati-hati, karena
dapat menurunkan
upaya batuk atau
menekan pernafasan.
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil /
Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
2. Kekurangan
volume
cairan b.d.
tingginya
kebutuhan
metabolic
(NANDA
dalam Judith
M. Wilkinson
dan Nancy
R. Ahern,
2011)
Kekuranga
n volume
cairan
akan
teratasi
1.keseimbangan
cairan, keseimbangan
elektrolit dan asam-
basa, hidrasi yang
adekuat, dan status
nutrisi: asupan
makanan dan cairan
yang adekuat.
Observasi :
tanda-tanda
vital
Pemantauan tanda vital
yang teratur dapat
menentukan
perkembangan
perawatan selanjutnya
2.Nadi : 60-100
denyut per menit
Mandiri :
1.Manajemen
asam-basa
1.meningkatkan
keseimbangan asam-basa
dan mencegah komplikasi
akibat ketidakseimbangan
asam-basa
3.Tekanan darah :
120/80 mmHg
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil
/ Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
2.Manajemen
elektrolit
2.meningkatkan
keseimbangan elektrolit
dan mencegah komplikasi
akibat dari kadar
elektrolit serum yang
tidak normal atau yang
tidak diharapakan.
3.Pemantauan
elektrolit
3.mengumpulkan dan
menganalisis data
pasien untuk mengatur
keseimbangan elektrolit
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria
Hasil /
Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
4.Manajemen
cairan
4. meningkatkan
keseimbangan cairan
dan mencegah
komplikasi akibat kadar
cairan yang abnormal
atau tidak diharapkan.
5.Terapi
Intravena (IV)
5. memberikan dan
memantau cairan dan
obat intravena
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat
Untuk mengontrol
infeksi dan
menurunkan panas
(NIC dalam Judith
M. Wilkinson dan
Nancy R. Ahern,
2011)
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria
Hasil /
Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
3. Nyeri telan
b.d.
inflamasi
pada
membran
mukosa
faring dan
tonsil.
Memperlihatk
an
pengendalia
n nyeri, yang
dibuktikan
oleh indicator
sebagai
berikut
Nyeri
berkuran
g skala 1-
2 (NOC
dalam
Judith M.
Wilkinson
dan
Nancy R.
Ahern,
2011)
Observasi :
Teliti keluhan
nyeri, catat
intensitasnya
(dengan skala 0-
10), faktor yang
memperburuk
atau meredakan
nyeri, lokasi,
lama, dan
karakteristiknya
Identifikasi
karakteristik nyeri dan
faktor yang
berhubungan
merupakan suatu hal
yang amat penting
untuk memilih
intervensi yang cocok
dan untuk
mengevaluasi
keefektifan dari terapi
yang diberikan
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria
Hasil /
Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1.Berikan analgesik
1.menggunakan agen-
agen farmakologi untuk
mengurangi atau
menghilangkan nyeri
2.Manajemen
medikasi
2.memfasilitasi
penggunaan obat atau
resep atau obat bebas
secara aman dan
efektif.
3.Manajemen
nyeri
3. meringankan atau
mengurangi nyeri sampai
pada tingkat kenyamanan
yang dapat diterima oleh
pasien.
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria
Hasil /
Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
4.Manajemen
sedasi
4.memberikan sedatif,
memantau respons
pasien, dan memberikan
dukungan fisiologis yang
dibutuhkan selama
prosedur diagnostic atau
terapeutik
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai
indikasi
Peningkatan
sirkulasi pada
daerah
tenggorokan serta
mengurangi nyeri
tenggorokan.
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil
/ Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
Kortikosteroid
digunakan untuk
mencegah reaksi
alergi atau
menghambat
pengeluaran histamin
dalam inflamasi
pernafasan.
Analgesik untuk
mengurangi nyeri
(NIC dalam Judith M.
Wilkinson dan Nancy
R. Ahern, 2011)
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil /
Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
4. Ketidakseimb
angan nutrisi
b.d.
hilangnya
nafsu makan
sekunder
akibat
tingginya
kebutuhan
metabolik
Nutrisi
kembali
seimban
g
1.Antropometri:
berat badan, tinggi
badan, lingkar
lengan tidak turun
(stabil)
Mandiri :
1.Manajemen
nutrisi
1. membantu dan
menyediakan asupan
makanan dan cairan dengan
diet seimbang.
rencana nutrisi
2.Biokimia:
- Hb normal
(laki-laki 13,5-18
g/dl dan
perempuan 12-16
g/dl)
2.pemantauan
nutrisi
2.mengumpulkan dan
menganalisis data
pasien untuk mencegah
atau meminimalkan
kurang gizi
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil /
Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
3.Clinis:
- Tidak tampak kurus
- Rambut tebal dan
hitam
3.Manajemen
berat badan
3.memfasilitasi
pemeliharaan berat
badan yang optimal
dan lemak tubuh
4.Diet:
- Makan habis satu
porsi
- Pola makan 3X/hari
5.Berikan health
education pada ibu
tentang Nutrisi :
makanan yang
bergizi yaitu 4 sehat
5 sempurna,
hindarkan anak dari
snack dan es, beri
minum air putih
yang banyak
5.Ibu dapat memberikan
perawatan maksimal kepada
anaknya. Makanan bergizi
dan air putih yang banyak
dapat membantu
mengencerkan lendir dan
dahak.
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil
/ Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
5.
Resiko tinggi
infeksi b.d.
adanya
organism
infektif
Resiko tinggi
infeksi b.d.
adanya
organism
infektif
1.Pasien tidak
menunjukkan
tanda infeksi
sekunder
1.Anak tidak
menunjukkan
tanda-tanda
infeksi
Mandiri :
1.Pertahankan
lingkungan
aseptic,
gunakan
kateter
pengisap steril
dan cuci
dengan baik
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria
Hasil /
Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
2.Isolasi anak
sesuai indikasi
2. Untuk mencegah
penyebaran infeksi
nosokommial

3.Beri antibiotic
sesuai resep
3.Untuk mencegah
atau mengobati infeksi
4.Beri diet
bergizi sesuai
kesukaan anak
dan kemampuan
mengonsumsi
makanan
4.Untuk mendukung
pertahanan tubuh
alami
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil
/ Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
5.Lakukan
fisioterapi
dada
5.untuk melancarkan
pernapasan
6.jelaskan
pada anak
dan
keluarga
tentang
manifestasi
penyakit
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil /
Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
2.pasien
tidak
menyebark
an infeksi
ke orang
lain
2.Orang lain
tetap bebas
dari infeksi
(NOC dalam
Judith M.
Wilkinson dan
Nancy R.
Ahern, 2011)
1.Batasi
pengunjung
sesuai indikasi
1.Menurunkan potensi
terpajan pada penyakit
infeksius
2.Jaga
keseimbangan
antara istirahat
dan aktifitas
2.Menurunkan
konsumsi atau
kebutuhan
keseimbangan oksigen
dan memperbaiki
pertahanan klien
terhadap infeksi,
meningkatkan
penyembuhan.
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria
Hasil /
Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
3.Tutup mulut dan hidung
jika hendak bersin.
3.Mencegah penyebaran
patogen melalui cairan
4.Tingkatkan daya tahan
tubuh, terutama anak
dibawah usis 2 tahun,
lansia, dan penderita
penyakit kronis. Konsumsi
vitamin C, A dan mineral
seng atau antioksidan jika
kondisi tubuh menurun atau
asupan makanan berkurang
4.Malnutrisi dapat
mempengaruhi kesehatan
umum dan menurunkan
tahanan terhada infeksi
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil
/ Evaluasi
Intervensi Rasionalisasi
Kolaborasi :
Pemberian obat
sesuai hasil
kultur
Dapat diberikan
untuk organisme
usus yang
teridentifikasi
dengan kultur dan
sensitifitas atau
diberikan secara
profilaktik (NIC
dalam Judith M.
Wilkinson dan
Nancy R. Ahern,
2011)
6. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien ISPA adalah :
Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C
Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
Nyeri hilang atau terkontrol
Tidak terjadi komplikasi pada klien

Latar Belakang
Lebih dari 12 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal
setiap tahun, sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi. Serangan penyakit tersebut akibat
status imunisasi dasar yang tidak lengkap pada sekitar 20% anak
sebelum ulang tahun yang pertama (WHO dan UNICEF dalam
Utomo, 2008).
Berdasarkan estimasi global yang dilakukan WHO tahun 2007
pelaksanaan imunisasi dapat mencegah kurang lebih 25 juta
kematian balita tiap tahun akibat penyakit difteri, tetanus, pertusis
(batuk rejan) dan campak.

?

Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri corynebacerium
diphteriae yang berasal dari membrane mukosa hidung dan nasofaring, kulit, dan
lesi lain dari orang yang terinfeksi (Haryanto, 2006).

Ciri ciri bakteri corynebacerium diphteriae (Nursalam,
2005):
Basil gram positif yang tidak membentuk spora.
Mempunyai kemampuan positif untuk memproduksi
exotoxin, baik secara invito atau invivo, dan dalam
media telurit membentuk koloni tipe mitis, intermedus,
dan grafis.
Mempunyai kemampuan untuk membentuk toksin
yang dipengaruhi oleh bacteriophage yang
mengandung genetox.


Corynebacterium diphteriae
kuman batang Gram-positif, tidak bergerak,
pleomorfik, tidak berkapsul, tidak membentuk spora,
mati pada pemanasan 60C, tahan dalam keadaan
beku dan kering.
Secara umum dikenal 3 tipe utama C. diphtheria
yaitu tipe gravis, intermedius dan mitis
C. diphteriae memiliki kemampuan memproduksi
eksotoksin baik in vivo maipun in vitro.
Eksotoksin ini merupakan suatu protein dengan
berat molekuk 62.000 dalton, tidak tahan
panas/cahaya, mempunyai 2 fragmen yaitu fragmen
A (amino-terminal) dan fragmen B (karboksi-
terminal).
(Irawan dkk, 2010)

Pada penderita dengan tingkat
kebersihan buruk, tak jarang
difteri juga menyerang kulit
saraf lengan dan tungkai:
terjadi kelemahan pada lengan
dan tungkai
Saraf Tenggorokan: kesulitan
menelan pada minggu pertama
kontaminasi toksin
Kuman berkembang biak
(Haryanto, 2006)
Kuman membentuk
pseudomembran dan
melepaskan eksotoksin
Kalenjar getah bening akan
tampak membengkak dan
mengandung toksin
Toksin biasanya menyerang
saraf tertentu
(Ditjen P2PL Depkes,2003)

Manifestasi klinis penyakit difteri tergantung pada
berbagai faktor dan bervariasi, seperti: imunitas pasien
terhadap toksin difteri. Faktor lain termasuk umur,
penyakit sistemik penyerta dan penyakit pada daerah
nasofaring yang sudah ada sebelumnya.

Manifestasi Klinis menurut (Richard dan Robert,2000):


Nyeri tenggorokan.
Demam.
Disfagia.
Serak.
Malaise atau nyeri kepala.

Manifestasi Klinis menurut (Richard dan Robert,2000):
Cenderung tercekik
karena edema jaringan lunak dan penyumbatan lepasan epitel
pernapasan tebal dan bekuan nikrotik.
Komplikasi obstruktif lebih lanjut
karena pembuatan saluran napas buatan dan pemotongan
pseudomembran
Komplikasi toksik sistemik


Manifestasi Klinis menurut (Richard dan Robert,2000):
ulkus yang tidak menyembuh, superfisial, ektimik dengan membrane
coklat keabu abuan.
demartosis yang mendasari: luka goresan, luka bakar atau impetigo
telah terkontaminasi sekunder.
Nyeri
Sakit
Eritema
eksudatkas hiperestesi local
atau hipestesia tidak lazim
Pada difteri HIDUNG
menyerupai common cold (pilek ringan tanpa
atau disertai gejala sistemik ringan.
Secret hidung berangsur menjadi serosanguinus
dan kemudian mukopunalen.
Lecet pada nares dan bibir atas.
Pada pemeriksaan tampak
membrane putih pada daerah septum nasi.
(Irawan dkk, 2010)



Diagnosis difteria harus ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis,
oleh karena penundaan pengobatan akan membahayakan jiwa pasien.
Penentuan kuman difteria dengan sediaan langsung kurang dapat
dipercaya. Cara yang lebih akurat adalah dengan identifikasi secara
fluorescent antibody technique, namun untuk ini diperlukan seorang
ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C. diphtheria degan pembiakan
pada media loeffler dilanjutkan dengan tes toksinogenisitas secara in
vivo (marmot) dan in vitro (tes Elek)
Irawan dkk, 2010

Penatalaksanaan

imunisasi
Imunisasi pasif diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal
terhadap difteria sampai 6 bulan dan suntikan antitoksin yang
dapat bertahan selama 2-3 minggu.
Imunisasi aktif diperoleh setelah menderita aktif yang nyata atau
inapparent infection serta imunisasi toksoid difteria.
Imunitas terhadap difteria dapat diukur dengan uji Shick dan uji
Moloney.
Irawan dkk, 2010)

PENGOBATAN

Untuk
menginaktivasi
toksin yang belum
terikat
secepatnya,
mencegah dan
mengusahakan
agar penyulit
yang terjadi
minimal
mengeliminasi C,
diphtheriae untuk
mencegah
penularan serta
mengobati infeksi
penyerta dan
penyulit difteria
Umum
Pada umumnya pasien tetap
diisolasi selama 2-3 minggu.
Istirahat tirah baring selama
kurang lebih 2-3 minggu,
pemberian cairan serta diet yang
adekuat. Khusus pada difteria
laring dijaga agar nafas tetap
bebas sreta dijaga kelembaban
udara dengan menggunakan
humidifier.
Khusus
1. Antitoksin : Anti Diphtheria
Serum (ADS).
2. Antibiotik.
3. Kortikosteroid
Antitoksin : Anti Diphtheria Serum (ADS)
Antioksidan harus diberikan segera setelah dibuat
diagnosis difteria. Dengan pemberian antioksidan pada
hari pertama, angka kematian pada penderita kurang dari
1%. Namun dengan penundaan lebih dari hari ke-6
menyebabkan angka kematian ini bisa meningkat sampai
30%.
Sebelum pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji
mata terlebih dahulu, oleh karena pada pemberian ADS
dapat terjadi reaksi anafilatik, sehingga harus disediakan
larutan adrenalin 1:1000 dalam semprit. Hasil positif bila
dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm.
Dosis ADS ditentukan secara epiris berdasarkan berat
penyakit dan lama sakit, tidak tergantung pada berat
badan pasien, berkisar antara 20.000-120.000 KI seperti
tertera pada tabel di atas.


Tabel Dosis ADS Menurut Lokasi
Membran dan Lama Sakit
Tipe Difteria Dosis ADS
(KI)
Cara pemberian
Difteria Hidung
Difteria tonsil
Difteria faring
Difteria laring
Kombinasi lokasi di atas
Difteria + penyulit, bullneck
Terlambat berobat (>72 jam),
lokasi dimana saja
20.000
40.000
40.000
40.000
80.000
80.000
80.000-
120.000
80.000-
120.000
Intramuskular
Intramuskuler atau
intravena
Intramuskular atau
intravena
Intramuskular atau
intravena
Intravena
Intravena
intravena
Sumber Krugman, 2004 dengan modifikasi
Antibiotik
Antibiotik dilakukan bukan sebagai pengganti antitoksin,
melainkan untuk membunuh bakteri dan menghentikan
produksi toksin. Penisilin prokain 50.000-100.000
IU/kgBB/hari selama 10 hari, bila terdapat riwayat
hipersensivitas penisilin diberikan eritromisin
40mg/kgBB/hari.

Kortikosteroid
Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan
obat ini pada difteria. Dianjurkan pemberian kortikosteroid
pada kasus difteria yang disertai gejala:
Obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai atau
tidak bullneck),
Bila terdapat penyulit miokarditis. Pemberian kortikosteroid
untuk mencegah miokarditis ternyata tidak terbukti.
Prednison 2mg/kgBB/hari selama 2 minggu kemudian di
turunkan dosisnya bertahap.

Tabel Pengobatan Terhadap Kontak Difteria
Biakan Uji Shick Tindakan
(-)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
Bebas isolasi: anak telah mendapat imunisasi dasar
diberikan booster toksoid difteria.
Pengobatan karier: penisilin 100mg/kgBB/hari
oral/suntikan, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama
1 minggu
Penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan atau
eritromisin 40 mg/kgBB + ADS 20.000 KI
Toksoid difteria (imunisasi aktif), sesuaikan dengan
status imunisasi
Pencegahan
Pencegahan secara umum dengan menjaga
kebersihan dan memberikan pengetahuan tentang
bahaya difteria bagi anak. Pada umumnya setelah
seorang anak menderita difteria, kekebalan terhadap
penyakit ini sangat rendah sehingga perlu imunisasi.
Pencegahan secara khusus terdiri dari imunisasi
DPT dan pengobatan karier. Seorang anak yang
telah mendapat imunisasi difteria lengkap,
mempunyaai antibodi terhadap toksin difteria tetapi
tidak mempunyai antibodi terhadap organismenya.
Keadaan demikian memungkinkan seorang menjadi
pengidap difteria dalam nasofaringnya (karier) atau
menderita difteria ringan.

Komplikasi

Menurut Irawan dkk, 2010 penyulit dapat terjadi sebagai akibat
inflamasi local atau akibat aktivitas eksotoksin, maka penyulit
difteria dapat dikelompokkan dalam:
Obstruksi jalan nafas
tertutupnya jalan nafas oleh membrane difteria atau oleh
karena edema pada tonsil, faring, daerah submandibular dan
servikal.
Dampak toksin,
Dampak toksin dapat bermanifestasi pada jantung berupa
miokarditis yang dapat terjadi baik pada difteria ringan maupun
berat dan biasanya terjadi pada pasien yang terlambat
mendapatkan pengobatan antitoksin. terjadi pada minggu ke-2
tetapi bisa lebih dini pada minggu pertama atau lebih lambat
pada minggu ke-6. Manifestasi miokarditis dapat berupa
takikardia, suara jantung redup, terdengar bising jantung, atau
aritmia. Bisa juga terjadi gagal jantung. Kelainan pemeriksaan
elektrokardiogram dapat berupa elevasi segmen ST,
perpanjangan interval PR, dan heart block.
Infeksi sekunder bakteri
setelah era penggunaan antibiotic secara luas.

Prognosis

Prognosis difteria setelah ditemukannya ADS dan
antibiotic lebih baik daripada sebelumnya. Keadaan
demikian telah terjadi di Negara Negara lain. Di
Indonesia pada daerah kantong yang belum terjamah
imunisasi masih dijumpai kasus difteria berat dengan
prognosis buruk. Menurut Krugman, kematian
mendadak pada kasus difteria dapat disebabkan oleh
karena (1)obstruksi jalan nafas mendadak akibat oleh
terlepasnya membrane difteria, (2) adanya miokarditis
dan gagal jantung, dan (3) paralisis diafragma sebagai
akibat neuritis nervus nefrikus. Anak yang pernah
menderita miokarditis atau neuritis sebagai penyulit
difteria, pada umumnya akan sembuh sempurna tanpa
gejala sisa; walaupun demikian pernah dilaporkan
kelainan jantung yang menetap (Irawan dkk, 2010)
ASUHAN KEPERAWATAN
DIFTERI
PENGKAJIAN
IDENTITAS
RIWAYAT KESEHATAN
-RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
-RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
-RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN PENUNJANG
POLA AKTIVITAS
ANALISA DATA
No Sympton Etiologi Problem
1.
DS:
Klien mengeluh sesak nafas dan batuk
berdahak
DO:
Auskultasi paru terdengar suara ronki
Frekuensi napas klien meningkat (RR >
20 x/menit)
Klien terlihat susah untuk bernafas /
sesak nafas
Sekret yang di keluarkan klien kental
Posisi tidur klien semi fowler
Massa di broncus

Hipersekresi mukus/sekret oleh
sel goblet untuk
menghilangkan massa

Sekret mengental dan tertahan
pada da jalan nafas

Imobilisasi sekret pada jalan
nafas

Akumulasi sekret pada jalan
nafas

Penyumbatan jalan nafas
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
tidak efektif
berhubungan dengan
akumulasi sekret
No Sympton Etiologi Problem
2
DS: -
DO:
Klien terserang virus Corynebacterium
diphtheriae
Semua manifestasi klinis difteri
pernapasan terdapat pada klien anak
virus Corynebacterium
diphtheriae
berkembang biak pada
saluran napas

mengeluarkan toxin
exotoxin

Penularan infeksi
terjadi
Resiko penyebarluasan.
Infeksi berhubungan.
Dengan organisme
virulen.
No Sympton Etiologi Problem
3
DS:
Klien mengeluh badannya panas
Klien mengeluh badannya lemas dan
lemah
DO:
Turgor kulit kering
Suhu badan klien 38.9C
Klien tampak lemas
Minuman yang disediakan tidak
dihabiskan oleh klien
Suhu badan yang tinggi
karena infeksi dan
inflamasi dari penyakit

Intake cairan menurun

Tidak seimbangnya
intake dan output cairan
dalam tubuh

dehidrasi
Resiko kurangnya
volume cairan
berhubungan dengan
proses penyakit
(metabolisme
meningkat, intake cairan
menurun)
No Sympton Etiologi Problem
4
DS:
Klien mengeluh sulit untuk menelan
dan sakit di tenggorokan kalau
menelan
Klien mengatakan tidak mau makan
DO:
Klien terlihat lemas dan lemah
Berat badan klien turun 10 kg sejak
dirawat di rumah sakit
Klien terlihat tidak nafsu makan
Klien selalu menolak makanan yang
diberikan orang tuanya
Lemak pada subcutan tipis
Klien hanya menghabiskam tidak lebih
dari setengah porsi diet bubur kasar
dari rumah sakit
Toxin difteri menyerang
ke saraf di tenggorokan

Susah untuk menelan

nyeri saat menelan
makanan dan minuman

nafsu makan menurun

nafsu tidak terpenuhi
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi
yang kurang
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan
Kriteria/evaluasi Intervensi Rasional
Tidak efektif
bersihan jalan
napas
berhubungan
dengan
obstruksi pada
jalan nafas.
Anak akan
menunjukan
tanda-tanda jalan
napas efektif

1. Kaji status
pernapasan,
observasi irama dan
bunyi pernapasan


2. Atur posisi kepala
dengan posisi
ekstensi



3. Suction jalan
napas jika terjadi
sumbatan

Dengan mengkaji
kita dapat
mengetahui
sejauh mana
perubahan kondisi
pernapasan anak.
Dengan posisi
kepala ekstensi
akan memperluas
dan memperlebar
jalan napas.

Suction akan
menghisap keluar
sumbatan
sehingga jalan
napas akan
efektif.

Intervensi Rasional
4. Berikan oksigen sebelum dan
setelah dilakukan suction

5. Lakukan fisioterapi dada




6. Persiapkan anak untuk dilakukan
trakeostomi
Agar supply oksigen terpenuhi untuk
pasien.

Dengan dilakukannya fisioterapi
pada dada, akan mencegah
penumpukan sekret dan mobilisasi
sekret yang tertahan.

Dengan trakeostomi, ventilasi udara
pada anak akan lebih baik .


Diagnosa
Keperawatan
Kriteria/evalua
si
Intervensi Rasional
Resiko
penyebarluasan
. Infeksi
berhubungan.
Dengan
organisme
virulen.
Penyebarluasa
n infeksi tidak
terjadi
1. Tempatkan anak pada
ruangan khusus.

2. Pertahankan isolasi yang
ketat di rumah sakit.



3. Gunakan posedur
perlindungan infeksi jika
melakukan kontak dengan
anak.





4. Kolaborasi dengan dokter
sehubungan dengan
pemberian antibiotik
Akan mengurangi
penyebaran infeksi
pada individu lain.
Dengan
mempertahankan
isolasi yang ketat
akan menurunkan
resiko penyebaran
infeksi.
Dengan perlindungan
infeksi jika akan
melakukan kontak
dengan anak maka,
perawat/dokter tidak
akan tertular dengan
infeksi yang diderita
anak.

Pemberian antibiotik
akan mengurangi
infeksi yang terjadi
pada anak.
Diagnosa
Keperawatan
Kriteria/evalua
si
Intervensi Rasional
Resiko kurangnya
volume cairan
berhubungan
dengan proses
penyakit
(metabolisme
meningkat, intake
cairan menurun)
Anak akan
mempertahank
an
keseimbangan
cairan

1. Memonitor intake output
secara tepat, pertahankan
intake cairan dan elektrolit
yang tepat.



2. Kaji adanya tanda
tanda dehidrasi (membrane
mukosa kering, turgor, kulit
kurang, produksi urin
menurun, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan
meningkat, tekanan darah
menurun, fontanel cekung).

3. Kolaborasi untuk
pemberian cairan
parenteral jika pemberian
cairan melalui oral tidak
memungkinkan
Dengan memonitor
intake dan output
anak maka, kita
bisa
memperhatikan
keseimbangan
intake dan output
secara tepat.
Dengan mengkaji,
perawat akan tahu
sejauh mana
perubahan yang
terjadi pada anak.




Untuk menambah
intake cairan pada
anak, agar tercapai
keseimbangan
intake dan output.
Diagnosa
Keperawatan
Kriteria/evalu
asi
Intervensi Rasional
Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan intake
nutrisi yang
kurang
Anak
menunjukkan
tanda tanda
kesembuhan
nutrisi
terpenuhi
1. Kaji ketidakmampuan
anak untuk makan.


2. Memasang NGT untuk
memenuhi kebutuhan
nutrisi untuk anak.



3. Kolaborasi untuk
pemberian nutrisi
perenteral.



4. Menilai indikator
terpenuhinya kebutuhan
nutrisi (berat badan,
lingkar lengan, membrane
mukosa) yang adekuat.
Dengan mengkaji perawat
akan tahu seberapa jauh
perubahan kondisi anak.

Dengan pemasangan
NGT akan memenuhi
kebutuhan nutrisi anak
dan mencapai
keseimbangan yang
bagus.

Untuk menambah intake
cairan pada anak, agar
tercapai keseimbangan
intake dan output.


Dengan menilai indicator
tersebut, perawat akan
mengerti apakah
kebutuhan nutrisi pasien
anak terpenuhi atau tidak.
EVALUASI
EVALUASI BERDASARKAN PADA KRITERIA HASIL. JIKA KRITERIA HASIL YANG
DIINGINKAN BAIK, MAKA EVALUASI PUN JUGA BAIK.
PERTUSIS
Pertusis atau batuk rejan atau batuk 100 hari
merupakan salah satu penyakit menular saluran
pernapasan yang sudah diketahui adanya sejak tahun
1500-an. Penyebab tersering dari pertusis adalah bakteri
Bordetella pertussis.
(Sarah S. Long,2000)

Pertusis yang berarti batuk yang sangat berat atau batuk
yang intensif. Penyakit ini ditandai oleh suatu sindrom yang
terdiri dari batuk yang bersifat spasmodik dan paroksismal
disertai nada yang meninggi, karena pasien berupaya keras
untuk menarik napas sehingga pada akhir batuk sering
disertai bunyi yang khas (Soedarmo,2010).
Penyebab pertusis adalah bordetella pertusis, perlu dibedakan dengan sindrom
pertusis yang disebabkan oleh ordetella parapertusis dan adenovirus.
Bordetella pertusis termasuk kokobasilus, gram negative, kecil, ovoid, ukuran
panjang 0,5 1 m dan diameter 0,2 0,3 m, tidak bergerak, tidak berspora.
Hemolisis (sarah, 2000).


Bordetella merupakan kokobasili gram-negatif yang sangat kecil
yang tumbuh secara aerobic pada agar arah tepung atau media sintetik
keseluruhan dengan faktor pertumbuhan nikotinamid, asam amino untuk
energy, dan arang untuk menyerap bahan-bahan berbahaya. B.Pertussis
mengeluarkan toksin pertusis (TP), protein virulen utama.
B.Pertussis menghasilkan beberapa bahan aktif secara biologis,
banyak darinya dimaksudkan untuk memainkan peran dalam penyakit dan
imunitas. Sitotoksin trachea, adenilat siklase diterima secara dominan
menyebabkan cedera epitel local yang menghasilkan gejala-gejala
pernapasan dan mempermudah penyerapan TP. TP terbukti mempunyai
banyak aktivitas biologis), beberapa darinya merupakan manifestasi
sistemik penyakit (behrman,kliegman. Nelson arvin. 2000).

MASA INKUBASI PERTUSIS 6-20 HARI, RATA-RATA 7 HARI,
SEDANGKAN PERJALANAN PENYAKIT INI BERLANGSUNG ANTARA 6-8
MINGGU ATAU LEBIH. PERJALANAN KLINIS PENYAKIT INI DAPAT
BERLANGSUNG DALAM 3 STADIUM, YAITU

STADIUM KATARALIS (PRODORMAL, PREPAROKSISMAL)
MENYERUPAI GEJALA ISPA : RINORE DENGAN LENDER CAIR,
JERNIH, TERDAPAT INJEKSI KONJUNGTIVA, LAKRIMASI, BATUK
RINGAN IRITATIF KERING DAN INTERMITEN, PANAS TIDAK BEGITU
TINGGI, DAN DROPLET SANGAT INFEKSIUS



STADIUM AKUT PROKSIMAL (PAROKSISMAL,SPASMODIC)
FREKUENSI DAN DERAJAT BATUK BERTAMBAH, KHAS
TERDAPAT PENGULANGAN 5 SAMPAI 10 KALI BATUK KUAT
SELAMA EKSPIRASI YANG DIIKUTI OLEH USAHA INSPIRASI
MASIF YANG MENDADAK DAN MENIMBULKAN BUNYI
MELENGKING AKIBAT UDARA YANG DIHISAP MELALUI
GLOTIS YANG MENYEMPIT.
STADIUM KONVALESENS
STADIUM PENYEMBUHAN DITANDAI DENGAN BERHENTINYA
BUNYI MELENGKING DAN MUNTAH DENGAN PUNCAK
SERANGAN PAROKSISMAL YANG BERANGSUR-ANGSUR
MENURUN. BATUK BIASANYA MASIH MENETAP UNTUK
BEBERAPA WAKTU DAN AKAN MENGHILANG SEKITAR 2
SAMPAI 3 MINGGU.
(SOEDARMO,2010)

DIAGNOSIS DITEGAKKAN BERDASARKAN ANAMNESIS , PEMERIKSAAN
FISIK DAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM.
PADA ANAMNESIS DITANYAKAN ADAKAH RIWAYAT KONTAK DENGAN
PASIEN PERTUSIS, ADAKAH SERANGAN KHAS YAITU PAROKSISMAL
DAN BUNYI MELENGKING YANG JELAS. PERLU PULA DITANYAKAN
MENGENAI RIWAYAT IMUNISASI.
GEJALA KLINIS YANG DIDAPAT PADA PEMERIKSAAN FISIK
TERGANTUNG DARI STADIUM SAAT PASIEN DIPERIKSA.
PADA PEMERIKSSAN LABORATORIUM DIDAPATKAN LEUKOSITOSIS
20.000 50.000 DENGAN LIMFOSITOSIS ABSOLUT KHAS PADA AKHIR
STADIUM KATARAL DANSELAMA STADIUM PAROKSISMAL. PADA BAYI
JUMLAH LEUKOSIT TIDAK MENOLONG UNTUK DIAGNOSIS,


TERAPI SUPORTIF TERUTAMA UNTUK MENGHINDARI FAKTOR
YANG MENIMBULKAN SERANGAN BATUK, MENGATUR HIDRASI
DAN NUTRISI. OKSIGEN HENDAKNYA DIBERIKAN PADA
DISTRESS PERNAPASAN YANG AKUT DAN KRONIK. PERLU
PENGHISAPAN LENDIR TERUTAMA PADA BAYI DENGAN
PNEUMONIA DAN DISTRES PERNAPASAN. CARA TERBAIK
UNTUK MENGONTROL PENYAKIT INI ADALAH DENGAN
IMUNISASI. PENCEGAHAN DAPAT DILAKUKAN MELALUI
IMUNISASI PASIF DAN AKTIF (SOEDARMO,2010).

KOMPLIKASI PERTUSIS UTAMA ADALAH APNEA,
INFEKSI SEKUNDER (SEPERTI OTITIS MEDIA DAN
PNEUMONIA), DAN SEKUELE FISIK BATUK KUAT.
KENAIKAN TEKANAN INTRATORAKS DAN INTRA-
ABDOMEN SELAMA BATUK DAPAT MENYEBABKAN
PERDARAHAN KONJUNGTIVA DAN SCLERA
(RICHARD E. BEHRMAN, 1999).


PROGNOSIS TERGANTUNG USIA, ANAK YANG LEBIH TUA
MEMPUNYAI PROGNOSIS YANG LEBIH BAIK. PADA BAYI RESIKO
KEMTAIAN (0,5 1 %) DISEBABKAN ENSELOPATI. PADA
OBSERVASI JANGKA PANJANG, APNEU ATAU KEJANG AKAN
MENYEBABKAN GANGGUAN INTELEKTUAL DIKEMUDIAN HARI
(IRAWAN DKK, 2008).


ASUHAN KEPERAWATAN
PERTUSIS
1. Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Sekarang
- Perhatikan tanda-tanda atau gejala klinis
dari
pertusis
- Riwayat Kesehatan Dahulu
- Bersangkutan dari etiologi (pernah atau
tidak terkena pertusis) atau gejala-gejala
pertusis yang masih akut
- Riwayat Kesehatan Keluarga
- Mengkaji apakah anggota keluarga ada
yang mengidap penyakit pertusis
Continue.
3. Pemeriksaan Fisik
Respirasi
- Riwayat gejala flu berlangsung 1 sampai 2 hari
- Tanda dan gejala kesukaran pernapasan
- Dispnea
- Retraksi
- Sianosis
- Batuk yang menyalak
- Suara yang keras saat inspirasi.
Kardiovaskuler
- Takikardia
Neurologis
- Gangguan tingkat kesadaran
-Gelisah
- Sakit kepala
- Kebingungan
- Gangguan tidur

Continue
Gastrointestinal
- Kesulitan makan
Integumen
- Meningkatnya suhu tubuh (biasanya kurang dari
39
o
C), bergantung pada metode yang digunakan
untuk pengukuran suhu tubuh)
Psikososial
- Kecemasan

3. ANALISA DATA
No Sympton Etiologi Problem
1 DS:
Klien mengeluh sesak nafas
dan batuk berdahak
Klien mengeluh terkadang
batuknya keluar dahak
terkadang tidak
Klien mengeluh nyeri pada
dadanya
DO:
Auskultasi paru terdengar suara
ronki
Frekuensi napas klien meningkat
(RR > 20 x/menit)
Klien terlihat susah untuk
bernafas / sesak nafas
Klien memperlihatkan ekspresi
wajah nyeri setelah dia batuk
Sekret yang di keluarkan klien
kental berwarna putih
kekuningan
Posisi tidur klien semi fowler
Toksin pertusis menyebar pada saluran
pernapasan atas

edema pada saluran pernapasan atas

Hipersekresi mukus/sekret oleh sel
gobletpada saluran napas atas

Sekret mengental dan tertahan pada
jalan nafas

Imobilisasi sekret pada jalan nafas

Akumulasi sekret pada jalan nafas

penyempitan jalan nafas
Pola pernapasaan tidak
efektif yang berhubungan
dengan edema saluran
pernapasaan bagian atas
dan lendir yang kental
2 DS:
Klien mengatakan
badannya lemas dan
lemah
Klien mengeluh badannya
panas
Klien mengeluh mual dan
pengen muntah
DO:
Turgor kulit menurun dan
kering
Suhu badan klien meningkat
hingga 37 C
Klien tampak lemas dan
lemah
Dalam 1 hari klien sudah 3
x muntah
Minuman yang disediakan
tidak dihabiskan oleh klien
output cairan yang berlebihan
karena muntah

Suhu badan yang tinggi karena
infeksi dan inflamasi

Intake cairan yang kurang

Resiko dehidrasi
Risiko deficit volume
cairan yang
berhubungan dengan
menurunnya asupan
cairan melalui oral.
3 DS:
Klien mengeluh
susah bernapas dan
sesak
Klien mengatakan
ingin pulang dan
tidak mau di rumah
sakit
DO:
Klien menunjukkan
usaha utuk bernapas
lebih
Klien menunjukkan
tanda-tanda ketakutan
berada di rumah sakit
Klien menunjukkan
wajah yang cemas dan
gelisah ketika sedang
di periksa
Klien susah untuk bernapas
/sesak

tidak bisa beradaptasi
dengan lingkungan rawat
inap rumah sakit

timbul kecemasan dan
kegelisahan pada klien

klien tidak merasa nyaman
berada di ruang rawat inap
rumah sakit
Kecemasan (anak)
yang berhubungan
dengan kesukaran
pernapasan dan
rawat inap di
rumah sakit.
4 DS:
Orang tua pasien
mengatakan tidak
mengetahui kondisi yang
terjadi pada anaknya
Orang tua pasien
mengatakan kurang
pengetahuan tentang
penyakit yang diderita
pada anaknya
Orang tua pasien
mengatakan cemas
dengan keadaan anaknya
yang sekarang
DO:
Orang tua pasien
menunjukkan wajah yang
gelisah dan cemas
Orang tua pasien
meminta penjelasan
tentang kondisi anaknya
sekarang
Kurangnya pengetahuan tentang
penyakit yang diderita anak

Orang tua pasien merasa gelisah
dan cemas dengan kondisi
anaknya
Kecemasan (orang
tua) yang
berhubungan
dengan ketakutan
dan kurangnya
pengetahuan tentang
kondisi anaknya.

5
DS:-
DO:
Klien tidak
menunujukkan
peningkatan
pemulihan yang
signifikan
Orang tua klien tidak
mengetahui secara
pasti bagaimana
merawat anaknya di
rumah
Kurangnya pengetahuan
tentang perawatan dirumah


Klien tidak menunujukkan
pemulihan yang signifikan
Defisit
pengetahuan
tentang perawatan
di rumah.
4. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
DIAGNOSIS KEPERAWATAN I
POLA PERNAPASAAN TIDAK EFEKTIF YANG BERHUBUNGAN DENGAN EDEMA
SALURAN PERNAPASAAN BAGIAN ATAS DAN LENDIR YANG KENTAL
HASIL YANG DIHARAPKAN
ANAK AKAN MEMPERTAHANKAN SALURAN NAPAS BEBAS GANGGUAN, YANG
DITANDAI OLEH TIDAK ADANYA KESUKARAN PERNAPASAAN.

Intervensi Rasional
1. Kaji status pernapasan anak sesering mungkin, atau
kaji secara terus-menerus tanda dan gejala
peningkatan kesukaraan pernapasan dan obstruksi
pernapasan, termasuk peningkatan frekuensi
pernapasan, stridor, retraksi, hidung kembang-
kempis, ekspirasi yang memanjang, sianosis
kebingungan, kegelisahan, penurunan bunyi napas,
takikardia, dan batuk yang menyalak.
1. Tanda dan gejala gangguan pernapasan dapat
mengindikasikan obstruksi yang lebih buruk.
Peningkatan frekuensi napas yang cepat disertai
peningkatan frekuensi jantung dapat merupakan
tanda awal hipoksia.
2. Berikan udara yang lembap, sejuk dengan
menggunakan tenda lembap, alat humidifikasi, atau
masker wajah.
2. Uap yang lembap dapat mengencerkan lendir.
3. Berikan oksigen, jika diperlukan. 3. Pemberian oksigen dpat disarankan untuk mengurangi
hipoksia dan kegelisahan. Oleh karena penggunaan
oksigen dapat menutupi tanda awal hipoksia yang
sebenarnya, dan peningkatan obstruksi, yang
perlahan-lahan akan membawa pada keadaan
hiperkapnia, penggunaan oksigen hanya
diindikasikan untuk menangani hipoksia yang nyata
4. Berikan aerosol epinefrin rosemik, jika perlu;
perhatikan tanda-tanda obstruksi pantulan.
4. Epinefrin rasemik mengurangi pembengkakan dari
mukosa subglotis. Karena efek pengobatan biasanya
singkat, hal ini mengakibatkan obstruksi pantulan.
5. Jika anak dapat menolerensi, letakkan pada posisi
Fowler tinggi.
5. Posisi ini meningkatkan kapasitas paru dengan cara
mengurangi tekanan diafragma terhadap paru.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN II
RISIKO DEFICIT VOLUME CAIRAN YANG
BERHUBUNGAN DENGAN
MENURUNNYA ASUPAN CAIRAN
MELALUI ORAL.
HASIL YANG DIHARAPKAN
ANAK AKAN MEMPERTAHANKAN
KESEIMBANGAN CAIRAN YANG
DITANDAI OLEH TURGOR KULIT YANG
BAIK, DAN HALUARAN URINE 1 SAMPAI
2 ML/KG/JAM.

Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan anak dalam menoleransi
cairan (menelan, tercekik, atau batuk).
1. Kemampuan anak untuk menoleransi cairan
dipengaruhi oleh perasaan kurang nyaman
pada tenggorokan, meningkatnya frekuensi
pernapasan, atau muntah.
2. Berikan dan pantau cairan infuse, sesuai
saran.
2. Cairan per infuse dapat diberikan untuk
mengurangi aktivitas fisik yang berhubungan
dengan pemberian makanan per oral. Jika
anak mengalami kesukaran pernapasan yang
berat, pemberian cairan per oral merupakan
hal yang kontradikasi sebab berisiko terjadi
aspirasi dan muntah.
3. Pantau asupan dan haluaran cairan pada anak
dengan teliti.
3. Pemantauan memungkinkan deteksi dini dari
tanda awal dehidrasi, seperti penurunan
haluaran urine.
4. Kaji tanda-tanda dehidrasi pada anak,
termasuk turgor kulit buruk, mukosa
membrane kering, ubun-ubun cekung, dan
mata cekung.
4. Asupan cairan pada anak perlu disesuaikan
jika tanda dehidrasi tampak.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN III
KECEMASAN (ANAK) YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KESUKARAN
PERNAPASAN DAN RAWAT INAP DI
RUMAH SAKIT.
HASIL YANG DIHARAPKAN
ANAK AKAN BERKURANG
KECEMASAANNYA YANG DITANDAI
OLEH PERIODE TIDUR YANG CUKUP,
DAN STATUS PERNAPASAN YANG
STABIL.

Intervensi Rasional
1. Biarkan anak untuk mengambil posisi yang membuat nyaman
selama terapi yang menggunakan pelembapan udara atau
oksigen.
Contohnya, letakkan anak berbaring ditempat tidur dengan
posisi miring atau bagian kepala tempat tidur ditinggikan.
1. Anak harus dibuat senyaman dan seaman mungkin untuk
mengurangi kecemasan selama terapi, sebab ketidak nyamanan
dapat meningkatkan frekuensi pernapasan anak dan
menyebabkan stridor. Anak dapat lebih menoleransi
penggunaan tenda lembap atau alat pelembap yang
menyejukkan (cool mist), lebih baik daripada melalui masker
wajah.
1. Tunda semua pemeriksaan dan prosedur yang tidak mendesak,
hingga status pernapasan anak membaik.
1. Tingkat kecemasan anak mungkin sudah meningkat,
disebabkan oleh meningkatnya kesukaran pernapasan; test dan
prosedur yang belum pernah dapat akan menambah masalah.
1. Anjurkan orangtua untuk menemani anak. 1. Keberadaan orangtua dapat membantu mengurangi kecemasan,
dengan demikian menolong menstabilkan frekuensi pernapasan
anak.
1. Berikan benda yang sudah dikenal dengan baik oleh anak,
seperti boneka dan selimut pada anak, untuk mempertahankan
anak agar tetap dalam tenda lembap atau Croupette. Hindari
permainan yang menimbulkan percikan api jika anak
menggunakan oksigen.
1. Benda yang sudah dikenal dengan baik oleh anak, akan
memberikan perasaan yang aman dan membantu mengurangi
kecemasan yang berhubungan dengan lingkungan yang baru
dan asing bagi anak.
1. Ciptakan ketenangan dan suasana tenang. 1. Ketenangan dan suasana yang tenang membantu mengurangi
kecemasan dan meningkatkan pernapasan normal.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN IV
KECEMASAN (ORANG TUA) YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KETAKUTAN DAN
KURANGNYA PENGETAHUAN TENTANG
KONDISI ANAKNYA.
HASIL YANG DIHARAPKAN
ORANG TUA AKAN MENGEKSPRESIKAN
BAHWA KECEMASAN BERKURANG, DAN
PEMAHAMAN YANG MENINGKATKAN
TENTANG KONDISI ANAKNYA, SERTA
KATAKUTAN YANG BERKURANG TERHADAP
PROSEDUR.

Intervensi Rasional
1. Kaji pemahaman orang tua tentang kondisi
anaknya dan pengobatannya sehubungan
dengan kemungkinan reaksi ketakutan,
karena melihat anaknya ketika mengalami
kesukaran pernapasan.
1. Melalui pengkajian semacam ini,
memungkinkan anda mengembangkan
rencana pendidikan untuk membantu orang
tua memahami kondisi anak dan pengobatan,
akan mengurangi ketakutannya.
2. Jelaskan pada orang tua semua prosedur,
pengobatan dan peralatan.
2. Penjelasan yang diberikan sebelumnya dan
selama dirumah sakit akan memberikan
pengetahuan dan membantu menyelesaikan
kesalahpahaman, mengurangi kecemasan
ortu.
3. Berikan dukungan emosional pada orang tua,
selama anak dirawat inap di rumah sakit.
3. Dukungan dari sisi emosional akan membantu
orang tua menyesuaikan diri dengan krisis
yang berasal dari hospitalisasi.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN V
DEFISIT PENGETAHUAN TENTANG
PERAWATAN DI RUMAH.
HASIL YANG DIHARAPKAN
ORANG TUA AKAN MENGEKSPRESIKAN
PEMAHAMANNYA SEHUBUNGAN
DENGAN INTRUKSI PERAWATAN
DIRUMAH.
Intervensi Rasional
1. Ajarkan orang tua bagaimana dan kapan memberikan
obat; termasuk informasi tentang dosis dan reaksinya.
1. Pehaman program pengobatan akan membantu orang tua
mematuhi keseluruhan terapi anak. Mengetahui efek
samping dari pengobatan, memungkinkan orang tua akan
meminta pertolongan pada dokter bila memungkinkan.
2. Jelaskan pada orang tua tanda dan gejala kesukaran
pernapasan dan infeksi, termasuk demam, dispnea,
takipnea, sputum yang kekuning-kuningan atau kehijauan
dan mengi.
2. Mengetahui bagaimana mengenal tanda dan gejala
memungkinkan orang tua mencari pertolongan pada
dokter, bila diperlukan
3. Jelaskan pentingnya istirahat yang cukup bagi anak. 3. Setelah infeksi, anak memerlukan masa istirahat yang
sering untuk meningkatkan penyembuhan, dan mencegah
kekambuhan.
4. Ajarkan tentang pentingnya hidrasi dan nutrisi yang cukup.
Jelaskan bahwa anak membutuhkan minum2 sampai 8-oz
(240mL) gelas cairan per hari (bergantung pada keadaan
ginjal dan kardiovaskular anak) dan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori.
4. Pemberian cairan akan membantu mengencerkan lendir.
Diet tinggi kalori mengganti kalori yang dihabiskan untuk
melawan penyakit.
5. Ajarkan tentang pentingnya memberikan lingkungan yang
dilembapkan dengan menggunakan pelembap yang
dingin.
5. Pelembapan udara membantu mengencerkan lendir.
Pelembapan udara dingin dari nebulizer lebih aman
daripada udara hangat yang kelur dari alat penguap
(vaporiter), karena tindakan ini dapat menyebabkan luka
bakar dan pembentukan jamur.
6. Jika anak mengalami serangan selama musim dingin,
sarankan orang tua memakaikan selimut hangat atau jaket
pada anak, dan bawa ia keluar.
6. Udara dingin akan mengurangi pembengkakan dan batuk
menyerupai-rejan.
5. EVALUASI
EVALUASI ADDALAH STADIUM PADA PROSES KEPERAWATAN DIMANA TARAF KEBERHASILAN
DALAM PENCAPAIAN TUJUAN KEPERAWATAN DINILAI DAN KEBUTUHAN UNTUK MEMODIFIKASI
TUJUAN ATAU INTERVENSI KEPERAWATAN DITETAPKAN (BROOKER, 2001).EVALUASI YANG
DIHARAPKAN PADA PASIEN :
-KEBERSIHAN SALURAN PERNAPASAN DAN POLA PERNAPASAN YANG NORMAL
-TERPENUHINYA VOLUME CAIRAN
-KESEIMBANGAN CAIRAN YANG DITANDAI TURGOR KULIT YANG BAIK
-TERPENUHINYA KEBUTUHAN TIDUR YANG BAIK DENGAN BERKURANGNYA KECEMASAAN
SAAT TIDUR
-PENGETAHUAN TENTANG PERAWATAN DIRUMAH

DAFTAR PUSTAKA ISPA
Agustama., 2005. Kajian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita. Universitas Sumatera Utara.
Available from : http://library.usu.ac.id/index.php?option=com_journal_review. [Accessed 31 April 2014]
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Riset
Operasional Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular. Indonesia : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Available from : http://
www.litbang.depkes.go.id/download/ICDC/RO-ICDC.pdf. [accessed 31 April 2014].
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002. Pedoman pemberantasan dan penatalaksanaan ISPA.
Direktoral Jendral Kesehatan Masyarakat, Direktorat Promosi Kesehatan.
Rasmaliah., 2004. Infeksi Saluran Akut (ISPA) dan penanggulangan. Universitas Sumatera Utara. Available
from : http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmaliah9.pdf. [Accessed 31 April 2014].
Sloane Ethel. 2003. Anatomi Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Suhandayani, I., 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan ISPA. Universitas Negeri Semarang.
Available from : http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library. [Accessed 31 April 2014].
Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika
Wong, Donna L. et al. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 2. Jakarta: EGC
Yuliati, Helfi. Kusumawati, Dyah Dwi. 2006. Terimaan Dosis Radiasi Foto Thorak oleh Pasien Anak. BATAN.
Available fom : http://digilib.batan.go.id/e-prosiding/File-
Prosiding/Kesehatan/PTKMR_2006/pros.pert.ilm.ptkmr-des-272006/Helfi-Y-dkk-155.pdf [Accessed 2 Juni
2014].
Daftar pustaka Difteri
Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Pernapasan.
Salemba Medika.
Deterding RR. Essentials of diagnosis and typical features Diphtheria.In : Hay WW, Leswin
MJ, Sondheimer JM, eds. Current diagnosis and therapy in pediatric. 18th ed. United State of
America : Library of congress press ; 2007.p. 1176 8
Mortimer E, Wharton M. Diphtheria toxoid. In: Vaccine ed Plotkins S, Ornstein, editors.
Vaccines. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Co.; 1999. p. 140-3.
P2MPLP. Laporan hasil penyelidikan KLB Difteri di Kp Bunisari, Desa Balegede, Kecamatan
Naringgul Kabupaten Cianjur; 2003.
Richard E, Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson
vol.2. Jakarta: EGC
Sing A, Heesemann J. Imported diphtheria Germany, 2005. Available from :
http://www.cdc.gov/ncidod/EID/vol 11no02/05.html. diakses pada tanggal 31 mei 2014 pukul
20.50 WIB
Sumarmo, dkk. 2008. Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Bag.
IKA FK UI: Jakarta
Tim Dosen keperawatan respirasi I: laily Hidayati, S.Kep., Ns., M.Kep, Ninuk Dian Kurniawati
S.Kep., Ns., MANP, Kristiawati, S.Kp., Sp.Kep.An., M.Kep. 2014. Modul praktikum
laboratorium mata ajar keperawatan respirasi I. Surabaya: Program Studi Pendidikan Ners
Universitas Airlangga.
WHO. 2008. Global Imunization Coverage, dalam
http://www/who/int/imunization_monitoring/data/en/.com diakses pada tanggal 31 mei 2014
pukul 20.40 WIB

DAFTAR PUSTAKA PERTUSIS
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2012. Buku Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah.
http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_KES_PROVINSI_2012/13_
Profil_Kes.Prov.JawaTengah_2012.pdf diakses pada 2 Juni 2014.
Nelson E Waldo , Behrman E Richard, Kliegman Robert, Arvin M Ann. 2000.
Nelson Textbook Of Pediatric. Edisi 15, volume 2, cetakan I. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
News Health. 2008. Pertusis (Batuk
Rejan).http:www.mhcs.heatlh.nws.gov.au.pdf. diakses pada 2 Juni 2014
Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. 1999. Ilmu
Kesehatan Anak Nelson Vol. 2. Jakarta : EGC
Soedarmo, SSP., Garna, H., Hadinegoro SRS., Satari HI. 2010.
Pertusis.Dalam: Buku Ajar Infeksi dan Peiatri Tropis Edisi 2. Jakarta:
Balai penerbit IDAI
Terimakasih...........

Anda mungkin juga menyukai