Anda di halaman 1dari 6

Bell’s palsy merupakan kelemahan yang terjadi pada salah satu sisi otot wajah yang sifatnya

sementara. Sisi wajah yang terserang Bell’s palsy biasanya akan terlihat melorot. Umumnya,
kondisi ini terjadi pada wanita hamil, pengidap diabetes, dan HIV.
Saraf yang rusak pada bagian wajah akan berdampak pada indra perasa dan cara tubuh
menghasilkan air mata dan ludah. Umumnya, Bell’s palsy datang secara tiba-tiba dan
membaik dalam hitungan minggu.
Bell’s palsy akan membuat separuh wajah tampak terkulai. Senyum hanya bisa satu sisi, dan
mata di sisi yang terkena menolak untuk menutup. Kondisi ini juga dikenal sebagai
kelumpuhan wajah perifer akut yang penyebabnya belum diketahui, dan dapat terjadi pada
semua usia.
Penyebab pastinya belum diketahui. Hanya saja banyak ahli meyakini kondisi ini sebagai hasil
dari pembengkakan dan peradangan saraf yang mengontrol otot-otot di satu sisi wajah. Atau
mungkin juga reaksi yang terjadi setelah infeksi virus.

Faktor Risiko Bell’s Palsy


Faktor risiko Bell’s Palsy ditemukan adanya kaitan antara migrain dengan kelemahan pada
wajah dan anggota gerak. Sebuah penelitian yang dilakukan pada 2015 mengungkapkan
bahwa orang yang mengidap migrain mungkin berisiko lebih tinggi terkena Bell’s Palsy.
Selain itu, Bell’s Palsy lebih sering terjadi pada:
 Orang berusia 15-60 tahun.
 Mereka yang mengidap diabetes atau penyakit pernapasan bagian atas.
 Wanita hamil, terutama pada trimester ketiga.
 Memiliki infeksi saluran pernapasan atas, seperti flu atau pilek
Serangan berulang dari Bell’s palsy jarang terjadi. Namun, dalam beberapa kasus, ada riwayat
keluarga dengan serangan berulang, menunjukkan kemungkinan Bell’s palsy memiliki
kecenderungan genetik.

Penyebab Bell’s Palsy


Sampai saat ini penyebab Bell’s Palsy belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini diduga
terjadi karena saraf yang mengendalikan otot wajah tertekan atau terganggu. Selain itu,
kelumpuhan juga disebabkan oleh peradangan infeksi virus, diperkirakan salah satu virus
yang menyebabkan Bell’s palsy adalah virus herpes.
Perlu diketahui bahwa Bell’s palsy tidak ada kaitannya dengan stroke. Berikut adalah beberapa
penyebab terjadinya Bell’s palsy pada wajah:
 Kelumpuhan wajah turunan, kondisi ini terjadi pada anak yang terlahir dengan kelemahan
atau kelumpuhan pada wajah.
 Cedera karena kecelakaan, terjadi karena luka robek pada dagu atau retak pada tulang
tengkorak.
 Cedera karena operasi, kondisi ini umumnya terjadi saat operasi kelenjar parotis.
Sementara itu, beberapa penyakit infeksi virus yang dicurigai ada hubungannya dengan bell’s
palsy yaitu:
 Herpes simpleks.
 Cacar air dan herpes zoster.
 Mononukleosis menular (epstein-barr).
 Infeksi sitomegalovirus.
 Penyakit pernapasan (adenovirus).
 Campak jerman (rubella).
 Gondongan (virus gondong).
 Flu (flu B).
 COxsackievirus.
Melansir National Institute of Neurological Disorder and Stroke, banyak ahli percaya bahwa
sesuatu dapat memicu infeksi virus yang tidak aktif, pada dasarnya membangkitkan dan
memicu bell’s palsy. Jika kamu stres atau baru saja sakit, itu bisa menjadi pemicu potensial.
Begitu juga dengan trauma fisik yang baru terjadi atau bahkan kurang tidur. Kondisi
autoimun juga bisa jadi pemicu lainnya.
Saraf wajah yang bereaksi terhadap infeksi dengan pembengkakan, dapat menyebabkan tekanan
di saluran tulang (fallopi) yang dilalui saraf wajah ke sisi wajah. Peradangan saraf wajah
dapat mengurangi aliran darah dan oksigen ke sel-sel saraf. Kerusakan pada saraf kranial dan
sel saraf ini dapat menyebabkan kelumpuhan otot-otot wajah.
Pada kebanyakan kasus Bell’s palsy, kelumpuhan pada satu sisi wajah ini biasanya dapat pulih
sepenuhnya. Untuk itu, sebaiknya hubungi dokter untuk memahami kondisi yang dialami.

Gejala Bell’s Palsy


Bell’s Palsy menimbulkan gejala yang berbeda-beda pada setiap pengidapnya. Kelumpuhan yang
terjadi pada satu sisi wajah bisa dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

Kelumpuhan sebagian (kelemahan otot ringan).


Kelumpuhan total (tidak ada gerakan sama sekali, tetapi kasus ini jarang sekali terjadi).
Bell’s palsy juga membuat mulut serta kelopak mata pengidap akan terpengaruh, sehingga kedua
bagian ini akan sulit untuk dibuka dan ditutup. Berikut adalah gejala yang Bell’s palsy yang
perlu diketahui:

Nyeri telinga pada sisi wajah yang lumpuh.


Telinga yang terpengaruh akan lebih sensitif terhadap suara.
Berdenging di salah satu telinga atau keduanya.
Penurunan atau perubahan pada indra perasa.
Bagian mulut yang terpengaruh akan mudah berliur.
Mulut terasa kering.
Rasa sakit pada sekitar rahang.
Sakit kepala dan pusing.
Kesulitan untuk makan, minum, dan berbicara.
Bell’s palsy merupakan gangguan yang terjadi pada otot dan saraf wajah, sehingga kondisi ini
tidak berdampak pada kinerja otak dan bagian tubuh lainnya. Apabila kelumpuhan di salah
satu sisi wajah juga dibarengi oleh kelumpuhan pada bagian tubuh lain, penanganan serius
dari dokter sangat diperlukan.
Diagnosis Bell’s Palsy
American Medical Association (AMA) mengungkapkan bahwa pengobatan akan lebih efektif
bila diberikan lebih awal. Karena itu, pengidap dianjurkan untuk mengunjungi dokter segera
setelah mengalami gejala.
Mendiagnosis Bell’s Palsy seperti proses eliminasi. Dokter akan mencari kondisi lain yang
menyebabkan kelumpuhan wajah, seperti tumor, penyakit Lyme, atau stroke. Dokter akan
melakukan pemeriksaan pada kepala, leher dan telinga pengidap. Dokter juga akan menilai
otot-otot wajah untuk menentukan apakah ada saraf lain selain saraf wajah yang terpengaruh.
Bila diagnosis masih belum pasti, pengidap akan dirujuk ke spesialis telinga, hidung, dan
tenggorokan (THT) atau otolaryngologist. Berikut pemeriksaan yang bisa dilakukan oleh
spesialis guna mendiagnosis Bell’s palsy:
 Elektromiografi (EMG): prosedur ini dilakukan dengan menempatkan elektroda di
wajah pengidap. Mesin kemudian akan mengukur aktivitas listrik saraf dan aktivitas
listrik otot sebagai respons terhadap stimulasi. Tes ini bermanfaat untuk menentukan
tingkat kerusakan saraf, serta lokasinya.
 MRI, CT Scan, atau sinar X. Beberapa pemeriksaan tersebut bagus untuk menentukan
apakah ada kondisi lain yang mendasari penyakit tersebut, seperti infeksi bakteri, patah
tulang tengkorak, atau tumor.
 Tes darah untuk memeriksa adanya infeksi bakteri atau virus.

Komplikasi Bell’s Palsy


Bell’s Palsy biasanya bisa sembuh dalam beberapa waktu dan tidak menyebabkan komplikasi
jangka panjang. Namun, selama sakit, kebanyakan pengidap Bell’s Palsy tidak bisa menutup
mata mereka pada sisi wajah yang terkena. Itulah mengapa sangat penting untuk mencegah
mata kering di malam hari atau saat bekerja di depan komputer.
Perawatan mata yang diperlukan adalah obat tetes mata di siang hari, salep pada waktu tidur,
atau membuat ruangan menjadi lembap di malam hari. Cara tersebut dapat membantu
melindungi kornea agar tidak tergores.
Komplikasi bell’s palsy lainnya bisa berupa:
 Kerusakan permanen pada saraf wajah.
 Seseorang mungkin mengidap synkinesis, suatu kondisi di mana menggerakkan satu
bagian wajah dapat menyebabkan bagian lain ikut bergerak tanpa disadari. Misalnya,
mata kamu tertutup saat senyum.
 Kebutaan sebagian atau seluruhnya pada mata yang tidak mau menutup karena
kekeringan yang berlebihan, dan goresan pada selaput pelindung mata (kornea).

Pengobatan Bell’s Palsy


Untuk mengurangi pembengkakan pada saraf wajah, pengidap dapat menggunakan prednisolone
atau prednison (kelompok obat kortikosteroid). Sedangkan untuk mencegah munculnya
masalah pada mata yang tidak bisa menutup, pengidap biasanya memerlukan obat tetes mata.
Sekitar 70 persen pengidap Bell’s palsy dapat kembali pulih. Sebagian besar akan mulai
membaik dalam dua atau tiga minggu. Namun, untuk dapat pulih sepenuhnya, dibutuhkan
waktu sekitar 10 bulan tergantung pada tingkat kerusakan saraf.
Jika penyebab spesifik Bell’s palsy dapat diidentifikasi, seperti infeksi, penyebab tersebut akan
diobati. Jika tidak, gejala dirawat sesuai kebutuhan. Salah satu perawatan yang
direkomendasikan untuk Bell’s palsy yaitu melindungi mata dari kekeringan di malam hari
atau saat bekerja di depan layar komputer.
Perawatan mata termasuk obat tetes mata di siang hari, salep sebelum tidur, atau menjaga
kelembaban ruangan di malam hari. Perawatan ini membantu melindungi kornea agar tidak
tergores, yang sangat penting untuk pengelolaan Bell’s palsy.
Dokter mungkin juga akan meresepkan perawatan lain untuk kondisi pengidap berdasarkan
tingkat keparahan gejala dan riwayat kesehatan. Pilihan pengobatan lainnya termasuk:
 Steroid untuk mengurangi peradangan.
 Obat antivirus, seperti asiklovir.
 Analgesik untuk menghilangkan rasa sakit.
 Terapi fisik untuk merangsang saraf wajah.

Pencegahan Bell’s Palsy


Mulai gaya hidup sehat dengan mengonsumsi makanan tinggi serat serta rutin berolahraga. Di
samping itu, lakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.

Anda mungkin juga menyukai