Anda di halaman 1dari 15

Bell's Palsy

 Bells’ palsy merupakan kejadian akut, unilateral, paralisissaraf


fasial type LMN (perifer), yang secara gradual mengalami
perbaikan
Definisi  palsy ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1812 oleh Sir
Charles Bell, seorang peneliti Scotlandia, yang mempelajari
mengenai persarafan otot-otot wajah

Adam, O. M. (2019). Bell's Palsy. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 8(1), 137-149.


Idiopatik : Sampai sekarang yang disebut Bell’s palsy, belum
diketahui secara pasti penyebabnya.
Faktor yang diduga berperan menyebabkan Bell’s palsy antara lain:
 sesudah bepergian jauh dengan kendaraan
 tidur ditempat terbuka, tidur di lantai
 hipertensi,
Etiologi  stres
 hiperkolesterolemi
 diabetes mellitus
 penyakit vaskuler
 gangguan imunologik
 faktor genetik.

Adam, O. M. (2019). Bell's Palsy. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 8(1), 137-149.


teori yang dihubungkan dengan etiologi yaitu:
Teori • Saraf fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak
langsung karena gangguan regulasi sirkulasi darah di
iskemik kanalis fasialis.
vaskuler
• Virus yang dianggap paling banyak bertanggung jawab
Teori infeksi adalah Herpes Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena
proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1)
virus
• Bell’s palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang
Teori sempit pada keturunan dikeluarga tersebut, sehingga
menyebabkan predisposisi untuk terjadi paresis fasialis.
herediter
• Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi
Teori imunologi terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya
atau sebelum pemberian imunisasi
imunologi
Adam, O. M. (2019). Bell's Palsy. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 8(1), 137-149.
 kompresi saraf facialis dan sempitnya canalis facialis,
menyebabkan inflamasi, demyelinasi, iskemia, atau proses
kompresi mungkin mengganggu konduksi neural
 Lokasi kerusakan saraf facialis diduga dekat atau di ganglion
geniculatum. Jika lesi proksimal dari ganglion geniculatum,
Patofisiologi kelemahan motorik diikuti dengan abnormalitas pengecapan dan
autonom.
 Lesi antara ganglion geniculatum dan chorda tympani
menyebabkan efek sama, namun tanpa gangguan lakrimasi. Jika
lesi berada pada foramen stylomastoideus, ini mungkin hanya
menyebabkan paralisis wajah

Adam, O. M. (2019). Bell's Palsy. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 8(1), 137-149.


 Pasien Bell’s palsy biasanya mengeluhkan kelemahan atau
kelumpuhan pada separuh wajahnya pada sisi yang sakit.
 Keluhan berupa sudut mulut yang jatuh/tidak dapat terangkat,
ketika makan/minum keluar dari sisi mulut,
 pengecapan terganggu, kebas pada separuh wajahnya, nyeri pada
telinga
 rasa berdenging pada telinga (tinitus), produksi air mata
Gejala klinis berkurang sehingga mata menjadi kering.
 tidak mampu mengerutkan dahi, kelopak mata tidak dapat
menutup dengan rapat
 fenomena Bell yaitu ketika pasien berusaha memejamkan kelopak
matanya bola mata berputar ke atas
 sulkus nasolabialis yang mendatar, sudut mulut yang tidak dapat
terangkat/jatuh

Adam, O. M. (2019). Bell's Palsy. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 8(1), 137-149.


Anamnesis

• Kelumpuhan muskulus fasialis


• Tidak mampu menutup mata  Onset Onset Bells’ palsy
• Nyeri tajam pada telinga dan mendadak, dan gejala
mastoid (60%) mencapai puncaknya kurang
Diagnosis • Perubahan pengecapan (57%)  dari 48 jam. Kebanyakan
• Hiperakusis (30%) pasien mencatat paresis
terjadi pada pagi hari.
• Kesemutan pada dagu dan mulut
 Kebanyakan
• Epiphora
• Nyeri ocular
• Penglihatan kabur

Indonesia, P. D. S. S. (2016). Panduan praktik klinis neurologi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
• Mengangkat alis dan
• Kerutan dahi mengerutkan dahi
• Pejaman mata • Memejamkan mata
• Lipatan nasolabialis • Menyeringai (menunjukkan
• Sudut mulut geligi)
• Mencucurkan bibir
• Menggembungkan pipi
Inspeksi
Pemeriskaan Motorik
nervus fasialis
Pengecapan 2/3 anterior lidah

Sensorik

Adam, O. M. (2019). Bell's Palsy. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 8(1), 137-149.


Schirmer test
Refleks stapedius

Adam, O. M. (2019). Bell's Palsy. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 8(1), 137-149.


Pemeriksaan  Darah rutin, ureum, kreatinin, Gula darah
Penunjang  EMG
 MRI kepala + Kontras (jika curiga lesi sentral)

Indonesia, P. D. S. S. (2016). Panduan praktik klinis neurologi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Yudawijaya, A. (2016). Bell’ s palsy: Anatomi hingga Tatalaksana. Majalah Kedokteran, 32(1), 49-57.
 Herpes zoster (Ramsay Hunt Syndrome)
 Lyme disease
 Facial diplegia
 Sarcoidosis
Diagnosis  Tumor
Banding  Facial Palsy with Pontine Lesions
 Melkersson-Rosenthal Syndrome
 Hemifacial Spasm
 Facial Hemiatrophy (Parry-Romberg Syndrome)

Adam, O. M. (2019). Bell's Palsy. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 8(1), 137-149.


Non-Medikamentosa: Medikamentosa

 Penggunaan selotip untuk  Kortikostreoid : Prednisone


menutup kelopak mata saat biasanya diberikan dengan
tidur dan eye patch untuk dosis 60-80 mg per hari
mencegah pengeringan selama 5 hari, dan di
tappering off 5 hari
Penatalaksa kornea.
 Fisikal terapi seperti facial
selanjutnya

naan massage dan latihan otot


dapat mencegah terjadinya
 Antivirus : Valacyclovir (1000
mg per hari, diberikan antara
kontraktur pada otot yang 5-7 hari) dan Acyclovir (400
lemah. mg 5 kali sehari, diberikan 10
hari)
 Pemberian suhu panas di
area yang terpengaruh dapat  Analgesik untuk meredakan
mengurangi nyeri. nyerimethylcellulose eye
drops untuk mencegah
kekeringan pada kornea

Adam, O. M. (2019). Bell's Palsy. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 8(1), 137-149.


 regenerasi motor inkomplit yang menyebabkan lumpuhnya
beberapa atau seluruh otot wajah
 regenerasi sensorik inkomplit menyebabkan terjadinya disgeusia
(gangguan pengecapan) atau augesia (hilangnya pengecapan) dan
disestesia (gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sama
dengan stimulus normal)
 reinervasi salah nervus fasialis dapat menyebabkan sinkinesis
yaitu gerakan involunter yang mengikuti gerakan volunter,
Komplikasi contohnya timbul gerakan elevasi involunter sudut mata,
kontraksi platisma atau pengerutan dahi saat memejamkan mata.
 Crocodile tear phenomenon yang timbul beberapa bulan kemudian
akibat disregenerasi serabut otonom. Contohnya air mata pasien
keluar saat mengkonsumsi makanan
 clonic facial spasm/hemifacial spasm yaitu timbul kedutan secara
tiba-tiba pada wajah yang dapat terjadi pada satu sisi wajah pada
stadium awal, kemudian mengenai sisi lainnya (lesi bilateral tidak
terjadi bersamaan)

Yudawijaya, A. (2016). Bell’ s palsy: Anatomi hingga Tatalaksana. Majalah Kedokteran, 32(1), 49-57.


 Prognosis umumnya sangat baik.
 Tingkat keparahan kerusakan syaraf menentukan proses
penyembuhan.
Prognosis  Dengan atau tanpa pengobatan, sebagian besar individu membaik
dalam waktu dua minggu setelah onset gejala dan membaik
secara penuh, fungsinya kembali normal dalam waktu 3-6 bulan.
 Tetapi untuk beberapa penderita bisa lebih lama. Pada beberapa
kasus, gangguan bisa muncul kembali di tempat yang sama atau
di sisi lain wajah

Adam, O. M. (2019). Bell's Palsy. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 8(1), 137-149.

Anda mungkin juga menyukai