Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

PROGNOSIS
BELL’S PALSY
N A B I L A K U R N I AT I
1102014181
DEFINISI

• Bell’s Palsy pertama sekali dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang anatomis dan dokter
bedah bernama Sir Charles Bell (Lowis & Gaharu 2012). Bell’s palsy adalah kelemahan atau
kelumpuhan saraf perifer wajah secara akut (acute onset) pada sisi sebelah wajah.
• Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat unilateral, penyebabnya
tidak diketahui (idopatik), akut dan tidak disertai oleh gangguan pendengaran, kelainan neurologi
lainnya atau kelainan lokal. Diagnosis biasanya ditegakkan bila semua penyebab yang mungkin
telah disingkirkan. Pasien sembuh spontan dalam waktu 3 minggu, bahkan jika tidak diobati.
EPIDEMIOLOGI

• Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia,
insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di
Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per
100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per
100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-
diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi,
wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok
umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada
umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan
kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa
mencapai 10 kali lipat.
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI

• Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di
daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara
unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses
inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi
kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari
tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada
pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi,
demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang
dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan
infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras
kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di
korteks motorik primer.
GAMBARAN KLINIK
• Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.
a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus.
 kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi.
 Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
 Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi
 Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
 Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur masih baik.
b. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis fasialis).
 Seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan gangguan salivasi.
c. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum.
 Seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis.
d. Lesi setinggi ganglion genikulatum.
 Seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan gangguan kelenjar air mata (lakrimasi).
e. Lesi di porus akustikus internus.
 Seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
• Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa bahwa mereka menderita stroke atau tumor
intrakranial. Hampir semua keluhan yang disampaikan adalah kelemahan pada salah satu sisi wajah.
• Nyeri postauricular: Hampir 50% pasien menderita nyeri di regio mastoid. Nyeri sering muncul secara simultan
disertai dengan paresis, tetapi paresis muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25% pasien.
• Aliran air mata: Dua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran air mata mereka. Ini disebabkan akibat penurunan
fungsi orbicularis oculi dalam mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir hingga saccus
lacrimalis dan terjadi kelebihan cairan. Produksi air mata tidak dipercepat.
• Perubahan rasa: Hanya sepertiga pasien mengeluh tentang gangguan rasa, empat per lima pasien menunjukkan
penurunan rasa. Hal ini terjadi akibat hanya setengah bagian lidah yang terlibat.
• Mata kering.
• Hyperacusis: kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada hidung akibat peningkatan iritabilitas mekanisme
neuron sensoris.
PEMERIKSAAN FISIK

• Gambaran paralisis wajah mudah dikenali pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang lengkap dan tepat dapat menyingkirkan kemungkinan
penyebab lain paralisis wajah. Pikirkan etiologi lain jika semua cabang nervus facialis tidak mengalami gangguan.
• Definisi klasik Bell palsy menjelaskan tentang keterlibatan mononeuron dari nervus facialis, meskipun nervus cranialis lain juga dapat
terlibat. Nervus facialis merupakan satu-satunya nervus cranialis yang menunjukkan gambaran gangguan pada pemeriksaan fisik karena
perjalanan anatomisnya dari otak ke wajah bagian lateral.
• Kelamahan dan/atau paralisis akibat gangguan pada nervus facialis tampak sebagai kelemahan seluruh wajah (bagian atas dan bawah) pada
sisi yang diserang. Perhatikan gerakan volunter bagian atas wajah pada sisi yang diserang.
• Pada lesi supranuklear seperti stroke kortikal (neuron motorik atas; di atas nucleus facialis di pons), dimana sepertiga atas wajah
mengalami kelemahan dan dua per tiga bagian bawahnya mengalami paralisis. Musculus orbicularis, frontalis dan corrugator diinervasi secara
bilateral, sehingga dapat dimengerti mengenai pola paralisis wajah.
• Lakukan pemeriksaan nervus cranialis lain: hasil pemeriksaan biasanya normal.
• Membran timpani tidak boleh mengalami inflamasi; infeksi yang tampak meningkatkan kemungkinan adanya otitis media yang mengalami
komplikasi.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

• Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s palsy.
Namun pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukan ada nya infeksi dan pemeriksaan kadar
gula darah atau HbA1c dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien tersebut
menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV juga bisa dilakukan namun ini
biasanya tidak dapat menentukan dari mana virus tersebut berasal.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI

• Bila dari anamneses dan pemeriksaan fisik telah mengarahkan ke diagnose Bell’s palsy maka
pemeriksaan radiologi tidak diperlukan lagi, karena pasien-pasien dengan Bell’s palsy umumnya
akan mengalami perbaikan dalam 8-10 minggu. Bila tidak ada perbaikan ataupun mengalami
perburukan, pencitraan mungkin akan membantu. MRI mungkin dapat menunjukkan adanya
tumor (misalnya Schwannoma, hemangioma, meningioma). Bila pasien memiliki riwayat trauma
maka pemeriksaan CT-Scan harus dilakukan.
• Uji kepekaan saraf (nerve excitability test)
Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah diberi rangsang
listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA
menunjukkan kerusakan it fasialis ireversibel.
• Uji konduksi saraf (nerve conduction test)
Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan hantaran
listrik padan. fasialis kiri dan kanan.
• Elektromiografi
Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah.
• Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah Gilroy dan Meyer (1979) menganjurkan pemeriksaan
fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asin dan rasa pahit (pil kina).
• Elektrogustometri
Membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan stimulasi listrik pada 2/3
bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa kecap pada BP
menunjukkan letak lesi n. fasialis setinggi khorda timpani atau proksimalnya.
• Uji Schirmer
Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang kelopak mata
bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas
filter;berkurang atau mengeringnya air mate menunjukkan lesi n. fasialis setinggi ggl. Genikulatum
DIAGNOSIS BANDING
• Semua paralisis n. fasialis perifer yang bukan BP
• Kelumpuhan n. fasialis sentral yang mudah dikenal; bila dahi dikerutkan tidak terlihat asimetri,
karenaotot-otot dahi mempunyai inervasi bilateral

SSP Stroke Dahi hamt, sakit kepala, lemah


tungkai, tanda neurologis lain
AUTOIMUN GBS Kelemahan, CSS abnormal
Multiple sclerosis
METABOLIK Diabetes Glukosa darah abnormal
PENYAKIT MENULAR Meningitis, Ensefalitis Sakit kepala, demam, tanda TRM,
CSS abnormal
Herpes simpleks Demam, malaise
Penyakit Lyme Ruam, arthralgia, malaise
S. Ramsay Hunt Nyeri, erupsi vesikular
TUMOR Tumor parotis Ada teraba massa
Tumor saraf wajah Onset berbahaya
Metastasis
TATALAKSANA
• Onset: Scoring dengan Sunnybrook / House-Brackman (instrumen FDI dan FACE)
• Pengobatan prednisolon dalam 72 jam setelah onset dalam dosis 60 mg / hari kali 5 dan kemudian
meruncing ke 10 mg sehari selama 5 hari
• Pertimbangkan Fisioterapi
• 1 bulan: Perjanjian THT baru dengan Sunnybrook scoring dan analisis risiko
• Jika skor >60–70 tidak ada lagi pemeriksaan
• Jika di bawah <60 mulailah pemeriksaan lebih lanjut
• Dalam 3 bulan: EMG, ENEG, foto, film, rujukan ke ahli bedah plastik
• Fisioterapi
• <6 bulan: Pertimbangkan operasi cangkokan saraf wajah jika masih ada skor buruk dan ENG dan
EMG yang buruk
• Fisioterapi
• 12 bulan: Koreksi bedah plastik statis denga diarahkan upaya untuk sequelae lebih permanen
• Tindak lanjut dengan skor akhir di Sunnybrook, House-Brackman dan FACE / FDI.
• Antiviral: Acyclovir dengan dosis 4000 mg/24 • Fisioterapi
jam selama 7-10 hari  Infra merah
Anak > 2tahun; 1000 mg/ oral dibagi 4 selama 10  Terapi ultrasound
hari
 Stimulasi elektrik
 Microwave diathermy
• Perawatan mata
 Massage
 Air mata pengganti
 Exercise
 Lubrikan
Latihan mandiri di rumah:
 Kaca mata • ekspresi terkejut kemudian cemberut,
• menutup mata erat-erat kemudian dibuka lebar-lebar,
• tersenyum, menyeringai, dan berkata 'o'
• mengatakan; e, i, o, u
• menyedot dan meniup sedotan
• meniup peluit, bersiul, dan bisa juga meniup lilin
KOMPLIKASI
Hampir semua pasien dengan Bell palsy dapat sembuh tanpa mengalami deformitas kosmetik, tetapi sekitar 5% mengalami gejala sisa cukup
berat yang tidak dapat diterima oleh pasien.
 Regenerasi motorik yang tidak sempurna.
• Bagian terbesar dari nervus facialis terdiri dari serabut saraf eferen yang merangsang otot-otot ekspresi wajah. Bila bagian motorik
mengalami regenerasi yang tidak optimal, maka dapat terjadi paresis semua atau beberapa otot wajah tersebut.
• Gangguan tampak sebagai (1) inkompetensi oral, (2) epifora (produksi air mata berlebihan), dan (3) obstruksi nasal.
 Regenerasi sensoris yang tidak sempurna.
• Dysgeusia (gangguan rasa).
• Ageusia (hilang rasa).
• Dysesthesia gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sesuai dengan stimulus normal).
 Reinervasi aberan dari nervus facialis.
• Setelah gangguan konduksi neuron pada nervus facialis dimulai dengan regenerasi dan proses perbaikan, beberapa serabut saraf akan
mengambil jalan lain dan dapat berhubungan dengan serabut saraf di dekatnya. Rekoneksi aberan ini dapat menyebabkan jalur neurologik
yang tidak normal.
• Bila terjadi gerakan volunter, biasanya akan disertai dengan gerakan involunter (seperti gerakan menutup mata yang satu diikuti dengan
gerakan menutup mata disebelahnya). Gerakan involunter yang menyertai gerakan volunter ini disebut synkinesis.
PROGNOSIS

• Pada umumnya prognosis Bell’s palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam waktu 6
minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih,
mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita
yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya memiliki perbedaan peluang 10-15 persen antara
sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka
penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme
hemifasial.
• Risiko tidak sembuh setelah onset didasarkan pada skor
Sunnybrook pada 829 pasien dan dihitung setelah titik
akhir 1 tahun. Analisis regresi logistik univariat dan
multivariat pada titik waktu yang berbeda digunakan
untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memprediksi
tidak pulih, yang didefinisikan sebagai Sunnybrook <70
pada 12 bulan. Satu bulan sepertinya merupakan masa
kritis dalam penyembuhan, itulah sebabnya mengapa skor
Sunnybrook pada 1 bulan setelah onset digunakan untuk
evaluasi (Gambar 1). Sedikit risiko tidak sembuh setelah
titik akhir 1 tahun terlihat pada pasien yang setelah 1
bulan memiliki skor Sunnybrook >60–70. Pasien-pasien ini
akibatnya tidak perlu kontrol lebih lanjut. Jika skor
Sunnybrook adalah <60–70 pasien akan diteliti lebih lanjut
dan dipertimbangkan untuk perawatan tambahan.
Corticosteroids adalah obat anti-inflamasi yang dapat
mengurangi peradangan dan membatasi kerusakan. Ada dua
penelitian Cochrane yang dinilai sebagai laporan A dan keduanya
sepakat dan memberikan hasil yang sama, yaitu bahwa kortison
diberikan lebih awal setelah onset meningkatkan hasil yang
diukur setelah 6 bulan – 1 tahun. Dosis 60mg Prednisolone
selama 5 hari, setelah itu meruncing ke bawah dengan 10mg
setiap hari selama 5 hari lagi telah menjadi dosis obat standar
dalam penelitian. Perawatan harus dilakukan untuk
kontraindikasi. Hasil ditunjukkan dalam kurva Kaplan-Meier
setelah evaluasi statistik pada 829 pasien yang diacak menjadi
multisenter, penelitian double blind dengan empat lengan, dua
yang mengandung Prednisolone (Prednisolone-anti-virus,
Prednisolone-plasebo), dua obat antiviral yang mengandung
(Prednisolone). -anti-viral, anti-viral-placebo), dan satu hanya
plasebo (plasebo-plasebo) (Gambar 2). Obat antivirus tidak
menambah manfaat dalam penyembuhan hasil setelah 1 tahun,
sementara lengan yang mengandung kortison. Dalam pedoman
untuk menangani Bells ’palsy di Swedia dan Finlandia,
pengobatan standar Prednisolone selama 10 hari sesegera
mungkin setelah onset palsi, sebaiknya dalam 72 jam. Obat yang
diberikan 48 jam setelah onset kelumpuhan memberikan hasil
yang lebih baik. Obat dimulai setelah 72 jam setelah onset
belum diteliti dan, dengan demikian, tidak ada bukti sejauh ini
tersedia.
Pemberian prednisolon dari 60 mg/hari selama 5
hari, 30 mg/hari selama 3 hari, dan 10 mg/hari
selama 2 hari. Pada tahun 1990, kami mengubah
protokol ini dengan menambahkan agen antiviral
ke prednisolon untuk pasien yang skor Y-sistem
adalah 0–8.
Hasil utama adalah tidak pulih pada 6 bulan
setelah onset. Pemulihan didefinisikan sebagai
peningkatan skor sistem-Y menjadi 36 atau lebih
tanpa gejala sisa, menurut pedoman kelumpuhan
wajah dari Japan Society of Facial Nerve
Research.
KESIMPULAN

• Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik
akibat disfungsi nervus facialis perifer. Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas
hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak.
Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong
tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi
kerusakan.Pengobatan pasien dengan Bell’s palsy adalah dengan kombinasi obat- obatan antiviral
dan kortikosteroid serta perawatan mata yang berkesinambungan. Prognosis pasien dengan
Bell’s palsy relative baik meskipun pada beberapa pasien ada gejala sisa dan rekurensi dapat
terjadi. Harus ada tim di sekitar pasien dengan Bells ’palsy untuk menjamin hasil terbaik. Tim ini
terdiri dari dokter THT dan ahli bedah Plastik, ahli fisioterapi, Neurofisiologis, dan terapis
motivasi.

Anda mungkin juga menyukai