Anda di halaman 1dari 27

MATA KULIAH : Kebijakan dan Manajemen Kesehatan

DOSEN : Dr. dr. Noer Bahry Noor, M.Sc

ANALISIS KEBIJAKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
BAB XVIII PASAL 181-185

OLEH :
YUNI ALFRIYANTY MANTONG
P1804215033

KONSENTRASI EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 1


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang maha esa, karena
atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan sebuah karya
tulis dengan tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul


"Analisis Kebijakan Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan", yang
semoga dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya
buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca.

Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga Tuhan memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan
manfaat.

Makassar, Desember 2015

Penulis

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 2


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
1
KATA PENGANTAR
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
2
DAFTAR ISI
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
4
BAB I KAJIAN KEBIJAKAN
A. Masalah Dasar
......................................................................................................
......................................................................................................
7
B. Tujuan yang ingin dicapai
......................................................................................................
......................................................................................................
12
C. Subtansi Kebijakan (Isu Utama)
......................................................................................................
......................................................................................................
12
D. Ciri Kebijakan

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 3


......................................................................................................
......................................................................................................
14
BAB II KONSEKUENSI DAN RESISTENSI
A. Perilaku yang muncul
......................................................................................................
......................................................................................................
18
B. Resistensi…
......................................................................................................
......................................................................................................
20
C. Masalah yang baru timbul
......................................................................................................
......................................................................................................
20
BAB III KONSEKUENSI DAN RESISTENSI
A. Prediksi “Trade Off”
......................................................................................................
......................................................................................................
22
B. Prediksi Keberhasilan…
......................................................................................................
......................................................................................................
22
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
......................................................................................................
......................................................................................................
24
B. Rekomendasi………..
......................................................................................................
......................................................................................................
24

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 4


DAFTAR PUSTAKA
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
26

RINGKASAN EKSEKUTIF

Isu Dan Masalah Publik: Pelayanan kesehatan merupakan hak dasar masyarakat
yang harus dipenuhi dalam pembangunan kesehatan. Hal tersebut harus dipandang
sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya
penanggulangan kemiskinan. Berbagai permasalahan penting dalam pelayanan
kesehatan antara lain disparitas status kesehatan; beban ganda penyakit; kualitas,
pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan; pelindungan masyarakat di
bidang obat dan makanan; serta perilaku hidup bersih dan sehat. Beberapa masalah
penting lainnya yang perlu ditangani segera adalah peningkatan akses penduduk
miskin terhadap pelayanan kesehatan, penanganan masalah gizi buruk,
penanggulangan wabah penyakit menular, pelayanan kesehatan di daerah bencana,
dan pemenuhan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan. Masalah tenaga kesehatan
merupakan salah satu masalah yang dapat mengahambat kemudahan dalam pelayanan
kesehatan berdasarkan data-data yang ada Indonesia saat ini mengalami kekurangan
pada hampir semua jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Salah satu masalah
pelayanan kesehatan yaitu Kebijakan perijinan sarana kesehatan dalam kerangka
desentralisasi menimbulkan berbagai masalah, antara lain adanya tumpang tindih

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 5


kewenangan perijinan dan ketidak sesuaian kebijakan yang ada. Rumah sakit
diijinkan menyelenggarakan pelayanan tanpa mempertimbangkan standar
kelengkapan peralatan dan sumberdaya manusia yang dimiliki, bukan hanya Rumah
Sakit tetapi Puskesmas-puskesmas yang ada di dareah pelosok banyak yang belum
memiliki perizinan serta kurang lengkapnya sarana prasarana serta dana untuk
kegiatan program, ini diakibatkan karena kurangnya pengawasan secara menyeluruh
dari pihak pemerintah dan dareah yang terkait.
Tujuan Kebijakan: Pemerintah dan masyarakat dapat melakukan pengawasan
terhadap setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya di
bidang kesehatan dan upaya kesehatan, serta memberikan izin terhadap setiap
penyelengaraan upaya kesehatan, sehingga penegakan kedisiplinan terhadap seluruh
aspek penyelenggaraan kegiatan dibidang kesehatan dan mengupayakan fasilitas
pelayanan kesehatan disetiap daerah berjalan sesuai fungsinya yaitu memberikan
pelayanan terbaik dalam bentuk pengawasan dan pembinaan.
Tipe Pendekatan Dalam Setiap Siklus Dalam Kebijakan: Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan kelembagaan (institusionalisme) sreta pendekatan
kelompok dan pendekatan peran serta masyarakat, dimana kegiatan individu dan
kelompok secara umum diarahkan kepada lembaga pemerintah dan kebijakan publik
secara otoritatif ditentukan dan dilaksanakan oleh lembaga pemerintah.
Substansi Pokok Kebijakan: Isi substansi utama dari kebijakan ini yaitu pemerintah
harus melakukan pengawasan yang baik terhadap upaya pelayanan kesehatan dari
segi pemerataan petugas kesehatan beserta SDM yang memenuhi syarat dan
pemenuhan sarana dan prasaran kesehatan serta membimbing dan mengikut sertakan
masyarakat dalam pengawasan upaya kesehatan.
Masalah Yang Timbul Akibat Kebijakan: Meski telah ditetapkan sejak tahun 2009
silam, namun masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya. Diperlukan
upaya sosialisasi yang lebih gencar untuk membumikan undang-undang tersebut.
Karena bagaimanapun sasaran utama dari undang-undang itu adalah masyarakat.

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 6


Sehingga tujuan utama dari penetapan undang-undang dapat tercapai. Dan
masyarakat pun merasa teranyomi dan dilindungi haknya untuk mendapat kesehatan.
Resistensi Terhadap Kebijakan: Dengan adanya jaminan pengawasan pemerintah
pusat dan daerah terhadap penyelanggaraan upaya kesehatan yang secara menyeluruh
terhadap masyarakat belum berdampak secara signifikan terutama pada masyarakat di
daerah tertinggal atau terpencil misalnya dari pelayanan rujukan yang terlalu rumit
prosesnya dari faskes tingkat pertama sampai faskes tingkat berikutnya yang
menyebabkan masyarakat lebih memilih pelayanan kesehatan langsung ke fasilitas
tingkat kedua yaitu langsung ke rumah sakit sehingga rujukan dapat menyusul dan
menyalahi proses dari pengawasan rujukan. Begitu juga masyarakat kalangan atas
lebih memilih tempat-tempat praktek yang lebih nyaman dan prosesnya tidak
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menikmati pelayanan kesehatan.
Prediksi Keberhasilan: Prediksi Kebijakan merupakan upaya untuk memperkirakan
berhasil tidaknya kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah RI dalam bidang
kesehatan pada saat/dimulai sekarang sampai 3-5 tahun kedepan.Prediksi
keberhasilan kebijakan ini dapat dilihat dari gambaran pembangunan kesehatan yang
telah dicapai 1-3 tahun terakhir. Gambaran pembangunan kesehatan dapat dilihat dari
beberapa kategori status kelangsungan hidup, status kesehatan dan status pelayanan
kesehatan.
Kesimpulan – Rekomendasi: Penerapan UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan
khususnya BAB XVIII Pengawasan menjadi pedoman dalam menyikapi masalah
kesehatan jiwa di Indonesia dimana Undang-Undang Kesehatan yang baru ini (no. 36
tahun 2009) tidak memuat konsep yang jelas tentang “kesehatan masyarakat”
Sebagaimana inti dari paradigma sehat, yaitu pendekatan promotif dan preventif
yang tentunya sasaran utamanya adalah masyarakat. Karena masyarakat sendiri tidak
dicantumkan dalam ketentuan umum dalam undang-undang kesehatan terbaru ini,
sehingga undang-undang kesehatan terlihat hanya di peruntukkan untuk pemerintah
pusat dan daerah termasuk petugas kesehatan sebagai payung hukum untuk
menyelenggarakan pembangunan kesehatan. Tetapi tidak diperuntukkan untuk

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 7


masyarakat sebagai pemilik kesehatan, pemilik partisipatif, pemilik investasi
kesehatan, pemilik hak asasi kesehatan dan sebagai subjek pembangunan kesehatan.
Kewajiban atau tanggung jawab masyarakat itu sendiri tidak ditemukan, yang ada
hanya peran serta masyarakat.

BAB I
KAJIAN KEBIJAKAN

A. Masalah Dasar
Pelayanan kesehatan merupakan hak dasar masyarakat yang harus dipenuhi
dalam pembangunan kesehatan. Hal tersebut harus dipandang sebagai suatu
investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mendukung
pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya
penanggulangan kemiskinan. Berbagai permasalahan penting dalam pelayanan
kesehatan antara lain disparitas status kesehatan; beban ganda penyakit; kualitas,
pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan; pelindungan masyarakat di
bidang obat dan makanan; serta perilaku hidup bersih dan sehat. Beberapa
masalah penting lainnya yang perlu ditangani segera adalah peningkatan akses
penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, penanganan masalah gizi buruk,
penanggulangan wabah penyakit menular, pelayanan kesehatan di daerah
bencana, dan pemenuhan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan.
Langkah-langkah yang telah ditempuh adalah peningkatan akses kesehatan
terutama bagi penduduk miskin melalui pelayanan kesehatan gratis; peningkatan
pencegahan dan penanggulangan penyakit menular termasuk polio dan flu
burung; peningkatan kualitas, keterjangkauan dan pemerataan pelayanan

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 8


kesehatan dasar; peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; penjaminan
mutu, keamanan dan khasiat obat dan makanan; penanganan kesehatan di daerah
bencana; serta peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
Sebagai tindak lanjut, pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan
pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan; meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan; meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat;
meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit; meningkatkan
keadaan gizi masyarakat; dan meningkatkan penanganan masalah kesehatan di
daerah bencana.
Permasalahan utama pelayanan kesehatan saat ini antara lain adalah masih
tingginya disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan,
dan antara perkotaan dengan perdesaan. Secara umum status kesehatan penduduk
dengan tingkat sosial ekonomi tinggi, di kawasan barat Indonesia, dan di kawasan
perkotaan, cenderung lebih baik. Sebaliknya, status kesehatan penduduk dengan
sosial ekonomi rendah, di kawasan timur Indonesia dan di daerah perdesaan
masih tertinggal.
Permasalahan penting lainnya yang dihadapi adalah terjadinya beban ganda
penyakit, yaitu belum teratasinya penyakit menular yang diderita oleh masyarakat
seperti tuberkulosis paru, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), malaria, dan
diare, serta munculnya kembali penyakit polio dan flu burung. Namun, pada
waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular seperti
penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes melitus dan kanker.
Di sisi lain, kualitas, pemerataan, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan
juga masih rendah. Kualitas pelayanan menjadi kendala karena tenaga medis
sangat terbatas dan peralatan kurang memadai. Dari sisi jumlah, rasio tenaga
kesehatan terhadap jumlah penduduk yang harus dilayani masih rendah.
Keterjangkauan pelayanan terkait erat dengan jumlah dan pemerataan fasilitas
kesehatan. Pada tahun 2002, untuk setiap 100.000 penduduk hanya tersedia 3,5
Puskesmas. Itu pun sebagian penduduk, terutama yang tinggal daerah terpencil,

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 9


tidak memanfaatkan Puskesmas karena keterbatasan sarana transportasi dan
kendala geografis.
Pelindungan masyarakat di bidang obat dan makanan masih rendah.
Dalam era perdagangan bebas, kondisi kesehatan masyarakat makin rentan akibat
meningkatnya kemungkinan konsumsi obat dan makanan yang tidak memenuhi
persyaratan mutu dan keamanan. Ketersediaan, mutu, keamanan obat, dan
perbekalan kesehatan masih belum optimal serta belum dapat dijangkau dengan
mudah oleh masyarakat. Selain itu, obat asli Indonesia (OAI) belum sepenuhnya
dikembangkan dengan baik meskipun potensi yang dimiliki sangat besar.
Perilaku masyarakat juga sering tidak mendukung hidup bersih dan sehat.
Hal ini dapat terlihat dari meluasnya kebiasaan merokok, rendahnya pemberian
air susu ibu (ASI) eksklusif, tingginya prevalensi gizi kurang dan gizi lebih pada
balita, serta kecenderungan meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS, penderita
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif (Napza), dan kematian akibat
kecelakaan.
Selain permasalahan mendasar seperti itu, dalam sepuluh bulan terakhir,
paling tidak terdapat lima isu penting di bidang kesehatan yang perlu penanganan
segera, yaitu penjaminan akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan,
penanganan masalah gizi buruk, penanggulangan wabah penyakit menular,
pelayanan kesehatan di daerah bencana, dan pemenuhan jumlah dan penyebaran
tenaga kesehatan. Secara nasional status kesehatan masyarakat telah meningkat.
Akan tetapi, disparitas status kesehatan antara penduduk mampu dan penduduk
miskin masih cukup besar. Berbagai data menunjukkan bahwa status kesehatan
penduduk miskin lebih rendah jika dibandingkan dengan penduduk kaya. Hal ini
antara lain dapat dilihat dari tingginya angka kematian bayi dan angka kematian
balita pada kelompok penduduk miskin. Menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, angka kematian bayi pada kelompok
termiskin adalah 61 berbanding 17 per 1.000 kelahiran hidup pada kelompok
terkaya. Demikian juga, angka kematian balita pada penduduk termiskin (77 per

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 10


1.000 kelahiran hidup) jauh lebih tinggi daripada angka kematian balita pada
penduduk terkaya (22 per 1.000 kelahiran hidup). Penyakit infeksi yang
merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan balita, seperti ISPA, diare,
tetanus neonatorum dan penyulit kelahiran, juga lebih sering terjadi pada
penduduk miskin.
Rendahnya status kesehatan penduduk miskin terkait erat dengan
terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan, baik karena kendala geografis
maupun kendala biaya (cost barrier). Data SDKI 2002-2003 menunjukkan bahwa
kendala terbesar yang dihadapi penduduk miskin untuk mendapatkan fasilitas
pelayanan kesehatan adalah ketiadaan uang (34 persen), jarak ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang terlalu jauh (18 persen), serta adanya hambatan dengan
sarana angkutan atau transportasi (16 persen).
Data Susenas 2004 menunjukkan bahwa kendala biaya menjadi
permasalahan yang cukup serius, terutama bagi penduduk miskin, karena selama
ini sebagian besar (87,2 persen) pembiayaan kesehatan bersumber dari
penghasilan penduduk sendiri. Pembiayaan yang berasal dari jaminan
pemeliharaan kesehatan (kartu sehat yang dikeluarkan Pemerintah) hanya sebesar
6,3 persen dan yang berasal dari asuransi sebesar 5,2 persen. Artinya, penduduk
harus menanggung biaya yang besar untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Hal ini tentu amat memberatkan bagi penduduk miskin karena mereka harus
mengeluarkan biaya yang besar untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
layak.

Masalah tenaga kesehatan merupakan salah satu masalah yang dapat


mengahambat kemudahan dalam pelayanan kesehatan berdasarkan data-data yang
ada Indonesia saat ini mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga
kesehatan yang diperlukan. Pada tahun 2001, diperkirakan per 100.000 penduduk
baru dapat dilayani oleh 7,7 dokter umum, 2,7 dokter gigi, 3,0 dokter spesialis,
dan 8,0 bidan. Untuk tenaga kesehatan masyarakat, per 100.000 penduduk baru

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 11


dapat dilayani oleh 0,5 sarjana kesehatan masyarakat, 1,7 apoteker, 6,6 ahli gizi,
0,1 tenaga epidemiologi, dan 4,7 tenaga sanitasi. Kondisi tenaga kesehatan pada
tahun 2004 tidak jauh berbeda dengan itu karena sistem pendidikan masih belum
bisa menghasilkan tenaga kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, serta sistem
perekrutan dan pola insentif bagi tenaga kesehatan kurang optimal. Di samping
itu, jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan masyarakat masih belum memadai
sehingga banyak puskesmas belum memiliki dokter dan tenaga kesehatan
masyarakat. Keterbatasan ini diperburuk oleh distribusi tenaga kesehatan yang
tidak merata. Misalnya, lebih dari dua pertiga dokter spesialis berada di Jawa dan
Bali. Disparitas rasio dokter umum per 100.000 penduduk antarwilayah juga
masih tinggi dan berkisar dari 2,3 di Lampung hingga 28,0 di DI Yogyakarta.
Kualitas tenaga kesehatan juga masih perlu ditingkatkan. Saat ini, misalnya,
masih banyak puskesmas yang tidak mempunyai dokter umum. Akibatnya,
banyak puskesmas, terutama di daerah terpencil yang hanya dilayani oleh perawat
atau tenaga kesehatan lainnya. Susenas 2004 menunjukkan bahwa masih banyak
penduduk (29,8 persen) yang harus menunggu setengah hingga satu jam untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan. Sebagian masyarakat (8,1 persen)
menyatakan kurang atau tidak puas dengan pelayanan kesehatan dan 33,21 persen
menyatakan cukup puas.
Salah satu masalah pelayanan kesehatan yaitu Kebijakan perijinan sarana
kesehatan dalam kerangka desentralisasi menimbulkan berbagai masalah, antara
lain adanya tumpang tindih kewenangan perijinan dan ketidak sesuaian kebijakan
yang ada. Rumah sakit diijinkan menyelenggarakan pelayanan tanpa
mempertimbangkan standar kelengkapan peralatan dan sumberdaya manusia yang
dimiliki. Status RS mengikuti aturan payung yang berlaku generik untuk semua
organisasi Pemerintah, dan umumnya aturan tersebut terkait dengan kebijakan
finansial secara umum. Hal ini berdampak pada penyelenggaraan pelayanan,
antara lain program prioritas pelayanan askeskin kurang optimal, mekanisme
sistim rujukan kurang berjalan karena sarana dan prasarana yang kurang

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 12


terpenuhi. Akses terhadap pelayanan kesehatan bermutu di Rumah Sakit tidak
bisa dipenuhi karena: a) Rumah sakit diijinkan menyelenggarakan pelayanan
tanpa mempertimbangkan standar kelengkapan peralatan dan sumber daya
manusia yang dimiliki; dan b) Pelayanan kesehatan di rumah sakit
diselenggarakan dengan tingkat efisiensi rendah sehubungan dengan lemahnya
manajemen RS dan perubahan kebijakan yang tidak konsisten dan bukan hanya
Rumah Sakit tetapi Puskesmas-puskesmas yang ada di dareah pelosok banyak
yang belum memiliki perizinan serta kurang lengkapnya sarana prasarana serta
dana untuk kegiatan program, ini diakibatkan karena kurangnya pengawasan
secara menyeluruh dari pihak pemerintah dan dareah yang terkait.

B. Tujuan yang ingin dicapai


Tertulis : Pemerintah dan masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap
setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya di bidang
kesehatan dan upaya kesehatan, serta memberikan izin terhadap setiap
penyelengaraan upaya kesehatan
Tersirat : Penegakan kedisiplinan terhadap seluruh aspek penyelenggaraan
kegiatan dibidang kesehatan dan mengupayakan fasilitas pelayanan kesehatan
disetiap daerah berjalan sesuai fungsinya yaitu memberikan pelayanan terbaik
dalam bentuk pengawasan dan pembinaan.

C. Subtasnsi kebijakan (Isi Utama)


Isi substansi utama dari kebijakan ini yaitu pemerintah harus melakukan
pengawasan yang baik terhadap upaya pelayanan kesehatan dari segi pemerataan
petugas kesehatan beserta SDM yang memenuhi syarat dan pemenuhan sarana
dan prasaran kesehatan serta membimbing dan mengikut sertakan masyarakat
dalam pengawasan upaya kesehatan.

BAB XVIII

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 13


Pembinaan dan Pengawasan
Bagian Kesatu
Pembinaan

Pasal 181
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 182
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap masyarakat dan setiap
penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya di bidang
kesehatan dan upaya kesehatan.
(2) Menteri dalam melakukan pengawasan dapat memberikan izin terhadap setiap
penyelenggaraan upaya kesehatan.
(3) Menteri dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dapat mendelegasikan kepada lembaga pemerintah non
kementerian, kepala dinas di provinsi, dan kabupaten/kota yang tugas pokok
dan fungsinya di bidang kesehatan.
(4) Menteri dalam melaksanakan pengawasan mengikut sertakan masyarakat.

Pasal 183
Menteri atau kepala dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 dalam
melaksanakan tugasnya dapat mengangkat tenaga pengawas dengan tugas pokok
untuk melakukan pengawasan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan
sumber daya di bidang kesehatan dan upaya kesehatan.

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 14


Pasal 184
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183, tenaga
pengawas mempunyai fungsi:
a. memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan yang
berhubungan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan;
b. memeriksa perizinan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan dan fasilitas
kesehatan.

Pasal 185
Setiap orang yang bertanggung jawab atas tempat dilakukannya pemeriksaan
oleh tenaga pengawas mempunyai hak untuk menolak pemeriksaan apabila
tenaga pengawas yang bersangkutan tidak dilengkapi dengan tanda pengenal dan
surat perintah pemeriksaan.

D. Ciri kebijakan
Kebijakan yang berlaku universal atau secara umum memiliki ciri sebagai
berikut :
- Mengupayakan perbaikan dan peningkatan pelayanan kesehatan agar mudah
dijangkau oleh masyarakat dan menjalankan program – program kesehatan
yang secara langsung memberi pengaruh baik demi kelancaran pelayanan
kesehatan
- Melakukan pengawasan yang dapat memberikan izin terhadap setiap
penyelengaraan upaya kesehatan agar akses dalam memanfaatkan sarana dan
prasana kesehatan dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.
- Pengawasan dalam upaya peningkatan kesehatan mengikutsertakan
masyarakat yang berarti bukan hanya pemerintah pusat dan daerah yang
mengambil peran terhadap upaya peningkatan kesehatan untuk kesejahteraan

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 15


bersama tetepi masyarakat juga ikut meninjau dan mengawasi setiap kegiatan
dalam bidang kesehatan yang sepert yang tertera pada pasal 182 ayat (4).

Penentuan Kriteria. Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas dan


konsisten untuk menilai alternatif-alternatif. Ini menyangkut bukan hanya hal-hal
yang bersifat pragmatis seperti ekonomi (efisiensi), politik (konsensus antar
stakeholders) dan administratif (kemungkinan efektivitas), tetapi juga hal-hal
yang menyangkut nilai-nilai abstrak yang fundamental seperti etika dan falsafah
kriteria yang berhubungan dengan nilai dan pandangan hidup. Dalam hubungan
ini, bangsa Indonesia telah memiliki Pancasila dan UUD 1945 sebagai “Pedoman
Perilaku” dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara yang secara
imperatif harus dijadikan nilai dasar yang menghikmati setiap kebijakan. Nilai
dasar tersebut perlu dikembangkan sehingga secara tehnis bisa dijadikan kriteria
dalam penilaian dan penentuan alternatif-alternatif kebijakan; dan secara
sosiokultural dapat berperan sebagai pedoman perilaku dalam interaksi
keseluruhan proses kebijakan.
Tipe pendekatan yang digunakan terdiri dari :
a.) Pendekatan Kelompok
Beberapa kontributor utama dari pendekatan teoritik kelompok
terhadap sistem politik dan kebijakan publik bisa disebutkan antara lain
adalah: Arthur Bentley (1908), The Process of Government, David Truman
(1951), The Government Process, Earl Latham (1952), The Group Basis of
Politics. Di kalangan para teoretisi kelompok terdapat pandangan yang sama
tentang konsep kelompok. Menurut mereka, kelompokkelompok adalah the
ultimate "real" of politics. Secara garis besar pendekatan ini menyatakan
bahwa pembentukan kebijakan pada dasarnya merupakan hasil dari
perjuangan antara kelompok-kelompok dalarn masyarakat. Suatu kelompok
merupakan kumpulan individu-individu yang diikat oleh tingkah laku atau
kepentingan yang sama. Mereka mempertahankan dan membela tujuan-tu-

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 16


juan dalam persaingannya vis-a-vis kelompok-kelompok lain. Bila suatu
kelompok gagal dalam mencapai tujuan-tujuannya melalui tindakan-
tindakannya sendiri, maka kelompok itu biasanya menggunakan politik dan
pembentukan kebijakan publik untuk mempertahankan kepentingan
kelompoknya.
b.) Pendekatan Kelembagaan (Institusionalisme)
Struktur-struktur dan lembaga-lembaga pemerintah telah lama
merupakan fokus yang penting dari ilmu politik. Kajian ilmu politik
tradisional memfokuskan studi pada lembaga-lembaga pemerintah. Dalam
pandangan tradisional, kegiatan-kegiatan politik secara umum berpusat di
sekitar lembaga-lembaga pemerintah tertentu, seperti kongres, kepresidenan,
pengadilan, pemerintah daerah, partai politik dan sebagainya. Kegiatan
individu-individu dan kelompok-kelompok secara umum diarahkan kepada
lembaga-lembaga pemerintah dan kebijakan publik secara otoritatif ditentukan
dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemerintah.
c.) Pendekatan Peran Serta Warga Negara
Penjelasan pembuatan kebijakan publik ini, didasarkan pada pemikiran
demokrasi klasik dari John Locke dan pemikiran John Stuart Mill, yang
menekankan pengaruh yang baik dari peran warganegara dalam
perkembangan kebijakan publik. Dengan keikutsertaan warga-negara dalam
masalah-masalah masyarakat, maka para warganegara akan memperoleh
pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan rasa tanggung jawab sosial
yang penuh, dan menjangkau perspektif mereka di luar batas-batas kehidupan
pribadi. Teori peran serta warganegara didasarkan pada harapan-harapan yang
tinggi tentang kualitas warganegara dan keinginan mereka untuk terlibat
dalam kehidupan publik. Menurut teori ini, dibutuhkan warganegara yang
memiliki struktur-struktur kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai dan
fungsi-fungsi demokrasi. Setiap warga negara harus memiliki cukup
kebebasan untuk berperan serta dalam masalah-ma¬salah politik, mempunyai

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 17


sikap kritis yang sehat dan harga diri yang cukup dan yang lebih penting
adalah perasaan mampu, dan di atas segala-galanya, para warganegara harus
tertarik dalam politik dan menjadi terlibat secara bermakna.

Pasal yang bermasalah


Pasal 182
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap masyarakat dan setiap
penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya di bidang
kesehatan dan upaya kesehatan.
(2) Menteri dalam melakukan pengawasan dapat memberikan izin terhadap setiap
penyelenggaraan upaya kesehatan.
(3) Menteri dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dapat mendelegasikan kepada lembaga pemerintah non
kementerian, kepala dinas di provinsi, dan kabupaten/kota yang tugas pokok
dan fungsinya di bidang kesehatan.
(4) Menteri dalam melaksanakan pengawasan mengikut sertakan masyarakat.

Analisis Penulis Berdasarkan Fakta Di Lapangan:


Undang-Undang Kesehatan yang baru ini (no. 36 tahun 2009) tidak memuat konsep
yang jelas tentang “kesehatan masyarakat” Sebagaimana inti dari paradigma sehat, yaitu
pendekatan promotif dan preventif yang tentunya sasaran utamanya adalah masyarakat.
Karena masyarakat sendiri tidak dicantumkan dalam ketentuan umum dalam undang-
undang kesehatan terbaru ini, sehingga undang-undang kesehatan terlihat hanya di
peruntukkan untuk pemerintah pusat dan daerah termasuk petugas kesehatan sebagai
payung hukum untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan. Tetapi tidak
diperuntukkan untuk masyarakat sebagai pemilik kesehatan, pemilik partisipatif, pemilik
investasi kesehatan, pemilik hak asasi kesehatan dan sebagai subjek pembangunan
kesehatan. Kewajiban atau tanggung jawab masyarakat itu sendiri tidak ditemukan, yang
ada hanya peran serta masyarakat.

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 18


Begitu juga dengan Rumah sakit yang diijinkan menyelenggarakan pelayanan
tanpa mempertimbangkan standar kelengkapan peralatan dan sumberdaya
manusia yang dimiliki. Peraturan Rumah Sakit yang ada saat ini, tidak jelas
mengatur kewenangan provinsi dan kabupaten/kota dalam pemberian ijin dan
penetapan status kelembagaan Rumah Sakit. Bahkan dalam kelembagaan Rumah
Sakit, dalam waktu yang bersamaan dapat mempunyai beberapa status, misalnya
sebuah RS dapat berstatus UPT dan sekaligus Swadana, keduanya pun pada saat
itu berstatus penyelenggara PNBP.

BAB II
KONSEKUENSI DAN RESISTENSI

A. Perilaku yang muncul


1. Positif
Dengan adanya pengawasan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah
,petugas kesehatan dan masyarakat maka diharapkan tidak adanya diskriminasi
dalam pelayanan kesehatan dan dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan
masyarakat. Undang-Undang tersebut memuat ketentuan yang menyatakan bahwa
bidang kesehatan sepenuhnya diserahkan kepada daerah masing-masing yang
setiap daerah diberi kewenangan untuk mengelola dan menyelenggarakan dan
mengawasi seluruh aspek kesehatan. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah telah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 yang mengatur tentang pembagian
urusan antara Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan perlu disesuaikan dengan semangat otonomi daerah. Oleh karena itu,
perlu dibentuk kebijakan umum kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh semua
pihak dan sekaligus dapat menjawab tantangan era globalisasi dan dengan
semakin kompleksnya permasalahan kesehatan dalam suatu Undang-Undang

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 19


Kesehatan yang baru untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan.
Ketentuan pidana dalam penerapannya bertujuan agar memberi sanksi
kepada pelaku – pelaku yang menyimpang serta membatasi pergerakan dari
kegiatan – kegiatan yang menimbulkan masalah bagi kesehatan masyarakat dan
lingkungan. Dengan adanya undang-uandang ini membuat penyelenggara usaha
dan petugas di bidang kesehatan lebih disiplin dalam menjalankan kegiatannya.
Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan upaya peningkatan
kesehatan, serta dengan kebijakan tersebut dapat memberikan jaminan untuk
mempermudah sistem perizinan dalam upaya pembangunan kesehatan.

2. Negatif
Pada pasal 182 pada ayat (2) yang menyatakan tentang upaya perizinan
yang berhubungan dengan kesehatan yang berimbas pada rumah sakit yang
diijinkan menyelenggarakan pelayanan tanpa mempertimbangkan standar
kelengkapan peralatan dan sumberdaya manusia yang dimiliki. Peraturan Rumah
Sakit yang ada saat ini, tidak jelas mengatur kewenangan provinsi dan
kabupaten/kota dalam pemberian ijin dan penetapan status kelembagaan Rumah
Sakit. Bahkan dalam kelembagaan Rumah Sakit, dalam waktu yang bersamaan
dapat mempunyai beberapa status, misalnya sebuah RS dapat berstatus UPT dan
sekaligus Swadana, keduanya pun pada saat itu berstatus penyelenggara PNBP.
Pernyataan ini di dasari bahwa penerapan kebijakan terkait sanksi masih
belum tersosialisasikan dengan baik. Salah satu persoalannya, sebagian besar
masyarakat, penyelenggara usaha dibidang kesehatan belum menerapkan aturan
tersebut sebagaimana mestinya. Disatu sisi petugas kesehatan kurang cermat
melihat dan menangani kasus yang terjadi seperti maraknya peredaran produk
kosmetik yang berbahaya bagi masyarakat yang menggunakannya. Penyelenggara
usaha di bidang kesehatan kulit ini memiliki izin usaha untuk menjual
dagangannya. Sudah seharusnya menjadi suatu penilaian bahwa petugas

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 20


kesehatan tidak jeli atau kurang baik dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
fungsinya. Selain itu lemahnya aturan atau sanksi yang secara langsung member
efek jera bagi pelaku usaha dan petugas yang memungkinkan memiliki hubungan
kerjasama dengan aparat yang tidak bertanggungjawab dalam menyediakan
produk atau pelayanan dibidang kesehatan untuk masyarakat.

B. Resistensi
Dengan adanya jaminan pengawasan pemerintah pusat dan daerah terhadap
penyelanggaraan upaya kesehatan yang secara menyeluruh terhadap masyarakat
belum berdampak secara signifikan terutama pada masyarakat di daerah tertinggal
atau terpencil misalnya dari pelayanan rujukan yang terlalu rumit prosesnya dari
faskes tingkat pertama sampai faskes tingkat berikutnya yang menyebabkan
masyarakat lebih memilih pelayanan kesehatan langsung ke fasilitas tingkat kedua
yaitu langsung ke rumah sakit sehingga rujukan dapat menyusul dan menyalahi
proses dari pengawasan rujukan. Begitu juga masyarakat kalangan atas lebih
memilih tempat-tempat praktek yang lebih nyaman dan prosesnya tidak
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menikmati pelayanan kesehatan.
Ketersediaan mutu, keamanan obat, dan perbekalan kesehatan masih belum
optimal serta belum dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat. Dalam hal
tenaga kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada hampir semua jenis
tenaga kesehatan yang diperlukan. Permasalahan besar tentang SDM adalah
inefisiensi dan inefektivitas SDM dalam menanggulangi masalah kesehatan,
sehingga pembinaan dan pengawasan dalam implementasi sangat perlu
ditingkatkan melalui daya dukung berupa kerjasama yang baik antara pemerintah,
warga, petugas medis dan penyelenggara usaha di bidang kesehatan.

C. Masalah yang baru timbul

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 21


Terjadinya perubahan paradigma upaya pembangunan kesehatan yaitu dari
paradigma sakit yang begitu kental pada Undang-Undang Kesehatan sebelumnya
(no 23 tahun 1992) bergeser menjadi paradigma sehat. Untuk itu, sudah saatnya
kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor utama dan investasi
berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang
biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan
rehabilitatif. Dalam rangka implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan
sebuah undang-undang yang berwawasan sehat, bukan undang-undang yang
berwawasan sakit.
Kelemahan lain dari undang-undang ini adalah meski telah ditetapkan sejak
tahun 2009 silam, namun masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya.
Diperlukan upaya sosialisasi yang lebih gencar untuk membumikan undang-
undang tersebut. Karena bagaimanapun sasaran utama dari undang-undang itu
adalah masyarakat. Sehingga tujuan utama dari penetapan undang-undang dapat
tercapai. Dan masyarakat pun merasa teranyomi dan dilindungi haknya untuk
mendapat kesehatan.

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 22


BAB III
PREDIKSI

A. Prediksi “TRADE – OFF”


Analisis trade-off diawali dengan analisis stakeholders. Analisis stakeholders
yang diusulkan oleh Brown et al. (2001) adalah sistem pengumpulan informasi
dari individu atau sekelompok orang yang berpengaruh di dalam memutuskan,
mengkelompokkan informasi dan menilai kemungkinan konflik yang terjadi
antara kelompok-kelompok berkepentingan dengan areal dimana akan dilakukan
trade-off.
Stakeholders yang terlibat di dalam kebijakan ini yaitu pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, dengan mengikut sertakan peran masyarakat agar pengawasan
dalam upaya kegiatan kesehatan dapat terlaksana lebih baik begitu juga dengan
adanya pasal 181-185 diharapkan perizinan pusat-pusat kesehatan beserta
pemerataan petugas yang memenuhi standar SDM dapat diaplikasikan secara
merata.

B. Prediksi Keberhasilan
Prediksi Kebijakan merupakan upaya untuk memperkirakan berhasil tidaknya
kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah RI dalam bidang kesehatan pada
saat/dimulai sekarang sampai 3-5 tahun kedepan.Prediksi keberhasilan kebijakan

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 23


ini dapat dilihat dari gambaran pembangunan kesehatan yang telah dicapai 1-3
tahun terakhir. Gambaran pembangunan kesehatan dapat dilihat dari beberapa
kategori status kelangsungan hidup, status kesehatan dan status pelayanan
kesehatan. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka MenengahNasional
(RPJMN) 2010-2014, sasaran Pembangunan Kesehatandalam periode ini adalah
meningkatnya umur harapan hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun;
menurunnya Angka Kematian Bayidari 34 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup;
menurunnya AngkaKematian Ibu melahirkan dari 228 menjadi 118 per
100.000kelahiran hidup; dan menurunnya prevalensi gizi kurang dan giziburuk
pada anak balita dari 18,4 persen menjadi 15 persen. Berkat pelaksanaan
Pembangunan Kesehatan selama beberapadasawarsa maka derajat kesehatan
masyarakat Indonesia telahmeningkat secara bermakna. Namun disparitas derajat
kesehatanmasyarakat antar kawasan, antar kelompok masyarakat, danantar tingkat
sosial ekonomi masih dijumpai. Peningkatan derajat kesehatan dari tahun ke
tahun bukan hanya disebabkan karena terbentuknya Undang-Undang No.36
Tahun 2009, tapi merupakan hasil dari kinerja semua sector yang terkait dalam
bidang kesehatan. Sebuah aturan tidak akan bermakna jika tidak ada aplikasi yang
dilakukan oleh para pelaku Undang-Undang. 

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 24


BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari Peraturan Undang – Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan pada pasal 181-185 yaitu :
Permasalahan utama pelayanan kesehatan saat ini antara lain adalah masih
tingginya disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan,
dan antara perkotaan dengan perdesaan. Secara umum status kesehatan penduduk
dengan tingkat sosial ekonomi tinggi, di kawasan barat Indonesia, dan di kawasan
perkotaan, cenderung lebih baik. Sebaliknya, status kesehatan penduduk dengan
sosial ekonomi rendah, di kawasan timur Indonesia dan di daerah perdesaan
masih tertinggal disertai dengan pengawasan dari pemerintah yang belum merata
dalam pemerataan petugas kesehatan sehingga pelayanan kesehatan di berbagai
daerah-daerah terpencil atau mesih tertinggal belum terlaksana secara maksimal.
Undang-Undang Kesehatan yang baru ini (no. 36 tahun 2009) tidak memuat
konsep yang jelas tentang “kesehatan masyarakat” Sebagaimana inti dari paradigma
sehat, yaitu pendekatan promotif dan preventif yang tentunya sasaran utamanya adalah
masyarakat. Karena masyarakat sendiri tidak dicantumkan dalam ketentuan umum
dalam undang-undang kesehatan terbaru ini, sehingga undang-undang kesehatan terlihat
hanya di peruntukkan untuk pemerintah pusat dan daerah termasuk petugas kesehatan
sebagai payung hukum untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan. Tetapi tidak

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 25


diperuntukkan untuk masyarakat sebagai pemilik kesehatan, pemilik partisipatif, pemilik
investasi kesehatan, pemilik hak asasi kesehatan dan sebagai subjek pembangunan
kesehatan. Kewajiban atau tanggung jawab masyarakat itu sendiri tidak ditemukan, yang
ada hanya peran serta masyarakat.

B. Rekomendasi
1. Perlunya nondiskriminatif terhadap setiap individu yang ingin memperoleh
pelayanan kesehatan.
2. Sebaiknya undang-undang bersifat universal dan menguntungkan semua pihak
yang terkait.
3. Untuk penegakkan hukum; Perlu adanya peran aktif pemerintah, penegak
hukum dan masyarakat sesuai dengan fungsi dan tugasnya secara proposional.
Perlunya ketegasan dalam menegakkan hukum untuk tindak pidana bagi
penyelenggara kegiatan yang melakukan pelanggaran .
4. Diperlukan niat baik dari seluruh stakeholders serta tindakan nyata terkait
dengan upaya menanggulangi peredaran produk – produk bebahaya bagi
kesehatan

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 26


Agung. 2012. Kriteria-Kriteria Dalam Menuntun Evaluasi Kebijakan. Diakses
dihttp://teori-ilmupemerintahan.blogspot.co.id, tanggal 05 Desember
2015.
Andalusia, Devi. 2015. Trade-Off Analysis Dalam Analisis Kebijakan Publik.
Diakses di http://www.kompasiana.com, tanggal 28 November
2015.

Dwiyanto. 2011. Masalah Mendasar Pelayanan Kesehatan. Diakses di


http://dwiyanto.blogspot.co.id, tanggal 05 Desember 2015.

Riswan, Muh Firyal. 2013. otonomi-daerah-dan-pembangunan-kesehatan-di-


indonesia. Diakses di http://feyyie21.blogspot.co.id, tanggal 05
Desember 2015.

Syamsiar. 2012. Kajian Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 .


Diakses di http://dwiyanto.blogspot.co.id, tanggal 05 Desember
2015.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang


Kesehatan.

Wahyudianto. 2015.Kebijakan Dalam Kesehatan. Diakses di


http://wahyudianto.blogspot.co.id, tanggal 05 Desember 2015.

Analisis UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 27

Anda mungkin juga menyukai