Anda di halaman 1dari 28

Tugas Individu

Mata Kuliah : Manajemen dan Kebijakan Kesehatan


Dosen : Dr. dr. H. Noer Bahry Noor, M.Sc

ANALISIS KEBIJAKAN UU KE SEHATAN NO.36


TAHUN 2009 (BAB I-IV, PASAL 191-195)

IRPON SARASAK
P1804215035

KONSENTRASI EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
RINGKASAN EKSEKUTIF

A. ISU DAN MASALAH PUBLIK


Isu kebijakan (publik) adalah pandangan yang berbeda tentang
masalah kebijakan serta berbagai cara untuk memecahkannya (W.N.
Dunn). Isu publik adalah suatu masalah yang telah menjadi
pembicaraan masyarakat luas, mempunyai pengaruh dalam
masyarakat, dan juga menimbulkan keresahan bagi masyarakat.
Masalah kebijakan itu sendiri adalah kebutuhan, nilai-nilai, atau
berbagai kesempatan yang tidak terealisir tetapi yang dapat dicapai
melalui tindakan publik.
Karakteristik isu:
1. Issue is a real world question or situation.
Merupakan masalah yang menjadi bahan pembicaraan
masyarakat atau masalah yang memang harus didiskusikan
masyarakat. Mempunyai makna yang ambigu tentang masalah
tersebut adalah fakta atau bukan. Apabila muncul suatu informasi
yang baru, masalah tersebut bisa menjadi berubah.
2. Multiple points of view.
Setiap orang atau setiap masyarakat memiliki perspektif
yang berbeda dalam menilai suatu isu. Stakeholders akan tetap
mempertahankan untuk menang atau kalah terhadap sesuatu yang
berwujud nyata ataupun tidak nyata seperti keuntungan, kebebasan
berbicara, dan juga pilihan.
3. Researchable.
Substansi yang berfungsi untuk menggali berbagai macam
informasi yang tersedia. Adapun sumber informasi berasal dari
berbagai macam sumber.
4. Worthy topic and personal involvement.

i
Isu membuat orang untuk mengajukan pertanyaan dan
mencari jawaban. Mempunyai pengaruh bagi seseorang atau
terhadap masyarakat.
5. Source requirements.
Minimal berasal dari tiga sumber. Dua dari tiga sumber
tersebut bukan dari World Wide Web. Misalnya saja isu tersebut
berasal dari televisi, radio, surat kabar, dan dari internet.
Pada bab XX UU No 36 Tahun 2009 mengatur tentang
ketentuan pidana untuk melindungi pemberi dan penerima jasa
pelayanan kesehatan bila terjadi pelanggaran terhadap undang-
undang ini. Pada bab ini potensi mengkriminalisasi perempuan,
termasuk menghilangkan asas praduga tak bersalah, serta
pengabaian yang trauma bila kehamilannya dilanjutkan. Misalnya
pasal 194 menyebutkan setiap orang yang sengaja melakukan
aborsi tidak sesuai ketentuan pasal 75 ayat 2 dipidana dengan
penjara paling lama 10 tahun dan denda aling banyak Rp.
1.000.000.000,-. Pada bagian ini, UU No 23 Tahun 1992 ketentuan
pidana hanya berlaku pada paramedis yang melakukan aborsi.
Sedangkan dalam UU No.36 Tahun 2009 ketentuan pidana berlaku
pada semuapihak, termasuk perempuan. Undang-undang ini hanya
mengecualikan aborsi untuk kondisi kedaruratan medis dan korban
pemerkosaan yang trauma, dengan syarat usia kehamilan di bawah
enam minggu. Untuk itu, kajian kritis diperlukan agar UU No.36
Tahun 2009 tentang kesehatan, benar-benar mengetahui
kebutuhan nyata masayarakat sehingga menjadi undang-undang
yang lahir berdasarkan respon dan isu strategis yang
berkembangdi masyarakat.
Pasal ini berisi ketentuan pidana penjara dan denda bagi
pelanggaran pelaksanaan sumber daya kesehatan dan upaya
kesehatan, yang menarik dari bab ini adalah pada Pasal
200 “Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program

ii
pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), ASI
eksklusf adalah penentu status kelangsungan dan perkembangan
Sumber Daya Manusia yang handal. Dan juga presentase
penggunaan ASI Eksklusif yang baru mencapai 25-50%. 

B. TUJUAN KEBIJAKAN
Setelah mencermati UU Kesehatan No.36 tahun 2009, terdapat
5 dasar pertimbangan perlunya dibentuk UUK yaitu pertama; kesehatan
adalah hak asasi dan salah satu unsur kesejahteraan, kedua; prinsip
kegiatan kesehatan yang nondiskriminatif, partisipatif danberkelanjutan.
Ketiga; kesehatan adalah investasi. Keempat; pembangunan
kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, dan
yang kelima adalah bahwa UUK No. 23 tahun 1992 sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum dalam
masyarakat.
Khusus pada Bab XX, tujuan kebijakannya adalah melindungi
para pasien agar cepat mendapatkan penanganan medis, melidungi
para wanita dari praktek aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan,
melindungi para pasien dari obat-obat yang tidak bermutu, melindungi
para perokok pasif serta mencerdaskan bayi dengan ASI ekslusif.

iii
C. TIPE PENDEKATAN DALAM SETIAP SIKLUS DALAM KEBIJAKAN

PENDEKATAN PERTANYAAN UTAMA TIPE INFORMASI

Empiris Adakah dan akankah ada Deskriptif dan prediktif


(fakta)

Valuatif Apa manfaatnya (nilai) Valuatif

Normatif Apakah yang harus Preskriptif


diperbuat (aksi)

Seorang analis kebijakan dapat menggunakan satu atau lebih dari


ketiga pendekatan tersebut. Namun ketika seorang analis
menggunakan ketiganya, dapat dikatakan analis tersebut telah
melampaui tujuan dari disiplin ilmu tradisional, di mana disiplin ilmu
tradisional cenderung mengabaikan berbagai nilai dan fakta yang ada
(mengabaikan pendekatan valuatif dan normative).

D. SUBSTANSI MASALAH KEBIJAKAN


Pasal 190 ayat 1. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan
pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak
memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam
keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000,00
(duaratusjuta rupiah). 2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan dan/atau kematian,
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan
denda paling banyak 1 milyar rupiah. Pasal 198 Setiap orang yang tidak
memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik

iv
kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratusjuta rupiah).
E. MASALAH YANG TIMBUL AKIBAT KEBIJAKAN
Pada Bab XX menjelaskan tentang ketentuan pidana dari praktek
kesehatan. Dalam kebijakan ini, ditemukan masalah atau banyaknya
oknum yang tidak menjalankan perintah kebijakan ini. Masalah ini
diantara lain sebagai berikut :
1. Banyaknya pasien yang tidak langsung ditangani secara baik
dikarenakan mereka merupakan masyarakat miskin, alur untuk
mendapatkan fasilitias yang baik dipersulit bagian administrasi dari
pelayanan kesehatan.
2. Banyaknya praktek malpraktek yang dilakukan oknum pelayanan
kesehatan yang tidak terungkap atau terekspos oleh media.
Terkadang masalah ini ditutup sempurna oleh oknum ini.
3. Praktek pelayanan kesehatan umumnya tidak menggunakan alat
dan teknologi untuk pengobatan.
4. Maraknya memperjualbelikan organ manusia secara ilegal lewat
media internet tanpa ditindak oleh petugas kepolisian.
5. Banyaknya kasus malpraktek, semisal contoh korban operasi
plastik, pelaku operasi plastik bukan merupakan dokter bedah dan
melakukan operasinya di salon-salon kecantikan.
6. Banyaknya pelaku aborsi meningkat dibeberapa daerah di
Indonesia ini.
7. Masih banyaknya masyarakat yang tidak sadar merokok ditempat-
tempat yang dilarang untuk merokok. Pemerintah juga tidak
menindak dengan tegas pelaku ini.
8. Kurang sadarnya seorang Ibu untuk memberikan ASI untuk
anaknya. Para Ibu lebih suka memberikan susu dengan susu botol
karena merasa lebih praktis.

F. RESISTENSI TERHADAP KEBIJAKAN

v
Dengan melihat UU No.36 Tahun 2009 pada pasal 113, bisa
disimpulkan bahwa semua zat adiktif yang mengganggu kesehatan
tidak diperbolehkan, akan tetapi tembakau tetap diperbolehkan dengan
persyaratan tertentu. Hal ini merupakan bentuk keuntungan bagi
produsen rokok di Indoseia, akan menjadi bentuk diskriminasi pada
produsen-produsen lain yang menggunakan zat adiktif.

G. PREDIKSI KEBERHASILAN
Ripley dan Franklin dalam bukunya yang berjudul Birokrasi dan
Implementasi Kebijakan (Policy Implementation and Bureaucracy)
menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan atau program
dapat ditujukan dari tiga faktor, yaitu kepatuhan, kelancaran rutinitas,
dan memberikan manfaat sesuai dengan yang diharapkan.
Persepsi kepatuhan (compliance) mengukur implementasi dari
kepatuhan strect level bereaucrats. Undang-undang No 36 Tahun 2009
Bab XX tingkat kepatuhan masyarakat yang memiliki profesi kesehatan
menurut saya belum sepenuhnya mematuhi aturan ini. Masih banyak
oknum yang tidak terekspos media massa yang melakukan
pelanggaran. Tetapi peraturan ini merupakan peraturan yang sangat
baik dan ketat yang diperuntukkan untuk semua masyarakat agar
keadilan merata pada semua tingkatan masyarakat. Prediksi
keberhasilannya sangat tinggi jikalau dilaksanakan dengan baik dan
adil, maka negara ini akan makmur.

H. KESIMPULAN - REKOMENDASI

vi
1. Kesimpulan
a) Asas Undang-Undang No.36 Tahun 2009 ialah Pembangunan
kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan
perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan,
penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender
dan nondiskriminatif dan norma-norma agama.
b) Undang-Undang No.23 Tahun 1992 dengan paradigma sakit
kemudian diubah menjadi paradigma sehat pada Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009
c) Kesehatan merupakan hak asasi manusia jadi setiap manusia
berhak memperoleh pelayanan kesehatan tanpa diskriminasi.
d) Dalam UU No.36 Tahun 2009 pasal 190-201(Bab XX) tentang
Ketentuan Pidana telah jelas menggambarkan sanksi pidana
terhadap pelanggaran hukum serta denda yang harus
dibayarkan. Denda yang sangat besar ini bertujuan untuk
memberikan efek jera bagi para pelaku, namun dalam praktek
dilapangan sangat sulit untuk mewujudkannya.

2. Rekomendasi
a. Perlunya nondiskriminatif terhadap setiap individu yang ingin
memperoleh pelayanan kesehatan.
b. Sebaiknya undang-undang bersifat universal dan
menguntungkan semua pihak yang terkait.

vii
DAFTAR ISI

Ringkasan Eksekutif.............................................................................i
Daftar Isi............................................................................................viii
BAB I Kajian Kebijakan........................................................................1
1.1 Masalah Kebijakan....................................................................1
1.2 Tujuan yang ingin dicapai.........................................................3
1.3 Kajian undang-undang secara umum.......................................3
BAB II Konsekuensi dan Resistensi.................................................10
2.1 Perilaku yang muncul..............................................................10
2.2 Resistensi................................................................................10
2.3 Masalah baru yang muncul.....................................................11
BAB III Prediksi Keberhasilan............................................................12
3.1 Bentuk prediksi keberhasilan kebijakan.................................12
3.2 Prediksi “Trade – off”..............................................................13
3.3 Prediksi keberhasilan.............................................................16
BAB IV Kesimpulan dan Rekomendasi.............................................18
4.1 Kesimpulan..............................................................................18
4.2 Rekomendasi...........................................................................18
Daftar Pustaka...................................................................................19

viii
BAB I
KAJIAN KEBIJAKAN

1.1 Masalah Dasar


1. Hal-hal yang menjadi pertimbangan disusunnya Undang-Undang
No.36 Tahun 2009 yaitu:
a. Bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah
satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan
sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan
ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan
nasional; bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya
gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan
menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan
setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga
berarti investasi bagi pembangunan negara;
c. Pihak yang menyusun Undang-Undang No.36 Tahun 2009
ialah Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Republik
Indonesia. Asas Undang-Undang No.36 Tahun 2009
ialah Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan
berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat,
pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban,
keadilan, gender dan non diskriminatif dan norma-norma
agama.

1
2. Nilai
Secara umum, nilai yang terkandung dalam UU No. 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan adalah :
a. Nilai kemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan
kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang
berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak
membedakan golongan agama dan bangsa.
b. Nilai keseimbangan yang berarti bahwa pembangunan
kesehatan harus dilaksanakan antara kepentingan individu
dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta antara material
dan sipiritual.
c. Nilai manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan harus
memberikan manfaat yang sebesar- besarnya bagi
kemanausiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap
warga negara.
d. Nilai pelindungan yang berarti bahwa pembangunan
kesehatan harus dapat memberikan pelindungan dan
kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan
kesehatan.
e. Nilai penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti
bahwa pembangunan kesehatan harus menghormati hak dan
kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan
hukum.
f. Nilai keadilan yang berarti bahwa penyelenggaraan
kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan
merata kepada semua lapisan masyarakat dengan
pembiayaan yang terjangkau.
g. Nilai gender dan nondiskriminatif berarti bahwa
pembangunan kesehatan tidak membedakan perlakuan
terhadap perempuan dan laki- laki.

2
3. Karakteristik
Karakteristik dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan;
a. Mengacu pada ketentuan umum,
b. Mengacu pada asas dan tujuan
c. Mengacu padaHak dan kewajiban
d. Mengacu pada tanggung Jawab pemerintah
4. Aktor
Beberapa aktor yang terlibat dalam pasal- pasal di bawah
ini, yaitu: Pemerintah, Masyarakat,Tenaga kesehatan

1.2 Tujuan yang Ingin Dicapai


Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan Undang-Undang
No. 36 Tahun 2009 ialah Pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
1.3 Kajian Undang-Undang Secara Umum
Membaca undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan yang dimulai dari menimbang, terdiri dari 5 dasar
pertimbangan perlunya dibentuk undang-undang kesehatan
yaitu pertama; kesehatan adalah hak asasi dan salah satu unsur
kesejahteraan, kedua; prinsip kegiatan kesehatan yang
nondiskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan. Ketiga; kesehatan
adalah investasi. Keempat; pembangunan kesehatan adalah
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, dan
yang Kelima adalah bahwa undang-undang kesehatan no 23 tahun
1992 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan dan
kebutuhan hukum dalam masyarakat Kemudian

3
mengingat ;Undang-Undang Dasar tahun 1945 Negara Republik
Indonesia dan menetapkan undang-undang kesehatan yang terbaru
ini, yang terdiri dari 22 bab dan pasal-ke pasal sejumlah 205 pasal,
serta penjelasannya. “Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 tercantum jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus
merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional
tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta
keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut
diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan
yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh
terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan
kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu
unsure kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.”
Didapatkan “satu pokok pikiran” setelah membacanya
yaitu telah ada niat ingin melakukan perubahan paradigma upaya
pembangunan kesehatan yaitu dari paradigma sakit yang begitu
kental pada Undang-Undang Kesehatan sebelumnya (No. 23 tahun
1992) bergeser menjadi paradigma sehat. “Untuk itu, sudah saatnya
kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor utama dan
investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah
paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni
paradigma kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan
preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Dalam rangka
implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah undang-
undang yang berwawasan sehat, bukan undang-undang yang

4
berwawasan sakit. Pada sisi lain, perkembangan ketatanegaraan
bergeser dari sentralisasi menuju desentralisasi yang ditandai
dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang
Pemerintahan Daerah.”
Ada niat karena setelah membaca undang-undang
kesehatan terbaru ini jelas mampu menjawab komplesitas
pembangunan kesehatan yang tidak terdapat (tertampung lagi) 
dalam undang-undang kesehatan yang lama. “Undang-Undang
tersebut memuat ketentuan yang menyatakan bahwa bidang
kesehatan sepenuhnya diserahkan kepada daerah masing-masing
yang setiap daerah diberi kewenangan untuk mengelola dan
menyelenggarakan seluruh aspek kesehatan. Sebagai tindak lanjut
dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan PemerintahNomor 38
Tahun 2007 yang mengatur tentang pembagian urusan antara
Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan perlu disesuaikan dengan semangat otonomi
daerah. Oleh karena itu, perlu dibentuk kebijakan umum kesehatan
yang dapat dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat
menjawab tantangan era globalisasi dan dengan semakin
kompleksnya permasalahan kesehatan dalam suatu Undang-Undang
Kesehatan yang baru untuk menggantikan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan”
Hanya saja Undang-Undang Kesehatan yang baru ini (no.
36 tahun 2009) tidak memuat konsep yang jelas tentang“kesehatan
masyarakat” mungkin karena undang-undang ini hanya menyangkut
tentang kesehatan saja.Sebagaimana inti dari paradigma sehat,

5
yaitu pendekatan promotif dan preventif yang tentunya sasaran
utamanya adalah masyarakat, kemudian masuk kepada induvidu
induvidu atau perorangan, tapi biasanya membatasi diri pada
induvidu atau perorangan bukan kuratif dan rehabilitative yang
sasarannya adalah dari induvidu induvidu kemudian meluas pada
masyarakat, yang seharusnya tidak bisa diklaim sebagai kesehatan
masyarakat karena sifatnya yang homogen, menyangkut
individu,masyarakat itu sendiri sifat heterogen. Bahkan masyarakat
ini sendiri tidak dicantumkan dalam ketentuan umum dalam undang-
undang kesehatan terbaru ini, sehingga undang-undang kesehatan
ini-kalau boleh saya katakan--hanya di peruntukkan untuk pemerintah
pusat dan daerah termasuk petugas kesehatan sebagai payung
hukum untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan. Tetapi
tidak diperuntukkan untuk masyarakat sebagai pemilik kesehatan,
pemilik partisipatif, pemilik investasi kesehatan, pemilik hak asasi
kesehatan dan sebagai subjek pembangunan kesehatan, SANGAT
IRONIS !!!
Masyarakat walaupun dalam undang-undang ini disebutkan
seperti pada Bab 1 Ketentuan umum pasal 1 ayat 2 menyebutkan 
“Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana,
tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan
serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.” Penjelasan
dari ketentuan umum seperti yang ada pada bab V tentang sumber
daya bidang kesehatan, bahkan keterangan lainnya pada pasal-pasal
berikutnya tentang masyarakat tidak ditemukan sama sekali, padahal
sangat jelas di atas, ada tiga penyelenggara upaya kesehatan
yaitu pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat,Apakah
mereka (Anggota DPR RI) lupa atau tidak tahu sama sekali,

6
bahwa masyarakat salah salah satu unsur dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Wallahu a’lam!?
Undang-Undang Kesehatan terbaru ini (no. 36 tahun 2009)
akan semakin kurang jelas bila dikaitkan dengan mereka yang
bekerja dalam lingkup kesehatan masyarakat karena “pengertian
kesehatan Masyarakat”, pengertian tentang “kesehatan” memang
ada dalam undang-undang ini ( Bab 1 ketentuan umum pasal 1 ayat
1 ) yaitu “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.” Namun pengertian tentang kesehatan masyarakat
sebagai kunci dari paradigma sehat sama sekali tidak ditemukan.
Orang  yang berkecimpung dalam kegiatan epidemiologi
kesehatan Ilmu yang mempelajari kesehatan masyarakat bukan
kesehatan induvidu sebagai ibu dari kesehatan masyarakat, hanya
bisa menulis bahwa Pendekatan promotif dan preventif yang
tentunya sasaran utamanya adalah masyarakat, kegiatannya dimulai
dari penggerakan pelayanan kesehatan masyarakat kemudian masuk
atau membatasi diri kepada kegiatan kesehatan induvidu-induvidu
atau perorangan. Sementara kuratif dan rehabilitative yang sasaran
kegiatannya dimulai dari kegiatan atau pelayanan kesehatan
induvidu-induvidu kemudian meluas dan tidak membatasi diri kepada
lingkup masyarakat dan mengklaim sebagai kegiatan yang mencakup
masyarakat luas alias kesehatan masyarakat. Yang jelas kuratif dan
rehabilitatif adalah pendekatan paradigma sakit yang sudah terbukti
gagal dalam proses pembangunan kesehatan Nasional.
Pada penjelasan pasal 3, sedikit dijelaskan tentang
kesehatan masyarakat, namun kalau dicermati, pasal 3 dan
penjelasannya tersebut hanya merupakan penjabaran dari pengertian
tentang “kesehatan” sebagaimana disebutkan dalam undang-
undang kesehatan terbaru ini.

7
Pasal 3. Tersebut menyatakan “Pembangunan kesehatan
bertujuan untukmeningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis.”
Penjelasannya dari Undang-undang ini  adalah
“Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk
meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari
sebelumnya. Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
mungkin dapat dicapai pada suatu saat sesuai dengan kondisi
dan situasi serta kemampuan yang nyata dari setiap orang atau
masyarakat. Upaya kesehatan harus selalu diusahakan
peningkatannya secara terus menerus agar masyarakat yang
sehat sebagai investasi dalam pembangunan dapat hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
Dalam penjelasan tersebut Pengertian atau definisi tentang
kesehatan masyarakat sama sekali tidak ditemukan, padahal dalam
Pasal 33 ayat 1 “Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas
pelayanan kesehatan masyarakat harus memiliki kompetensi
manajemenkesehatan masyarakat yang
dibutuhkan.” Namun “Apakah Kesehatan Masyarakat itu?, tidak
jelas atau belum jelas dalam undang-undang kesehatan ini. Sehingga
ketika masuk pada bab II asas dan tujuan, sebenarnya undang-
undang kesehatan ini ditujukan kepada siapa, Apakah untuk
masyarakat?, yang jelas tidak mungkin secara tersirat ditujukan
kepada masyarakat tetapi karena tidak tersurat, sehingga undang-
undang hanya ditujukkan kepada pemerintah untuk
menyelenggarakan pembangunan kesehatan.
Bab-bab lainnya dan pasal-pasal selanjutnya misalnya bab
III tentang Hak dan Kewajiban, pada bagian pertama tentang hak

8
hanya berisi hak-hak perorangan tentang kesehatan, nanti pada
bagian kedua tentang kewajiban berisikan kewajiban kesehatan
terhadap diri sendiri, masyarakat dan wawasan lingkungan sehat.
“Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya
kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan.”
Namun demikian Kewajiban atau tanggung jawab masyarakat itu
sendiri tidak ditemukan, sekali lagi tidak ditemukan yang ada
hanyalah tanggung jawab pemerintah, seperti yang diuraikan dalam
bab IV.
.

9
BAB II
KONSEKUENSI DAN RESISTENSI

2.1   Perilaku yang Muncul


Dengan adanya Undang-Undang No.36 Tahun 2009
menunjukkan bahwa tingginya tingkat perhatian pemerintah terhadap
peningkatan derajat kesehatan di Indonesia. Dengan adanya
Undang-Undang tersebut memberikan perubahan paradigma baru
yaitu paradigm sehat yang berarti bahwa lebih promosi dan
pencegahan kesehatan tanpa melupakan kuratif dan rehabilitatif. Ini
memberikan indikasi bahwa dengan adanya paradigm seperti itu
akan merubah perilaku masyarakat dan akan mengurangi angka
kesakitan dan kematian.
2.2 Resistensi
 Bentuk
Pasal 194 Maraknya aborsi ilegal ini juga dilatarbelakangi
oleh “hukum sosial”. Satu hal yang membuat “bisnis aborsi” ini
berbeda dengan bisnis narkoba. “Hukum” yang dimaksud di sini
tidak berasosiasi dengan punishment, namun lebih pada suatu
“mekanisme sosial” yang membuat sejumlah orang melakukan
tindakan tertentu sebagai bentuk adaptasi. Dalam konteks
aborsi, hal ini sangat jelas terlihat dari adanya “tekanan sosial”
yang membuat aborsi menjadi pilihan.

 AKTOR
Semua masyarakat terlibat, baik pemerintah, swasta, dan
masyarakat umum.
 SUMBER
Undang-undang No 36 Tahun 2009 Bab XX tentang
Ketentuan Pidana.

10
 INTENSITAS
Menurut saya pasal 191-195 dalam undang-undang No.36
tahun 2009 tentang kesehatan belum ditegakkan secara adil dan
merata di bumi Negara Republik Indonesia.

2.3    Masalah Baru yang Timbul


Pasal 192 Kebutuhan ekonomi terkadang mendesak
seseoranguntuk mencari cara mendapatkan uang secara instan.
Beberapa tahun belakangan ini, media sosial sangat merajai dunia.
Segala aspek jual beli memudahkan produsen konsumen
melaksanakan jual beli itu. Beberapa oknum yang tidak bertanggung
jawab membuka situs jual beli organ manusia. Masyarakat yang
awam diimingi imbalan yang sangat besar untuk menjual organnya.
Padahal ini merupakan pelanggaran UU kesehatan ini. Praktek ini
sulit diberantas karena praktek mereka sangat tersusun rapih dan
tidak mudah dilacak.
Pasal 194 Martabat yang tertera dalam pribadi manusia dan
hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga
manusia menjadi dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian.
Mengingat janin adalah manusia, maka ia memiliki martabat dan
mengemban hak-hak asasi yang sama dengan kita, terutama hak
untuk hidup. Menyerang janin dengan aborsi berarti menyerang
martabat yang melekat pada kemanusiaan sesama

11
BAB III
PREDIKSI KEBERHASILAN

3.1 Bentuk Prediksi Keberhasilan Kebijakan


Prediksi Kebijakan merupakan upaya untuk memperkirakan
berhasil tidaknya kebijakan yang telah dibuat
oleh Pemerintah RI dalam bidang kesehatan pada saat/dimulai
sekarang sampai 3-5 tahun kedepan.Prediksi keberhasilan
kebijakan ini dapat dilihat dari gambaran pembangunan
kesehatan yang telah dicapai 1-3 tahun terakhir. Gambaran
pembangunan kesehatan dapat dilihat dari beberapa kategori
status kelangsungan hidup, status kesehatan dan status
pelayanan kesehatan.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka
MenengahNasional (RPJMN) 2010-2014, sasaran Pembangunan
Kesehatandalam periode ini adalah meningkatnya umur harapan
hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun; menurunnya Angka
Kematian Bayidari 34 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup;
menurunnya AngkaKematian Ibu melahirkan dari 228 menjadi 118
per 100.000kelahiran hidup; dan menurunnya prevalensi gizi
kurang dan gizi buruk pada anak balita dari 18,4 persen menjadi 15
persen. Berkat pelaksanaan Pembangunan Kesehatan selama
beberapadasawarsa maka derajat kesehatan masyarakat
Indonesia telahmeningkat secara bermakna. Namun disparitas
derajat kesehatanmasyarakat antar kawasan, antar kelompok
masyarakat, danantar tingkat sosial ekonomi masih
dijumpai. Peningkatan derajat kesehatan dari tahun ke tahun bukan
hanya disebabkan karena terbentuknya Undang-Undang No.36
Tahun 2009, tapi merupakan hasil dari kinerja semua sector yang
terkait dalam bidang kesehatan. Sebuah aturan tidak akan

12
bermakna jika tidak ada aplikasi yang dilakukan oleh para pelaku
Undang-Undang.
 3.2 PREDIKSI “TRADE-OFF”

Sanksi pidana adalah salah satu bentuk dari sanksi hukum, yakni
akibat tertentu yang dapat (seharusnya) dikenakan kepada seseorang karena
perbuatannya yang memenuhi syarat –syarat yang ditetapkan dalam kaidah
Hukum Pidana. Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu pada
dasarnya adalah perbuatan yang langsung menindas martabat manusia
dan/atau membahayakan eksistensi masyarakat manusia. Karena itu, sanksi
pidana (biasa disebut hukuman) adalah berupa pengenaan penderitaan atau
hal yang dirasakan sebagai hal yang tidak enak (merugikan) bagi yang
dikenai. Pengenaan penderitaan kepada seseorang oleh Negara menuntut
pertanggungjawaban. Agar dapat dipertanggungjawabkan, maka pertama-
tama sanksi pidana itu harus merupakan pernyataan secara konkret tentang
penilaian masyarakat terhadap perbuatannya yang dilakukan oleh terpidana,
bahwa perbuatan itu buruk, menindas martabat sesamanya dan
membahayakan eksistensi masyarakat manusia yang sehat. Kedua, sanksi
pidana harus merupakan peringatan agar orang menjauhi perbuatan yang
dapat membawa akibat pengenaan pidana itu (perbuatan yang dinilai buruk,
dst.). Ketiga, pengenaan pidana itu harus diarahkan untuk mendorong
terpidana agar mengaktualisasikan  nilai-nilai kemanusiaannya sehingga
akan mampu mengendalikan kecenderungan-kecenderungan yang negatif.
Syarat rumusan pidana yaitu limitatif;jelas;tidak membuka kemungkinan
interpretasi ganda/multi-interpretable; Feasible  untuk diimplementasikan;
mengacu pada ketentuan umum  hukum pidana, kecuali ditentukan lain
dalam Undang Undangnya. Tujuan pemidaan yaitu mencegah dilakukannya
tindak pidana; memasyarakatkan terpidana; menyelesaikan
konflik;memulihkan keseimbangan;mendatangkan rasa damai pada
rakyat; membebaskan rasa bersalah pada Terpidana

13
Pada UU Kesehatan no 36 tahun  2009 pada psal 191-195 ini terdapat 2
sanksi utama bagi pelaku kriminalitas dalam kesehatan, yaitu pidana penjara
dan denda. Penjara mulai dari yang paling singkat selama 1 tahun (pasal 191
tentang praktik pelayanan kesehatan tradisional) dan yang paling lama 10
tahun (pasal 193-194). Dalam tinjauan hukum, terdapat beberapa bentuk
hukuman. Tetapi yang sering dilaksanakan dalam peradilan Indonesia adalah
hukuman penjara dan denda. Padahal pelaksanaan dari hukuman tersebut
tidak maksimal memberikan efek jera bagi para pelaku maupun calon pelaku.
Belum lagi ditambah dengan pelaksanaan hukum yang masih jauh dari
harapan. Hukuman bisa diperjual-belikan dan dipermainkan sesuka hati oleh
para mafia peradilan. Di negara-negara maju, terdapat salah satu bentuk
hukuman yaitu kerja sosial. Menurut penulis, alternatif ini layak
dipertimbangkan sebagai salah satu bentuk hukuman yang bernilai produktif.
Dimana pelaku tindak kriminal harus melakukan pengabdian kepada
masyarakat sebagai balasan dari perbuatannya yang telah merugikan
masyarakat
Sebagaimana peraturan-peraturan lainnya, hal yang paling penting
digarisbawahi adalah pelaksanaan dari undang-undang tersebut. Yang
seharusnya konsisten sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Tanpa tawar-
menawar ataupun permainan di kalangan penegak hukum. Karena kesehatan
adalah hal yang sangat vital bagi seorang manusia. Dengan kesehatan,
seseorang dapat memberikan karya terbaiknya bagi masyarakat. Sudah
selayaknya, jika kesehatan seseorang maupun masyarakat mendapat
perlindungan hukum yang seharusnya
Prediksi Trade-off adalah situasi dimana seseorang harus membuat
keputusan terhadap dua hal atau mungkin lebih, mengorbankan salah satu
aspek dengan alasan tertentu untuk memperoleh aspek lain dengan kualitas
yang berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari sangat wajar sekali bila kita
menghadapi pilihan yang harus dipertimbangkan dengan matang. Prediksi
trade off juga dapat digunakan dalam melihat suatu kebijakan kesehatan yang

14
tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya yang tertuang
dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.
Dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di
masyarakat dan dari segi teori, penyelenggaraan pelayanan kesehatan wajib
mendapat perhatian khusus oleh pemerintah dan mengusahakan aksesbilitas
untuk setiap warga negara Indonesia. Sebagaimana dalam ketentuan tertulis
pada Pasal 4, UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyebutkan
bahwa “ Setiap orang berhak atas kesehatan ”. Tanpa mengesampingkan
setiap ketentuan tertulis dari peraturan perundang-undangan yang berlaku,
terdapat fakta di lapangan yang tidak sesuai dengan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang tertuang dalam undang-undang. Misalnya masih
terdapat pembedaan pemberian pelayanan terhadap masyarakat miskin dan
kaya.
Pasal 194 mengenai pengawasan aborsi oleh Pemerintah dengan sanksi
yang tegas pun belum membuat para pelaku aborsi provokatus jera.Sanksi
tersebut hanya sebuah tulisan yang belum teralisasikan dengan baik. Kasus-
kasus pengguguran kandungan banyak ditemukan di masyarakat, namun yang
diproses ditingkat Pengadilan hanya sedikit sekali, antara lain disebabkan
sulitnya para penegak hukum dalam mengumpulkan bukti-bukti yang dapat
menyeret pelaku abortus provokatus ke meja hijau. Realitas seperti ini dapat
dipahami karena aborsi tidak memberikan dampak nyata sebagaimana tingkat
pidana pembunuhan yang secara riil dapat diketahui akibatnya. Aborsi baik
proses dan hasilnya lebih bersifat pribadi, sehingga sulit dideteksi. Perkara
aborsi atau pengguguran kandungan di Indonesia capai 2,5 juta kasus per
tahun. Kasus aborsi ini tersebar secara merata, baik di wilayah-wilayah
perkotaan maupun perdesaan. Baik itu dilakukan oleh tenaga kesehatan atau
dukun.
Pasal 199 tentang kawasan bebas rokok. Secara tertulis terpampang
bahwa beberapa kawasan bebas asap rokok. Kadang kita melihatnya di
instansi pelayanan kesehatan, namun sayangnya banyak pelanggaran terjadi.

15
Seperti yang diketahui bahwa perokok aktif terkena dampak lebih berbahaya
daripada perokok aktif.
3.3 PREDIKSI KEBERHASILAN
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan
berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya
manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta
pembangunan nasional.
Di dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009, segala
aspek penyelenggaraan kesehatan masyarakat telah dibahas lengkap, mulai
dari pasal 34 yang membahas tentang pimpinan penyelenggaraan fasilitas
pelayanan kesehatan perseorangan harus memiliki kompetensi manajemen
kesehatan perseorangan yang dibutuhkan.
Pasal 196 berkaitan dengan pengamanan dan penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan. Penyelenggaraan yang dilakukan pemerintah
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan khasiat/manfaat. Pengamanan sediaan
farmasi dan alat kesehatan dilakukan sejak mulai produksi, peredaran sampai
penggunaan agar tidak membahayakan masyarakat. Sediaan farmasi dan alat
kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar. Dimana
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dapat diberi izin edar dalam bentuk
persetujuan pendaftaran yang harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan,
dan kemanfaatan. Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan
memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang telah memperoleh izin edar yang kemudian terbukti tidak memenuhi

16
pesyaratan, keamanan, dan kemanfaatan dapat disita dan dimusnahkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun berbicara tentang prediksi keberhasilan,Undang-Undang
Kesehatan No 36 Tahun 2009 ini belum menunjukkan keberhasilan
sepenuhnya. Masih terdapatnya kekurangan-kekurangan yang perlu
peninjauan kembali. Undang-Undang Kesehatan yang baru ini (no. 36 tahun
2009) tidak memuat konsep yang jelas tentang “kesehatan masyarakat”
mungkin karena undang-undang ini hanya menyangkut tentang kesehatan
saja. Sebagaimana inti dari paradigma sehat, yaitu pendekatan promotif dan
preventif yang tentunya sasaran utamanya adalah masyarakat, kemudian
masuk kepada individu-individu atau perorangan, tapi biasanya membatasi
diri pada induvidu atau perorangan, bukan kuratif dan rehabilitative yang
sasarannya adalah dari induvidu-induvidu kemudian meluas pada
masyarakat, yang seharusnya tidak bisa diklaim sebagai kesehatan
masyarakat karena sifatnya yang homogen, menyangkut individu, masyarakat
itu sendiri sifat heterogen. Bahkan masyarakat ini sendiri tidak dicantumkan
dalam ketentuan umum dalam undang-undang kesehatan terbaru ini, sehingga
undang-undang kesehatan ini hanya di peruntukkan untuk pemerintah pusat
dan daerah termasuk petugas kesehatan sebagai payung hukum untuk
menyelenggarakan pembangunan kesehatan. Tetapi tidak diperuntukkan
untuk masyarakat sebagai pemilik kesehatan, pemilik partisipatif, pemilik
investasi kesehatan, pemilik hak asasi kesehatan dan sebagai subjek
pembangunan kesehatan.

17
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1  Kesimpulan
1. Asas Undang-Undang No.36 Tahun 2009 ialah Pembangunan
kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan,
keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap
hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan
norma-norma agama.
2. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 dengan paradigma sakit
kemudian diubah menjadi paradigma sehat pada Undang-Undang
No. 36 Tahun 2009
3. Kesehatan merupakan hak asasi manusia jadi setiap manusia
berhak memperoleh pelayanan kesehatan tanpa diskriminasi.
4. Dalam UU No.36 Tahun 2009 pasal 190-201(Bab XX) tentang
Ketentuan Pidana telah jelas menggambarkan sanksi pidana
terhadap pelanggaran hukum serta denda yang harus dibayarkan.
Denda yang sangat besar ini bertujuan untuk memberikan efek
jera bagi para pelaku, namun dalam praktek dilapangan sangat
sulit untuk mewujudkannya.

4.2     Rekomendasi
1.  Perlunya nondiskriminatif terhadap setiap individu yang ingin
memperoleh pelayanan kesehatan.
2. Sebaiknya undang-undang bersifat universal dan
menguntungkan semua pihak yang terkait.

18
DAFTAR PUSTAKA

Http://arali2008.wordpress.com/2010/01/19/membaca-undang-undang-
republik-Indonesia-nomor-36-tahun-2009-tentang-kesehatan/akses 4
Desember 2015.

Kinerja Kemenkes 2009-2011.Kemenkes.com. Akses Desember 2015

Undang-ndang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan.http://www.djpp.dephumkam.go.id. [Diakses tanggal 4
Desember 2015].

Upaya Pemerintah Kendalikan Dampak Merokok.jaring.news.com.akses 4


Desember 2015

19

Anda mungkin juga menyukai