FITRIAH
P1804215007
KONSENTRASI EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
1
RINGKASAN EKSEKUTIF (BAB 1 s/d BAB IV)
BAB I
KETENTUAN UMUM
2
partisipatif, pemilik investasi kesehatan, pemilik hak asasi kesehatan, dan sebagai
subjek pembangunan kesehatan.Indonesia sebagai negara berkembang masih
dihadapkan pada masalah rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN KESEHATAN
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional maka diselenggarakanlah upaya
kesehatan yaitu dari paradigma sakit yang begitu kental pada Undang-Undang
Kesehatan sebelumnya (no 23 tahun 1992) bergeser menjadi paradigma sehat pada
Undang – Undang No 36 Tahun 2009. Setiap orang berhak atas kesehatan, akses atas
sumber daya, pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau; menentukan
sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan, lingkungan yang sehat, informasi dan
3
BAB IV
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
BAB VI
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
4
masyarakat sebagai sasaran utama dalam upaya kesehatan. Berdasarkan hal tersebut
maka penulis merasa perlu dijelaskan lagi secara mendetail tentang konsep
masyarakat yang dimaksud dalam undang-undang kesehatan ini.
5
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN SAMPUL ………………..………………………………………….............…….………… 1
RINGKASAN EKSEKUTIF ………………………………………………………………………………. 2
DAFTAR ISI ………………………….………………………….…………………………………………… 6
BAB I KAJIAN KEBIJAKAN …………………………………………………………………………. 7
A. Pengantar ……………………………………………………………………….………………………….. 7
B. Kelebihan dan Kelemahan UU No.36/2009..…………………………………………………… 8
1. Kelebihan ………………………………………………………….………………………….…. 8
2. Kelemahan …………………………………….………………………………………………. 9
C. Masalah Dasar ……………………………………………………………………………….…….. 10
D. Tujuan Yang Ingin Dicapai ………………..……………………………………..…………. 10
E. Substansi Kebijakan (Isi Utama) ………..…………………………………………………. 11
F. Ciri Kebijakan …………………………………..…………………………………..…………….. 12
1. Kriteria Kebijakan ……………………..…………………………………………………… 12
2. Tipe Pendekatan ………………………..……………………………………………………. 12
3. Pasal yang Bermasalah ………..……………………………………………….…………. 12
BAB II KONSEKUENSI DAN RESISTENSI ..……………………………….….. 13
A. Perilaku Yang Muncul …………………..…………………………………………….…………. 13
1. Perilaku Posistif ……………………..………………………………………….…………….. 13
2. Perilaku Negatif …………………..…………………………………………………………. 13
B. Resistensi …………………………………………………………………………………..………. 13
1. Bentuk ……………………………………………………………………………………...… 14
2. Aktor ………………………………………………………………………………………….. 14
3. Sumber ……………………………………………………………………………………….. 15
4. Intensitas ………………………………………………………………………………..……. 15
C. Masalah Baru yang Muncul ………………………………………………………..………….. 15
BAB III PREDIKSI……………………………………………………………….………………. 16
A. Prediksi “Trade Off” …………………………………………………..………………..………. 16
B. Prediksi Keberhasilan …………………………………………..………………………………. 17
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……………………………………….……. 18
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………………………... 18
B. Rekomendasi ………………………………………………………………………………...…….. 18
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………………. 19
6
KAJIAN PASAL 51 S/D PASAL 55
BAB I
KAJIAN KEBIJAKAN
A. PENGANTAR
7
menjadi pemeran/penanggung jawab utama dalam menjamin kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sistem perencanaan dan penganggaran departemen kesehatan belum optimal
(alokasi pembiayaan kesehatan yang masih rendah). Selain itu, Ketidakmerataan,
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu juga terlihat belum optimal.
Disparitas ini, terjadi antar antar wilayah, geografi, urban Vs rural., dll, yang mungkin
dapat disebabkan oleh Jumlah SDM kesehatan yang kurang dan distribusi yang tidak
merata. Fasilitas kesehatan, Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang aman,
bermanfaat dan bermutu belum sepenuhnya tersedia secara merata dan terjangkau
oleh masyarakat.
Hal ini dapat dikaitkan dengan masih rendah atau belum optimalnya upaya
kesehatan yang diberikan kepada masyarakat karena tidak didukung oleh sumber daya
yang memadai sehingga masih banyaknya cakupan atau capaian kesehatan yang
masih dibawah standar atau indicator yang ditetapkan seperti belum tercapainya
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan dan Masih rendahnya capaian
Millennium Development Goals (MDGs).
1. Kelebihan
a. Perubahan Paradigma yaitu dari paradigma sakit yang begitu kental pada UU
Kesehatan sebelumnya (UU No.23 tahun 1992), bergeser menjadi paradigma
sehat. Yakni paradigma kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan
preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitative. Dalam rangka
implementasi paradigm sehat tersebut, dibutuhkan sebuah undang-undang
yang berwawasan sehat, bukan undang-undang yang berwawasan sakit.
b. UU Kesehatan No.36/2009 mampu menjawab kompleksitas pembangunan
kesehatan yang tidak terdapat/tertampung lagi dalam UU kesehatan yang
lama. Dalam UU Kesehatan yang baru memuat ketentuan yang menyatakan
bahwa bidang kesehatan sepenuhnya diserahkan kepada daerah masing-
masing yang setiap daerah diberi kewenangan untuk mengelola dan
8
menyelenggarakan seluruh aspek kesehatan. Sebagai tindak lanjut
perkembangan ketatanegaraan yang bergeser dari sentralisasi menuju
desentralisasi yang ditandai dengan diberlakukannya UU Nomor 32 tahun
2004 tentang pemerintahan daerah, sebagaimana telah diubah terakhir
dengan UU nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor
32 tentang Pemerintahan Daerah. Sebagai tindak lanjutnya pemerintah telah
mengeluarkan PP No.38/2007 yang mengatur tentang pembagian urusan
antara Pemerintah, Pemprov dan Pemkab/pemkot.
2. Kelemahan
a. Tidak memuat konsep yang jelas tentang kesehatan masyarakat, menurut
kami mungkin karena UU ini hanya menyangkut tentang kesehatan saja.
Sebagaimana inti dari paradigma sehat, yaitu pendekatan promotif dan
preventif yang tentunya sasaran utamanya adalah masyarakat, kemudian
masuk kepada individu-individu/perorangan, tapi biasanya membatasi diri
pada individu atau/perorangan bukan kuratif dan rehabilitatif yang
sasarannya adalah dari individu kemudian meluas pada masyarakat, yang
seharusnya tidak bisa diklaim sebagai kesehatan masyarakat karena
sifatnya yang homogen, menyangkut individu.
b. UU No.36 tahun 2009, UU Kesehatan terbaru, pemaknaannya akan
semakin kurang jelas bila dikaitkan dengan mereka yang bekerja dalam
lingkup kesehatan masyarakat, karena pengertian kesehatan masyarakat,
pengertian tentang kesehatan memang ada dalam UU ini (bab I
Ketentuan umum pasal 1 ayat 1) yaitu, kesehatan adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, mental, spiritual maupun social yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis. Namun
pengertian tentang kesehatan masyarakat sebagai kunci dari paradigma
sehat sama sekali tidak ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa
pemerintah menempatkan Upaya Kesehatan sebagai hal yang Urgen dan
strategis untuk Penanganan Masalah kesehatan ibu, bayi, anak,remaja,
lanjut usia, dan penyandang cacat.
9
C. MASALAH DASAR
Dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, Khususnya pada BAB
VI tentang Upaya Kesehatan dibahas lebih rinci terkait penyelenggaraan
kesehatan dengan kegiatan : pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan
tradisional, peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan, kesehatan reproduksi, keluarga berencana,
kesehatan sekolah, kesehatan olahraga, pelayanan kesehatan pada bencana,
pelayanan darah, kesehatan gigi dan mulut, penanggulangan gangguan
penglihatan dan gangguan pendengaran, kesehatan matra, pengamanan dan
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanan makanan dan
minuman, pengamanan zat adiktif; dan/atau, bedah mayat.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah menempatkan Upaya Kesehatan
sebagai hal yang Urgen dan strategis untuk Penanganan Masalah kesehatan
ibu, bayi, anak,remaja, lanjut usia, dan penyandang cacat. Namun dalam hal
Upaya Kesehatan masyarakat tidak memuat konsep yang jelas terkait dengan
Kesehatan masyarakat hal ini tidak sejalan dengan pendekatan Paradigma sehat
yang menjadi salah satu dasar lahirnya undang-undang ini yaitu pendekatan
promotif dan preventif.yang menempat masyarakat sebagai sasaran utama
dalam upaya kesehatan. Berdasarkan hal tersebut maka penulis merasa perlu
dijelaskan lagi secara mendetail tentang konsep masyarakat yang dimaksud
dalam undang-undang kesehatan ini.
10
E. SUBSTANSI KEBIJAKAN (ISI UTAMA)
Pasal 51
Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Paragraf Kesatu
Pemberian Pelayanan
Pasal 52
1) Pelayanan kesehatan terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan
b. pelayanan kesehatan masyarakat.
2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.
Pasal 53
Pasal 54
Pasal 55
12
KONSEKUENSI DAN RESISTENSI
A. PERILAKU YANG MUNCUL
1. Perilaku Positif
a. Adanya kewenangan Pemerintah Daerah dalam menentukan Upaya
Kesehatan, jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Adanya suatu Delegation of authority terhadap Upaya Kesehatan &
perbekalan kesehatan kepada Menteri Kesehatan.
c. Adanya harapan baru tentang upaya-Upaya Kesehatan yang dikembangkan
dan dimanfaatkan sendiri sesuai dengan kebutuhan masyarakat
2. Perilaku Negatif
a. Adanya perbedaan sudut pandang dan interpretasi yang berbeda-beda,
seolah-olah UU No 36/2009 diperuntukkan untuk petugas kesehatan dan
pemerintah, tidak mewakili masyarakat sebagai pemilik kesehatan, pemilik
partisipasi, pemilik investasi kesehatan, pemilik hak asasi kesehatan,
maupun sebagai subjek pembangunan kesehatan.
b. Dengan penafsiran acontrario dapat dikatakan bahwa siapapun tidak boleh
menghalangi seseorang untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Namun
pada kenyataannya, beberapa Rumah Sakit Pemerintah masih ada yang
menolak untuk merawat pasien miskin. Hal ini menunjukkan bahwa
pemerintah kurang optimal melaksanakan fungsinya dengan baik sebagai
pengawas dan pembina unit pelaksana teknis pelayanan kesehatan.
c. Adanya Kegiatan politik oleh penguasa yang menunggangi pelaksanaan
kegiatan upaya kesehatan sebagai upaya untuk mencapai Tujuan Politiknya.
B. RESISTENSI
Resistensi adalah perilaku (pemikiran, niat, sikap, maupun tindakan),
yang disadari (disengaja) ataupun tak disadari (tak disengaja), yang secara
langsung maupun tidak langsung, menentang terhadap kebijakan (sebagian isi
kebijakan atau keseluruhan materi kebijakan) antara lain :
1. Bentuk
13
Gugatan terhadap kebijakan pemerintah seperti pada pada Bab VI Pasal 53
(ayat 1) “Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan
lainnya”. Dimana pada pelaksanaannya perlu perhatian khusus terhadap tenaga
kesehatan untuk melindungi diri dari bahaya penularan penyakit dari pasien yang
berisiko.
2. Aktor
Yang berperan penting dalam lahirnya resistensi dengan kebijakan ini adalah
mereka yang terkait langsung dengan pelayanan publik.
Berikut kami gambarkan Aktor yang terlibat dalam sebuah kebijakan:
14
1) mengancam eksistensi (kedudukan sospol);
2) mengancam sumber ekonomi;
3) kurang informasi;
4) ketidakmampuan;
5) kepentingan kelompok; dan
6) politik.
Secara Umum dapat dikatakan bahwa sumber resistensi pada kebijakan yang
kami kaji ini adalah bersumber dari kurangnya informasi dan ketidakmampuan.
Pemerintah wajib member perhatian terhadap keselamatan diri tenaga
kesehatan.
4. Intensitas
Resistensi terhadap kebijakan ini akan senantiasa ada dengan intensitas yang
tinggi karena publik lebih melihat sisi dimana mereka perlu diutamakan
dibandingkan kepentingan laian termasuk keselamatan tenaga kesehatan
sebagai penolong.
BAB III
PREDIKSI
15
A. PREDIKSI (TRADE-OFF)
Analisis kecenderungan umumnya digunakan untuk tujuan perencanaan
siklus 5 tahunan, biasanya untuk memperbaiki tujuan umum, memperbaiki
kebijakan dll. Ramalan 5 tahunan tentu lebih mudah, lebih tepat dibanding prediksi
25 tahunan. Semakin jauh prediksi (misalnya 20 tahun) semakin sulit dilakukan dan
biasanya semakin kabur.
Pasal pada Bab VI diprediksi akan mengalami kegagalan:
1. Pasal 51 Ayat 1 Upaya kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya bagi individu atau masyarakat
2. Pasal 52 Ayat 1 Pelayanan kesehatan terdiri atas: pelayanan kesehatan
perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
3. Pasal 53 Ayat 3 Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding
kepentingan lainnya.
Pasal tersebut tidak menjelaskan secara mendetail tentang konsep
Kesehatan masyarakat yang dimaksud. Pemerintah sedang mencanangkan
program pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui Jamkesmas dan atau
BPJS PBI, namun program ini belum tercantum dalam UU Kesehatan. Pada pasal
berikutnya Tidak diatur tentang pentingnya tenaga kesehatan melindungi diri dari
dampak negatif akibat kontak dengan pasien yang berisiko.
Pemberian layanan kesehatan terhadap individu pada kenyataannya
mendahulukuan kelengkapan berkas, sehingga individu (Pada beberapa kasus)
yang tidak memiliki berkas pada saat berobat tidak didahulukan atau bahkan tidak
dilayani. Masalah ini lambat laun akan menjadi penyebab tidak berhasilnya
penerapan kebijakan pemerintah khusunya pada pasal di atas.
B. PREDIKSI KEBERHASILAN
16
Arah kebijakan pembangunan kesehatan yang mengutamakan promotif
dan preventif dengan tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Berdasarkan hal tersebut, di dalam UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan telah
mencakup semua aspek tersebut di atas. Oleh karena itu, jika kebijakan dalam
undang-undang tersebut dilaksanakan secara efektif, kemungkinan akan dapat
mengalami keberhasilan tapi pada kenyataannya dilapangan hamper semua
program kegiatan lebih focus dan lebih banyak pada upaya kuratif dan rehabilitative,
sehingga masih terindikasi fokusnya pada konsep dan paradigma “sakit” bukan
konsep dan paradigm “Sehat” sebagaimana yang seharusnya.
BAB IV
17
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
1. Pergeseran kebijakan pembangunan kesehatan dari pendekatan kebutuhan
(need) kearah pendekatan berlandaskan hak (right based)
2. Sumberdaya kesehatan terutama tenaga kesehatan, dana dan peralatan medis
belum mencukupi sesuai standar kebutuhan
3. Masih adanya kesenjangan terhadap akses dan kualitas pelayanan antar
daerah, kota dan desa dan daerah pedalaman.
4. Adanya kesenjangan terhadap pemberian layanan kesehatan pada masyarakat
dengan status ekonomi yang berbeda.
5. Pemberian layanan kesehatan terhadap individu pada kenyataannya
mendahulukuan kelengkapan berkas, sehingga individu (Pada beberapa kasus)
yang tidak memiliki berkas pada saat berobat tidak didahulukan atau bahkan
tidak dilayani.
B. REKOMENDASI
1. Penjabaran UU No 36 tahun 2009 khususnya Bab VI tentang Upaya Kesehatan
di Bidang Kesehatan, dalam bentuk peraturan perundang-undangan di
bawahnya, hendaknya lebih mempertajam pemberdayaan masyarakat, baik
sebagai objek maupun subjek pembangunan kesehatan.
2. Pemerintah sedang mencanangkan program pelayanan kesehatan masyarakat
miskin melalui Jamkesmas dan atau BPJS PBI, program ini sebaiknya dijelaskan
lebih detail dalam UU Kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
18
Dunn WN., 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi kedua. Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press.
st
IOM, 2002. The future of the public’s health in the 21 century. http://www.nap.edu
Suryanto BA., 2011. Jamkesmas : Program Kerakyatan atau Neolib. Koran Republika, 18
Juli 2011.
19