Anda di halaman 1dari 26

Tugas Makalah Individu

Mata Kuliah : Manajemen dan Kebijakan Kesehatan


Dosen : Dr. dr. H. Noer Bahry Noor, M.Sc

REVIEW KEBIJAKAN UNDANG-UNDANG


NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
(Pasal 176 – Pasal 180),

Disusun Oleh :
Sri Wahyuni
P1804215032

KONSENTRASI EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015

i
Ringkasan Eksekutif

Isu dan Masalah Publik:

Kesehatan merupakan hak fundamental bagi warga negara dalam kehidupan


berbangsa dan bernegara. Untuk mewujudkan hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N)
tahun 2005-2025 dinyatakan bahwa untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing, maka
pembangunan nasional harus diarahkan untuk mengedepankan pembangunan sumber daya
manusia yang bekualitas dan memiliki daya saing. Dalam upaya membentuk sumber daya
manusia yang berkualitas dan memiliki daya saing, maka pembangunan kesehatan perlu
diarahkan pada peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Derajat
kesehatan merupakan pilar utama bersama-sama dengan pendidikan dan ekonomi yang
sangat erat dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, sehingga diharapkan akan
tercipta sumber daya manusia yang tangguh, produktif, dan mampu bersaing untuk
menghadapi semua tantangan yang akan dihadapi. Untuk itu diperlukan perencanaan program
yang bersifat inovatif, dan sebuah produk hukum yang memiliki sifat mengikat dan mengatur
segala aspek kehidupan dibidang kesehatan yaitu Undang-Undang Kesehatan. Undang-
Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, merupakan revisi dari Undang-Undang
Kesehatan nomor 23 tahun 1992, yang disahkan pada tanggal 13 Oktober 2009 dan mulai
berlaku secara resmi tanggal 30 Oktober 2009.

Bab I tentang ketentuan umum memuat batasan dan pokok pikiran yang dijabarkan
secara rinci di dalam materi undang-undang. Bab II tentang asas dan tujuan. Dalam bab ini
mengatur asas dan tujuan pembangunan kesehatan, sebagai landasan dan arah bagi
pembangunan kesehatan guna meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
ekonomis dan sosial (Pasal 2 dan 3). Arah kebijakan pembangunan kesehatan adalah
mengutamakan upaya pelayanan kesehatan dengan pendekatan promotif, preventif tanpa
meninggalkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Bab III tentang hak dan kewajiban.
Menjelaskan bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif dan partisipatif dengan tetap memperhatikan hak dan kewajiban setiap orang

ii
atas pelayanan kesehatan. Bab IV mengatur tentang tanggung jawab pemerintah. Pemerintah
sebagai penyelenggara negara, bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang
kesehatan, ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien dan
terjangkau, serta bertanggung jawab atas fasilitas pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
seluruh masyarakat secara adil dan merata.

Isu strategis yang berkembang di masyarakat adalah pembangunan kesehatan tahun


2005-2025 memberikan perhatian khusus kepada penduduk rentan, antara lain : ibu, bayi,
anak, usia lanjut, dan keluarga miskin. Adapun sasaran pembangunan kesehatan pada akhir
tahun 2014 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui percepatan
pencapaian pembangunan Millenium Development Goals (MDGs).

 Tujuan Kebijakan:

Badan Pertimbangan kesehatan didirikan Pemkab/pemkot berkewajiban mengatur dan


meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerahnya. Hakikat otoda adalah diberikannya
kedaulatan kepada rakyat dengan memberikan kesempatan dan peran yang besar untuk
menentukan arah pembangunan dan sekaligus mengawasinya.

 Tipe Pendekatan dalam setiap siklus Kebijakan:

Tipe Pendekatan yang ada dalam undang-undang No 36 Tahun 2009 berdasarkan


pendekatan Dunn (1988), adalah:
a. Pendekatan Empiris, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu apakah
sesuatu itu ada (menyangkut fakta). Secara umum, undang-undang No. 36 tahun 2009
memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah kesehatan berupa upaya promotif
dan preventif dan kuratif.
b. Pendekatan evaluatif, memusatkan perhatian pada masalah dengan melakukan
evaluasi terhadap berbagai upaya kesehatan yang dilakukan di masyarakat sehingga
dapat mengevaluasi bermacam cara untuk mendistribusikan kesehatan, sarana dan
prasarana, alat, atau obat-obatan atau perbekalan, menurut etika dan konsekuensinya.
c. Pendekatan normatif, memusatkan perhatian pada upaya memecahkan masalah
kesehatan dengan membuat kebijakan yang sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini
dan masa yang akan datang.

iii
 Substansi Pokok Kebijakan:

Undang-undang No. 36 Tahun 2009 pasal 176-177 memuat tercakup pada Bab XVII
Badan Pertimbangan Kesehatan terkait Nama dan kedudukan yang dikenal sebagai Badan
Pertimbangan Kesehatan Pusat dan daerah, adapun tugas, fungsi dan wewenang di bidang
kesehatan antara lain membantu pemerintah dan masyarakat dalam bidang kesehatan seperti
menginventarisasi masalah kesehatan, memberi masukan kepada pemerintah tentang sasaran
pembangunan kesehatan, menyusun strategi pencapaian dan prioritas, melakukan advokasi
tentang alokasi penggunaan dana, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kesehatan,
memberi dan mengusulkan tindakan korektif. Pada Bab XVIII mengenai pembinaan dan
pengawasan sumber daya kesehatan pada pasal 178-180. Pembinaan yang dimaksud adalah
memenuhi kebutuhan orang dalam akses pelayanan kesehtan, menggerakkan dan
melaksanakan penyelenggaraan upaya kesehatan (fasilitas kesehatan, pelayanan kesehatan,
pemenuhan kebutuhan gizi kesehatan dengan standar dan persyaratan, termasuk sediaan
farmasi, alat kesehatan, melindungi masyarakat dari kemungkinanyang dapat menimbulkan
bahaya kesehatan. Dalam pembinaan, dapat dilaksanakan seperti komunikasi, Informasi,
Edukasi dan pemberdayaan masyarakat, pendayagunaan tenaga kesehatan serta pembiayaan.
Dalam rangka pembinaan, Pemerintah dapat memberikan pengjargaab kepada orang ataupun
badan yang berjasa dalam kegiatan kesehatan.

 Masalah yang timbul akibat kebijakan :

Merebaknya berbagai kasus yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat, mulai


penyakit malaria, demam berdarah, polio, busung lapar, hingga flu burung di berbagai
daerah, termasuk Surabaya, menyisakan keprihatinan yang sangat mendalam. Tidak hanya
banyak korban yang berjatuhan hingga nyawa menghilang, tapi juga berbagai kejadian yang
beruntun itu terjadi di tengah penerapan kebijakan otonomi daerah (otoda). Paket UU Otoda,
yang sudah berlaku sejak 1999, mengatur bahwa kewenangan bidang kesehatan diserahkan
sepenuhnya kepada pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemkot). Pendeknya, sehat tidaknya
penduduk di sebuah daerah adalah tanggung jawab pemkab/pemkot. Pemkab/pemkot
berkewajiban mengatur dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerahnya.
Selama ini, kritik ditujukan terhadap implementasi otoda yang dianggap hanya memindahkan
pola sentralisasi di pusat pada daerah. Padahal, hakikat otoda adalah diberikannya kedaulatan
kepada rakyat dengan memberikan kesempatan dan peran yang besar untuk menentukan arah
pembangunan dan sekaligus mengawasinya. Kebijakan untuk mendemokrasikan

iv
pembangunan, bukan memindahkan pola sentralisasi masa lalu pada daerah. Pelaksanaan
otoda mensyaratkan dua aspek penting. Yaitu, aspek capacity building aparat pemerintah dan
legislatif serta institutional building atau penguatan struktur pemerintahan dan civil society.
Alasan lain pentingnya otoda adalah pemahaman visi kesehatan dari DPRD masih
"terbelakang". Selama ini dirasakan bahwa sektor kesehatan masih dipandang dari sisi
pelayanan kuratif saja. Hal itu membuktikan, masyarakat kurang sadar pentingnya kesehatan.
Menyadarkan pentingnya kesehatan menjadi salah satu peran penting Forum Kesehatan Kota.
Ketiga, bukan rahasia lagi banyak pemkot/pemkab belum memprioritaskan sektor kesehatan
dalam pembangunan daerahnya. Kedudukan bidang kesehatan dalam pembangunan daerah
masih berada dalam arus pinggir (side stream) pembangunan.

Masih tingginya disparitas status kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas


kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat
sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup tinggi.

 Resistensi terhadap kebijakan :

Dalam aspek manajemen pembangunan kesehatan, dengan diterapkannya


desentralisasi kesehatan, permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya sinkronisasi kegiatan
antara Pusat dan Daerah, peningkatan kapasitas SDM daerah terutama dalam perencanaan,
peningkatan sistem informasi, terbatasnya pemahaman terhadap peraturan perundangan serta
struktur organisasi kesehatan yang tidak konsisten. Kondisi umum kesehatan seperti
dijelaskan di atas  dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan pelayanan
kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga
kesehatan, pembiayaan dan manajemen kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu
Puskesmas yang diperkuat dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling, telah
didirikan di hampir seluruh wilayah Indonesia.

 Prediksi Keberhasilan :

Prediksi Kebijakan merupakan upaya untuk memperkirakan berhasil tidaknya


kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah RI dalam bidang kesehatan pada saat/dimulai
sekarang sampai 3-5 tahun kedepan. Prediksi keberhasilan kebijakan ini dapat dilihat dari
gambaran pembangunan kesehatan yang telah dicapai 1-3 tahun terakhir. Gambaran

v
pembangunan kesehatan dapat dilihat dari beberapa kategori status kelangsungan hidup,
status kesehatan dan status pelayanan kesehatan.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-
2014, sasaran Pembangunan Kesehatan dalam periode ini adalah meningkatnya umur harapan
hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun; menurunnya Angka Kematian Bayidari 34 menjadi
24 per 1.000 kelahiran hidup; menurunnya Angka Kematian Ibu melahirkan dari 228 menjadi
118 per 100.000 kelahiran hidup; dan menurunnya prevalensi gizi kurang dan giziburuk pada
anak balita dari 18,4 persen menjadi 15 persen. Berkat pelaksanaan Pembangunan Kesehatan
selama beberapadasawarsa maka derajat kesehatan masyarakat Indonesia telah meningkat
secara bermakna. Namun disparitas derajat kesehatan masyarakat antar kawasan, antar
kelompok masyarakat, dan antar tingkat sosial ekonomi masih dijumpai. Peningkatan derajat
kesehatan dari tahun ke tahun bukan hanya disebabkan karena terbentuknya Undang-Undang
No.36 Tahun 2009, tapi merupakan hasil dari kinerja semua sector yang terkait dalam bidang
kesehatan. Sebuah aturan tidak akan bermakna jika tidak ada aplikasi yang dilakukan oleh
para pelaku Undang-Undang.

 Kesimpulan

Segala pasal dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan


membimbing masyarakat Indonesia menuju masyarakat yang sehat dan cerdas. Jadi,
diperlukan adanya pemantauan, pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah terhadap
penggerakkan sumber daya di bidang kesehatan untuk mewujudkan dan tercapainya
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya yang merupakan salah satu tujuanpeningkatan
pembangunan kesehatan nasional.

 Rekomendasi

Setiap warga Indonesia berhak mendapatkan fasilitas dan pelayanan kesehatan seperti
yang tertulis dalam pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-undang kesehatan No. 36 tahun
2009. Namun di sisi lain setiap warga juga mempunyai tanggung jawab yang harus
dilakukan. Baik secara tertulis maupun lisan, dan wajib mentaati hukum guna membantu
berhasilnya Undang-Undang kesehatan No. 36 tahun 2009.Serta peran pemerintah dan pihak
yang terkait melakukan pengawasan yang ketat dan sanksi yang tegas bagi para pelanggar
kebijakan.

vi
DAFTAR ISI

Halaman sampul..............................................................................................................i
Ringkasan Eksekutif.......................................................................................................ii
Daftar Isi.........................................................................................................................vii

BAB 1 Kajian Kebijakan ...............................................................................................1


1.1 Masalah Dasar...............................................................................................2
1.2 Tujuan yang Ingin Dicapai ...........................................................................5
1.3 Substansi Kebijakan .....................................................................................5
1.4 Ciri Kebijakan ..............................................................................................6

BAB 2 Konsekuensi dan Resistensi ...............................................................................9


2.1 Perilaku yang Muncul...................................................................................9
2.2 Resistensi .....................................................................................................10
2.3 Masalah Baru yang Timbul ..........................................................................11

BAB 3 Prediksi dan Keberhasilan .................................................................................13


3.1Prediksi “trade off”........................................................................................13
3.2 Prediksi Keberhasilan ..................................................................................13

BAB 4 Kesimpulan dan Rekomendasi...........................................................................15


4.1 Kesimpulan...................................................................................................15
4.2 Rekomendasi.................................................................................................15

Referensi.........................................................................................................................17

Lampiran pasal 176, 177, 178, 179, dan 180 UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan

vii
BAB 1
KAJIAN KEBIJAKAN

Merebaknya berbagai kasus yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat, mulai


penyakit malaria, demam berdarah, polio, busung lapar, hingga flu burung di berbagai
daerah, termasuk Surabaya, menyisakan keprihatinan yang sangat mendalam. Tidak hanya
banyak korban yang berjatuhan hingga nyawa menghilang, tapi juga berbagai kejadian yang
beruntun itu terjadi di tengah penerapan kebijakan otonomi daerah (otoda). Paket UU Otoda,
yang sudah berlaku sejak 1999, mengatur bahwa kewenangan bidang kesehatan diserahkan
sepenuhnya kepada pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemkot). Pendeknya, sehat tidaknya
penduduk di sebuah daerah adalah tanggung jawab pemkab/pemkot. Pemkab/pemkot
berkewajiban mengatur dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerahnya.

Tentang upaya kesehatan yang secara tegas telah mengatur tentang upaya kesehatan
untuk mewujudkan derajad kesehatan yang setinggi-tingginya, yang diselenggarakan secara
terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan
masyarakat. Pasal-pasal dalam bab ini telah menjawab isu strategis tentang pembangunan
kesehatan tahun 2005-2025 yang memberikan perhatian khusus kepada penduduk rentan,
antara lain : ibu, bayi, anak, usia lanjut, dan keluarga miskin. Serta memantapkan strategi
untuk mencapai sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2014 yaitu meningkatkan
derajad kesehatan masyarakat melalui percepatan pencapaian pembangunan Millenium
Development Goals (MDGs). Dalam bab ini juga mengatur tentang pelayanan kesehatan
dasar yang harus diselenggarakan atau tersedia untuk menjamin hak azasi manusia untuk
hidup sehat. Dan secara eksplisit tersirat tentang penyelenggaraan atau penyediaan pelayanan
kesehatan dasar harus diwujudkan secara nyata guna menunjukkan keberpihakan kepada
masyarakat.
Badan Pertimbangan Kesehatan baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah yang
bersifat independen dan meiliki peran membantu pemerintah dan masyarakat dalam bidang
kesehatan serta mempunyai tugas : menginventarisasi masalah kesehatan, memberikan
masukan kesehatan kepada pemerintah tentang sasaran kesehatan dan pengidentifikasi dan
penggerakan sumber daya untuk pembangunan kesehatan; menyusun strategi pencapaian dan
prioritas kegiatan pembangunan kesehatan; melakukan advokasi dan penggunaan dana
kesehatan; memantau dan mengalokasi pelaksanaan pembangunan kesehatan; merumuskan
dan mengusulkan tindakan korektif yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pembangunan

1
kesehatan. Namun Badan Pertimbangan Kesehatan ditingkat daerah peran dan fungsinya
kurang menonjol.
Bab XVIII mengatur tentang pembinaan dan pengawasan, yaitu tanggung jawab
pemerintah dan pemerintah daerah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
masyarakat dan terhadap setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber
daya kesehatan di bidang kesehatan dan upaya kesehatan yang dilakukan melalui komunikasi,
informasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat, pendayagunaan tenaga kesehatan dan
pembiayaan. Peran pengawasan yang dilakukan oleh menteri dapat didelegasikan
kewenangannya kepada pemerintah non kementerian yaitu kepada kepala dinas kesehatan
provinsi atau kabupaten/kota, termasuk pemberian sanksi terhadap tenaga kesehatan dan
fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan perundang-undangan.
1.1.1 Macam Masalah
a. Badan Pertimbangan Kesehatan baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah yang
bersifat independen dan meiliki peran membantu pemerintah dan masyarakat dalam
bidang kesehatan Namun Badan Pertimbangan Kesehatan ditingkat daerah peran dan
fungsinya kurang menonjol. Selama ini dirasakan bahwa sektor kesehatan masih
dipandang dari sisi pelayanan kuratif saja. Hal ini membuktikan, masyarakat kurang
sadar pentingnya kesehatan. Menyadarkan pentingnya kesehatan menjadi salah satu
peran penting Forum Kesehatan Kota. bukan rahasia lagi banyak pemkot/pemkab
belum memprioritaskan sektor kesehatan dalam pembangunan daerahnya. Kedudukan
bidang kesehatan dalam pembangunan daerah masih berada dalam arus pinggir (side
stream) pembangunan.
b. Bab XVIII mengatur tentang pembinaan dan pengawasan, yaitu tanggung jawab
pemerintah dan pemerintah daerah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap masyarakat dan terhadap setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan
dengan sumber daya kesehatan di bidang kesehatan dan upaya kesehatan yang
dilakukan melalui komunikasi, informasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat,
pendayagunaan tenaga kesehatan dan pembiayaan. Masih kurang optimal peran
pengawasan yang dilakukan oleh menteri dalam pendelegasian kewenangannya
kepada pemerintah non kementerian yaitu kepada kepala dinas kesehatan provinsi
atau kabupaten/kota yang berdampak pada kurang optimalnya peran, tugas,
wewenang, pembinaan dan pengawasan seperti : Upaya pelayanan Puskesmas dan
Puskemsas pemantu masih belum memadai terutama di daerah pedesaan yang sulit
perhubungannya atau daerah terpencil seperti sarana jalan dan transportasi yang masih

2
belum baik dan kurang. Di daerah terbelakang dan terpencil sampai saat ini untuk
sarana jalan dan transportasi dapat dikatakan kurang mendukung. Untuk mencapai
fasilitas kesehatan terkadang membutuhkan waktu berhari-hari hanya untuk
mengobati sakit sanak keluarga masyarakat di desa terpencil tersebut.. Jumlah tenaga
kesehatan masih kurang merata, masih rendahnya kualitas pelayanan kesehatan di
Puskesmas dan jaringannya, masih rendahnya kinerja SDM Kesehatan. Pemanfaatan
terhadap fasiltas tersebut masih belum optimal, hal ini dapat kita lihat dari sedikitnya
jumlah kunjungan rawat jalan di Puskesmas dibandingkan dengan kunjungan ke
praktek pribadi medis maupun paramedis. Selain itu masih adanya pemanfaatan
pengobatan pada praktik perdukunan pada sebagain masyarakat di pedesaan.
c. Dalam pembinaan, Pemerintah Pusat atau Daerah memberikan penghargaan kepada
orang taua badan yang teleh berjasa dalam setiap kegiatan mewujudkan tujuan
kesehatan, seperti mempertahankan orang sehat tetap sehat, yang sakit mudah
mengakses layanan kesehatan, lingkungan yang sehat dan bersih. Ini menjadi program
inovatif bagi daerah dalam membangun kesehatan di lingkungan sekitar untuk
dijadikan contoh bagi daerah lain dan dapat membantu pembangunan kesehatan di
Indonesia.
1.1.2 Karakteristik
Karakteristik yang ada di Pasal 176, Pasal 177, Pasal 178, Pasal 179 dan Pasal 180,
yakni:
a. Pasal 176 : Ketentuan mengenai kedudukan Badan Pertimbangan Kesehatan,
Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional (BKPN) dan Badan Pertimbangan
Kesehatan Daerah (BKPD).
b. Pasal 177 : Mengenai Peran, Tugas dan wewenang dari BKPN dan BKPD dalam
hal pembangunan Kesehatan di Indonesia
c. Pasal 178, Pasal 179 dan pasal 180 : Mengenai tentang Pembinaan dan
Pengawasan terhadap masyarakat.
1.1.3 Nilai
Nilai yang terkandung pada Pasal 176, Pasal 177, Pasal 178, Pasal 179 dan Pasal 180,
yakni:
a. Pasal 176 : Ketentuan mengenai kedudukan Badan Pertimbangan Kesehatan,
Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional (BKPN) berkedudukan di Ibukota
Negara Republik Indonesia, badan Pertimbangan Kesehatan Daerah (BKPD)
berkedudukan di Propinsi atau Kabupaten/Kota.

3
b. Pasal 177 : menyatakan Peran, Tugas dan wewenang dari BKPN dan BKPD
dalam hal pembangunan Kesehatan di Indonesia.
c. Pasal 178, Pasal 179 dan pasal 180 : menyatakan tentang Pembinaan dan
Pengawasan terhadap masyarakat dan terhadap setiap penyelenggara kegiatan
yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan dan upaya kesehatan seperti,
fasilitas kesehatan, sediaan alat farmasi, melakukan Komunikasi, Informasi dan
Edukasi kesehatan hingga pemberian penghargaan bagi orang/ badan yang telah
berjasa dalam setiap kegitan mewujudkan pembangunan kesehatan.
Dari pasal di atas mengandung nilai normatif yaitu, nyata berlaku dalam masyarakat
dalam arti berlaku efektif dan dilaksanakan secara murni dan konsekuen. dan nilai
nominal yaitu, Ketidaksempurnaan itu disebabkan pasal – pasal tertentu tidak
berlaku / tidak seluruh pasal – pasal yang terdapat dalam UUD itu berlaku bagi
seluruh wilayah negara.
1.1.4 Aktor yang terlibat
Ada beberapa aktor yang terlibat dan berkepentingan dengan kebijakan ini, antara
lain:
a. Aparatur yang dipilih (elected official) yaitu berupa eksekutif dan legislative yang
merumuskan dan melaksanakan kebijakan kesehatan meliputi pemerintah.
b. Aparatur pemerintah yang berkaitan dengan kesehatan yaitu pemerintah daerah,
pemerintah pusat.
c. Kelompok-kelompok kepentingan (interest group), seperti LSM
d. Tenaga kesehatan baik paramedis maupun nonparamedis.
e. Organisasi-organisasi kesehatan dari tenaga kesehatan apapun.
f. Tokoh masyarakat, Pemerintah Kecamatan hingga tingkat RW.

1.1.5 Isu Publik


Pemerintah sebagai penyelenggara negara, bertanggung jawab atas ketersediaan
sumber daya di bidang kesehatan, ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang
bermutu, aman, efisien dan terjangkau, serta bertanggung jawab atas fasilitas
pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada seluruh masyarakat secara adil dan
merata.
Isu strategis yang berkembang di masyarakat adalah pembangunan kesehatan
tahun 2005-2025 memberikan perhatian khusus kepada penduduk rentan, antara lain:
ibu, bayi, anak, usia lanjut, dan keluarga miskin. Adapun sasaran pembangunan

4
kesehatan pada akhir tahun 2014 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat
melalui percepatan pencapaian pembangunan Millenium Development Goals
(MDGs).
1.2 Tujuan yang Ingin Dicapai (Tertulis dan Tersirat)
a. Pasal 176 dan pasal 177 bertujuan pembangunan kesehatan dalam hal ini kebijakan
dikembalikan pada daerah masing-masing dengan upaya inventarisasi masalah
melalui penalaran terhadap berbagai data yang relevan, memberi masukan tentang
sasaran pembangunan kesehatan, advokasi tentang alokasi dan penggunaan dana,
memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan kesehatan dengan kondisi
daerah masing-masing.
b. Pasal 178, 179 dan 180 bertujuan pembinaan terhadap masyarakat dan penyelenggara
kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan dan upaya kesehatan
seperti pemenuhan kebutuhan setiap orang dalam memperoleh akses/ sumber daya
kesehatan. Memberikan Komunikasi, Infprmasi dan edukasi dan pemberdayaan
masyarakat hingga memberikan penghargaan bagi pelaku pembangunan kesehatan di
Indonesia.
1.3 Substansi Kebijakan
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tercantum pada pasal 176,
177, 178, 179 dan 180 mengenai peran, tugas dan wewenang hingga pembinaan dan
pengawasan dari Badan Pertimbangan Pusat dan Daerah seperti Sistem pengelolaan
tenaga kesehatan yang baru dirintis belum sepenuhnya memungkinkan pembinaan tenaga
kesehatan berdasarkan sistem karier dan prestasi kerja. Dengan meningkatnya kecepatan
pembangunan bidang kesehatan sebagi bagian dari pembangunan nasional, perlu
mendapatkan prioritas penggarapan baik untuk jangka pendek maupun menengah dan
jangka panjang.
Dalam rangka pemerataan pengembangan dan pembinaan kesehatan masyarakat,
khususnya yang berpenghasilan rendah, telah dibangun Pusat-Pusat Kesehatan
Masyarakat. Dewasa ini seluruh kecamatan sudah mempunyai sekurang-kurangnya
sebuah Puskesmas serta beberapa Puskesmas Pembantu. Jangkauan upaya pelayanan
Puskesmas dan Puskemsas pemantu masih belum memadai terutama di daerah pedesaan
yang sulit perhubungannya atau daerah terpencil. Untuk mengatasi itu diadakan
Puskesmas Keliling dan Polindes untuk membantu memberiakan pelayanan kepeda
penduduk. Namun belum semua desa bisa terjangkau.

5
Upaya pelayanan kesehatan yang mmenyeluruh dan terpadu bisa diwujudkan dalam
sistem rujukan dikembangkan dengan meningkatkan sarana dalam arti luas, yakni
pengembangan rumah sakit yang memenuhi syarat medis teknis serta kejelasan tanggung
jawab antara Puskesmas dan Rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta.
Fasilitas kesehatan sebagai salah satu sumber daya kesehatan sampai dewasa ini telah
dikembangkan tahap demi tahap sesuai dengan keperluan. Jumlah dan fungsi rumah sakit
baik pemerintah maupun swasta telah pula ditingkatkan. Peningkatan rumah sakit ini
merupakan salah satu kegiatan dari peningkatan upaya kesehatan rujukan, yang
dimaksudkan untuk lebih menunjang upaya kesehatan Puskesmas.
1.4 Ciri Kebijakan
Ada dua ciri yang menonjol dalam kebijakan ini antara lain, kebijakan mempunyai
tujuan serta ada sasaran yang ingin dicapai, kebijakan tidak dapat berdiri sendiri atau
terpisahkan dari kebijakan lain, tetapi berkaitan dengan berbagai kebijakan masyarakat,
berorientasi pada pelaksanaan, interpretasi, dan penegak hukum, Kebijakan didasarkan
atas hukum karena itu memiliki kewenangan untuk memikat.
1.4.1 Kriteria Kebijakan
a. Technical Feasibility dalam kebijakan ini ditekankan pada aspek efektifitas dallam
langkah intervensi dalam mencapai tujuan.
b. Dilihat dari cost and Benefit kebijakan ini memerlukan hal tersebut.
c. Adanya dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan ini dpat dilihat dari aksesbilitas,
kecocockan dengan nilai masyarakat, kesesuain peraturan dengan perundang-
undangan, responsivitas dan pemerataan untuk memperoleh dukungan politik
terhadap alternatif kebijakan yang disusulkan.
d. Kebijakan ini dilaksanakan dalam konteks politik, sosial, ekonomi,dan administrasi
yang berlaku dengan melihat dari dimensi instansi pelaksana, komitmen
kelembagaan, kapabilitas satf dan dana, dan dukungan organisasi
1.4.2 Tipe Pendekatan
Tipe Pendekatan yang ada dalam undang-undang No 36 Tahun 2009 berdasarkan
pendekatan Dunn (1988), adalah:
a. Pendekatan Empiris, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu apakah
sesuatu itu ada (menyangkut fakta). Secara umum, undang-undang no 36 tahun 2009
memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah kesehatan berupa upaya promotif
dan preventif dan kuratif.

6
b. Pendekatan evaluatif, memusatkan perhatian pada masalah dengan melakukan
evaluasi terhadap berbagai upaya kesehatan yang dilakukan di masyarakat sehingga
dapat mengevaluasi bermacam cara untuk mendistribusikan kesehatan, sarana dan
prasarana, alat, atau obat-obatan atau perbekalan, menurut etika dan konsekuensinya.
c. Pendekatan normatif, memusatkan perhatian pada upaya memecahkan masalah
kesehatan dengan membuat kebijakan yang sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini
dan masa yang akan datang.
Pendekatan lain yang dipakai dalam undang-undang ini adalah Model sistem
yang memandang kebijakan publik dalam hal kesehatan sebagai suatu output dari
sistem politik yaitu melalui proses interaksi antara suatu sistem politik dengan
tekanan lingkungannya. Dalam hal ini, tekanan sebagai input (tuntutan
terselenggaranya upaya kesehatan yang mudah dijangkau, bermutu,
berkesinambungan dan nondiskriminatif dan dukungan dari berbagai elemen
masyarakat yang menginginkan pemerintah dapat meningkatkan derajat kesehatan
setinggi-tingginya), lingkungan sebagai external faktor/proses, dan kebijakan
kesehatan sebagai output. Namun pendekatan sistem hanya memusatkan perhatian
pada tindakan yang dilakukan pemerintah dan tidak memperhatikan apa yang tidak
pernah dilakukan pemerintah, hanya focus terhadap implementasi undang-undang.
1.4.3 Pasal Bermasalah
Pada hakikatnya, undang-undang kesehatan nomor 36 tahun 2009 memiliki
tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia, namun, dalam menilai
beberapa persoalan yang merupakan substansi kesehatan masyarakat, pemerintah
tidak secara tegas mengeluarkan kebijakan yang menyentuh masyarakat dan
mengaktifkan partisipasinya. Pasal 179, dimana pembinaan yang dimaksud dengan
memenuhi kebutuhan setiap orang dalam memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan, menggerakkan dan melaksanakan penyelenggaraan upaya
kesehatan, memfasilitasi dan menyelenggarakan fasilitas kesehatan dan fasilitas
pelayanan kesehatan, memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan
perbekalan kesehatan, termasuk sediaan farmasi dan alat kesehatan serta makanan dan
minuman, memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sesuai dengan standar dan
persyaratan, melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Memberikan pelayanan komunikasi, informasi,
edukasi dan pemberdayaan masyarakat,pendayagunaan tenaga kesehatan, hingga
pembiayaan berupa jaminan kesehatan. Namun kenyataan yang terjadi dilapangan

7
tidak berjalan sebagaimana pasal tersebut, masih rendahnya upaya kesehatan dengan
Berbagai permasalahan tersebut akan diatasi melalui pelaksanaan berbagai program
pembangunan yang mengacu pada arah kebijakan sosial dan budaya yang telah
diamanatkan dalam GBHN 1999–2004. Strategi yang digunakan dalam melaksanakan
pembangunan bidang sosial dan budaya adalah desentralisasi; peningkatan peran
masyarakat termasuk dunia usaha; pemberdayaan masyarakat termasuk
pemberdayaan perempuan dan keluarga; penguatan kelembagaan termasuk
peningkatan koordinasi antarsektor dan antarlembaga.
Lingkungan sosial budaya yang erat kaitannya dengan masalah kesehatan
harus dilihat dari segi kehidupan masyarakat secara luas. Faktor-faktor keasyarakatan
tersebuit antara lain struktur sosial, ekonomi dan budaya. Ini meliputi kecerdasan
rakyat, kesadaran rakyat untuk memlihara kesehatan dirinya sendiri.
Makin bertambah tinggi tingkat pendidikan masyarakat kan tercipta perilaku
dan sikap yang baik terhadapa hidup sehat yang menguntungkan uipaya kesehatan.
Masyarakat agraris pada umumnya lebih lamban menanggapi perubahan nilai sosila
budaya termasuk ekonomi, hingga sulit mengatasi masalah kemiskinan maupun
pengembangan sosial dan budaya, yang justru berpengaruh pada sikap dan perilaku
hidup sehat.
Upaya pengendalian pertumbuhan telah berhasil dengan baik terutama melalui
gerakan Keluarga Berencana. Namun pertambahan jumlah penduduk dan
perbandingan penduduk usia muda yang masih besar, serta penyebaran peduduk yang
masih belum merata, menimbulkan masalah. Perbandingan jumlah penduduk wanita
dan pria, tidak akan banyak berubah dari keadaan sekarang, yaitu 100 orang wanita
terhadap 96,8 pria. Jumlah penduduk berusia 40 tahun keatas, secara relatif akan
bertambah. Ini berarti perlunya peningkatan pelayanan untuk penyakit-penyakit tidak
menular seperti kanker, penyakit jantung, dan penyakit degeneratif lainnya yang biasa
diderita oleh penduduk berusia 40 tahun keatas, yang relatif lebih mahal pelayanannya
dibandingkan dengan penyakit menular.

8
BAB 2
KONSEKUENSI DAN RESISTENSI

2.1 Perilaku yang Muncul (Positif dan Negatif)


Dalam pengembangan pembangunan kesehatan, Departemen Kesehatan melakukan
penyusunan berbagai pedoman dan standar, penelitian dan pengembangan kesehatan,
pengembangan sistem informasi kesehatan, memfasilitasi daerah dalam memenuhi
komitmen nasional dan global, serta mendorong peran aktif masyarakat. Dengan makin
kompleksnya pembangunan kesehatan, sangat diperlukan berbagai standar dan pedoman
pembangunan kesehatan dari Departemen Kesehatan. Di era desentralisasi, standar dan
pedoman pembangunan kesehatan dalam lingkup nasional tersebut semakin diperlukan
sebagai acuan penting dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan daerah.
Selama ini di lingkungan Departemen Kesehatan berbagai jenis sistem informasi
kesehatan telah berhasil dikembangkan, yakni dengan telah dikembangkannya. Sistem
Informasi Kesehatan Nasional. Tetapi dengan berlakunya asas desentralisasi, berbagai
sistem informasi tersebut menjadi tidak berjalan lancar. Dengan kurang lancarnya sistem
informasi kesehatan tersebut berakibat pada sistem perencanaan dan pengembangan
kebijakan yang kurang berbasis pada data dan kenyataan di lapangan.
Di tataran negara, pengamatan perilaku dan kebijakan publik sudah diterapkan oleh
berbagai bangsa, hampir semua kebijakan berdasarkan ilmu pengamatan perilaku
keputusan dengan cara membuat kebijakan. Adanya kegagalan atau dampak negatif dari
kebijakan karena kesalahan asumsi dari pelaku kebijakan ataupun masyarakat itu sendiri.
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan. Perilaku manusia yang muncul dalam melihat masalah kesehatan dapat bersifat
positif maupun negatif. Masalah-masalah kesehatan dapat membawa masyarakat ke arah
perilakutersebut. Ada 2 perilaku berlawanan yang dalam pelaksanaan kebijakan ini,
yaitu:
a. Perilaku positif : Jika diterapkan dengan baik, kebijakan pada pasal 176 bahwa
kebijakan pembangunan kesehatan tidak terfokus pada ibu kota akan tetapi
pembangunan kesehatan dikembalikan lagi kepada daerah kabupaten/ kota sesuai
kebutuhan atas permasalahan yang ada di wilayah sendiri. Sebagai peran dari badan
Pertimbangan daerah tidak lepas dari kontrol pusat sebagai perpanjang tangan di
daerah tersebut. Dalam pembinaan dan pengawasan pada pasal 177-180 pemerintah

9
daerah satu persatu menjawab tantangan dari pembangunan kesehatan yaitu,
menyediakan fasilitas kesehatan dan pelayanan kesehatan di daerah masing-masing
namun belum bisa menyeluruh, memberikan edukasi pada masyarakat dalm bentuk
program kerja penyuluhan berkala. Adapun bentuk apresiasi pemerintah pusat kepada
pelaku pembangunan kesehatan di Indonesia berupa bentuk penghargaan atas prestasi
perubahan.
b. Perilaku negatif : Masih adanya daerah yang tidak mereplikasi daerah-daerah yang
berprestasi dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Masih banyak daerah yang
kurang memantau masalah kesehatan berdasarkan data-data yang relevan di daerah
masing-masing yang berdampak pada penyusunan strategi pencapaian dan prioritas
kesehatan, perumusan dan pengusulan tindakan korektif yang perlu dilakukan. Hal ini
terkait dengan disiplin, semangat kerja, dedikasi dan kemampuan sumber daya daerah
tersebut.

2.2 Resistensi
a. Bentuk dan intensitas, Pemerintah Pusat memberikan peran, tugas dan wewenang
kepada pemerintah daerah dalam strategi pencapaian pembangunan kesehatan.
Melakukan kontrol ke pemerintah daerah dalam bentuk pembinaan dan
pengawasan. Pemerintah daerah dalam pembangunan kesehatan melakukan yang
terbaik untuk menjawab tantangan pembangunan kesehatan di daerah masing-
masing akan tetapi banyaknya hambatan di lapangan dalam upaya pembanguna
kesehatan terutama di wilayah terpencil, tertinggal, pulau terluar yang sulit untuk
pelayanan kesehatan.
b. Aktor dan Sumber Resistensi
a. Aparatur yang dipilih (elected official) yaitu berupa eksekutif dan
legislative yang merumuskan dan melaksanakan kebijakan kesehatan
meliputi pemerintah, Aparatur pemerintah yang berkaitan dengan
kesehatan yaitu pemerintah daerah, pemerintah pusat.
b. Kelompok-kelompok kepentingan (interest group), seperti LSM
c. Tenaga kesehatan baik paramedis maupun nonparamedis.
d. Organisasi-organisasi kesehatan dari tenaga kesehatan apapun.
e. Tokoh masyarakat, Pemerintah Kecamatan hingga tingkat RW.
Banyaknya aktor dalam pembangunan kesehatan, baik yang berlatar belakang
pendidikan, politik hingga kesehatan bahwa Di tataran negara, pengamatan

10
perilaku dan kebijakan publik sudah diterapkan oleh berbagai bangsa, hampir
semua kebijakan berdasarkan ilmu pengamatan perilaku keputusan dengan
cara membuat kebijakan. Adanya kegagalan atau dampak negatif dari
kebijakan karena kesalahan asumsi dari pelaku kebijakan ataupun
masyarakat itu sendiri.
2.3 Masalah Baru yang Timbul
Pencemaran makanan dan minuman dapat terjadi karena hygiene dan sanitasi yang belum
memadai, pemakaian bahan tambahan, pemakaian pestisida untuk menyelamatkan produksi
pangan dan keadaan lingkungan yang makin tercemar. Mengenai perumahan, bahwa dewasa
ini masih banyak penduduk menempati rumah dan pemukiman yang tidak layak, yang
merugikan kondisi kesehatan diri sendiri dan lingkungan.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yaitu Upaya untuk memberikan pengalaman
belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat,
dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan pimpinan (advocacy),
bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sebagai suatu
upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan mengetahui masalahnya sendiri, dalam
tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga,
memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Tenaga medis maupun tenaga paramedis jumlah dan mutunya serta pemerataannya masih
belum memadai. Hampir seluruh dokter dan sebagian besar tenaga paramedis adalah pegawai
negeri, sedangkan banyak tenaga medis merangkap melayani usaha kesehatan swasta. Hal ini
dapat mengurangi mutu pelayanan kesehatan-kesehatan pemerintah. Perbandingan jumlah
dokter dan paramedis serta tenaga kesehatan lainnya terhadap jumlah penduduk masih jauh
dari memuaskan. Pola ketenagaan untuk unit-unit pelayanan kesehatan serta pendidikan dan
latihannya masih perlu dimantapkan.
Pemanfaatan terhadap fasiltas tersebut masih belum optimal, hal ini dapat kita lihat dari
sedikitnya jumlah kunjungan rawat jalan di Puskesmas dibandingkan dengan kunjungan ke
praktek pribadi medis maupun paramedis. Selain itu masih adanya pemanfaatan pengobatan
pada praktik perdukunan pada sebagain masyarakat di pedesaan.
Akses pelayanan kesehatan menjadi sarana pendukung seperti sarana jalan dan
transportasi yang masih belum baik dan kurang. Di daerah terbelakang dan terpencil sampai
saat ini untuk sarana jalan dan transportasi dapat dikatakan kurang mendukung. Untuk
mencapai fasilitas kesehatan terkadang membutuhkan waktu berhari-hari hanya untuk

11
mengobati sakit sanak keluarga masyarakat di desa terpencil tersebut. Permasalah ini tidak
lepas juga dengan letak geografis darah tersebut. Selain itu tidak semua desa tertinggal atau
terpencil ditempatkan petugas kesehatan dikarenakan masih kurangnya tenaga kesehatan.

12
BAB 3
PREDIKSI TRADE OFF DAN PREDIKSI KEBERHASILAN

3.1 Prediksi Trade Off


Pelaksanaan otoda mensyaratkan dua aspek penting. Yaitu, aspek capacity
building aparat pemerintah dan legislatif serta institutional building atau penguatan
struktur pemerintahan dan civil society. Alasan lain pentingnya otoda adalah pemahaman
visi kesehatan dari DPRD masih "terbelakang". Selama ini dirasakan bahwa sektor
kesehatan masih dipandang dari sisi pelayanan kuratif saja. Hal itu membuktikan,
masyarakat kurang sadar pentingnya kesehatan. Menyadarkan pentingnya kesehatan
menjadi salah satu peran penting Forum Kesehatan Kota. Ketiga, bukan rahasia lagi
banyak pemkot/pemkab belum memprioritaskan sektor kesehatan dalam pembangunan
daerahnya. Kedudukan bidang kesehatan dalam pembangunan daerah masih berada
dalam arus pinggir (side stream) pembangunan.
Penajaman sasaran pembangunan kesehatan selama ini perlu ditingkatkan
terutama untuk pemberian subsidi pelayanan kesehatan dasar dan rujukan bagi penduduk
miskin. Departemen Kesehatan telah menetapkan kebijakan yang mendasar, yakni
membebaskan pembiayaan bagi keluarga miskin yang berobat ke Puskesmas dan rumah
sakit klas tiga.
3.2 Prediksi Keberhasilan
Berhasil atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan, akan di tentukan
dari berbagai macam indikator. Dalam perundang-undangan kesehatan no. 36 tahun
2009, terdapat berbagai macam pasal yang mengatur dan mengontrol upaya-upaya
kesehatan yang telah di susun. Namun, perlu adanya pengawasan dan evaluasi yang
dilakukan secara terus-menerus oleh para pembuat kebijakan. Keberhasilan kebijakan
dapat diketahui apabila Indikator dipenuhinya hak atas kesehatan berupa adanya
progressive realization atas tersedia dan terjangkaunya sarana pelayanan kesehatan
untuk semua terselenggara. Adanya diskriminasi dalam implementasi UU No. 36 tahun
2009 tentang Kesehatan bisa berjalan dengan dukungan masyarakat dan pemerintah.
Upaya kesehatan yang bersifat public goods perlu lebih diutamakan. Di masa depan
Departemen Kesehatan perlu lebih memberikan prioritas dalam upaya ini, untuk
menekan terjadinya masalah kesehatan masyarakat, terutama yang akan menimpa
masyarakat miskin. Bantuan fasilitas dari Pusat untuk mendukung pemberantasan
penyakit menular (antara lain vaksin) masih perlu dibenahi, karena apabila hal ini

13
dibebankan kepada daerah, maka sudah bisa dipastikan bahwa upaya pemberantasan ini
akan kurang berhasil. Upaya kesehatan yang bersifat public goods ini harus berkualitas
tinggi dan bisa dipertanggungjawabkan serta dipertanggunggugatkan kepada masyarakat.
Disamping itu penyelenggaraan promosi kesehatan masih terbatas, dan perlu
ditingkatkan baik intensitas maupun teknologinya yang sesuai dengan perkembangan
sosial budaya masyarakat. disparitas derajat kesehatan masyarakat antar kawasan, antar
kelompok masyarakat, dan antar tingkat sosial ekonomi masih dijumpai. Peningkatan
derajat kesehatan dari tahun ke tahun bukan hanya disebabkan karena terbentuknya
Undang-Undang No.36 Tahun 2009, tapi merupakan hasil dari kinerja semua sektor yang
terkait dalam bidang kesehatan. Sebuah aturan tidak akan bermakna jika tidak ada
aplikasi yang dilakukan oleh para pelaku Undang-Undang.
Maka untuk menghilangkan diskriminasi tersebut dan menciptakan keberhasilan,
maka semua pihak memiliki peran yang sama penting. Keadilan dalam hukum kesehatan
sudah didukung dengan adanya kepastian hukum yang sudah mengatur tentang
kesehatan. Selanjutnya adalah manfaat dari kesehatan itu agar dapat dirasakan semua
pihak tanpa terkecuali. Implementasi hak atas kesehatan harus memenuhi prinsip
ketersediaan, keterjangkauan, penerimaan dan kualitas.

14
BAB 4
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
Pembangunan Kesehatan terus berjalan dan sejak dicanangkan perencanaan
Indoneseia Sehat Tahun 2010 pada tahun 1999 oleh Presiden BJ.Habibie masih
menyisakan 1 tahun lagi, namun permasalahan yang dihadapi teruslah ada dan
berkembang. Hal tersebut tidak lepas dari geografis Indonesia itu sendiri dan era
globalisasi dunia yang sangat mempengaruhinya. Memang dilihat dari permasalahan
tersebut kita seakan pesimis bahwa Indonesia sehat 2010 akan tercapai, tetapi
diharapkan dengan semangat dan tanggungjawab kita semua maka tujuan tersebut
bisa tercapai. Dengan belajar dari pengalaman serta upaya-upaya yang terus
dilaksanakan marilah kita sungsung Indonesia sehat 2010.
4.2 Rekomendasi
Dalam pengembangan pembangunan kesehatan, Departemen Kesehatan
melakukan penyusunan berbagai pedoman dan standar, penelitian dan pengembangan
kesehatan, pengembangan sistem informasi kesehatan, memfasilitasi daerah dalam
memenuhi komitmen nasional dan global, serta mendorong peran aktif masyarakat.
Dengan makin kompleksnya pembangunan kesehatan, sangat diperlukan berbagai
standar dan pedoman pembangunan kesehatan dari Departemen Kesehatan. Di era
desentralisasi, standar dan pedoman pembangunan kesehatan dalam lingkup nasional
tersebut semakin diperlukan sebagai acuan penting dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan daerah.
Penelitian dan pengembangan kesehatan secara nasional digerakkan secara
lebih terarah, terutama dalam kaitannya dengan desentralisasi pembangunan
kesehatan, dan dalam menghadapi tantangan globalisasi pemanfaataanya untuk
pembangunan kesehatan. Selain itu perlu adanya kajian-kajian terhadap fenomena
yang ada saat ini serta prediksiuntuk perkembangan masa depan. Di masa mendatang
peran penelitian dan pengembangan kesehatan serta kajian kebijakan pembangunan
kesehatan, semakin diperlukan dalam mendukung pembangunan kesehatan.
Pemberdayaan masyarakat sebagai isu sentral dalam pembangunan kesehatan
perlu mendapat perhatian dan penanganan secara serius, terutama dalam melibatkan
masyarakat untuk ikut serta dalam melakukan pelayanan kesehatan (to serve), dalam
melakukan advokasi kepada stakeholder (to advocate), dan aktif dalam mengkritisi
pelaksanaan upaya kesehatan (to watch).

15
Peran serta masyarakat di bidang kesehatan telah banyak berkembang antara
lain dimulai dengan terbentuknya PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat
Desa) yang sekarang menjadi Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM).
Departemen Kesehatan telah mengembangan Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) dan telah disosialisasikan dan dilaksanakan secara nasional. Mengingat
kecenderungan semakin banyaknya penyakit akibat perilaku dan gaya hidup yang
tidak sehat, maka pengembangan dan penyebarluasan sistem surveilan untuk perilaku
yang berisiko (Behavioral Risk Factors Surveilance System) sangat mendesak untuk
dilaksanakan dan disebarluaskan.

16
LAMPIRAN
Pasal 176
(1) Badan pertimbangan kesehatan berkedudukan di Pusat dan daerah.
(2) Badan pertimbangan kesehatan pusat dinamakan Badan Pertimbangan Kesehatan
Nasional selanjutnya disingkat BPKN berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia.
(3) Badan pertimbangan kesehatan daerah selanjutnya disingkat BPKD berkedudukan di
provinsi dan kabupaten/kota.
(4) Kedudukan BPKN dan BPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berada
sampai pada tingkat kecamatan.
Bagian Kedua
Peran, Tugas, dan Wewenang
Pasal 177
(1) BPKN dan BPKD berperan membantu pemerintah dan masyarakat dalam bidang
kesehatan sesuai dengan lingkup tugas masing-masing.
(2) BPKN dan BPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan wewenang
antara lain:
a. menginventarisasi masalah melalui penelaahan terhadap berbagai informasi dan data yang
relevan atau berpengaruh terhadap proses pembangunan kesehatan;
b.memberikan masukan kepada pemerintah tentang sasaran pembangunan kesehatan selama
kurun waktu 5 (lima) tahun;
c. menyusun strategi pencapaian dan prioritas kegiatan pembangunan kesehatan;
d.memberikan masukan kepada pemerintah dalam pengidentifikasi dan penggerakan sumber
daya untuk pembangunan kesehatan;
e. melakukan advokasi tentang alokasi dan penggunaan dana dari semua sumber agar
pemanfaatannya efektif, efisien, dan sesuai dengan strategi yang ditetapkan;
f. memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan kesehatan; dan
g. merumuskan dan mengusulkan tindakan korektif yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan
pembangunan kesehatan yang menyimpang.
(3) BPKN dan BPKD berperan membantu pemerintah dan masyarakat dalam bidang
kesehatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, susunan organisasi dan pembiayaan BPKN
dan BPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

17
BAB XVIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 178
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan terhadap masyarakat dan terhadap
setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan di bidang
kesehatan dan upaya kesehatan.
Pasal 179
(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 diarahkan untuk:
a. memenuhi kebutuhan setiap orang dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang
kesehatan;
b. menggerakkan dan melaksanakan penyelenggaraan upaya kesehatan;
c. memfasilitasi dan menyelenggarakan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan;
d. memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan perbekalan kesehatan, termasuk
sediaan farmasi dan alat kesehatan serta makanan dan minuman;
e. memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sesuai dengan standar dan persyaratan;
f. melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya
bagi kesehatan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. komunikasi, informasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat;
b. pendayagunaan tenaga kesehatan;
c. pembiayaan.
Pasal 180
Dalam rangka pembinaan, Pemerintah dan pemerintah daerah, dapat memberikan
penghargaan kepada orang atau badan yang telah berjasa dalam setiap kegiatan mewujudkan
tujuan kesehatan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Mendiskusikan Model Badan Pertimbangan Kesehatan,


http://www.kompasiana.com/catatankaki/mendiskusikan-model-badan-pertimbangan-
kesehatan_54ff0ebca33311e44150f8a1, diakses tanggal 5 desember 2015.
Anonim, pembangunan kesehatan di Indonesia 2012-2014, dr Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH
rapat kerja kesehatan Nasional regional timur,
http://dinkes.sumbarprov.go.id/files/01%20MENKES.pdf, diakses tanggal 5
Desember 2015.
Anonim, Keadaan Dan Masalah kesehatan Serta Kecenderungannya http://viand-
perawat.blogspot.co.id/2012/09/keadaan-dan-masalah-kesehatan-serta.html, diakses
tanggal 5 Desember 2015.
Anonim, Acara Puncak Hari Kesehatan Nasional Ke-
50http://binfar.kemkes.go.id/2014/12/acara-puncak-hari-kesehatan-nasional-ke-50/,
diakses tanggal 5 Desember 2015.
Aswar erwin, Makalah “PRADIGMA BARU PEMBANGUNAN KESEHATAN
http://aswarewin.blog.com/makalah-pradigma-baru-pembangunan-kesehatan/, diakses
tanggal 5 Desember 2015.
Cendy T.P, Fadhly A, dkk. 2011. Aspek Medikolegal Autopsi Klinik.
http://umykyu.blogspot.co.id/2011/07/aspek-medikolegal-autopsi-klinik.html. Diakses
tanggal 5 Desember 2015
Bedjo Santoso program doktoral IKG UGM, kajian Undang-undang Kesehatan
http://bit.ly/fxzulu, http://sanbed.blogspot.co.id/2010/08/kajian-kritis-undang-undang-
nomor-36.html. diakses tagl 5 Desember 2015
Riati, Presentasi berjudul: "SOSIALISASI UNDANG UNDANG NOMOR 36 TAHUN
2009 TENTANG KESEHATAN RIATI ANGGRIANI,SH,MARS,MHum."

19

Anda mungkin juga menyukai