Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH SOSIAL BUDAYA DAN ANTROPOLOGI

KESEHATAN
ASPEK-ASPEK SOSIAL, BUDAYA YANG BERKAITAN
DENGAN PRAKTIK PERKAWINAN, KEHAMILAN,
PERSALINAN, NIFAS DAN BAYI BARU LAHIR
DOSEN PEMBIMBING : ALEXANDER, SE, M.Kes

DISUSUN OLEH:
PAULINA NOVERA AGATHA
REVALDA MARA MAGESKHA
WITA MAYA SYARI

PROGRAM STUDI DIII AKADEMI KEBIDANAN


PANCA BHAKTI PONTIANAK
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Para hadirin yang terhormat,

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat

dan Karunia-Nya kita dapat berkumpul diruangan ini, dan karena rahmatnya buku

makalah tentang “ASPEK-ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERKAITAN DENGAN PRAKTIK

PERKAWINAN, KEHAMILAN, PERSALINAN, NIFAS DAN BAYI BARU LAHIR” ini telah

sampai ke Bapak/Ibu sekalian.

Ucapan terima kasih, kami ucapkan kepada seluruh pembicara sekaligus penulis

yang telah bersedia membuat makalah sehingga semua yang disampaikan di saat

presentasi akan lebih mudah diterima sekaligus dapat digunakan sebagai sumber rujukan

apabila diperlukan.

Maaf jika di makalah ini terdapat kesalahan baik dikata dan di penulisan, dan

kami juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah kami.

Terima kasih.

Penyaji

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Makalah 2

BAB II PEMBAHASAN 3
A. Aspek Sosial Budaya Perkawinan 3
B. Aspek Sosial Budaya Kehamilan 4
C. Aspek Sosial Budaya Persalinan 6
1. Kala I 7
2. Kala II 7
3. Kala III 8
4. Kala IV 9
D. Aspek Sosial Budaya Masa Nifas 11
E. Aspek Sosial Budaya Terkait Bayi Baru Lahir 16

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN 22

Kesimpulan 22

A. Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem

menuntut manusia memperhatikan aspek social budaya. Salah satu masalah yang kini banyak

merebak dikalangan masyarakat adalah kematianataupun kesakitan pada ibu dan anak yang

tidak terlepas dari factor-faktor social budaya dan lingkungan di dalam masyrakat dimana

mereka berada. Disadari atau tidak, factor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti

konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-akibat antara makanan dan

kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, sering kali membawa dampak baik positif

maupun negative terhadap kesehatan ibu dan anak.

Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus siap fisik

maupun mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Bidan yang siap mengabdi di

Kawasan perdesaan mempunyai tantangan yang besar dalam mengubah pola kehidupan

masyarakat yang mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat. Apa lagi

masalah proses persalinan yang umum masih banyak menggunakan dukun beranak.

Ditambah lagi tantangan konkret yang dihadapi bidan di perdesaan adalah kemiskinan,

Pendidikan rendah, dan budaya. Karena itu, kemampuan mengenali masalah dan mencari

solusi Bersama masyarakat menjadi kemampuan dasar yang harus dimiliki bidan. Untuk itu,

seorang bidan perlu mempelajari sosial budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat

pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari,

pandangan norma dan nilai, agama, Bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan

wilayah tersebut.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa itu aspek sosial budaya pada setiap perkawinan?

2. Apa itu aspek sosial budaya pada setiap kehamilan?

3. Apa itu aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II, III dan IV?

4. Apa itu aspek sosial budaya dalam masa nifas?

5. Apa itu aspek sosial budaya yang berkaitan dengan bayi baru lahir?

C. Tujuan Makalah

1. Supaya memahami apa itu aspek sosial budaya pada setiap perkawinan?

2. Supaya memahami apa itu aspek sosial budaya pada setiap kehamilan?

3. Supaya memahami apa itu aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II, III dan

IV?

4. Supaya memahami agar mengetahui Apa itu aspek sosial budaya dalam masa

nifas?

5. Supaya memahami apa itu aspek sosial budaya yang berkaitan dengan bayi baru

lahir?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aspek Sosial Budaya Perkawinan

Perkawinan merupakan wujud menyatukan dua manusia, laki-laki dan perempuan, ke

dalam satu tujuan yang sama. Salah satu tujuan perkawinan adalah mencapai kebahagiaan

yang langgeng Bersama pasangan hidup. Namun, jalan menuju kebahagiaan tak selamanya

mulus. Banyak hambatan, tantangan, dan persoalan yang terkadang mengagalkan jalannya

rumah tangga. Perbedaan latar social, budaya, ataupun factor lainnya merupakan penyebab

munculnya hambatan dan konflik dalam proses komunikasi dalam membina hubungan

perkawinan, sebab karakter tiap individu berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya

sehingga hal itu dapat berpengaruh pada cara pandanganya. Dalam aspek social budaya

perkawinan, adan faktor pendukung dan penghambat.

Faktor pendukung keberhasilan penyesuaian perkawinan, mayoritas terletak dalam hal

saling memberi dan menerima cinta, ekspresi afeksi, saling menghormati dan menghargai,

saling terbuka antara suami dan istri. Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami-

istri menjaga kualitas hubungan antarpribadi dan pola-pola perilaku yang dimainkan oleh suami

maupun istri, serta kemampuan menghadapi dan menyikapi perbedaan yang muncul, sehingga

kebahagiaan dalam hidup berumah tangga akan tercapai.

3
Faktor penghambat yang mempersulit penyesuaian perkawinan, terletak dalam hal, baik

suami maupun istri, tidak dapat menerima perubahan sifat dan kebiasaan di awal perkawinana,

suami maupun istri tidak berinisiatif menyelesaikan masalah, perbedaan budaya dan agama di

anatara suami dan istri, suami maupun istri tidak tahu peran dan tugasnya dalam rumah tangga.

Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami istri menyikapi perubahan,

perbedaan, pola penyesuaian yang dimainkan dan munculnya hal-hal baru dalam perkawinan,

yang kesemuanya itu dirasa kurang membawa kebahagiaan hidup berumah tangga, sehingga

masing-masing pasangan gagal dalam menyesuaikan diri satu sama lain.

B. Aspek Sosial Budaya Kehamilan

Selain menimbulkan kebahagiaan bagi wanita dan pasangannya, kehamilan juga dapat

menimbulkan kekhawatiran pada wanita pada trisemester awal hingga akhir. Dengan

menerapkan manajemen asuhan kebidanan, diharapkan bidan memerhatikan kebutuhan dasar

manusia dalam aspek bio-psiko-sosial-budaya dan spiritual.

Masa kehamilan dan persalinan pada manusia merupakan fokus perhatian yang sangat

penting dalam kehidupan masyarakat. Ibu hamil dan yang akan bersalin dilindungi secara adat,

religi dan moral atau kesusilaan berdasarkan tujuan untuk menciptakan keseimbangan fisik

antara ibu dan bayi, serta terutama untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan. Kondisi

tersebut dihadapkan pada kenyataan adanya trauma persalinan dalam masyarakat, yang

mengakibatkan ansietas pada ibu hamil.

4
Pada dasarnya, masyarakat mengkhawatirkan masa kehamilan dan persalinan karena

menganggap masa terebut kritis karena dapat membahayakan bagi janin atau ibunya.tingkat

kekritisan ini dapat dipandang berbeda oleh setiap individu, dan direspon oleh masyarakat

dengan berbagai strategi atau sikap, seperti upacara kehamilan, anjuran dan larangan secara

tradisional. Di samping itu, masyarakat secara umum berperilaku mementingkan memelihara

kesehatan kehamilan, sesuai pengetahuan kesehatan modern dan tradisional. Strategi-strategi

tersebut dilakukan warga masyarakat agar dapat dicapai kondisi kehamilan dan persalinan ideal

tanpa gangguan.

Terdapat berbagai pandangan budaya dalam kepentingan reproduksi. Hal tersebut di

antaranya sebagai berikut:

1. Keinginan ideal perorangan untuk memilki anak dengan jenis kelamin tertentu.

2. Mengatur waktu kelahiran.

3. Sikap menerima tidaknya kehamilan.

4. Kondisi hubungan suami istri.

5. Kondisi ketersediaan sumber social.

6. Pengalaman perorangan mengatasi dan menghadapi komplikasi persalinan dan lain-

lain.

Berbagai pandangan budaya dan factor-faktor social tersebut dapat menjadi stressor

yang mendukung pandangan bahwa masa hamil dan bersalin dianggap kritis dan

mengakibatkan kekhawatiran bagi warga masyarakat.


5

Pada masa kehamilan dan saat menjelang kelahiran aspek finansial juga dapat menjadi

masalah jika ibu hamil dan pasangannya belum bekerja, berhenti bekerja, atau dengan

penghasilan yang kurang. Ibu hamil mungkin tinggal di rumah kontrakan yang tidak memenuhi

syarat kesehatan dan dalam lingkungan kumuh sehingga membuat ibu rentang terhadap

kekurangan gizi pada masa kehamilan. Dalam setiap masyarakat ada mitos atau kepercayaan

tertentu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan social budaya dan adat istiadat tertentu,

diantaranya:

1. Tidak boleh makan makanan yang berbau amis.

2. Tidak boleh mempersiapkan keperluan untuk bayi yang belum lahir.

3. Ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak mendapat jumlah makanan yang

lebih banyak dan bagian yang lebih baik dari pada anggota keluarganya yang lain.

4. Anak laki-laki diberi makan lebih dulu dari pada anak perempuan dan lain sebagainya.

Yang menentukan kuatitas, kualitas, dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan

tidak seharunya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu rumah tangga, sesuai dengan

kedudukan, usia jenis kelamin, dan situasi-situasi tertentu. Walaupun pola makan ini sudah

menjadi tradisi atau kebiasaan, yang paling berperan mengatur menu setiap hari dan

mendistribusikan makanan kepada keluarga adalah ibu. Dengan kata lain, ibu mempunyai

peran sebagai gate-keeper keluarga.

C. Aspek Sosial Budaya Persalinan

Persalinan normal adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)

yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir secara spontan

dengan presentasi belakang kepala dan tanpa komplikasi. Persalinan/partus dibagi menjadi 4

kala, yaitu kala I, II, III, dan IV.


6

1. Kala I

Periode persalinan ini dimulai dari pembukaan 1 cm sampai 10 cm (lengkap). Dalam

kala ini ada beberapa fase, yaitu:

a. Fase laten: pembukaan servik kurang dari 3 cm, servik membuka perlahan selama fase

ini dan biasanya berlangsung tidak lebih dari 8 jam.

b. Fase aktif: kontraksi di atas 3 kali dalam 10 menit, lama kontraksi 40 detik atau lebih dan

mulas, pembukaan dari 4 cm-10 cm (lengkap) dan terdapat penurunan bagian bawah

janin.

2. Kala II

Periode ini dimulai dari ketika pembukaan lengkap sampai lahirnya seluruh tubuh janin.

Tanda dan gejala persalinan kala II meliputi:

a. Ibu ingin mengejan.

b. Perineum menonjol.

c. Vulva dan anus membuka.

d. Meningkatnya pengeluaran darah dan lender.

e. Kepala telah turun didasar panggul.

Diagnosis pasti persalinan kala II adalah bila saat dilakukan pemeriksaan dalam

didapatkan pembukaan serviks lengkap dan kepala bayi terlihat pada introitus vagina.
7

3. Kala III

Periode ini dimulai sejak bayi lahir sampai plasenta lahir. Normalnya pelepasan plasenta

berkisar 15-30 menit setelah bayi lahir. Pada persalinan kala III miometerium akan berkontraksi

mengikuti berkurangnya ukuran rongga uterus ini menyebabkan pula berkurangnya ukuran

tempat pelekatan plasenta. Karena tempat pelekatan menjadi kecil, sedangkan ukuran plsenta

tidak berubah, plasenta akan terlepas dari dindig uteri. Setelah lepas, plasenta akan turun ke

segmen bawah Rahim.

Tanda-tanda pelepasan plasenta meliputi:

a. Bentuk uterus globuler.

b. Tali pusat bertambah Panjang (tanda afeld).

c. Semburan darah tiba-tiba.

Cara pelepasan plasenta ada dua, yaitu:

a. Cara Schultze

Pelepasan dimulai pada bagian tengah plasenta dan terjadi hematoma retroplasentae

yang selanjutnya mangangkat plasenta dari dasarnya. Plasenta dengan hematoma di

atasnya sekarang jatuh ke bawah dan menarik lepas selaput janin. Bagian plasenta

yang tampak pada vulva adalah permukaan fetal, sedangkan hematoma sekarang

berada dalam kantong yang berputar balik. Pada pelepasan secara Schultze tidak ada

pendarahan sebelum plasenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas seluruhnya. Baru

seluruh plasenta lahir darah banyak mengalir.


8

b. Cara Ducan

Pelepasan dimulai dari tepi plasenta. Darah mengalir antara selaput janin dan dinding

Rahim,jadi pendarahan sudah ada sejak sebagian dari plasenta lepas dan terus berlangsung

sampai plasenta lepas secara keseluruhan. Pelepasan secara Ducan sering terjadi pada

plasenta letak rendah.

4. Kala IV

Periode ini dimulai setelah lahirnya plasenta sampai 1 jam setelah itu. Pemantauan

pada kala IV meliputi:

a. Kelengkapan plasenta dan selaput ketuban,

b. Perkiraan pengeluaran darah,

c. Laserasi atau luka episiotomy pada perineum dengan pendarahan aktif, dan

d. Keadaan umum serta tanda-tanda vital ibu.

Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu hamil

karena segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau dengan

kematian. Di daerah perdesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak

untuk menolong persalinan yang biaanya di lakukan di rumah. Data survei kesehatan rumah

tangga tahun 1992 menunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak.

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa maasih terdapat praktek

persalinan oleh dukun yang dapat membahaykan ibu.

Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan oleh

beberapa alasan antara lain:


9

a. Dikenal secara dekat.

b. Biaya murah.

c. Mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran

anak.

d. Dapat merawat ibu dan bayi sampai 40 hari di samping akibat keterbatasan jangkauan

pelayanan kesehatan yang ada.

Interaksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan

sangan menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup. Secara medis,

penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah pendarahan, infeksi dan ekslamsia

(keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan

professional dapat berakibat fatal bagi ibu dan proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering

terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tetapi, juga karena ada factor

keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga.

Selain itu, sering kali kondisi tersebut diperberat oleh factor georafis, karena jarak rumah

ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau

kendala ekonomi dan adanya tanggapan bahwa membawa ibu ke rumah sakit akan

membutuhkan biaya yang mahal. Selain factor keterlambatan dalam pengambilan keputusan,

factor geografis dan factor ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga sikap

pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tidak dapat

dihindari. Selain pada masa hamil, pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa

pasca persalinan.
10

Pantangan atau anjuran yang berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik,

misalnya:

1. Ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI.

2. Ada makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan

bayi.

Secara tradisional ada praktik-praktik yang dilakukan dukun beranak untuk

mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan ibu. Misalnya:

1. Mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikn Rahim ke posisi semula.

2. Memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan ke dalam vagina dengan maksud

untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan.

3. Memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh.

D. Aspek Sosial Budaya Masa Nifas

Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan

kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau puerpurium dimulaisejak 1 jam setelah

lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu.

Tujuan perawatan masa nifas adalah:

1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis

2. Mendeteksi masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun

bayinya.

3. Memberikan Pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, cara

dan manfaat menyusui, imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.


4. Memberikan pelayanan KB.

11

Adapun peran bidan pada masa nifas adalah

1. Memberikan dukungan yang terus menerus selama masa nifas yang baik dan sesuai

dengan kebutuhan ibu agar mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama

persalinan dan nifas.

2. Sebagai promotor hubungan yang era tantara ibu dan bayi secara fisik dan psikologis.

3. Mengondisikan ibu untuk menyusui bayinya dengan cara rasa nyaman.

Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:

1. Puerpurium dini, yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-

jalan.

2. Puerpurium intermedial, yaitu kepulihan dari organ-organ reproduksi selama kurang

lebih 6 minggu.

3. Remote puerpurium, yakti waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam

keadaan sempurna terutama bila ibu waktu hamil atau waktu persalinan mengalami

komplikasi.

Kebutuhan Dasar Dalam Masa Nifas

1. Gizi

Gizi pada ibu menyusui sangan berkaitan dengan produksi susu yang sangat

dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Kebutuhan kalori selama menyusui proposional

dengan jumlah air susu ibu yang dihasilkan dan lebih tinggi selama menyusui dibandingkan

selama hamil. Rata-rata ibu harus mengkonsumsi 2300-2700 kalori ketika menyusui. Makanan
yang dikonsumsi ibu berguna untuk melakukan aktivitas, metabolism, cadangan dlam tubuh dan

proses produksi ASI.

12

Ibu memerlukan 20gr protein di atas kebutuhan normal ketika menyusui. Protein diperlukan

untuk pertumbuhan dan pergantian sel-sel yang rusak atau mati. Sumber protein dapat

diperoleh dari protein hewani (telur, daging, ikan, susu, udang, kerrang, dan keju) dan protein

nabati (banyak terkandung dalam tahu, tempe, dan kacang-kacangan).

2. Ambulasi dini

Disebut juga carly ambulation. Early ambulation adalah kebijakan untuk untuk selekas

mungkin untuk membimbing klien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya sekelas

mungkin berjalan. Klien sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam

postpartum.

Keuntungan early ambulation adalah:

a. Merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat

b. Faal usus dan kandung kencing lebih baik

c. Dapat lebih memungkinkan dalam mengajari ibu untuk merawat atau memelihara

anaknya, memandikan dan lain-lain selama ibu masih dalam perawatan.

d. Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (social ekonomis). Menurut penelitian-

penelitian yang saksama, early ambulation tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak

menyebabkan perdarahan yang abnormal, tidak memengaruhi penyembuhan luka

episiotomy atau luka diperut, serta tidak memperbesar kemungkinan prolapses atau

retrotexto uteri.
3. Eliminasi

a. Mikasi

13

Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil spontan setiap 3-4 jam. Ibu diusahakan

dapat buang air kecil sendiri, bila tidak dilakukan dengan tindakan:

1. Dirangsang dengan mengalirkan air kran didekat dengan klien.

2. Mengompres air hangat diatas simpisis

3. Saat side bath (berendam air hangat) klien disuruh BAK

Bila tidak berhasil dengan cara di atas maka dilakukan katerisasi. Karena prosedur

katerisasi membuat klien tidak nyaman dan infeksi saluran kencing tinggi, kateterisasi

tidak dilakukan sebelum lewat 6 jam postpartum. Douwer kateter diganti setelah 48 jam.

a. Defekasi

Biasanya 2-3 hari postpartum masih sulit buang air besar. Jika klien pada hari ketiga

belum juga bias buang besar maka diberi laksan suposotoria dan minum air hangat. Agar dapat

buang air besar secara teratur dapat dilakukan dengan diet teratur, pemberian cairan yang

banyak, atau AMBUASI yang baik.

4. Kebersihan diri
Pada masa postpartum, sseorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu,

kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian,

tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga.

14

Mengajarkan pada ibu bagaimana cara membersigkan daerah kelamin dengan air dan

sabun. Nasehatkan ibu untuk membersihkan diri setiap kali selesai buang air kecil dan besar.

Sarankan ibu untuk mengganti pembbalut setidaknya 2x1. Jika ibu mempunyai luka episiotomy

atau lasersi, saranan ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka.

Bersihkan perinium dengan sabun yang lembut minimal sekali sehari. Biasanya ibu akan

merasa takut pada kemungkinan jahitan-jahitannya akan lrepas, juga merasa sakit sehingga

perinium tidak dibersihkan, atau dicuci. Cairan sabun atau sejenisnya sebaiknya dipakai setelah

BAK/BAB.

Membersihkan dimulai dari simpisi sampai ke anal sehingga tidak terjadi infeksi. Ibu

diberitahu cara mengganti pembalut yaitu bagian dalam jangan sampai terkontaminasi oleh

tangan. Pembalut yang sudah kotor diganti paling sedikit 4x.

5. Istirahat

Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat yang dibutuhkan ibu nifas sekitar 8

jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari. Hal-hal yang dapat dilakukan ibu dalam

memenuhi kebutuhan istirahatnya antara lain:


a. Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup

b. Saran ibu untuk melakukan kegiatan rumah tangga secara perlahan

c. tidur siang atau istirahat saat bayi tidur

15

6. seksual

hubungan seksual aman dilakukan ketika darah telah berenti. Hal yang dapat

menyebabkan pola seksual selama nifas berkurang anatar lain:

a. ganggan atau ketidaknyamanan fisik

b. kelelahan

c. ketidak seimbangan hormone

d. kecemasan berlebihan

hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman ketika luka episiotomy telah sembuh

dan lokia telah berhenti. Sebaiknya hubungn seksual ditunda sampai 40 hari karena pada saat

itu diharapkan organ-organ tubuh telah pulih kembali.

7. Latihan senam nifas

Organ-organ tubuh wanita akan kembali seperti semula pada 6 minggu. Oleh karena itu,

ibu akan berusaha memulihkan dan mengencangkan bentuk tubuhnya. Hal ini dapat dilakukan

dengan sena nifas. Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama melahirkan

sampai dengan hari kesepuluh.

E. Aspek Sosial Budaya Terkait Bayi Baru Lahir


1. Ciri Bayi Baru Lahir Normal

Bayi baru lahir adalah bayi baru lahir dari kehamilan yang aterm (37-42 minggu). Bayi

baru lahir yang dilahirkan dalam kondisi normal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Berat badan 2500-4000gram.

b. Panjang badan 48-52 cm.

c. Lingkar badan 30-38 cm.

16

d. Lingkar kepala 33-35 cm.

e. Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180 denyut/menit kemudian menurun

sampai 120-160 denyut/menit.

f. Pernapasan pada menit pertama kira-kira 80 kali/menit kemudian menurut sampai 40

kali/menit.

g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan terbentuk dan diliputi verniks

kaseosa.

h. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut tampak sempurna.

i. Kuku agak Panjang dan lemas.

j. Pada bayi laki-laki testis sudah turun, pada bayi perempuan genetalia labia mayora telah

menutupi labia minora.

k. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.

l. Refleks moro sudah baik, bayi dikagetkan akan memperlihatkan Gerakan tangan seperti

memeluk.

m. Refleks graff sudah baik, bila diletakkan suatu benda ke telapak tangan maka akan

menggenggam.

n. Eliminasi, urine dan meconium akan keluar dalam 24 jam pertama.


2. Pelayanan kesehatan Neontaus

Pelayanan kesehatan neonates adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang

diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonates sedikitnya 3x, selama

periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui

kunjungan rumah.

17

Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonates:

a) Kunjungan Neontal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6-48 jam setelah lahir. Hal

yang dilaksanakan:

1) Jaga kehangan tubuh bayi

2) Berikan asi ekslusif

3) Rawat tali pusat

b) Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke-3 sampai dengan

hari ke-7 setelah lahir.

1) Jaga kehangatan tubuh bayi

2) Berikan asi eksklusif

3) Cegah infeksi

4) Rawat tali pusat

c) Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai dengan

hari ke 28 setelah lahir.

1) Periksa ada/tidak tanda bahaya dan atau gejala sakit

2) Lakukan:
a). jaga kehangatan tubuh

b). beri asi ekslusif

c). rawat tali pusat

kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonates terhadap pelayanan

kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan/masalah kesehatan pada

neonatus.

18

Resiko bila terbesar kematian neonates terjadi 24 jam pertama kehidupan, minggu

pertama dan bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat

dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.

Sarana pelayanan kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan dapat juga memengaruhi rendahnya kunjungan neonatal

ke puskesmas. Banyaknya jenis sarana pelayanan kesehatan yang ada di sekitar puskesmas

dan krang memadainya fasilitas yang ada dipuskesmas memungkinkan masyarakat mecari

alternative pengobatan yang lebih memadai dan mudah dijangkau.

3. Factor yang berhubungan dengan kunjungan Neonatal

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba.

4. Social Ekonomi dan Budaya


Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasislitas yang

diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status social ekonomi ini akan memengaruhi

pengetahuan seseorang. Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di

masyarakat berdasarkan pendapatan perbulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan

yang disesuaikan dengan harga barang pokok.

19

Keadaan social ekonmi sangat memengaruhi kehamilan ibu dan bayi karena

berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan selama kehamilan, antara lain

makanan sehat, bahan persiapan kelahiran, oabt-obatan, tenaga kesehatan dan

transportasi/sarana angkutan. Masalah keungan sering timbul di dalam kehidupan keluarga.

Status ekonomi menurut penghasilan:

a. Tipe kelas atas (>Rp 2.000.000)

b. Tipe kelas menengah (Rp 1.000.000 – 2.000.000)

c. Tipe kelas bawah (<Rp 1.000.000)

Menurut penelitian Hartaty tahun 2006, bahwa ada hubungan antara social ekonomi

dengan keinginan ibu untuk melakukan kunjungan terhadap bayinya ke petugas kesehatan.

Factor tersebut menyebabkan ibu membawa bayinya ke petugas kesehatan saat sakit saja.

Social budaya

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang

dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya

walaupun tidak melakukannya.


Beberapa aspek social budaya yang dilakukan di kalangan masyarakat Indonesia terkait

dengan bayi baru lahir, antara lain:

a. Bayi harus memakai gurita supaya perutnya tidak membuncit.

b. Bayi dibedong supaya tidak mudah terkejut, juga dapat menghangatkan badannya.

c. Bayi saat dimandikan ditarik-tarik hidungnya agar menjadi lebih mancung.

d. Ari-arinya harus dicuci bersih sebelum dikubur supaya bau badan tidak bau nantinya.

20

e. Ibu tidak boleh membiasakan duduk dalam posisi tidur waktu menggendong bayi agar

dahi bayi tida maju (jenong atau nonong).

f. Bayi baru lahir diberi minum grape water agar perutnya tidak kembung.

g. Bayi baru lahir diberikan minum kopi setets agar tidak terkena penyakit stroke.

h. Bayi baru lahir rambutnya dipotong atau dibotakkin dan diberi minyak kemiri atau lidah

bauta agar rambutnya tumbuh cepat dan hitam.

i. Bayi cegukan diberi tisu basah atau kertas dibasahi di kening agar cegukannya hilang.

j. Sapu lidi atau bangle bamboo dapur ditaruh di sebelah bantal untuk mengusir hantu

jahat.

k. Bulu mata digunting agar lentik.

l. Dagu lancip akibat sering ditarik.

m. Dibawah bantal bayi ditaruh gunting lipat dan di tempat tidurnya dipukulpukul

menggunakan sapu lidi agar bayi tidru nyenyak.

n. Bayi yang baru lahir tidk boleh difoto agar tidak menjadi narsis ketika dewasa.

o. Bayi tidak boleh diajak keluar rumah sebelum berusia 40 hari.


p. Terkait makanan pada bayi baru lahir, ibu dilarang makan pedas, nanti feses bayi ada

cabe rawit utuh , padahal maksudnya adalah mencegah bayi mengalami sakit perut jika

ibu mengkonsumsi makanan pedas, makan semangka menyebabkan perut bayi besar

dan keras sebab “sawan” semangka dan sebagainya.

21

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari Makalah ini adalah social budaya merupakan segala hal yang

diciptakan manusia dengan pikiran dan budinya dalam kehidupan bermasyarakat. Social

budaya juga memiliki berbagai keragaman dan kebudayaan di dalam masyarakat. Dan akan

berbeda menurut pandangan orang lain atau budaya masing-masing. Perubahan social budaya

adalah perubahan yang terjadi baik disengaja maupun tidak terhadap kehidupan bermasyarakat

yang berpengaruh juga pada pola perilaku masyarakat tersebut.

B. Saran
Hargailah setiap perbedaan yang ada di sekitar kita karena kita hidup dimasyarakat

yang tidak memiliki hanya satu budaya saja dan itu kembali lagi kepada keyakinan masing-

masing individu.

22

DAFTAR PUSTAKA

Copyright 2015 by Pustaka Baru Press

Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Judul buku (POKOK-POKOK ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR KEBIDANAN)

Penyusun: Th. Endang Purwoastuti, S. Pd, APP.

Elisabeth Siwi Walyani, Amd.Keb.


23

Anda mungkin juga menyukai