STRABISMUS
Oleh:
Khusna Wahyuni, S.Ked*
G1A218084
Pembimbing :
dr. Vonna Riasari, Sp.M**
LEMBAR PENGESAHAN
CLINICAL SCIENCE SESSION
STRABISMUS
oleh:
Khusna Wahyuni, S. Ked
G1A218084
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Strabismus” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program Studi Profesi
Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah H. Abdul
Manap Jambi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Vonna Riasari,Sp.M,
yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing
penulis selama menjalani Program Studi Profesi Dokter di Bagian Ilmu
Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah H. Abdul Manap Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada jurnal ini,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
referat ini.Penulis mengharapkan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca.
Penulis
4
BAB I
PENDAHULUAN
Organ penglihatan terdiri dari mata kanan dan mata kiri. Pada mata
normal, kedudukan antara kedua bola mata adalah sejajar. Jika terjadi ketidak
seimbangan antara kedudukan kedua bola mata maka hal tersebut disebut
sebagai strabismus. Strabismus dibagi menjadi dua bentuk yaitu tropia (juling
manifes, heterotropia) dan foria (juling laten, heteroforia).1
Strabismus merupakan salah satu masalah mata yang biasa ditemukan.
Prevalensi dan tipe strabismus di dunia berbeda-beda tergantung pada variasi
ras dan letak geografisnya.2,3 Indonesia diperkirakan 2-2,5 juta penduduk
menderita strabismus dengan tipe terbanyak adalah eksotropia. 3. Strabismus
yang menyebabkan posisi kedua mata tidak lurus akan mengakibatkan
penglihatan binokuler tidak normal yang akan berdampak pada berkurangnya
kemampuan orang tersebut dalam batas tertentu. Orang dengan kelainan ini
akan terbatas kesempatan dalam kegiatannya pada bidang-bidang tertentu.3
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Mata
A. Aspek Motorik
1. Otot Luar Bola Mata
Terdapat enam otot luar bola mata yang berfungsi untuk
menggerakan bola mata pada tiga buah sumbu, yaitu sumbu
anteroposterior, sumbu vertikal dam sumbu horizontal. 1 Pergerakan
otot luar bola mata juga berfungsi untuk memperluas lapang
pandang, mempertahankan kesejajaran antara kedudukan bola mata
dan untuk mendapatkan penglihatan binokular jauh dan dekat. Suatu
proses dimana terjadinya penyesuaian aktivitas otot luar kedua bola
mata untuk mempertahankan kesejajaran kedudukan bola mata agar
terjadi penglihatan binokular disebut dengan fusi motorik. 4 Keenam
otot tersebut adalah1,4:
a. Muskulus rektus lateral, kontaksinya akan menghasilkan abduksi
atau tergulirnya bola mata kearah temporal dan otot ini dipersarafi
oleh saraf abdusen.
b. Muskulus rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi
atau tergulirnya bola mata kearah nasal dan otot ini dipersarafi
oleh saraf okulomotor.
c. Muskulus rektus superior, kontraksinya akan menghasilkan
elevasi, aduksi, dan intorsi bola mata yang dipersarafi oleh saraf
okulomotor.
d. Muskulus rektus inferior, kontraksinya akan menghasilkan
depresi, adduksi, dan ekstorsi yang dipersarafi oleh saraf
okulomotor.
e. Muskulus oblik superior, kontraksinnya akan menghasilkan
intorsi, abduksi, dan depresi yang dipersarafi saraf saraf troklear.
6
2.3. Epidemiologi
Strabismus merupakan salah satu masalah mata yang biasa ditemukan.
Prevalensi dan tipe strabismus di dunia berbeda-beda tergantung pada variasi
ras dan letak geografisnya.2,3 Diperkirakan sekitar 2-5% dari populasi umum
menderita strabismus.7,8 Data menunjukkan prevalensi strabismus pada ras
Caucasia 2-4% lebih tinggi dibandingkan ras non-Caucasia. Data lain
menunjukkan prevalensi strabismus di Hispanic/Latinos 2,4%, Africa-Amerika
2,5% dan Asia Timur 1%.9,10 Prevalensi strabismus di Amerika Serikat
diperkirakan terjadi pada 5 sampai 15 juta penduduk dan 3-5% anak-anak
menderita strabismus dengan 126,400 kasus baru tiap tahunnya. Diduga bahwa
ada sekitar 7,02 juta pasien strabismus per 130 juta orang.
Tipe strabismus yang paling sering terjadi berdasarkan arah terjadinya
adalah esotropia dan eksotropia.3,8 Penelitian yang dilakukan oleh American
Optometric Association melaporkan bahwa strabismus dengan tipe eksotropia
3-5 kali lebih sering terjadi pada anak-anak. Berdasarkan data The National
Health Survey of United States pada individu usia 4-74 tahun, prevalensi
kejadian eksotropia sebanyak 2,1% dan esotropia sebanyak 1,2%.8 Pada negara
lain, strabismus dengan tipe esotropia sebanyak 80% di Ibadan dan Nigeria
serta rasio perbandingan esotropia dan eksotropia 5:1 di Eropa, sedangkan di
Indonesia diperkirakan 2-2,5 juta penduduk menderita strabismus dengan tipe
terbanyak adalah eksotropia. 11
2.4. Klasifikasi
A. Menurut Manifestasi
1. Heteroforia (Juling Laten)
Heteroforia adalah keadaan kedudukan bola mata yang
normal namun akan timbul deviasi apabila refleks fusi diganggu.
Bentuk-bentuk heteroforia dibagi berdasarkan kedudukan
penyimpangannya yaitu pada bidang horizontal ditemukan
esoforia dan eksoforia, bidang vertikal ditemukan hipoforia dan
10
2.5. Etiopatogenesis
A. Heteroforia
Heteroforia (juling laten) adalah keadaan kedudukan bola mata
yang normal namun akan timbul deviasi apabila refleks fusi
diganggu. Fusi pasien dapat terganggu apabila pasien letih atau satu
mata tertutup misalnya pada uji tutup mata (cover test). Penyebab
dari heteroforia antara lain5,6:
1. Faktor Anatomis
a. Asimetris ukuran dan bentuk orbital
b. Kelainan struktur atau kelemahan otot luar bola mata
c. Volume jaringan retrobulbar, fascia orbital dan ligamen
2. Faktor Fisiologis
a. Konvergensi yang berlebihan dapat menyebabkan esoforia.
Penurunan penggunaan konvergensi dapat menyebabkan
eksoforia.
b. Peningkatan akomodasi yang berlebihan dapat menyebabkan
esoforia dan penurunan akomodasi dapat menyebabkan
eksoforia
1) Esoforia
Esoforia atau mata berbakat juling ke dalam adalah suatu
penyimpangan sumbu penglihatan ke arah nasal yang
tersembunyi oleh karena masih terdapat refleks fusi. Esoforia
yang mempunyai sudut penyimpangan lebih besar pada saat
melihat jauh dibandingkan saat melihat dekat, hal ini disebabkan
oleh suatu insufisiensi divergen. Esoforia mempunyai sudut
penyimpangan lebih kecil pada waktu melihat dekat, disebabkan
oleh ekses konvergen, biasanya diakibatkan oleh proses
akomodasi yang berlebihan pada hipermetropia yang tidak
dikoreksi.
12
2) Eksoforia
Eksforia atau strabismus divergen laten adalah
suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan ke arah
temporal. Dimana pada eksforia akan terjadi deviasi ke luar pada
mata yang ditutup atau apabila refleks fusi terganggu. Eksoforia
merupak kelainan yang paling sering dijumpai pada keadaan
kelainan keseimbangan kekuatan otot luar bola mata karena
kedudukan bola mata pada waktu stirahat pada umumnya ada
pada keadaan sedikit menggulir ke arah luar.
Apabila sudut penyimpangan pada waktu melihat jauh
lebih besar daripada waktu melihat dekat, maka hal ini
biasanya disebabkan oleh suatu ekses divergen.
Sedangkan apabila sudut penyimpangan pada waktu melihat
dekat lebih besar dibanding waktu melihat jauh, maka hal ini
disebabkan oleh kelemahan akomodasi. Pada orang miopia
mudah terjadi eksoforia karena jarang berakomodasi, akibatnya
otot-otot untuk berkonvergensi menjadi lebih lemah dibanding
seharusnya. Juga suatu perbaikan yang mendadak pada orang
dengan hipermetropia dan presbiopia yang mendapat koreksi
kaca mata dapat menimbulkan eksoforia karena hilangnya
ketegangan akomodasi yang tiba-tiba.
3) Hiperforia
Hiperforia atau strabismus sursumvergen laten
adalah suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan kearah
atas. Pada hiperforia akan terjadi deviasi ke atas pada mata yang
ditutup. Umumnya keadaan ini disebabkan kerja yang berlebihan
(over action) otot-otot rektus inferior dan obliqus superior atau
kelemahan (under action) otot-otot rektus inferior dan obliqus
superior.(1,2)
13
4) Hipoforia
Hipoforia atau strabismus deorsumvergen laten
adalah suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan ke
arah bawah. Mata akan berdeviasi ke bawah apabila ditutup.
keadaan ini disebabkan oleh kelemahan (under action) otot-otot
rektus inferior dan obliqus superior atau kontraksi berlebihan
(over action) otot-otot rektus inferior dan obliqus superior.1
5) Insikloforia
Mata akan berdeviasi torsi pada mata yang ditutup.
Insikloforia atau strabismus torsional laten adalah suatu tendensi
penyimpangan sumbu penglihatan berotasi bila kornea jam 12
berputar ke arah nasal.1
6) Eksokloforia
Mata akan berdeviasi torsi pada mata yang ditutup.
Eksokloforia atau strabismus torsional laten adalah suatu tendensi
penyimpangan sumbu penglihatan berotasi bila kornea jam 12
berputar ke arah temporal.(1)
B. Heterotropia
Heterotropia adalah suatu keadaan penyimpangan sumbu bola
mata yang nyata dan tetap, dimana kedua sumbu penglihatan tidak
berpotongan pada titik fiksasi. Kedudukan bola mata tidak normal dan
tetap (juling manifes). Heterotropia dapat disebabkan oleh faktor
herediter, faktor anatomis berupa kelainan struktur dan kekuatan otot
luar bola mata, kelainan rongga orbita, faktor fisiologis berupa kelainan
refraksi, faktor neurologis berupa kelainan fusi sensorik dan atau
motorik.4,6
14
Gambar2.2
Fovea mata kiri (FL) berpotongan pada satu titik fiksasi (A) dengan pseudofovea
(P) mata kanan yang mengalami esodeviasi, sehingga terjadi supresi pada fovea
mata kanan (FR)
1. Heterotropia Konkomitan
Merupakan juling akibat terjadinya gangguan fusi. Pada
keadaan ini besar sudut dari kedua mata tetap walaupun arah gerak
kedua mata berubah. Besar sudut deviasi akan sama pada semua arah
penglihatan. Heterotropia konkomitan dibagi menjadi dua menurut
kemampuan fiksasi, yaitu monokular atau unilateral dimana hanya
salah satu mata deviasi secara spontan. Alternans apabila kedua mata
deviasi secara bergantian juling ke dalam (alternating
esotropia/convergent) atau juling keluar (alternating
exotropia/divergent).1,4,
15
1) Esotropia
Esotropia adalah juling kedalam atau strabismus konvergen
manifes dimana sumbu penglihatan mengarah ke arah nasal.
Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang
nyata, dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi
sedangkan sumbu bola mata menyimpang ke arah medial. Penyebab
16
2) Eksotropia
Merupakan strabismus divergen manifest dimana sumbu
penglihatan ke arah temporal. Terjadi suatu penyimpangan sumbu
penglihatan yang nyata dimana salah satu sumbu penglihatan menuju
titik fiksasi sedangkan sumbu bola mata menyimpang ke arah lateral.
Eksotropia dapat disebabkan oleh faktor herediter autosomal
dominan dan kelainan anatomi berupa kelainan rongga orbita.4,6
a. Eksotropia konkomitan (non paralitik)
Eksotropia konkomitan adalah juling ke luar akibat terjadinya
gangguan fusi. Sudut penyimpangan sama pada semua arah
pandangan. Contoh dari esotropia konkomitan adalah:
Eksotropia kongenital (infantile)
Esotropia yang mulai terlihat pada bayi usia kurang dari 6 bulan
dan menetap. Eksotropia kongenital diperkirakan disebabkan
oleh kelainan genetik.
Eksotropia intermiten (acquired)
Apabila eksotrpia muncul pada satu waktu tertentu kemudian
dapat menghilang sempurna hingga pasien dapat melihat dengan
penglihatan stereoskopis. Didapatkan pada usia sesudah 6 bulan.
3) Hipertropia
18
4. Pandangan buram/kabur
5. Mata terasa mudah lelah (astenopia)
Gejala klinis pada strabismus inkomitan (paralisis) antara lain:1,4,6
1. Pandangan ganda (diplopia), sakit kepala
2. Keterbatasan/hambatan gerakan bola mata pada arah tertentu
3. Deviasi tampak jelas apabila kedua mata digerakkan ke arah yang sama
dengan otot yang mengalami paralisis bekerja
2.7. Diagnosa
A. ANAMNESIS
1. Onset terjadinya juling/strabismus
2. Mendadak atau perlahan
3. Frekuensi terjadinya deviasi (menetap atau intermiten)
4. Satu mata atau kedua mata bergantian (unilateral/alternating)
5. Terdapat keterbatasan/hambatan pada gerak bola mata pada arah
tertentu
6. Terdapat gangguan penglihatan jarak dekat/jauh
7. Riwayat penggunaan kacamata, riwayat operasi mata, riwayat
trauma mata
8. Riwayat prematuritas, riwayat tumbuh kembang, riwayat penyakit
dahulu
9. Riwayat penyakit sistemik dan neurologis
10. Riwayat strabismus/juling pada keluarga
B. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
1. Ketajaman Penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan berfungsi untuk mengetahui
tajam penglihatan seseorang serta untuk mengetahui apakah terdapat
gangguan penglihatan. Untuk mengetahui tajam penglihatan
seseorang, dapat dilakukan dengan kartu Snellen, dan bila
penglihatan dikukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah
jari, arah lambaian tangan atau proyeksi sinar. Tajam penglihatan
20
normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 (20/15 atau 20/20
kaki).1,4
2. Kedudukan Bola Mata (Hirschberg)
Untuk menentukan kedudukan bola mata seseorang, maka
dapat dilakukan uji Hirschberg dengan cara mengarahkan lampu
senter di depan mata pasien pada jarak 30 cm sejajar dengan kedua
pupil pasien, pasien diminta melihat kearah lampu senter dan
pemeriksa melihat pantulan cahaya lampu senter pada kornea pasien.
1,5
Gambar 2.5
Esotropia OD pada cover-uncover test
Gambar 2.6
5. Uji Krimsky
Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya. Sebuah prisma
ditempatkan di depan mata yang normal, kekuatan prisma yang
diperlukan untuk membuat refleks cahaya berada di tengah kedua
pupil, merupakan ukuran sudut deviasi.(1,2)
22
Gambar 2.7
Uji Krimsky
Gambar 2.8
Esotropia OS pada Uji Tutup Mata Berganti Prisma
2.8. Tatalaksana
A. Medikamentosa
Penatalaksanaan pada strabismus dapat dibagi menjadi dua
tujuan yaitu tujuan fungsional dan tujuan kosmetik. Tujuan fungsional
utama dari pengobatan strabismus adalah untuk mencapai penglihatan
binokular tunggal, dapat dilakukan dengan cara4,5:
1. Koreksi kelainan refraktif untuk mengoptimalkan penglihatan
pasien. Penglihatan yang jelas akan membuat refleks fusi berfungsi
maksimal sehingga dapat mencapai penglihatan binokular tunggal.
2. Manipulasi akomodasi dengan menggunakan lensa plus untuk
mengobati eksoforia. Rasio AC/A yang tinggi juga dapat diatasi
dengan lensa plus.
Gambar 2.9
3. Prisma adalah bentuk lensa di mana terdapat bagian puncak (apex)
dan bagian yang dasar (base) yang dengan perbedaan bentuknya itu
dapat membelokan bayangan, sehingga bayangan dapat jatuh tepat
pada fovea untuk dapat memaksimalkan penglihatan binokular
tunggal.
4. Botulinum toksin tipe A (Botox)
Penyuntikan toksin botulinum tipe A akan menimbulkan efek
paralisis ke dalam otot intraokuler. Toksin berkaitan erat dengan
jaringan otot. Dosis yang digunakan sangat kecil sehingga
24
2.10. Prognosis
Prognosis pada strabismus dapat dinilai berdasarkan seberapa besar
restorasi penglihatan binokular (fungsional) dan saat mata yang juling menjadi
tidak terlihat sebagai kebutuhan kosmetik. Tindakan pembedahan yang
dilakukan untuk mengembalikan kesejajaran kedua bola mata sebagai tujuan
kosmetik akan membutuhkan 2-3 kali pembedahan untuk memberikan hasil
yang optimal dan prognosis yang baik. Untuk tindakan pembedahan yang
bertujuan untuk restorasi penglihatan binokular, akan memiliki prognosis yang
baik apabila sebelum dilakukan pembedahan, stimulasi dengan memperbaiki
kelainan refraksi dan penggunaan lensa prisma.
26
BAB III
KESIMPULAN
Mata normal akan memiliki kedudukan antara kedua bola mata yang
sejajar. Ortoforia adalah kedudukan kedua bola mata yang sejajar oleh karena
otot-otot luar bola mata bekerja seimbang. Kedudukan bola mata tidak akan
berubah apabila refleks fusi terganggu. Strabismus adalah ketidakseimbangan
antara kedudukan kedua bola mata. Secara garis besar, terdapat dua bentuk
strabismus yaitu tropia (juling manifes, heterotropia) dan foria (juling laten,
heteroforia).
Penglihatan binokular terjadi apabila informasi visual dari kedua mata
yang melihat suatu objek secara bersamaan, dikombinasikan menjadi satu
persepsi visual tunggal oleh sistem saraf pusat. Penglihatan binokular
memerlukan beberapa kondisi untuk mencapai perkembangan yang normal
yaitu: 1)Aspek motorik berupa keseimbangan dari seluruh otot luar bola mata
2)Aspek sensorik yang dibagi ke dalam tiga tingkat yaitu persepsi simultan,
fusi, dan penglihatan yang terbaik yaitu stereopsis. 3)Kemampuan dari korteks
visual untuk menghasilkan penglihatan binokular tunggal.
Strabismus dapat disebabkan oleh faktor anatomis seperti asimetris
ukuran dan bentuk orbital, kelainan struktur atau kelemahan otot luar bola
mata. Faktor fisiologis seperti peningkatan atau penurunan konvergensi,
peningkatan daya akomodasi juga dapat menyebabkan strabismus. Selain itu,
prevalensi strabismus dijumpai lebih tinggi pada anak-anak yang lahir dengan
prematuritas dan anak-anak dengan berat badan lahir rendah.
Penatalaksanaan pada strabismus dapat dibagi menjadi dua tujuan yaitu
tujuan fungsional dan tujuan kosmetik. Tujuan fungsional utama dari
pengobatan strabismus adalah untuk mencapai penglihatan binokular tunggal
dapat dilakukan dengan melakukan koreksi refraksi, penggunaan kacamata
prisma ataupun dapat dilakukan pembedahan. Komplikasi yang dapat terjadi
akibat strabismus adalah ambliopia, korespondensi retina abnormal, adaptasi
posisi kepala dan timbulnya masalah psikososial. Prognosis pada strabismus
27
DAFTAR PUSTAKA