Anda di halaman 1dari 31

1

LAPORAN KASUS

* Pendidikan Profesi Dokter / G1A218084 / Oktober 2020

** Preseptor

ASMA INTERMITEN EKSASERBASI AKUT RINGAN


*Khusna Wahyuni, S.Ked, **dr. Nuriyah, M.Biomed

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PUSKESMAS OLAK KEMANG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
2

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
ASMA INTERMITEN EKSASERBASI AKUT RINGAN

Oleh:

Khusna Wahyuni, S.Ked

G1A218084

Sebagai salah satu tugas program pendidikan profesi dokter


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Jambi
2020

Jambi, Oktober 2020

Preseptor, dr. Nuriyah, M.Biomed


3
4

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “ASMA” sebagai kelengkapan persyaratan dalam
mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Nuriyah, M.Biomed yang


telah meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan. Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
dan menambah ilmu bagi para pembaca.

Jambi, Oktober 2020

Penulis
5

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. Y/ perempuan / 68 tahun

b. Pekerjaan/Pendidikan : IRT / SD

c. Alamat : RT 08 Tanjung Raden

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga

a. Status perkawinan : Cerai Mati


b. Jumlah anak : 5 orang
c. Saudara : anak kedua dari empat bersaudara
d. Status ekonomi keluarga : kurang mampu
e. Pekerjaan Pasien : IRT
f. Kondisi Rumah Pasien : Tidak dilakukan penilaian
g. Kondisi Lingkungan di Sekitar Rumah: pasien menyatakan bahwa
Pasien tinggal dirumah anak kandungnya, dimana dalam satu rumah
tersebut dihuni oleh 6 anggota keluarga termasuk pasien sendiri. Rumah
pasien bersebelahan langsung dengan rumah warga lainnya, bagian
depan rumah pasien berbatasan langsung ±1meter dengan jalanan
umum yang sering dilintasi kendaraan motor dan mobil.

III. Aspek Perilaku dan Psikologis di Keluarga:


 Pasien sehari-hari beraktivitas menjaga kedua orang cucunya.

 Pasien mengaku sering mengkonsumsi sayur, namun cukup jarang

mengkonsumsi buah. Pasien juga tidak pernah berolahraga


6

 Hubungan dengan anggota keluarga baik dan terkesan harmonis.

IV. Keluhan Utama :


Sesak nafas sejak satu hari yang lalu sebelum datang ke Puskesmas

V. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Puskesmas Simpang Kawat dengan keluhan sesak nafas
sejak 1 hari yang lalu. Pasien mengeluh sesak nafas sesaat setelah bangun
tidur. Pasien mengaku sesak selalu datang apabila pasien mengalami batuk,
terpapar oleh debu, dan cuaca yang dingin. Sesak nafas disertai dengan bunyi
“ngik-ngik”.
Pasien juga mengaku mengalami batuk-batuk sejak ± 2hari yang lalu,
batuk berdahak, warna dahak putih kekuningan, dahak tidak berlapis, tidak
disertai dengan darah. Pasien juga mengaku tenggorokan terasa gatal. Keringat
pada malam hari ada tidak ada, penurunan berat badan tidak ada, demam (-),
sakit kepala (-), pasien menyangkal adanya keluhan mual dan muntah, nafsu
makan biasa. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Pasien baru pindah ke rumah anaknya ±1bulan yang lalu. Pasien sudah
mengalami keluhan sesak nafas sejak usia 20 tahun namun serangan sesak
nafas tersebut jarang kambuh, serangan terkahir ±6 bulan yang lalu terjadi
pada pagi hari namun pasien tidak berobat dan keluhan membaik dengan
sendirinya setelah pasien beristirahat. Pasien mengaku dalam 1 bulan kadang
tidak pernah timbul sesak, sehingga pasien tidak rutin berobat.

VI. Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat asma (+) sejak usia 20 tahun
- Riwayat diabetes mellitus (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
7

VII.Riwayat Penyakit Keluarga:

- Riwayat asma dalam keluarga (+) : ayah pasien

VIII. Riwayat makan, alergi, obat-obatan dan perilaku kesehatan :

- Pasien mengaku sering mengkonsumsi sayur, namun cukup jarang

mengkonsumsi buah. Pasien juga tidak pernah berolahraga

- Pasien memiliki alergi terhadap udara dingin, alergi makanan dan obat

(-)

- Pasien sedang tidak mengkonsumsi obat-obatan rutin.

- Pasien jarang membuka jendela kamar untuk pencahayaan ataupun

pertukaran udara, pasien juga mengaku jarang membersihkan debu

yang menempel pada jendela ataupun perabotan rumah lainnya.

- Pasien tidak pernah menjemur kasur kapuk yang digunakan pada saat

tidur.

- Pasien tidak menggunakan tirai untuk menghalangi debu dan kotoran

dari jalan untuk masuk kerumah.

IX. Pemeriksaan Fisik :


Keadaan Umum
1. Keadaan sakit : tampak sakit ringan
2. Kesadaran : compos mentis
3. Suhu : 37,0°C
4. Nadi : 96 x/menit
5. TD : 128/82 mmHg
6. Pernafasan
- Frekuensi : 32 x/menit
8

- Irama : reguler
- Tipe : Abdomino thorakal
7. Berat badan : 59 Kg
8. Tinggi Badan : 155 cm
9. IMT : Overweight
10. Kulit
- Turgor : baik
- Lembab / kering : lembab
- Lapisan lemak : ada
Pemeriksaan Organ
1. Kepala Bentuk : normocephal
2. Mata Exopthalmus/enophtal : (-)
Kelopak : normal
Conjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Kornea : normal
Pupil : bulat, isokor, RC+/+
Lensa : normal, keruh (-)
3. Hidung : tak ada kelainan
4. Telinga : tak ada kelainan
5. Mulut Bibir : basah, tidak pucat
Bau pernafasan : normal
Gigi geligi : lengkap
Palatum : deviasi (-)
Gusi : warna merah muda,
perdarahan (-)
Selaput Lendir : normal
Lidah : putih kotor (-), ulkus (-)
6. Leher KGB : tak ada pembengkakan
Kel.tiroid : tak ada pembesaran
7. Thorax Bentuk : simetris
9

Pergerakan dinding dada : tidak ada yang


Tertinggal
Pulmo

Pemeriksaan Kanan Kiri


Inspeksi Statis : simetris
Palpasi Stem fremitus Stem fremitus
menurun menurun
Perkusi hipersonor hipersonor
Batas paru-hepar :ICS
VI kanan
Auskultasi Ekspirasi memanjang, Ekspirasi memanjang,
Wheezing (+), Ronkhi Wheezing (+), Ronkhi
basah kasar (-) basah kasar (-)

Jantung

Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula


Inspeksi
kiri

Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula


Palpasi
kiri

Perkusi Batas-batas jantung :


Atas : ICS II kiri
Kanan : linea sternalis kanan
Kiri : ICS VI linea midclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi Datar, skar (-), venektasi (-), spidernevi (-)

Palpasi Hepar dan lien tak teraba

Perkusi Timpani

Auskultasi Bising usus (+) normal


10

8. Ekstremitas Atas
Akral hangat (+)/(+), udem (-)
9. Ekstremitas bawah
Akral hangat (+)/(+), udem (-)
X. Pemeriksaan Penunjang
-
XI. Pemeriksaan Anjuran
 Arus puncak ekspirasi (APE)
 Pemeriksaan Eosinofil darah
 Pemeriksaan serum IgE
 Spirometri
 Foto Rontgen Thoraks AP/LAT
XII. Diagnosis Kerja :
Asma intermiten Eksaserbasi Akut Ringan
XIII. DD :
 PPOK
 Bronchitis
XIV. Manajemen
a. Promotif :
- Edukasi kepada pasien tentang tatacara menghindari faktor
pencetus
- Edukasi kepada pasien tentang penyakit dan penatalaksanaan
penyakit apabila dalam serangan.
b. Preventif :
- Hindari faktor pencetus, seperti cuaca dingin (pakai jaket),
makanan, asap rokok, dll.
- Jangan membiarkan rumah dalam keadaan lembab dan berdebu,
segera bersihkan.
- Jika batuk segera berobat, agar tidak mencetuskan gejala asma.
11

c. Kuratif :
a. Non Farmakologis:
- Posisikan badan setengah duduk atau posisi nyaman untuk
mengurangi sesak.
- Bernafas di uap panas, atur pola nafas dengan tenang.
b. Farmakologis:
- Salbutamol tablet 2 mg (3x1)
- GG tablet 100 mg (3x1)
- Vitamin C tablet (3x1)
c. Obat tradisional

Timi
Thymus vulgaris (L)
Dosis: 4 x 20 gu herba/hari
Cara pembuatan/penggunaan: bahan
direbus dengan 2 gelas air sampai menjadi
setengahnya, dinginkan, saring dan
diminum sekaligus

10. Rehabilitatif :
- Minum obat sesuai anjuran dokter.
- Jika serangan asma semakin bertambah berat, maka segera
konsulkan ke puskesmas atau RS terdekat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
12

3. 1 Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang
reversibel dan gejala pernapasan.1
Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk
dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan
suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari
trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan
yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan
derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena
pemberian obat.2
3. 2 Epidemiologi

Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala


usia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan
pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi
asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan
mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan
perempuan.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat


ini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang
dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita
pada tahun 2025.

Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in


Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia
prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%.
Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk
Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.3
13

3. 3 Faktor Resiko

Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :4

a. Atopi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi.Dengan
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hiperreaktivitas bronkus
Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen
maupun iritan.
c. Jenis Kelamin
Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1
dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada
wanita usia dewasa.
d. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan
faktor resiko asma.Mediator tertentu seperti leptin dapat
mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya asma.Meskipun mekanismenya belum jelas,
penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat
mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

3.4 Faktor Pencetus


Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma
sudah sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan
penyebab yang pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran
pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap
rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses
inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu.
14

Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan


oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa
faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah :
1. Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam rumah
b. Alergen luar rumah
2. Faktor Lain
a. Alergen makanan
b. Alergen obat – obat tertentu
c. Bahan yang mengiritasi
d. Ekspresi emosi berlebih
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif
f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan
Interaksi faktor genetik/penjamu dengan lingkungan dipikirkan
melalui kemungkinan :5
- Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu
dengan genetik asma
- Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko
penyakit asma

Bakat yang diturunkan : Pengaruh lingkungan :


Asma Allergen
Atopi/alergik Infeksi pernapasan
Hiperreaktiviti bronkus Asap rokok/polusi udara
Faktor yang memodifikasi Diet
penyakit genetik Status sosioekonomi
Asimptomatik atau asma dini

15

Manifestasi klinis asma (perubahan ireversibel pd struktur dan fungsi jalan napas)

Interaksi faktor genetik dan lingkungan pada kejadian asma5

3.5 Klasifikasi

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain


gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam
hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat
yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan
frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang
dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya
pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi
menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam
penatalaksanaannya.3
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat
serangan (akut)3 :
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri
dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4)
Persisten berat (Tabel.1)
16

Tabel 1.Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis (Sebelum


Pengobatan)

Derajat Asma Gejala klinis Fungsi paru


Asma bronkial Intermiten, gejala <1x/mgg, gejala APE atau VEP1
intermiten asma malam <2x/bln, eksaserbasi  >80% nilai duga
hanya sebentar, tdk ada gejala dan  Variabilitas < 20%
fungsi paru normal diantara serangan

Asma bronkial Gejala >1x/mgg, tetapi <1x/hr, gejala APE atau VEP1
persisten asma malam >2x/bln, eksaserbasi  >80% nilai duga
ringan dapat mengganggu aktivitas dan tidur  Variabilitas 20-30%

Setiap hari gejala, gejala asma malam APE atau VEP1


Asma bronkial >1x/bln, eksaserbasi dapat  60-80% nilai duga
persisten mengganggu aktifitas dan tidur  Variabilitas >30%
sedang
Kambuhan sering, gejala sesak terus APE atau VEP1
menerus/kontinyu, gejala asma  <60% nilai duga
Asma bronkial malam hari sering, aktivitas fisik  Variabilitas > 30%
persisten berat terbatas karena asma

2. Asma saat serangan


Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat
yang digunakansehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-
ringannya serangan.GlobalInitiative for Asthma (GINA) membuat
17

pembagian derajat serangan asma berdasarkangejala dan tanda klinis,


uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat
seranganmenentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut
meliputi asma seranganringan, asma serangan sedang dan asma
serangan berat.Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan
serangan asma (aspek akut).Sebagai contoh: seorang pasien asma
persisten berat dapat mengalami seranganringan saja, tetapi ada
kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarangmengalami
serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat
menyebabkan kematian.
Tabel 2. Klasifikasi berat serangan asma akut

Gejala dan Berat Serangan Akut Keadaan


Tanda mengancam
Ringan Sedang Berat
jiwa
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat

Posisi Dpt tidur Duduk Duduk


terlentang membungkuk

Cara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata

Kesadaran Mungkin Gelisah Gelisah Mengantuk,


gelisah gelisah,
kesadaran
menurun
Frekuensi napas <20/i 20-30/i >30/i

Nadi <100 100-120 >120 Bradikardi

Pulsus - +/-10-20 + -
paradoksus 10 mmHg mmHg >25 mmHg Kelelahan otot
18

Otot bantu - + + Torakoabdominal


napas dan Paradoksal
retraksi
suprasternal

Mengi Akhir ekspirasi Akhir Inspirasi dan Silent Chest


paksa ekspirasi ekspirasi

APE >80% 60-80% <60 %

PaO2 >80 mmHg 80-60 mmHg <60 mmHg

PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

SaO2 >95% 91-95% <90%

3.6 Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan
oleh hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel
epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan
leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi
bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi
mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat
kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi,
interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi
kronik.4,
Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan
kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak
napas, batuk terutama pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas
19

adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus akibat


berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.4

Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas

pemic
u
Hiperreaktivit
as

Banyak Sel : Melepas MEDIATOR :


Sel Mast Histamin
Eosinofil Prostaglandin (PG)
Netrofil Leukotrien (L)
Platelet Activating Factor
Limfosit
(PAF), dll

Bronkokonstriksi, hipersekresi
mukus, edema saluran napas

Obstruksi difus saluran


napas

BATUK, MENGI, SESAK


Gambar 1. Patogenesis Asma7

3.7 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.

 Anamnesis
20

Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala


berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti
yang berkaitan dengan cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi
asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.6
 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat
obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat,
frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi
memanjang diserta ronki kering, mengi.6
 Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral
Cursshman, kristalCharcot Leyden).6
 Pemeriksaan Penunjang
o Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk
mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan
saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai
dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20%
atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.
o Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan
diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala sma dan faal
paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus.
Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk
membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas
pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri
dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja
(exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik
seperti metakolin dan histamin.
o Foto Toraks
21

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk


menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala
serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma
yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
memperlihatkan adanya kelainan.

Tabel 4. Diagnosis Asma5

2.8 Diagnosis Banding


 Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang
mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2
tahun.Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok
22

berat.Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai


mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.

 Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan
batuk dan mengi jarang menyertainya.
 Gagal jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan
timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal
dispnea.Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena
sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk.Pada
pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.
 Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal
jantung.Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan
disertai darah (haemoptoe).

2.9 Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan


mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.5
 Tujuan penatalaksanaan asma5:
 Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
 Mencegah eksaserbasi akut
 Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
 Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
 Menghindari efek samping obat
 Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
 Mencegah kematian karena asma
23

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit,


disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil
minimal dalam waktu satu bulan.5
Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-
medikamentosa dan pengobatan medikamentosa :

2.9.1. Pengobatan non-medikamentosa


 Penyuluhan
 Menghindari faktor pencetus
 Pengendali emosi
 Pemakaian oksigen

2.9.2. Pengobatan medikamentosa

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah


gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.5

Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk


mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.
Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol
:

 Kortikosteroid inhalasi
 Kortikosteroid sistemik
 Sodium kromoglikat
 Nedokromil sodium
 Metilsantin
 Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
24

 Agonis beta-2 kerja lama, oral


 Leukotrien modifiers
 Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1), dan lain-lain
 
Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,


memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan
napas. Termasuk pelega adalah 5:

 Agonis beta2 kerja singkat

 Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat


pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal
tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan
dengan bronkodilator lain).
 Antikolinergik

 Aminofillin

 Adrenalin

Agonis beta-2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol,


dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai
kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2
yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan
mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi
penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada
serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-
induced asthma.
25

Metilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih


lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek


penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas.
Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal
intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang
disebabkan iritan.Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium
bromide dan tiotropium bromide.

 Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai


berat.Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita
usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena
dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat
(bedside monitoring).

2.9.3. Cara pemberian pengobatan

Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu


inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena).
Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan napas (inhalasi)
adalah 5:

 lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan


napas
 efek sistemik minimal atau dihindarkan
26

 beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak


terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin).
Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan
inhalasi daripada oral.

3.10Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema

3.11Prognosis

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya.Gambaran yang paling


akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi
beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta.Sebelum dipakai
kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua
kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian
pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma
diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan mendapat pengawasan
yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan
di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common
cold 29% akan mengalami serangan ulang.6

Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka


kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan
serangan terus menerus angka kematiannya 9%.6
27

BAB III
ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar :


28

Pasien menyatakan bahwa rumah pasien dekat dengan jalan umum, sehingga
debu dengan mudah masuk kedalam rumah pasien. hal ini dapat memicu
kekambuhan pasien. sehingga, terdapat hubungan antara diagnosis dengan
keadaan rumah dan lingkungan sekitar.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam


keluarga :
Pasien dirumah tinggal bersama 5 anggota keluarga lainnya. Pasien
sehari-hari hanya bekerja menjaga kedua cucunya. Hubungan dalam keluarga
baik, pasien mengatakan sedang tidak ada masalah dalam keluarga yang
menyebabkan pasien merasa stress.
Pada asma faktor pencetus atau faktor yang harus dikontrol juga adalah
faktor emosi. Namun, pada pasien ini hubungan keluarga harmonis sehingga
tidak ada hubungan antara diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan
keluarga.

c. Hubungan diagnosa dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar
a. Pasien mengaku sering mengkonsumsi sayur, namun cukup jarang

mengkonsumsi buah. Pasien juga tidak pernah berolahraga

b. Pasien jarang membuka jendela kamar untuk pencahayaan ataupun

pertukaran udara, pasien juga mengaku jarang membersihkan debu

yang menempel pada jendela ataupun perabotan rumah lainnya.

c. Pasien tidak pernah menjemur kasur kapuk yang digunakan pada

saat tidur.

d. Pasien tidak menggunakan tirai untuk menghalangi debu dan

kotoran dari jalan untuk masuk kerumah.


29

Serangan asma timbul akibat adanya faktor pencetus. Pada pasien ini
yang dapat disimpulkan sebagai faktor pencetus asmanya adalah debu akibat
pencahayaan dan keadaan rumah yang lembab serta polusi udara akibat
jalanan umum didepan rumah pasien. Pasien

e. Analisa kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit pada


pasien ini.

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor


penjamu (host factor) dan faktor lingkungan.Faktor penjamu disini termasuk
predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma yaitu
genetik asma, alergik (atopi), hiperreaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras.

Adapun yang merupakan faktor penjamu pada pasien di kasus ini


yaitu : genetik, dimana ayah dari pasien memiliki sakit asma. Faktor
lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan predisposisi
untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan
atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap.

Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu allergen, sensitisasi debu,


polusi udara, infeksi pernapasan (virus). Pada kasus ini asma eksaserbasi akut
yang terjadi dipengaruhi oleh faktor lingkungan rumah yang berdebu serta
polusi udara.

f. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutuskan rantai penularan


dengan faktor resiko atau etiologi pada pasien ini.
Pasien harus menyadari apa faktor pencetus yang dapat menyebabkan
timbulnya serangan asma pada pasien sehingga pasien dapat menghindari
faktor pencetus, seperti cuaca dingin (dengan menggunakan jaket), makanan,
asap rokok, dll, menjaga kebersihan lingkungan rumah dengan membuka
jendela dan membiarkan udara masuk, menggunakan tirai pada pintu depan
rumah agar debu dari jalan tidak masuk kerumah, meningkatkan daya tahan
tubuh, dengan makan makanan bergizi, jika batuk segera berobat sehingga
30

tidak menyebabkan asma, rajin kontrol sehingga dapat mewaspadai serangan


asma.

G. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga :

Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarganya tentang perjalanan


pernyakit dan tatalaksananya, sehingga meningkatkan kesadaran dan
kepatuhan dalam berobat, menghindari faktor pencetus penyakit serta
meningkatkan kualitas hidup pasien lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
31

1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 – 87.
2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke – 2.
Surabaya : Airlangga University Press. 2002. h 263 – 300.
3. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma.
Jurnal Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 – 6.
4. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h
477 – 82.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis&
Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. h 73-5
6. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai