Anda di halaman 1dari 83

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS

1.

A.

Konsep Dasar Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot, tendon dan bursae. Pertumbuhan dan
perkembangan struktur ini terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja. Struktur tulang dan jaringan
ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan dan
fungsi sistem muskuloskeletal sangat bergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang
memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka tulang
merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang
memungkinkan tubuh bergerak.
Pembagian skeletal, yaitu :
1.

Axial skeleton terdiri dari kerangka tulang kepala dan leher, tengkorak, kolumna vertebrae,
tulang iga, tulang hioid sternum.

2.

Apendikular skeleton, terdiri dari :


1.

Kerangka tulang lengan dan kaki

2.

Ekstremitas atas ( skapula, klavikula, humerus, ulna, radial ) dan tangan


( karpal, metakarpal, falang )

3.

Ekstremitas bawah ( tulang pelvik, femur, patela, tibia, fibula ) dan kaki ( tarsal,
metatarsal, falang )

Kelompok tulang tubuh manusia :


1.

Tulang-tulang panjang

a)

Humerus, radius, ulna, femur, tibia, fibula.

b)

Tulang-tulang ini tidak benar-benar lurus, tetapi agak melengkung, tujuannya supaya tulang

menjadi kuat menahan beban dan tekanan.

1.
a)

Tulang-tulang pendek

Perbandingan tebal dan panjang hampir sama,terdapat pada pergelangan tangan dan kaki,

bentuknya seperti kubus.


1.

Tulang-tulang pipih

a)

Tulang iga, tempurung kepala, panggul dan belikat.

b)

Bentuk pipih berfungsi untuk perlindungan otak, rongga dada dan perlekatan yang luas.
1.

Tulang-tulang tidak teratur

a)

Tulang-tulang pada wajah dan vertebra

b)

Ada kelompok tulang yang lain, tetapi fungsinya berbeda, yaitu tulang-tulang sesamoid.

Sel-sel penyusun tulang terdiri dari :


1.

Osteoblas berfungsi menghasilkan jaringan osteosid dan menyekresi sejumlah besar


fosfatase alkali yang berperan penting dalam pengendapan kalsium dan fosfat kedalam
matriks tulang.

2.

Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan untuk pertukaran
kimiawi melalui tulang yang padat.

3.

osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang
dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecah matriks dan
beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam darah.

Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh sejumlah mineral dan hormone meliputi :
1.

Kalsium dan fosfor. Keseimbangan kalsium dan fosfor dipertahankan oleh kalsitonin dan
hormone paratiriod (PTH).

2.

Kalsitonin. Diproduksi oleh kelenjar tiroid dan menrunkan konsentrasi Ca serum.

3.

Vitamin D. diperlukan agar kalsium dan fosfor dapat diabsorpsi dari usus dan dugunakan
tubuh.

a)

4.

Hormon paratiroid (PTH)

5.

Hormon pertumbuhan

6.

Glukokortikoid. Mengatur metabolisme protein.

7.

Hormon seksual

Ekstrogen. Menstimulasi aktivitas osteoblastik dan cenderung menghambat peran hormone

paratiroid.
b)Androgen. Seperti testosterone, meningkatkan anabolisme dan masa tulang.
Kerangka ada dua macam yaitu skelet aksis yang terdiri dari kurang lebih 80 tulang. Disusun oleh
ruas-ruas tulang belakang dan tulang-tulang di sekitarnya (tulang iga dan tulang dada). Jenis kedua
adalah skelet apendiks yang bawah serta tulang-tulang penghubung anggota dengan skeleton aksis,
misalnya scapula panggul dan klavikula.
Tulang-tulang tersebut membentuk persendian. Sendi dibagi berdasarkan fungsi dan bentuk. Sendi
adalah hubungan antara dua tulang atau lebih. Berdasarkan fungsinya sendi dibagi menjadi :
1.

Sinartrosis (tidak bergerak, tulang kepala). Tulang yang dihubungkan oleh jaringan fibrous
atau kartilago.

2.

Diartrosis (bergerak). Persendian yang dapat bergerak lebih leluasa.

3.

Amfiartrosis (kadang bergerak).

Berdasarkan bentuknya sendi dibagi menjadi :


1.

Ada tidak rongga atau celah sendi

2.

Jenis jaringan pengikat tulang

Berdasarkan pengikatnya sendi dibagi menjadi :

1.

Pengikat jaringan fibrosa. Sendi ini tidak mempunyai celah. Tulang dihubungkan oleh
jaringan ikat fibrosa dan berubah sifatnya.

2.

Sindermosis. Jaringan fibrosa membentuk ligamentum.

3.

Glomphosis. Mungkin ada gerakan atau tidak. Hubungannya disebut sinkondrosis. Terdapat
pada tulang iga dan tulang dada.

Gerakan sendi dipengaruhi oleh letak bagian lunak sendi yang disebut aposigi (sendi siku yang
tidak dapat bertemu), ketegangan ligamentum (sendi lutut), ketegangan otot (sendi paha), atau
bentuk permukaan tulang pembentuk sendi.
Beberapa jenis gerakan sendi adalah rotasi : berputar pada sumbu, sirkumduksi : berputar pada
satu titik. Satu sumbu dapat ditemui pada sendi siku, sedangkan dengan dua sumbu pada sendi
pergelangan tangan.
Bursae adalah kantong yang berisi cairan yang memudahkan gerakan pada suatu sendi. Bursae
dapat terganggu oleh radang yang disebut bursitis, ditandai dengan edema, panas, merah, dan nyeri
serta perubahan funsi sendi.
Beberapa jenis otot adalah otot polos (terdapat pada usus, saluran kemih, pembuluh darah), otot
lurik (terdapat pada otot jantung dan otot kerangka). karena adanya kontraksi, terjadi gerakan tubuh
dan mampu beradaptasi dengan lingkungan.
Gangguna gerakan (arthritis) bisa karena rusaknya permukaan tulang rawan/sendi dan kurangnya
pelumas (termasuk di sini adala reumatik). Beberapa sistem yang berperan dalam musculoskeletal
adalah :
1.

Sistem kerangka, yang menyiapkan pengungkit tulang\

2.

Sistem otot, yang menyediakan tenaga untuk menggunakan pengungkit

3.

Sistem saraf, yang mengatur kegiatan tubuh.

1.

B.

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteoporosis

1.

Pengertian Osteoporosis

Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat perubahan
pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan
pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi
porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan
menimbulkan pengaruh pada tulang normal (Brunner&Suddarth, 2000).
Osteoporosis adalah gangguan metabolisme tulang sehingga masa tulang berkurang. Resorpsi terjadi
lebih cepat dari pada formasi tulang, sehingga tulang menjadi tipis (Pusdiknakes, 1995). Jadi
osteoporosis adalah kelainan atau gangguan yang terjadi karena penurunan masa tulang total.
1.

Etiologi Osteoporosis

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:


1.
1)

a.

Determinan Massa Tulang

Faktor genetik

Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada
umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang
yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena
osteoporosis
2)

Faktor mekanis

Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya beban
akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa
tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara
massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban
mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.
Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada
otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot
maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang
lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan

pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa
tulang di sampihg faktor genetik
3)

Faktor makanan dan hormon

Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral),
pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan.
Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan
pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.
1.
1)

b.

Determinan Penurunan Massa Tulang

Faktor genetik

Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang
kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar.
Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap
individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar
badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa
tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih
mempunyai tulang tobih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama
2)

Faktor mekanis

Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses penurunan
massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada
interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis
akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
3)

Kalsium

Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan
nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya
rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif,

sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan
keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada
hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada
wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta
absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan
estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25
mg kalsium sehari.
4)

Protein

Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan
yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin,
hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.
Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila
makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium
melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir
dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi
keseimbangan kalsium yang negatif
5)

Estrogen.

Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan


keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
6)

Rokok dan kopi

Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa
tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap
penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium
melalui urin maupun tinja.
7)

Alkohol

Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme
mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang
meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
1.

Patofisiologi Osteoporosis

Osteoporosis menunjukan adanya penurunan absolut dari jumlah tulang yang diperlukan sebagai
kekuatan penyanggah mekanik. Berkurangnya masa tulang, dan demikian pula dengan massa otot
sesungguhnya berkaitan dengan proses menua. Hanya apabila berkurangnya (hilangnya) jaringan
tulang cukup luas sampai menimbulkan gejala maka disebut osteoporosis.
Osteoporosis dapat dikategorikan menjadi 2 kategor, meliputi :
1.

Primer

: bentuk yang lebih umum


1.

Sekunder : berkurangnya jaringan tulang yang berkaitan dengan bermacammacam sindrom patologik yang jelas. Hal ini meliputi :
1.

Malnutrisi sebagai akibat kekurangan protein dalam diet atau karena


sindrom malabsorpsi

2.

Beberapa kelainan endokrin seperti sindrom cushing tirotoksikosis

3.

Immobilisasi yang cukup lama.

Berkurangnya kalsium
dalam diet
Rangsangan sekresi PTH

aktivasi osteoklas

rearbsorpsi

kalsium tulang
berkurangnya
arbsorpsi kalsium

meningkatnya
sensitivitas osteoklas
terhadap PTH

menurunnya sintesis vitamin D


yang aktif oleh ginjal
kadar ekstrogen yang rendah
skema tentang kemungkinan patogenesis osteoporosis post manepouse. Garis putusputus menunjukan hambatan balik (Robins&Kumar, 1995).
1.

Manifestasi Klinik Osteoporosis

Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
1.

Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat fraktur kompressi
pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12) adalah:

2.

Nyeri timbul mendadak

3.

Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang

4.

Nyeri berkurang pada saat istirahat di t4 tidur

5.

Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan
aktivitas

6.

Deformitas vertebra thorakalis Penurunan tinggi badan

1.

Komplikasi Osteoporosis

Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan
deformitas skelet.

1.

Pemeriksaan Penunjang Osteoporosis

Pemeriksaan non-invasif yaitu ;

1.

Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk memeriksa kalsium total dan
massa tulang.

2.

Pemeriksaan absorpsiometri

3.

Pemeriksaan komputer tomografi (CT)

4.

Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi
mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi
tulang. Biopsi dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.

5.

Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan kimia urine biasanya dalam
batas normal.sehingga pemeriksaan ini tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan
biomakers osteocalein (GIA protein).

1.

Penatalaksanaan Medis

Adapun penatalaksanaan pada klien dengan osteoporososis meliputi :


1.
1)

a.

Pengobatan

Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan tulan

adalah Na-fluorida dan steroid anabolik


2)

Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah

kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat

b.

Pencegahan

Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1)

Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal

2)

Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:

a)

Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)

b)

Latihan teratur setiap hari

c)

Hindari :
i.
ii.

Makanan tinggi protein


Minum alkohol

iii.

Merokok

iv.

Minum kopi

v.

Minum antasida yang mengandung aluminium

1.

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Osteoporosis

1.

a.

Pengkajian

Adapun pengkajian yang dilakukan pada klien dengan osteoporosis meliputi :


1)

Riwayat keperawatan. Dalam pengkajian riwayat keperawatan, perawat perlu mengidentifikasi

adanya :
a)

Rasa nyeri/sakit tulang punggung (bagian bawah), leher, dan pinggang

b)

Berat badan menurun

c)

Biasanya di atas 45 tahun

d)

Jenis kelamin sering pada wanita

e)

Pola latihan dan aktivitas

f)

Keadaan nutrisi (mis, kurang vitamin D dan C, serta kalsium)

g)

Merokok, mengonsumsi alkohol dan kafein

h)

Adanya penyakit endokrin: diabetes mellitus, hipertiroid, hiperparatiroid, Sindrom Cushing,

akromegali, Hipogonadisme
2)

Pemeriksaan fisik :

a)

Lakukan penekanan pada tulang punggung terdapat nyeri tekan atau nyeri pergerakan

b)

Periksa mobilitas pasien

c)

Amati posisi pasien yang nampak membungkuk

3)

Riwayat Psikososial. Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul kecemasan,

takut melakukan aktivitas, dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-masalah
psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang menyertainya.
1.

b.

Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan untuk klien osteoporosis sebagai berikut :
1)

Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit.

2)

Gangguan konsep diri : perubahan citra tubuh dan harga diri yang berhubungan dengan proses

penyakit
3)

Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot

4)

Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang osteoporotik

5)

Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi


1.

c.

Tujuan

Sasaran umum pasien dapat meliputi dapat meningkatkan mobilitas dan aktivitas fisik, dapat
menggunakan koping yang positif, nyeri reda, cedera tidak terjadi, dan memahami osteoporosis dan
proram pengobatan.
1.

d.

Intervensi

Intervensi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosis yang ditemukan, meliputi :

1)

Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit

Intervensi :
a)

Gunakan matras dengan tempat tidur papan untuk membantu memperbaiki posisi tulang

belakang
b)

Bantu pasien menggunakan alat bantu walker atau tongkat

c)

Bantu dan anjarkan latihan ROM setiap 4 jam untuk meningkatkan fungsi persendian dan

mencegah kontraktur
d)

Anjurkan menggunakan brace punggung atau korset, pasien perlu dilatih menggunakannya dan

jelas tujuannya
e)

Kolaborasi dalam pemberian analgetik, ekstrogen, kalsium, dan vitamin D

f)

Kolaborasi dengan ahli gizi dalam program diet tinggi kalsium serta vitamin C dan D

g)

Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam memantau kadar kalsium

2) Gangguan konsep diri : perubahan citra tubuh dan harga diri yang berhubungan dengan proses
penyakit
Intervensi :
a)

Bantu pasien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan penuh perhatian. Perhatian

sungguh-sungguh dapat meyakinkan pasien bahwa perawat bersedia membantu mengatasi


masalahnya dan akan tercipta hubungan yang harmonis sehingga timbul koordinasi
b)

Klasifikasi jika terjadi kesalahpahaman tentang proses penyakit dan pengobatan yang telah

diberikan. Klasifikasi ini dapat meningkatkan koordinasi pasien selama perawatan


c)

Bantu pasien mengidentifikasi pengalaman masa lalu yang menimbulkan kesuksesan atau

kebanggan saat itu. Ini dapat membantu upaya mengenal diri kembali
d)

Identifikasi bersama pasien tentang alternative pemecahan masalah yang positif. Hal ini akan

mengembalikan rasa percaya diri

e)

Bantu untuk meningkatkan komunikasi dengan keluarga dan teman

3)

Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot

Intervensi :
a)

Anjurkan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau miring

b)

Atur posisi lutut fleksi, meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot

c)

Kompres hangat intermiten dan pijat pungung dapat memperbaiki otot

d)

Anjurkan posisi tubuh yang baik dan ajarkan mekanika tubuh

e)

Gunakan korset atau brace punggung, saat pasien turun dari tempat tidur

f)

Kolaborasi dalam pemberian analgesik untuk mengurangi rasa nyeri

4)

Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang osteoporotis

Intervensi :
a)

Anjurkan untuk melakukan aktivitas fisik untuk memperkuat otot, mencegah atrofi, dan

memperlambat demineralisasi tulang progresif


b)

Latihan isometrik dapat digunakan untuk memperkuat otot batang tubuh

c)

Anjurkan pasien untuk berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan postur tubuh yang baik

d)

Hindari aktivitas membungkuk mendadak, melengok, dan mengangkat beban lama

e)

Lakukan aktivitas di luar ruangan dan dibawah sinar matahari untuk memperbaiki kemampuan

tubuh menghasilkan vitamin D


5)

Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi

a)

Jelaskan pentingnya diet yang tepat, latihan, dan aktivitas fisik yang sesuai, serta istirahat yang

cukup

b)

Jelaskan penggunaan obat serta efek samping obat yang diberikan secara detail

c)

Jelaskan pentingnya lingkungan yang aman. Misalnya, lantai tidak licin, tangga menggunakan

pegangan untuk menghindari jatuh


d)

Anjurkan mengurangi kafein, alcohol, dan merokok

e)

Jelaskan pentingnya perawatan lanjutan


1.

e.

Evaluasi

Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan :


1)

Aktivitas dan mobilitas fisik terpenuhi

a)

Melakukan ROM secara teratur

b)

Menggunakan alat bantu saat aktivitas

c)

Menggunakan brace / korset saat aktivitas

2)

Koping pasien positif

a)

Mengekspresikan perasaan

b)

Memilih alternatif pemecah masalah

c)

Meningkatkan komunikasi

3)

Mendapatkan peredaan nyeri

a) Mengalami redanya nyeri saat beristirahat


b) Mengalami ketidaknyamanan minimal selama aktivitas kehidupan sehari-hari
c) Menunjukkan berkurangnya nyei tekan pada tempat fraktur
4)

Tidak mengalami fraktur baru

a)

Mempertahankan postur yang bagus

b)

Mempegunakan mekanika tubuh yang baik

c)

Mengkonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D

d)

Rajin menjalankan latihan pembedahan berat badan (berjalan-jalan setiap hari)

e)

Istirahat dengan berbaring beberapa kali sehari

f)

Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah

g)

Menciptakan lingkungan rumah yang aman

h)

Menerima bantuan dan supervisi sesuai kebutuhan

5)

Mendapatkan pengetahuan mengenai oesteoporosis dan program penanganannya.

a)

Menyebutkan hubungan asupan kalsium dan latihan terhadap massa tulang

b)

Mengkonsumsi kalsium diet dalam jumlah yang mencukupi

c)

Meningkatkan tingkat latihan

d)

Gunakan terapi hormon yang diresepkan

e)

Menjalani prosedur skrining sesuai anjuran

A. Latar belakang
Dengan bertambahnya usia harapan hidup orang Indonesia, jumlah manusia lanjut usia di
Indonesia akan bertambah banyak pula. Dengan demikian, masalah penyakit akibat penuaan
akan semamkin banyak kita hadapi. Salah satu penyakit yang harus diantisipasi adalah penyakit
osteoporosi dan patah tulang. Pada situasi mendatang, akan terjadi perubahan demografis yang
akan meningkatkan populasi lanjut usia dan meningkatkan terjadinya patah tulang karena
osteoporosis.
Kelainan ini 2-4 klien lebih serng terjadi pada wanita dibandingkan pria. Dari seluruh
klien, satu antara tiga wanita yang berusia di atas 60 tahun Dan satu diantara enam pria yang
berusia di atas 75 tahun akan mengalami patah tulang akibat kelainan ini.
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat,
sehingga tulang menjadi keras dan padat. Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh
memerlukan persediaan kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan
hormon dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin,
estrogen pada wanita dan testosteron pada pria). Juga persediaan vitamin D yang adekuat, yang
diperlukan untuk menyerap kalsium dari makanan dan memasukkan ke dalam tulang.
Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan
maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang secara perlahan.
Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang
padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis. Sekitar 80% persen penderita penyakit
osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus
menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko
terkena osteoporosis.
B. Tujuan
Setelah membaca makalah ini diharapkan dapat memahami tentang konsep osteoporosis
serta bagaimana proses keperawatan pada penyakit tersebut dan mampu menerapkannya dalam
memberikan pelayanan kesehatan nyata.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang sehingga mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang
secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan
stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. (Brunner & Suddarth, 2000).

Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang kronik dan progresif, yang
ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan struktural jaringan tulang, yang dapat
mengakibatkan kerapuhan tulang. (Sharon L. Lewis, 2007)
Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/ massa tulang,
peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai dengan kerusakakn
arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga
tulang menjadi mudah patah.

B.

Etiologi
Di bawah ini merupakan beberapa penyebab terjadinya Osteoporosis yaitu :
1. Osteoporosis postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu
mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada
wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih
lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis
postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini
daripada wanita kulit hitam.

2. Osteoporosis senilis
Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia
dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru.
Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi
pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita
osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis
lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid,

barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan
dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
C. Faktor Resiko Osteoporosis
Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu :
1. Usia
Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
2. Genetik
Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
Seks (wanita > pria)
Riwayat keluarga
3. Lingkungan, dan lainnya
Defisiensi kalsium
Aktivitas fisik kurang
Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
Merokok, alcohol
Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)
4. Hormonal dan penyakit kronik
Defisiensi estrogen, androgen
Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme
Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)
5. Sifat fisik tulang
Densitas (massa)
Ukuran dan geometri
Mikroarsitektur
Komposisi
6. Penurunan respons protektif
Kelainan neuromuscular
Gangguan penglihatan
Gangguan keseimbangan
7. Peningkatan fragilitas tulang
Densitas massa tulang rendah
Hiperparatiroidisme
8. Gangguan penyediaan energy
Malabsorpsi
D. Fatofisiologi

Osteoporosis menunjukan adanya penurunan absolut dari jumlah tulang yang diperlukan
sebagai kekuatan penyanggah mekanik. Berkurangnya masa tulang, dan demikian pula dengan
massa otot sesungguhnya berkaitan dengan proses menua (penuaan). Hanya apabila
berkurangnya (hilangnya) jaringan tulang cukup luas sampai menimbulkan gejala maka disebut
osteoporosis.

Kelemahan dan
perasaan mudah lelah

Insufisiensi paru
Relaksasi otot
abdominal, perut
menonjol

Perubahan Postural

Penurunan tinggi
badan

Kifosis prorgresif

Penurunan
kemampuan
pergerakan

Deformitas skelet
Preubahan Postural

Konstipasi

Gangguan fungsi
ekstremitas atas dan
bawah
Pergerakan fragmen
tulang, spasme otot

Kompresi syaraf
pencernaan ileus
paralitik

Tulang menjadi rapuh dan


mudah patah

Kolaps bertahap
tulang vertebra

Fraktur kompresi
vertebra torakalis
Fraktur kompresi
vertebra lumbalis

Fraktur
Femur
Fraktur
Colles

OSTEOPOROSIS

Penurunan massa tulang total

Gambar 1. Fathway Osteoporosis (Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal

E. Klasifikasi Osteoporosis
1. Osteoporosis primer
Kondisi ini lebih sering terjadi, dan bukan karena kondisi patologis. Osteoporosis primer
dapat terjadi pada pria dan wanita pada berbagai usia tetapi lebih sering terjadi pada wanita
setelah menopause dan pria pada usia lanjut. Osteoporosis primer dibagai lagi menjadi 2 subtipe
yaitu :
a. Tipe I (postmenopause) : terjadi pada wanita antara usia 55 dan 65 tahun.
b. Tipe II (senile) : terjadi pada usia lebih dari 65 tahun.
2. Osteoporosis sekunder
Disebabkan karena kondisi medis/penyakit-penyakit tulang erosive (seperti
hiperparatiroidisme, myeloma multiple, hipertiroidisme) Dan akibat terapi obat-obatan jangka
panjang seperti kortikosteroid ataupun karena imobilisasi yang lama, seperti pada pasien dengan
injuri spinal cord.
3. Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis Idiopatik adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan
ditemukan pada usia anak-anak (juvenile), usia remaja (adolesen), wanita pra-menopause dan
pada pria usia pertengahan.
F. Manifestasi Klinik Osteoporosis
Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
1. Nyeri Tulang, terutama pada tulang belakang yang intensitas serangannya meningkat pada
malam hari.
2. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
3. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
4. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas
5. Deformitas tulang. Dapat terjadi traumatik pada vertebra Dan menyebabkan kifosis angular yang
dapat menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
G. Komplikasi Osteoporosis
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra
mengakibatkan deformitas skelet
H. Pemeriksaan Penunjang Osteoporosis
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu ;
1. BMD (Bone Mineralo Densitometry)
Bone Mineralomentry atau Bone Mineralo Densitometry (BMD) merupakan suatu
pemeriksaan kuantitatif untuk mengukur kandungan mineral tulang. Alat ini sangat membantu

seseorang yang hendak mengetahui, secara sederhana, apakah seseorang mengalami osteoporosis
atau tidak.
2. Pemeriksaan radioisotop
a. Single Photon Absorbtimetry (SPA)
Sumber sinyal berasal dari foton dari sinar 1-125 dengan dosis 200 mci, yang diperiksa
pada tulang perifer radius dan calcaneus.
b. Dual Photon Absorpmetry (DPA)
Sumber sinar berasal dari radionuklida GA-135 sebanyak 1,5 CI yang mempunyai energi
(44 kev dan 100 kev) digunakan untuk mengukur vertebra dan kolum femoris.
3. Quantitative Computerized Tomography
Merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai mineral tulang secara
volumetrik dan trabekulasi tulang radius, tibia dan vertebra.

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Dapat mengukur struktur trabekulasi dan kepadatannya. Tidak memakai radiasi, hanya
dengan lapangan magnet yang sangat kuat, tetapi pemeriksaan ini mahal dan memerlukan sarana
yang banyak.
5. Dual-energy X Ray Absorbtiometry
Pemeriksaan ini prinsip kerjanya hampir sama dengan SPA dan DPA. Bedanya
pemeriksaan ini menggunakan radiasi sinar X yang sangat rendah. Pemeriksaan ini dibagi
menjadi dua jenis, yaitu SXA Single X-ray Absorbtiometry dan SXA-DEXA-Dual Energy XRay Absorbtiometry. Metode ini sangat sering digunakan untuk pemeriksaan osteoporosis baik
pada pria maupun wanita, mempunyai presisi dan akurasi yang tinggi.
Hasil yang diberikan pada pemeriksaan DEXA berupa:

Densitas massa tulang. Mineral tulang yang pada area yang dinilai satuan bentuk gram per cm.

Kandungan mineral tulang, dalam satuan gram.

Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas pada orang
seusia dan sewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z score atau T-score).
6. Ultra Sono Densitometer (USG) metode Quantitative Ultrasound (QUS)
Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas massa tulang perifer
menggunakan gelombang ultrasound yang menembus tulang. Dalam pemeriksaan ini, yang
dinilai adalah kekuatan dan daya tembus gelombang yang melewati tulang dengan ultra broad
band tanpa risiko radiasi. Adanya elastisitas tulang membuktikan adanya kecepatan tembus
gelombang dan kekuatan tulang dengan ultrasound.
7. Pemeriksaan Biopsi
Bersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas,
osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi dilakukan pada tulang
sternum atau krista iliaka.
I.

Penatalaksanaan
Penanganan yang dapat dilakukan pada klien dengan osteoporosis adalah antara lain :
1. Diet

2.
3.
4.
5.

Pemberian kalsium dosis tinggi


Pemberian vitamin D dosis tinggi
Pemasangan penyangga tulang belakang (spiral brace) untuk mengurangi nyeri punggung
Pencegahan dengan menghindari faktor risiko osteoporosis (misalnya merokok, mengurangi
konsumsi alkohol, berhati-hati dalam aktivitas fisik)
6. Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjadi.
J. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Osteoporosis
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan salah satu tindakan keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data atau informasi dari pasien baik yang bersifat objektif dan subjektif agar
mempermudah dalam menentukan masalah keperawatan.
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan dan sebagainya
2) Riwayat penyakit dahulu
Dalam pengkajian Merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita pasien sebelum diagnosis
osteoporosis muncul seperti reumatik, Diabetes Mellitus, hipertiroid, hiperparatiroid dan lain
sebagainya.
3) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan keluhan-keluhan yang dirasakan pasien sehingga ia dibawa ke Rumah Sakit, seperti
nyeri pada punggung.
4) Riwayat penyakit keluarga
Dalam pengkajian, kita juga perlu mengkaji riwayat penyakit keluarga pasien, yaitu apakah
sebelumnya ada salah satu keluarga pasien yang memiliki penyakit yang sama.
b.
1)

2)

3)

4)

Pengkakjian bio-psiko-sosisal dan spiritual


Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
Kebiasaan minum alkohol, kafein
Riwayat keluarga dengan osteoporosis
Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
Penggunaan steroid jangka panjang
Pola nutrisi metabolik
Inadekuat intake kalsium
Pola aktivitas dan latihan
Fraktur
Badan bungkuk
Jarang berolah raga
Pola tidur dan istirahat
Tidur terganggu karena adanya nyeri

5)

6)

7)

Pola persepsi kognitif


Nyeri pada punggung
Pola reproduksi seksualitas
Menopause
Pola mekanisme koping terhadap stres
Stres, cemas karena penyakitnya

c.
a.

Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing). Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada Dan tulang belakang.
Palpasi : Taktil Fremitus seimbang kanan Dan kiri. Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang
paru. Auskultasi : pada kasus lansia biasanya didapatkan suara ronki.
B2 (Blood). Pengisapan kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing.
Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang
berkaitanngan efek obat.
B3 (Brain). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
Kepala Dan Wajah : terdapat sianosis
Mata : skelera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
Leher : biasanya JVP dalam batas normal
B4 (Bladder). Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak adaa keluhan pada system
perkemihan
B5 (bowel). Pada kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi, namun juga penting dikaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
B6 (Bone). Pada Inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering
menunjukkan kifosis atau ngibbus (dowagers hump) Dan penurunan tinggi badan Dan berat
badan. Ada gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, Dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 Dan lumbalis 3.

b.

c.

d.
e.
f.

d.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Pemeriksaaan penunjang
CT-Scan
BMD (Bone Mineralo Densitometry)
Pemeriksaan radioisotop
Quantitative Computerized Tomography
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Dual-energy X Ray Absorbtiometry
Ultra Sono Densitometer (USG)
Pemeriksaan Biopsi

e.

Analisa Data
No
Symtom
1. DS :
Pasien mengatakan Nyeri

Etiologi
Tulang rapuh dan
mudah patah

Problem
Nyeri berhubungan
dengan dampak skunder

dari fraktur vertebra

Fraktur

Tulang, belakang yang


intensitas serangannya
meningkat pada malam hari.
(skala : 1-10)
Pasien mengatakan Sakit
hebat dan terlokalisasi pada
vertebra yg terserang
Pasien mengatakan Nyeri
berkurang pada saat istirahat
di tempat tidur
DO :
Pasien kelihatan menahan
nyeri
Pasien tidak bisa bergerak
bebas

Gangguan fungsi
ekstremitas atas
dan bawah

Pergerakan
fragmen tulang,
spasme otot

Nyeri
2.

DS :
Pasien mengatakan
aktivitasnya terganggu
Pasien mengatakan
kesulitan dalam bergerak
DO :
Pasien mengalami kesulitan
bergerak tempat tidur
Pasien terlihat terbaring
lemah di tempat tidur

Tulang rapuh dan


mudah patah

Jatuh

Hambatan mobilitas fisik


berhubungan dengan
disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal
(kifosis) atau fraktur baru

Deformitas skelet

Berkurangnya
kemampuan
pergerakan
Osteoporosis

3.

Risiko tinggi injury atau


fraktur berhubungan
dengan kecelakaan
ringan/jatuh

Tulang rapuh dan


mudah patah

DS :
Pasien mengatakan lemas
Dan kaku
DO :
Pasien tampak lemah
Jatuh/kecelakaan

Resiko
Tinggi Cidera

2. Diangnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan dampak skunder dari fraktur vertebra
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis) atau fraktur baru
c. Risiko tinggi injury atau fraktur berhubungan dengan kecelakaan ringan/jatuh
d. Defisiensi pengetahuan dan informasi berhhubungan dengan salah persepsi dan kurang
informasi
3. Intervensi Keperawatan

No
1.

2.

Diagnosa
Keperawatan
Nyeri
berhubungan
dengan dampak
skunder dari
fraktur vertebra

Tujuan dan
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 3x8 jam,
diharapkan nyeri
klien berkurang
dengan kriteria hasil:

Klien mampu
mengenali onset
nyerinya (Skala 5)
Klien melaporkan
nyerinya terkontrol
(Skala 5).
Klien mampu
mendeskripsikan
nyerinya (Skala 5).
Klien mampu
melaporkan nyeri
(Skala 5)
Klien mampu
melaporkan lama
nyeri berlangsung
(Skala 5)
Klien tidak cemas
(Skala 5)
Hambatan
Tujuan : setelah

mobilitas fisik
dilakukan tindakan
berhubungan
keperawatan
dengan
diharapkan pasien
disfungsi
dapat melakukan
sekunder akibat mobilitas fisik
perubahan
Kriteria
skeletal (kifosis) Hasil : klien mampu
atau fraktur baru melakukan aktivitas
normal secara

mandiri.

Intervensi

Rasional

Pantau atau kaji

tingkat/skala nyeri (110), intensitas dan


sifat nyeri
P :Provocate = Faktor
Pencetus
Q : Quality = Kualitas
R : Region = Lokasi
S: Severe =Keparahan
T: Time = Durasi

Untuk mengetahui
penyebab nyeri Dan sifat
nyeri apakah bersifat
terlokasi atau menyebar
dan waktunya

Atur posisi pasien


senyaman mungkin

Posisi yang baik dapat


mengurangi rasa nyeri

Ajarkan klien dan


keluarganya
Klien dapat mengatasi
manajemen nyeri
nyeri secara mandiri
Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
Analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri

Ajarkan klien untuk


melakukan latihanlatihan fisik secara
bertahap
Ajarkan klien tentang
pentingnya latihan
fisik

Latihan fisik dapat


meningkatkan kekuatan
otot serta melancarkan
sirkulasi darah.
Klien mengetahui
pentingnya latihan fisik
dan mau melakukannya
secara rutin

Anjurkan klien untuk


menghindari latihan
fleksi, membungkuk
dengan tiba-tiba Dan
mengangkat beban
berat

Gerakan yang
menimbulkan kompresi
vertical berbahaya dan
dapat mengakibatkan
risiko fraktur vertebra.

3.

4.

Kolaborasi dalam

pemberian obat
Risiko tinggi
Tujuan : klien tidak Ciptakan lingkungan
injury atau
mengalami injury
yang aman dan bebas
fraktur
Kriteria
bahaya bagi klien
berhubungan
hasil : Klien tidak
dengan
mengalami jatuh
Beri support untuk
kecelakaan
atau fraktur akibat
kebutuhan ambulansi;
ringan/jatuh
jatuh
mengunakan alat
bantu jalan atau
tongkat.

Bantu klien penuhi


ADL (activities daily
living) dan cegah
klien dari pukulan
yang tidak sengaja
atau kebetulan

Anjurkan klien untuk


belok dan
menunduk/bongkok
secara perlahan dan
tidak mengangkat
beban yang berat.

Ajarkan klien tentang


pentingnya diet (tinggi
kalsium, vitamin D)
dalam mencegah
osteoporosis lebih
lanjut

Anjurkan klien untuk


menguragi kafein,
rokok dan alcohol
Defisiensi
Tujuan
Kaji tingkat

pengetahuan dan :Meningkatkan


pengetahuan klien
informasi
pengetahuan klien
tentang osteoporosis.
berhhubungan
tentang osteoporosis Berikan informasi
dengan salah
Kriteria
yang tepat kepada
persepsi dan
Hasil : klien tau
klien tentang
kurang
tentang penyakitnya, osteoporosis, cara
informasi
mengerti bagaimana pencegahan serta cara
pencegahan
pennanganannya
osteoporosisi

Membantu dalam proses


penyembuhan
lingkungan yang bebas
bahaya mengurangi
risiko untuk jatuh dan
mengakibatkan fraktur
Memberi support ketika
berjalan mencegah tidak
jatuh pada lansia
Benturan yang keras
menyebabkan fraktur
tulang, karena tulang
sudah rapuh, porus dan
kehilangan kalsium
Gerakan tubuh yang
cepat dapat
mempermudah fraktur
compression vertebral
pada klien dengan
osteoporosis
Diet kalsium memelihara
tingkat kalsium dalam
serum, mencegah
kehilangan kalsium
ekstra dalam tulang
Kafein yang berlebihan
meningkatkan
pengeluaran kalsium
berlebihan dalam urine
Mengetahui sejauh mana
klien tahu tentang
penyakitnya
Meningkatkan
pengetahuan klien
tentang osteoporosi
sehingga pasien bisa
melakukan pencegahan
atau penanganannya
secara mandiri

4. Implementasi
Merupakan tindakan-tindakan dari intervensi keperawatan yang telah ditetapkan dalam
memberikan aasuhan keperawatan kepada klien
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses akhir dari prosedur keperawatan yang meliputi
pendokumentasian tindakan-tindakan yang sudah dilakukan dalam pemberian perawatan
terhadap klien
No
Diagnosa
Evaluasi
1. Nyeri berhubungan dengan dampak Klien mampu mengenali onset nyerinya
skunder dari fraktur vertebra
(Skala 5).
Klien melaporkan nyerinya terkontrol (Skala
5).
Klien mampu mendeskripsikan nyerinya
(Skala 5).
Klien mampu melaporkan nyeri (Skala 5)
Klien mampu melaporkan lama nyeri
berlangsung (Skala 5)
Klien melaporkan nyeri (Skala 5)
Klien tidak cemas
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan Klien mampu menyangga berat badan
dengan disfungsi sekunder akibat Klien mampu berjalan dengan benar
perubahan skeletal (kifosis) atau Klien mampu berjalan dengan langkah pelan
fraktur baru.
Klien mampu berjalan dengan langkah
sedang
Klien mampu mempertahankan
keseimbangan tubuh saat duduk tanpa
penyangga punggung ;skala 5
Mempertahankan keseimbangan tubuh saat
berjalan
3. Risiko tinggi injury atau fraktur Keseimbangan tubuh meningkat
berhubungan
dengan
kecelakaan Klien dapat bergerak dengan mudah
ringan/jatuh
Klien mengetahui cara latihan mengurangi
resiko jatuh

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/massa tulang,
peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai dengan kerusakakn
arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga
tulang menjadi mudah patah.
Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu : usia, genetik, defisiensi kalsium,
aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin),
merokok, alcohol serta sifat fisik tulang (densitas atau massa tulang) dan lain sebagainya.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra
mengakibatkan deformitas skelet
B. Saran
1. Lansia
Harus lebih memperhatikan kesehatan dengan menghindari faktor-faktor resiko
osteoporosis serta memenuhi asupan gizi yang lengkap terutama untuk tulang
2. Tenaga medis
Sebagai seorang tenaga medis harus mampu memberikan pendidikan kesehatan yang baik
terutama bagi lansia sehingga dapat menghindarkan atau mencegah terjadinya penyakit
osteoporosis
3. mahasiswa
harus lebih memahami tentang asuhan keperaawatan pada gangguan system
musculoskeletal osteoporosis sehingga mampu menerapkannya di lhan praktik demi memberi
pelayanan kesehatan yang baik bagi klien.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan KeperawatanKlien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Kumar, Vinay, Abul K. Abbas dan Nelson Fausto. 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease.Seventh Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders.
Lewis, Sharon L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems
Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2.
Jakarta : EGC.

BAB I
KONSEP MEDIK
1.1 Definisi
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostatis normal, kecepatan resorbsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan stress
yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. (Keperawatan Medikal Bedah,
2335)
Osteoporosis adalah penurunan massa tulang yang disebabkan karena meningkatnya
resorbsi tulang melebihi pembentukan tulang. Dua penyebab ketidakseimbangan ini yang paling
penting adalah fungsi gonad yang menurun dan proses penuaan normal. (Patofisiologi volume 2,
1359)
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit
skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan mikroarsitektur
dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan meningkatnya kerentanan
terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang
total.
1.2 Etiologi
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen
yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami
menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia

Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun,
wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular
karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki
risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu
alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan
wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita Osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis
menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk
tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik
a. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang
merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
b. Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan
rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University
Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein
dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih
banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu
kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
c. Malas Olahraga
Mereka yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses
pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak
gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
d. Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena
osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan
tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang
sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping
itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung,
dantersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses
pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara
langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan
terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek
rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah
berhenti.
e. Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akanmengambil kalsium
dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.(Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi
ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi
akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu,

obat heparin dan anti kejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter
sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
Tulang adalah jaringan dinamis yang diatur oleh faktor endokrin, nutrisi, dan aktivitas fisik.
Biasanya penanganan gangguan tulang terutama osteoporosis hanya fokus pada masalah hormon
dan kalsium, jarang dikaitkan dengan olahraga. Padahal, Wolff sejak 1892 menyarankan bahwa
olahraga sangatlah penting.
Osteoporosis (kekeroposan tulang) adalah proses degenerasi pada tulang. Mereka yang sudah
terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik sebagai bagian dari pengobatan. Olahraga teratur
dan cukup takarannya tidak hanya membentuk otot, melainkan juga memelihara
dan meningkatkan kekuatan tulang. Dengan demikian, latihan olahraga dapat mengurangi risiko
jatuh yang dapat memicu fraktur (patah tulang). (Mulyaningsih, 2008).
1.3 Prognosis
Osteoporosis merupkan masalah kesehatan yang utama. Berdasarkan data dari Third
National Health and Nutrition Examination Survey, yang mencakup pengukuran densitas
mineral tulang pada pinggul, 20% wanita dan 5% pria berusia 50 tahun keatas menderita
osteoporosis. Densitas tulang yang rendah merupakan penyebab utama dari meningkatnya resiko
retak atau patah tulang. Kira-kira 250,000 kasus patah tulang terjadi setiap tahun. Dari data dapat
disimpulkan bahwa pria dan wanita yang mengalami patah tulang pinggul mengalami tingkat
mortalitas tinggi, sedangkan yang berhasil sembuh setelah dirawat memiliki resiko cacat jangka
panjang.
Osteoporosis merupakan akibat dari kombinasi berkurangnya masa puncak tulang dan
meningkatnya masa otot yang hilang. Masa puncak tulang biasanya dicapai pada usia 20-an dan
tergantung pada faktor keturunan pada masa anak-anak dan remaja. Hal ini merupakam masalah
kesehatan yang serius karena hamper 1 dari 4 wanita berusia di atas 65 tahun, 1 dari 2 wanita
berusia di atas 80 tahun akan mengalami penyakit ini. (Iwan Sain, S. Kep,ASKEP Pada Klien
Dengan Gangguan Metabolime Tulang : OSTEOPOROSIS.pdf)
1.4 Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
1. Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau tanpa
fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak
2. Nyeri timbul mendadak
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas
6. Postur tubuh kelihatan memendek atau penurunan tinggi badan akibat dari Deformitas vertebra
thorakalis. (Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)
1.5 Klasifikasi Stage
Menurut Farida Mulyaningsih (2008), osteoporosis diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Osteoporosis Postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang
berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak
semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita
kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.

2. Osteoporosis Sinilis
Merupakan
akibat
dari
kekurangan
kalsium
yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang d
an pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut.
Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih seringmenyerang wanita.
Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis Sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya
atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal
(terutama
tiroid,
paratiroid dan adrenal) dan obatobatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisamemperburuk keadaan osteoporosis.
4. Osteoporosis Juvenil Idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya belum diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak
dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang
normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Mulyaningsih, 2008).
1.6 Patofisiologi
Didalam kehidupan, tulang akan selalu mengalami proses perbaharuan. Tulang memiliki
2 sel, yaitu osteoklas
(bekerja untuk
menyerap dan
menghancurkan/merusak tulang) dan osteoblas (sel yang bekerja untuk membentuk tulang).
(Compston, 2002). Tulang yang sudah tua dan pernah mengalami keretakan, akan dibentuk
kembali. Tulang yang sudah rusak tersebut akan diidentifikasi oleh sel osteosit (sel osteoblas
menyatu dengan matriks tulang). (Cosman, 2009) Kemudian terjadi penyerapan kembali yang
dilakukan oleh sel osteoklas dan nantinya akan menghancurkan kolagen dan mengeluarkan asam.
(Tandra, 2009) Dengan demikian, tulang yang sudah diserap osteoklas akan dibentuk bagian
tulang yang baru yang dilakukan oleh osteoblas yang berasal dari sel prekursor di sumsum tulang
belakang setelah sel osteoklas hilang. (Cosman, 2009) Proses remodelling tulang tersebut dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4: Siklus remodelling tulang, Cosman, 2009


Menurut Ganong, ternyata endokrin mengendalikan proses remodelingtersebut. Dan hormon
yang mempengaruhi yaitu hormon paratiroid (resorpsitulang menjadi lebih cepat) dan estrogen
(resorpsi tulang akan menjadi lama).Sedangkan pada osteoporosis, terjadi gangguan pada
osteoklas, sehinggatimbul ketidakseimbangan antara kerja osteoklas dengan osteoblas.
Aktivitassel osteoclas lebih besar daripada osteoblas. Dan secara menyeluruh massatulang pun
akan menurun, yang akhirnya terjadilah pengeroposan tulang padapenderita osteoporosis.

(Ganong, 2008) Gambar 5 menunjukan perbedaantulang yang normal dan tulang yang sudah
mengalami pengeroposan.

Gambar 5: Tulang Normal dan Keropos


Tulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang penting pada pembentukan t
ulang yaitu osteoclas dan osteoblas. Osteoblas berperan pada pembentukan tulang dan
sebaliknya osteoklas pada proses resorpsi tulang. Matriks ekstra seluler terdiri atas dua
komponen, yaitu anorganik sekitar 30-40% dan matrik inorganik yaitu garam mineral sekitar 6070 %. Matrik inorganik yang terpenting adalah kolagen tipe 1 ( 90%), sedangakan komponen
anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfat, disampinh magnesium, sitrat, khlorid dan
karbonat.
Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan mengalami perubahan selama
kehidupan melalui tiga fase: Fase pertumbuhan, fase konsolodasi dan fase involusi. Pada fase
pertumbuhan sebanyak 90% dari massa tulang dan akan berakhir pada saat epifisi tertutup.
Sedangkan pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa tulang
bertambah dan mencapai puncak ( peak bone mass ) pada pertengahan umur tiga puluhan. Serta
terdapat dugaan bahwa pada fase involusi massa tulang berkrang ( bone Loss ) sebanyak 35-50
tahun
Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari Adanya massa puncak tulang
yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini
diduga berkaitan dengan faktor genetic, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa
tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain seperi obat obatan atau aktifitas fisik yang
kurang
serta
faktor
genetik. Akibat
massa
puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang menyebabkan. Densitas
tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadinya fraktur.
Kejadian osteoporosis dapat terjadi pada setiap umur kehidupan. Penyebabnya adalah akibat
terjadinya penurunan bone turn over yang terjadi sepanjang kehidupan. Satu dari dua wanita
akan mengalami osteoporosis, sedangkan pada laki-laki hanya 1 kasus osteoporsis dari lebih 50
orang laki-laki. Dengan demikian insidensi osteoporosis pada wanita jauh lebih banyak daripada
laki-laki.
Hal
ini
di
duga
berhubungan
dengan
adanya fase masa menopause dan proses kehilangan pada wanita jauh lebih banyak.

Gambar 6: Percepatan Pertumbuhan Tulang


Gambar diatas menunjukan bahwa terjadi percepatan pertumbuhan tulang, yang mencapai
massa puncak tulang pada usia berkisar 20 - 30 tahun, kemudian terjadi perlambatan formasi
tulang dan dimulai resorpsi tulang yang lebih dominan. Keadan ini bertahan sampai seorang
wanita apabila mengalami menopause akan terjadi percepatan resorpsi tulang, sehingga keadaan
ini tulang menjadi sangat rapuh dan mudah terjadi fraktur.
Setelah usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulaiN akhirnya akan lebih dominan
dibandingkan dengan pembentukan tulang. Kehilangan massa tulang menjadi cepat pada
beberapa tahun pertama setelah menopause dan akan menetap pada beberapa
tahun kemudian pada masa postmenopause. Proses ini terus berlangsung pada akhirnya secara
perlahan tapi pasti terjadi osteoporosis. Percepat osteoporosis tergantung dari hsil pembentukan
tulang sampai tercapainya massa tulang puncak.
Massa tulang puncak ini terjadi sepanjang awal kehidupan sampai dewasa muda. Selama
ini, tulang tidak hanya tumbuh tetapi juga menjadi solid. Pada usia rata-rata 25 tahun tulang
mencapai pembentuk massa tulang puncak. Walaupun demikian massa puncak tulang ini secara
individual sangat bervariasi dan pada umumnya pada laki-laki lebih tinggi dibanding pada
wanita.
Massa
puncak
tulang
ini
sangatlah
penting,
yang akan menjadi
ukuran seseorang menjadi risiko terjadinya fraktur pada kehidupannya. Apabila massa
puncak tulang ini rendah maka akan mudah terjadi fraktur kan saja, tetapi apabila tinggi makan
akan terlindung dari ancaman fraktur. Faktor faktor yang menentukan tidak tercapainya massa
tulang puncak sampai saai ini belum dapat dimengerti sepenuhnya tetapi diduga terdapat
beberapa faktor yangberperan, yaitu genetik, asupan kalsium, aktifitas fisik, dan
hormon seks. Untuk memelihara dan mempertahan massa puncak tulang adalah dengan diet,
aktifitas fisik, status reproduktif, rokok, kelebihan konsumsi alkohol, dan beberapa obat
(Permana, 2009).
1.7 Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Berbagai fraktur yang terjadi akibat
komplikasi dari osteoporosis antara lain ; fraktur vertebra, fraktur pinggul, fraktur femur, fraktur
pergelangan tangan, dan berbagai macam fraktur lainnya. (Askep Osteoporosis.pdf)
1.8 Pemeriksaan Diagnostik
Seseorang yang ingin menentukan terjadinya osteoporosis atau tidak, biasanya
diagnosis yang digunakan yaitu dengan pemeriksaan Densitas Mineral Tulang (DMT) agar
mengetahui kepadatan tulang pada orang tersebut. (Hartono, 2004). Untuk menentukan
kepadatan tulang tersebut, ada 3 teknik yang biasa digunakan di Indonesia, antara lain :
1. Densitometri DXA (dual-energy x-ray absorptiometry)
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling tepat dan mahal. Orang yang
melakukan pemeriksaan ini tidak akan merasakan nyeri dan hanya dilakukan sekitar 5 - 15
menit.
Menurut
Putri,
DXA
dapat
digunakan pada wanita yang mempunyai peluang untuk mengalami osteoporosis, seseorang

yang memiliki ketidakpastian dalam diagnosa, dan penderita yang memerlukan keakuratan dalam
hasil pengobatan osteoporosis. (Putri, 2009).
Keuntungan yang didapatkan jika melakukan pemeriksaan ini yaitu dapat menentukan
kepadatan tulang dengan baik (memprediksi resiko patah tulang pinggul) dan mempunyai
paparan radiasi yang sangat rendah. Akan tetapi alat ini memiliki kelemahan yaitu membutuhkan
koreksi berdasarkan volume tulang (secara bersamaan hanya menghitung 2 dimensi yaitu tinggi
dan lebar) dan jika pada saat seseorang melakukan pengukuran dalam posisi yang tidak benar,
maka akan mempengaruhi hasil pemeriksaan tersebut. (Cosman, 2009)
Hasil dari DXA dapat dinyatakan dengan T-score, yang dinilai dengan melihat perbedaan
BMD dari hasil pengukuran dengan nilai rata-rata BMD puncak. (Tandra, 2009) Hasil dari
pemeriksaan BMD dapat dilihat pada gambar 2.3.

k;uiou

Gambar 7: Hasil Pemeriksaan Osteoporosis Berdasarkan BMD


Menurut WHO, kriteria T-score dibagi menjadi 3, yaitu T-score > -1 SD yang
menunjukkan bahwa seseorang masih dalam kategori normal. T-score <-1 sampai -2,5
dikategorikan osteopenia, dan < - 2,5 termasuk dalam kategori osteoporosis, apabila disertai
fraktur, maka orang tersebut termasuk dalam osteoporosis berat. (WHO, 1994)
2. Densitometri US (ultrasound)
Kerusakan yang terjadi pada tulang dapat didiagnosis dengan pengukuran ultrsound,
yaitu dengan mengunakan alat quantitative ultrasound (QUS). Hasil pemeriksaan ini ditentukan
dengan gelombang suara, karena cepat atau tidaknya gelombang suara yang bergerak pada tulang
dapat terdeteksi dengan alat QUS. Jika suara terasa lambat, berarti tulang yang dimiliki padat.
Akan tetapi, jika suara cepat, maka tulang kortikal luar dan trabekular interior tipis. Pada
beberapa penelitian,menyatakan bahwa dengan QUS dapat mengetahui kualitas tulang, akan
tetapi QUS dan DXA sama-sama dapat memperkirakan patah tulang . (Lane, 2003)
Dengan alat ini, seseorang tidak akan terpapar radiasi karena tidak menggunakan sinar
X. Kelemahan alat ini, yaitu tidak memiliki ketelitian yang baik (saat dilakukan pengukuran
ulang sering terjadi kesalahan), tidak baik dalam mengawasi pengobatan (perubahan massa
tulang) (Cosman, 2009).
3. Pemeriksaan CT (computed tomography)
Pemeriksaan
CT
merupakan
salah
satu
pemeriksaan
laboratorium
yang dilakukan dengan memeriksa biokimia CTx (C-Telopeptide). Dengan pemeriksaan ini
dapat menilai kecepatan pada proses pengeroposan tulang dan pengobatan antiesorpsi oral pun
dapat dipantau. (Putri, 2009) Kelebihan yang didapatkan jika menggunakan alat ini yaitu
kepadatan tulang belakang dan tempat biasanya terjadi patah tulang dapat diukur dengan akurat.
Akan tetapi pada tulang yang lain sulit diukur kepadatannya dan ketelitian yang dimiliki tidak
baik serta tingginya paparan radiasi. (Cosman, 2009) (Agustin, 2009).
Penilaian langsung densitas tulang untuk mengetahui ada tidaknya osteoporosis dapat
dilakukan secara:
1. Radiologic

2.
3.
4.
5.

Radioisotope
QCT (Quantitative Computerized Tomography)
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Densitometer (X-ray absorpmetry)
Penilaian osteoporosis secara laboratorik dilakukan dengan melihat petanda biokimia
untuk osteoblas, yaitu osteokalsin, prokolagen I peptide dan alkali fosfatase total serum. Petanda
kimia untuk osteoklas; dioksipiridinolin (D-pyr), piridinolin (Pyr) Tartate Resistant Acid
Phosfotase (TRAP), kalisium urin, hidroksisiprolin dan hidroksi glikosida. Secara bioseluler,
penilaian biopsi tulang dilakukan secara histopometri dengan menilai aktivitas osteoblas dan
osteoklas secara langsung. Namun pemeriksaan diatas biayanya masih mahal.

1.9 Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Pengobatan osteoporosis difokuskan kepada memperlambat atau menghentikan kehilangan
mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya.
tujuan dari pengobatan ini adalah mencegah terjadinya fraktur (patah tulang).
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas dan
atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat yang beredar pada umumnya
bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat antiresorpsi misalnya: esterogen, kalsitonin, bifosfonat.
Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak mempunyai efek antiresorpsi maupun stimulator
tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses pembentukan
tulang oleh sel osteoblas.
a. Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai antiresorpsi, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun sel
osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen dalam pencegahan dan pengobatan
osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi
melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna. Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara
(mastalgia), retensi cairan, peningkatan berat badan, tromboembolisme, dan pada pemakaian
jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan
estrogen adalah: kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan
uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik, karsinoma ovarium, dan penyakit hait
yang berat Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai dengan dosis untuk anti resorpsi,
adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17-estradiol oral 1 2mg/ hari, 17-estradiol
perkutan 1,5 mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25 50 mg setiap 6 bulan. Kombinasi estrogen
dengan progesteron akan menurunkan risiko kanker endometrium dan harus diberikan pada
setiap wanita yang mendapatkan TSH, kecuali yang telah menjalani histerektomi.
Saat ini pemakaian fitoestrogen (isoflavon) sebagai suplemen mulai digalakkan
pemakaiannya sebagai TSH. Beberapa penelitian menyatakan memberikan hasil yang baik untuk
keluhan defisiensi estrogen, atau mencegah osteoporosis. Fitoestrogen terdapat banyak dalam
kacang kedelai, daun semanggi.
Ada golongan preparat yang mempunyai efek seperti estrogen yaitu golongan Raloksifen
yang disebut juga Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada
reseptor estrogen-b sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan payudara.
Mekanisme kerja Raloksifen terhadap tulang diduga melibatkan TGF yang dihasilkan oleh
osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel osteoklas.
b. Bifosfonat

1)
2)
3)

1)
2)

c.

2.

Bifosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis. Bifosfonat


merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh
atom karbon. Bifosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas dengan cara
berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara mengurangi
produksi proton dan enzim lisosomal di bawah osteoklas. Pemberian bifosfonat secara oral akan
diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat buruk (kurang dari 55 dari dosis yang diminum).
Absorpsi juga akan terhambat bila diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation divalen
lainnya, dan berbagai minuman lain kecuali air. Idealnya diminum pada pagi hari dalam keadaan
perut kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan apapun minimal selama 30 menit,
dan selama itu penderita harus dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring. Sekitar 20 50%
bifosfonat yang diabsorpsi, akan melekat pada permukaan tulang setelah 12 24 jam. Setelah
berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas, bifosfonat akan tetap berada di dalam
tulang selama berbulan-bulan bahkan bertahuntahun, tetapi tidak aktif lagi. Bifosfonat yang tidak
melekat pada tulang, tidak akan mengalami metabolism di dalam tubuh dan akan diekresikan
dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga harus hati-hati pemberiannya pada penderita gagal
ginjal..
Generasi Bifosfonat adalah sebagai berikut:
Generasi I : Etidronat, Klodronat
Generasi II: Tiludronat, Pamidronat, Alendronat
Generasi III: Risedronat, Ibandronat, Zoledronat
Hormon lain: hormon-hormon ini akan membatu meregulasi kalsium dan fosfat dalam tubuh
dan mencegah kehilangan jarungan tulang.
1)
Kalsitonin
2)
Teriparatide
Kalsium: kalsium dan vtamin D diperlukan untuk meningkatkan kepadatan tulang.
Konsumsi perhari sebanyak 1200-1500 mg (melalui makanan dan suplemen).
Konsumsi vitamin D sebanyak 600-800 IU diperlukan untuk meningkatkan kepadatan tulang.
Latihan pembebanan (olahraga)
Olahraga merupakan bagian yang sangat penting pada pencegahan maupun pengobatan
osteoporosis. Program olahraga bagi penderita osteoporosis sangat berbeda dengan olahraga
untuk pencegahan osteoporosis. Gerakan-gerakan tertentu yang dapat meningkatkan risiko patah
tulang harus dihindari. Jenis olahraga yang baik adalah dengan pembebanan dan ditambah
latihanlatihan kekuatan otot yang disesuaikan dengan usia dan keadaan individu masing-masing.
Dosis olahraga harus tepat karena terlalu ringan kurang bermanfaat, sedangkan terlalu berat pada
wanita dapat menimbulkan gangguan pola haid yang justru akan menurunkan densitas tulang.
Jadi olahraga sebagai bagian dari pola hidup sehat dapat menghambat kehilangan mineral tulang,
membantu mempertahankan postur tubuh dan meningkatkan kebugaran secara umum untuk
mengurangi risiko jatuh. Monoklonal antibodi RANK-Ligand.
Seperti diketahui terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan aktivitas sel osteoklas
menyerap tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler RANK-L sangat berperan. RANK-L akan
bereaksi dengan reseptor RANK pada osteoklas dan membentuk RANK- RANKL kompleks,
yang lebih lanjut akan mengakibatkan meningkatnya deferensiasi dan aktivitas osteoklas. Untuk
mencegah terjadinya reaksi tersebut digunakanlah monoklonal antibodi (MAbs) dari RANK-L
yang dikenal dengan: denosumab. Besarnya dosis yang digunakan adalah 60 mg dalam 3 atau 6
bulan.
Pencegahan

a. Mengurangi asupan protein hewani: Protein hewani meningkatkan kehilangan kalsium.


Studi lintas budaya telah menemukan hubungan yang kuat antara asupan protein hewani
dan risiko patah tulang pinggul. Tingginya asupan daging (lima atau lebih porsi per minggu)
secara signifikan meningkatkan risiko retak tulang lengan bawah pada perempuan, dibandingkan
dengan makan daging kurang dari sekali per minggu. Wanita lansia yang mengkonsumsi
sejumlah besar daging kehilangan tulang lebih cepat dan risiko lebih besar terkena retak tulang
pinggul.Risiko masalah tulang tampaknya berkurang ketika protein hewani diganti dengan
protein dari sumber nabati, terutama kedelai. Dalam studi klinis dengan wanita menopause,
makanan kedelai telah ditemukan mencegah keropos tulang. Penelitian telah menunjukkan
hubungan positif antara protein kedelai dan kepadatan mineral tulang pada wanita menopause.
Hal ini mungkin karena konsentrasi senyawa yang relatif tinggi yang disebut isoflavon dalam
protein nabati.
b. Peningkatan konsumsi buah dan sayuran
Penelitian telah menunjukkan bahwa diet kaya buah-buahan dan sayur-sayuran berkaitan
dengan kepadatan mineral tulang lebih tinggi pada pria dan wanita. Asosiasi ini mungkin karena
kalium, magnesium, dan vitamin K dalam buah-buahan dan sayuran.
c. Mengurangi asupan natrium
Beberapa studi telah menemukan bahwa asupan tinggi natrium menyebabkan hilangnya
kalsium dari tubuh. Namun, efek dari pembatasan natrium terhadap integritas tulang jangka
panjang dan risiko patah tulang masih belum jelas dan memerlukan penelitian lebih lanjut.
d. Pola makan rendah lemak
Studi telah menemukan bahwa asupan lemak yang lebih tinggi dikaitkan dengan
kehilangan tulang yang lebih besar dan risiko patah tulang lebih besar. Mekanisme yang
mungkin meliputi kecenderungan asupan lemak yang berlebihan mengurangi penyerapan
kalsium dan mempengaruhi produksi hormon. Secara khusus, asam lemak omega-6 dapat
menyebabkan hilangnya tulang dengan mengorbankan pembentukan tulang baru.
e. Moderasi dalam penggunaan kafein
Penelitian telah menemukan bahwa perempuan yang mengkonsumsi paling banyak
kafein telah mempercepat kehilangan tulang belakang dan hampir tiga kali lipat risiko terkena
patah tulang pinggul. Resiko kehilangan tulang tampak tertinggi pada wanita yang
mengkonsumsi lebih dari 18 ons kopi per hari, atau 300 mg kafein dari sumber lain.
f. Membatasi suplemen vitamin A
Penelitian telah menunjukkan bahwa asupan vitamin A yang terlalu tinggi, baik dengan
makanan atau suplemen, dapat menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko
fraktur pinggul. Asupan sehat dan cukup vitamin A dapat dipastikan dengan beta-karoten dari
sumber tanaman, sayuran terutama oranye dan kuning.
g. Kombinasi suplemen vitamin D dan kalsium
Pada klien dengan obat-yang menyebabkan osteoporosis, kombinasi dari kedua nutrisi
tampaknya bermanfaat signifikan dalam mengurangi kehilangan tulang lebih lanjut. Suplemen
vitamin D (500 sampai 800 IU/hari) dan kalsium (1200-1300 mg/hari) juga telah ditemukan
meningkatkan kepadatan tulang dan penurunan kehilangan tulang dan risiko patah tulang pada
wanita dewasa yang lebih tua. Klien wanita dengan diagnosa osteoporosis harus mendapatkan
asupan kalsium total dari pola makan dan suplemen sekitar 1500 mg/hari dalam dosis terbagi tiga
atau lebih, ditambah sedikitnya 400 sampai 800 IU vitamin D setiap hari. Namun, klien yang
tidak berisiko tinggi untuk osteoporosis mungkin tidak memerlukan suplemen kalsium. Hal ini
terutama berlaku untuk pria, yang mungkin memiliki peningkatan risiko terkena kanker prostat

jika mereka mengkonsumsi terlalu banyak kalsium atau susu. (Iwan Sain, S. Kep, ASKEP Pada
Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang : OSTEOPOROSIS.pdf)

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
Ny. M, umur 56 tahun datang ke IGD RSAS dengan keluhan nyeri di pinggul. Keluhan nyeri ini
sering muncul sejak 1 bulan yang lalu. keluhan nyeri pinggul juga tidak berkurang meskipun
sudah meminum obat yang dibeli di pasar. Ny. M mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas
sehari-hari karena nyeri yang dirasakan. Siklus menstruasi Ny. M sudah berhenti sejak 3 tahun
yang lalu. dari hasil pemeriksaan, didapatkan TD: 130/90 mmHg, N: 96 kali/menit, S: 36C, RR:
24 kali/menit. Hasil pengukuran Bone Mineral Density (BMD): - 3,5 mg/dl
2.2 Analisa Data
No.
Data
Masalah Keperawatan
1.
DS :
Nyeri akut
- Klien mengeluh nyeri di
pinggul.
- Keluhan nyeri ini sering
muncul sejak 1 bulan yang
lalu
- Klien mengatakan tidak bisa
melakukan aktivitas sehari-

hari karena nyeri yang


dirasakan
Siklus menstruasi Ny. M
sudah berhenti sejak 3 tahun
yang lalu.
DO :
TD: 130/90 mmHg
N: 96 kali/menit
S: 36C
RR: 24 kali/menit
Hasil pengukuran Bone
Mineral Density (BMD): - 3,5
mg/dl

2.3 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut.

2.3 Rencana Asuhan Keperawatan


No.
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
1.
Nyeri akut.
NOC:
Manajemen Nyeri:
Definisi:
1. Tingkat kenyamanan
Kaji secara komphrehensif tenta
Pengalaman sensori dan emosi
2. Kontrol nyeri
meliputi: lokasi, karakteristik d
yang tidak menyenangkan akibat
3. Tingkat nyeri
durasi,
frekuensi,
adanya kerusakan jaringan yang
intensitas/beratnya nyeri, dan fak
aktual atau potensial, atau Tujuan dan Kriteria Hasil:
presipitasi.
digambarkan
dengan
istilah Setelah dilakukan tindakan
Gunakan komunkasi terapeutik ag
seperti (International Association keperawatan selama 2x24 jam dapat mengekspresikan nyeri
for the Study of Pain); awitan nyeri klien teratasi, dengan
Kaji tingkat keetidaknyamanan p
yang tiba-tiba atau perlahan indicator:
catat perubahan dalam catatan m
dengan intensitas ringan sampai Tingkat kenyamanan.
informasikan kepada seluruh ten
berat dengan akhir yang dapat Dapat melakukan aktivitas menangani pasien
diantisipasi atau dapat diramalkan seperti biasa tanpa harus
Tentukan dampak dari ekspre
dan durasinya kurang dari enam merasakan nyeri.
terhadap kualitas hidup: pola tid
bulan.
Kontrol nyeri
makan,
aktifitas
kognisi,
Batasan Karakteristik:
Mampu
mengenali
faktor relationship, pekerjaan, tangg
- Klien mengeluh nyeri di pinggul. penyebab
- Keluhan nyeri ini sering muncul Mampu melaporkan gejala pada peran.
Berikan informasi tentang nyeri
sejak 1 bulan yang lalu
tenaga kesehatan
- Klien mengatakan tidak bisa Mampu mengenali gejala-gejala penyebab, berapa lama terj
tindakan pencegahan.
melakukan aktivitas sehari-hari nyeri
Kontrol faktor-faktor lingkung
karena nyeri yang dirasakan
Tingkat nyeri
- Siklus menstruasi Ny. M sudah Mampu melaporkan adanya dapat mempengaruhi respon
ketidaknyamanan
berhenti sejak 3 tahun yang lalu.
nyeri, frekuensi nyeri dan terhadap
temperatur
ruangan,
penyinaran,
- TD: 130/90 mmHg
episode lamanya nyeri.
- N: 96 kali/menit
Anjurkan pasien untuk memonit
Tanda-tanda vital kembali
- S: 36C
nyeri.
normal.
- RR: 24 kali/menit
Modifikasi tindakan mengontr
- Hasil pengukuran Bone Mineral
berdasarkan respon pasien.
Density (BMD): - 3,5 mg/dl
Tingkatkan tidur/istirahat yang cu
Faktor-Faktor
yang
Lakukan teknik variasi untuk m
berhubungan:
nyeri (farmakologi, nonfarmako
Agens-agens penyebab cedera,
interpersonal).
berupa agen biologis dan kimia.
Kolaborasikan dengan pasien
terdekat dan tenaga profesio
unntuk memilh tenik non farmak
Pemberian Analgesik:
Cek catatan medis untuk jenis ob
dan frekuensi pemberian analgeti
Kaji adanya alergi obat.
Monitor tanda vital sebelum dan
pemberian analgetik narkotik saa
kali atau jika muncul tanda y

biasanya.

Kaji kebutuhan akan kenyama

aktivitas lain yang membantu


untuk memfasilitasi respon analg
Evaluasi kemampuan pasien
berpartisipasi dalam pemilih
analgetik, rute, dan dosis ya
digunakan.
Pilih analgetik atau kombinasi
yang sesuai ketika menggunak
dari satu obat.
Tentukan pilihan jenis analgetik
non-narkotik, atau NSAID/o
inflamasi non steroid) bergantung
dan beratnya nyeri.
Berikan analgetik sesuai jam pem
Informasikan kepada individu
pemberian narkotik, mengantuk
kadang muncul pada 2 atau 3 har
kemudian berkurang
Ajarkan tentang kegunaan anlgeti
untuk menurunkan efek samp
harapan untuk keterlibatan p
keputusan tentang penurunan nye
Dokumentasikan respon analgetik
yang muncul.
Kolaborasikan dengan dokter j
dosis, dan rute pemberian, atau p
interval diindikasikan, buat rek
spesifik berdasar pada prinsip
analgetik.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. OSTEOPOROSIS(Askep
Osteoporosis.pdf).http://www.4shared.com/office/rBkkMfK/Askep_Osteoporosis.html, diakses pada 10 September 2013 13.20 WITA.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Lane, Nancy E. 2001. Lebih Lengkap Tentang: Osteoporosis. Jakarta: Fajar Interpratama Offset.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume
2. Jakarta: EGC.
Sain, Iwan S.Kep. ASKEP Pada Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang :
OSTEOPOROSIS(41_2.pdf). http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&ved=0CDwQFjAC&url=http%3A%2F
%2Fwww.stikeskusumahusada.ac.id%2Fimages%2Ffile
%2F41.pdf&ei=m4ouUrPeJc_qrQf934H4CQ&usg=AFQjCNH7zQtIxHVRwYYg0z0u4TmQxa6gg&sig2=8y2WZhvX5fhx6_IyJ2PXvw&bvm=bv.51773540,d.bmk,
diakses pada 10 September 2013 13.15 WITA.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA, intervensi NIC,
kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

Penyakit Keropos Tulang (Osteoporosis) di


dalam Keperawatan/ Osteoporosis in Nursing
Care Plan
Source/ Sumber:

1) Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi


Keperawatan Diagnosa Keperawatan & Masalah Kolaboratif. Jakarta : EGC

2) Knele, Julie D. 2011. Keperawatan Ortopedik dan Trauma Edisi . Jakarta :


EGC.
Lukman & Ningsih, Nurna. 2012. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

3)(Rewritten by/ Diketik kembali oleh: Dimas Erda Widyamarta. and the
friends.2014. please follow blog/ silahkan ikuti
blog: www.ithinkeducation.blogspot.com orwww.ithinkeducation.wordpres
s.com)

4)Wirakusuma, Elma. 2007. Mencegah Osteoporosis. Jakarta : Penebar


Swadaya.

2.1

DEFINISI

Osteoporosis yang dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah


penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan
perubahan mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya

fragilitas tulang dan meningkatnya kerentanan terhadap tulang patah. Osteoporosis


adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total.
Menurut konsesus di Kopenhagen 1990, osteoporosis didefinisikan sebagai
suatu penyakit dengan karakteristik massa tulang yang berkurang dengan
kerusakan mikroarsitektur jaringan yang menyebabkan kerapuhan tulang dan resiko
fraktur yang meningkat. (gonda, P 1996).
Osteoporosis merupakan gangguan metabolik tulang dengan meningkatkan
kecepatan resorbsi tulang, tetapi kecepatan pembentukannya berjalan lambat
sehingga terjadi kehilangan massa tulang (Kowalak, Jenifer P. 2011).

Klasifikasi osteoporosis :
Klasifikasi osteoporosis dibagi ke dalam dua kelompok yaitu osteoporosis
primer dan osteoporosis sekunder. Istilahosteoporosis primer mengacu pada tidak
adanya penyakit lain yang terus menyebabkan gangguan ini. Definisi ini, terutama
mengacu pada defisiensi estrogen pasca menopause yang selanjutnya
menyebabkan penurunan densitas tulang. Keadaan ini banyak dialami oleh pasien
wanita yang mengalami osteoporosis.
Osteoporosis primer terdapat pada wanita postmenopause (postmenopause
osteoporosis) dan pada laki-laki lanjut usia (senile osteoporosis). Penyebab
osteoporosis belum diketahui dengan pasti.
Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan
dengan Kelainan endokrin misalnya Chusings disease, hipertiriodisme,
hiperparatiriodisme, diabetes melitus, hopogonadisme pada pria. Karena obat
misalnya terapi kortikosteroid, terapi heparin (jangka panjang), anikonvulsan.
Masalah neoplastik misalnya mieloma multipel, metastasis tulang. Penyebab
lainnya : alkoholisme, anoreksia nervosa, pascatransplantasi, sindrom malabsorbsi
misalnya penyakit coeliac..
Djuantoro (1996), membagi osteoporosis menjadi osteoporosis postmenopause
(Tipe I), Osteoporosis involutional (Tipe II), osteoporosis idiopatik, osteoporosis
juvenil dan osteoporosis sekunder.
1.

Osteoporosis Postmenopause (Tipe I)

Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih dan
asia. Bentuk osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resopsi tulang yang
berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi hormon estrogen pada masa
menopause.

2.

Osteoporosis involutional (Tipe II)

Terjadi pada usia diatas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe ini
diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan
resorpsi tulang dengan kecepatan pembentukan tulang.
3.

Osteoporosis idiopatik

Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita premenopouse
dan pada laki-laki yang berusi di bawah 75 tahun. Tipe ini tidak berkaitan dengan
penyebab sekunder atau faktor resiko yang mempermudah timbulnya penurunan
densitas tulang.
4.

Osteoporosis juvenil

Merupakan bentuk yang paling jarang terjadi dan bentuk osteoporosis yang
terjadi pada anak-anak prepubertas.
5.

Osteoporosis sekunder.

Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan fraktur


atraumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan kortikosteroid, atraumatik
reumatoid, kelainan hati/ ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastisitosis sistemik,
hipertiriodisme , varian status hipogonade dan lain-lain.
2.2

Etiologi

Osteoporosis postmenopouse terjadi karena kekurangan estrogen (hormon


utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam
tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 5175 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua
wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopouse,
pada wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini
daripada wanita kulit hitam,.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kasium
yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan
hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu keadaan
penurunan masa tulang yang hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya
terjadi pada usia diatas 70 tahun dan dua kali lebih sering menyerang wanita.
Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan postmenopouse.
Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obet-obatan.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal
(terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) dan obat- obatan (misalnya kortikosteroid,

barbiturat, anti-kejang, hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yanh


berlebihan dan kebiasaan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
Osteoporosis juvenil ideopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya
tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa yang normal dan tidak
memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
Faktor genetik juga berpengaruh terhadap timbulnya osteoporosis. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur
daripada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran
universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu memiliki
ketentuan normal sesuai dengan sifat genetiknya beban mekanis dan besar
badannya. Apabila individu dengan tulang besar, kemudian terjadi proses
penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka
individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak daripada individu
yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
Faktor Risiko osteoporosis
Sejumlah faktor diketahui meningkatkan risiko osteoporosis. Selain gangguan
dan obat, faktor risiko yang paling sering dimiliki wanita adalah amenorea selama 6
bulan atau lebih dan menopause alami yang dini atau menopause pembedahan
sebelum usia 45 tahun. Faktor resiko osteoporosis digolongkan menjadi 2 kelompok
besar yaitu resiko yang tidak dapat dikendalikan dan resiko yang dapat
dikendalikan.
1.

Faktor resiko yang dapat dikendalikan


a.

Jenis kelamin

Wanita mempunyai resiko osteoporosis lebih besar dari para pria. Sekitar 80 %
diantara penderita osteoporosis adalah wanita. Secara umum, wanita menderita
osteoporosis 4x lebih banyak dari pada pria. 1 dari 3 wanita memiliki
kecenderungan osteoporosis. Hal ini terjadi antara lain karena masa tulang wanita
lebih kecil dibanding dengan pria (hanya sekitar 800 gram lebih kecil dibandingkan
pria yaitu sekitar 1200 gram )
b.

Umur

Semakin tua umur seseorang, resiko terkena osteoporosis semakin besar.


Proses densitas tulang hanya berlangsung sampai seseorang berusia 25 tahun.
Selanjutnya, kondisi tulang akan konstan hingga usia 40 tahun. Setelah umur 40
tahun, densitas tulang akan bertulang secara berlahan.
c.

Ras

Semakin terang kulit seorang maka resiko osteoporosis menjadi semakin tinggi.
Ras kaukasia dan Asia memiliki insiden terkena osteoprosis lebih besar
dibandingkan dengan ras Afrika Amerika. Antara masa tulang dan massa otot
terdapat kaitan yang erat. Semakin besar otot, tekanan pada tulang semakin tinggi
dan tulng semakin besar. Ditambah lagi kadar hormone estrogen ras Afrika
Amerika lebih tinngi dari ras yang lain sehingga wanita Afrika Amerika cendrung
lebih lambat menua dari pada kulit putih. Pigmentasi kulit dan tempat tinggal juga
mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Wanita Afrika berkulit gelap yang bertempat
tinggal dekat dengan garis katulistiwa memiliki resiko osteoporosis yang lebih
rendah dari pada wanita yang berkulit putih yang tinggal jauh dari garis katulistiwa.
2.

Faktor resiko yang dapat dikendalikan

a.

Kurang aktifitas
Semakin rendah aktifitas fisik, semakin besar resiki terkena osteoporosis. Hal
ini terjadi karena aktifitas fisik ( olah raga ) dapat membangun tulang dan otot
menjadi tebih kuat, juga meningkatkan keseimbangan metabolisme.

b.

Diet yang buruk


Bila makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi akan berpengaruh buruk
terhadap kesehatan tulang. Makanan sumber kalsium, fosfor, dan vitamin D yang
dikonsumsi cukup sejak usia dini dapat memperkuat masa tulang.

c.

Merokok
Pada wanita perokok ada kecenderungan kadar estrogen dalam tubuhnya
lebih rendah dan kemungkinan memasuki masa menaupose lima tahun lebih awal
dibanding dengan bukan perokok. Asap rokok dapat menghambat kerja ovarium.
Disamping itu, nikotin juga mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyerap dan
mengeluarkan kalsium.

d.

Minun minuman beralkohol


Alkohol dapat menyebabkan luka luka kecil pada lambung yang terjadi
pada saat setelah minum minuman beralkohol. Banyaknya luka kecil akibat minum
minuman beralkohol menyebabkan tubuh kehilangan kalsium karena kalsium
banyak trdapat dalam darah.
2.3

MANIFESTASI KLINIS

Kepadatan tulang berkurang secara perlahan, sehingga pada awalnya


osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada beberapa penderita. Jika kepadatan
tulang sangat berkurang yang menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur,
maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Tulang-tulang yang terutama
terpengaruh pada osteoporosis adalah radius distal, korpus vertebra terutama
mengenai T8-L4, dan kollum femoris
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang
belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera
ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari
pungung yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika
disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan
menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika
beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang
abnormal dari tulang belakang (punuk), yang menyebabkan terjadinya ketegangan
otot dan rasa sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang
ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah
tulang panggul. Selain itu , yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan
(radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut
fraktur Colles. Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami
penyembuhan secara perlahan. Tinggi badan berkurang
2.4

PATOFISIOLOGI

Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai
terjadi setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih
besar dan tidak mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada
perempuan, hilangnya estrogen pada saat menopouse dan pada ooforektomi
mengakibatkan percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahuntahun pasca menopouse.
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk
mempertahankan remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan
pengurangan massa tulang dan fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang
tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa
tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA
: recommended daily allowance) meningkat pada usia 11 24 tahun (adolsen dan
dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk memaksimalakan puncak massa
tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi pada perempuan pasca
menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan

mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas. Karena penyerapan kalsium


kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal (Smeltzer, 2002).
Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen
dapat menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron
Cushing, hipertiriodisme dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa
tulang. Obat- obatan seperti isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida yang
mengandung alumunium, furosemid, antikonvulsan, kortikosteroid dan suplemen
tiroid mempengaruhi penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.
Imobilitas juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi
dengan gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari
pembentukannya sehingga terjadi osteoporosis.
2.5 KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi rapuh dan
mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur
kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum vemoris dan daerah
trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Terdapat kemajuan pesat dalam penegakkan diagnosis osteoporosis, terutama
dalam kemampuan untuk mendeteksi dan mengukur masa tulang sebelum fraktur
terjadi pada area yang sering mengalami fraktur: vertebra, pinggul, dan
pergelangan tangan.
Puncak massa tulang terjadi pada saat dewasa awal, sekitar usia 30 tahun.
Pencapaian massa tulang yang optimal dipengaruhi oleh faktor genetik, asupan
kalsium yang adekuat, latihan menopang berat, dan tidak adanya faktor risiko.
Prubahan massa tulang dikelompokkan berdasarkan nilai statistik densitas tulang:
a.
Osteopenia: standar deviasi -1,00 hingga -2,5 di bawah rata-rata dewasa
muda.
b.

Osteoporosis: standar deviasi lebih dari -2,5 di bawah rata-rata dewasa muda.

Densinometri tulang merupakan kunci untuk menegakkan diagnosis meskipun


juga memiliki keterbatasan. Beberapa upaya awal untuk mengukur densitas mineral
tulang (bone mineral density,BMD) menggunakan sinar X skeletal; upaya ini
mempunyai nilai terbatas karena demineralisasi hanya diketahui setelah terjadi
kehilangan densitas tulang sebesar 30% atau lebih. Metode yang paling sering
digunakan di inggris adalah dual energy X-ray absorptimetry (DXA), quantitativ

computed tomography (QCT) danquantitatif ultrasound (QUS) (tabel 19.1).


instrumen skrining ini menjadi indikator risiko fraktur di massa mendatang (Raisz,
1999).
Scanning DXA kini diyakini sebagai standar terbaik untuk mengkaji BMD,
memperkirakan risiko fraktur dimasa mendatang, dan mengkaji respons terhadap
penanganan yang telah dilakukan. Scanning DXA memberi hasil yang akurat,
tersedia luas, merupakan prosedur yang relatif cepat dengan keakuratan tinggi, dan
memiliki resolusi tinggi dengan pajanan terhadap radiasi yang kecil.
QCT merupakan merupakan metode yang unik dalam memberikan gambaran
tiga dimensi karena memungkinkan pengukuran langsung densitas tulang dan
pemisahan spasial trabekula dari korteks tulang. Kerugian metode ini adalah
mahalnya prosedur dan pasien yang terpajan radiasi yang lebih tinggi.
QUS berperan dalam pengkajian struktur mikro tulang, metode pengukuran
BMD yang mandiri (Keen, 2000). Kalkaneum sering dipilih sebagai area pengukuran
karena mudah diakses, memiliki sentase tinggi terhadap kehilangan trabekula
tulang yang dapat diukur, dan merupakan tulang penopang berat. Keuntungan
metode QUS adalah tidak menggunakan radiasi ion, lebih murah, dan mudah
dibawa dibandingkan densinometer tulang konvensdional yang
melakukan scan spina atau femur. QUS merupakan metode pengganti yang efektif
jika dilakukan oleh operator ahli yang terbukti sebagai teknoligi yang lebih tepat
mengkaji risiko fraktur pada populasi yang lebih besar.
Pemeriksaan Radiologik dilakukan untuk menikai densitas tulang. Gambaran
radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah
tuberkuler. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan
gambaran picture-frame vertebra.
Pemeriksaan menggunakan MRI juga digunakan dalam menilai densitas tulang
traberkula melalui dua langkah yaitu pertama T2 sum-sum tulangdapat digunakan
untuk menilaindensitas serta kualitas jaringan traberkula dan yang kedua untuk
menilai arsitektur traberkula.
CT SCAN dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai
nilai penting dalam diagnosis dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110
mg/cm3biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan
mineralvertebra dibawah 65 mg/ cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami
fraktur.
2.7

PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan kepadatan tulang. Semua


wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan

vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Diet tinggi kalsium dan vitamin D yang
mencukupi dan seimbang sepanjang hidup. Diet ditingkatkan pada awal usia
pertengahan karena dapat melindungi tulang dari demineralisasi skeletal. Tiga gelas
susu krim atau makanan lain yang kaya kalsium. Untuk mencukupi asupan kalsium
perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium karbonat).
Terapi penggantian hormon dengan estrogen dan progesteron perlu diresepkan
lagi bagi perempuan menopause, untuk memperlambat kehilangan tulang dan
mencegah terjadinya patah tulang. Perempuan yang telah menjalani pengangkatan
ovarium atau telah mengalami menopause prematur dapat mengalami osteoporosis
pada usia muda. Estrogen dapat mengurangi resorpsi tulang tapi tidak
mengingkatkan massa tulang. Penggunaan hormon jangka panjang masih
dievaluasi. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit peningkatan insiden
kanker payudara dan endometrial. Oleh karena itu, selama HRT klien diharuskan
memeriksakan payudaranya setiap bulan dan diperiksa panggulnya.,termasuk
usapan Papaninicolaou dan biopsi endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua
kali setahun.
Pemberian estrogen secara oral memerlukan dosis terendah estrogen
terkonjugasi sebesar 0,625 mg/hari atau 0,5 mg/hari estradiol. Pada osteoporosis,
sumsum tulang dapat kembali seperti pada masa pramenopouse dengan pemberian
estrogen. Dengan demikan hal tersebut menurunkan risiko fraktur.
Perlu juga meresepkan obat-obat lain, dalam upaya menanggulangi
osteoporosis, termasuk kalsitonin, natrium fluorida, bifosfonat, natrium etidronat,
dan alendronat. Alendronat berfungsi mengurangi kecepatan penyerapan tulang
pada wanita pascamenopouse, meningkatkan massa tulang di tulang belakang dan
tulang panggul, dan mengurangi angka kejadian patah tulang. Agar alendronat
dapat diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas air pada pagi
hari dan dalam waktu 30 menit kemudian tidak boleh makan-minum lainnya.
Alendronat bisa mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga
setelah meminumnya tidak boleh berbaring, minimal selama 30 menit sesudahnya.
Obat ini tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki kesulitan menelan atau
penyakit kerongkongan dan lambung tertentu. Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan
kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang disertai nyeri.
Kalsitonin secara primer menakan kehilangan tulang dan pemberiannya secara
suntikan subkutan, intramuskuler atau semprot hidung. Efek samping, berupa
gangguan gastrointestinal,aliran panas,peningkatan frekuensi urine biasanya terjadi
dan ringan. Natrium fluorida memperbaiki aktivitas osteoblastik dan pembentukan
tulang, namun kualitas tulang yang baru masih dalam pengkajian. Natrium
etidronat menghalangi resorpsi tulang osteoklastik, dan dalam penelitian untuk
efisiensi sebagai terapi osteoporosis.

Tambahan fluorida bisa meningkatkan kepatan tulang tetapi tulang bisa


mengalami kelainan dan menjadi rapuh, sehingga pemakaiannya tidak dianjurkan.
Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan
vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak
menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya
rendah, bisa diberikan testosteron.
Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul biasanya
diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips
atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri
punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back
brace dan dilakukan terapi fisik.
Pencegahan terhadap Osteoporosis
Strategi pencegahan osteoporosis juga digunakan untuk menurunkan resiko
terjadinya fraktur pada pasien osteoporosis. Manfaat menangani pasien yang lebih
tinggi berisiko tinggi lebih besar dibandingkan menangani pasien berisiko rendah.
Hal ini terjadi karena indikator risiko fraktur dan osteoporosis yang dimiliki pasien
berisiko rendah lebih sedikit.
a.

Perubahan Gaya Hidup


Berbagai perubahan gaya hidup dapat mencegah pemburukan osteoporosis
dan menurunkan risiko terjadinya fraktur. Perubahan yang mungkin terjadi Harus
didiskusikan dengan pasien. Karena perubahan gaya hidup sulit dilakukan, tingkat
motifasi internal untuk menerima dan bertindank sesuai perubahan harus
ditimbulkan. Dukungan kontinyu dari tim pelayanan kesehatan dan keluarga pasien
sangat penting.
Perubahan gaya hidup meliputi :

a.

Mengurangi dan berhenti merokok

b.

Mengurangi atau berhenti minum alkohol

c.

Meningkatkan latihan penopang berat

d.

Meningkatkan asupan kalsium dan vitamin D

e.

Mengatur lingkungan rumah untuk menurunkan resiko jatuh

b.

Latihan Fisik
Tujuan intervensi non-framakologis untuk osteoposis adalah mencegah,
menangani, atau mengurangi akibat osteoporosis (Lips & Ooms, 2000). Latihan fisik
berperan penting dalam mencegah dan menangani osteoporosis serta mencegah

fraktur (Hertel & Trahiotis, 2001). Selain mempengaruhi proses penyakit, latihan
fisik juga meningkatkan kesehatan umum pasien, kesejahteraan dan kualitas hidup,
serta mempertshsnksn kemandirian (Sharkey et al, 2000).
Gaya hidup aktif dapat dilakukan oleh berbagai kelompok usia karena program
latihan fisik yang tepat dapat meningkatkan massa tulang remaja dan individu
dewasa. Penelitan menunjukan bahwa latihan fisik yang sedang dapat membantu
melawan osteoporosis. Sedangkan latihan fisik yang telalu ringan dan berlebihan
dapat mempercepat laju hilangnya massa tulang (OBrein, 2001).
Penting bagi pasien, sebelum memulai atau meningkatkan latihan fisik, untuk
memastikan bahwa mereka melakukan langkah yang tepat sesuai dengan
kemampuan dan usia individu. Latihan fisik pada lansia ditekankan untuk
meningkatkan kekuatan dan keseimbangan otot dapat merurunkan resiko jatuh.

c.

Diet
Diet yang beragam dan seimbang sangat penting untuk kesehatan
muskuloskeletal. Rat-rata tubuh manusia mengandung lebih dari 1 kg kalsium, yang
99% di antaranya disimpan didalam tulang. Pria dan wanita membutuhkan asupan
diet kalsium dan vitamin D yang adekuat sepanjang usia untuk untuk
mempertahankan kadar kalsium dan vitamin D serta kesehatan tulang yang optimal

2.8

POHON MASALAH

Menopouse
ya hidup

Faktor

estrogen
erokok,

Mekanik

pengangkutan
anti
kafein,
kalsium ke
nutrisi
tulang

kekurangan Kelainan

kalsium

lansia

hormonal

Obat-obatan

(kortikosteroid,

Barbiburat,

faktor
Kejang)
hormonal

alkohol)

Ga

(m

terganggu

aktivitas

Terjadi ketidakseimbangan antara kecepatan


hancurnya tulang dan pembentukan tulang baru
OSTEOPOROSIS
Kurang pengetahuan

Pemberian steroid
Reabsorbsi tulang

Osteoblast
terganggu
Kurang informasi

Tulang keropos

Fraktur vertebra & radius radikal

Nyeri
Apoptosis
Tulang mudah rapuh & mudah patah
Reabsorbsi tulang

Resiko injury

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Pengumpulan data.
1.

Identitas Klien.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama ,pekerjaan dan lain-lain.

2.

Riwayat kesehatan.
Riwayat penyakit dahulu : dalam pengkajian merupakan riwayat penyakit yang
pernah diderita pasien sebelum diagnosis osteoporosis muncul seperti reumatik,
hipertiroid, hiperpaatiroid.
Riwayat penyakit sekarang :
Keluhan yang dirasakan pasien seperti nyeri pada punggung.
Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang menderita osteoporosis.

3.

Pemeriksaan Fisik
B1 (breathing)
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada tulang belakang.
Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : suara resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronchi.

B2 ( Blood)
Sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya pulpus perifer memberi makna
terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
B3 (brain)
Kesadaran kompos metis. pada kasus yang lebih parah klien dapat mengeluh
pusing dan gelisah. Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal
yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya fraktur.
B4 (Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, biasanya mengalami konstipasi.
B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis sering menunjukkan kifosis
atau gibbus (dowagers hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal.
Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis delapan dan
lumbalis tiga.
Pengkajian psikososial
Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada klien kifosis
berat . klien mungkin membatasi interaksi sosial karna perubahan yang tampak
atau keterbatasan fisik . osteoporosis mrnyebabkan fraktur berulang sehingga
perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pada pasien.
Pola aktivitas sehari- hari
Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak dan
persendian adalah agility, sttamina menurun , koordinasi menurun, dan dexterity
(kemampuan memanipulasi keterampilan motorik halus ) menurun.

3.2
1.

Diagnosa Keperawatan

Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra.

2.

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat


perubahan skeletal ( kifosis atau fraktur baru).

3.

Kurang pengetahuan tentang proses osteoporosis dan program terapi


berhubungan dengan kurangnya informasi.

4.

Resiko injuri atau fraktur berhubungan dengan kecelakaan ringan atau jatuh.

3.3 Rencana Keperawatan


1.

Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra


Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri
klien dapat berkurang.
Kritreria Hasil :

a.

Dengan skala numeric nyeri pasien dapat berkurang.

b.

Nyeri yang dirasakan dapat berkurang.

c.

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

d.

Wajah pasien tidak meringis.

e.

Pasien dapat tenang dan beristirahat 6-8jam/Hari

Intervensi

Rasional

Selidiki keluhan nyeri.


Perhatikan perubahan pada
derajat dan sisi (guanakan 0
10).

Mengetahui penyebab dan sifat


nyeri apakah sifat terlokasi
atau menyebar dan waktunya.

Berikan lingkungan tenang dan


kurangi rangsangan penuh
stress

Meningkatkan istirahat dan


kemampuan koping.

Ajarkan teknik manajemen


nyeri.

Klien dapat mengatasi nyeri


secara
mandiri

Awasi tanda vital, perhatikan


petunjuk non-verbal, misalnya
pegangan otot dan gelisah

Dapat membantu
mengevaluasi pernyataan
verbal dak keefektifan
intervensi.

Kolaborasi dalam pemberian


analgesik.

2.

Analgesik dapat mengurangi


rasa nyeri

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat


perubahan skeletal ( kifosis atau fraktur baru )
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat
melakukan mobilitas fisik
Kriteria Hasil :

a.

Menunjukkan peningkatan mobilitas fisik.

b.

Klien mampu melakukan aktifitas normal secara mandiri.

Inrevensi

Rasional

Kaji tingkat mobilisasi pasien


secara berkala.

Menunjukkan
perubahan
tingkatan mobilitas pasien
setiap hari.

Ajarkan klien untuk melakukan Latihan


fisik
dapat
latihanlatihan
fisik
secara meningkatkan kekuatan otot
bertahap.
serta melancarkan sirkulasi
darah
Anjurkan
klien
untuk
menghindari
latihan
fleksi,
membungkuk dengan tiba
tiba dan mengangkat beban
berat

Gerakan yang menimbulkan


kompresi fertikal berbahaya
dan
dapat
meningkatkan
resiko fraktur vertebra

Intruksikan
klien
latihan program latihan konsistensi
sedikitnya tiga kali seminggu merangsang
pembentukan
selama 30 menit.
tulang dan memperlambat
penurunan
tulang
dan
memperlambat
penurunan
tulang. Ini juga memberi
keuntungan
sekunder
terhadap perbaikan kondisi

neuromuskular, ketangkasan,
dan penurunan kemungkinan
jatuh.
Rencana
periode
istirahat Keletihan
menurunkan
adekuat, berbaring pada posisi motivasi latihan.
telentang selama sedikitnya 15
menit saat nyeri punggung
meningkat.

3.

Kurang pengetahuan tentang proses osteoporosis dan program terapi


berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis.
Kriteria Hasil :

a. Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya.


b. Klien mampu menyebutkan program terapi yang di berikan
Intervensi

Rasional

Kaji tingkat pengetahuan klien


tentang osteoporosis.

Mengetahui sejauh mana klien


tahu tentang penyakitnya

kd Berikan informasi kepada klien


tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
terjadinya
osteoporosis.

Informasi yang diberikan akan


membuat
klien
lebih
memahami
tentang
penyakitnya.

Berikan informasi yang tepat


kepada
klien
tentang
osteoporosis
cara
penanganannya.

Meningkatkan
pengetahuan
klien tentang osteoporosis
sehingga klien bisa melakukan
penanganannya
secara
mandiri

Jelaskan terapi obat yang


ditentukan,
tekankan
pentingnya mematuhi rencana
tindakan.

Kepatuhan terhadap program


pengobatan
dapat
memperlambat
progresi
osteoporosis. Kesadaran akan
kemungkinan efek samping

memungkinkan pelaporan dan


intervensi
segera
untuk
meminimalkan
efek
yang
merugikan.
Berikan pendidikan kepada
klien mengenai efek samping
penggunaan obat.

Suplemen
kalsium
sering
menyebabkan nyeri lambung
dan distensi abdomen maka
klien sebaiknya mengonsumsi
kalsium bersama makanan
untuk mengurangi terjadinya
efek samping tersebut dan
memperhatikan asupan cairan
yang
memadai
untuk
menurunkan
resiko
pembentukan batu ginjal.

Anjurkan klien makan makanan Sumber diit memberi cara


tinggi kalsium, misalnya sardin, terbaik peningkatan masukan
tahu, produk dari susu, dan kalsium.
sayuran berdaun hijau.
Berikan informasi mengenai
makanan yang menjadi sumber
vitamin D. Misalnya susu,
sereal, kuning telur, dan ikan
laut.

Vitamin D penting untuk


adsorbsi kalsium dan fosfor.
Namun, masukan vitamin D
berlebih dapat mengakibatkan
penurunan massa tulang.

Dorong
masukan
protein Masukan protein tidak boleh
adekuat tetapi tidak berlebih, melebihi kebituhan normal
kurang lebih 44 g/ hari.
yang
dianjurkan,
karena
protein
berlebih
dapat
mempercepat
kehilangan
massa
tulang
dengan
menyebabkan
peningkatan
sekresi kalsium.
Konsultasikan dengan ahli gizi
untuk pemberian kalsium yang
cukup.

Meningkatkan asupan kalsium


yang
diperlukan
untuk
pembentukan tulang.
.

4.

Resiko injuri atau fraktur berhubungan dengan kecelakaan ringan atau jatuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam resiko injuri
dapat dihindari.
Kriteria Hasil :

a.

Klien tidak mengalami fraktur akibat jatuh.

b.

Klien menggunakan alat bantu untuk mencegah fraktur.

Intervensi

Rasional

Ciptakan
lingkungan
yang Lingkungan yang bebas dari
aman dan bebas bahaya bagi bahaya mengurangi resiko
klien
untuk
jatuh
dan
mengakibatkan jatuh
Anjurkan klien menggunakan Memberi
support
ketika
alat bantu sesuai kebutuhan berjalan mencegah tidak jatuh
misalnya tongkat atau kruk.
Bantu klien memenuhi ADL
(activitiest daily living ) dan
cegah klien dari pukulan yang
tidak sengaja atau kebetulan.

Benturan
yang
keras
menyebabkan fraktur tulang,
karena tulang sudah rapuh,
porus,
dan
kehilangan
kalsium.

Anjurkan klien untuk belok dan


menunduk
atau
bongkok
secara perlahan dan tidak
mengangkat beban yang berat.

Gerak tubuh yang cepat dapat


mempermudah
fraktur
compression vertebral pada
klien dengan osteoporosis.

Ajarkan
klien
tentang
pentingnya
diet
(
tinggi
kalsium, vitamin D ) dalam
mencegah osteoporosis lebih
lanjut.

Diet
kalsium
memelihara
tingkat kalsium dalam serum,
mencegah kehilangan kalsium
ekstra dalam tulang.

Anjurkan
klien
untuk Kafein
yang
berlebihan
mengurangi kafein, rokok dan meningkatkan
pengeluaran
alkohol.
kalsium berlebih dalam urin.

a.

Ajarkan untuk memantau dan Deteksi dini dan tindakan


melaporkan tanda dan gejala terhadap
fraktur
dapat
fraktur.
mencegah kerusakan jaringan
Nyeri hebat tiba-tiba pada dan ketidakmampuan serius.
punggung bawah, terutama
setelah
mengangkat
atau
membungkuk.

b.

B. Spasme otot paravertebral


nyeri.

c.

Kolaps vertebral terhadap


(dikaji
dengan
perubahan
tinggi badan atau pengukuran
tanda kifosis).

d.

Nyeri punggung kronik.

e.

Keletihan
Konstipasi.

3.4 Evaluasi
Hasil yang di harap meliputi :
A.

Mendapatkan peredaan nyeri

a.

Mengalami redanya nyeri saat beristirahat.

b.

Mengalami ketidaknyamanan minimal selama aktivitas kehidupan sehari-hari.

c.

Menunjukkan kurangnya nyeri tekan pada tempat fraktur.

B.

Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik klien

C.

Klien dapat memahami mengenai penyakitnya dan program penanganannya.

a.

Menyebutkan hubungan asupan klsium dan latihan terhadap massa tulang.

b.

Mengonsumsi kalsium diit dalam jumlah yang mencukupi.

c.

Meningkatkan tingkat latihan

d.

Menggunakan terapi hormon yang diresepkan

e.

Menjalani prosedur scrining sesuai anjuran.

D.

Tidak terjadi cidera pada klien

a.

Memperthankan postur yang bagus.

b.

Menggunakan mekanika tubuh yang baik.

c.

Mengonsumsi diit seimbang tinggi kalsium dan vitamin D.

d.

Rajin menjalankan latihan.

LAPORAN PENDAHULUAN DAN


ASUHAN KEPERAWATAN
OSTEOPOROSIS

Disusun oleh:
Lutfy Nooraini

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas anugerah-NYA Tugas Makalah
Keperawatan Medikal Bedah yang berjudul OSTEOPOROSIS telah selesai.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas KMB III yang
diampu oleh Ibu Sri mulyani, S.Kep.,Ns, selain itu dalam makalah ini dibahas mengetahui
pengertian osteoporosis, etiologi, patofisiologi, pathway, manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang diagnostik, komplikasi, penatalaksanaan medis, dan proses asuhan keperawatan.
Namun kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat benyak
kekurangan, karena itu kami sangat mengharapkan berbagai kritik dan saran yang membangun
sebagai evaluasi demi penyempurnaan makalah ini selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Wonosobo , 25 Maret 2013

Penulis

DAFTAR ISI

A.
B.
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.

HALAMAN JUDUL..................................................................................................... .... i


KATA PENGANTAR................................................................................................... .... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. .... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. .... 1
Latar Belakang.................................................................................................... .... 1
Tujuan................................................................................................................. .... 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. .... 3
Definisi............................................................................................................... .... 3
Etiologi............................................................................................................... .... 4
Patofisiologi........................................................................................................ .... 6
Pathways............................................................................................................. .... 7
Tanda dan Gejala ............................................................................................... .... 8
Pemeriksaan Penunjang...................................................................................... .... 8
Penatalaksanaan.................................................................................................. .... 9
Pengkajian .......................................................................................................... .... 9
Diagnosa Keperawatan ........................................................................................... 10
Intervensi Keperawatan .......................................................................................... 10
BAB III PENUTUP....................................................................................................... .... 12
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tulang dan patah tulang merupakan salah satu dari sindrom geriatric, dalam arti
insidens dan akibatnya pada usia lanjut yang cukup significant.
Dengan bertambahnya usia terdapat peningkatan hilang tulang secara linear. Hilang tulang ini
lebih nyata pada wanita dibanding pria. Tingkat hilang tulang ini sekitar 0,5 1% per tahun dari
berat tulang pada wanita pasca menopause dan pada pria > 80 tahun. Hilang tulang ini lebih
mengenai bagian trabekula dibanding bagian korteks, dan pada pemeriksaan histologik wanita
dengan osteoporosis spinal pasca menopause tinggal mempunyai tulang trabekula < 14% (nilai
normal pada lansia 14 24% ) (Peck, 1989).
Sepanjang hidup tulang mengalami perusakan (dilaksanakan oleh sel osteoklas) dan
pembentukan (dilakukan oleh sel osteoblas) yang berjalan bersama-sama, sehingga tulang dapat
membentuk modelnya seseuai dengan pertumbuhan badan (proses remodelling). Oleh karena itu
dapat dimengerti bahwa proses remodelling ini akan sangat cepat pada usia remaja (growth
spurt). Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengrusakan oleh kedua
jenis sel tersebut. Apabila hasil akhir perusakan (resorbsi/destruksi) lebih besar dari
pembentukan (formasi) maka akan timbul osteoporosis.
Kondisi ini tentu saja sangat mencemaskan siapapun yang peduli, hal ini terjadi karena
ketidaktahuan pasien terhadap osteoporosis dan akibatnya. Beberapa hambatan dalam
penanggulangan dan pencegahan osteoporosis antara lain karena kurang pengetahuan, kurangnya
fasilitas pengobatan, faktor nutrisi yang disediakan, serta hambatan-hambatan
keuangan. Sehingga diperluan kerja sama yang baik antara lembaga-lembaga kesehatan, dokter
dan pasien. Pengertian yang salah tentang perawatan osteoporosis sering terjadi karena
kurangnya pengetahuan.
Peran dari petugas kesehatan dalam hal ini adalah dokter dan perawat sangatlah mutlak untuk
dilaksanakan. Karena dengan perannya akan membantu dalam mengatasi peningkatan angka
prevalensi dari osteoporosis. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan berperan dalam
upaya pendidikan dengan memberikan penyuluhan tentang pengertian osteoporosis, penyebab
dan gejala osteoporosis serta pengelolaan osteoporosis. Berperan juga dalam meningkatkan mutu
dan pemerataan pelayanan kesehatan serta peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik pasien
serta keluarganya dalam melaksanakan pengobatan osteoporosis. Peran yang terakhir adalah
peningkatan kerja sama dan system rujukan antar berbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan,
hal ini akan memberi nilai posistif dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
B. Tujuan
1.

Tujuan Umum :
Untuk megetahui gambaran secara nyata dan lebih mendalam tentang pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dengan osteoporosis.

2.
a.
b.
c.

Tujuan Khusus :
Mahasiswa mampu memahami pengertian osteoporosis
Mahasiswa mampu memahami etiologi osteoporosis
Mahasiswa mampu memahami patofisiologi osteoporosis

d.
e.
f.
g.
h.

Mahasiswa mampu memahami manifestasi osteoporosis


Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik osteoporosis
Mahasiswa mampu memahami komplikasi osteoporosis
Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan osteoporosis
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan osteoporosis

BAB II
KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Osteoporosis adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang per unit volume, sehingga
tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal. Secara
histopatologis osteoporosis ditandai oleh berkurangnya ketebalan korteks disertai dengan
berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang.(Doengoes, Marilynn E:2000).
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang,
peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan
arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga
tulang menjadi mudah patah.( R. Boedhi Darmojo:2000)
osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga
tulang menjadi keras dan padat.( Brunner & Suddarth:2002)
Penurunan Massa tulang ini sebagai akibat dari berkurangnya pembentukan, meningkatnya
perusakan (destruksi) atau kombinasi dari keduanya (Corwn elizabeth. 2001.).
Menurut pembagiannya dapat dibedakan atas : (Brunner & Suddarth:2002) :
1. Osteoporosis Primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit yang lain, yang dibedakan lagi
atas :
a. Osteoporosis tipe I (pasca menopause), yang kehilangan tulang terutama dibagian trabekula
b. Osteoporosis tipe II (senilis), terutama kehilangan Massa tulang daerah korteks
c. Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda denganpenyebab yang tidak diketahui
2. Osteoporosis sekunder yang terjadi pada atau akibat penyakit lain, antara lain hiperparatiroid,
gagal ginjal kronis, arthritis rematoid dan lain-lain.
B. ETIOLOGI

1. Determinan Massa Tulang


Massa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh berbagai factor antara lain :
a. Faktor genetic
Perbedaan genetic mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang
b. Faktor mekanik
Beban mekanik berpengaruh terhadap massa tulang, bertambahnya beban akan menambah
massa tulang dan berkurangnya massa tulang. Ada hubungan langsung dan nyata antara massa
otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respon terhadap kerja mekanik. Beban
mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetic yang
bersangkutan
2.

determinan pengurangan massa tulang


Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada usia lanjut yang
dapat mengakibatkan fraktur osteoporosis pada dasarnya sama seperti pada factor-faktor yang
mempengaruhi massa tulang.
a. Faktor genetic
Factor genetic berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang
yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko fraktur dari seseorang denfan tulang yang besar.
b. Factor mekanis
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia dan karena massa
tulang merupakan fungsi beban mekanik, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.
c. Faktor lain
1.) Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan kalsium yang rendah dan
absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan keseimbangan kalsium yang negatif begitu
sebaliknya.
2.) Protein
Parotein yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan keseimbangan kalsium
yang negatif
3.) Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya
gangguan keseimbangan kalsium, karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan
dan juga menurunnya konservasi kalsium diginjal.
4.) Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan
penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme
pengaruh rokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.

5.) Alkohol
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium yang rendah,
disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang pasti belum diketahui.

C. PATOFISIOLOGI
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan massa tulang sampai
sekitar usia 35 tahun. Genetik, nutrisi, gaya hidpu (merokok, minum kopi), dan aktifitas fisik
mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan karena usia mulai segera setelah tercapai
puncaknya massa tulang. Menghilangnya estrogen pada saat menopause mengakibatkan
percepatan resorbsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopause.
Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk
absorbsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium dan vitamin D
harus mencukupi untuk mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium
dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa
tulang dan pertumbuhan osteoporosis.

D. PATHWAYS

Normal
Genetik,gaya hidup,alcohol,
penurunan prod.hormon
Penurunan masa tulang

Osteoporosis (gangguan muskuloskeletal)

Kiposis/Gibbus

Pengaruh pada fisik

Fungsi tubuh
menurun
-nyeri pinggang

Pengaruh pada psikososial

Keterbatasan gerak
-pembatasan grk & lat.

-Gmbaran body image

-kemampuan memenuhi ADL

-Isolasi sosial

-TB & BB menurun


Reseptor nyeri

Konsep diri

-Inefektif koping individu


nafsu makan menurun

Gang.rs nyaman (nyeri)


Lemas,letih

Disfungsi skelet

Adaptasi lingkungan berkurang

Perubahan mobilitas fisik


Resiko injuri

E.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

TANDA DAN GEJALA


Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata
Nyeri timbul secara mendadadak
Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)
Nyeri akan bertambah karena melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-hari atau karena
pergerakan yang salah
Rasa sakit karena oleh adanya fraktur pada anggota gerak
Rasa sakit karena adanya kompresi fraktur pada vertebra
Rasa sakit hebat yang terlokalisasi pada daerah vertebra
Rasa sakit akan berkurang apabila pasien istirahat di tempat tidur

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi demineralisasi
25% sampai 40%. Tampak radiolusesnsi tulang. Ketika vertebra kolaps, vertebra torakalis
menjadi berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi bikonkaf.
Pemeriksaan laboratorium (missal kalsium serum, fosfat, serum, fosfatase alkalu, ekskresi
kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit, laju endap darah), dan sinar-x
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis medis lain (missal ; osteomalasia,
hiperparatiroidisme, dlll) yang juga menyumbang terjadinya kehilangan tulang.
Absorbsiometri foton-tunggal dapat digunakan untuk memantau massa tulang pada tulang
kortikal pada sendi pergelangan tangan. Absorpsiometri dual-foton, dual energy x-ray
absorpsiometry (DEXA) , dan CT mampu memberikan informasi mengenai massa tulang pada
tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk mengidentifikasi tulang osteoporosis dan
mengkaji respon terhadap terapi.

G. PENATALAKSANAAN
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan
peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan, dapat melindungi terhadap
demineralisasi skeletal.
Pada menopause, terapi penggantian hormon dengan estrogen dan progesterone dapat
diresepkan untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang
diakibatkannya.
Obat-obat yang lain yang dapat diresepkan untuk menanngani osteoporosis termasuk
kalsitonin, natrium florida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer menekan kehilangan
tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau intramuskular. Efek samping (misal : gangguan
gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin), biasanya ringan dan hanya kadang-kadang dialami.
Natrium florida memperbaiki aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang.
H. PENGKAJIAN
Promosi kesehatan, identifikasi individu dengan resiko mengalami osteoporosis, dan
penemuan masalah yang berhubungan dengan osteoporosis membentuk dasar bagi pengkajian
keperawatan. Wawancara meliputu pertanyaan mengenai terjadinya osteoporosis dalam keluarga,
fraktur sebelumnya, konsumsi kalsium diet harian, pola latihan, awitan menopause, dan
penggunaan kortikosteroid selain asupan alcohol, rokok dan kafein. Setiap gejala yang dialami
pasien, seperti nyeri pingggang, konstipasi atau gangguan citra diri, harus digali.
Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya patah tulang, kifosis vertebra torakalis atau
pemendekan tinggi badan. Masalah mobilitas dan pernafasan dapat terjadi akibat perubahan
postur dan kelemahan otot. Konstipasi dapat terjadi akibat inaktifitas.

I.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologi.


2. Perubahan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis).
3. Risiko injuri berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang .
Intervensi :
a. Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk intensitas
(skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan
emosi/prilaku).
b. Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
c. Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan nafasa dalam,
imajinasi visualisasi, sentuhan teraupetik.
d. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
2. Perubahan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik .
Intervensi :
a.

Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.

b. Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari-hari
yang dapat dikerjakan.
c.
Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat
ditoleransi.Berikan bantuan sesuai kebutuhan.

3. Risiko injuri berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh
Tujuan :
Cedera/injuri tidak terjadi.
Intervensi :

a.
b.
c.

Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat tidur rendah,
berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah untuk diobservasi.
Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat beban
berat
Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteoporosis adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang per unit volume, sehingga
tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal. Secara
histopatologis osteoporosis ditandai oleh berkurangnya ketebalan korteks disertai dengan
berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang.(Doengoes, Marilynn E:2000).
B. Saran
Sebagai perawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan berperan dalam upaya
pendidikan dengan memberikan penyuluhan tentang pengertian osteoporosis, penyebab dan
gejala osteoporosis serta pengelolaan osteoporosis. Berperan juga dalam meningkatkan mutu dan
pemerataan pelayanan kesehatan serta peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik pasien serta
keluarganya dalam melaksanakan pengobatan osteoporosis. Peran yang terakhir adalah
peningkatan kerja sama dan system rujukan antar berbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan,
hal ini akan memberi nilai posistif dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Corwn elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 3, Jakarta, EGC, 2002
Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Price, S. A & Wilson, L. Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit; alih bahasa, Brahm
U. Pendit..[et. al]. Edisi 6. Jakarta: ECG.2001
R. Boedhi Darmojo, Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2000

Anda mungkin juga menyukai