1.
A.
Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot, tendon dan bursae. Pertumbuhan dan
perkembangan struktur ini terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja. Struktur tulang dan jaringan
ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan dan
fungsi sistem muskuloskeletal sangat bergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang
memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka tulang
merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang
memungkinkan tubuh bergerak.
Pembagian skeletal, yaitu :
1.
Axial skeleton terdiri dari kerangka tulang kepala dan leher, tengkorak, kolumna vertebrae,
tulang iga, tulang hioid sternum.
2.
2.
3.
Ekstremitas bawah ( tulang pelvik, femur, patela, tibia, fibula ) dan kaki ( tarsal,
metatarsal, falang )
Tulang-tulang panjang
a)
b)
Tulang-tulang ini tidak benar-benar lurus, tetapi agak melengkung, tujuannya supaya tulang
1.
a)
Tulang-tulang pendek
Perbandingan tebal dan panjang hampir sama,terdapat pada pergelangan tangan dan kaki,
Tulang-tulang pipih
a)
b)
Bentuk pipih berfungsi untuk perlindungan otak, rongga dada dan perlekatan yang luas.
1.
a)
b)
Ada kelompok tulang yang lain, tetapi fungsinya berbeda, yaitu tulang-tulang sesamoid.
2.
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan untuk pertukaran
kimiawi melalui tulang yang padat.
3.
osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang
dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecah matriks dan
beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam darah.
Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh sejumlah mineral dan hormone meliputi :
1.
Kalsium dan fosfor. Keseimbangan kalsium dan fosfor dipertahankan oleh kalsitonin dan
hormone paratiriod (PTH).
2.
3.
Vitamin D. diperlukan agar kalsium dan fosfor dapat diabsorpsi dari usus dan dugunakan
tubuh.
a)
4.
5.
Hormon pertumbuhan
6.
7.
Hormon seksual
paratiroid.
b)Androgen. Seperti testosterone, meningkatkan anabolisme dan masa tulang.
Kerangka ada dua macam yaitu skelet aksis yang terdiri dari kurang lebih 80 tulang. Disusun oleh
ruas-ruas tulang belakang dan tulang-tulang di sekitarnya (tulang iga dan tulang dada). Jenis kedua
adalah skelet apendiks yang bawah serta tulang-tulang penghubung anggota dengan skeleton aksis,
misalnya scapula panggul dan klavikula.
Tulang-tulang tersebut membentuk persendian. Sendi dibagi berdasarkan fungsi dan bentuk. Sendi
adalah hubungan antara dua tulang atau lebih. Berdasarkan fungsinya sendi dibagi menjadi :
1.
Sinartrosis (tidak bergerak, tulang kepala). Tulang yang dihubungkan oleh jaringan fibrous
atau kartilago.
2.
3.
2.
1.
Pengikat jaringan fibrosa. Sendi ini tidak mempunyai celah. Tulang dihubungkan oleh
jaringan ikat fibrosa dan berubah sifatnya.
2.
3.
Glomphosis. Mungkin ada gerakan atau tidak. Hubungannya disebut sinkondrosis. Terdapat
pada tulang iga dan tulang dada.
Gerakan sendi dipengaruhi oleh letak bagian lunak sendi yang disebut aposigi (sendi siku yang
tidak dapat bertemu), ketegangan ligamentum (sendi lutut), ketegangan otot (sendi paha), atau
bentuk permukaan tulang pembentuk sendi.
Beberapa jenis gerakan sendi adalah rotasi : berputar pada sumbu, sirkumduksi : berputar pada
satu titik. Satu sumbu dapat ditemui pada sendi siku, sedangkan dengan dua sumbu pada sendi
pergelangan tangan.
Bursae adalah kantong yang berisi cairan yang memudahkan gerakan pada suatu sendi. Bursae
dapat terganggu oleh radang yang disebut bursitis, ditandai dengan edema, panas, merah, dan nyeri
serta perubahan funsi sendi.
Beberapa jenis otot adalah otot polos (terdapat pada usus, saluran kemih, pembuluh darah), otot
lurik (terdapat pada otot jantung dan otot kerangka). karena adanya kontraksi, terjadi gerakan tubuh
dan mampu beradaptasi dengan lingkungan.
Gangguna gerakan (arthritis) bisa karena rusaknya permukaan tulang rawan/sendi dan kurangnya
pelumas (termasuk di sini adala reumatik). Beberapa sistem yang berperan dalam musculoskeletal
adalah :
1.
2.
3.
1.
B.
1.
Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat perubahan
pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan
pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi
porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan
menimbulkan pengaruh pada tulang normal (Brunner&Suddarth, 2000).
Osteoporosis adalah gangguan metabolisme tulang sehingga masa tulang berkurang. Resorpsi terjadi
lebih cepat dari pada formasi tulang, sehingga tulang menjadi tipis (Pusdiknakes, 1995). Jadi
osteoporosis adalah kelainan atau gangguan yang terjadi karena penurunan masa tulang total.
1.
Etiologi Osteoporosis
a.
Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada
umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang
yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena
osteoporosis
2)
Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya beban
akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa
tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara
massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban
mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.
Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada
otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot
maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang
lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan
pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa
tulang di sampihg faktor genetik
3)
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral),
pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan.
Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan
pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.
1.
1)
b.
Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang
kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar.
Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap
individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar
badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa
tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih
mempunyai tulang tobih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama
2)
Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses penurunan
massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada
interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis
akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
3)
Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan
nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya
rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif,
sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan
keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada
hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada
wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta
absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan
estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25
mg kalsium sehari.
4)
Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan
yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin,
hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.
Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila
makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium
melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir
dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi
keseimbangan kalsium yang negatif
5)
Estrogen.
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa
tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap
penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium
melalui urin maupun tinja.
7)
Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme
mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang
meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
1.
Patofisiologi Osteoporosis
Osteoporosis menunjukan adanya penurunan absolut dari jumlah tulang yang diperlukan sebagai
kekuatan penyanggah mekanik. Berkurangnya masa tulang, dan demikian pula dengan massa otot
sesungguhnya berkaitan dengan proses menua. Hanya apabila berkurangnya (hilangnya) jaringan
tulang cukup luas sampai menimbulkan gejala maka disebut osteoporosis.
Osteoporosis dapat dikategorikan menjadi 2 kategor, meliputi :
1.
Primer
Sekunder : berkurangnya jaringan tulang yang berkaitan dengan bermacammacam sindrom patologik yang jelas. Hal ini meliputi :
1.
2.
3.
Berkurangnya kalsium
dalam diet
Rangsangan sekresi PTH
aktivasi osteoklas
rearbsorpsi
kalsium tulang
berkurangnya
arbsorpsi kalsium
meningkatnya
sensitivitas osteoklas
terhadap PTH
Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
1.
Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat fraktur kompressi
pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12) adalah:
2.
3.
4.
5.
Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan
aktivitas
6.
1.
Komplikasi Osteoporosis
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan
deformitas skelet.
1.
1.
Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk memeriksa kalsium total dan
massa tulang.
2.
Pemeriksaan absorpsiometri
3.
4.
Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi
mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi
tulang. Biopsi dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.
5.
Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan kimia urine biasanya dalam
batas normal.sehingga pemeriksaan ini tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan
biomakers osteocalein (GIA protein).
1.
Penatalaksanaan Medis
a.
Pengobatan
Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah
b.
Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1)
2)
Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a)
b)
c)
Hindari :
i.
ii.
iii.
Merokok
iv.
Minum kopi
v.
1.
1.
a.
Pengkajian
adanya :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
akromegali, Hipogonadisme
2)
Pemeriksaan fisik :
a)
Lakukan penekanan pada tulang punggung terdapat nyeri tekan atau nyeri pergerakan
b)
c)
3)
Riwayat Psikososial. Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul kecemasan,
takut melakukan aktivitas, dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-masalah
psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang menyertainya.
1.
b.
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan untuk klien osteoporosis sebagai berikut :
1)
2)
Gangguan konsep diri : perubahan citra tubuh dan harga diri yang berhubungan dengan proses
penyakit
3)
4)
5)
c.
Tujuan
Sasaran umum pasien dapat meliputi dapat meningkatkan mobilitas dan aktivitas fisik, dapat
menggunakan koping yang positif, nyeri reda, cedera tidak terjadi, dan memahami osteoporosis dan
proram pengobatan.
1.
d.
Intervensi
Intervensi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosis yang ditemukan, meliputi :
1)
Intervensi :
a)
Gunakan matras dengan tempat tidur papan untuk membantu memperbaiki posisi tulang
belakang
b)
c)
Bantu dan anjarkan latihan ROM setiap 4 jam untuk meningkatkan fungsi persendian dan
mencegah kontraktur
d)
Anjurkan menggunakan brace punggung atau korset, pasien perlu dilatih menggunakannya dan
jelas tujuannya
e)
f)
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam program diet tinggi kalsium serta vitamin C dan D
g)
2) Gangguan konsep diri : perubahan citra tubuh dan harga diri yang berhubungan dengan proses
penyakit
Intervensi :
a)
Bantu pasien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan penuh perhatian. Perhatian
Klasifikasi jika terjadi kesalahpahaman tentang proses penyakit dan pengobatan yang telah
Bantu pasien mengidentifikasi pengalaman masa lalu yang menimbulkan kesuksesan atau
kebanggan saat itu. Ini dapat membantu upaya mengenal diri kembali
d)
Identifikasi bersama pasien tentang alternative pemecahan masalah yang positif. Hal ini akan
e)
3)
Intervensi :
a)
b)
Atur posisi lutut fleksi, meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot
c)
d)
e)
Gunakan korset atau brace punggung, saat pasien turun dari tempat tidur
f)
4)
Intervensi :
a)
Anjurkan untuk melakukan aktivitas fisik untuk memperkuat otot, mencegah atrofi, dan
c)
Anjurkan pasien untuk berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan postur tubuh yang baik
d)
e)
Lakukan aktivitas di luar ruangan dan dibawah sinar matahari untuk memperbaiki kemampuan
a)
Jelaskan pentingnya diet yang tepat, latihan, dan aktivitas fisik yang sesuai, serta istirahat yang
cukup
b)
Jelaskan penggunaan obat serta efek samping obat yang diberikan secara detail
c)
Jelaskan pentingnya lingkungan yang aman. Misalnya, lantai tidak licin, tangga menggunakan
e)
e.
Evaluasi
a)
b)
c)
2)
a)
Mengekspresikan perasaan
b)
c)
Meningkatkan komunikasi
3)
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
5)
a)
b)
c)
d)
e)
A. Latar belakang
Dengan bertambahnya usia harapan hidup orang Indonesia, jumlah manusia lanjut usia di
Indonesia akan bertambah banyak pula. Dengan demikian, masalah penyakit akibat penuaan
akan semamkin banyak kita hadapi. Salah satu penyakit yang harus diantisipasi adalah penyakit
osteoporosi dan patah tulang. Pada situasi mendatang, akan terjadi perubahan demografis yang
akan meningkatkan populasi lanjut usia dan meningkatkan terjadinya patah tulang karena
osteoporosis.
Kelainan ini 2-4 klien lebih serng terjadi pada wanita dibandingkan pria. Dari seluruh
klien, satu antara tiga wanita yang berusia di atas 60 tahun Dan satu diantara enam pria yang
berusia di atas 75 tahun akan mengalami patah tulang akibat kelainan ini.
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat,
sehingga tulang menjadi keras dan padat. Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh
memerlukan persediaan kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan
hormon dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin,
estrogen pada wanita dan testosteron pada pria). Juga persediaan vitamin D yang adekuat, yang
diperlukan untuk menyerap kalsium dari makanan dan memasukkan ke dalam tulang.
Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan
maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang secara perlahan.
Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang
padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis. Sekitar 80% persen penderita penyakit
osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus
menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko
terkena osteoporosis.
B. Tujuan
Setelah membaca makalah ini diharapkan dapat memahami tentang konsep osteoporosis
serta bagaimana proses keperawatan pada penyakit tersebut dan mampu menerapkannya dalam
memberikan pelayanan kesehatan nyata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang sehingga mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang
secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan
stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. (Brunner & Suddarth, 2000).
Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang kronik dan progresif, yang
ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan struktural jaringan tulang, yang dapat
mengakibatkan kerapuhan tulang. (Sharon L. Lewis, 2007)
Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/ massa tulang,
peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai dengan kerusakakn
arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga
tulang menjadi mudah patah.
B.
Etiologi
Di bawah ini merupakan beberapa penyebab terjadinya Osteoporosis yaitu :
1. Osteoporosis postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu
mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada
wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih
lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis
postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini
daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis senilis
Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia
dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru.
Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi
pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita
osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis
lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid,
barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan
dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
C. Faktor Resiko Osteoporosis
Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu :
1. Usia
Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
2. Genetik
Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
Seks (wanita > pria)
Riwayat keluarga
3. Lingkungan, dan lainnya
Defisiensi kalsium
Aktivitas fisik kurang
Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
Merokok, alcohol
Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)
4. Hormonal dan penyakit kronik
Defisiensi estrogen, androgen
Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme
Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)
5. Sifat fisik tulang
Densitas (massa)
Ukuran dan geometri
Mikroarsitektur
Komposisi
6. Penurunan respons protektif
Kelainan neuromuscular
Gangguan penglihatan
Gangguan keseimbangan
7. Peningkatan fragilitas tulang
Densitas massa tulang rendah
Hiperparatiroidisme
8. Gangguan penyediaan energy
Malabsorpsi
D. Fatofisiologi
Osteoporosis menunjukan adanya penurunan absolut dari jumlah tulang yang diperlukan
sebagai kekuatan penyanggah mekanik. Berkurangnya masa tulang, dan demikian pula dengan
massa otot sesungguhnya berkaitan dengan proses menua (penuaan). Hanya apabila
berkurangnya (hilangnya) jaringan tulang cukup luas sampai menimbulkan gejala maka disebut
osteoporosis.
Kelemahan dan
perasaan mudah lelah
Insufisiensi paru
Relaksasi otot
abdominal, perut
menonjol
Perubahan Postural
Penurunan tinggi
badan
Kifosis prorgresif
Penurunan
kemampuan
pergerakan
Deformitas skelet
Preubahan Postural
Konstipasi
Gangguan fungsi
ekstremitas atas dan
bawah
Pergerakan fragmen
tulang, spasme otot
Kompresi syaraf
pencernaan ileus
paralitik
Kolaps bertahap
tulang vertebra
Fraktur kompresi
vertebra torakalis
Fraktur kompresi
vertebra lumbalis
Fraktur
Femur
Fraktur
Colles
OSTEOPOROSIS
Gambar 1. Fathway Osteoporosis (Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal
E. Klasifikasi Osteoporosis
1. Osteoporosis primer
Kondisi ini lebih sering terjadi, dan bukan karena kondisi patologis. Osteoporosis primer
dapat terjadi pada pria dan wanita pada berbagai usia tetapi lebih sering terjadi pada wanita
setelah menopause dan pria pada usia lanjut. Osteoporosis primer dibagai lagi menjadi 2 subtipe
yaitu :
a. Tipe I (postmenopause) : terjadi pada wanita antara usia 55 dan 65 tahun.
b. Tipe II (senile) : terjadi pada usia lebih dari 65 tahun.
2. Osteoporosis sekunder
Disebabkan karena kondisi medis/penyakit-penyakit tulang erosive (seperti
hiperparatiroidisme, myeloma multiple, hipertiroidisme) Dan akibat terapi obat-obatan jangka
panjang seperti kortikosteroid ataupun karena imobilisasi yang lama, seperti pada pasien dengan
injuri spinal cord.
3. Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis Idiopatik adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan
ditemukan pada usia anak-anak (juvenile), usia remaja (adolesen), wanita pra-menopause dan
pada pria usia pertengahan.
F. Manifestasi Klinik Osteoporosis
Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
1. Nyeri Tulang, terutama pada tulang belakang yang intensitas serangannya meningkat pada
malam hari.
2. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
3. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
4. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas
5. Deformitas tulang. Dapat terjadi traumatik pada vertebra Dan menyebabkan kifosis angular yang
dapat menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
G. Komplikasi Osteoporosis
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra
mengakibatkan deformitas skelet
H. Pemeriksaan Penunjang Osteoporosis
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu ;
1. BMD (Bone Mineralo Densitometry)
Bone Mineralomentry atau Bone Mineralo Densitometry (BMD) merupakan suatu
pemeriksaan kuantitatif untuk mengukur kandungan mineral tulang. Alat ini sangat membantu
seseorang yang hendak mengetahui, secara sederhana, apakah seseorang mengalami osteoporosis
atau tidak.
2. Pemeriksaan radioisotop
a. Single Photon Absorbtimetry (SPA)
Sumber sinyal berasal dari foton dari sinar 1-125 dengan dosis 200 mci, yang diperiksa
pada tulang perifer radius dan calcaneus.
b. Dual Photon Absorpmetry (DPA)
Sumber sinar berasal dari radionuklida GA-135 sebanyak 1,5 CI yang mempunyai energi
(44 kev dan 100 kev) digunakan untuk mengukur vertebra dan kolum femoris.
3. Quantitative Computerized Tomography
Merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai mineral tulang secara
volumetrik dan trabekulasi tulang radius, tibia dan vertebra.
Densitas massa tulang. Mineral tulang yang pada area yang dinilai satuan bentuk gram per cm.
Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas pada orang
seusia dan sewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z score atau T-score).
6. Ultra Sono Densitometer (USG) metode Quantitative Ultrasound (QUS)
Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas massa tulang perifer
menggunakan gelombang ultrasound yang menembus tulang. Dalam pemeriksaan ini, yang
dinilai adalah kekuatan dan daya tembus gelombang yang melewati tulang dengan ultra broad
band tanpa risiko radiasi. Adanya elastisitas tulang membuktikan adanya kecepatan tembus
gelombang dan kekuatan tulang dengan ultrasound.
7. Pemeriksaan Biopsi
Bersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas,
osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi dilakukan pada tulang
sternum atau krista iliaka.
I.
Penatalaksanaan
Penanganan yang dapat dilakukan pada klien dengan osteoporosis adalah antara lain :
1. Diet
2.
3.
4.
5.
2)
3)
4)
5)
6)
7)
c.
a.
Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing). Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada Dan tulang belakang.
Palpasi : Taktil Fremitus seimbang kanan Dan kiri. Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang
paru. Auskultasi : pada kasus lansia biasanya didapatkan suara ronki.
B2 (Blood). Pengisapan kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing.
Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang
berkaitanngan efek obat.
B3 (Brain). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
Kepala Dan Wajah : terdapat sianosis
Mata : skelera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
Leher : biasanya JVP dalam batas normal
B4 (Bladder). Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak adaa keluhan pada system
perkemihan
B5 (bowel). Pada kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi, namun juga penting dikaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
B6 (Bone). Pada Inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering
menunjukkan kifosis atau ngibbus (dowagers hump) Dan penurunan tinggi badan Dan berat
badan. Ada gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, Dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 Dan lumbalis 3.
b.
c.
d.
e.
f.
d.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pemeriksaaan penunjang
CT-Scan
BMD (Bone Mineralo Densitometry)
Pemeriksaan radioisotop
Quantitative Computerized Tomography
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Dual-energy X Ray Absorbtiometry
Ultra Sono Densitometer (USG)
Pemeriksaan Biopsi
e.
Analisa Data
No
Symtom
1. DS :
Pasien mengatakan Nyeri
Etiologi
Tulang rapuh dan
mudah patah
Problem
Nyeri berhubungan
dengan dampak skunder
Fraktur
Gangguan fungsi
ekstremitas atas
dan bawah
Pergerakan
fragmen tulang,
spasme otot
Nyeri
2.
DS :
Pasien mengatakan
aktivitasnya terganggu
Pasien mengatakan
kesulitan dalam bergerak
DO :
Pasien mengalami kesulitan
bergerak tempat tidur
Pasien terlihat terbaring
lemah di tempat tidur
Jatuh
Deformitas skelet
Berkurangnya
kemampuan
pergerakan
Osteoporosis
3.
DS :
Pasien mengatakan lemas
Dan kaku
DO :
Pasien tampak lemah
Jatuh/kecelakaan
Resiko
Tinggi Cidera
2. Diangnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan dampak skunder dari fraktur vertebra
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis) atau fraktur baru
c. Risiko tinggi injury atau fraktur berhubungan dengan kecelakaan ringan/jatuh
d. Defisiensi pengetahuan dan informasi berhhubungan dengan salah persepsi dan kurang
informasi
3. Intervensi Keperawatan
No
1.
2.
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri
berhubungan
dengan dampak
skunder dari
fraktur vertebra
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 3x8 jam,
diharapkan nyeri
klien berkurang
dengan kriteria hasil:
Klien mampu
mengenali onset
nyerinya (Skala 5)
Klien melaporkan
nyerinya terkontrol
(Skala 5).
Klien mampu
mendeskripsikan
nyerinya (Skala 5).
Klien mampu
melaporkan nyeri
(Skala 5)
Klien mampu
melaporkan lama
nyeri berlangsung
(Skala 5)
Klien tidak cemas
(Skala 5)
Hambatan
Tujuan : setelah
mobilitas fisik
dilakukan tindakan
berhubungan
keperawatan
dengan
diharapkan pasien
disfungsi
dapat melakukan
sekunder akibat mobilitas fisik
perubahan
Kriteria
skeletal (kifosis) Hasil : klien mampu
atau fraktur baru melakukan aktivitas
normal secara
mandiri.
Intervensi
Rasional
Untuk mengetahui
penyebab nyeri Dan sifat
nyeri apakah bersifat
terlokasi atau menyebar
dan waktunya
Gerakan yang
menimbulkan kompresi
vertical berbahaya dan
dapat mengakibatkan
risiko fraktur vertebra.
3.
4.
Kolaborasi dalam
pemberian obat
Risiko tinggi
Tujuan : klien tidak Ciptakan lingkungan
injury atau
mengalami injury
yang aman dan bebas
fraktur
Kriteria
bahaya bagi klien
berhubungan
hasil : Klien tidak
dengan
mengalami jatuh
Beri support untuk
kecelakaan
atau fraktur akibat
kebutuhan ambulansi;
ringan/jatuh
jatuh
mengunakan alat
bantu jalan atau
tongkat.
4. Implementasi
Merupakan tindakan-tindakan dari intervensi keperawatan yang telah ditetapkan dalam
memberikan aasuhan keperawatan kepada klien
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses akhir dari prosedur keperawatan yang meliputi
pendokumentasian tindakan-tindakan yang sudah dilakukan dalam pemberian perawatan
terhadap klien
No
Diagnosa
Evaluasi
1. Nyeri berhubungan dengan dampak Klien mampu mengenali onset nyerinya
skunder dari fraktur vertebra
(Skala 5).
Klien melaporkan nyerinya terkontrol (Skala
5).
Klien mampu mendeskripsikan nyerinya
(Skala 5).
Klien mampu melaporkan nyeri (Skala 5)
Klien mampu melaporkan lama nyeri
berlangsung (Skala 5)
Klien melaporkan nyeri (Skala 5)
Klien tidak cemas
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan Klien mampu menyangga berat badan
dengan disfungsi sekunder akibat Klien mampu berjalan dengan benar
perubahan skeletal (kifosis) atau Klien mampu berjalan dengan langkah pelan
fraktur baru.
Klien mampu berjalan dengan langkah
sedang
Klien mampu mempertahankan
keseimbangan tubuh saat duduk tanpa
penyangga punggung ;skala 5
Mempertahankan keseimbangan tubuh saat
berjalan
3. Risiko tinggi injury atau fraktur Keseimbangan tubuh meningkat
berhubungan
dengan
kecelakaan Klien dapat bergerak dengan mudah
ringan/jatuh
Klien mengetahui cara latihan mengurangi
resiko jatuh
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/massa tulang,
peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai dengan kerusakakn
arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga
tulang menjadi mudah patah.
Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu : usia, genetik, defisiensi kalsium,
aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin),
merokok, alcohol serta sifat fisik tulang (densitas atau massa tulang) dan lain sebagainya.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra
mengakibatkan deformitas skelet
B. Saran
1. Lansia
Harus lebih memperhatikan kesehatan dengan menghindari faktor-faktor resiko
osteoporosis serta memenuhi asupan gizi yang lengkap terutama untuk tulang
2. Tenaga medis
Sebagai seorang tenaga medis harus mampu memberikan pendidikan kesehatan yang baik
terutama bagi lansia sehingga dapat menghindarkan atau mencegah terjadinya penyakit
osteoporosis
3. mahasiswa
harus lebih memahami tentang asuhan keperaawatan pada gangguan system
musculoskeletal osteoporosis sehingga mampu menerapkannya di lhan praktik demi memberi
pelayanan kesehatan yang baik bagi klien.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan KeperawatanKlien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Kumar, Vinay, Abul K. Abbas dan Nelson Fausto. 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease.Seventh Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders.
Lewis, Sharon L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems
Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2.
Jakarta : EGC.
BAB I
KONSEP MEDIK
1.1 Definisi
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostatis normal, kecepatan resorbsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan stress
yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. (Keperawatan Medikal Bedah,
2335)
Osteoporosis adalah penurunan massa tulang yang disebabkan karena meningkatnya
resorbsi tulang melebihi pembentukan tulang. Dua penyebab ketidakseimbangan ini yang paling
penting adalah fungsi gonad yang menurun dan proses penuaan normal. (Patofisiologi volume 2,
1359)
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit
skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan mikroarsitektur
dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan meningkatnya kerentanan
terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang
total.
1.2 Etiologi
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen
yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami
menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun,
wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular
karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki
risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu
alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan
wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita Osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis
menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk
tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik
a. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang
merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
b. Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan
rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University
Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein
dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih
banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu
kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
c. Malas Olahraga
Mereka yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses
pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak
gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
d. Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena
osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan
tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang
sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping
itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung,
dantersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses
pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara
langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan
terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek
rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah
berhenti.
e. Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akanmengambil kalsium
dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.(Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi
ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi
akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu,
obat heparin dan anti kejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter
sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
Tulang adalah jaringan dinamis yang diatur oleh faktor endokrin, nutrisi, dan aktivitas fisik.
Biasanya penanganan gangguan tulang terutama osteoporosis hanya fokus pada masalah hormon
dan kalsium, jarang dikaitkan dengan olahraga. Padahal, Wolff sejak 1892 menyarankan bahwa
olahraga sangatlah penting.
Osteoporosis (kekeroposan tulang) adalah proses degenerasi pada tulang. Mereka yang sudah
terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik sebagai bagian dari pengobatan. Olahraga teratur
dan cukup takarannya tidak hanya membentuk otot, melainkan juga memelihara
dan meningkatkan kekuatan tulang. Dengan demikian, latihan olahraga dapat mengurangi risiko
jatuh yang dapat memicu fraktur (patah tulang). (Mulyaningsih, 2008).
1.3 Prognosis
Osteoporosis merupkan masalah kesehatan yang utama. Berdasarkan data dari Third
National Health and Nutrition Examination Survey, yang mencakup pengukuran densitas
mineral tulang pada pinggul, 20% wanita dan 5% pria berusia 50 tahun keatas menderita
osteoporosis. Densitas tulang yang rendah merupakan penyebab utama dari meningkatnya resiko
retak atau patah tulang. Kira-kira 250,000 kasus patah tulang terjadi setiap tahun. Dari data dapat
disimpulkan bahwa pria dan wanita yang mengalami patah tulang pinggul mengalami tingkat
mortalitas tinggi, sedangkan yang berhasil sembuh setelah dirawat memiliki resiko cacat jangka
panjang.
Osteoporosis merupakan akibat dari kombinasi berkurangnya masa puncak tulang dan
meningkatnya masa otot yang hilang. Masa puncak tulang biasanya dicapai pada usia 20-an dan
tergantung pada faktor keturunan pada masa anak-anak dan remaja. Hal ini merupakam masalah
kesehatan yang serius karena hamper 1 dari 4 wanita berusia di atas 65 tahun, 1 dari 2 wanita
berusia di atas 80 tahun akan mengalami penyakit ini. (Iwan Sain, S. Kep,ASKEP Pada Klien
Dengan Gangguan Metabolime Tulang : OSTEOPOROSIS.pdf)
1.4 Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
1. Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau tanpa
fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak
2. Nyeri timbul mendadak
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas
6. Postur tubuh kelihatan memendek atau penurunan tinggi badan akibat dari Deformitas vertebra
thorakalis. (Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)
1.5 Klasifikasi Stage
Menurut Farida Mulyaningsih (2008), osteoporosis diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Osteoporosis Postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang
berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak
semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita
kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis Sinilis
Merupakan
akibat
dari
kekurangan
kalsium
yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang d
an pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut.
Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih seringmenyerang wanita.
Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis Sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya
atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal
(terutama
tiroid,
paratiroid dan adrenal) dan obatobatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisamemperburuk keadaan osteoporosis.
4. Osteoporosis Juvenil Idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya belum diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak
dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang
normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Mulyaningsih, 2008).
1.6 Patofisiologi
Didalam kehidupan, tulang akan selalu mengalami proses perbaharuan. Tulang memiliki
2 sel, yaitu osteoklas
(bekerja untuk
menyerap dan
menghancurkan/merusak tulang) dan osteoblas (sel yang bekerja untuk membentuk tulang).
(Compston, 2002). Tulang yang sudah tua dan pernah mengalami keretakan, akan dibentuk
kembali. Tulang yang sudah rusak tersebut akan diidentifikasi oleh sel osteosit (sel osteoblas
menyatu dengan matriks tulang). (Cosman, 2009) Kemudian terjadi penyerapan kembali yang
dilakukan oleh sel osteoklas dan nantinya akan menghancurkan kolagen dan mengeluarkan asam.
(Tandra, 2009) Dengan demikian, tulang yang sudah diserap osteoklas akan dibentuk bagian
tulang yang baru yang dilakukan oleh osteoblas yang berasal dari sel prekursor di sumsum tulang
belakang setelah sel osteoklas hilang. (Cosman, 2009) Proses remodelling tulang tersebut dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
(Ganong, 2008) Gambar 5 menunjukan perbedaantulang yang normal dan tulang yang sudah
mengalami pengeroposan.
yang memiliki ketidakpastian dalam diagnosa, dan penderita yang memerlukan keakuratan dalam
hasil pengobatan osteoporosis. (Putri, 2009).
Keuntungan yang didapatkan jika melakukan pemeriksaan ini yaitu dapat menentukan
kepadatan tulang dengan baik (memprediksi resiko patah tulang pinggul) dan mempunyai
paparan radiasi yang sangat rendah. Akan tetapi alat ini memiliki kelemahan yaitu membutuhkan
koreksi berdasarkan volume tulang (secara bersamaan hanya menghitung 2 dimensi yaitu tinggi
dan lebar) dan jika pada saat seseorang melakukan pengukuran dalam posisi yang tidak benar,
maka akan mempengaruhi hasil pemeriksaan tersebut. (Cosman, 2009)
Hasil dari DXA dapat dinyatakan dengan T-score, yang dinilai dengan melihat perbedaan
BMD dari hasil pengukuran dengan nilai rata-rata BMD puncak. (Tandra, 2009) Hasil dari
pemeriksaan BMD dapat dilihat pada gambar 2.3.
k;uiou
2.
3.
4.
5.
Radioisotope
QCT (Quantitative Computerized Tomography)
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Densitometer (X-ray absorpmetry)
Penilaian osteoporosis secara laboratorik dilakukan dengan melihat petanda biokimia
untuk osteoblas, yaitu osteokalsin, prokolagen I peptide dan alkali fosfatase total serum. Petanda
kimia untuk osteoklas; dioksipiridinolin (D-pyr), piridinolin (Pyr) Tartate Resistant Acid
Phosfotase (TRAP), kalisium urin, hidroksisiprolin dan hidroksi glikosida. Secara bioseluler,
penilaian biopsi tulang dilakukan secara histopometri dengan menilai aktivitas osteoblas dan
osteoklas secara langsung. Namun pemeriksaan diatas biayanya masih mahal.
1.9 Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Pengobatan osteoporosis difokuskan kepada memperlambat atau menghentikan kehilangan
mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya.
tujuan dari pengobatan ini adalah mencegah terjadinya fraktur (patah tulang).
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas dan
atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat yang beredar pada umumnya
bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat antiresorpsi misalnya: esterogen, kalsitonin, bifosfonat.
Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak mempunyai efek antiresorpsi maupun stimulator
tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses pembentukan
tulang oleh sel osteoblas.
a. Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai antiresorpsi, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun sel
osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen dalam pencegahan dan pengobatan
osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi
melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna. Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara
(mastalgia), retensi cairan, peningkatan berat badan, tromboembolisme, dan pada pemakaian
jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan
estrogen adalah: kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan
uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik, karsinoma ovarium, dan penyakit hait
yang berat Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai dengan dosis untuk anti resorpsi,
adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17-estradiol oral 1 2mg/ hari, 17-estradiol
perkutan 1,5 mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25 50 mg setiap 6 bulan. Kombinasi estrogen
dengan progesteron akan menurunkan risiko kanker endometrium dan harus diberikan pada
setiap wanita yang mendapatkan TSH, kecuali yang telah menjalani histerektomi.
Saat ini pemakaian fitoestrogen (isoflavon) sebagai suplemen mulai digalakkan
pemakaiannya sebagai TSH. Beberapa penelitian menyatakan memberikan hasil yang baik untuk
keluhan defisiensi estrogen, atau mencegah osteoporosis. Fitoestrogen terdapat banyak dalam
kacang kedelai, daun semanggi.
Ada golongan preparat yang mempunyai efek seperti estrogen yaitu golongan Raloksifen
yang disebut juga Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada
reseptor estrogen-b sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan payudara.
Mekanisme kerja Raloksifen terhadap tulang diduga melibatkan TGF yang dihasilkan oleh
osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel osteoklas.
b. Bifosfonat
1)
2)
3)
1)
2)
c.
2.
jika mereka mengkonsumsi terlalu banyak kalsium atau susu. (Iwan Sain, S. Kep, ASKEP Pada
Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang : OSTEOPOROSIS.pdf)
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
Ny. M, umur 56 tahun datang ke IGD RSAS dengan keluhan nyeri di pinggul. Keluhan nyeri ini
sering muncul sejak 1 bulan yang lalu. keluhan nyeri pinggul juga tidak berkurang meskipun
sudah meminum obat yang dibeli di pasar. Ny. M mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas
sehari-hari karena nyeri yang dirasakan. Siklus menstruasi Ny. M sudah berhenti sejak 3 tahun
yang lalu. dari hasil pemeriksaan, didapatkan TD: 130/90 mmHg, N: 96 kali/menit, S: 36C, RR:
24 kali/menit. Hasil pengukuran Bone Mineral Density (BMD): - 3,5 mg/dl
2.2 Analisa Data
No.
Data
Masalah Keperawatan
1.
DS :
Nyeri akut
- Klien mengeluh nyeri di
pinggul.
- Keluhan nyeri ini sering
muncul sejak 1 bulan yang
lalu
- Klien mengatakan tidak bisa
melakukan aktivitas sehari-
biasanya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. OSTEOPOROSIS(Askep
Osteoporosis.pdf).http://www.4shared.com/office/rBkkMfK/Askep_Osteoporosis.html, diakses pada 10 September 2013 13.20 WITA.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Lane, Nancy E. 2001. Lebih Lengkap Tentang: Osteoporosis. Jakarta: Fajar Interpratama Offset.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume
2. Jakarta: EGC.
Sain, Iwan S.Kep. ASKEP Pada Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang :
OSTEOPOROSIS(41_2.pdf). http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&ved=0CDwQFjAC&url=http%3A%2F
%2Fwww.stikeskusumahusada.ac.id%2Fimages%2Ffile
%2F41.pdf&ei=m4ouUrPeJc_qrQf934H4CQ&usg=AFQjCNH7zQtIxHVRwYYg0z0u4TmQxa6gg&sig2=8y2WZhvX5fhx6_IyJ2PXvw&bvm=bv.51773540,d.bmk,
diakses pada 10 September 2013 13.15 WITA.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA, intervensi NIC,
kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.
3)(Rewritten by/ Diketik kembali oleh: Dimas Erda Widyamarta. and the
friends.2014. please follow blog/ silahkan ikuti
blog: www.ithinkeducation.blogspot.com orwww.ithinkeducation.wordpres
s.com)
2.1
DEFINISI
Klasifikasi osteoporosis :
Klasifikasi osteoporosis dibagi ke dalam dua kelompok yaitu osteoporosis
primer dan osteoporosis sekunder. Istilahosteoporosis primer mengacu pada tidak
adanya penyakit lain yang terus menyebabkan gangguan ini. Definisi ini, terutama
mengacu pada defisiensi estrogen pasca menopause yang selanjutnya
menyebabkan penurunan densitas tulang. Keadaan ini banyak dialami oleh pasien
wanita yang mengalami osteoporosis.
Osteoporosis primer terdapat pada wanita postmenopause (postmenopause
osteoporosis) dan pada laki-laki lanjut usia (senile osteoporosis). Penyebab
osteoporosis belum diketahui dengan pasti.
Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan
dengan Kelainan endokrin misalnya Chusings disease, hipertiriodisme,
hiperparatiriodisme, diabetes melitus, hopogonadisme pada pria. Karena obat
misalnya terapi kortikosteroid, terapi heparin (jangka panjang), anikonvulsan.
Masalah neoplastik misalnya mieloma multipel, metastasis tulang. Penyebab
lainnya : alkoholisme, anoreksia nervosa, pascatransplantasi, sindrom malabsorbsi
misalnya penyakit coeliac..
Djuantoro (1996), membagi osteoporosis menjadi osteoporosis postmenopause
(Tipe I), Osteoporosis involutional (Tipe II), osteoporosis idiopatik, osteoporosis
juvenil dan osteoporosis sekunder.
1.
Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih dan
asia. Bentuk osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resopsi tulang yang
berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi hormon estrogen pada masa
menopause.
2.
Terjadi pada usia diatas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe ini
diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan
resorpsi tulang dengan kecepatan pembentukan tulang.
3.
Osteoporosis idiopatik
Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita premenopouse
dan pada laki-laki yang berusi di bawah 75 tahun. Tipe ini tidak berkaitan dengan
penyebab sekunder atau faktor resiko yang mempermudah timbulnya penurunan
densitas tulang.
4.
Osteoporosis juvenil
Merupakan bentuk yang paling jarang terjadi dan bentuk osteoporosis yang
terjadi pada anak-anak prepubertas.
5.
Osteoporosis sekunder.
Etiologi
Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko osteoporosis lebih besar dari para pria. Sekitar 80 %
diantara penderita osteoporosis adalah wanita. Secara umum, wanita menderita
osteoporosis 4x lebih banyak dari pada pria. 1 dari 3 wanita memiliki
kecenderungan osteoporosis. Hal ini terjadi antara lain karena masa tulang wanita
lebih kecil dibanding dengan pria (hanya sekitar 800 gram lebih kecil dibandingkan
pria yaitu sekitar 1200 gram )
b.
Umur
Ras
Semakin terang kulit seorang maka resiko osteoporosis menjadi semakin tinggi.
Ras kaukasia dan Asia memiliki insiden terkena osteoprosis lebih besar
dibandingkan dengan ras Afrika Amerika. Antara masa tulang dan massa otot
terdapat kaitan yang erat. Semakin besar otot, tekanan pada tulang semakin tinggi
dan tulng semakin besar. Ditambah lagi kadar hormone estrogen ras Afrika
Amerika lebih tinngi dari ras yang lain sehingga wanita Afrika Amerika cendrung
lebih lambat menua dari pada kulit putih. Pigmentasi kulit dan tempat tinggal juga
mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Wanita Afrika berkulit gelap yang bertempat
tinggal dekat dengan garis katulistiwa memiliki resiko osteoporosis yang lebih
rendah dari pada wanita yang berkulit putih yang tinggal jauh dari garis katulistiwa.
2.
a.
Kurang aktifitas
Semakin rendah aktifitas fisik, semakin besar resiki terkena osteoporosis. Hal
ini terjadi karena aktifitas fisik ( olah raga ) dapat membangun tulang dan otot
menjadi tebih kuat, juga meningkatkan keseimbangan metabolisme.
b.
c.
Merokok
Pada wanita perokok ada kecenderungan kadar estrogen dalam tubuhnya
lebih rendah dan kemungkinan memasuki masa menaupose lima tahun lebih awal
dibanding dengan bukan perokok. Asap rokok dapat menghambat kerja ovarium.
Disamping itu, nikotin juga mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyerap dan
mengeluarkan kalsium.
d.
MANIFESTASI KLINIS
PATOFISIOLOGI
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai
terjadi setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih
besar dan tidak mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada
perempuan, hilangnya estrogen pada saat menopouse dan pada ooforektomi
mengakibatkan percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahuntahun pasca menopouse.
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk
mempertahankan remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan
pengurangan massa tulang dan fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang
tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa
tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA
: recommended daily allowance) meningkat pada usia 11 24 tahun (adolsen dan
dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk memaksimalakan puncak massa
tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi pada perempuan pasca
menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan
Osteoporosis: standar deviasi lebih dari -2,5 di bawah rata-rata dewasa muda.
PENATALAKSANAAN
vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Diet tinggi kalsium dan vitamin D yang
mencukupi dan seimbang sepanjang hidup. Diet ditingkatkan pada awal usia
pertengahan karena dapat melindungi tulang dari demineralisasi skeletal. Tiga gelas
susu krim atau makanan lain yang kaya kalsium. Untuk mencukupi asupan kalsium
perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium karbonat).
Terapi penggantian hormon dengan estrogen dan progesteron perlu diresepkan
lagi bagi perempuan menopause, untuk memperlambat kehilangan tulang dan
mencegah terjadinya patah tulang. Perempuan yang telah menjalani pengangkatan
ovarium atau telah mengalami menopause prematur dapat mengalami osteoporosis
pada usia muda. Estrogen dapat mengurangi resorpsi tulang tapi tidak
mengingkatkan massa tulang. Penggunaan hormon jangka panjang masih
dievaluasi. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit peningkatan insiden
kanker payudara dan endometrial. Oleh karena itu, selama HRT klien diharuskan
memeriksakan payudaranya setiap bulan dan diperiksa panggulnya.,termasuk
usapan Papaninicolaou dan biopsi endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua
kali setahun.
Pemberian estrogen secara oral memerlukan dosis terendah estrogen
terkonjugasi sebesar 0,625 mg/hari atau 0,5 mg/hari estradiol. Pada osteoporosis,
sumsum tulang dapat kembali seperti pada masa pramenopouse dengan pemberian
estrogen. Dengan demikan hal tersebut menurunkan risiko fraktur.
Perlu juga meresepkan obat-obat lain, dalam upaya menanggulangi
osteoporosis, termasuk kalsitonin, natrium fluorida, bifosfonat, natrium etidronat,
dan alendronat. Alendronat berfungsi mengurangi kecepatan penyerapan tulang
pada wanita pascamenopouse, meningkatkan massa tulang di tulang belakang dan
tulang panggul, dan mengurangi angka kejadian patah tulang. Agar alendronat
dapat diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas air pada pagi
hari dan dalam waktu 30 menit kemudian tidak boleh makan-minum lainnya.
Alendronat bisa mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga
setelah meminumnya tidak boleh berbaring, minimal selama 30 menit sesudahnya.
Obat ini tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki kesulitan menelan atau
penyakit kerongkongan dan lambung tertentu. Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan
kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang disertai nyeri.
Kalsitonin secara primer menakan kehilangan tulang dan pemberiannya secara
suntikan subkutan, intramuskuler atau semprot hidung. Efek samping, berupa
gangguan gastrointestinal,aliran panas,peningkatan frekuensi urine biasanya terjadi
dan ringan. Natrium fluorida memperbaiki aktivitas osteoblastik dan pembentukan
tulang, namun kualitas tulang yang baru masih dalam pengkajian. Natrium
etidronat menghalangi resorpsi tulang osteoklastik, dan dalam penelitian untuk
efisiensi sebagai terapi osteoporosis.
a.
b.
c.
d.
e.
b.
Latihan Fisik
Tujuan intervensi non-framakologis untuk osteoposis adalah mencegah,
menangani, atau mengurangi akibat osteoporosis (Lips & Ooms, 2000). Latihan fisik
berperan penting dalam mencegah dan menangani osteoporosis serta mencegah
fraktur (Hertel & Trahiotis, 2001). Selain mempengaruhi proses penyakit, latihan
fisik juga meningkatkan kesehatan umum pasien, kesejahteraan dan kualitas hidup,
serta mempertshsnksn kemandirian (Sharkey et al, 2000).
Gaya hidup aktif dapat dilakukan oleh berbagai kelompok usia karena program
latihan fisik yang tepat dapat meningkatkan massa tulang remaja dan individu
dewasa. Penelitan menunjukan bahwa latihan fisik yang sedang dapat membantu
melawan osteoporosis. Sedangkan latihan fisik yang telalu ringan dan berlebihan
dapat mempercepat laju hilangnya massa tulang (OBrein, 2001).
Penting bagi pasien, sebelum memulai atau meningkatkan latihan fisik, untuk
memastikan bahwa mereka melakukan langkah yang tepat sesuai dengan
kemampuan dan usia individu. Latihan fisik pada lansia ditekankan untuk
meningkatkan kekuatan dan keseimbangan otot dapat merurunkan resiko jatuh.
c.
Diet
Diet yang beragam dan seimbang sangat penting untuk kesehatan
muskuloskeletal. Rat-rata tubuh manusia mengandung lebih dari 1 kg kalsium, yang
99% di antaranya disimpan didalam tulang. Pria dan wanita membutuhkan asupan
diet kalsium dan vitamin D yang adekuat sepanjang usia untuk untuk
mempertahankan kadar kalsium dan vitamin D serta kesehatan tulang yang optimal
2.8
POHON MASALAH
Menopouse
ya hidup
Faktor
estrogen
erokok,
Mekanik
pengangkutan
anti
kafein,
kalsium ke
nutrisi
tulang
kekurangan Kelainan
kalsium
lansia
hormonal
Obat-obatan
(kortikosteroid,
Barbiburat,
faktor
Kejang)
hormonal
alkohol)
Ga
(m
terganggu
aktivitas
Pemberian steroid
Reabsorbsi tulang
Osteoblast
terganggu
Kurang informasi
Tulang keropos
Nyeri
Apoptosis
Tulang mudah rapuh & mudah patah
Reabsorbsi tulang
Resiko injury
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Pengumpulan data.
1.
Identitas Klien.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama ,pekerjaan dan lain-lain.
2.
Riwayat kesehatan.
Riwayat penyakit dahulu : dalam pengkajian merupakan riwayat penyakit yang
pernah diderita pasien sebelum diagnosis osteoporosis muncul seperti reumatik,
hipertiroid, hiperpaatiroid.
Riwayat penyakit sekarang :
Keluhan yang dirasakan pasien seperti nyeri pada punggung.
Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang menderita osteoporosis.
3.
Pemeriksaan Fisik
B1 (breathing)
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada tulang belakang.
Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : suara resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronchi.
B2 ( Blood)
Sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya pulpus perifer memberi makna
terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
B3 (brain)
Kesadaran kompos metis. pada kasus yang lebih parah klien dapat mengeluh
pusing dan gelisah. Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal
yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya fraktur.
B4 (Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, biasanya mengalami konstipasi.
B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis sering menunjukkan kifosis
atau gibbus (dowagers hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal.
Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis delapan dan
lumbalis tiga.
Pengkajian psikososial
Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada klien kifosis
berat . klien mungkin membatasi interaksi sosial karna perubahan yang tampak
atau keterbatasan fisik . osteoporosis mrnyebabkan fraktur berulang sehingga
perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pada pasien.
Pola aktivitas sehari- hari
Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak dan
persendian adalah agility, sttamina menurun , koordinasi menurun, dan dexterity
(kemampuan memanipulasi keterampilan motorik halus ) menurun.
3.2
1.
Diagnosa Keperawatan
2.
3.
4.
Resiko injuri atau fraktur berhubungan dengan kecelakaan ringan atau jatuh.
a.
b.
c.
d.
e.
Intervensi
Rasional
Dapat membantu
mengevaluasi pernyataan
verbal dak keefektifan
intervensi.
2.
a.
b.
Inrevensi
Rasional
Menunjukkan
perubahan
tingkatan mobilitas pasien
setiap hari.
Intruksikan
klien
latihan program latihan konsistensi
sedikitnya tiga kali seminggu merangsang
pembentukan
selama 30 menit.
tulang dan memperlambat
penurunan
tulang
dan
memperlambat
penurunan
tulang. Ini juga memberi
keuntungan
sekunder
terhadap perbaikan kondisi
neuromuskular, ketangkasan,
dan penurunan kemungkinan
jatuh.
Rencana
periode
istirahat Keletihan
menurunkan
adekuat, berbaring pada posisi motivasi latihan.
telentang selama sedikitnya 15
menit saat nyeri punggung
meningkat.
3.
Rasional
Meningkatkan
pengetahuan
klien tentang osteoporosis
sehingga klien bisa melakukan
penanganannya
secara
mandiri
Suplemen
kalsium
sering
menyebabkan nyeri lambung
dan distensi abdomen maka
klien sebaiknya mengonsumsi
kalsium bersama makanan
untuk mengurangi terjadinya
efek samping tersebut dan
memperhatikan asupan cairan
yang
memadai
untuk
menurunkan
resiko
pembentukan batu ginjal.
Dorong
masukan
protein Masukan protein tidak boleh
adekuat tetapi tidak berlebih, melebihi kebituhan normal
kurang lebih 44 g/ hari.
yang
dianjurkan,
karena
protein
berlebih
dapat
mempercepat
kehilangan
massa
tulang
dengan
menyebabkan
peningkatan
sekresi kalsium.
Konsultasikan dengan ahli gizi
untuk pemberian kalsium yang
cukup.
4.
Resiko injuri atau fraktur berhubungan dengan kecelakaan ringan atau jatuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam resiko injuri
dapat dihindari.
Kriteria Hasil :
a.
b.
Intervensi
Rasional
Ciptakan
lingkungan
yang Lingkungan yang bebas dari
aman dan bebas bahaya bagi bahaya mengurangi resiko
klien
untuk
jatuh
dan
mengakibatkan jatuh
Anjurkan klien menggunakan Memberi
support
ketika
alat bantu sesuai kebutuhan berjalan mencegah tidak jatuh
misalnya tongkat atau kruk.
Bantu klien memenuhi ADL
(activitiest daily living ) dan
cegah klien dari pukulan yang
tidak sengaja atau kebetulan.
Benturan
yang
keras
menyebabkan fraktur tulang,
karena tulang sudah rapuh,
porus,
dan
kehilangan
kalsium.
Ajarkan
klien
tentang
pentingnya
diet
(
tinggi
kalsium, vitamin D ) dalam
mencegah osteoporosis lebih
lanjut.
Diet
kalsium
memelihara
tingkat kalsium dalam serum,
mencegah kehilangan kalsium
ekstra dalam tulang.
Anjurkan
klien
untuk Kafein
yang
berlebihan
mengurangi kafein, rokok dan meningkatkan
pengeluaran
alkohol.
kalsium berlebih dalam urin.
a.
b.
c.
d.
e.
Keletihan
Konstipasi.
3.4 Evaluasi
Hasil yang di harap meliputi :
A.
a.
b.
c.
B.
C.
a.
b.
c.
d.
e.
D.
a.
b.
c.
d.
Disusun oleh:
Lutfy Nooraini
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
A.
B.
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tulang dan patah tulang merupakan salah satu dari sindrom geriatric, dalam arti
insidens dan akibatnya pada usia lanjut yang cukup significant.
Dengan bertambahnya usia terdapat peningkatan hilang tulang secara linear. Hilang tulang ini
lebih nyata pada wanita dibanding pria. Tingkat hilang tulang ini sekitar 0,5 1% per tahun dari
berat tulang pada wanita pasca menopause dan pada pria > 80 tahun. Hilang tulang ini lebih
mengenai bagian trabekula dibanding bagian korteks, dan pada pemeriksaan histologik wanita
dengan osteoporosis spinal pasca menopause tinggal mempunyai tulang trabekula < 14% (nilai
normal pada lansia 14 24% ) (Peck, 1989).
Sepanjang hidup tulang mengalami perusakan (dilaksanakan oleh sel osteoklas) dan
pembentukan (dilakukan oleh sel osteoblas) yang berjalan bersama-sama, sehingga tulang dapat
membentuk modelnya seseuai dengan pertumbuhan badan (proses remodelling). Oleh karena itu
dapat dimengerti bahwa proses remodelling ini akan sangat cepat pada usia remaja (growth
spurt). Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengrusakan oleh kedua
jenis sel tersebut. Apabila hasil akhir perusakan (resorbsi/destruksi) lebih besar dari
pembentukan (formasi) maka akan timbul osteoporosis.
Kondisi ini tentu saja sangat mencemaskan siapapun yang peduli, hal ini terjadi karena
ketidaktahuan pasien terhadap osteoporosis dan akibatnya. Beberapa hambatan dalam
penanggulangan dan pencegahan osteoporosis antara lain karena kurang pengetahuan, kurangnya
fasilitas pengobatan, faktor nutrisi yang disediakan, serta hambatan-hambatan
keuangan. Sehingga diperluan kerja sama yang baik antara lembaga-lembaga kesehatan, dokter
dan pasien. Pengertian yang salah tentang perawatan osteoporosis sering terjadi karena
kurangnya pengetahuan.
Peran dari petugas kesehatan dalam hal ini adalah dokter dan perawat sangatlah mutlak untuk
dilaksanakan. Karena dengan perannya akan membantu dalam mengatasi peningkatan angka
prevalensi dari osteoporosis. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan berperan dalam
upaya pendidikan dengan memberikan penyuluhan tentang pengertian osteoporosis, penyebab
dan gejala osteoporosis serta pengelolaan osteoporosis. Berperan juga dalam meningkatkan mutu
dan pemerataan pelayanan kesehatan serta peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik pasien
serta keluarganya dalam melaksanakan pengobatan osteoporosis. Peran yang terakhir adalah
peningkatan kerja sama dan system rujukan antar berbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan,
hal ini akan memberi nilai posistif dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
B. Tujuan
1.
Tujuan Umum :
Untuk megetahui gambaran secara nyata dan lebih mendalam tentang pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dengan osteoporosis.
2.
a.
b.
c.
Tujuan Khusus :
Mahasiswa mampu memahami pengertian osteoporosis
Mahasiswa mampu memahami etiologi osteoporosis
Mahasiswa mampu memahami patofisiologi osteoporosis
d.
e.
f.
g.
h.
BAB II
KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Osteoporosis adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang per unit volume, sehingga
tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal. Secara
histopatologis osteoporosis ditandai oleh berkurangnya ketebalan korteks disertai dengan
berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang.(Doengoes, Marilynn E:2000).
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang,
peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan
arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga
tulang menjadi mudah patah.( R. Boedhi Darmojo:2000)
osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga
tulang menjadi keras dan padat.( Brunner & Suddarth:2002)
Penurunan Massa tulang ini sebagai akibat dari berkurangnya pembentukan, meningkatnya
perusakan (destruksi) atau kombinasi dari keduanya (Corwn elizabeth. 2001.).
Menurut pembagiannya dapat dibedakan atas : (Brunner & Suddarth:2002) :
1. Osteoporosis Primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit yang lain, yang dibedakan lagi
atas :
a. Osteoporosis tipe I (pasca menopause), yang kehilangan tulang terutama dibagian trabekula
b. Osteoporosis tipe II (senilis), terutama kehilangan Massa tulang daerah korteks
c. Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda denganpenyebab yang tidak diketahui
2. Osteoporosis sekunder yang terjadi pada atau akibat penyakit lain, antara lain hiperparatiroid,
gagal ginjal kronis, arthritis rematoid dan lain-lain.
B. ETIOLOGI
5.) Alkohol
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium yang rendah,
disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang pasti belum diketahui.
C. PATOFISIOLOGI
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan massa tulang sampai
sekitar usia 35 tahun. Genetik, nutrisi, gaya hidpu (merokok, minum kopi), dan aktifitas fisik
mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan karena usia mulai segera setelah tercapai
puncaknya massa tulang. Menghilangnya estrogen pada saat menopause mengakibatkan
percepatan resorbsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopause.
Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk
absorbsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium dan vitamin D
harus mencukupi untuk mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium
dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa
tulang dan pertumbuhan osteoporosis.
D. PATHWAYS
Normal
Genetik,gaya hidup,alcohol,
penurunan prod.hormon
Penurunan masa tulang
Kiposis/Gibbus
Fungsi tubuh
menurun
-nyeri pinggang
Keterbatasan gerak
-pembatasan grk & lat.
-Isolasi sosial
Konsep diri
Disfungsi skelet
E.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi demineralisasi
25% sampai 40%. Tampak radiolusesnsi tulang. Ketika vertebra kolaps, vertebra torakalis
menjadi berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi bikonkaf.
Pemeriksaan laboratorium (missal kalsium serum, fosfat, serum, fosfatase alkalu, ekskresi
kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit, laju endap darah), dan sinar-x
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis medis lain (missal ; osteomalasia,
hiperparatiroidisme, dlll) yang juga menyumbang terjadinya kehilangan tulang.
Absorbsiometri foton-tunggal dapat digunakan untuk memantau massa tulang pada tulang
kortikal pada sendi pergelangan tangan. Absorpsiometri dual-foton, dual energy x-ray
absorpsiometry (DEXA) , dan CT mampu memberikan informasi mengenai massa tulang pada
tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk mengidentifikasi tulang osteoporosis dan
mengkaji respon terhadap terapi.
G. PENATALAKSANAAN
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan
peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan, dapat melindungi terhadap
demineralisasi skeletal.
Pada menopause, terapi penggantian hormon dengan estrogen dan progesterone dapat
diresepkan untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang
diakibatkannya.
Obat-obat yang lain yang dapat diresepkan untuk menanngani osteoporosis termasuk
kalsitonin, natrium florida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer menekan kehilangan
tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau intramuskular. Efek samping (misal : gangguan
gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin), biasanya ringan dan hanya kadang-kadang dialami.
Natrium florida memperbaiki aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang.
H. PENGKAJIAN
Promosi kesehatan, identifikasi individu dengan resiko mengalami osteoporosis, dan
penemuan masalah yang berhubungan dengan osteoporosis membentuk dasar bagi pengkajian
keperawatan. Wawancara meliputu pertanyaan mengenai terjadinya osteoporosis dalam keluarga,
fraktur sebelumnya, konsumsi kalsium diet harian, pola latihan, awitan menopause, dan
penggunaan kortikosteroid selain asupan alcohol, rokok dan kafein. Setiap gejala yang dialami
pasien, seperti nyeri pingggang, konstipasi atau gangguan citra diri, harus digali.
Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya patah tulang, kifosis vertebra torakalis atau
pemendekan tinggi badan. Masalah mobilitas dan pernafasan dapat terjadi akibat perubahan
postur dan kelemahan otot. Konstipasi dapat terjadi akibat inaktifitas.
I.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
b. Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari-hari
yang dapat dikerjakan.
c.
Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat
ditoleransi.Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
3. Risiko injuri berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh
Tujuan :
Cedera/injuri tidak terjadi.
Intervensi :
a.
b.
c.
Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat tidur rendah,
berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah untuk diobservasi.
Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat beban
berat
Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteoporosis adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang per unit volume, sehingga
tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal. Secara
histopatologis osteoporosis ditandai oleh berkurangnya ketebalan korteks disertai dengan
berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang.(Doengoes, Marilynn E:2000).
B. Saran
Sebagai perawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan berperan dalam upaya
pendidikan dengan memberikan penyuluhan tentang pengertian osteoporosis, penyebab dan
gejala osteoporosis serta pengelolaan osteoporosis. Berperan juga dalam meningkatkan mutu dan
pemerataan pelayanan kesehatan serta peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik pasien serta
keluarganya dalam melaksanakan pengobatan osteoporosis. Peran yang terakhir adalah
peningkatan kerja sama dan system rujukan antar berbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan,
hal ini akan memberi nilai posistif dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Corwn elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 3, Jakarta, EGC, 2002
Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Price, S. A & Wilson, L. Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit; alih bahasa, Brahm
U. Pendit..[et. al]. Edisi 6. Jakarta: ECG.2001
R. Boedhi Darmojo, Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2000