Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL KEGIATAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

STIMULASI PERSEPSI DALAM MENGATASI ANSIETAS

Profesi Ners Departemen Jiwa


Desa Sudimoro Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang
Wilayah Kerja Puskesmas Bululawang

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Jiwa

Pembimbing Akademik:
Heni Dwi Windarwati S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.J
Ns. Ridhoyanti Hidayah S.Kep., M.Kep
Pembimbing Lahan: Siti Asia, Amd. Keb

Oleh:
Adellia Ony Eka Putri
200070302111024
Kelompok 1A

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 yang dimaksud dengan
“Kesehatan” adalah: “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis”. Atas dasar definisi Kesehatan tersebut di atas, maka manusia selalu
dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). dari unsur “badan”
(organobiologik), “jiwa” (psiko-edukatif) dan “sosial” (sosio-kultural), yang tidak
dititik beratkan pada “penyakit” tetapi pada kualitas hidup yang terdiri dan
“kesejahteraan” dan “produktivitas sosial ekonomi”. Definesi tersebut juga tersirat
bahwa “Kesehatan Jiwa” merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari
“Kesehatan” dan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup
manusia yang utuh. Menurut Undang-undang No 3 Tahun 1966 yang dimaksud
dengan “Kesehatan Jiwa” adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu
kedokteran sebagai unsur kesehatan, yang dalam penjelasannya disebutkan
sebagai berikut: “Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan
perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain”. Makna
kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan
semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan
manusia lain. Kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan
merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial
individu secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan orang lain
(Kemenkes, 2016).
Ansietas adalah suatu keadaan yang membuat seseorng tidak nyaman
dan terbagi dalam beberapa tingkatan. Jadi, cemas berkaitan dengan persaan
tidak pasti dan tidak berdaya (Kususmawati dan Hartono, 2010). Ansietas adalah
suatu perasaan takut akan terjadinya sesuatu yang disebabkan oleh antisipasi
bahaya dan sinyal yang membantu individu untuk bersiap mengambil tindakan
menghadapi ancaman. Pengaruh tuntutan, persaingan, serta bencana yang
terjadi dalam kehidupan dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan
psikologi. Salah satu dampak psikologis yaitu ansietas atau kecemasan (Sutejo,
2018). Tanda dan gejala mayor kecemasan menurut PPNI (2016) yaitu; Merasa
bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit
berkonsentrasi, tampak gelisah, tampak tegang, dan sulit tidur.
Penelitian yang dilakukan Khamida (2016) didapatkan kesimpulan tingkat
kecemasan responden dapat diturunkan dengan salah satunya terapi aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi. Terapi aktivitas kelompok merupakan salah
satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada kelompok klien yang
mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai
terapi dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok
terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan, dan
menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk
memperbaiki perilaku lama yang maladaptif.
Berdasarkan uraian diatas, salah satu terapi aktivitas aktivitas yang dapat
diberikan kepada pasien untuk mengurangi ansietas adalah melalui terapi
aktivitas stimulasi persepsi serta teknik pengalihan situasi/distraksi dengan
aktivitas fisik menanam bibit cabai.

1.2 Tujuan Kegiatan


1.2.1 Tujuan Umum
Klien mampu bersosialisasi, mengenali kondisi ansietas yang dialami dan juga
mengatasi ansietas dengan teknik pengalihan situasi/distraksi.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
2. Klien mampu mengungkapkan perasaannya
3. Klien mampu menyebutkan adanya perubahan biologis dalam diri klien
4. Klien mampu bekerjasama dan menyelesaikan aktivitas dengan baik
5. Klien mampu mempraktikan teknik pengalihan situasi/distraksi dengan
aktivitas fisik menanam bibit cabai
6. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan yang telah
dilakukan

1.1 Manfaat
1.3.1 Manfaat Bagi Klien
Sebagai upaya klien dengan kecemasan untuk mengurangi rasa cemas yang
dialami melalui stimulasi persepsi sehingga dapat menimbulkan perasaan
senang, rasa puas dan suasana hati yang nyaman.
1.3.1 Manfaat Bagi Terapis
a. Sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa secara holistik.
b. Sebagai terapi modalitas yang dapat dipilih untuk mengoptimalkan Strategi
Pelaksanaan dalam implementasi rencana tindakan keperawatan klien.
1.3.2 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai informasi untuk pihak akademisi, pengelola dan sebagai bahan
kepustakaan, khususnya bagi mahasiswa profesi ners sebagai aplikasi dari
pelayanan Mental Health Nurse yang optimal
1.3.3 Manfaat Bagi Puskesmas
Sebagai masukkan dalam implementasi asuhan keperawatan yang holistik,
sehingga diharapkan keberhasilan terapi lebih optimal
.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Ansietas
2.1.1 Definisi
Menurut kamus kedokteran Dorland, kata kecemasan atau disebut dengan
anxiety adalah keadaan emosional yang tidak menyenangkan, berupa respon-
respon psikofisiologis yang timbul sebagai antisipasi bahaya yang tidak nyata
atau khayalan, tampaknya disebabkan oleh konflik intrapsikis yang tidak disadari
secara langsung (Dorland, 2010). Cemas (ansietas) adalah sebuah emosi dan
pengalaman subjektif dari seseorang. Pengertian lain cemas adalah suatu
keadaan yang membuat seseorng tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa
tingkatan. Jadi, cemas berkaitan dengan persaan tidak pasti dan tidak berdaya.
(Kususmawati dan Hartono, 2010) Ansietas adalah suatu perasaan takut akan
terjadinya sesuatu yang disebabkan oleh antisipasi bahaya dan sinyal yang
membantu individu untuk bersiap mengambil tindakan menghadapi ancaman.
Pengaruh tuntutan, persaingan, serta bencana yang terjadi dalam kehidupan
dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologi. Salah satu
dampak psikologis yaitu ansietas atau kecemasan (Sutejo, 2018). Sehingga,
dapat disimpulkan ansietas merupakan kondisi emosi dan pengalaman subyektif
individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya
yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman..

2.1.2 Etiologi
Penyebab ansietas menurun PPNI (2016):
1. Krisis situasional
2. Kebutuhan tidak terpenuhi
3. Krisis maturasional
4. Anacaman terhadap konsep diri
5. Ancaman terhadap kematian
6. Kekhawatiran mengalami kegagalan
7. Disfungsi system keluarga
8. Hubugan orang tua-anak tidak memuaskan
9. Factor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
10. Penyalahgunaan zat
11. Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin, polutan dan lain-lain)
12. Kurang terpapar informasi

Menurut Kusumawati & Hartono (2010), penyebab kecemasan dibagi menjadi


dua faktor, yaitu predisposisi dan faktor presipitasi
1. Faktor Predisposisi (Pendukung)
Beberapa teori penyebab kecemasan pada individu antara lain:
a. Faktor biologis
Otak manusia mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin.
Reseptor ini membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA (asam
gama-amino butriat) juga berperan utama dalam mekanisme biologis
berhubungan dengan ansietas, sebagaimana halnya dengan endorfin.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya
menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stresor.
b. Faktor psikologis
 Faktor psikoanalitis
Kecemasan adalah konflik yang terjadi antara dua elemen kepribadian
yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting, superego
mewakili hati nurani. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari id dan
superego. Dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa
ada bahaya.
 Pandangan interpersonal
Kecemasan timbul dari masalah-masalah dalam hubungan
interpersonal dan ini erat kaitannya dengan kemampuan
berkomunikasi. Semakin tinggi tingkat ansietas, semakin rendah
kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain.
 Pandangan perilaku
Kecemasan merupakan produk frustasi. Frustasi yaitu semua yang
dapat mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Ahli teori perilaku menganggap kecemasan sebagai suatu
dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan diri untuk
menghindari kepedihan. Teori konflik memandang cemas sebagai
pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Cemas
terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara konflik dan
kecemasan: konflik menimbulkan kecemasan, dan cemas
menimbulkan peradaan tidak berdaya, yang pada akhirnya
meningkatkan konflik yang dirasakan.
 Kajian keluarga
Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan sering terjadi didalam
keluarga. Gangguan kecemasan juga berkaitan erat antara gangguan
kecemasan dengan depresi.
2. Faktor Presipitasi (Pencetus)
Pengalaman cemas setiap individu berbeda-beda, tergantung pada situasi
dan hubungan interpersonal. Ada dua faktor presipitasi yang mempengaruhi
kecemasan yaitu:
a. Faktor eksternal
 Ancaman terhadap integritas fisik meliputi keterbatasan fisiologis akan
teradi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari.
 Ancaman terhadap sistem diri meliputi, hal yang dapat
mengancamidentitas, harga diri, dan fungsi sosial pada individu.
b. Faktor internal
1) Potensial stresor
Stresor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga
orang itu terpaksa mengadakan adaptasi. Pasien dengan rencana
operasi kemungkinan mengalami kecemasan. Operasi merupakan
tindakan medis yang diberikan atas dasar indikasi tertentu dan
dipertimbangkan sebagai tindakan yang terbaik untuk pasien,
sehingga pasien akan berusaha untuk beradaptasi dengan rasa
cemas yang dialami.
2) Maturitas
Kematangan kepribadian individu akan mempengaruhi kecemasan
yang dihadapinya.Kepribadian individu yang lebih matur lebih sukar
mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu mempunyai
adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan.
3) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh pada ketidakmampuan
berpikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin mudah
seseorang untuk berpikir rasional dan menangkap informasi baru.
Kemampuan menganalisis akan mempermudah seseorang dalam
menguraikan masalah baru.Tingkat pendidikan juga menentukan
mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan
tentang operasi.
4) Keadaan fisik
Individu yang mengalami gangguan fisik akan mudah mengalami
kelelahan fisik. Kelelahan fisik yang dialami akan mempermudah
individu mengalami kecemasan.
5) Status sosial ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan pokok maupun kebutuhan sekunder,
keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi
dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Seseorang
dengan status ekonomi rendah dan berencana operasi akan
mengalami kecemasan dengan masalah biaya rumah sakit.
6) Tipe kepribadian
Individu dengan tipe kepribadian A lebih mudah mengalami gangguan
akibat kecemasan daripada orang dengan tipe kepribadian B. Individu
dengan tipe kepribadian A memiliki ciri – ciri individu yang tidak sabar,
kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa diburu – buru
waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah tersinggung dan
mengakibatkan otot – otot mudah tegang. Individu dengan tipe
kepribadian B memiliki ciri – ciri yang berlawanan engan tipe
kepribadian A. Tipe kepribadian B merupakan individu yang penyabar,
tenang, teliti dan rutinitas.
7) Lingkungan dan situasi
Individu yang berasa di lingkungan asing lebih mudah mengalami
kecemasan dibandingkan dengan di lingkungan yang sudah
dikenalnya. Tindakan persalinan sectio caesarea dilakukan di rumah
sakit, bagi sebagian orang beranggapan bahwa rumah sakit
merupakan tempat yang asing, dan dengan orang-orang yang asing.
Keadaan tersebut dapat membingungkan bagi orang yang belum
terbiasa, maka seseorang sering mengalami kecemasan.
8) Dukungan sosial
Dukungan sosial merupakan sumber koping individu. Dukungan sosial
dari kehadiran keluarga, orang tua, dan teman dekatdapat membantu
seseorang mengurangi kecemasan. Dukungan keluarga terhadap
pasien yang akan menjalani operasi sangat berpengaruh pada tingkat
kecemasan. Pendampingan keluarga selama perawatan dapat
membantu pasien dalam mengambil keputusan, mendapatkan solusi
dari permasalahan, dan membantu pasien membagikan rasa cemas
yang ia alami.
9) Jenis kelamin
Kecemasan dapat dipengeruhi oleh asam lemak bebas dalam tubuh.
Wanita mempunyai produksi asam lemak bebas lebih banyak
dibanding pria sehingga wanita beresiko mengalami kecemasan yang
lebih tinggi dari pria

2.1.3 Proses Terjadinya


Menurtu Blackburn dan Davidson (dalam Safaria & Saputra, 2009) emosi
ataupun rasa cemas yang dirasakan disebabkan oleh adanya dialog internal
dalam pikiran individu yang mengalami kecemasan ataupun perasaan cemas.
Menurut Blackburn dan Davidson (dalam Safaria & Saputra, 2009)
mengemukakan proses terjadinya kecemasan melalui model kognitif kecemasan,
yang dapat dilihat di gambar berikut:

Secara teoretis terjadinya kecemasan diawali oleh pertemuan individu dengan


stimulus yang berupa situasi yang berpengaruh dalam membentuk kecemasan
(situasi mengancam), yang secara langsung atau tidak langsung hasil
pengalaman tersebut diolah melalui proses kognitif dengan menggunakan
skemata (pengetahuan yang telah dimiliki individu terhadap situasi tersebut yang
sebenarnya mengancam atau tidak mengancam dan pengetahuan tentang
kemampuan dirinya untuk mengendalikan diri dan situasi). Setiap pengetahuan
dapat terbentuk dari keyakinan pendapat orang lain, maupun pendapat individu
sendiri serta dunia luar. Pengetahuan tersebut tentunya akan mempengaruhi
individu untuk dapat membuat penilaian (hasil kognitif) sehingga respons yang
akan ditimbulkan tergantung seberapa baik individu yang mengenali situasi dan
mengendalikan dirinya.
Jadi, terjadinya kecemasan melalui proses yang telah disebutkan adalah
bagaimana individu dapat mengevaluasi tindakan apa saja yang harus dilakukan
apabila merasakan kecemasan. Selain harus memahami tentang keadaan apa
saja yang menyebabkan seseorang merasakan cemas, tentunya setelah itu
individu harus dapat mengendalikan diri untuk dapat mengelola emosi dan
mengelola permasalahan yang menyebabkan kecemasan tersebut.
Psikopatologi Ansietas

Faktor Predisposisi Faktor presipitasi


(Suliswati, 2005). Ketegangan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan
dalam kehidupan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
berupa : 1. Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi :
1. Peristiwa traumatik a. Sumber internal, meliputi kegagalan
2. Konflik emosional mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi
3. Konsep diri terganggu suhu tubuh, perubahan biologis normal (mis:
4. Frustasi hamil).
5. Gangguan fisik b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap
6. Pola mekanisme koping infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan,
keluarga kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak
7. Riwayat gangguan adekuatnya tempat tinggal.
kecemasan 2. Ancaman terhadap harga diri meliputi :
8. Medikasi yang dapat memicu a. Sumber internal: kesulitan dalam
terjadinya kecemasan berhubungan interpersonal di rumah dan
(benzodiazepin) tempat kerja, penyesuaian terhadap peran
baru. Berbagai ancaman terhadap integritas
fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal: kehilangan orang yang
dicintai, perceraian, perubahan status
pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

STRESSOR

ISYARATNYA DI KIRIM KE OTAK – OTAK


MENGIRIMKAN INFORMASI KE HIPOTALAMUS

MENSTIMULASI SISTEM SARAF OTONOM


DAN ENDOKRIN
Neurotransmitter Endokrin

Neurotransmitter

Model Noradrenergik
Model Reseptor GABA (gamma Model
sistem saraf autonom penderita amino butyric acid) _ Serotonin
ansietas bersifat hipersensitif dan neurotransmitter GABA = major
mempunyai reaksi yang berlebihan inhibitory neurotransmitter di CNS Ansietas
terhadap berbagai jenis ↓ berhubungan
stimulus/rangsangan. Benzodiazepin = meningkatkan dengan
efek inhibisi dari GABA transmisi 5
↓ ↓ HidroxyTtiptami
LC (locus ceruleus) sebagai pusat Secara fungsional dan structural, n yang
alarm, reseptor benzodiazepin berlebihan atau
↓ berhubungan dengan reseptor overaktivitas
akan mengaktivasi GABA tipe A (GABAA) dan chanel dari simulasi
pelepasan NE dan ion yang dikenal sebagai GABA- jalur 5HT
↓ BZ reseptor complex.
menstimulasi sistem saraf simpatik
dan parasimpatik

RESPON

a. Cemas, kawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung,
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
c. Takut sendiriaan, takut pada keramaian, dan banyak orang.
d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
e. Gangguan kosentrasi daya ingat
f. Gejala somatikrasa sakit pada oto dan tulang, berdebar-debar, sesak nafas,
gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan terasa dngin
dan lembab, dan lain sebagainya (Eko prabowo, 2014)

2.1.4 Tanda dan Gejala

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif Objektif
1. Merasa bingung 1. Tampak gelisah
2. Merasa khawatir dengan akibat 2. Tampak tegang
dari kondisi yang dihadapi 3. Sulit tidur
3. Sulit berkonsentrasi
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Tampak gelisah 1. Frekuensi napas meningkat
2. Tampak tegang 2. Frekuensi nadi meningkat
3. Sulit tidur 3. Tekanan darah meningkat
4. Diaforesis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa lalu
(PPNI, 2016)

2.1.5 Rentang Respon


Rentang respon kecemasan menurut Stuart (2016) adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Rentang Respon

1. Rentang Adaptif
Hasil yang positif akan didapatkan jika individu dapat menerima dan
mengatur kecemasan. Kecemasan dapat menjadi suatu tantangan, motivai
yang kuat untuk menyelesaikan masalah, dan merupakan sarana untuk
mendapatkan penghargaan yang tinggi. Strategi adaptif biasanya digunakan
seseorang untuk mengatur kecemasan antara lain dengan berbicara kepada
orang lain, menangis, tidur, latihan, dan menggunakan teknik relaksasi.
2. Repon Maladaptif
Ketika kecemasan tidak dapat diatur, individu menggunakan mekanisme
koping yang disfungsi dan tidak berkesinambungan dengan yang lainnya.
Koping maladaptif mempunyai banyak jenis termasuk perilaku agresif, bicara
tidak jelas, isolasi diri, banyak makan, konsumsi alkohol, berjudi, dan
penyalahgunaan obat terlarang.
2.1 Terapi Aktivitas Kelompok
a. Definisi kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan 1 dengan
yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (stuart dan
Laraia, 2001). Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar
belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif,
takut, kebencian, kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan
menarik (Yolam, 1995 dalam Stuart dan Laraia, 2001). Semua kondisi ini akan
mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan
menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi
dalam kelompok.
b. Tujuan dan Fungsi Kelompok
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan
orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kekuatan
kelompok ada pada konstribusi dari setiap anggota dan pimpinan dalam
mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling
membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.
Kelompok merupakan laboraturium tempat untuk mencoba dan menemukan
hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan perilaku yang
adaptif. Anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensi nya
oleh anggota kelompok yang lain.
BAB 3
PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

3.1 Sasaran
Kelompok risiko gangguan yang mengalami ansietas

3.2 Karakteristik Klien


a. Klien dapat diajak kerjasama (cooperative)
b. Klien yang mudah diajak berinteraksi
c. Klien yang mampu melaksanakan kegiatan terapi aktivitas kelompok
d. Klien yang sehat jasmani

3.3 Tugas Dan Wewenang


1. Tugas Leader dan Co-Leader
-Memimpin acara: menjelaskan tujuan dan hasil yang diharapkan.
-Menjelaskan peraturan dan membuat kontrak dengan klien
-Memberikan motivasi kepada klien
-Mengarahkan acara dalam pencapaian tujuan
-Memberikan reinforcement positif terhadap klien
2. Tugas Fasilitator
-Ikut serta dalam kegiatan kelompok
-Memastikan lingkungan dan situasi aman dan kondusif bagi klien
-Menghindarkan klien dari distraksi selama kegiatan berlangsung
-Memberikan stimulus/motivasi pada klien lain untuk berpartisipasi aktif
-Memberikan reinforcement terhadap keberhasilan klien lainnya
-Membantu melakukan evaluasi hasil
3. Tugas observer
-Mengamati dan mencatat respon pasien
-Mencatat jalannya aktivitas terapi
-Melakukan evaluasi hasil
-Melakukan evaluasi pada organisasi yang telah dibentuk
4. Tugas Klien
-Mengikuti seluruh kegiatan
-Berperan aktif dalam kegiatan
-Mengikuti proses evaluasi
3.4 Peraturan Kegiatan
1. Klien diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hinggga akhir.
2. Klien dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai dilaksanakan.
3. Klien yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi:
- Peringatan lisan
- Menyanyi menari

3.5 Teknik Pelaksanaan


Tema : Stimulasi persepsi mengatasi ansietas
Hari/tanggal : Kamis, 1 April 2021
Waktu : 14.00-15.00 (60 menit)
Tempat : Balai Desa Sudimoro Kec. Bululawang Kab. Malang
Sesi : 1 (Teknik pengalihan situasi/distraksi dan Stimulasi adaptasi
perubahan aspek biologis)
Terapis : 1. Leader : Adellia Ony Eka Putri
2. Co Leader : Debby Hamsa
3. Fasilitator : Clara Ayu
4. Observer : Delfira Arizda
1. Tujuan
a. Klien dapat mengenal perubahan-perubahan alamiah aspek biologi pada diri
klien
b. Klien dapat meyampaikan pendapatnya tentang perubahan biologi yang terjadi
pada dirinya dan upaya-upaya yang dapat dilakukan agar tetap bugar dan sehat
c. Klien mampu untuk melakukan kegiatan menanam bibit cabai sebagai kegiatan
teknik pengalihan situasi/ distraksi
d. Klien mampu bersosialisasi dan bekerja sama dalam menanam bibit cabai
2. Setting kegiatan
a. Fasilitator dan klien duduk bersama dalam lingkaran
b. Ruangan nyaman

C K
O

K L

K K

F
Keterangan :
L : Leader
C: Co Leader
F : Fasilitator
K : Klien
3. Metode
a. Dinamika kelompok
b. Praktik dan tanya jawab
c. Saling bersosialisasi dan bekerja sama
4. Langkah-Langkah Kegiatan
a. Tahap Persiapan
1) Memilih klien sesuai dengan indikasi
2) Membuat kontrak dengan klien tentang TAK
3) Mempersiapkan tempat pertemuan untuk kegiatan TAK
b. Tahap Orientasi
1) Memberi salam terapeutik
 Leader mengucapkan salam terapeutik, memulai kegiatan dengan doa
 Leader memperkenalkan seluruh tim terapis
2) Evaluasi/validasi:
 Leader menanyakan perasaan klien saat ini
 Leader menanyakan masalah yang dirasakan
3) Kontrak
 Menjelaskan tujuan kegiatan
 Menjelaskan aturan TAK, yaitu:
- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
- Bila ingin keluar kelompok klien harus seijin pemimpin TAK
- Lama kegiatan yaitu 60 menit
c. Tahap kerja
1) Leader meminta klien membentuk lingkaran dengan bantuan fasilitator
2) Leader menanyakan adanya perubahan biologis yang terjadi pada diri klien
dan upaya-upaya yang dapat dilakukan agar tetap bugar dan sehat
(Khamida, 2016).
3) Leader menguatkan klien dan memberikan solusi dalam mengatasi cemas
karena adanya perubahan biologis
4) Leader mengajarkan teknik pengalihan situasi/ distraksi yang bisa dilakukan
oleh klien
5) Co leader mengarahkan dan memotivasi klien untuk memperhatikan dan
mempraktikan teknik pengalihan situasi/ distraksi
6) Fasilitator membantu klien dalam mempraktikan teknik pengalihan situasi/
distraksi
7) Observer mencatat dan menilai respon klien
8) Leader memberikan pujian atas keberhasilan klien dalam mempraktikan
teknik pengalihan situasi/ distraksi
d. Tahap Terminasi
1) Evaluasi
 Leader menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
 Leader memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
2) Tindak lanjut.
 Menganjurkan klien untuk melakukan teknik pengalihan situasi/ distraksi
apabila merasa cemas dan gelisah
 Mengupayakan klien untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif yang bisa
dilakukan mandiri di rumah seperti membersihkan rumah, berkebun,
merawat tanaman cabai dll
5. Evaluasi Hasil
Evaluasi dilakukan pada saat proses tidak berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Askep yang dievaluasi adalah kemampuan pasien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi, dievaluasi kemampuan non verbal dengan
menggunakan formulir evaluasi

Nama klien
No Aspek yang dinilai

1. Klien mampu
mengungkapkan
perasaannya
2. Klien mampu
mengungkapkan
perubahan biologis yang
terjadi pada diri sendiri
3. Klien antusias mengikuti
kegiatan
4. Klien mampu
berkomunikasi baik
dengan orang lain
5. Klien mampu
mempraktikan teknik
pengalihan situasi/
distraksi dengan baik
6. Klien mengikuti kegiatan
sampai selesai
LAMPIRAN
Lembar Absensi Kehadiran Peserta TAK
Lembar Observasi

Nama klien
No Aspek yang dinilai
Ny. M Ny. Si Ny. Su Ny. L
1. Klien mampu mengungkapkan
√ √ √ √
perasaannya
2. Klien mampu mengungkapkan
perubahan biologis yang √ √ √ √
terjadi pada diri sendiri
3. Klien antusias mengikuti
√ √ √ √
kegiatan
4. Klien mampu berkomunikasi
√ √ √ √
baik dengan orang lain
5. Klien mampu mempraktikan
teknik pengalihan situasi/ √ √ √ √
distraksi dengan baik
6. Klien mengikuti kegiatan
√ √ √ √
sampai selesai
Dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA

Dorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Sehat Jiwa. Jakarta: Direktorat Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat, Kementrian Kesehatan.

Khamida, Meilisa. 2016. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi
Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Lansia Di Desa Damarsi Buduran Sidoarjo.
Jurnal Ilmiah Kesehatan. 9(2): 121-128.

Kusumawati F., Hartono Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia


(SDKI). Edisi 1, Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Safaria, Triantoro dan Nofrans Eka Saputra. 2009. Manajemen Emosi: Sebuah Panduan
Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif Dalam Hidup Anda. Jakarta: PT Bumi
Aksara.

Stuart, G.W, 2016, Prinsip dan Praktik Keperawatan Jiwa Stuart Buku 2: Edisi Indonesia,
Elseiver, Singapore.

Sutejo. 2018. Keperawatan Jiwa, Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa:
Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.

Anda mungkin juga menyukai