Anda di halaman 1dari 20

PENUGASAN INDIVIDU:

“LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN OSTEOKONDROMA”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah


(KMB)

Dosen Pembimbing: Saurmian Sinaga, S.Kep., Ners., M.Kep

MAHASISWA:

RISMAYANTI MAMBELA

NIM. 1490121023

PROGRAM STUDI NERS ANGKATAN XXVI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG

2021
A. PENDAHULUAN
Osteokondroma merupakan salah satu tumor tulang rawan jinak yang
angka kejadiannya cukup sedikit dengan gambaran klinis dan gambaran
patologinya cukup bervariasi. Osteokondroma yang juga dikenal sebagai
osteocartilagenous exostosis merupakan tumor tulang jinak yang paling umum
ditemukan pada usia anak-anak, remaja lanjut, dan dewasa awal yang ditandai
oleh adanya penonjolan tulang dari kontur lateral tulang endokondral yang
berbatas tegas sebagai eksostosis yang timbul dari metafisis dan penonjolan
tulang ini ditutupi oleh tulang rawan hialin (Gocmen dkk, 2014, Sreenivas dkk,
2015 & Rosenberg dkk, 2015).
Osteokondroma pada tahun 2013, ditemukan sekitar 35% dari semua
jenis tumor jinak dan 8% dari semua jenis tumor tulang dapat diangkat melalui
pembedahan, hal ini disebabkan kasus osteokondroma tidak memiliki gejala
sehingga sangat susah untuk diskrining secara dini. Sebagian besar,
osteokondroma hadir dalam tiga dekade pertama kehidupan, dengan jenis
kelamin laki-laki lebih sering terkena kasus osteokondroma dibanding dengan
perempuan (Bovee dkk, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Souza dan Junior
pada tahun 2014, osteokondroma soliter terhitung sekitar 10% dari semua jenis
tumor tulang dan sekitar 35% (20-50%) dari semua jenis tumor jinak.
Ostekondroma soliter lebih sering mempengaruhi kerangka appendikular
(anggota badan atas dan bawah), seperti tulang panjang pada tungkai bawah
adalah tulang yang paling sering terkena, yaitu sekitar 40% dari kasus (Souza
dkk, 2014).
B. PENGERTIAN
Osteokondroma didefinisikan sebagai penonjolan tulang (eksostosis)
dengan penutup kartilago yang berasal dari permukaan eksternal tulang
(Khurana dkk, 2002). Osteokondroma adalah proliferasi tulang dan tulang rawan
hamartomatous yang diperkirakan muncul dari pertumbuhan tulang rawan, dan
tumbuh melalui osifikasi endokondral di bawah periosteum (Souza dkk, 2014).
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Anatomi dan fisiologi dari otot dan tulang menurut Nugrahaeni (2020),
sebagai berikut: Fungsi utama sistem otot adalah sistem otot memungkinkan
tubuh untuk bergerak secara bebas, tetapi juga mengendalikan gerakan tak
terduga dari sistem organ lain seperti detak jantung dalam sistem peredaran
darah dan gelombang peristaltic dalam sistem pencernaan. Ini terdiri dari lebih
dari enam ratus otot rangka, serta otot jantung, otot polos yang mengelilingi
seluruh saluran pencernaan, dan semua pembuluh darah arteri. Kontraksi otot
bergantung pada pengiriman energi ke otot. Setiap gerakan menggunakan energi
sel, dan tanpa pasokan energy yang memadai, otot tidak berfungsi maksimal.
Otot, seperti halnya hati, otot menggunakan semua energy yang tersimpan
sendiri dan tidak mengekspornya ke organ lain di dalam tubuh. Otot tidak rentan
terhadap kadar glukosa darah yang rendah seperti otak karena akan mudah
menggunakan bahan bakar alternative seperti asam lemak dan protein untuk
menghasilkan energy selular.
1. Otot kerangka
Otot rangka mampu berkontraksi dan menyebabkan gerakan. Otot rangka
berperan tidak hanya untuk menghasilkan gerakan, tetapi juga untuk
menghentikan gerakan, seperti menahan gravitasi untuk mempertahankan
postur tubuh. Penyesuaian otot rangka yang kecil dan konstan diperlukan
untuk menjaga tubuh tetap tegak atau seimbang dalam posisi apapun. Otot
juga mencegah pergerakan tulang dan sendi yang berlebihan, menjaga
stabilitas tulang dan mencegah kerusakan atau deformasi struktur kerangka.
Sendi bisa menjadi tidak sejajar atau terkilir seluruhnya dengan menarik
tulang tersebut; otot berkontraksi untuk menjaga agar persendian tetap stabil.
Otot rangka terletak diseluruh tubuh pada bukaan saluran internal untuk
mengontrol pergerakan berbagai zat. Otot-otot ini memungkinkan fungsi,
seperti menelan, buang air kecil, dan buang air besar, berada di bawah
kendali. Otot rangka juga melindungi organ dalam (terutama organ perut dan
panggul) dengan berfungsi sebagai penghalang eksternal atau perisai trauma
eksternal dan dengan menopang berat organ.
2. Otot rangka berkontribusi pada pemeliharaan homeostatis dalam tubuh
dengan menghasilkan panas. Kontraksi otot mebutuhkan energi, dan ketika
pembongkaran ATP, panas dihasilkan. Gerakan otot yang terus menerus
menyebabkan suhu tubuh meningkat. Jika kita berada dalam kondisi dingin
yang ekstrem, ketika kita menggigil menyebabkan kontraksi otot rangka
untuk menghasilkan panas.
Setiap otot rangka adalah organ yang terdiri dari berbagai jaringan
terintegrasi. Jaringan-jaringan ini termasuk serat otot rangka, pembuluh
darah, serabut saraf, dan jaringan ikat. Setiap otot rangka memiliki tiga
lapisan jaringan ikat (mysia) yang melingkupinya dan memberikan struktur
pada otot secara keseluruhan, dan juga memisah-misahkan serat otot dalam
otot. Setiap otot dibungkus dalam selubang jaringan ikat padat dan tidak
teratur yang disebut epimysium, yang memungkinkan otot berkontraksi dan
bergerak kuat dengan tetap mempertahankan integritas strukturalnya.
Epimysium juga memisahkan otot dari jaringan dan organ lain di daerah
tersebut, memungkinkan otot untuk bergerak secara independen.
Didalam setiap otot rangka, serat-serat otot diorganisasikan kedalam
kumpulan rangkaian, masing-masing disebut fasikula, oleh lapisan tengah
jaringan ikat yang disebut perimysium. Organisasi fasikuler ini umum terjadi
pada otot anggota tubuh; itu memungkinkan sistem saraf untuk memicu
gerakan otot tertentu dengan mengaktifkan subset serat otot dalam satu
bundle, atau fascicle otot. Didalam setiap fasikular, setiap serat otot
terbungkus dalam lapisan jaringan ikat tipis kolagen dan serat retikuler yang
disebut endomisium. Endomisium mengandung cairan ekstraselular dan
nutrisi untuk mendukung serat otot. Nutrisi ini disuplai melalui darah ke
jaringan otot.
Pada otot rangka yang bekerja dengan tendon untuk menarik tulang,
kolagen dalam tiga lapisan jaringan (mysia) terjalin dengan kolagen tendon.
Di ujung tendon lainnya, ia menyatu dengan periosteum yang melapisi
tulang. Ketegangan yang diciptakan oleh kontraksi serat otot kemudian
ditransfer melalui mysia, ke tendon, dan kemudian ke periosteum untuk
menarik tulang untuk pergerakan tulang. Ditempat lain, mysia dapat
menyatu dengan selembar tendon yang lebar yang disebut aponeurosis, atau
ke fascia, jaringan penghubung antara kulit dan tulang. Lembaran luas
jaringan ikat di punggung bawah tempat otot latissimus dorsi (lat) menyatu
adalah contoh dari aponeurosis.
Setiap otot rangka dipasok oleh pembuluh darah untuk makanan,
pengiriman oksigen, dan pembuangan limbah. Selain itu, setiap serat otot
dalam otot rangka disuplai oleh cabang akson dari motor neuron somatik,
yang memberi sinyal serat untuk berkontraksi. Tidak seperti otot jantung dan
otot polos, satu-satunya cara untuk berkontraksi otot rangka secara
fungsional adalah melalui pensinyalan dari sistem saraf.
3. Otot rangka atau skeletal muscles memiliki fungsi dan karakteristik sebagai
berikut:
1) Kontraksi dibawah sadar atau saraf somatic
2) Inti banyak
3) Protein kontraktilnya dalam aktin, myosin, troponin, dan tropomyosin.
4) Retikulum sarkoplasma berkembang dengan baik sehingga menyimpan ion
kalsium.
5) Batas antara sel-sel berupa tight junction sehingga kontraksi tidak dapat
menyebar ke otot lainnya.
6) Mekanisme kontraksi-relaksasi utamanya berbasis aktivitas.
4. Otot polos
Otot polos atau smooth muscles memiliki karakteristik, yaitu:
1) Intinya hanya satu.
2) Kontraksi diluar kesadaran (saraf otonom)
3) Retikulum sarkoplasma tidak berkembang baik sehingga ion kalsium sedikit.
4) Protein kontraksilnya antara lain aktin, myosin, calmodulin dan
tropomyosin.
5) Mekanisme kontraksi-relaksasi terutama berbasis aktivitas enzim (myosin
kinase dan myosin fosfatase)
6) Batas antara sel-sel otot berupa gap junction sehingga kontraksi dapat
menyebar ke otot lainnya (khususnya pada otot polos saluran cerna, saluran
ekskkretoris-single unit smooth muscles)
5. Otot jantung
Otot jantung memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Kontraksi diluar kesadaran (saraf otonom)
2) Inti banyak
3) Retikulum sarkoplasma tidak berkembang baik sehingga ion kalsium sedikit:
4) Protein kontraktilnya antara lain aktin, myosin, troponin, dan tropomyosin.
5) Mekanisme kontraksi-relaksasi utamanya berbasis aktivitas saraf (ecitation-
contraction coupling)
6) Batas antara sel-sel otot berupa gap junction sehingga kontraksi dapat
menyebar ke otot lainnya (sesame atrium atau sesame ventrikel).
6. Perbedaan struktur dan otot
Otot rangka melekat pada tulang. Ketika otot rangka berkontraksi
memungkinkan penggerak, ekspresi wajah, postur, dan gerakan sadar tubuh
lainnya. Empat piluh persen dari massa tubuh kita terdiri dari otot rangka.
Otot rangka menghasilkan panas sebagai produk sampingan dari kontraksi.
Otot rangka berpartisipasi dalam homeostasis termal. Mengigil dalah
kontraksi otot rangka yang tidak disengaja sebagai respon terhadap suhu
tubuh yang lebih rendah dari normal. Sel otot, atau miosit, berkembang dari
myoblast yang berasal dari mesoderm. Miosit dan jumlahnya relative
konstan sepanjang hidup. Jaringan otot rangka disusun dalam bundle yang
dikelilingi oleh jaringan ikat. Dibawah mikrosop cahaya, sel-sel otot tampak
lurik dengan banyak nucleus disepanjang membrane. Pergoresan ini
disebankan oleh pergantian teratur dari protein kontraktil aktin dan myosin,
bersama protein struktural yang memasangkan protein kontraktil ke jaringan
ikat. Sel-sel tersebut berinti banyak sebagai hasil dari penggabungan banyak
myoblas yang bergabung membentuk setiap serat otot yang panjang.
7. Otot jantung membentuk dinding kontraktil jantung. Sel-sel otot jantung,
yang dikenal sebagai kardiomiosit, juga tampak lurik dibawah mikroskop.
Tidak seperti serat otot rangka, kardiomiosit adalah sel tunggal dengan inti
tunggal yang terletak dipusat. Karakteristik utama dari kardiomiosit adalah
berkontraksi pada ritme intrinsic mereka sendiri tanpa stimulasi eksternal.
Kardiomiosit saling menempel dengan sambungan sel khusus yang disebut
intercalated discs. Intercalated discs yang diselingi memiliki sendi jangkar
dan gap. Sel-sel yang terpasang membentuk serat otot jantung panjang dan
bercabang yang bertindak sebagai syncytium, memungkinkan sel-sel untuk
menyinkronkan fungsi mereka. Otot jantung memompa darah keseluruh
tubuh dan dikendalikan secara tidak sadar.
Kontraksi jaringan otot polos berperan atas gerakan tak sadar di organ
internal. Ini membentuk komponen kontraktil dari sistem pencernaan, kemih,
dan reproduksi serta saluran udara dan pembuluh darah. Setiap sel berbentuk
spindle dengan nucleus tunggal dan tidak ada lurik yang terlihat.
D. ETIOLOGI
Penyebab osteokondroma masih belum diketahui secara pasti, namun
berdasarkan kemiripan pembungkus kartilago dengan eksostosis pada
pertumbuhan tulang rawan pada tulang, beberapa hipotesis telah diajukan, yaitu
semuanya terkait dengan perubahan pada plat pertumbuhan. Fakta lain yang
menguatkan korelasi antara lapisan osteokondroma dan epifisis pada tulang
rawan adalah ketika kematangan kerangka tulang tercapai pada masa setelah
remaja, maka pertumbuhan lesi biasanya akan (Souza dkk, 2014)
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis sangat bervariasi. Tumor dapat muncul sebagai suatu
bagian yang nyeri atau sebagai massa yang teraba yang mungkin terasa nyeri
atau tidak. Presentasi asimtomatik dari osteokondroma soliter dapat terjadi
secara konservatif karena rendahnya tingkat transformasi keganasan. Tumor
yang menyebabkan nyeri atau komplikasi neurologis akibat kompresi harus
menjalani prosedur pembedahan. Eksisi lengkap dengan eksisi luas merupakan
tujuan utama, karena pengangkatan kapsul tulang rawan yang tidak tuntas dapat
memicu kekambuhan tumor (Nayak, 2018).
F. PATOFISIOLOGI
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
H. PENATALAKSANAAN
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
psikologis, sosial, dan spiritual.
Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan
subjektif dari klien. Adapun data yang terkumpul, menurut McFarland dan
McFarlane, mencakup klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau kebudayaan
(Bararah & Juhar, 2013).

Pengkajian:

A. Biodata
1) Identitas Klien
Nama, tempat tanggal lahir/umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal masuk RS, No
Medrec, Diagnosa medis.
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama penanggung jawab, hubungan dengan klien, alamat
B. Riwayat Kesehatan Klien

1) Keluhan Utama
Keluhan saat dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan klien sejak timbulnya gejala (sebelum masuk RS) dan
penanganan yang dilakukan dirumah dan di RS sampai dengan menjadi kasus
kelolaan.
3) Riwayat Penyakit Masa Lalu
Penyakit apa saja yang pernah diderita, terutama yang berhubungan dengan
penyakit sekarang
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Catat riwayat penyakit keluarga yang berkaitan dengan penyakit yang diderita saat
ini. Apakah ada predisposisi genetik terhadap penyakit yang diderita saat ini atau
perilaku yang didapat (memiliki kepribadian tipe A, gaya hidup yang penuh stress)
5) Genogram;
Dibuat dalam 3 generasi
Pola Aktifitas Sehari-hari
(Dapat menggunakan pola fungsi kesehatan dari sumber lain/Gordon)
Jenis aktifitas klien ditulis sebelum dan sesudah klien sakit
1. Pola Makan dan Minum
1. Makan: Jenis makanan, Frekuensi, Jumlah Makanan, Bentuk Makanan,
Makanan Pantangan, Gangguan/Keluhan
2. Minum: Jenis minuman, Frekuensi, Jumlah Minuman, Gangguan/keluhan
2. Pola Eliminasi
1. BAB: Frekuensi, Jumlah, Konsistensi dan Warna, Bau,
Gangguan/Keluhan.
2. BAK: Frekuensi, Jumlah, Warna, Bau, Gangguan/Keluhan.
3. Pola istirahat/tidur
1. Siang : (waktu, lama, kualitas/gangguan istirahat & tidur)
2. Malam : (waktu, lama, kualitas/gangguan istirahat & tidur)
4. Personal Hygiene
1. Mandi: Cuci rambut, Gosok gigi, Ganti Pakaian, Gunting Kuku, Gangguan
/ Masalah
5. Pola Aktifitas/latihan fisik
1. Mobilisasi /Jenis aktifitas
2. Waktu/lama/frekuensi
3. Gangguan/masalah
6. Kebiasaan Lain
1. Merokok
2. Alkohol
Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a) Tingkat Kesadaran:
- Kualitatif : Compos Mentis/ apatis/ Somnolent/ Sopor/
Soporocomatus/ Coma
- Kuantitatif : GCS (EMV)
b) Tanda-tanda Vital :
Tekanan darah, nadi, respirasi, suhu
2) Data fisik Head To Toe
a) Sistem pernafasan
Inspeksi: melihat apakah ada gangguan pernapasan, apakah ada
pernapasan cuping hidung, ada penumpukan sekret atau
tidak
Palpasi: lakukan pemeriksaan taktil premitus
Auskultasi: kaji apakah ada suara napas tambahan atau tidak
Perkusi: dilakukan untuk mengetahui area di bawah lokasi yang
diperkusi berisi jaringan paru dengan suara sonor, berisi
cairan dengan suara redup, berisi padat atau darah dengan
suara pekak, atau berisi udara dengan suara hipersonor
b) Sistem kardiovaskuler
Inspeksi: kaji apakah terdapat sianosis atau tidak
Palpasi: biasannya denyut nadi meningkat akral hangat CRT < 2detik
Perkusi: pada pemeriksaan normal pemeriksaan perkusi yang
didapatkan pada thorax adalah redup.
c) Sistem persarafan
Inspeksi: apakah 12 saraf nervus cranial berfungsi dengan baik atau
adanya perubahan
d) Sistem perkemihan
Inspeksi: apakah klien mengeluh nyeri saat berkemih, apakah adanya
perubahan pada warna dan bau BAK, apakah ada tanda-tanda infeksi
(kalor, rubor, dolor, tumor, function laesa), terdapat massa padat
dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih)
Palpasi: Apakah ada nyeri tekan atau tidak, apakah kandung kemih
teraba penuh atau tidak, apakah teraba benjolan pada kelamin klien
atau tidak, apakah teraba massa ginjal yang membesar atau tidak
Perkusi: dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin
terdapat suara redup dikandung kemih karena terdapat residual
(urin).
e) Sistem pencernaan
Inspeksi: mukosa mulut bagian dalam lembab/kering, lidah bersih
atau tidak, gigi klien utuh atau tidak, terdapat karies gigi atau tidak,
apakah terjadi pembesaran tonsil atau tidak, bentuk abdomen
kembung/datar
Auskultasi: mendengarkan peristaltik usus normal atau tidak
Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran
permukaan halus.
Perkusi: kesembilan regio abdomen jika perkusi terdengar tympani
berarti perkusi dilakukan diatas organ yang berisi udara, jika
terdengar pekak berarti perkusi mengenai organ padat
f) Sistem integument
Inspeksi: turgor kulit kering atau lembab, apakah ada luka atau tidak,
apakah ada tahi lalat atau tidak, apakah adanya bulu pada kulit,
warna kulit, apakah ada kelainan di kulit
Palpasi: apakah ada benjolan atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak.
g) Sistem musculoskeletal
Inspeksi: ekstremitas kanan dan kiri simetris atau tidak, ada tidaknya
kelainan pada bentuk tulang dan sendi, apakah ada fraktur atau tidak,
kekuatan tonus otot ekstremitas atas dan bawah normal atau tidak,
mampu menggerakan persendian atau tidak
Palpasi: ada tidaknya nyeri tekan, ada edema atau tidak
h) Sistem Reproduksi
Inspeksi: pemeriksaan penis, uretra, dan skrotum ditemukan adanya
kelainan atau tidak, kebersihannya, apakah ada
lesi/infeksi/edema, terdapat pembesaran testis atau tidak
i) Sistem imun
Apakah ada riwayat alergi (udara dingin, ac, debu, zat kimia) atau
tidak
j) Sistem endokrin
Inspeksi: apakah ada pembesaran pada kelenjar tiroid, apakah ada
kelainan atau tidak
k) Sistem Pengindraan
Inspeksi: apakah pada fungsi perasa makanan baik atau tidak, apakah
ada gangguan penglihatan atau tidak, apakah dapa mencium bau atau
tidak
Data psiklogis
Apakah pasien merasa minder atau tidak, apakah nyaman dengan
kondisinya atau tidak, apakah klien percaya diri atau tidak, apakah klien
tau mengenai penyakit yang dideritanya dan apakah klien punya cara
tersendiri dalam mengatasi penyakitnya, bagaimana cara klien dalam
mengelola stressnya.
Data social
Apakah klien menolak atau menerima interaksi dengan orang lain
atau tidak, apakah klien berinteraksi dengan lingkungan sekitar atau
tidak, apakah klien berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang diadakan di
lingkungan masyarakat sekitar klien.
Data spiritual
Keyakinan dari klien apa, apakah klien taat beribadah atau tidak,
ritual apa yang dilakukan oleh klien (berdoa bersama dirumah atau pergi
ke tempat ibadah).

Data penunjung

Hasil pemeriksaan laboratorium, radiology, pemeriksaan EKG,


dan lain-lain.

Therapi

Diet dan therapi.


2. ANALISA DATA
Analisis data bertujuan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan
masalah kesehatan dan keperawatan pasien sehingga membantu perawat dalam
menentukan diagnosa keperawatan. Dalam analisis data perawat juga berpikir
kritis untuk memeriksa setiap informasi dari data-data yang telah d terkumpul.
Rumusan diagnosa keperawatan mengandung 3 komponen utama
menurut Bararah &Jauhar (2013), yaitu:
1. Masalah merupakan keadaan klien dimana tindakan keperawatan dapat
diberikan. Masalah adalah kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan
normal yang seharusnya tidak terjadi. Tujuannya yaitu menjelaskan status
kesehatan klien atau masalah kesehatan klien secara jelas dan sesingkat
mungkin.
2. Etiologi yaitu keadaan yang menunjukkan penyebab keadaan atau masalah
kesehatan yang memberikan arah terhadap terapi keperawatan.
Penyebabnya meliputi perilaku, lingkungan, interaksi, antara perilaku dan
lingkungan.
3. Tanda dan gejala adalah ciri, tanda atau gejala, yang merupakan informasi
yang diperlukan untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Jadi rumusan
diagnosa keperawatan adalah PE/PES.

No/Tangga Data Etiologi Masalah


l keperawatan

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif
untuk membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses
berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam
medic, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
Diagnosa keperawatan adalah diagnosis yang dibuat oleh perawat
professional yang mengambarkan tanda dan gejala yang menunjukkan masalah
kesehatan yang dirasakan klien dimana perawat berdasarkan pendidikan dan
pengalaman mampu menolong klien (Bararah &Jauhar, 2013).
4. RENCANA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dapat mencapai tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi meliputi
perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada
klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan
klien dapat diatasi (Bararah &Jauhar, 2013).
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.
Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam
mencapai hasil pasien yang diharapkan dan tujuan pemulangan. Harapannya
adalah bahwa perilaku yang dipreskripsikan akan menguntungkan pasien dan
keluarga dalam cara yang dapat di prediksi, yang berhubungan dengan masalah
yang diidentifikasikan dan tujuan yang telah dipilih (Bararah &Jauhar, 2013).

No. Dx Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


Dx
1 Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1x 24 jam
dengan tujuan
masalah
keperawatan
teratasi dengan
kriteria hasil:
Tupen:

Setelah
2 dilakukan
tindakan
keperawatan
3x 24 jam
dengan tujuan
masalah
keperawatan
teratasi dengan
kriteria hasil:
TuPan:

3. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1x 24 jam
dengan tujuan
masalah
keperawatan
teratasi dengan
kriteria hasil:
Tupen:

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
3x 24 jam
dengan tujuan
masalah
keperawatan
teratasi dengan
kriteria hasil:
TuPan:

4. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1x 24 jam
dengan tujuan
masalah
keperawatan
teratasi dengan
kriteria hasil:
Tupen:

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
3x 24 jam
dengan tujuan
masalah
keperawatan
teratasi dengan
kriteria hasil:
TuPan:

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1x 24 jam
dengan tujuan
masalah
keperawatan
teratasi dengan
kriteria hasil:
Tupen:

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
3x 24 jam
dengan tujuan
masalah
keperawatan
teratasi dengan
kriteria hasil:
TuPan:
DAFTAR PUSTAKA

Bararah Taqiyyah & Jauhar Mohammad. 2013. Asuhan Keperawatan: Panduan


Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jld.1, Pustakaraya; Jakarta, Indonesia.

Bovee, J.V.M.G., Heymann, D., Wuyts,W.2013. Chondrogenic Tumours. Dalam:


Bosman, F.T., Jaffe, E.S., Lakhani, S.R., Ohgaki, H., penyunting World Health
Organization Classification of Tumours. Edisi ke 4. Switzerland: University of
Zurich.h.249-274.

Gocmen, S., Topuz, A.K., Atabey, C., Simsek, H., Keklikci, K., Rodop, O. 2014.
Peripheral Nerve Injuries Due to Osteochondromas: Analysis of 20 Cases and
Review of the Literature. J. Neurosurg, 120:1105-12.

Muttaqim, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

Nurarif Amin Huda & Hardhi Kusuma. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC 2015. Edisi Revisi Jld. 2. Mediaction
Jogja.

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik. 2016 Ed.
1. PPNI

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan. 2018.


Ed.1. PPNI

Smltzer, S.C., & Bare, B. 2014. Text book medical surgical nursing Brunner-Suddarth.
Philadelphia: Lippincot Williams & Walkins.

Sreenivas, T., Kumar, N.R., Natarai, A.R. 2015. A retrospective analysis of


osteochondroma of scapula following excision biopsy. Acta Orthopaedica Belgia,
81:303-7.

Souza A.M.G., Bispo Junior R.Z.B. 2014. Osteochondroma: ignore or investigate. Hlm:
555–564. Published 2014 Oct 27.
Rosenberg,A.E. 2015. Tulang, Sendi dan Tumor Jaringan Lunak. Dalam: Kumar,V.,
Abbas,A.K., Aster, J.C., penyunting Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi ke 9.
Singapore: Elsevier.h.753-783.

Khurana J, Abdul-Karim F and Bovée JVMG: Osteochondroma. In: World Health


Organization Classification of Tumours. Pathology and Genetics of Tumours of
Soft Tissue and Bone. Fletcher CDM, Unni KK and Mertens F (eds). Lyon,
France: IARC pp. 234-236, 2002.

Nayak SB, Kumar N, Sirasanagandla SR, Srinivas SP, Pamidi N, Shetty SD. 2018.
Solitary osteochondroma in the body of the pubic bone: a cadaveric case report.
Hlm: 136–138.

Anda mungkin juga menyukai