Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot,
kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian (Depkes, 1995: 3).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh, kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
(Reeves, Charlene, 2001: 248). Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang
dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan
dengan asetabulum menbentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris
(Syaifudin, 1992: 32).
Menurut Doenges (2000: 761) Fraktur dapat dibagi menjadi 150, tetapi
lima yang utama adalah:
1. Incomplete: Fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilan tulang.
Salah satu sisi patah; yang lain biasanya hanya bengkok (greenstik).
2. Complete: Garis fraktur melibatkan selurah potongan menyilang dari
tulang, dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
3. Tertutup (Simple): Fraktur tidak meluas melewati kulit.
4. Terbuka (Complete): Fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit,
dimana potensial untuk terjadi infeksi.
5. Patologis: Fraktur terjadi pada penyakit tulang dengan tak ada trauma atau
hanya minimal.
Menurut Apley & Solomon (1995: 239), etiologi yang menyebabkan
fraktur adalah sebagai berikut:
1. Traumatik Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
dan berlebihan, yang dapat berupa pukulan, penghancuran, penekukan,
penarikan. Bila terkena kekuatan langsung tulang patah pada tempat yang
terkena dan jaringan lunakpun juga rusak.
2. Kelelahan atau tekanan berulang-ulang Retak dapat terjadi pada tulang
seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan yang berulang-
ulang. Keadaan ini paling banyak ditemukan pada tibia fibula, terutama
pada atlit, penari

1
3. Kelemahan dan abnormal pada tulang (patologis) Fraktur dapat terjadi
pada tekanan yang normal jika tulang itu lemah atau tulang itu sangat
rapuh.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Dan Fisiologi Organ-Organ Dalam Sistem Musculoskeletal

Muskuloskeletal terdiri atas :


A. Muskuler/Otot : Otot, tendon,dan ligamen
B. Skeletal/Rangka : Tulang dan sendi

A. Muskuler/Otot
a) Otot
Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi.
Terdapat lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot
tersebut dilekatkan pada tulang-tulang kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagian
kecil ada yang melekat di bawah permukaan kulit.
Fungsi sistem muskuler/otot:
 Pergerakan . Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut
melekat dan bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
 Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan
mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk
terhadap gaya gravitasi.
 Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas
untuk mepertahankan suhu tubuh normal.
Ciri-ciri sistem muskuler/otot:
 Kontrakstilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau
tidak melibatkan pemendekan otot.
 Eksitabilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi
oleh impuls saraf.
 Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang
melebihi panjang otot saat rileks.
 Elastisitas. Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah
berkontraksi atau meregang.

3
Jenis-jenis otot
1. Otot rangka, merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka.

- Serabut otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan


lebar berkisar antara 10 mikron sampai 100 mikron.
- Setiap serabut memiliki banyak inti yang tersusun di bagian perifer.
- Kontraksinya sangat cepat dan kuat.
Struktur Mikroskopis Otot Skelet/Rangka
 Otot skelet disusun oleh bundel-bundel paralel yang terdiri dari serabut-
serabut berbentuk silinder yang panjang, disebut myofiber /serabut otot.
 Setiap serabut otot sesungguhnya adalah sebuah sel yang mempunyai
banyak nukleus ditepinya.
 Cytoplasma dari sel otot disebut sarcoplasma yang penuh dengan
bermacam-macam organella, kebanyakan berbentuk silinder yang panjang
disebut dengan myofibril.
 Myofibril disusun oleh myofilament-myofilament yang berbeda-beda
ukurannya :
- yang kasar terdiri dari protein myosin
- yang halus terdiri dari protein aktin/actin.

4
2. Otot Polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini
dapat ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus,
serta pada dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan,
reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah.

- Serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentral.


- Serabut ini berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh
darah) sampai 0,5 mm pada uterus wanita hamil.
- Kontraksinya kuat dan lamban.
Struktur Mikroskopis Otot Polos
 Sarcoplasmanya terdiri dari myofibril yang disusun oleh myofilamen-
myofilamen.
Jenis otot polos
Ada dua kategori otot polos berdasarkan cara serabut otot distimulasi untuk
berkontraksi.
 Otot polos unit ganda ditemukan pada dinding pembuluh darah besar, pada
jalan udara besar traktus respiratorik, pada otot mata yang memfokuskan
lensa dan menyesuaikan ukuran pupil dan pada otot erektor pili rambut.
 Otot polos unit tunggal (viseral) ditemukan tersusun dalam lapisan dinding
organ berongga atau visera. Semua serabut dalam lapisan mampu
berkontraksi sebagai satu unit tunggal. Otot ini dapat bereksitasi sendiri
atau miogenik dan tidak memerlukan stimulasi saraf eksternal untuk hasil
dari aktivitas listrik spontan.
3. Otot Jantung, merupakan otot lurik disebut juga otot seran lintang
involunter
- Otot ini hanya terdapat pada jantung

5
- Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga
mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.
Struktur Mikroskopis Otot Jantung
 Mirip dengan otot skelet

Kerja Otot
 Fleksor (bengkok) >< Ekstentor (meluruskan)
 Supinasi(menengadah) >< Pronasi (tertelungkup)
 Defresor(menurunkan) >< Lepator (menaikkan)
 Sinergis (searah) >< Antagonis (berlawanan)
 Dilatator(melebarkan) >< Konstriktor (menyempitkan)
 Adduktor(dekat) >< Abduktor (jauh)

b) Tendon
Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang
terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang
dengan otot atau otot dengan otot.

Tendon

6
c) Ligamen
Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakan
jaringan elastis penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus
tulang dengan tulang yang diikat oleh sendi.
Beberapa tipe ligamen :
- Ligamen Tipis
Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament kolateral yang
ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan terjadinya pergerakan.
- Ligamen jaringan elastik kuning.
Merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang membungkus dan
memperkuat sendi, seperti pada tulang bahu dengan tulang lengan atas.

Ligamen

B. Skeletal
a) Tulang/ Rangka
Skeletal disebut juga sistem rangka, yang tersusun atas tulang-tulang.
Tubuh kita memiliki 206 tulang yang membentuk rangka. Bagian terpenting
adalah tulang belakang.
Fungsi Sistem Skeletal :
1. Memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis.
2. Membentuk kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga tubuh dan
otot-otot yang.
3. Melekat pada tulang

7
4. Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan salah satu
jaringan pembentuk darah.
5. Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium daridalam
darah misalnya.
6. Hemopoesis
Struktur Tulang
 Tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material tidak hidup
(matriks).
 Matriks tersusun atas osteoblas (sel pembentuk tulang).
 Osteoblas membuat dan mensekresi protein kolagen dan garam mineral.
 Jika pembentukan tulang baru dibutuhkan, osteoblas baru akan dibentuk.
 Jika tulang telah dibentuk, osteoblas akan berubah menjadi osteosit (sel
tulang dewasa).
 Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel perusakan
tulang).
Jaringan tulang terdiri atas :
1) Kompak (sistem harvesian à matrik dan lacuna, lamella intersisialis)
2) Spongiosa (trabecula yang mengandung sumsum tulang dan pembuluh
darah)
Klasifikasi Tulang berdasarkan penyusunnya
1. Tulang Kompak
a) Padat, halus dan homogen
b) Pada bagian tengah terdapat medullary cavity yang mengandung ’yellow
bone marrow”.
c) Tersusun atas unit : Osteon à Haversian System
d) Pada pusat osteon mengandung saluran (Haversian Kanal) tempat
pembuluh darah dan saraf yang dikelilingi oleh lapisan konsentrik
(lamellae).
e) Tulang kompak dan spongiosa dikelilingi oleh membran tipis yang disebut
periosteur, membran ini mengandung:
- Bagian luar percabangan pembuluh darah yang masuk ke dalam tulang
- Osteoblas

8
2. Tulang Spongiosa
a) Tersusun atas ”honeycomb” network yang disebut trabekula.
b) Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan tekanan.
c) Rongga antara trebakula terisi ”red bone marrow” yang mengandung
pembuluh darah yang memberi nutrisi pada tulang.
d) Contoh, tulang pelvis, rusuk,tulang belakang, tengkorak dan pada ujung
tulang lengan dan paha.
Klasifikasi Tulang berdasarkan Bentuknya
1. Tulang panjang, contoh: humerus, femur, radius, ulna
2. Tulang pendek, contoh: tulang pergelangan tangan dan pergelangan kaki
3. Tulang pipih, contoh: tulang tengkorak kepala, tulang rusuk dan sternum
4. Tulang tidak beraturan: contoh: vertebra, tulang muka, pelvis
Pembagian Sistem Skeletal
1) Axial / rangka aksial, terdiri dari :
 tengkorak kepala / cranium dan tulang-tulang muka
 columna vertebralis / batang tulang belakang
 costae / tulang-tulang rusuk
 sternum / tulang dada
2) Appendicular / rangka tambahan, terdiri dari :
 tulang extremitas superior
a. korset pectoralis, terdiri dari scapula (tulang berbentuk segitiga) dan
clavicula (tulang berbentuk lengkung).
b. lengan atas, mulai dari bahu sampai ke siku.
c. lengan bawah, mulai dari siku sampai pergelangan tangan.
d. tangan
 tulang extremitas inferior: korset pelvis, paha, tungkai bawah, kaki.

3. Sendi
Persendian adalah hubungan antar dua tulang sedemikian rupa, sehingga
dimaksudkan untuk memudahkan terjadinya gerakan.

9
1) Synarthrosis (suture)
Hubungan antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan, strukturnya
terdiri atas fibrosa. Contoh: Hubungan antara tulang di tengkorak.
2) Amphiarthrosis
Hubungan antara dua tulang yang sedikit dapat digerakkan, strukturnya
adalah kartilago. Contoh: Tulang belakang
3) Diarthrosis
Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan, yang terdiri
dari struktur sinovial. Contoh: sendi peluru (tangan dengan bahu), sendi engsel
(siku), sendi putar (kepala dan leher), dan sendi pelana (jempol/ibu jari).

B. Low Back Region


1. Struktur
Ruas tulang punggung dikelompokkan menjadi:
1) Cervical/leher 7 ruas
2) Thoracalis/punggung 12 ruas
3) Lumbalis/pinggang 5 ruas
4) Sakralis/kelangkang 5 ruas
5) Koksigeus/ekor 4 ruas
2. Fungsi
Low back region berfungsi untuk menegakkan/menopang postur struktur
tulang belakang manusia. Postur tegak juga meningkatkan gaya mekanik struktur
tulang belakang lumbrosakral.

10
Gambar Tulang belakang dan lekukuannya
Antar tulang belakang diikat oleh intervertebal, serta oleh ligamen dan
otot. Ikatan antar tulang yang lunak membuat tulang punggung menjadi fleksibel.
Sebuah unit fungsi dari dua bentuk tulang yang berdekatan diperlihatkan dari
gambar di bawah ini.

Gambar Fungsi dasar tulang punggung


3. Komponen punggung
 Otot punggung

11
Ditunjang oleh punggung, perut, pinggang dan tungkai yang kuat dan
fleksibel. Semua otot ini berfungsi untuk menahan agar tulang belakang dan
diskus tetap dalam posisi normal.
 Diskus
Merupakan bantalan tulan rawan yang berfungsi sebagai penahan
goncangan. Terdapat diantara vertebrae sehingga memungkinkan sendi-sendi
untuk bergerak secara halus. Tiap diskus mengandung cairan yang mengalir ke
dalam dan keluar diskus. Cairan ini berfungsi sebagai pelumas sehingga
memungkinkan punggung bergerak bebas. Diskus bersifat elastis, mudah kembali
ke bentuk semula jika tertekan diantara kedua vertebra.
a. Otot-otot punggung
 Spina erektor terdiri dari massa serat otot, berasal dari belakang sakrum
dan bagian perbatasan dari tulang inominate dan melekat ke belakang
kolumna vertebra atas, dengan serat yang selanjutnya timbul dari vertebra
dan sampai ke tulang oksipital dari tengkorak. Otot tersebut
mempertahankan posisi tegak tubuh dan memudahkan tubuh untuk
mencapai posisinya kembali ketika dalam keadaan fleksi.
 Lastimus dorsi adalah otot datar yang meluas pada belakang punggung.
Aksi utama dari otot tersebut adalah menarik lengan ke bawah terhadap
posisi bertahan, gerakan rotasi lengan ke arah dalam, dan menarik tubuh
menjauhi lengan pada saat mendaki. Pada pernapasan yang kuat menekan
bagian posterior dari abdomen.
b. Otot-otot tungkai
Gluteus maksimus, gluteus medius, dan gluteus minimus adalah otot-otot
dari bokong. Otot-otot tersebut semua timbul dari permukaan sebelah luar ilium,
sebagian gluteus maksimus timbul dari sebelah belakang sacrum. Aksi utama
otot-otot tersebut adalah mempertahankan posisi gerak tubuh, memperpanjang
persendian panggul pada saat berlari, mendaki, dan saat menaiki tangga, dalam
mengangkat tubuh dari posisi duduk atau membungkuk, gerakan abduksi dan
rotasi lateral dari paha.

12
C. Intervertebral Disc
Pada makhluk hidup vertebrata (memiliki ruas tulang belakang) terdapat
sebuah struktur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra
(vertebral body ). Pada setiap dua ruas vertebra terdapat sebuah bantalan tulang
rawan berbentuk cakram yang disebut dengan Intervertebral Disc. Pada tubuh
manusia terdapat 24 buah Intervertebral disc . Tulang rawan ini berfungsi sebagai
penyangga agar vertebra tetap berada pada posisinya dan juga memberi
fleksibilitas pada ruas tulang belakang ketika terjadi pergerakan atau perubahan
posisi pada tubuh.

Susunan tulang rawan ini terbagi menjadi 3 bagian:


1. Nucleus pulposus, memiliki kandungan yang terdiri dari 14%
Proteoglycan , 77% Air, dan 4% Collagen.
2. Annulus fibrosus, mengandung 5% Proteoglycan , 70% Air, dan 15%
Collagen .
3. Cartilage endplate , terdiri dari 8% Proteoglycan , 55% Air, dan 25%
Collagen .

13
D. Neck

 Tulang Leher
Tulang leher terdiri dari tujuh ruas, mempunyai badan ruas kecil dan
lubang ruasnya besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang tempat lajunya saraf
yang disebut foramen tranvertalis. Ruas pertama vertebra serfikalis disebut atlas
yang memungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontois
(aksis) yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan ke kanan. Ruas ketujuh
mempunyai taju yang disebut prosesus prominan. Taju ruasnya agak panjang.
Tulang-tulang yang terdapat pada leher:
a. Os. Hyoideum adalah sebuah tulang uang berbentuk U dan terletak di atas
cartylago thyroidea setinggi vertebra cervicalis III.
b. Cartygo thyroidea
c. Prominentia laryngea , dibentuk oleh lembaran-lembaran cartylago
thyroidea yang bertemu di bidang median. Prominentia laryngea dapat
diraba dan seringkali terlihat.
d. Cornu superius , merupakan tulang rawan yang dapat diraba bilamana
tanduk disis yang lain difiksasi.
e. Cartilagocricoidea , sebuah tulang rawan larynx yang lain, dapat diraba di
bawah prominentia laryngea
f. Cartilagines tracheales, teraba dibagian inferior leher.
g. Cincin-cincin tulang rawan kedua sampai keempat tidak teraba karena
tertutup oleh isthmus yang menghubungkan lobus dexter dan lobus sinister
glandulae thyroideae.
h. Cartilage trachealis I, terletak tepat superior terhadap isthmus.

14
 Otot Leher

Otot bagian leher dibagi menjadi tiga bagian:


a. Muskulus platisma yang terdapat di bawah kulit dan wajah. Otot ini
menuju ke tulang selangka dan iga kedua. Fungsinya menarik sudut-sudut
mulut ke bawah dan melebarkan mulut seperti sewaktu mengekspresikan
perasaan sedih dan takut, juga untuk menarik kulit leher ke atas.
b. Muskulus sternokleidomastoideus terdapat pada permukaan lateral
proc.mastoidebus ossis temporalis dan setengah lateral linea nuchalis
superior. Fungsinya memiringkan kepala ke satu sisi, misalnya ke lateral
(samping), fleksi dan rotasi leher, sehingga wajah menghadap ke atas pada
sisi yang lain; kontraksi kedua sisi menyebabkan fleksi leher. Otot ini
bekerja saat kepala akan ditarik ke samping. Akan tetapi, jika otot
muskulus platisma dan sternokleidomastoideus sama-sama bekerja maka
reaksinya adalah wajah akan menengadah.
c. Muskulus longisimus kapitis , terdiri dari splenius dan semispinalis
kapitis. Fungsinya adalah laterofleksi dan eksorositas kepala dan leher ke
sisi yang sama.
Ketiga otot tersebut terdapat di belakang leher yang terbentang dari belakang
kepala ke prosesus spinalis korakoid. Fungsinya untuk menarik kepala belakang
dan menggelengkan kepala.

15
E. Elbow

Siku adalah suatu titik yang sangat komplek di mana terdapat tiga tulang
yaitu humerus, radius dan ulna. Ketiga tulang tersebut bekerja secara bersama-
sama dalam suatu gerakan flexi, extensi dan rotasi.
F. Shoulder (Bahu)
1. Tulang Bahu

Tulang-tulang pada bahu terdiri dari:


 Clavicula (tulang selangka), merupakan tulang berbentuk lengkung yang
menghubungkan lengan atas dengan batang tubuh. Ujung medial (ke arah
tengah) clavicula berartikulasi dengan tulang dada yang dihubungkan oleh
sendi sternoclavicular , sedangkan ujung lateral-nya (ke arah samping)
berartikulasi dengan scapula yang dihubungkan oleh sendi
acromioclavicular . Sendi sternoclavicular merupakan satu-satunya
penghubung antara tulang extremitas bagian atas dengan tubuh.
 Scapula (tulang belikat), merupakan tulang yang berbentuk segitiga.
Tulang ini berartikulasi dengan clavicula dan tulang lengan atas. Ke arah
lateral scapula melanjutkan diri sebagai acromioclavicular yang
menghubungkan scapula dengan clavicula.
 Sendi glenohumeral, merupakan penghubung antara tulang lengan atas

16
dengan scapula.
2. Otot Bahu

Otot bahu hanya meliputi sebuah sendi saja dan membungkus tulang
pangkal lengan dan scapula.
 Muskulus deltoid (otot segi tiga), otot ini membentuk lengkung bahu dan
berpangkal di bagian lateral clavicula (ujung bahu), scapula, dan tulang
pangkal lengan. Fungsi dari otot ini adalah mengangkat lengan sampai
mendatar.
 Muskulus subkapularis (otot depan scapula). Otot ini dimulai dari bagian
depan scapula, menuju tulang pangkal lengan. Fungsi dari otot ini adalah
menengahkan dan memutar humerus (tulang lengan atas) ke dalam.
 Muskulus supraspinatus (otot atas scapula). Otot ini berpangkal di lekuk
sebelah atas menuju ke tulang pangkal lengan. Fungsi otot ini adalah untuk
mengangkat lengan.
 Muskulus infraspinatus (otot bawah scapula). Otot ini berpangkal di lekuk
sebelah bawah scapula dan menuju ke tulang pangkal lengan. Fungsinya
memutar lengan keluar.
 Muskulus teres mayor (otot lengan bulat besar). Otot ini berpangkal di
siku bawah scapula dan menuju tulang pangkal lengan. Fungsinya bisa
memutar lengan ke dalam.
 Muskulus teres minor (otot lengan bulat kecil). Otot ini berpangkal di siku
sebelah luar scapula dan menuju tulang pangkal lengan. Fungsinya

17
memutar lengan ke luar.

G. Muskuloskeletal Disorders
Musculoskeletal disorders adalah kondisi dimana bagian dari sistem otot
dan tulang mengalami masalah (sakit). Penyakit ini terjadi akibat bagian tubuh
meregang terlalu jauh, mengalami tubrukan secara langsung, ataupun karena
kegiatan lainnya yang mengakibatkan kesalahan pada sistem otot dan tulang.
Penyakit otot dan tulang atau lebih dikenal dengan musculoskeletal
disorders/MSDs merupakan penyakit akibat kerja. Gejalanya berupa pegal atau
sakit otot, tulang, dan sendi. Sebagian kecil hal ini disebabkan oleh penyakit
spesifik, namun sebagian besar sering disebabkan oleh kesalahan sikap (posture ):
sikap kerja, sikap duduk, sikap tidur, dan masalah lainnya. Musculoskeletal
disorders dapat terjadi pada low back region, intervertebral discs, neck, elbow,
maupun shoulder.
1. Low-back region
Penyakit yang sering terjadi pada low-back region yaitu low-back pain .
Gejala low-back pain berupa sakit pinggang atau nyeri punggung.
Faktor risiko di tempat kerja:
 Beban kerja fisik yang berat, seperti terlalu sering mengangkat atau
mengangkut, menarik, dan mendorong benda berat.
 Posisi tubuh yang terlalu lama membungkuk ataupun posisi tubuh lainnya
yang tidak wajar,
 Terlalu lama mengendarai kendaraan bermotor.
 Faktor psikososial di tempat kerja, seperti pekerjaan yang monoton,
bekerja di bawah tekanan, atau kurangnya dukungan sosial antar pekerja
dan atasan.
2. Intervertebral Discs
Penyakit yang sering terjadi diantaranya:
 Skoliosis : adalah keadaan melengkungnya tulang belakang seperti huruf
’S’, dimana intervertebral discs dan tulang vertebra retak.
 Spondylolisthesis: terjadinya pergeseran tulang vertebra ke depan
sehingga posisi antara vertebra yang satu dengan yang lain tidak sejajar.

18
Diakibatkan oleh patah pada penghubung tulang di bagian belakang
vertebra.
 Ruptur : karena pecahnya anulus posterior akibat aktifitas fisik yang
berlebihan.
 Spinal stenosis: adalah penyempitan pada sumsum tulang belakang yang
menyebabkan tekanan pada serabut saraf spinal.
Faktor risiko:
 Beban/tekanan: posisi saat duduk dapat menekan tulang belakang 5 kali
lebih besar daripada saat berbaring.
 Merokok
 Terpapar dengan vibrasi/getaran pada level tinggi, yaitu 5 – 10 Hz
(biasanya dihasilkan dari kendaraan).
3. Neck
Penyakit yang sering muncul diantaranya:
 Tension neck: terjadi karena pemusatan tekanan leher pada otot trapezeus
 Acute torticollis: adalah salah satu bentuk dari nyeri akut dan kaku leher
 Acute disorder : terjadi karena hilangnya resistensi vertebra torakalis
terhadap tekanan ringan
 Choronic disorder : karena adanya penyempitan diskus vertebralis
 Traumatic disorder : dapat disebabkan karena kecelakaan
Faktor risiko di tempat kerja:
 Sering terjadi pada pekerja VDU (Visual Display Unit), penjahit, tukang
perbaikan alat elektronik, dokter gigi, pekerja di pertambangan batu bara
 Pekerjaan entri data, mengetik, menggergaji (manufaktur), pemasangan
lampu, rolling film
Pekerjaan-pekerjaan di atas menyebabkan leher berada pada satu posisi yang
sama dalam waktu yang lam sehingga otot leher megalami kelelahan.
 Pekerjaan dengan gerakan berulang pada tangan.
 Terpajan oleh vibrasi: penggunaan mesin bor atau mesin lainnya yang
mengeluarkan vibrasi.
 Pengorganisasian kerja: durasi pekrjaan yang lama (over time), waktu
istirahat (jeda) yang singkat.

19
 Faktor psikologi dan sosial: stres, kurangnya kontrol terhadap organisasi
kerja, kurangnya relasi antara managemen dan sesama pekerja, pekerjaan
yang menuntut keakuratan dan kecepatan kerja.
4. Elbow
Penyakit yang sering terjadi:
 Epicondylitis : adalah kondisi yang sangat menyakitkan dimana otot yang
menggerakkan tangan dan jari bertemu dengan tulang.
 Olecranon Bursitis : merupakan perdangan yang terjadi di olecranon bursa
(kantong cairan dibagian dorsal siku), karena trauma berulang kali dan
infeksi.
 Osteoarthrosis : kerusakan kartilago di siku, jarang terjadi pada orang usia
60 tahun kebawah.
Faktor risiko:
 Pekerjaan yang menggunakan pergelangan tangan dan jari secara berulang
dan penuh tenaga (hand-intensive tasks).
 Penggunaan peralatan tangan atau pekerjaan manual yang berat secara
intensif, misalnya di pertambangan dan konstruksi
 Vibrasi
 Trauma
5. Shoulder
Penyakit yang sering terjadi di tempat kerja:
 Rotator cuff disorder and biceps tendinitis: dimana terjadi peradangan
pada tendon dan membran sinovial
 Shoulder joint and acromioclavicular joint osteoarthritis : adalah
penurunan komponen kartilago dan tulang pada penghubung dan
intevertebral discs.
Faktor risiko:
 Pekerjaan yang sering mengangkat/menaikkan tangan dengan durasi yang
panjang, misalnya pada industri otomotif.
 Menggerakkan pergelangan tangan dan jari secara berulang dan sepenuh
tenaga, misalnya pada penjahit.
 Mengangkat benda berat dan menggunakan peralatan yang berat disertai

20
vibrasi pada lengan, misalnya pada pekerja kontruksi.
 Melakukan gerakan flexi dan abduksi secara berulang, misalnya pada
pelukis, tukang kayu, dan atlet.
Penyakit Lain yang Berhubungan dengan Musculoskeletal:
1) Primary Fibomyalgia : penyebab penyakit ini tidak diketahui. Ditandai
dengan rasa lelah yang menyerang pada pagi hari, dengan gejala: lemas,
kaku, dan bengkak pada jari.
2) Rheumatoid Athritis : Penyakit rematik yang juga bisa menyerang tulang
dan persendian. Kebanyakan terjadi pada wanita umur 30-50 tahun.
Penyebabnya tidak diketahui. Dengan gejala: bengkak pada sendi-sendi
jari, kelemahan pada kaki, dan demam rendah.
3) Gout atau asam urat : terjadi karena adanya gangguan metabolisme
sehingga menyebabkan peradangan pada sendi, terutama terjadi pada laki-
laki.
4) Osteoporosis : penyakit kelainan pada tulang yang ditandai dengan
menurunnya massa tulang, kerusakan tubuh atau arsitektur tulang sehingga
tulang mudah patah.. Terjadi karena kurangnya intake kalsium, kebiasaan
merokok, konsumsi kopi, dan barat badan dibawah rata-rata.
5) Kanker tulang : sering menyerang anak kecil dan remaja, penyebabnya
tidak diketahui.
6) Osteomyelitis : infeksi tulang karena bakteri, jamur atau virus. Risiko
meningkat pada penderita diabetes.
Strategi pencegahan
 Membuat daftar faktor-faktor risiko di tempat kerja yang mungkin dapat
menyebabkan penyakit pada muskuloskeletal, sehingga dapat dilakukan
eliminasi atau minimalisasi terhadap faktor ”exposure”.
 Setiap pekerjaan harus diselidiki fakor risikonya apabila terdapat pekerja
yang rentan atau mengalami masalah pada anggota tubuhnya.
 Setiap pekerjaan juga harus diselidiki apabila terdapat perubahan pada
standar kerja, prosedur, atau peralatan sehingga faktor risiko dapat
diminimalisasi.
 Design kerja yang baik (layout tempat kerja, frekuensi dan durasi kerja).

21
Misalnya pada pekerja VDU (Visual Display Unit), harus lebih
diperhatikan pencahayaan dan kontrasnya, jarak antara mata dengan
monitor sekitar 45 – 50 cm, dan sudut pandang sekitar 10° - 20°.
 Melakukan intervensi dini dan menjalankan ”safety rules”.
 Memberikan edukasi dan pelatihan-pelatihan kepada pekerja agar mereka
dapat bekerja secara tepat dan aman.
 Memberikan variasi pekerjaan agar tidak monoton.
 Mengurangi intensitas kerja.
 Organisasi kerja yang baik, misalnya jeda atau istitahat yang sering untuk
menghindari kelelahan. Contohnya pada pekerja VDU, istirahat selama 10
menit setiap jam, dan membatasi kerja maksimal 4 jam per hari.
 Posisi kerja yang ergonomis.

22
B. Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode
proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
2. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
6. Riwayat Penyakit Sekarang

23
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
7. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
8. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
9. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
10. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).

24
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa
nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan
tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
(Doengos. Marilynn E, 2002).
d. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang
lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
e. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan

25
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
h. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri
yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk
jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).
i. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping
yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
j. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien

2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:

26
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru

27
 Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan dengan paru.
 Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
 Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
 Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
k) Jantung
 Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
 Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
 Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l) Abdomen
 Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
 Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
 Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
 Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit. (m) Inguinal-Genetalia-Anus Tak ada
hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler _ 5 P yaitu Pain,
Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
adalah:

28
1. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
b) Cape au lait spot (birth mark).
c) Fistulae.
d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
h) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan
yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
a. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary
refill time _ Normal 3 – 5 “
b. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
c. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,
nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan
lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah

29
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik.
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto,
1995)
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan xray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. \
Hal yang harus dibaca pada x-ray:
 Bayangan jaringan lunak.
 Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi.
 Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
 Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
 Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
 Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
 Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
 Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

30
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius,
Donna D, 1995)

3. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

31
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada (Doengoes, 2000)

4. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan
menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur,
istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan
aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pertahankan imobilasasi bagian  Mengurangi nyeri dan
yang sakit dengan tirah baring, mencegah malformasi.
gips, bebat dan atau traksi
2. Tinggikan posisi ekstremitas  Meningkatkan aliran balik vena,
yang terkena. mengurangi edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi latihan  Mempertahankan kekuatan otot


gerak pasif/aktif. dan meningkatkan sirkulasi
vaskuler.
4. Lakukan tindakan untuk  Meningkatkan sirkulasi umum,
meningkatkan kenyamanan menurunakan area tekanan lokal
(masase, perubahan posisi) dan kelelahan otot.

 Mengalihkan perhatian terhadap

32
5. Ajarkan penggunaan teknik nyeri, meningkatkan kontrol
manajemen nyeri (latihan napas terhadap nyeri yang mungkin
dalam, imajinasi visual, berlangsung lama.
aktivitas dipersional)
 Menurunkan edema dan
6. Lakukan kompres dingin selama mengurangi rasa nyeri.
fase akut (24-48 jam pertama)
sesuai keperluan.

7. Kolaborasi pemberian analgetik  Menurunkan nyeri melalui


sesuai indikasi. Evaluasi mekanisme penghambatan
keluhan nyeri (skala, petunjuk
verbal dan non verval, rangsang nyeri baik secara
perubahan tanda-tanda vital) sentral maupun perifer. Menilai
perkembangan masalah klien.

b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera


vaskuler, edema, pembentukan trombus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan
kriteria akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Dorong klien untuk secara rutin  Meningkatkan sirkulasi darah
melakukan latihan dan mencegah kekakuan sendi.
menggerakkan jari/sendi distal
cedera.
2. Hindarkan restriksi sirkulasi  Mencegah stasis vena dan
akibat tekanan bebat/spalk yang sebagai petunjuk perlunya
terlalu ketat. penyesuaian keketatan
bebat/spalk.
3. Pertahankan letak tinggi  Meningkatkan drainase vena
ekstremitas yang cedera kecuali dan menurunkan edema kecuali
ada kontraindikasi adanya pada adanya keadaan hambatan
sindroma kompartemen. aliran arteri yang menyebabkan

33
penurunan perfusi.

4. Berikan obat antikoagulan  Mungkin diberikan sebagai


(warfarin) bila diperlukan upaya profilaktik untuk
. menurunkan trombus vena.
5. Pantau kualitas nadi perifer,
aliran kapiler, warna kulit dan  Mengevaluasi perkembangan
kehangatan kulit distal cedera, masalah klien dan perlunya
bandingkan dengan sisi yang intervensi sesuai keadaan klien
normal.

c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan


membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas
normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


1. Instruksikan/bantu latihan napas  Meningkatkan ventilasi alveolar
dalam dan latihan batuk efektif. dan perfusi.

2. Lakukan dan ajarkan perubahan  Reposisi meningkatkan drainase

posisi yang aman sesuai sekret dan menurunkan kongesti

keadaan klien. paru.

3. Kolaborasi pemberian obat  Mencegah terjadinya


antikoagulan (warvarin, pembekuan darah pada keadaan
tromboemboli.
heparin) dan kortikosteroid Kortikosteroid telah
sesuai indikasi. menunjukkan keberhasilan
untuk mencegah/mengatasi
emboli lemak.

4. Analisa pemeriksaan gas darah,  Penurunan PaO2 dan


Hb, kalsium, LED, lemak dan

34
trombosit peningkatan PCO2
menunjukkan gangguan
pertukaran gas; anemia,
hipokalsemia, peningkatan LED
dan kadar lipase, lemak darah
dan penurunan trombosit sering
berhubungan dengan emboli
lemak.

5. Evaluasi frekuensi pernapasan  Adanya takipnea, dispnea dan


dan upaya bernapas, perhatikan perubahan mental merupakan
adanya stridor, penggunaan otot tanda dini insufisiensi
aksesori pernapasan, retraksi pernapasan, mungkin
sela iga dan sianosis sentral. menunjukkan terjadinya emboli
paru tahap awal.

d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,


terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada
tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional
meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh
menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas

1. Pertahankan pelaksanaan  Memfokuskan perhatian,


aktivitas rekreasi terapeutik meningkatakan rasa kontrol
(radio, koran, kunjungan diri/harga diri, membantu
teman/keluarga) sesuai keadaan menurunkan isolasi sosial.
klien.
2. Bantu latihan rentang gerak  Meningkatkan sirkulasi darah
pasif aktif pada ekstremitas muskuloskeletal,
yang sakit maupun yang sehat mempertahankan tonus otot,
sesuai keadaan klien. mempertahakan gerak sendi,

35
mencegah kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.
 Mempertahankan posis
3. Berikan papan penyangga kaki,
fungsional ekstremitas.
gulungan trokanter/tangan
sesuai indikasi.

4. Bantu dan dorong perawatan  Meningkatkan kemandirian

diri (kebersihan/eliminasi) klien dalam perawatan diri

sesuai keadaan klien. sesuai kondisi keterbatasan


klien.

5. Ubah posisi secara periodik  Menurunkan insiden komplikasi


sesuai keadaan klien. kulit dan pernapasan (dekubitus,
atelektasis, penumonia)

6. Dorong/pertahankan asupan
 Mempertahankan hidrasi
cairan 2000-3000 ml/hari.
adekuat, men-cegah komplikasi
urinarius dan konstipasi.

7. Berikan diet TKTP.  Kalori dan protein yang cukup


diperlukan untuk proses
penyembuhan dan
mempertahankan fungsi
fisiologis tubuh.
8. Kolaborasi pelaksanaan  Kerjasama dengan fisioterapis
fisioterapi sesuai indikasi. perlu untuk menyusun program
aktivitas fisik secara individual.
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi  Menilai perkembangan masalah
klien dan program imobilisasi. klien.

36
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan
sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi
terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pertahankan tempat tidur yang  Menurunkan risiko
nyaman dan aman (kering, kerusakan/abrasi kulit yang lebih
bersih, alat tenun kencang, luas.
bantalan bawah siku, tumit).
2. Masase kulit terutama daerah  Meningkatkan sirkulasi perifer

penonjolan tulang dan area dan meningkatkan kelemasan

distal bebat/gips. kulit dan otot terhadap tekanan


yang relatif konstan pada
imobilisasi.

3. Lindungi kulit dan gips pada  Mencegah gangguan integritas

daerah perianal jaringan akibat kontaminasi


fekal.

4. Observasi  Menilai perkembangan masalah

keadaan kulit, penekanan klien.

gips/bebat terhadap kulit,


insersi pen/traksi.

f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,


taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Lakukan perawatan pen steril  Mencegah infeksi sekunderdan
dan perawatan luka sesuai mempercepat penyembuhan
protokol luka.

37
2. Ajarkan klien untuk  Meminimalkan kontaminasi.
mempertahankan sterilitas
insersi pen.
3. Kolaborasi pemberian  Antibiotika spektrum luas atau
antibiotika dan toksoid tetanus spesifik dapat digunakan secara
sesuai indikasi. profilaksis, mencegah atau
mengatasi infeksi. Toksoid
tetanus untuk mencegah infeksi
tetanus.

4. Analisa hasil pemeriksaan  Leukositosis biasanya terjadi

laboratorium (Hitung darah pada proses infeksi, anemia dan

lengkap, LED, Kultur dan peningkatan LED dapat terjadi

sensitivitas luka/serum/tulang) pada osteomielitis. Kultur


untuk mengidentifikasi
organisme penyebab infeksi.

5. Observasi tanda-tanda vital dan  Mengevaluasi perkembangan

tanda-tanda peradangan lokal masalah klien.

pada luka.

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria
klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Kaji kesiapan klien mengikuti  Efektivitas proses
program pembelajaran. pemeblajaran dipengaruhi
oleh kesiapan fisik dan
mental klien untuk
mengikuti program
pembelajaran.

38
2. Diskusikan metode mobilitas dan  Meningkatkan partisipasi
ambulasi sesuai program terapi dan kemandirian klien
fisik. dalam perencanaan dan
pelaksanaan program terapi
fisik.
3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang  Meningkatkan
memerluka evaluasi medik (nyeri kewaspadaan klien untuk
berat, demam, perubahan sensasi mengenali tanda/gejala dini
kulit distal cedera) yang memerulukan
intervensi lebih lanjut.

4. Persiapkan klien untuk mengikuti  Upaya pembedahan

terapi pembedahan bila diperlukan. mungkin diperlukan untuk


mengatasi maslaha sesuai
kondisi klien.

5. Evaluasi
 Nyeri berkurang atau hilang
 Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
 Pertukaran gas adekuat
 Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
 Infeksi tidak terjadi
 Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

39
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Manusia bisa bergerak karena ada rangka dan otot. Rangka tersebut tidak
dapat bergerak sendiri, melainkan dibantu oleh otot. Dengan adanya kerja sama
antara rangka & otot, manusia dapat berjalan, melompat, berlari dan sebagainya.
b. Saran
Kita sebagai hamba Allah SWT memiliki kewajiban untuk tunduk kepada-
Nya dan mentaati hukum serta aturan yang telah ditetapkan oleh-Nya. Maka dari
itu agar kelak kita tidak mendapatkan kesusahan melainkan memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat, hendaknya kita selalu menjalankan segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta segala sesuatu yang
madlarat yakni yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan manusia.

40

Anda mungkin juga menyukai