Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Angina pektoris tak stabil didefinisikan sebagai perasaan tidak enak di dada
(chest discomfort) akibat iskemia miokard yang datangnya tidak tentu, dapat
terjadi pada waktu sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan istirahat.
Perasaan tidak enak ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar atau rasa tertekan.
Kadang-kadang tidak dirasakan di dada melainkan di leher, rahang bawah, bahu,
atau ulu hati (Kabo dan Karim, 2008).
Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik
miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard akut
(Anwar, 2004).
1.2 Etiologi
Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak
menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard.
Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri ataupun
bersama-sama yaitu (Anwar, 2004) :
a. Faktor di luar jantung
Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran
koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksikosis dan
pemakaian obat-obatan simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan O2
miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara kebutuhan dan suplai
O2. Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik seperti anemi dapat
menyebabkan tahikardi dan menurunnya suplai O2 ke miokard.
b. Sklerotik arteri koroner
Sebagian besar penderita angina tidak stabil (ATS) mempunyai
gangguan cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak
sklerotik yang lama dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat
memperberat penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi
disertai dengan gangguan cadangan aliran darah koroner ringan atau normal
yang disebabkan oleh gangguan aliran koroner sementara akibat sumbatan
maupun spasme pembuluh darah.
c. Agregasi trombosit
Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran
darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya
membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya
vasokonstriksi pembuluh darah.
d. Trombosis arteri koroner
Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik
sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi
mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Trombosis
akut ini diduga berperan dalam terjadinya ATS.
e. Pendarahan plak ateroma
Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah
kemungkinan mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang
menyebabkan penyempitan arteri koroner.
f. Spasme arteri koroner
Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran coroner
karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban ATS. Spame
dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis pembuluh darah
koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan artikel,
pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah.

Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses


aterosklerosis antara lain adalah :
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain umur, jenis kelamin dan
riwayat penyakit dalam keluarga.
2. Faktor risiko yang dapat diubah antara lain merokok, hiperlipidemi,
hipertensi, obesitas dan DM.
1.3 Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gelaja klinis angina pectoris tidak stabil yaitu:
1. Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit, tetapi
dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau rasa
terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah antara
tulang skapula, daerah rahang ataupun lengan.
2. Sesak napas atau rasa lemah yang menghilang setelah angina hilang.
3. Dapat pula terjadi palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hamper
pingsan (Anwar, 2004).
1.4 Klasifikasi
Kelas A
Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris.
Kelas B
Angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak.
Kelas C
Angina yang timbul setelah serangan infark jantung (Anonim, 2010)
1.5 Patofisiologi
Sakit dada pada angina pektoris disebabkan karena timbulnya iskemia
miokard atau karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Aliran darah
berkurang karena penyempitan pembuluh darah koroner (arteri koronaria).
Penyempitan terjadi karena proses ateroskleosis atau spasme pembuluh koroner
atau kombinasi proses aterosklerosis dan spasme. Aterosklerosis dimulai ketika
kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan
ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang
menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah
karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi
jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah
terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung
terjadi pembentukan bekuan darah. Hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya
koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan
komplikasi tersering aterosklerosis. Pada mulanya, suplai darah tersebut
walaupun berkurang masih cukup untuk memenuhi kebutuhan miokard pada
waktu istirahat, tetapi tidak cukup bila kebutuhan oksigen miokard meningkat
seperti pada waktu pasien melakukan aktivitaas fisik yang cukup berat. Pada saat
beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat.
Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri
koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot
jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit
akibat aterosklerosis dan tidak dapatberdilatasi sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen, dan terjadi iskemia(kekurangan suplai darah)
miokardium dan sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk
memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan energy ini sangat tidak
efisien dan menyebabkan pembentukan asam laktat. Asam laktat menurunkan pH
miokardium dan menyebabkan nyeri ang berkaitan dengan angina pectoris.
Apabila kebutuhan energy sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen oksigen
menjadi adekut dan sel-sel otot kembali keproses fosforilasi oksidatif untuk
membentuk energy. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan
menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina pectoris mereda.
1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat
normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda
ergometer. Tujuan dari stress test adalah menilai sakit dada apakah berasal
dari jantung atau tidak, dan menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan
terjadi pada pembuluh darah utama akan memberi hasil positif kuat.
Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi
segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan
cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T.
Perubahan EKG pada ATS bersifat sementara dan masing-masing dapat
terjadi sendiri-sendiri ataupun sersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat
serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah
keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut
menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka disebut
sebagai IMA.
b. Enzim LDH, CPK dan CK-MB
Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat
tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim
yang paling sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi dapat terjadi positif
palsu. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara
serial untuk menyingkirkan adanya IMA (Anwar, 2004)
1.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis angina adalah untuk menurunkan kebutuhan
oksigen jantung dan untuk meningkatkan suplai oksigen. Secara medis
tujuan ini dicapai melalui terapi farmakologi dan kontrol terhadap faktor
resiko.secara bedah tujuan ini dicapai melalui revaskularisasi suplai darah
jantung melalui bedah pintas arteri koroner atau angioplasti koroner
transliminal perkutan (PTCA = percutaneous transluminal coronary
angioplasty), (didiskusikan di bawah). Biasanya diterapkan kombinasi
antara terapi medis dan pembedahan.
Seperti yang akan didiskusikan kemudian, terdapat beberapa
pendekatan yang akhir-akhir ini sering di gunakan untuk revaskularisasi
jantung. Tiga teknik utama yang menawarkan penyembuhan bagi klien
dengan penyakit arteri koroner mencakup penggunaan alat intrakoroner
utnuk meningkatkan aliran darah, penggunaan untuk menguapkan plak dan
endarterektomi koroner perkutan untuk mengangkat obstruksi. Penelitian
yang bertujuan untuk membandingkan hasil akhir yang dipakai oleh salah
satu atau seluruh teknik diatas, melalui bedah pintas koroner dan PTCA
sedang dilakukan. Ilmu pengetahuan terus dikembangkan untuk
mengurangi gejala dan kemunduran proses angina yang di derita pasien.
Terapi Farmakologi
Nitrogliserin. Senyawa nitrat masih merupakan obat utama untuk menangani
angina pektoris. Nitrogliserin diberikan untuk menurunkan konsumsi
oksigemn jantung yang akan mengurangi iskemia dan mengurangi nyeri
augina.
Nitrogliserin adalah bahan vasoaktif yang berfungsi baik vena maupun arteria
sehingga mempengaruhi perifer. Dengan pelebaran vena terjadi pengumpulan
darah vena di seluruh tubuh. Akibatnya hanya sedikit darah yang kembali ke
jantung dan terjalah penurunan tekanan pengisian (preload). Nitrat juga
melemaskan arteriol sistemik dan menyebabkan penurunan tekanan darah
(penurunan afterload). Semuanya itu berakibat pada penurunan kebutuhan
oksigen jantung, merupakan suatu keadaan yang lebih seimbang antara suplai
dan kebutuhan. Nitrogliserin biasanya diletakkan dibawah lidah (subtingual)
atau dipipi (kantong bukal) dan akan menghilangkan nyeri iskemia dalam 3
menit.
a. Pasien diminta tidak menggerakkan lidah dan jangan menelan ludah sampai
tablet nitrogliserin larut. Bila nyeri sangat berat, tablet dapat dikunyah
untuk dapat mempercepat penyerapan di bawah lidah.
b. Sebagai pencegah, pasien harus selalu membawa obat ini. Nitrogliserin
bersifat sangat tidak stabil dan harus di simpan dalam botol gelap tertutup
rapat. Nitrogliserin tidak boleh di simpan dalam botol plastik atau logam.
c. Nitrogliserin mudah menguap dan menjadi tidak aktif bila terkena panas,
uap, udara, cahaya dalam waktu lama. Bila nitrogliserin masih segar,
pasien akan merasa terbakar di bawah lidah dan kadang kepala terasa
tegang dan berdenyut. Persediaan nitrogliserin harus diperbaharui setiap 6
bulan sekali.
d. Selain menggunakan dosis yang telah ditentukan, pasien harus mengatur
sendiri dosis yang diperlukan, yaitu dosis terkecil yang dapat
menghilangkan nyeri. Obat harus digunakan untuk mengantisipasi bila
akan melakukan aktivitas yang mungkin akan menyebabkan nyeri. Karena
nitrogliserin dapat meningkatkan toleransi pasien terhadap latihan dan
stress bila di gunakan sebagai pencegahan (misalk sebelum latihan,
menaiki tangga, hubungan seksual) maka lebih baik gunakan obat ini
sebelum rasa nyeri muncul.
e. Pasien harus mengingat berapa lama kerja nitrogliserin dalam
menghilangkan nyeri, bila nyeri tidak dapat dikurangi dengan nitrogliserin,
harus dicurigai adanya ancaman terjadinya infark miokardium.
f. Bila nyeri menetap setelah memakai tiga (3) tablet sublingual dengan
interval 5 menit, pasien dianjurkan segera dibawa ke fasilitas perawatan
darurat terdekat.
Efek samping nitrogliserin meliputi rasa panas, sakit kepala berdenyut,
hipertensi, dan takikardia. Penggunaan preparat nitrat long-acting masih
diperdebatkan. Isorbid dinitrat (isordil) tampaknya efektif sampai 2 jam
bila digunakan dibawah lidah, tetapi efeknya tidak jelas bila diminum
peroral.
Salep Nitrogliserin Topikal. Nitrogliserin juga tersedia dalam bentuk
lanonin-petrolatum. Bentuk ini dioleskan di kulit sebagai perlindungan
terhadap nyeri angina dan mengurangi nyeri. Bentuk ini sangat berguna
bila digunakan pada pasien yang mengalami angina pada malam hari atau
yang harus menjalankan aktivitas dalam waktu cukup lama (misal main
golf) karena mempunyai efek jangka panjang sampai 24 jam. Dosis
biasanya ditingkatkan sampai terjadi sakit kepala atau efek berat terhadap
tekanan darah atau frekuensi jantung, kemudian diturunkan sampai dosis
tertinggi yang tidak menimbulkan efek samping tersebut. Cara pemakaian
salep biasanya dilampirkan pada kemasan. Pasien selalu diingatkan untuk
mengganti tempat yang akan dioleskan salep untuk mencegah iritasi kulit.
Terapi Non Farmakologis
Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan
oksigen jantung antara lain : pasien harus berhenti merokok, karena
merokok mengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan darah, sehingga
memaksa jantung bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan menurunkan
berat badan untuk mengurangi kerja jantung. Mengurangi stress untuk
menurunkan kadar adrenalin yang dapat menimbulkan vasokontriksi
pembulu darah. Pengontrolan gula darah. Penggunaan kontra sepsi dan
kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif atau ambisius.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Berikan posisi semifowler
b. Berikan oksigen konsentrasi tinggi (6-10 liter/menit)
c. Kolaborasi pemberian nitrogen, bete bloker dan kalsium anatagonis)
d. Monitor tekanan darah, nadi dan pernapasan
e. Lakukan EGC
f. Observasi bunyi jantung
g. Observasi adanya mual, muntah dan konstipasi
( Smeltzer, 2002)
1.8 Komplikasi
1. Infraksi miokardium yang akut (serangan jantung).
2. Kematian karena serangan jantung secara mendadak.
3. Aritma kardiak.
4. Hipoksemia
5. Trombosis vena dalam
6. Syok kardiogenik.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
a. Biodata
Nama:
Umur: menurut Riset Kesehatan tahun 2013, panderita penyakit jantung
banyak di temui pada usia diatas 15 tahun, dan secara signifikan akan
meningkat pada usia 40 tahun
Jenis Kelamin: riset membuktikan bahwa reaksi jantung terhadap serangan
jantung laki-laki lebih beresiko dari pada wanita, diakibatkan gaya hidup laki-
laki dengan riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol
Tempat tinggal: tempat tinggal perlu dikaji untuk melihat apakah tempat
tinggal dapat menyebabkan seseorang mengalami penyakit jantung
b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya gejala UAP umumnya berupa angina untuk pertama kali atau
angina yang bertambah dari biasanya. Nyeri dada seperti pada pasa angina
biasa tapi lebih berat dan lebih lama timbul pada waktu istirahat, atai
tumbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan
sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat
dingin.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah mengalami nyeri dada sebelumnya, apakah pasien
memiliki riwayat penyakit yang memiliki faktor resiko seperti hipertensi,
diabetes, penggunaan tembakau, hiperlipidemia, merokok,
mengkomsumsi alkohol, ginjal, dan diet rutin dengan tinggi lemak)
3. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan penyakit jantung (AMI), DM ,
hipertensi, stroke dan penyakit pernafasan (asma).
c. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
a. Tekanan darah dapat normal, meningkat ataupun menurun.
b. Heart rate/ nadi dapat terjadi brakardi/takikardi, kuat/lemah, teratur
ataupun tidak.
c. Respirasi meningkat
d. Suhu dapat normal ataupun meningkat.
2. Kepala
a. Pusing, berdenyut selama tidur atau saat terbangun
b. Tampak perubahan ekspresi wajah seperti meringis, merintih.
c. Terdapat/tidak nyeri pada rahang
3. Leher
a. Tampak distensi vena jugularis
b. Terdapat/tidak nyeri pada leher
4. Thorak
a. Bunyi jantung normal atau terdapat bunyi jantung ekstra S3/S4
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilitas, kalau
murmur menunjukkan gangguan katup atau disfuungsi otot papilar,
perikarditis.
b. Irama jantung dapat normal/ teratur atau tidak
c. Paru-paru : suara nafas bersih/krekels/mengi/wheezing/ronchi.
d. Terdapat batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
e. Terdapat sputum bersih, kental ataupun berwarna merah muda.
5. Abdomen
a. Terdapat nyeri/rasa terbakar epigastrik/ ulu hati
b. Bising usus normal/menurun
6. Ekstremitas
a. Ekstremitas dingin dan berkeringat dingin.
b. Terdapat udema perifer dan udema umum.
c. Kelemahan atau kelelahan.
d. Pucat atau sianosis, kuku datar, pucat pada membrane mukosa dan bibir.
7. Respon psikologis
a. Gelisah/cemas, seperti takut mati, khawatir dengan keluarga, kerja dan
keuangan.
b. Depresi, menarik diri dan kontak mata kurang.
c. Denial, menyangkal dengan sakitnya dan marah.
8. Pemeriksaan diagnostic
a. EKG
1) Monitor terdapat aritmia
2) Rekam EKG lengkap terdapat T inverted/iskemik, segmen ST
elevassi ataupun depresi dan gelombang Q, patologis ini
menunjukkan telah terjadi nekrosis.
b. Thorak Foto
1) Mungkin normal/menunjukkan peembesaran jantung diduga
gagal jantung kongestif.
2) Terdapat stenosis aorta.
3) Penyakit paru lainnya seperti bronchitis/TBC.
c. Laboratorium
1) Kolesterol/trigliserida serum : meningkat menunjukkan risiko IHD
diama terjadi peningkatan kadar kolesterol merupakan pemicu
terbentuknya aterosklerosis yang merupakan sebagai penyebab
infark. LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam 24-48
jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal.
2) Enzim jntung dan iso enzim : CK, CK-MB (iso enzim yang
ditemukan pada otot jantung) meningkat antara 4-6 jam, memuncak
dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam. CL-MB sering
dijadikan sebagai indicator AMI, sebab diproduksi hanya saat
terjadi kerusakan jaringan miokardium.
3) Elektrolit : ketidakseimbangan dapat mmpengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, seperti hipokalemia/hiperkalemia.
4) Sel darah putih : leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada
hari kedua setelah infark, sehubungan dengan proses inflamasi.
5) Analisa gas darah/ oksometri nadi : dapat menunjukkanhipoksia
atau proses penyakit paru akut/kronis.
6) Kimia : mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi/ perfusi
organ akut/kronik.

2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri b.d Agen cedera biologis : iskemi miokard


2. Pola nafas tidak efektif b.d Nyeri
3. Penurunan curah jantung b.d iskemia miokard

2.3 Intervensi

Diagnosa Keperawatan
No Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut b.d. Iskemia NOC: Manajemen nyeri :
miokardium ü Tingkat nyeri 1. Lakukan pegkajian
ü Nyeri terkontrol nyeri secara
ü Tingkat kenyamanan komprehensif
Setelah dilakukan asuhan termasuk lokasi,
keperawatan selama 1 x karakteristik, durasi,
24 jam, klien dapat : frekuensi, kualitas
1. Mengontrol nyeri, dan ontro presipitasi.
dengan indikator : 2. Observasi reaksi
a. Mengenal faktor- nonverbal dari
faktor penyebab ketidaknyamanan.
b. Mengenal onset 3. Gunakan teknik
nyeri komunikasi
c. Tindakan terapeutik untuk
pertolongan non mengetahui
farmakologi pengalaman nyeri
d. Menggunakan klien sebelumnya.
analgetik 4. Kontrol lingkungan
e. Melaporkan yang mempengaruhi
gejala-gejala nyeri seperti suhu
nyeri kepada tim ruangan,
kesehatan. pencahayaan,
kebisingan.
Nyeri terkontrol 5. Kurangi faktor
a. Menunjukkan presipitasi nyeri.
tingkat nyeri, 6. Pilih dan lakukan
dengan indikator: penanganan nyeri
b. Melaporkan nyeri (farmakologis/non
c. Frekuensi nyeri farmakologis)..
d. Lamanya episode 7. Ajarkan teknik non
nyeri farmakologis
e. Ekspresi nyeri; (relaksasi, distraksi
wajah dll) untuk mengetasi
f. Perubahan nyeri..
respirasi rate 8. Berikan analgetik
g. Perubahan untuk mengurangi
tekanan darah nyeri.
h. Kehilangan nafsu 9. Evaluasi tindakan
makan pengurang
nyeri/ontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
11. Monitor
penerimaan klien
tentang manajemen
nyeri.

Administrasi
analgetik :.
1. Cek program
pemberian
analogetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute
pemberian dan dosis
optimal.
4. Monitor TTV
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik
tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
 Respiratory status : Airway Management
Definisi : Pertukaran udara Ventilation  Buka jalan nafas,
inspirasi dan/atau ekspirasi  Respiratory status : guanakan teknik
tidak adekuat Airway patency chin lift atau jaw
 Vital sign Status thrust bila perlu
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil :  Posisikan pasien
- Penurunan tekanan  Mendemonstrasikan untuk
inspirasi/ekspirasi batuk efektif dan suara memaksimalkan
- Penurunan pertukaran nafas yang bersih, tidak ventilasi
udara per menit ada sianosis dan dyspneu  Identifikasi pasien
- Menggunakan otot (mampu mengeluarkan perlunya
pernafasan tambahan sputum, mampu bernafas pemasangan alat
- Nasal flaring dengan mudah, tidak ada jalan nafas buatan
- Dyspnea pursed lips)  Pasang mayo bila
- Orthopnea
 Menunjukkan jalan nafas perlu
- Perubahan
yang paten (klien tidak  Lakukan fisioterapi
penyimpangan dada
merasa tercekik, irama dada jika perlu
- Nafas pendek
- Assumption of 3-point
nafas, frekuensi  Keluarkan sekret
pernafasan dalam dengan batuk atau
position
rentang normal, tidak suction
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi
ada suara nafas  Auskultasi suara
abnormal) nafas, catat adanya
berlangsung sangat lama
- Peningkatan diameter  Tanda Tanda vital dalam suara tambahan
anterior-posterior rentang normal (tekanan  Lakukan suction
- Pernafasan rata- darah, nadi, pernafasan) pada mayo
rata/minimal  Berikan
Bayi : < 25 atau > 60 bronkodilator bila
Usia 1-4 : < 20 atau > 30 perlu
Usia 5-14 : < 14 atau >  Berikan pelembab
25 udara Kassa basah
Usia > 14 : < 11 atau > NaCl Lembab
24  Atur intake untuk
- Kedalaman pernafasan cairan
Dewasa volume tidalnya mengoptimalkan
500 ml saat istirahat keseimbangan.
Bayi volume tidalnya 6-
 Monitor respirasi
8 ml/Kg
dan status O2
- Timing rasio
- Penurunan kapasitas Terapi Oksigen
vital  Bersihkan mulut,
hidung dan secret
Faktor yang berhubungan : trakea
- Hiperventilasi  Pertahankan jalan
- Deformitas tulang nafas yang paten
- Kelainan bentuk  Atur peralatan
dinding dada oksigenasi
- Penurunan
 Monitor aliran
energi/kelelahan
oksigen
- Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal  Pertahankan posisi
- Obesitas pasien
- Posisi tubuh  Onservasi adanya
- Kelelahan otot tanda tanda
pernafasan hipoventilasi
- Hipoventilasi sindrom  Monitor adanya
- Nyeri kecemasan pasien
- Kecemasan terhadap oksigenasi
- Disfungsi
Neuromuskuler
- Kerusakan Vital sign Monitoring
persepsi/kognitif  Monitor TD, nadi,
- Perlukaan pada suhu, dan RR
jaringan syaraf tulang  Catat adanya
belakang fluktuasi tekanan
- Imaturitas Neurologis darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan
abnormal
 Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign

3 Penurunan curah jantung NOC : NIC :


b/d respon fisiologis otot  Cardiac Pump Cardiac Care
jantung, peningkatan effectiveness  Evaluasi adanya
frekuensi, dilatasi,  Circulation Status nyeri dada (
hipertrofi atau peningkatan  Vital Sign Status intensitas,lokasi,
isi sekuncup durasi)
Kriteria Hasil:
 Tanda Vital dalam  Catat adanya
rentang normal disritmia jantung
(Tekanan darah, Nadi,  Catat adanya tanda
respirasi) dan gejala
 Dapat mentoleransi penurunan cardiac
aktivitas, tidak ada putput
kelelahan  Monitor status
 Tidak ada edema paru, kardiovaskuler
perifer, dan tidak ada  Monitor status
asites pernafasan yang
 Tidak ada penurunan menandakan gagal
kesadaran jantung
 Monitor abdomen
sebagai indicator
penurunan perfusi
 Monitor balance
cairan
 Monitor adanya
perubahan tekanan
darah
 Monitor respon
pasien terhadap efek
pengobatan
antiaritmia
 Atur periode latihan
dan istirahat untuk
menghindari
kelelahan
 Monitor toleransi
aktivitas pasien
 Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
tekipneu dan
ortopneu
 Anjurkan untuk
menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor adanya
pulsus paradoksus
 Monitor adanya
pulsus alterans
 Monitor jumlah dan
irama jantung
 Monitor bunyi
jantung
 Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan
abnormal
 Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Jakarta : EGC


Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:
EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Finarga. 2010. Angina. Dimuat dalam http://finarga.blogspot.com/ (diakses pada 11 Maret


2012)

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Judith M. Wilkinson. 2005. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC
Interventions and NOC Outcome. New Jersey : Horrisonburg.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Anda mungkin juga menyukai