Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, Volume 1 No 1, Hal 1-7, Mei 2018 e-ISSN 2621-296X

Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

TEKNIK BERCERITA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS


PADA ANAK USIA 4-6 TAHUN
DI TKN KINTELAN SEMARANG

Yohanes Eko Anugrahanto1*, Natalia Ratna Yulianti1, Wati Windayani2


1
STIKES St. Elisabeth Semarang
2
RS. St. Elisabeth Semarang
yohaneseko2210@gmail.com

Abstrak

Teknik bercerita merupakan aktivitas penyampaian cerita secara lisan yang dapat memberikan pengalaman
menyenangkan dalam sebuah aktivitas pembelajaran. Namun saat ini teknik bercerita belum terlalu umum diterapkan
dalam menstimulasi perkembangan motorik halus anak. Teknik bercerita juga belum pernah diterapkan di TKN Kintelan
Semarang dalam menstimulasi motorik halus anak. Padahal dalam pelaksanaannya teknik bercerita dapat disisipkan
aktivitas atau permainan yang dapat merangsang perkembangan motorik halus anak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh teknik bercerita terhadap peningkatan motorik halus anak usia 4 – 6 tahun di TKN Kintelan
Semarang. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif yang menggunakan desain pre-eksperimental dengan pendekatan pretest-
posttest one group design. Sampel berjumlah 34 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan teknik
pengambilan sampel purposive sampling. Uji normalitas data menggunakan uji Shapiro-wilk, dan uji statistik
menggunakan uji Wilcoxon. Hasil uji Wilcoxon didapatkan p-value delay pretest-posttest adalah 0,000 dan p-value
caution pretest-posttest adalah 0,000 yang berarti p < 0,05 yang memiliki makna bahwa terdapat pengaruh teknik
bercerita terhadap peningkatan motorik halus anak usia 4 – 6 tahun di TKN Kintelan Semarang.

Kata kunci: Teknik Bercerita; Peningkatan Motorik Halus; Anak usia 4 – 6 tahun

Abstract

The storytelling technique is an oral story-telling activity that provides a fun experience in a learning activity. This might
help teachers to improve child development. However, the story-telling technique is not common to stimulate fine motor
development among children. The storytelling technique has not been applied in TKN Kintelan Semarang in stimulating
fine motor of children. This study aimed to measure the effect of the storytelling technique towards fine motor
development among children aged 4 – 6 years old in TKN Kintelan Semarang. This study applied quantitative research
with pre-experimental design with pretest-posttest one group design. Sample amounted to 34 children who have fulfilled
the inclusion and exclusion criteria by purposive sampling. Data normality was tested using Shapiro-wilk test. The effect
of the techniques was tested using Wilcoxon Test. Wilcoxon test resulted value delay pretest-posttest was 0.000 and p-
value caution pretest-posttest is 0.000 which means p <0,05 which means that there was an effect of storytelling toward
fine motor improvement in children aged 4 – 6 years old in TKN Kintelan Semarang

Keywords: storytelling, fine motor skill, children aged 4 – 6 years old

24
Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, Volume 1 No 1, Hal 1-7, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

dengan berbagai cara sehingga anak dapat


Pendahuluan tertarik mengikuti alur cerita yang diberikan.
Anak dalam perkembangannya Gambar dan gerakan yang disajikan oleh
memerlukan beberapa keterampilan perawatan peneliti akan menarik minat anak. Tidak hanya
diri (self-care) untuk mempertahankan hidup, menarik minat dengan menggunakan gambar
kesehatan, dan kesejahteraan. Keterampilan dan gerakan, teknik bercerita juga bisa
motorik halus dapat digunakan anak dalam disisipkan aktivitas terkait kemampuan
mencapai kemandiriannya dimana anak dapat motorik halus anak seperti penggunaan pensil
melakukan kegiatan bagi diri mereka sendiri untuk menggambar berbagai bentuk
(Asmadi, 2008; Muhlisin & Irdawati, 2010). (manusia, persegi, persegi panjang, lingkaran,
Perkembangan anak usia 4 – 6 tahun dan garis menyilang), membandingkan garis
diharapkan anak dapat melakukan kegiatan panjang dan pendek serta menyusun menara
secara mandiri dengan menggunakan dari balok (Santrock, 2007; Abdurrahman,
tangannya untuk bermain, makan sendiri, 2012). Teknik bercerita dapat memberikan
minum dari cangkir dengan bantuan, rangsangan perseptual dimana anak
menggunakan sendok dengan bantuan, dan mempersepsikan stimulasi yang diterima
makan dengan jari (Hurlock, 2010). melalui indranya (Abdurrahman, 2012).
Perkembangan motorik halus yang optimal Stimulasi teknik bercerita pada saat ini
akan membantu anak dalam memenuhi belum terlalu umum dan masih sedikit
kebutuhan anak secara mandiri terkait dengan penelitian yang dilakukan dalam mendukung
penggunaan dan pengaturan otot-otot jari perkembangan motorik halus anak. Stimulasi
tangan. Gangguan perkembangan motorik teknik bercerita lebih sering digunakan sebagai
halus yang dialami oleh anak dapat diatasi stimulasi perkembangan bahasa dan
dengan pemberian stimulasi atau rangsangan, kemampuan mendengar pada anak. Hal itu
sehingga dalam penerimaan informasi terkait disebabkan pemberian stimulasi bercerita
motorik halus dapat dipacu secara optimal difokuskan pada susunan kata- kata dan bahasa
sesuai dengan rentang usia anak (Santrock, serta pesan-pesan yang diberikan pembaca
2007; Hurlock, 2010; Sulistyawati, 2014). dalam sebuah cerita (Musfiroh, 2009).
Stimulasi pertumbuhan dan Penelitian yang telah dilakukan dengan
perkembangan anak dapat dilakukan dengan menggunakan dongeng pada anak pra sekolah
berbagai cara dalam membantu peningkatan di PAUD/KB Bunda Aini didapatkan hasil ada
kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak pengaruh mendengarkan dongeng terhadap
halus, kemampuan berbicara, kemampuan kemampuan berbahasa anak prasekolah
sosial dan kemandirian (Sulistyawati, 2014). (Azkiya, 2016). Penelitian lain yang dilakukan
Stimulasi yang diberikan kepada anak dapat dengan menggunakan stimulasi bercerita pada
berupa penglihatan, pendengaran, dan anak di Ibadan, Nigeria didapatkan hasil ada
perabaan (Santrock, 2007). pengaruh pemberian cerita terhadap
Stimulasi dapat dilakukan dengan cara kemampuan mendengar anak (Odoulowu,
memberikan cerita yang baik untuk anak. 2014).
Pemberian stimulasi bercerita dapat Perkembangan motorik halus anak
memberikan rangsangan pada anak lewat memiliki fungsi yang sangat berguna bagi
penglihatan dan pendengaran yang diberikan kemandirian anak. Keterampilan dalam
saat bercerita. Anak dapat merefleksikan menggunakan otot jari-jari tangan membantu
stimulus yang dia terima berupa penggunaan anak memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
kata-kata, gerakan dan gambar yang dipakai Namun tidak semua anak mengalami
pembaca dalam menggambarkan situasi dari perkembangan motorik halus secara optimal,
cerita yang diberikan. hal ini dapat menghambat anak dalam
Teknik bercerita mempunyai keunggulan kemandiriannya. Stimulasi yang diberikan
dalam memberikan stimulasi perkembangan diharapkan dapat memberikan dorongan dan
motorik halus pada anak. Dalam pemberian membantu anak dalam menerima informasi
stimulasi teknik bercerita dapat diberikan yang berguna bagi keterampilan motorik
25
Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, Volume 1 No 1, Hal 1-7, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

halusnya. pada satu tempat dan waktu yang sama dalam


Stimulasi motorik halus yang diberikan dilakukannya teknik bercerita. Di sela-sela
pada anak dapat dilakukan dengan pemberian cerita, anak diminta untuk melakukan aktivitas
teknik bercerita. Namun teknik bercerita ini motorik halus seperti menggambar, menyusun
belum umum digunakan dalam menstimulasi balok, menunjuk gambar, dan mewarnai
perkembangan motorik halus anak. Studi gambar sesuai dengan alur dan tema cerita.
pendahuluan yang telah dilakukan terdapat 38
dari 62 anak di TKN Kintelan Semarang Hasil
mengalami suspect keterlambatan dalam Karakteristik Responden Berdasarkan
perkembangan motorik halus berdasarkan Jenis Kelamin di TKN Kintelan Semarang
pengukuran menggunakan Denver II dan (n = 34)
mereka belum pernah mendapatkan stimulasi
bercerita dalam meningkatkan perkembangan Tabel 1. Distribusi frekuensi jenis kelamin
motorik halus anak. Penelitian ini bertujuan responden di TKN Kintelan Semarang
untuk mengetahui pengaruh teknik bercerita (n = 34)
terhadap perkembangan motorik halus pada Jenis Kelamin n %
murid di TKN Kintelan Semarang. Laki-laki 22 64,7
Perempuan 12 35,3
Total 34 100
Metode
Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah eksperimental yang Tabel 1 menunjukan bahwa data jumlah
menerapkan teknik bercerita dengan responden laki-laki sebanyak 22 anak
pendekatan pre test-post test one group design. (64,7%) lebih banyak dibandingkan dengan
Pengukuran perkembangan motorik halus jumlah responden perempuan sebanyak 12
sebelum dan sesudah diberikan perlakuan anak (35,3%).
dengan menggunakan lembar penilaian Denver
II. Penelitian ini dilakukan di TKN Kintelan Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Semarang. Populasi pada penelitian ini adalah di TKN Kintelan Semarang (n = 34)
semua anak berusia 4 sampai 6 tahun yang
diduga mengalami keterlambatan Tabel 2. Distribusi frekuensi usia responden
perkembangan motorik halus di TKN Kintelan di TKN Kintelan Semarang (n = 34)
Usia n %
Semarang berdasarkan test Denver II dengan 4 Tahun – 4 tahun 11 bulan 18 52,9
jumlah 38 anak. Sampel ditentukan dengan 5 – 6 tahun 16 47,1
teknik purposive sampling dengan criteria Total 34 100
inklusi: 1) mendapatkan persetujuan dari guru
2) mengikuti stimulasi bercerita selama 4 hari Tabel 2 menunjukan bahwa responden yang
berturut-turut dan criteria ekslusi sebagai berusia 4 – 4 tahun 11 bulan sebanyak 18
berikut: 1) Anak yang mempunyai anak (52,9%) lebih banyak dibandingkan
keterbelakangan mental; 2) Anak yang responden dengan usia 5 – 6 tahun
memiliki cacat fisik; 3) Anak yang sedang sebanyak 16 anak (47,1%).
sakit pada tangan. Sampel yang didapatkan
sebanyak 34 anak.
Pelaksanaan penelitian ini melibatkan 7
orang asisten untuk mengukur perkembangan
anak menggunakan Denver II sebelum dan
sesudah diberikan stimulasi bercerita.
Stimulasi ini dilakukan sebanyak 4 kali dalam
4 hari selama 23 menit. Tema cerita pada
masing-masing pertemuan berbeda. Stimulasi
teknik bercerita dilaksanakan di aula TKN
Kintelan Semarang. Semua anak dikumpulkan
26
Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, Volume 1 No 1, Hal 1-7, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Perubahan Jumlah Delay Sebelum Dan Perubahan Jumlah Caution Sebelum Dan
Sesudah Diberikan Perlakuan Teknik Sesudah Diberikan Perlakuan Teknik
Bercerita. Bercerita.

Gambar 1. Perubahan jumlah delay


sebelum dan sesudah perlakuan teknik Gambar 2. Perubahan jumlah caution
bercerita. sebelum dan sesudah perlakuan teknik
bercerita
Tabel 3. Perubahan jumlah delay sebelum
dan sesudah perlakuan teknik bercerita Tabel 4. Perubahan jumlah caution sebelum
(n=34) dan sesudah perlakuan teknik bercerita
Jumlah Pretest Posttest (n=34)
delay n % n % jumlah pretest Postest
0 2 5,9 21 caution
61,8 n % n %
1 9 26,5 11 0
32,4 3 8,8 18 52,9
2 20 58,8 2 1
5,9 14 41,2 16 47,1
3 3 8,8 - - 2 17 50,0 - -
Total 34 100 34 total
100 34 100 34 100

Jumlah delay sebelum diberi perlakuan Jumlah caution sebelum diberi perlakuan
yang tertinggi adalah 3 sebanyak 3 anak yang tertinggi adalah 2 sebanyak 17 anak
(8,8) dan delay terendah adalah 0 sebanyak (50,0%) dan jumlah caution terendah
2 anak (5,9%). Responden dengan jumlah adalah 0 sebanyak 3 anak (8,8%).
delay 1 sebanyak 9 anak (26,5%) dan Responden dengan jumlah caution 1
responden dengan jumlah delay 2 sebanyak sebanyak 14 anak (41.2%). Jumlah caution
20 anak (58,8%). Jumlah delay tertinggi tertinggi sesudah diberikan perlakuan
sesudah diberikan perlakuan adalah 2 adalah 1 sebanyak 16 anak (47,1%) dan
sebanyak 2 anak (5,9%) dan terendah terendah adalah 0 sebanyak 18 anak
adalah 0 sebanyak 21 anak (61,8%) dan (52,9%).
responden dengan jumlah delay 1 sebanyak
11 anak (32,4%). Hasil Analisa Bivariat
Tabel 5. Hasil Uji Wilcoxon
Delay dan n Median Min- max P-
caution value
Pre-delay 34 2.00 0-3 0.00
Post-delay 0.00 0-2
Pre-caution 34 1.50 0-2 0.00
Post-caution 1.00 0-2

27
Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, Volume 1 No 1, Hal 1-7, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Jawa Tengah

Data delay sebelum dan sesudah diberi dan caution tertinggi sesudah dilakukan teknik
perlakuan dilakukan uji normalitas dengan bercerita mengalami penurunan. Hal ini sesuai
menggunakan uji Shapiro –Wilk (n = 34). dengan penelitian Kartyasih pada tahun
Hasil nilai signifikansi delay sebelum 2015 di TK Negeri Pembina Batursari
perlakuan yaitu p = 0,000 (p<0,05) dan bahwa ada pengaruh pemberian stimulasi
terhadap penurunan jumlah delay dan jumlah
sesudah perlakuan yaitu p = 0,000
caution anak (Kartyasih, 2015). Adanya
(p<0,05). Data caution sebelum dan pengaruh teknik bercerita terhadap
sesudah diberi perlakuan juga dilakukan perkembangan motorik halus anak yaitu 30
uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk. responden mengalami penurunan jumlah delay
Hasil nilai signifikansi caution sebelum dan 16 responden mengalami penurunan
perlakuan yaitu p = 0,000 (p<0,05) dan jumlah caution dikarenakan saat anak mulai
nilai signifikansi caution setelah perlakuan mengikuti kegiatan bercerita, anak menerima
yaitu p = 0,000 (p<0,05). Didapatkan hasil stimulasi melalui berbagai indra (Hurlock,
distribusi data delay sebelum dan sesudah 2010). Stimulasi visual yang diterima
dan distribusi data caution sebelum dan disalurkan oleh sistem syaraf optik menuju
sesudah yaitu p<0,05 sehingga data tidak pada korteks visual. Dalam korteks visual
pesan-pesan yang diterima akan diproses oleh
terdistribusi normal karena data tersebut
sel-sel sederhana, sel-sel kompleks, dan sel-sel
tidak terdistribusi normal maka dilakukan hiperkompleks kemudian akan
transformsi data terlebih dahulu, kemudian diintrepetasikan sebagai persepsi visual
kembali dilakukan uji normalitas data bentuk-bentuk, garis-garis dan pergerakan
Shapiro-Wilk. Hasil uji normalitas yaitu tertentu (Ling & Catling, 2012) Dengan
nilai signifikansi delay sebelum perlakuan persepsi visual tersebut anak akan termotivasi
p= 0,000 (p<0,05) dan nilai delay sesudah untuk bergerak dari apa yang mereka
perlakuan p= 0,000 (p<0,05). Hasil nilai persepsikan mengenai bentuk-bentuk visual
signifikansi caution sebelum yaitu p = yang ada (Santrock, 2007). Pergerakan itu
0,000 dan nilai caution sesudah p = 0,000 akan membawa impuls dari susunan sistem
syaraf pusat mengirim sinyal dari neuron,
(p<0,05) karena p < 0,05 maka distribusi
sinyal yang dikirim menuju neuron motorik
data tetap tidak normal sehingga bagian bawah melalui sinaps. Sinyal yang
digunakan uji alternatif yaitu uji Wilcoxon. sampai pada neuron motorik bagian bawah
Uji alternatif Wilcoxon p-value = 0.000 akan meningkatkan perkembangan organ-
dimana p<0.05 yang berarti H0 ditolak dan organ reseptor dan sel-sel motorik sehingga
H1 diterima sehingga ada pengaruh teknik merangsang perkembangan motorik halus
bercerita terhadap peningkatan motorik (Hurlock, 2010). Peningkatan kemampuan
halus anak. motorik halus pada anak akan terlihat dengan
dilakukannya tes Denver II. Pada penelitian ini
Pembahasan juga terdapat anak yang tidak mengalami
Hasil uji alternatif Wilcoxon didapatkan perubahan pada jumlah delay dan jumlah
caution, hal ini disebabkan anak tidak serius
p-value = 0.000 dimana p < 0.05 yang
saat diberikan teknik bercerita dan anak sudah
berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga
mulai lelah karena sebelum diberikan
ada pengaruh teknik bercerita terhadap
perlakuan anak sudah mengikuti kegiatan
peningkatan motorik halus anak. Hal ini sesuai
belajar dimana konsentrasi anak mulai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat
menurun. Konsentrasi yang menurun tersebut
pada tahun 2009, pemberian cerita dongeng
menyebabkan anak tidak fokus terhadap
dapat berpengaruh pada perkembangan
stimulasi yang diberikan (Santrock 2007).
seseorang. Hasil tersebut juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Azkiya pada Diantara 34 responden didapatkan
tahun 2016 di PAUD / KB Bunda Aini dan data anak laki-laki lebih banyak
Oduolowu pada tahun 2014 di Ibadan, Nigeria mengalami penurunan jumlah delay. Hal
bahwa dengan pemberian dongeng dapat ini dapat disebabkan pada waktu diberikan
merangsang perkembangan pada anak. Pada stimulasi anak laki-laki lebih aktif dan
penelitian ini didapatkan data jumlah delay antusias jika dibandingkan dengan anak
Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, Volume 1 No 1, Hal 1-7, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Jawa Tengah

perempuan yang lebih pasif saat diberikan gambar garis menyilang sebanyak 5
stimulasi. Sehingga dengan pemberian responden. Setelah dilakukannya stimulasi
stimulasi teknik bercerita dengan aktivitas teknik bercerita pada usia 4 – 4 tahun 11
motorik halus, keterampilan penggunaan bulan responden mengalami penurunan
jari-jari tangan anak laki-laki lebih terlatih skor gagal yang sangat pesat dalam
dibandingkan dengan anak perempuan menirukan gambar lingkaran sebanyak 13
yang dalam stimulasi lebih pasif. Hal responden. Hal yang sama dialami pada
tersebut juga dapat diakibatkan oleh responden dengan usia 5 – 6 tahun pada
perpedaan konsep diri pada anak laki- laki item menirukan gambar lingkaran
dan perempuan. Konsep diri pada anak mengalami penurunan skor gagal sebanyak
tersebut akan memicu kepada anak 5 responden dimana semua responden usia
perempuan kurang percaya diri sehingga 5 – 6 tahun setelah diberikan stimulasi
anak perempuan lebih pasif dalam teknik bercerita dapat menirukan gambar
mengikuti stimulasi (Santrock, 2007). lingkaran. Pada item menirukan gambar
Usia merupakan salah satu faktor persegi responden juga mengalami
yang dapat mempengaruhi proses penurunan skor gagal yang pesat sebanyak
perkembangan motorik halus anak. 10 responden. Pada umumnya semua item
Responden pada penelitian ini adalah mengalami penurunan jumlah skor gagal
anak yang berusia 4 – 6 tahun. Pada dimana penurunan yang paling signifikan
penelitian ini didapatkan hasil bahwa adalah menirukan gambar lingkaran dan
responden usia 4 – 4 tahun lebih 11 bulan menirukan gambar persegi. Hal ini dapat
lebih banyak dibandingkan dengan usia 5 disebabkan pada saat diberikannya
– 6 tahun. Pada penurunan jumlah caution stimulasi teknik bercerita anak tidak hanya
didapatkan pula bahwa usia 5 – 6 tahun mendengarkan cerita saja tetapi anak juga
lebih banyak dibandingkan dengan melakukan aktivitas motorik halus terkait
responden dengan usia 4 – 4 tahun lebih dengan item-item yang terdapat pana
11 bulan. Hal ini dapat disebabkan pada lembar penilaian Denver II. Responden
responden usia 5 – 6 tahun penggunaan dapat terbiasa untuk melakukan aktivitas
jari tangan sudah semakin meningkat motorik halus tersebut sehingga
sehingga anak lebih terampil untuk keterampilan pengkoordinasian jari-jari
melakukan aktivitasnya dimana tangan tangan mengalami peningkatan (Ling &
digunakan sebagai alat. Catling, 2012).
Pengukuran perkembangan motorik Meningkatnya kemampuan motorik
halus dengan menggunakan Denver II halus anak dapat mendorong anak dalam
didapatkan pada usia 4 – 4 tahun 11 bulan memenuhi kebutuhannya secara mandiri
responden tidak bisa meniru gambar seperti bermain, menggunakan pensil
lingkaran sebanyak 17 responden, untuk menggambar dan menulis,
menggambar orang 3 bagian sebanyak 14 menggunakan sendok untuk makan,
responden, meniru garis menyilang 11 memegang cangkir untuk minum dan
responden, meniru garis vertikal sebanyak sebagainya. Kemampuan anak dalam
8 responden dan menyusun balok mempertahankan hidup, kesehatan dan
sebanyak 5 responden. Pada usia 5 – 6 kesejahteraan merupakan bagian dari
tahun didapatkan responden tidak bisa kemandirian. Kemandirian anak yang
menggambar orang 6 bagian sebanyak 12 terganggu akan menyebabkan
responden, menirukan gambar persegi ketergantungan anak terhadap orang tua
sebanyak 12 responden, menggambar atau orang terdekat dalam menjalankan
orang 3 bagian sebanyak 8 responden, aktivitasnya terkait dengan kegiatan
meniru gambar persegi panjang sebanyak bermain, makan, minum, menulis dan
8 responden, menirukan gambar lingkaran sebagainya. Menurut teori self-care yang
sebanyak 5 responden dan menirukan dipaparkan oleh Orem setiap kegiatan dan
Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, Volume 1 No 1, Hal 1-7, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Jawa Tengah

tindakan keperawatan yang dilakukan Keterbatasan Penelitian


sebagai upaya memacu kemampuan Peneliti kurang mempertimbangkan
seseorang dalam melakukan perawatan diri jadwal ekstrakurikuler di TKN Kintelan
sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya Semarang sehingga sebagian anak yang
(Muhlisin & Irdawati, 2010). tidak mengikuti ekstrakurikuler harus
Keterampilan motorik halus dapat menunggu. Hal tersebut mengakibatkan
digunakan anak dalam mencapai anak lelah dan kurang kooperatif dalam
kemandiriannya dimana anak dapat mengikuti kegiatan stimulasi teknik
melakukan kegiatan bagi diri mereka bercerita.
sendiri terkait penggunaan jari-jari tangan
(Asmadi, 2008; Muhlisin & Irdawati, Simpulan dan Saran
2010). Hal ini sesuai dengan penelitian Stimulasi dengan teknik bercerita
yang dilakukan di SDLB AKW Kumara terbukti berpengaruh terhadap peningkatan
Surabaya dimana anak memerlukan kemapmpuan motorik halus pada anak
kemandirian dalam melakukan berbagai usia 4 – 6 tahun. Pada penelitian
aktivitas terkait dengan perkembangan selanjutnya diharapkan dapat mengukur
otot-otot dan sendi-sendi pada tangan dan mempertimbangkan faktor-faktor lain
(Yuemi, 2015). Kemandirian anak yang yang dapat mempengaruhi perkembangan
terganggu akan mempengaruhi motorik halus anak.
keterampilan dalam melakukan
aktivitasnya. Anak akan mengalami Ucapan Terima Kasih
ketidakpercayaan diri dalam Peneliti mengucapkan terima kasih
menyelesaikan suatu masalah yang muncul kepada Bapak St. Suhadi, Sp. Kep. Kom
dalam aktivitasnya sehari-hari. atas saran praktis untuk strategi
Ketidakpercayaan diri tersebut akan pelaksanaan penelitian ini.
menyebabkan ketergantungan anak pada
orang lain, dengan begitu keterampilan Daftar Pustaka
anak tidak berkembang secara optimal dan
dapat menyebabkan gangguan Abdurrahman M. Anak Berkesulitan
perkembangan motorik halus terkait Belajar. Jakarta: Rineka Cipta; 2012.
dengan penggunaan otot-otot jari tangan
(Muhlisin & Irdawati, 2010). Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan.
Adanya penurunan jumlah delay dan Jakarta: EGC; 2008.
jumlah caution sebelum dan sesudah
dilakukannya teknik bercerita, dapat Azkiya NR. Pengaruh Mendengarkan
disimpulkan bahwa stimulasi teknik Dongeng Terhadap Kemampuan
bercerita tidak hanya digunakan dalam Bahasa pada Anak Prasekolah.
menstimulasi perkembangan bahasa dan Jurnal Ilmu Psikologi Terapan.
kemampuan mendengarkan anak saja 2016;4(2):123–39. Available from :
tetapi teknik bercerita juga efektif http://ejournal.umm.ac.id [Accessed
diberikan kepada anak dalam menstimulasi 2th June 2017].
perkembangan motorik halus anak.
Dengan memberikan stimulasi teknik Hidayat A. Pengaruh Dongeng dalam
bercerita secara teratur, perkembangan Masa Kanak-Kanak Terhadap
motorik halus pada anak akan berkembang Perkembangan Seseorang. Jurnal
secara maksimal sehingga anak dapat Study Gender dan Anak.
beraktivitas secara mandiri dalam 2019;2(4):1–7. Available from:
memenuhi kebutuhan seperti makan, http://download.portalgaruda.org
minum dan menggunakan alat tulis. [accessed 10th July 2017]
Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, Volume 1 No 1, Hal 1-7, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Jawa Tengah

Hurlock EB. Perkembangan Anak. Jakarta: retardasi mental ringan. The Sun.
Erlangga; 2010. 2015;2(2):54-60. Available from :
http://fik.um-surabaya.ac.id.
Kartyasih E. Pengaruh Pendampingan [Accessed 16th Sept 2017
Terhadap Perkembangan Motorik
Kasar Dengan Melompat Satu Kaki
Pada Anak Usia 4 – 5 Tahun di Tk
Negeri Pembina Batursari. Jurnal
Ilmu Keperawatan dan Kebidanan.
2015;2(2):52-59. Available from :
http://download.portalgaruda.org.
[Accessed 16th Sept 2017]

Ling J, Catling J. Psikologi Kognitif.


Jakarta: Erlangga; 2012.

Muhlisin A, Irdawati. Teori Self Care Dari


Orem dan Pendekatan Dalam
Praktek Keperawatan. Berita Ilmu
Keperawatan ISSN 1979-2697.
2010;2(2):97–100. Available from :
http://journals.ums.ac.id [Accessed
1th August 2017].

Musfiroh T. Menumbuhkan
kembangkanBaca-Tulis Anak Usia
Dini. Gramedia Widiasarana
Indonesia; 2009.

Santrock. Perkembangan Anak. Jakarta:


Erlangga; 2007.

Oduolowu E. Effect of Storytelling on


Listening Skills of Primary One
Pupil in Ibadan North Local
Government Area of Oyo State,
Nigeria. International Journal of
Humanities and Social Science.
2014;4(9):100–7. Available from :
http://www.ijhssnet.com [Accessed
7th July 2017].

Sulistyawati A. Deteksi Tumbuh Kembang


Anak. Jakarta: Selemba Medika;
2014.

Yuemi CP, Mundakir. Terapi okupasi:


diorama gambar terhadap
kemampuan motorik halus pada anak

Anda mungkin juga menyukai