Lembar Kisah
Lembar Kisah 1
PROLOG 3
Sekilas Dari Arjuna 3
Sekilas Dari Andanang 9
1
balada dosmud
2
balada dosmud
PROLOG
3
balada dosmud
4
balada dosmud
Demi Tuhan, rasanya ini mau ikut melebur ditelan bumi— tapi ya
anehnya juga, kok tetap aja ada setitik haru di hati.
Arjuna gak peduli riuhnya sorak sorai saudara dan teman
sampai kue ulang tahun yang Ibu bawa. Bahkan waktu tiup lilin
sekalipun fokusnya cuma satu— ke lelakinya yang sumringah luar
biasa.
Oh, jadi ini yang bikin dia hilang seharian kemarin?
“Hehe! Aku dibantuin Arini sama Anjani! Tapi mesen-mesen
kadonya sama Dika wkwkw!”
5
balada dosmud
6
balada dosmud
Kamu itu tau gak, Na? Arjuna gak pernah bosan dipanggil begitu
itu sama kamu. Tiap ‘Mas’ yang kamu ucap, Arjuna justru seperti
sedang diyakinkan kalau kamu masih akan selalu butuh Arjuna.
“Mas keren banget! Aku tadi klepek-klepek liat mas presentasi!”
“Heleh, mosok?”
“Beneran! Seksi banget!”
“Loh ya dari dulu.”
Tertawa berdua begini, menyenangkan ya? Rengkuhan erat
kamu dan halusnya rambutmu yang gelitik ujung hidung ini akan
selalu jadi momen-momen dinanti setiap hari.
Katanya, yang jatuh tersungkur buat cinta adalah orang yang
siap dibodohi emosi metafora.
Tai kucing rasa coklat. — gak logis, gak sampai masuk ke logika
seorang lelaki dengan pahatan luka cinta pertama masa remaja.
Cinta sewajarnya, supaya gak jatuh.
Begitu awalnya … sampai kemudian Andanang Lazuardi hadir
dan bawa batas logikanya jatuh ke dasar. Arjuna gak suka
meromantisasi sesuatu, tapi kalau soal peluk, mungkin jadi satu
pengecualian.
Peluk kamu begini ini, seperti satukan degup jantung yang
meski sudah seirama sekalipun tetap harus selalu diajak tukar
dengar. Supaya kalau salah satunya mulai gak bergemuruh riuh,
bisa kembali dipantik dan disamakan riuhnya sebagaimana
awal-awal cinta itu terbentuk.
7
balada dosmud
Na, Mas itu gak sempurna … tapi kamu selalu berhasil buat Mas
semangat sekali ingin jadi sempurna buat kamu. Setelah ini, hari
kita masih panjang … semoga gak bosan, gak berpikir buat
tinggalkan Mas sendirian ya. Semoga, ya?
***
8
balada dosmud
9
balada dosmud
10
balada dosmud
11
balada dosmud
12
balada dosmud
13
balada dosmud
BALADA SATU:
AFTER STORY
Jika kisah pertama berhenti di ikrar janji suci. Maka kisah ini
berlanjut dengan buka lembar kisah baru soal biduk kehidupan
rumah tangga Arjuna dan Andanang.
14
balada dosmud
Intro: sendiri
Bogor, Jawa Barat.
“Mas! Bentar!”
“Ayo cepet, Dek.”
Nanang ini padahal ya udah tau kalau jalan ke jakarta di jam
berangkat kerja begini ini macetnya kayak apa, tapi kok ya sempet
gitu telat. Bukan apa-apa, soalnya ya ini Arjuna sama Nanang
berangkat bukan buat jalan-jalan— tapi Arjuna ada jadwal kelas
umum di satu fakultas musik di satu institut seni di jakarta pusat.
Pengantin baru setahunan ini pilih pindah tinggal ke bogor
karena memang Arjuna gak lagi perlu mobilitas tinggi di Jakarta
sebagaimana S3 kemarin. Pilih tinggal di sau perumahan yang cuma
beda blok sama rumahnya Reza Dewangga sekeluarga—
hitung-hitung supaya Nanang ada teman kalau sendiri di rumah.
“Dek. Heh ini udah jam berapa kok ya kamu itu masih bisa
cengengesan.”
Jarak jakarta bogor kalau sesekali tuh gak masalah— yang jadi
masalah, kadang ini nih … bikin telat.
“Bentar ngapa ih kaga sabar amat.”
Hobi baru Nanang sejak menikah sekarang bertambah: ikut
Arjuna kemana-mana. Mumpung belum banyak beban hidup nih gua!
Beban hidup apa? Ya nanti juga tau, ikuti aja ceritanya.
Ikut Arjuna juga ya gak setiap hari. Paling sering nih, kalau ada
kelas kuliah umum begini. Acaranya biasa di auditorium fakultas.
15
balada dosmud
16
balada dosmud
17
balada dosmud
Setahun lebih lewat dari kali pertama mereka ucap janji suci
pernikahan. Satu tahun yang lucu banget! soalnya mereka sekarang
udah resmi jadi sepasang yang punya status ‘menikah’.
Bayangan Nanang nih, ya. Nikah itu seru, soalnya pasti bisa
terus bareng Arjuna dari pagi sampai pagi lagi. Bisa dapat guyuran
cinta yang makin lebih berani dibanding sewaktu belum resmi.
Itu bayangan ya, beda sama realita yang justru terjadi.
‘Kamu itu apa gak bisa handuk di taroh jemuran langsung?’
‘Lah? Ngapa si Mas? kaga basah engga itu.’
Setiap harinya, ada aja hal kecil yang buat perdebatan.
‘Mas! lampunya jangan gelap-gelap dong.’
‘Keterangan kalo tak naikin lagi. Wes tah, orang tidurnya juga ndak
sendiri. Sama aku ini.’
Iya, Nanang sama Arjuna bukannya makin manis berkata-kata,
tapi makin nemu aja bahan buat diadu pendapat. Gak sampai
berantem sih, paling sendal spongebob Nanang aja melayang.
But, it’s ok! Kalau kata Arjuna, ini namanya realita pernikahan.
Gak melulu manis kayak di drama korea, tapi juga gak sedramatis
sinetron tv ikan terbang.
Mungkin kalau ditanya apa bedanya sebelum dan sesudah
menikah, maka jawaban yang pasti Nanang ucap itu ya sumbu
masalah yang bukan cuma dari mereka berdua— tapi banyak. Mulai
dari keluarga, pekerjaan bahkan sampai kebiasaan-kebiasaan kecil
yang Nanang sendiri gak nyangka itu bisa jadi sumber masalah.
18
balada dosmud
19
balada dosmud
Bahagiaku, Ya Kamu.
Nanang itu paham kok, kalau bakat dari dirinya ini cenderung
pada hal-hal yang bersifat bebas dan menyenangkan— berbisnis,
bercerita, berkarya— bukan sibuk tenggelam pada jurnal ilmiah
apalagi konferens yang wajib kuras tenaga dan pikiran begini.
“Gila ya, kalo S3 ya apa gak masuk rumah sakit jiwa ini gua.” Ya
meski mendumal juga tetap aja masih sambil baca buku dan ketik
makalah yang deadlinenya tinggal besok.
S2. Magister.
Nanang mau jadi dosen kah? Jelas jawabannya — gila aja. Mana
mungkin. Gak pernah ada terbesit satu kalipun di benak kecil
Andanang Lazuardi buat bicara khas akademisi di depan kelas
sebagaimana Arjuna biasa lakukan.
Ini semua— pusing dan sibuknya, bukan buat apapun melainkan
satu; memperjuangkan kebahagiaannya.
Mau tau satu kisah? Iya. Kisah bagaimana bisa Nanang masuk
dunia akademik berawalan celetukan bude berkonde di malam
pertemuan keluarga besar di Malang Raya, 7 bulan yang lalu.
***
Penghujung Desember akhir yang gak mungkin Nanang lupa
seberapa campur aduk perasaannya terpojokan lewat kalimat
singkat padat menusuk bude-bude Arjuna.
20
balada dosmud
“Loh, suamine Arjuna ini cuma strata 1 tok, tah? Nyambung ndak itu
kalau ngobrol?”
Nanang gak pernah krisis rasa percaya diri. Demi apapun,
bahkan mau Arjuna sulit digapai dulu aja, Nanang percaya diri
kalau akan berhasil— tapi satu kalimat barusan, bawa rasa rendah
diri yang sekian tahun gak pernah muncul di hati Andanang itu
mendadak naik ke permukaan.
Rasanya malu, dilihat satu keluarga besar yang seperti
membenarkan ujaran tersebut. Nanang masih ingat jelas keras
muka Arjuna. Masih ingat juga bagaimana dirinya cuma bisa
genggam jemari suaminya itu supaya gak balas lontar kalimat lebih
tajam.
Kalau bukan karena Arini yang inisiatif jawab— lah buktinya bisa
menikah itu ya apa bukan tanda kalau baik-baik aja to bude? —
mungkin suasana malam itu gak akan berubah, masih tegang dan
canggung.
“Gak usah didengar, Dek.” Itu kata Arjuna setelah cuma sepi yang
terasa sepanjang perjalanan pulang ke jakarta. Nanang tahu pasti,
kalau jauh di hati suaminya itu tersinggung luar biasa.
Bagaimana gak tersinggung? Menyudutkan Nanang dari segi
pendidikan ya sama saja dengan menyalahkan Arjuna— seakan gak
becus pilih pasangan.
21
balada dosmud
22
balada dosmud
23
balada dosmud
Nanang tau, Arjuna gak mungkin semudah itu beri izin … tapi
dirinya sudah lebih dulu banyak berpikir. Ada hal-hal lain yang buat
hatinya makin yakin kalau gak ada salahnya buat coba S2— dan
Arjuna gak perlu tau detail. Suaminya ini cukup tau intinya saja.
“Mas. Aku tuh berjuang bukan cuma buat kamu kok. Buat harga
diriku, nama keluargaku,” Nanang usap pipi Arjuna sambil senyum,
“dan paling penting buat kebahagiaanku.”
Iya, Arjuna cukup tau kalau Nanang mau maju dan terima
tantangan keluarga Arjuna ya tak lain tak bukan demi bahagianya
sendiri. Padahal, harusnya Arjuna paham gak sih? Bahagianya
Nanang bukan ada pada apapun dan siapapun melainkan Arjuna.
Nanang sadar betul kok S2 ini mungkin akan buat harinya agak
lebih sibuk dan berat, tapi dibanding dua hal itu, nyatanya lebih
banyak hal baik yang bisa dia beri buat Arjuna nantinya.
“Lah, Andanang ini sekarang S2 toh?”
“Iya Bude! Hehe..”
“Wah, luar biasa, semisal bisa ya jadi dosen lah biar Masnya itu ada
yang temani ngoreksi nilai atau tukar pikiran soal penelitian dan
pengabdian.”
Salah satunya dari banyak hal baik yang Nanang upayakan,
adalah rasa tenang.
“Dek, bener mau ngobrol sama bude? tak temenin, ya?”
“Gak usah! Mas sana aja sama bapak Mas yak!”
24
balada dosmud
25
balada dosmud
“Loh, musik banyak yang dipelajari, Bude. Wah, penelitian Mas Juna
itu mahal mahal soalnya saking jarang ada yang mau neliti soal musik.
Apalagi di Indonesia …” Nanang sekali lagi bicara. Lugas jelas
tertata— bertahan demi martabat Arjuna yang jelas-jelas mau
dijatuhkan.
Ini … Ini yang Nanang maksud berjuang demi
kebahagiaannya—demi Arjunanya.
Nanang mau semua tau, kalau putusan apapun yang Arjuna
ambil dalam hidup; baik akademik, karir bahkan jodoh sekalipun,
semuanya gak bisa diukur sukses atau bagusnya cuma dari
paradigma sempit ibu-ibu yang mungkin mainnya masih kurang
jauh.
Mereka semua harus tahu, kalau jurusan yang Arjuna pilih buat
mengabdikan ilmu ini nyatanya bukanlah jurusan ecek-ecek gak
ada tujuan.
Mereka juga harus tahu, kalau jodoh yang Arjuna pilih ini bukan
berarti gak layak masuk keluarga besar cuma karena gelar belaka.
Keluarga ini, harus dapat teguran sedikit soal menilai dan
mengatur hidup seseorang, bahwa gak semua hal harus sama
seperti pola pikir yang mereka sandang.
Arjuna yang duduk di halaman belakang rumah bersama Arini
itu mungkin gak bisa dengar apa perbincangan yang ia bicarakan
bersama Bude di dalam— tapi Arjuna pasti bisa meyakini satu hal,
bahwa gak perlu kali ini lelakinya itu turun tangan.
26
balada dosmud
***
Begitulah, soal awal kenapa bisa dirinya yang paling gak suka
soal akademik ini kini sibuk bergelut dengan jurnal. Meski
stressnya ya ada sedikit, tapi cukup setimpal dengan apa yang dia
dapat setelahnya.
Keluarga Arjuna yang gak pernah lagi sudutkan dirinya di pertemuan
keluarga. Arjunanya yang luar biasa perhatian meski tetap dengan gaya
karismatik dan cuek sebagaimana lelaki ini di keseharian.
Kayak sekarang ini nih.
“Jam 11, Dek. Kok ya masih di sini.” Tegur Arjuna sembari cium
pucuk kepala Nanang pelan. Tangannya geser beberapa buku tebal
di kanan laptop buat diganti taruh air putih hangat yang barusan
diambil dari dapur.
“Tanggung. Masih dikiiit lagi.” Nanang cengengesan kecil
sambil layangkan tatapan permohonan supaya jangan ditarik dulu
ke kamar sekarang.
Arjuna gak komentar apapun lagi, tubuhnya yang berdiri di
belakang Nanang ini agak maju merapat, satu tangan bertengger di
pundak Nanang dan satunya terulur ke laptop buat geser halaman
makalah yang ia yakini disusun dari pagi gak berhenti.
Nanang dari posisi dikukung Arjuna begini cuma bisa ganti lirik
antara laptop dan muka suaminya yang serius. Sesekali gumaman
kecil soal beberapa hal juga terdengar.
“… ini bisa disingkat lagi …”
27
balada dosmud
28
balada dosmud
29
balada dosmud
30
balada dosmud
31
balada dosmud
To: Lazuardiku
Makan sama minum jangan lupa, soalnya disuapi cintaku lewat bunga
tok ya gak bikin kenyang.
Bojomu.
32
balada dosmud
Lucu kan? Duh, Nanang rela deh S2 kalau bisa cambuk Arjuna
romantis begini. Biar kata banyak ngeluhnya, gak apa-apa juga. Toh
ini semua demi kebahagiaan diri sendiri.
Soal bahagianya Andanang yang cuma ada pada Arjuna —
bahagiaku cuma sesederhana kamu bahagia kok Mas.
***
Kafe kecil dengan suasana tenang ini berisi dua yang sibuk
masing-masing di pojokan. Satu sibuk baca buku, satu lagi sibuk
mengarang bebas.
“Mas,” Nanang tutup ke bawah sedikit laptopnya, panggil Arjuna
yang cuma beri respon alis naik satu, “bantuin yang ini dong.”
Arjuna tutup bukunya, putar meja buat duduk di sebelah Nanang
yang mulai tunjuk satu persatu yang perlu ditanya. Sederhana
sebenarnya, cuma menyambung data dan kutipan ilmiah buat
dimasukan ke dalam makalah.
“Itu loh dek,” Arjuna taruh tangannya diatas tangan Nanang yang
pegang mouse, “nih, kamu hapus kalimat ini,” Arjuna blok satu
kalimat lalu dihapus, “ganti sama ini.” kali ini kursornya mengarah
ke satu kalimat yang dicopy buat ganti kalimat yang dihapus tadi.
Masih lagi banyak yang Arjuna jelaskan supaya sekalian beres
dan gak tanya-tanya terus buat hal yang sama. Arjuna ini kalau lagi
mode ngajar gini ini serius banget, padahal yang diajar ya suami
sendiri juga.
33
balada dosmud
“Bentar nih minum dulu.” Nanang ambil gelas J.Co isi Matchanya
buat diseeruput Arjuna sekilas, “ish jangan banyak-banyak!” Nanang
lepas cepet sedotan dari bibir Arjuna sambil di pukul pelan lengan
suaminya ini.
“Oalah medit e gak ketulungan.” Gurau Arjuna.
“Ih udah lanjut aja jelasin.”
Arjuna cuma kasih seringai kecil lalu lanjut bicara panjang.
“Mas, tapi emang boleh gitu? kan datanya gak nyambung gitu.”
Arjuna merunduk sambil mengernyitkan kening, “lah? ya kamu
ini kan cuma buat makalah. itu tadi data-datamu tuh memperkuat
tok.” Arjuna sentil pelan hidung lancip suaminya gemas.
Nanang manyun, tapi habis itu senyum sambil ucap — makaci! —
ke Arjuna yang cuma balas mesem-mesem. Baru Arjuna mau
beranjak balik ke kursi, tapi pinggangnya ditahan Nanang pakai
pelukan. .
“Heh, ini di kafe loh ya.”
“Ya mang napa si? ini ngecas energi dulu ini capek tau aku.”
“Heleh.”
Ya Arjuna bisa apa sih selain nurut? Lagipula kafenya juga aman
kok, gak ramai dan gak saling peduli juga.
Hari ini sebenarnya hari libur Arjuna. Sebagai suami yang baik
dan pengertian, jelas Arjuna pakai waktu kosongnya ini buat bawa
Nanang keluar dari rumah. Meski cuma ke kafe kecil dekat
34
balada dosmud
35
balada dosmud
Epilog :
“Cari apa, Pak?”
Arjuna yang lagi pegang-pegang bunga ini tersenyum kikuk,
jawab pertanyaan Mas yang jaga toko sembari melihat hamparan
bunga yang buat dia bingung ini,
“Bunga yang pualing romantis buat pasangan ini apa ya, Mas?
Bisa rekomendasikan ke saya?”
“Wah, pasangan bapaknya ini sukanya warna apa?”
“Waduh, agak random dia itu, semua warna suka.”
36
balada dosmud
“Biasanya sih bunga yang tak pernah salah tuh mawar pak.”
“Gak pernah salah?”
“Karena mawar itu perlambang cinta membara penuh gairah
pak!”
Arjuna garuk-garuk kepalanya meski gak gatal, “Walah, gitu tah.
Ya boleh lah. Satu buket ya.”
Satu buket mawar merah besar ini lekas dipersiapkan, Arjuna
sembari keliling toko bunga, lihat satu persatu isinya sambil
berpikir banyak hal di benak. Salah satunya soal suaminya yang 7
bulan sudah berkutat dengan dunia akademik.
Haah, kadangkala Arjuna ini gak habis pikir sama jalan pikiran
suaminya itu— kok ya ada aja gituloh. Katanya berjuang demi
kebahagiaan yang mana bahagianya Nanang itu ada pada Arjuna.
‘Mukaku memang biasa, tapi cintaku pada om-om luar biasa.’ —
Heran, ada aja gituloh jawabnya.
Terlepas dari hal nekat yang perlu waktu semingguan buat
Arjuna setujui itu, jujur … jauh di hati, arjuna tersanjung karena
senang rasanya mengetahui kalau kini ada yang mau membersamai
dirinya buat lawan badai apapun di kehidupan.
Arjuna, biasa apa-apa sendirian— termasuk soal berhadapan
dengan keluarga besar. Rasanya banyak hal yang mau dia utarakan
tapi sulit buat diucap. Sampai Nanang mau hadir dan bantu petakan
kalimat per kalimat yang mewakili isi hati Arjuna selama ini.
37
balada dosmud
Soal kehidupan dan pilihan. Gak ada yang salah, mau jurusan
seni yang dia ambil, mau pilih Andanang sebagai jodoh, semuanya
itu gak berhak diatur siapapun.
Arjuna sejatinya siap pasang badan kalaupun pada akhirnya
terpaksa keluarkan senjata akhir; berontak. Namun melihat Nanang
yang mau mengerti posisinya dengan berusaha mengikuti alur
keluarga Arjuna hingga berhasil tinggikan derajat keluarga kecil
mereka ini luar biasa ketuk pintu hatinya.
Arjuna merasa bahwa inilah namanya cinta— saling bahu
membahu tanpa terus memberatkan salah satunya.
Terimakasih, karena berkat Nanang yang rela terjun lagi kuliah,
Arjuna gak perlu susah-susah beradu pendapat kalau pulang ke
rumah keluarga besar.
Terimakasih, berkat Nanang dan ceria lelakinya ini, berhasil beri
satu nilai tambah yang jadi alasan lelaki ini diterima dengan baik
oleh keluarga besar— bonusnya Arjuna disanjung karena tepat
memilih pasangan.
Dari segala terimakasih yang Arjuna mau utarakan, paling
penting adalah satu; terimakasih karena dengan semua yang
Nanang lakukan ini benar-benar bawa hal baik dalam hidupnya—
Nanang berhasil, buat Arjuna bahagia.
Gak apa-apa meski selepas pulang kerja, Arjuna seperti punya
mahasiswa private di rumah yang gak cukup sejam dijelaskan soal
materi.
38
balada dosmud
***
39
balada dosmud
Soal Bercanda
Kalau benar bisa jantung pindah ke punggung, mungkin itulah
gambaran yang Arjuna rasa sekarang.
From: Na <3
Mas, pulang. Aku kecelakaan.
Gak perlu dititah dua kali, Arjuna lari— gak peduli rapat yang
baru setengah jalan, gak peduli juga muka berantakannya yang
mungkin diketawakan.
Arjuna gak peduli. Ia cuma mau cepat sampai.
Makian buat macet merayap ini lancar menguar, diselingi
usahanya telepon beberapa orang yang mungkin bisa diandalkan
buat bantu andaikata di rumah nanti situsinya jauh lebih buruk dari
yang ia bayangkan.
Dering panggilan tunggu ini sulut kesal Arjuna makin tinggi.
Lelaki ini kebingungan dan bertanya-tanya, soal apa yang
sebenarnya terjadi?
Arjuna sibuk, matanya fokus, tangannya sibuk di kemudi. Lelaki
ini seperti berpacu dengan waktu. Bahkan begitu sampai rumah
sekalipun,m Arjuna gak repot cari parkir dan memilih langsung
turun—berlari cepat ke dalam rumah gelap. Dalam benaknya cuma
satu; cepat lihat kondisi Nanang.
“Dek! Kam—”
“TARAAAA! HAPPY BIRTHDAY!”
40
balada dosmud
41
balada dosmud
“Mas dengerin aku dulu kenapa sih? Aku tuh bukan niat
bohongin, Mas! Aku tuh cuma bercanda aj-” Berhenti, kalimat
Nanang tertahan di batas tenggorokan begitu tangkap Lirikan mata
tajam Arjuna yang jauh lebih sengit dari keseharian.
“Apa katamu barusan?” Selak Arjuna cepat sambil menyeringai.
“B-bercanda.”
“Andanang Lazuardi,” Lelaki ini berdiri, perhatikan seisi
ruangan yang penuh dekorasi sambil mendecih pelan lalu paku
netra Nanang sedetik kemudian, “Bercandamu gak lucu.”
Arjuna berjalan terburu-buru ke kamar yang diekori Nanang di
belakang. Ia dengar namanya dipanggil-panggil sampai kemudian
samar begitu pintu kamar tertutup dan ganti suara pukulan pintu
dari luar.
“Mas! Denger aku dulu!”
Arjuna gak peduli. Ia merosot duduk bersandar pintu. Pijat
keningnya sambil atur nafas pelan.
“Mas …” Bahkan mau Nanang merengek sekalipun, Arjuna gak
peduli.
“Mas akutu—”
Brak!
Nanang terkesiap mundur selangkah dari pintu. .
Arjuna berdiri. Buka pintu dan berhadapan langsung dengan
lelaki yang sepertinya mulai sadar kalau situasinya ini sudah luar
biasa serius.
42
balada dosmud
43
balada dosmud
44
balada dosmud
45
balada dosmud
Jadi begitu lihat Arjuna marah dengan vokal menggebu ini, Reza
yakin kalau marahnya Arjuna jelas gak main-main.
“Aku titip dia ke rumahmu bukan apa-apa, aku cuma manusia
biasa yang bisa emosi. Aku takut kasar, takut lepas kendali kalau
ada Nanang, tapi juga kalau aku yang pergi dari rumah, sama aja dia
yang sendirian dan aku sama sekali gak bisa tenang.”
Reza mengangguk pelan, bersandar di jok dan ikuti arah mata
Arjuna mengarah.
“Mau berapa hari?”
Arjuna alih tatap sekali lagi, ke jendela kamar tamu rumah
keluarga Dewangga yang ada siluet satu lelaki duduk di jendela.
“Sampai kepalaku cukup dingin buat bicara. Sampai kepalanya
dia cukup sadar buat telaah mana salahnya.”
Iya, sampai keduanya siap.
***
46
balada dosmud
47
balada dosmud
Aku sayang sama Mas. Sayaaang banget. Aku kalo gak sama mas,
bagai taman tak berbunga. Terus hidup sama aku ya! Kalo bosen bilang,
awas aja ngilang. Gua gibang lu. :p
48
balada dosmud
“Mas?”
Arini jauh kenal Arjuna— dan netra lelaki di hadapannya ini
jelas siratkan satu hal; kekecewaan.
***
“Ya aku kalau jadi Arjuna juga pasti kecewa, Dika.” Reza duduk
di kursi makan sebelah suaminya, senyum sambil genggam jemari
ini hangat.
Jelas Arjuna kecewa. Cinta lelaki itu sudah sampai di titik kalau
ada yang lukai Nanang maka Arjuna balas tanpa ampun — dan
sayangnya kali ini Nanang sendiri yang lukai hati Arjuna.
“Aku bingung, Bang. Nanang gak mau keluar dari kamar. Dia di
dalem juga cuma diem.”
“Dika …” panggil Reza pelan, “kamu jangan ikutan pusing ya, toh
Arjuna sama Nanang cuma butuh waktu kok.”
Sepasang ini cuma bisa bantu begini saja, karena Arjuna kalau
sudah A ya gak bisa tetiba berubah jadi B. Kalau Arjuna bilang
kecewa maka benar-benar kecewa berat.
Nanang juga sangat amat mengerti.
Lelaki yang sejak siang tadi cuma bisa menangis sendirian ini
kini terpekur dalam lamunan. Usap layar handphone yang sepi
sekali, gak ada satupun pesan dari Arjuna
“Kamu nginep di rumah Dika. Kita perlu waktu buat sendiri.”
49
balada dosmud
Nanang kalau ingat lagi sekeras apa muka Arjuna. Setegas apa
kalimat lelakinya itu, maka sakit hatinya juga terasa lebih lagi.
Nanang meski mengakui caranya salah, tapi sebagian hatinya
juga maunya meminta— tolong pahami kalau Nanang begini ini
buat Arjuna.
Nanang berhari-hari siapkan kejutan buat Arjuna. Beli
semuanya diam-diam sendirian. Rumah yang semula polos juga
dihias ramai itu dari pagi sampai kemudian selesai sejam sebelum
Arjuna datang.
Nanang cuma mau rayakan hari lahir suaminya. Maaf kalau
caranya gak bisa diterima Arjuna, tapi demi tuhan … Nanang gak
bermaksud menyepelekan hati Arjuna.
Pahamnya Nanang, mereka ini memang kalau bercanda gak
pernah ambil pusing. Mau sama-sama saling roasting sampai malu
juga gak apa-apa. Jadi Nanang pikir, beri kabar kecelakaan supaya
Arjuna cepat pulang gak akan berakhir sampai separah ini.
Nanang masih belum sampai ke penerimaan kalau dirinya
dibentak siang tadi. Belum sampai ke titik rela ditinggal sendiri di
sini.
Entah sampai kapan Arjuna mau beri jarak, Nanang gak tau
pasti. Semoga sampai hari itu tiba, Nanang juga sudah bisa
melupakan sakit hatinya. Mengakui kesalahannya dan kembali jadi
mereka yang biasanya.
***
50
balada dosmud
51
balada dosmud
“Gak laper.”
“Lu malem ga makan.”
“Gak laper.”
Nanang beringsut. Merebah dari tidur yang sebelumnya
menghadap tembok. Buka selimut buat tatap Dika.
“Lu ga tidur ya semaleman?”
“Gak bisa.”
“Mas juna ada ngabarin elu gak?”
Lagi-lagi cuma dijawab gelengan. Dika hela nafas, mengulum
senyum dan tepuk-tepuk punggung tangan Nanang, “Butuh waktu
pasti. Sabar aja, lagian Mas Juna chat Abang tiap jam makan koo
nanyain kabar lu.”
Nanang tersenyum miris, beringsut duduk dan bersandar di
kepala ranjang. Lelaki ini mendongak dan terpejam. Hela nafas
berat.
“Dik, gua salah banget ya?”
“Cara lu yang salah. Itu aja.”
“Kenapa Mas lama banget maafin gua ya …”
“Kita gak tau, Nang … sepanik apa trus apa aja yang Mas juna
melewati waktu belum tau kabar kecelakaan yang lu kasih itu cuma
bercandaan.”
Nanang buka matanya, tatap langit-langit kamar sambil berpikir
ke banyak yang penuhi kepalany sejak semalam.
“Gua baru kali ini liat dia marah, Dik.”
52
balada dosmud
“Serem gak?”
“Banget.”
Dika hela nafas, “harusnya ini juga tanda, Nang. Kalo marahnya
Mas Juna gak sembarangan. Beliau itu orangnya sabar, tapi kalo
sampe marah begini ya berarti cintanya dia ke elu besar banget.”
Nanang meringis, usap setitik airmata yang lagi-lagi jatuh, “gua
dimaafin gak ya …,” tenggorokan lelaki ini tercekat, “gua sadar
sekarang. Salah banget emang.”
“Mas Juna tuh lagi marah aja sempet mikirin elu anjir nang.
Padahal bisa aja beliau keluar rumah, pergi tinggalin elu sendiri—
tapi beliau lebih milih titip elu ke sini. Supaya elu gak sendirian.”
“Udah ah, Dik. Gua jadi mau nangis lagi nih. Capek gua.”
“Yaudah lu makan dulu gih. Gua biar ada laporan ke Abang.”
Dika tepuk pundak sahabatnya ini sambil pamit keluar.
Cuma soal waktu, sampai Andanang dan sepi kamar tamu
menyadarkannya soal marahnya Arjuna yang amat sangat
beralasan.
Amarah yang meski buat Nanang terluka tapi juga
menyadarkannya seberapa hebat cinta yang Arjuna simpan. Mas,
aku mau pulang …
***
“Nanang makan kok, sering ngobrol juga sama Dika.” Jelas Reza
sambil gigit pisang goreng yang disuguhkan Arjuna.
“Ya baguslah.”
53
balada dosmud
“Gimana?”
“Apanya?”
“Ya kamu, Jun. Siap ketemu gak?”
Siap gak? Belum tau. Arjuna masih menenangkan hati supaya
kalimatnya waktu bicara berdua gak meninggi.
“Nanang sering nangis.”
Arjuna tengok Reza yang tatap dirinya serius, “maksudmu?”
Reza senyum, “gak maksud gak menghargaimu, Jun … tapi
jangan kelamaan lah ya. Nanang kamu tinggal dalam kondisi kamu
marah besar itu ya dia pasti kebayang terus. Pasti gak enak tidur
kepikiran salahnya dan juga kepikiran kamu. Aku takut, kalau
kelamaan malah gak baik buat psikisnya.”
Reza tepuk pundak Arjuna, “kompromi itu berarti sama-sama
mengerti. Nanang mengerti kamu butuh waktu, tapi kamu juga
boleh lah ya coba ngerti kalau Nanang ini bukan tipe yang suka
masalah didiamkan agak lama begini. Ibarat anak kecil suka dapat
kado, eh kadonya ditahan orangtua buat dibuka minggu depan.
Kira-kira tidurnya nyenak gak?”
Kalimat Reza semoga berhasil buat dua sejoli ini bertemu dan
bicara. Karena jujur, Reza rasa ini sudah kelewat lama. Lima harian
dan Arjuna sama sekali gak berniat jemput Nanang.
Reza paham posisi Arjuna, tapi terlalu lama juga gak baik. Gak
ada satupun orang yang suka didiamkan apalagi Arjuna ini sampai
pisah rumah.
54
balada dosmud
***
Kalau diingat-ingat lagi, ini kali pertama Arjuna marah besar.
Arjuna juga kini berpikir ulang, seseram apa mukanya kemarin ya?
Sekeras apa gebrakannya di pintu sampai buat Nanang diam itu?
Arjuna bukan mau lari dari masalah, tapi Arjuna sadar kapasitas
dirinya yang kalau sudah marah kadangkala luar biasa seram.
Arjuna juga perang batin, antara mau lampiaskan egonya atau jaga
jangan sampai sakiti hati suaminya lebih deri sekedar kemarin.
Kalimat-kalimat Reza sampai ke hatinya.
Buat dua harinya ini mencoba terus diam dan berusaha
memaafkan. Arjuna boleh kecewa, tapi kalau harus tunggu
kecewanya hilang juga terlalu lama.
Jadi semoga hari ini, amarahnya gak lagi tersulut. Mulutnya
sudah lebih bisa bijaksana buat berkata-kata kata dan perilakunya
sudah bisa kembali halus buat beri Lazuardinya pelukan. Semoga ya.
***
Nanang baru selesai mandi dan berpakaian begitu Dika masuk
dan duduk di sebelahnya dengan wajah serius. Nanang tanya lewat
isyarat kening mengerut.
“Ada Mas Juna di depan,” Dika pegang pundak Nanang yang
tiba-tiba menegang, “mau ketemu, gak?” Dika naikan alis minta
respon Nanang yang berakhir dijawab anggukan.
Dua lelaki yang sudah sekian hari berpisah ini. Sejatinya
sama-sama berdebar dibalik tembok yang pisahkan mereka.
55
balada dosmud
56
balada dosmud
Arjuna gak juga buka suara. Cuma usap dagu Nanang dengan
jempol perlahan, seperti tunggu sesuatu.
Nanang teguk ludahnya sebelum terbata panggil,
“M—mas ..”
Arjuna cuma naikan alis dan berdehem pelan. Tangan Arjuna di
dagunya lepas. Ganti bersedekap dada sambil tatap dirinya.
Nanang gak mau ulang hari Arjuna marah kemarin. Cukup
sekali ia ketakutan. Sekali saja. Sekarang tolong sudahi. Nanang
gak kuat.
“Maaf ..”
“Buat?”
“Aku bercandain mas.”
“Kamu juga biasanya bercandain Mas. Kenapa sekarang minta
maaf?”
Arjuna ini bukan berbeli-belit. Arjuna cuma mau pastikan kalau
semua ini— marahnya, tegas sanksinya— ini sampai ke Nanang
soal bagian mana yang jadi permasalahan dan gak terulang.
“Soalnya aku bercandanya kelewatan.”
“Kelewatan karena?”
“Bawa-bawa kecelakaan.” Suara Nanang sudah tercekat. Rasanya
seperti bocah kecil yang diinterogasi ibu akibat gak bawa pulang
kotak makan.
“Sudah mengerti berarti kalau yang aku permasalahkan di sini
adalah caramu yang bawa-bawa celaka?”
57
balada dosmud
Nanang mengangguk.
“Paham juga kalau aku gak sama sekali permasalahkan kejutan
ulang tahun dari kamu?”
Nanang mengangguk sekali lagi. Arjuna lirik tangan suaminya
yang mengepal erat dan sesekali bergerak gugup.
Hela nafas berat ini tanda kalau Arjuna sudah merasa cukup
dengan semua pengakuan dan refleksi diri suaminya ini.
Arjuna genggam jemari lelakinya, ditarik pelan buat masuk ke
pelukan. Nanang kaku sekali. Gak seperti biasanya yang akan
langsung bersandar penuh ke Arjuna. Mungkin takut, mungkin juga
segan. Sangat beralasan tapi tetap cubit sebagian hatinya Arjuna.
“Mau peluk, ndak? Ini kok jauh.” Arjuna coba cairkan suasana
yang tegang betul ini. Dan ya lumayan. Suaminya bergerak masuk,
rengkuh tubuhnya erat sekali. Sembunyi di ceruk lehernya tanpa
kata. Cuma dada naik turun cepat dan nafas memburu— tanda
kalau ada banyak emosi di hati lelaki ini.
Arjuna gak ucap apa-apa. Cuma bantu usap punggung sempit ini
supaya jangan takut. Nanang rasa kabut tipis di matanya. Mau
sekali menangis, tapi rasanya gak pas kalau sekarang. Arjuna pasti
bingung nanti. Apalagi ini di rumah orang. Begini saja cukup.
Arjuna bingung Nanang tiba-tiba lepas pelukan.
“Mas, tapi aku mau ucapin selamat ulang tahun boleh gak?”
Nanang teguk ludahnya, matanya meski kadangkala lari dari sorot
tegas Arjuna ini tetap berusaha terlihat tenang.
58
balada dosmud
59
balada dosmud
ya? Nanang gak masalah soal Arjuna yang galak dan tegas— tapi
jangan ada lagi salah paham begini.
“Dek.”
“Entar dulu.”
Nanang rengkuh lebih erat Arjunanya. Coba sampaikan maafnya
lewat bisikan pelan yang Arjuna resap dalam diam.
“Maaf mas ..”
“Iya …”
“Gak mau ditinggal lagi.”
“Iya …”
“Gak suka ditinggal ..”
“Ya Mas juga gak bermaksud ninggalin. Kita butuh waktu. Mas
butuh tempat buat tenang. Bukan tak tinggal gitu aja toh?” Arjuna
hela nafas berat, usapan tangan besarnya di punggung sempit ini
memelan. Dalam pejam mata, Arjuna bicara, “Mas kalau gak sayang
kamu, gak mungkin begini.
Kalau Arjuna gak sayang Nanang. Pasti kemarin marahnya gak
akan ditahan-tahan. Pasti juga Arjuna pilih pergi dari rumah tanpa
titip Nanang ke rumah Reza dan biarkan lelaki itu sendiri di rumah
tanpa penjagaan dan pengawasan.
Nanang mengangguk. Dibawanya Arjuna merebah. Nyamankan
posisi buat berpelukan dalam posisi yang lebih nyaman.
60
balada dosmud
“Tidur dulu, bentar Mas. Aku dari kemaren gabisa bobo.” Lelaki
ini sayup-sayup terpejam dan kali ini dijamin tidur tanpa
gangguan— karena Arjunanya ada di pelukan.
Kicau burung dan semilir angin dari jendela yang terbuka ini
buai Nanang ke peraduan. Beri ruang buat Arjuna tatap wajah ini
tanpa harus berusaha pura-pura tegas.
Jemari besar ini sisir helai rambut halus yang berantakan tertiup
angin lembut. Usap kantung mata yang sedikit lebih gelap dari
biasanya lalu beri ciuman kecil di pucuk hidung cintanya.
Haaaah, jangankan Nanang, Arjuna juga sama. Gak bisa tidur dari
kemarin. Jadi, gak apa-apa. Ayo tidur dulu sebentar.
Dalam mata terpejam, Arjuna resapi eksistensi lelaki yang
beberapa hari ini absen dari sisinya
Mas juga minta maaf, Na.
Maafnya Arjuna ini karena harus buat kamu tidur sendirian
ketika Arjuna tau benar kamu gak lagi biasa tidur sendiri setelah
menikah.
Maafnya juga buat sakiti hati kamu meski itu semua beralasan.
Maaf karena berakhir buat kamu susah tidur berhari-hari. Tidur
dulu ya. Gak tak tinggal habis ini. Tak bawa pulang.
Na, Arjuna itu sayang kamu. Juga cinta sekali sama kamu. Rasa
sayang yang luar biasa sampai kalau soal kamu itu sama sekali gak
bisa dianggap bercanda.
***
61
balada dosmud
62
balada dosmud
63
balada dosmud
64
balada dosmud
65
balada dosmud
66
balada dosmud
“Mas!”
Terimakasih buat peredam suara yang Arjuna pasang sejak awal
di kamar. Jadi gak perlu khawatir heboh suaminya yang
menggelinjang keenakan ini kedengaran keluar.
Ah, cinta itu memang punya banyak cara buat ditunjukan,
termasuk pergumulan hangat seperti yanh Arjuna san Nanang
lakukan ini—yang entah sampai kapan baru selesai.
Satu episode rumah tangga soal bercandanya Nanang yang
kelewatan ini dicukupkan di sini. Semoga gak terulang dan jadi
pelajaran berharga ya!
***
Epilog:
Ini kayaknya bukan cuma perasaan Arjuna aja. Arini juga rasa
hal yang sama— soal Nanang yang jaga jarak. Beberapa kali kaget
kalau berpapasan sama Arjuna. Beberapa kali juga bingung kalau
bicara.
Nanang ini, takut ya?
Arjuna diam di ruang tamu ini sambil perhatikan suaminya yang
oles roti buat sarapan. Kalau biasanya, pasti gak cuma diam begitu
alias ada aja yang diomong.
Arjuna menyeringai, sekelebat ide muncul di kepalanya. Wah ini
harus dinyalakan tombolnya ini. Wes kelamaan off.
67
balada dosmud
68
balada dosmud
69
balada dosmud
70
balada dosmud
“Dek, ada yang mau kamu koreksi gak buat kegiatan malem kita itu?”
Nanang bertanya, koreksi bagaimana? Lah orang Nanang terima
enaknya aja kok. Jadi jelas gak ada. Mulanya Arjuna seperti ragu
utarakan, tapi kemudian jujur bilang kalau,
“Aku bosen sebenernya, semisal tak kasih variasi yang gak kaya
biasanya, mau ndak?”
Dari situlah awal mula kenapa Nanang bisa punya banyak
kostum buat ‘main’. Mulai dari pelayan, asisten sampai
kucing-kucingan. Semuanya Arjuna yang pilih.
Katanya, ini namanya roleplay.
“Gak sembarangan, Dek. Kayak begini ini kita seperti jadi orang lain.
Kayak kemarin bos-sekertaris itu, tensinya berubah. Kerasa ndak?”
Iya, permainan pertama mereka adalah Bos—Sekertaris yang
diprakarsai Arjuna. Ceritanya soal sekretaris yang salah dalam
bekerja dan dihukum bos sampai cuma bisa memekik kencang
keenakan.
Gak sembarangan, karena seperti ada alur cerita di dalam
percintaan. Nanang merasa gak bisa protes apalagi sembarangan
dititah Arjuna— karena di sini posisinya adalah sekertaris.
Kalau ditanya bagaimana rasanya, jelas cuma satu kata; luar
biasa. Nanang ingat bagaimana dirinya dicengkram erat, ditidurkan
di meja juga dihentak diatas pangkuan Arjuna yang duduk di kursi.
Terlebih waktu dasi yang dililit ke lehernya ditarik sampai agak
tercekik dan baru dilonggarkan begitu Nanang memohon.
71
balada dosmud
72
balada dosmud
73
balada dosmud
Hari lelah ini gak lagi berasa, tertutup sama indah rupamu yang pasti
hantarkan mimpi indah sampai besok pagi terbangun dan kembali ke
realita.
***
74
balada dosmud
75
balada dosmud
“Ya mainanku udah tak pakai semua, biar ada variasi lah.” Jelas
Arjuna sambil tipiskan sudut abu rokok di asbak.
Jam 13.00 sudah masuk. Waktunya dua Doktor muda ini kembali
ke seminar yang baru berakhir sore nanti. Wah, gak sabar Arjuna.
Semoga sore gosend nya udah sampai rumah.
***
“Hah? Paket apaan ini?” Nanang ambil paket dari depan rumah,
jalan masuk kamar sambil cek deskripsi paket yang kalau
deskripsinya gak tertulis, sudah pasti barang dinas.
Mas Juna
76
balada dosmud
77
balada dosmud
78
balada dosmud
79
balada dosmud
80
balada dosmud
81
balada dosmud
Wow, jadi takut— tapi excited juga. Kira-kira apa yang bakal
Arjuna lakuin hari ini ya?
82
balada dosmud
83
balada dosmud
84
balada dosmud
85
balada dosmud
nyatanya tetap harus rasa satu virus paling mereka hindari. Iya,
Covid - 19. Sakit yang katanya cuma punya dua pilihan; bertahan,
atau berpulang ke Tuhan
***
Arjuna gak pernah menyangka, kalau akan tiba harinya wabah
ini sampai ke orang terdekat. Padahal kalau mau ditelisik lebih jauh
sepanjang beberapa bulan terakhir, Arjuna berada di tingkat yang
cukup waspada sejak awal pandemi ini merajalela.
Bukan cuma karena kesehatan pribadi, tapi di sisinya ada satu
orang yang andaikata terjangkit maka beban sakit yang diterima
juga berkali-kali lipat.
Covid ini virus, menyerang paru-paru. Sementara Nanang
pengidap Asma akut— masuk dalam jajaran komorbid yang harus
dijaga ekstra kuat.
‘Jalan-jalan kemana? Maskernya dobel dek.’
‘Sek, bajumu diganti dulu. Baru dari luar.’
‘Dek, vitaminnya jangan kelewat, bagus itu buat imun tubuh.’
Arjuna detail jaga suaminya. Hand Sanitizer di setiap pojok
ruangan. Alat cuci tangan baru yang terpasang di depan halaman.
Pembersih dan pelembab udara juga sudah tertempel di ruangan.
Arjuna kalau sudah perkara kesehatan, jelas gak main-main.
Sayangnya manusia, cuma bisa berencana dan menjaga.
86
balada dosmud
87
balada dosmud
88
balada dosmud
89
balada dosmud
90
balada dosmud
91
balada dosmud
92
balada dosmud
93
balada dosmud
94
balada dosmud
ketika jelas tahu kalau sampai sana juga gak akan bisa bertemu
Nanang.
Arini bukan gak menghargai jerih payah Arjuna, tapi apa
bedanya kalau nanti Arjuna sama-sama tumbang?
Arini sudah ambil bagian bantu Arjuna di beberapa hal, tapi
tetap gak diizinkan buat bantu soal hal yang berhubungan dengan
Nanang. Setingkat ganti buat follow up ke rumah sakit juga Arjuna
maunya diri sendiri, enggan digantikan.
“Mas, apa gak baiknya kabari keluarga di Malang atau Bekasi?”
“Nanti aja.” Arjuna lap bibir pakai tisu. Beranjak buat pergi.
“Mas?”
Arjuna berhenti. Dari posisi belakangi Arini begini ini, ia cuma
bisa hela nafas dan berkata final, “kalau sikon sudah tenang, nanti
tak kabari.”
Arjuna punya alasan sendiri kenapa mau urus suaminya tanpa
libatkan siapapun.
Arjuna ini cuma meminimalisir banyak hal yang buat situasinya
makin rumit. Melibatkan keluarga, berarti ada banyak kepala yang
juga akan beri pendapat dan pemikiran terbaik masing-masing soal
penyembuhan Nanang.
Arjuna bukan meragukan, tapi ia juga manusia yang cuma punya
dua telinga buat mendengar dan satu kepala buat menimbang
keputusan.
95
balada dosmud
96
balada dosmud
97
balada dosmud
98
balada dosmud
99
balada dosmud
100
balada dosmud
101
balada dosmud
102
balada dosmud
103
balada dosmud
***
Situasinya semakin memburuk. Kabar-kabar gak mengenakan
itu silih berganti datang. Arini cuma bisa menghela nafas melihat
betapa keras kakak tertuanya ini bergerak.
“Keluarga Andanang? Ini obat yang harus ditebus …”
“Keluarga Andanang? Berdasarkan keterangan, hari ini kondisi paru
masih berat …”
“Keluarga andanang?”
Masih banyak lagi. Arjuna seperti setrika yang mondar mandir
kesana kemari. Apotek—resepsionis—atm— rumah. Berulang terus
begitu tanpa pernah dapat satu berita yang buat hatinya lega.
“Sampai saat ini saturasi suami anda masih dibawah sekali,
beberapa alat bantu sudah kami pasang, tapi ini adalah kondisi
paling rendah setelah sekian hari kebelakang, Pak.”
Ya Tuhan … Rasanya muak.
kalimat dokter ini bersahutan dengan Carut marut berita covid
yang justru marak hadir ditengah dirinya yang terus memupuk
harap buat kesembuhan Nanang. Sejak kondisi kesehatan Nanang
dikabarkan menurun, rasanya raga Arjuna seperti dipaksa berpacu
dengan dua hal; waktu dan kesempatan.
104
balada dosmud
***
Ada alasan soal kenapa Arjuna gak menganggap remeh
kesehatan. Juga alasan kenapa Arjuna juga selalu rajin ajak
keluarga dan orang tercinta buat cek setidaknya 6 bulan sekali.
Bukan karena apapun melainkan Arjuna enggan kalau penyakit
jadi sebab perginya orang orang tersayang.
Arjuna berusaha, buat gak punya urusan lebih dengan rumah
sakit selain check up atau sekedar penanganan pertama.
105
balada dosmud
106
balada dosmud
‘Mas, bapaknya tidak bisa dihubungi ya? Ini perlu keputusan apa
Adiknya mas harus masuk ICU atau tidak.’
Dulu, Arjuna gak bisa ambil keputusan langsung soal
penanganan sang adik karena umurnya masih belum cukup dewasa.
Jadi kali ini, mau sampai titik darah penghabisan sekalipun,
Arjuna terjang supaya Andanangnya terselamatkan.
Berat .. berat sekali yang harus Arjuna lewati sembari mengurus
Nanang begini— karena sama saja sengan mengundang lagi
memori-memori sakit hati dahulu.
Arjuna bukan cuma pernah sekedar kehilangan, lelaki ini juga pernah
disalahkan.
Arjuna ini bawa rasa bersalah yang gak berdasar sepanjang
umurnya. Sekedar kalimat penenang apalagi wejangan dari Arini
juga gak akan mempan.
Karena Arjuna kini bukan hanya sekedar mengusahakan
kesembuhan seseorang, melainkan melengkapi kepingan-kepingan
dari gagalnya Arjuna jaga Aksara dahulu itu.
Mas, kematian Aksara dulu itu bukan salahmu.
Arini baru mau kembali ke rumah sakit setelah bereskan
beberapa keperluan yang Arjuna butuh, sampai telepon berdering
dan begitu kalimat Arjuna selesai, detik itu juga Arini banting setir
ke bekasi— ke rumah seorang ibu yang lahirkan Andanang.
***
107
balada dosmud
108
balada dosmud
109
balada dosmud
***
Tiap detik dan menit yang lewat, rasanya seperti berpacu antara
hidup dan mati. Arjuna di kamar hotel sebelah rumah sakit ini
cuma bisa terpekur di kasur. terpejam buat redam berisik kepalanya
yang makin jadi.
Setelah ditenangkan Bu Ayun, akhirnya Arjuna berani utarakan
soal soal kenapa Arjuna gak hubungi siapapun sejak awal Nanang
dirawat— dan dari semua cerita lelaki ini, terangkum Bu Ayun tarik
kesimpulan kalau Arjuna ini gak salah, lelaki ini cuma takut.
110
balada dosmud
111
balada dosmud
Satu tetes airmata yang jarang-jarang hadir ini luruh jatuh dari
mata yang sejak tadi terpejam. Riuh jatuhnya bak hujan tengah
malam tadi.
Na, kamu itu kuat … ayo bertahan … tolong.
Arjuna cuma bisa bicara pada angin. Berharap disampaikan
harapnya dan didengar seisi bumi buat diaminkan. Semoga kalimat
pengharapannya ini sampai, buat kuatkan satu yang terengah
berjuang antara hidup dan mati di ruang ICU sana.
Di dalam ruang sepi gedung rumah sakit yang riuh bunyi mesin
sahut-sahutan.
Nanang mungkin terpejam, tapi seperti sadar dan tidak, di
dalam benak lelaki yang bertumpu hidup pada keajaiban ini ada
banyak skenario berjalan.
Nanang cuma mau pulang … mau bertemu Arjunanya dan kembali
hidup bersama.
Tolong jangan buat ruang bau obat ini sekali lagi jadi luka.
Arjuna gak perlu lagi rasa kehilangan dan tanggung perasaan
bersalah buat hal yang sebenarnya jauh diluar kuasa lelaki itu.
Katanya, cara terbaik mencurangi takdir adalah dengan mempercepat
perelaan. Iya, katanya begitu — karena ujian hidup memang
diperuntukan buat menguji seberapa besar sabar dan rela manusia.
Arjuna sudah berusaha merelakan, memasrahkan diri buat yang
terbaik bagi suaminya. Ego lelaki yang sejak kemarin masih tinggi
sekali kalau bisa lebih hebat dari kehendak semesta ini kini
112
balada dosmud
113
balada dosmud
Begitu hasil uji lab dinyatakan negatif, detik itu pula Arjuna
berlari ke satu ruang rawat VVIP yang berisi Lazuardinya
sendirian.
Arjuna medekat, usap-usap kening lelakinya sambil dipanggil
pelan, “Dek .. sayang …” mata lelaki ini masihlah awas dan waspada,
baca air muka yang masih tak bergeming waktu dipanggil pelan.
“Dek, ini mas.” Panggil Arjuna lagi.
Gerak. Bulu mata lentik ini bergerak seiring mata Nanang
mengerjap dan terbuka perlahan. Nanang buka mata, seperti
ketakutan— takut kalau lagi-lagi cuma bangun dan temukan diri ini
sendirian.
“Dek?”
Tapi kali ini, Nanang gak sendiri …
“Mas ..” pelan, pelan sekali seperti habis tenaga buat sekedar
bicara. Jemari Arjuna yang pijat kening cintanya ini merambat
turun ke pipi, ditangkup sambil masih coba tanya hal-hal dasar—
soal apa ada yang sakit? Atau butuh sesuatu?
Nanang rasa netranya mengembun sampai gak jelas lagi rupa
Arjuna. Membaur bersama luruh airmata yang kali ini jatuh sebagai
tanda lega hatinya.
“Mas …” Panggilan ini seperti sampaikan, kalau Nanang cuma
butuh Arjuna seorang. Hembus nafas lega Arjuna ini berbarengan
dengan rengkuhan erat pada lazuardinya. Diusap sayang pucuk
kepala cintanya supaya gak perlu lagi ketakutan.
114
balada dosmud
“Mas …”
Arjuna terpejam, hirup aroma tubuh yang masih khas
Andanangnya sekali. Ya Tuhan, masih ketemu … masih bisa ketemu …
Arjuna gak bisa beri kalimat apapun, tenggorokannya tercekat,
segala hal menumpuk berhari-hari kemarin ini rasanya sirna cuma
dengan miliki Andanangannya dalam pelukan.
“Mas.” Nanang masih terus panggil Arjuna, seperti takut kalau
berhenti dipanggil maka Arjuna hilang dan ia kembali sendirian.
“Iya …” Arjuna cium cuping telinga ini, merambat naik ke pucuk
kepala lalu ke kening yang ia beri cium lebih lama.
Sepasang yang sekian hari belakangan saling ketakutan ini
dibiarkan memiliki waktu berdua. Bu Ayun pilih tutup pintu dan
putuskan ambil waktu muncul setelah rindu putranya itu mereda
Arjuna juga gak peduli meski masih peluk sambil berdiri begini.
Meski membungkuk buat rengkuh sampai sejam kedepan juga gak
masalah. Ia mau raih eksistensi lelaki yang bawa separuh jiwanya
ke ruang isolasi ini kembali.
Meski bisik lirih Lazuardinya kini mengeras jadi isak tangis juga
gak masalah, terus aja nangis juga gak apa-apa selama lelaki ini
menangis disini di dekapannya … tepat di pusat detak jantungnya.
**
Ruangan bau obat ini gak lagi mencekam— hangat rasanya. Ada
Mama yang bagi banyak pembicaraan dan Nanang sesekali tertawa.
115
balada dosmud
Arjuna gak banyak kata, cuma diam tersenyum sambil suap makan
siang Nanang sampai mulai habis gak bersisa.
“Dek, coba ini tegak dulu kasurnya, minum obat.” Arjuna
bergerak gesit dan fokus. Masih dengan wajah tegas dan minim
ekspresi khas lelaki ini.
Dua hari sudah lewat dari peluk penuh emosi di awal Nanang
buka matanya. Hari itu, Arjuna gak lepas dari sisi Nanang. Meski
lebih banyak diam, tapi gerak gerik lelaki ini berusaha buat Nanang
nyaman.
Arjuna sepertinya banyak gak tidur hari-hari belakangan, jadi
begitu mereka bisa satu ruangan bersama, gak sampai 1 jam hening,
Arjuna sudah jatuh terlelap dengan posisi duduk di kursi dan
kepala bersandar di kasur. Tidurnya lelap, Nanang usap kepalanya
juga gak terbangun. Kantung matanya hitam. Pasti capek ya.
Nanang juga, gak sampai 15 menit sudah turut susul Arjuna ke
peraduan. Karena ia juga sama, gak ada namanya tidur nyenyak
sejak pintu lift pisahkan mereka berdua.
Tiap malamnya, Nanang selalu ketakutan. Meski berusaha ceria
di tiap panggilan telepon Arjuna, namun begitu panggilan terputus,
Nanang kembali terisak sendirian.
Ruang isolasi, selamanya sisakan trauma di jiwa. Baik buat
Nanang maupun Arjuna. Tiap kali dokter masuk, cengkraman
tangan Nanang di jemari Arjuna mengerat. Nanang selalu takut ada
kabar buruk yang kembali datang.
116
balada dosmud
117
balada dosmud
“Sudah ya, ini ndak ada yang ketinggal toh?” Arjuna tengok
Nanang sambil masukan baju-baju kotor ke tas laundry.
“Kayaknya udah.”
Pagi ini, resmi sudah Nanang bukan pasien rumah sakit. Arini
sudah di depan lobi dan sekarang tinggal tunggu Arjuna selesai
cek-cek barang di kamar.
“Oke, beres.”
Semua barang masuk tas sudah. Kursi roda juga barusan Arjuna
ambil dari luar buat bantu bawa Nanang keluar ruangan.
“Eh? mas?” Nanang kaget, soalnya Arjuna tiba-tiba tutup
telinganya pakai Airpod.
“Biar gak keberisikan di luar.” Kata Arjuna dengan wajah
sebagaimana lelaki ini di keseharian— serius tapi menenangkan.
118
balada dosmud
Arjuna senyum, ambil tas buat dibawa dan dan dorong kursi
roda ini keluar. Rumah sakit cukup ramai di depan sana, tapi cukup
sepi di lorong ini. Jadi sebenarnya Nanang agak aneh waktu Arjuna
bilang airpods ini buat redam berisiknya kesibukan di luar.
Dari lirik mata, Arjuna tau kalau suaminya ini kelihatan
senang— kepala yang angguk-angguk dan bibir yang bergumam
pelan ikuti iringan lagu favoritnya yang mengalun cukup keras di
telinga.
Cukup keras, Volumenya hampir full— karena Arjuna pakaikan
airpod memang bukan asal— tapi buat redam suara bisik di meja
admin. Suara berisik yang seperti sengaja dikeraskan begitu tau Arjuna
mau lewat.
“Ih itutu si orang kaya.”
“Oh itu?”
“Iya. Mentang mentang kaya, bisa dicek berkala itu pasiennya.”
Arjuna enggan bersitatap. Terus tatap lurus jalanan depan
dengan wajah tegas dan lugas. Gak peduli soal omongan karyawan
yang harusnya bisa saja Arjuna adukan ke rekannya yang direktur
rumah sakit ini.
Arjuna gak peduli, selama kalimat jahat itu gak sampai ke
telinga cintanya yang tengah tersenyum lebar secerah mentari ini.
Ya sudah. Lupakan. Cukup Arjuna yang dengar, Andanangnya gak
usah. Ayo pulang, Na. Rumah sepi ndak ada kamu.
***
119
balada dosmud
Epilog 1:
“Suamimu?”
“Iya,” Arjuna pejamkan mata sejenak, “jantungku … mau jatuh
rasanya.”
Andre tersenyum, tepuk pundak rekan kuliahnya ini sambil
bergumam, “tenang, Juna. Dari laporan medisnya aman. Cuma
syok.”
Arjuna mengangguk, bersandar di kursi sambil tatap Andre,
“Suwun yo, aku gak tau gimana kalau ndak ada kamu.”
“Tenang o Jun. Untung aku baru pulang jam segini.”
Dua lelaki ini terkekeh, sebelum tanya soal kabar dan kehidupan
terbaru masing-masing itu mengalun.
“Wes jadi dokter bener kamu itu ya.”
“Heleh, gak sebanding sama bapak Doktor kita yang terhormat
ini.”
Nyatanya benar, kekuatan relasi itu nyata adanya. Arjuna
rasanya di ujung harap ketika gak ada satupun jalan buat dirinya
tau keadaan Nanang di atas sana.
Ketika uang bahkan gak bisa beli prosedur, Tuhan kirimkan
bantuan lewat bertemunya dua sekawan yang bukan cuma sekedar
kenal, tapi juga partner berjuang.
Terimakasih buat komunitas peneliti muda yang pertemukan
mereka dahulu. Karena kalau gak sama-sama merintis komunitas
itu, mungkin Arjuna dan Andre gak akan kenal satu sama lain.
120
balada dosmud
“Aku makasih banget yo, Ndre. Demi apapun aku puanik tadi.”
“Yo santai lah. Covid ya suamimu itu?”
“Iya.”
“Paling penting didukung, Jun. Dikasih semangat. Memang
lawan covid ini selain obat ya keinginan pasien buat sembuh kok.”
Kopi hangat ini sudah nyaris tandas, bersamaan dengan mentari
pagi yang mulai terlihat semburatnya dari jendela sana.
Arjuna selesai menangis di taman rumah sakit jam 4 pagi, waktu
Nanangnya sudah terlelap dan sama sekali gak terbangun. Sebagai
orang yang paham tatakrama dan etika, Arjuna lekas temui rekan
baiknya ini buat ucap banyak terimakasih atas kemudahan ditengah
keadaan darurat Arjuna tadi.
“Aku balik Ya, Jun. Mau pakai ruanganku buat istirahat ndak?
biar tak sampaikan ke staff nanti.”
“Oh— ndak .. ndak usah wes. ngerepotin, aku pulang aja ke
rumah. Deket kok gak sampai setengah jam.” Arjuna tepuk pundak
andre lalu pamit, “suwun yo, nanti lek misalkan luang, mesti mau ya
tak ajak makan siang bareng.”
Andre tertawa, beri jempol lalu berpisah di lift yang bawa
Arjuna ke lantai dasar.
Lorong ini sepi, cuma ada cleaning service dan beberapa petugas
jaga. Arjuna perlu kemari buat beri satu powerbank lagi yang ia
mau titipkan ke Nanang.
“Mbak saya mau titip ini ya.”
121
balada dosmud
122
balada dosmud
dulu kan ndak canggih ya. jadi lama. Saat itu Aksara kritis.
Keputusan tindakan kan tunggu orangtua … mas nunggu lama,
sampai akhirnya baru sempat kepikiran telepon bude. Nah disitu
itu, Ma .. Mas juna malah dimarahi, disalah-salahi. Padahal mas
juga itu posisinya panik, yo anak SMA bisa apa.”
“Terus meninggal?”
“Iya .. dan Mas yang paling terpukul. Aksara itu satu-satunya
adik lelaki. Mas pasti kehilangan. Pasti juga merasa gak becus
karena terlambat nangani Aksara, belum lagi disalah-salahi
keluarga besar .. makanya waktu Nanang ini, Mas gak mau ada
intervensi. Mas itu takut. Takut kalau terulang lagi kejadian dulu
itu. Mas mau tambal gak becusnya dulu itu dengan berusaha
semaksimal mungkin ke Nanang. — padahal ya mertuane baik gini
kok ya masih takut kan aneh yo mas ku itu, Ma.”
Bu ayun terkekeh kecil, “ih atuh paham mamah mah. Arjuna
juga beralasan sekali kok kenapa bisa begitu.”
“Mama tau? Nanang itu dari jaman pacaran sama Mas Juna,
selalu medical check up 6 bulan sekali. Panas badan dikit langsung
ke klinik. Skripsi stress sedikit langsung dibantu buat nyusun.
Waduh, pokoknya kalau soal kesehatan, Mas tuh ndak main-main.”
“Ih kakak kamu itu ya udah mah ganteng, pinter perhatian lagi!
mamah juga mau lah suami begitu mah.”
“Heh? Heh?” Arini tersedak, tertawa sambil colek Ibu mertua
Arjuna ini meledek, “tak bilang papa agung yo? iya mau?”
123
balada dosmud
Biarlah, tinggal aja dua wanita ini berbincang heboh di ruang tamu.
Lumayan, daripada ganggu yang lagi asyik jemur pagi di depan
rumah sana tuh yang lagi rame, satunya sibuk peluk, yang satunya
sibuk titah buat— jemur yang bener to, Dek!
***
124
balada dosmud
Permata Kecil
Buat 2 Tahun penuh perjuangan Nanang selesaikan Thesis,
rasanya gak ada satupun permintaan hadiah yang bisa Arjuna tolak.
Bahkan minta bumi seisinya juga kalau bisa ya Arjuna beri.
Termasuk permintaan kali ini—yang meski kedengaran
sederhana tapi tetap butuh pertimbangan sana sini buat
dikabulkan.
“Mas, aku tau mau hadiah wisuda apa.”
“Apa?”
“Anak. Boleh ya?”
Arjuna malam itu cuma diam. Belum beri respon apa-apa terkait
pintanya Nanang. Iya, sederhana … tapi gak sesederhana
kedengarannya. Ini soal satu orang yang akan mereka ambil dan
disematkan kata ‘keluarga’.
“Dek, sudah dipikirkan ulang?”
“Udaaah. Gak apa-apa ya?”
Soal Anak, bukan sekali dua kali jadi topik bicara mereka berdua
sebagai pasangan. Ada malam-malam yang entah siapa yang duluan
mulai justru muncul celetukan soal ‘mau punya anak kapan ya kita?’.
Biasanya Nanang yang lebih vokal, Arjuna cuma sekedar dengar
dan beri pendapat.
Pendapat Arjuna gak jauh-jauh; soal kesiapan, baik Arjuna
maupun Nanang.
125
balada dosmud
Bukan cuma sekedar siap mengasuh, tapi juga siap pasang badan
dan telinga buat kemungkinan pro kontra dari keluarga— terutama
keluarga besar Arjuna yang pasti bawa-bawa bibit bebet dan bobot.
Juga soal siap berkomitmen seumur hidup, kalau ada satu yang
harus mereka jaga sebagaimana jaga diri sendiri.
“Aku bisa kok, Mas!” — Iya, Arjuna juga lihat dengan mata kepala
sendiri kok, kalau Nanang memang benar suka anak-anak, bukan
cuma sekedar gemas sendiri waktu Dika Reza bawa Raka main ke
rumah.
“Aku maunya anak perempuan, Mas.” — preferensi mereka juga
sebenarnya sama, maunya ada satu putri kecil percantik rumah
mereka ini.
Namun sekali lagi, ini gak sesederhana ada anak kecil lucu,
melainkan soal banyak ketakutan yang Arjuna pendam sendirian.
Soal hal-hal yang semoga cuma ketakutannya sendiri dan gak
sampai terjadi.
“Mas, ayo masuk!” Tarikan Nanang ini erat sekali, bawa masuk
Arjuna ke dalam satu panti asuhan terkemuka yang terjamin status
berdirinya di dinas sosial.
Ada bayi, batita, balita. Semuanya seperti tatap Arjuna dan
Nanang penuh harap. Cerita pengasuh panti iringi langkah mereka.
Soal katanya banyak yang memang sengaja dititip kemari, tapi juga
ada yang tau-tau muncul di depan pintu tanpa ada jejak orangtua
asli sama sekali.
126
balada dosmud
127
balada dosmud
soal anak itu ya keputusanmu sama Nanang. Sama kayak aku yang
mentingin Dika diatas keputusan jadi adopsi Raka atau nggak.”
Reza telaah wajah Arjuna, meski terlihat bimbang, tapi
sebenarnya Reza yakin kalau lelaki di depannya ini sudah punya
jawaban— cuma ya, butuh diyakinkan.
“Lagian ya, Jun. Kamu ya pantes aja kok punya anak. Ya
namanya jadi orangtua kan juga terus belajar seumur hidup, gak
apa-apa. Paling penting mentalmu siap, finansialmu cukup. Jadi si
anak terjamin keamanan dan kenyamanan hidupnya.”
Arjuna jarang-jarang ajak ngobrol serius sampai dibawa ke kafe
private begini— dan kalau sampai seperti ini, berarti memang
masalah serius dan benar-benar butuh pendapat. Soal pro kontra
adopsi anak dan paling penting adalah soal gender anak yang mau
diadopsi.
“Wah, Anak perempuan, Jun? Agak susah sih.”
Susah, karena Arjuna dan Nanang ini keduanya lelaki. Ada
batas-batas tak tertulis yang jadi penghalang interaksi antara
mereka sebagai orangtua nantinya. Bukan berarti jadi mempersulit,
tapi resikonya berarti Arjuna dan Nanang harus punya satu yang
pegang peran ‘wanita dewasa’ di rumah.
“bukan mau mengotak-ngotakan gender, apalagi orientasi
seksual ya, Jun .. tapi kita kan memberikan hak si anak ya, salah
satunya adalah memberikan tempat yang mendukung tumbuh
kembangnya. Kalau Raka— anak aku itu laki-laki, ya gak masalah
128
balada dosmud
129
balada dosmud
nanang, nanti si anak ini jadi gak paham sama batasan mana dari
tubuhnya yang boleh dilihat lawan jenis— kan bahaya kalau ada
laki-laki asing mau buka bajunya dia dan dia ngerasa fine karena ya
kebiasa dibuka juga bajunya sama bapak-bapaknya. Paham gak? Ya
seenggaknya kita jaga-jaga di umur-umur si anak ini belum bisa
berpikir cepat lah, mungkin sampai SD gitu itu kan masih polos
polosnya.”
Arjuna mengangguk. Jelas paham kemana arah bicara Reza.
Satu insight baru juga kini masuk, jadi pertimbangan lagi soal
adopsi anak.
“Juna.”
“Hm?”
Reza tepuk pundak Arjuna sambil menyeringai kecil, “kamu itu
punya Nanang yang kuat banget sih menurutku. Jangankan
ngadepin apa-apa yang jadi ketakutan kamu, lah dia aja bertahan
banget sampai bisa dapet kamu. Harusnya ya ga usah ditakutin lah.”
Reza kerlingkan matanya— goda Arjuna.
Arjuna mendecak kecil, terkekeh pelan sambil tegakan duduk di
kursi, “Nyesel aku cerita soal itu ke kamu.”
Celetukan Arjuna ini dibalas tawa geli Reza yang masih akan
terus ketawa kalau ingat ceritanya Arjuna yang baru jujur kalau
dulu sempat break 5 bulan sama Nanang.
“Putus ya putus ae, segala ada bahasa rehat.” Goda Reza sambil
menghindar dari pukulan maut Arjuna.
130
balada dosmud
Reza gak akan lupa ya sama kalimat satu itu— kalimat yang
diucap Arjuna buat Reza jaman break sama Dika — enteng banget
ngomong, giliran sendirinya sama Nanang break ya tetap aja gak
berani bilang putus kan? Memang kok, dibilang kalau urusan cinta
itu ya susah ditakar pakai logika.
Haaah, tapi Reza ya benar. Arjuna punya Nanang yang kuatnya
luar biasa, kenapa harus takut? Arjuna harusnya gak lupa, kalau ini
bukan cuma soal dirinya yang mau jadi orang tua, tapi berdua.
Semua ini, gak seharusnya jadi momok pikiran sendirian. Sudah
seharusnya dibagi dan ambil keputusan berdua.
“Mas gak percaya sama aku ya?” Nanang usap pipi Arjuna
setelah kalimat panjang lelakinya ini selesai diutarakan. Soal
banyak hal yang jadi ketakutan lelaki ini perkara adopsi anak
nantinya.
Arjuna menggeleng, genggam jemari cintanya buat digenggam
dan matanya diajak bersitatap serius, “bukan gak percaya, cuma gak
mau kamu kesusahan.”
Nanang mengulum senyum, “cie? apa apa tuh? gak mau aku
kesusahan?” godanya sambil colek dagu Arjuna, “yaelah, maaas,
kayak sama siapa aja sih.” gemas Nanang cubit-cubit pipi arjuna
sampai si empunya pipi sibuk ngehindar dan berakhir tarik selimut
buat tutup Nanang sebadan-badan.
“Ih! Mas Juna!”
131
balada dosmud
132
balada dosmud
133
balada dosmud
134
balada dosmud
135
balada dosmud
136
balada dosmud
ditolong. Anak bayi pasti banyak yang mau adop, tapi kalau seumur
Adira, pasti gak banyak mas. Kasian kalau dia harus tumbuh besar
di sini.”
Alasan Nanang masuk akal. Mereka ini pada dasarnya
membantu— mencoba memberikan kehidupan lebih layak buat
mereka-mereka yang masih kurang beruntung.
Arjuna merunduk, hela nafas dalam sebelum kemudian
mengangguk dan bawa suaminya ke pelukan. Bahkan gak perlu ada
kalimat sekalipun Nanang paham kalau Arjuna, setuju.
***
Renovasi kamar ini dibawah arahan Arini. Dua kamar kosong
langsung dihias dan direnovasi. Satunya jadi kamar Arini dan
satunya kamar calon putri sang Kakak.
Arini tau kalau Arjuna mau adopsi anak, tapi sepaham Arini ya
anak bayi. Jadi begitu tau kalau anak yang akan dibawa nanti adalah
putri kecil usia 3 tahun, jelas tanpa perlu diminta sekalipun Arini
putuskan buat menetap di Bogor— di rumah Arjuna dan Nanang.
“Aku ya kepikiran, Mas. Mesti kamu-kamu ini kan butuh aku
yang perempuan buat urus hal-hal privatnya nanti.”
“Ya bener, aku ya gak sempet bilang kamu dari awal karena ya
tak pikir kan mau ambil bayi. semisal bayi ya aku masih bisa rawat
seenggaknya sampai 2 tahunan.” Jelas Arjuna sambil mengarahkan
tukang furniture buat masuk-masukan barang ke dalam kamar.
“Mesti Nanang ya yang mau?”
137
balada dosmud
138
balada dosmud
Nanang gak sabar mau bawa si kecil cantik itu pulang. Suasana
rumah yang mulai berubah ini pasti makin seru dengan hadirnya
sang putri nantinya.
Meski ada sedikit ganjal di hati kalau ingat lagi Arjuna pasti di
awal-awal nanti perlu waktu buat beradaptasi, semoga gak terlalu
lama, ya? Semoga calon putri kecil mereka nantinya juga mau
membantu dengan berkenan mengenali mereka pelan-pelan sebagai
orang tua.
***
“Adira, ikut kakak pulang yuk?”
Nanang maju selangkah, coba berjongkok dan sejajarkan netra
dengan perempuan kecil yang sudah rapih berbaju coklat dan pita
putih di kepala.
Hari ini, hari penjemputan. Arjuna cuti sampai seminggu ke
depan buat sama-sama adaptasi bersama Nanang. Mereka
berencana buat berkenalan lewat acara-acara menyenangkan yang
semoga bisa membantu Adira mengenal mereka lebih dekat.
Adira …
Jujur, Arjuna awalnya kaget waktu dengar nama anak ini sama
persis dengan apa yang dia utarakan waktu Nanang buka topik soal
anak.
“Mas, nama aku kan Andanang. Mas kan Arjuna, nah anak kita tuh
harusnya A juga. Kira-kira apa?”
“Adira, Adira Lazuardi.”
139
balada dosmud
140
balada dosmud
141
balada dosmud
142
balada dosmud
Adira gak pernah panggil dua lelaki ini dengan sebutan dan
nama. Adira cuma diam sepanjang berminggu-minggu ada disini.
Kalau perlu sesuatu, Adira cuma tarik baju dan tunjuk.
Adira gak berani buat bicara … Adira gak tau harus bagaimana …
Adira sering ketakutan, tapi juga ketakutannya cuma hilang kalau
dipeluk mereka. Adira bingung.
***
“Ya sabar, Dek. namanya juga adaptasi.”
“Tapi dira belum mau ngomong, Mas. Kenapa ya?”
“Menurutku, diamnya dia itu cuma bingung. Kalau memang
Adira gak nyaman, pasti dia itu nangis, berontak.”
Nanang hela nafas, terpejam merapat tubuh di pelukan Arjuna
tengah malam ini. Sisiran tangan Arjuna di sela rambutnya bantu
tenangkan hatinya yang sudah berminggu-minggu kebingungan.
Arjuna juga sama. Bingung. Dua minggu lalu sudah coba bicara
dan perkenalkan diri sebagai orangtua ke putrinya, tapi gak ada
respon selain diam dan mengangguk. Entah apakah benar mengerti
atau enggak.
Mungkin Adira perlu waktu buat mencerna keadaan. Ya gak
apa-apa. Toh putri mereka gak menolak buat didekati. Gak
berontak kalau dipeluk dan diusap sayang. Adira mungkin sedang
mencerna bentuk kasih sayang yang baru kali ini dirasakan.
“Mas.”
“Hm?”
143
balada dosmud
“Makasih banyak ya. Mas tuh aku kira bakal jutek gitu ke Adira.
Eh ternyata malah keliatan sayaaaang banget. Terharu aku.”
Arjuna merunduk, tatap netra yang bersandar di pelukannya ini
serius, “ya aku juga masih nyoba. Masih belum bisa kalau heboh
kayak kamu itu. Paling bisaku ya nimpali obrolanmu tok.”
Nanang terkekh, colek dagu suaminya gemas, “gak apa-apa! Itu
udah bagus banget. Makasih banyak ya!”
Iya, sama-sama. Apapun kalau buat Lazuardinya senang ya
Arjuna sukarela kok. Semoga besok ada hal baru dari Adira.
Semoga besok Adira mulai mengerti, kalau mereka ini bukanlah
sekedar orang lain melainkan orangtua.
***
Satu isi rumah ini sudah gak memaksa apapun. Gak juga
terus-terusan beri paham soal siapa peran mereka di rumah kepada
Adira. Mereka mencoba beri waktu, sampai Adira benar-benar
paham dengan sendirinya soal siapa mereka.
“Ayo nduk ayuuuu, main sama buleeek.” Arini yang selalu temani
sang keponakan bermain.
“Dira, sini yuk anter Papa mau ke kantor tuuuh.” Nanang yang
selalu libatkan Adira di setiap kesempatan interaksi keluarga.
“Nduk, mau jajan?” Arjuna yang selalu coba berikan rasa aman
dan tenang dengan penuhi segala yang dibutuhkan.
Mereka, benar-benar berusaha.
144
balada dosmud
145
balada dosmud
“Dira, coba deh ya .. kalau ini kan abah, kalau ini nih yang di
foto ini? Siapa?”
“Papa …”
Arjuna menyeringai, mengangguk-ngangguk senang dan cuma
bisa berpikir buat batalkan acara sorenya agar bisa pulang segera.
Sambungan telepon masih terdengar jelas, gak dimatikan dan bisa
Arjuna dengar isinya.
“Dira, ini Abah sama Papa ini siapanya dira?”
“Orangtua ..”
“Berarti Dira sayang gak sama Abah dan Papa?”
“Sayang …”
“Seperti kartun itu ya? yang sedang peluk orangtuanya ya?”
“Iya …”
Arjuna seka airmata yang cuma setitik sampai di pelupuk.
Keraskan suara panggilan sambil segera kebut pekerjaan.
Kalau kemarin-kemarin Arjuna selalu bingung soal apa esensi
dari punya anak selain menjadi orangtua yang baik dan benar—
maka kini ia temukan sudah jawabannya, bukan hanya menjadi …
tapi juga menjaga.
Dengan terdengarnya panggilan ‘Papa’ dari sang putri, Arjuna
merasa kalau memiliki Adira, berarti ada satu orang lagi yang akan
ia jaga dan perjuangkan sampai titik darah penghabisan.
146
balada dosmud
Satu permata kecil yang akan ia jaga supaya gak gak hilang
kilaunya sampai buat orang pangling; karena permata satu ini tak
terpajang dan gak sembarangan bisa genggam.
Adira, semoga berkenan ya .. dibersamai kami yang juga masih perlu
banyak belajar. Semoga kamu tumbuh jadi wanita paling bahagia
sedunia.
***
Epilog 1:
147
balada dosmud
Epilog 2:
“Ih, Abaaaah!”
“Apa sik Diraaaa.”
Arjuna berhenti. Terpejam hela nafas pelan.
Demi tuhan, ini dua ini apa gak bisa gak usah rebutan? Dari tadi
ini yang kecil di gendongannya ini sibuk cari perhatian peluk leher
Arjuna. Satu lagi yang besar ini gelayutan di tangan sambil nyandar
di pundak dan ya berakhir kena tangan Adira.
“Ih abaah rambutnya kena tanganku.”
“Kan mau nyender ke Papa ih.”
148
balada dosmud
Arjuna bisa apa sih selain sabar dan lanjut dorong troli? Ini lagi
belanja loh, kok ya pada gak bisa sabar nunggu sampai rumah?
Tenang wes nanti tak peluk satu-satu.
149
balada dosmud
Playdate
Bagasi penuh, ada tas besar serta beberapa kotak isi makanan yang
jadi perbekalan buat acara penting hari ini. Acaranya sederhana,
cuma bermain di taman bermain khusus keluarga yang ramah anak.
Iya, harus ramah anak, soalnya sekarang gak cuma sekedar Double
date— tapi playdate.
“Gak mbok servis tah, Za? Kok masih gak enak ini?” Ini Arjuna
yang tanya-tanya sambil rasa-rasa mobil yang lagi dia panasin
sebelum berangkat.
“Lupa, Jun. Ya gimana ya, namanya akhir tahun. Mobilnya
kepake terus bolak balik kampus.” Reza tutup bagasi, jalan
mengitari mobil buat masuk ke kursi samping kemudi.
“Mas!”
“Kuaget heh. Suaramu tuh loh.” Arjuna tengok ke bangku
belakang, naikan alis bertanya kenapa Nanang panggil.
“Nanti kita mampir supermarket dulu gak sih? Lupa bawa
minyak angin tau.”
“Gua ada, Nang,” Timpal Dika. “bawa kok ada di tas belakang.”
“Oh yaudah dah kalo gitu. ”
Empat orang dewasa ini ribut, diperhatikan dua anak kecil yang
terpaut beda usia 3 Tahun. Raka di pangkuan Reza dan Adira di
tengah antara Dika dan Nanang.
150
balada dosmud
151
balada dosmud
***
“Hadeuh, apa gabisa ini kalo liatnya ga rusa lagi rusa lagi?”
“Heh, namanya bawa anak.”
Ya namanya juga jalan bawa anak, jangan berharap bisa anak
ynag ikutin orangtua, justru kebalikan dong. Orangtua yang ikutin
anak, mulai dari waktu sampai ke mood-moodnya yang gak keduga.
“Duh, Rakanya bad mood deh kayaknya.” Dika garuk kepala
bingung sambil lihat Reza di pojok yang sibuk bujuk anaknya
supaya mau lanjut jalan.
“Lah kenapa, Dik?”
“Itu, Nang. Abang janjinya katanya ada jerapah, lah itumah
taman safari dong. Mana anaknya inget lagi sama omongan
bapaknya itu. Padahal kayaknya Abang juga ngejanjiinnya itu asal
nyeletuk aja deh.”
Jadilah berakhir dengan rencana berubah. Makan siang yang
semula berniat diadakan di satu tempat sesuai susunan acara, justru
berakhir di taman bermain ini.
But, it’s ok! Kita punya Nanang yang serba bisa— apalagi jadi MC
mendadak anak-anak begini oh jangan ditanya. MC Ultah McD aja
kalah!
“Wah! Selanjutnya kayaknya Raka ni yang mau nyanyi sama om
di depan, iya gaaak?” Nanang sodor mic portablenya ke Raka.
152
balada dosmud
“Ih, malu-malu amat ini.” Reza cubit pipi putranya sambil lirik
Adira di pangkuan Arjuna, “itu ada Adira loh, Ka. Ayo ajak nyanyi
sekalian.”
Raka mencebik, mendongak tatap Reza lalu melebur ke pelukan
sang papa sambil bergumam— malu, papa…
Semua yang ada tertawa, terutama Dika yang masih gemes
banget rasanya kalau putranya dan Reza ini malu-malu begini.
Jarang-jarang loh! Raka ini dari TK sudah dapat penghargaan social
butterfly. Bergaulnya cepat dan gak kaku.
“Eh, Ka .. Dira katanya mau liat kelinci tuh di sana, boleh minta
tolong temani tidak?” Ini Dika yang bicara.
Raka berpikir, matanya lirik Adira yang masih malu-malu duduk
di pangkuan Arjuna, “Adiranya mau tidak?”
Nanang dekati Adira, dibisik pelan dan dapat jawaban anggukan
dari putri kecil. Raka jemput Adira, digenggam tangannya buat
diajak lihat kelinci di pojokan dekat pohon sana.
Bagus, jadi ini orangtuanya bisa isi tenaga dulu. Maklum ya,
yang nyupir capek, calon supir ronde berikutnya alias Reza juga
butuh tenaga buat diisi.
“Anakmu, Za. Malu-malu mau.”
“Ya kalo dapetnya kayak Dira sih aku ya kasih restu.”
“Besanan? samamu? Muales.”
“Heh, awas karma ya pak.”
153
balada dosmud
Ya biar aja dua bapak dosen itu ngobrol ya, kasian juga daritadi
cuma diem ajak ngobrol anak.
Setelah ini, mereka punya destinasi berikutnya, yaitu wisata
outbound, jadi banyak yang bisa dinaiki nantinya.
“Yang nemenin flying fox nanti Dika sama Nanang, ya? Biar pas
berkuda, Aku sama Juna.” Jelas Reza sambil lihat list permainan di
wisata berikutnya.
Nanang sama Dika beri jempol, sementara Arjuna sibuk foto dua
bocah yang sudah asyik sendiri sama kelinci di sana itu.
***
Nanang sama Dika ini sama-sama suka tantangan ekstrim
sejenis outbound, mulai dari ketinggian macam flying fox,
spider–net sampai permainan basah-basah di lumpur yang perlu
kerjasama tim.
Sayangnya permainan yang ramah anak di tempat ini cuma dua;
Flying fox dan Berkuda. Karena cuma dua itu yang bisa dilakukan
bersamaan dengan orangtua.
Arjuna sama Reza tunggu di tikar yang di gelar di bawah pohon.
Masuk Arena flying fox agak jauh naik ke bukit buatan, jadi dua
bapak ini pilih duduk sambil ngobrol santai.
“Jadinya Arini di rumah kamu ya, Jun?”
“Iya, bantu-bantu. Bener katamu, ya ternyata kalau anak
perempuan agak harus hati-hati. Keluargaku semuanya wanti-wanti
soalnya, sampai dikasih asisten khusus buat Adira dari ibuku.”
154
balada dosmud
155
balada dosmud
Nanang dan Dika kelihatan sudah dekat. Dua bocah kecil ini
sudah lebih dulu berlari, Raka ke Reza dan Adira yang berjalan
lebih pelan buat ke Arjuna.
“Haus gak, nduk?” Arjuna buka botol minum, diberi sedotan
supaya bisa mudah masuk minumnya.
Adira mengangguk, sedot air seperti kehausan. Sepertinya panas
benar di atas tadi, ya? Ini rambutnya sampai lepek begini, harus
diseka tisu.
Arjuna juga tepuk-tepuk bagian belakang tubuh putrinya yang
kelihatan kotor, dilap tisu basah dua tangan kecil ini sebelum
terima kue yang disodorkan Raka barusan.
Dika tersenyum, bisik — bapaknya protektif ya— ke Nanang yang
cuma tersenyum dan mengangguk setuju.
Arjuna ini kalau dilihat-lihat protektif loh. Mungkin gak yang
larang-larang, tapi sikapnya jelas menunjukan begitu. Tuh— kayak
itu tuh, anaknya cuma jalan sebentar ke ujung, matanya Arjuna gak
lepas dan terus diperhatikan sampai kembali duduk.
“Dir, ada rumah pohon tuh, manjat pohon apa, yak!”
“Heh,” Arjuna cubit pipi suaminya yang bicara asal, “anakmu
perempuan. Ngawur. Ajak Raka aja kalau manjat-manjat, jangan
anaknya.”
Dika senggol Nanang sambil geleng-geleng kepala— sumpah ada
aja celetukan ni orang satu.
156
balada dosmud
157
balada dosmud
“Aneh kenapa?”
“Kayak— elu akhirnya jadi sama Mas juna. terus kayak gue
punya anak — itutuh gak pernah nyampe kadang-kadang di kepala
gua, Nang.”
“Iya sih, kayak kalo diliat-liat lebih banyak kaga mungkinnya.”
“Makanya, jadi ngeliat kita sekarang tuh gua bersyukur banget.”
“Sukur!”
“Bukan begitu maksudnya Nang.” Dika jitak kepala Nanang
antara sebal dan gemas. Sementara yang dijitak sih cuma cekikan.
Haaah, ada-ada aja.
***
4 Sekawan ini dulu pernah bicara asal di depan api unggun
Ranca upas, beberapa tahun agak kebelakang.
‘kalau bisa nih, double datenya naik tingkat lah ke playdate.’ — Reza
yang cetus dan cuma diaminkan heboh oleh Nanang yang memang
percaya dirinya luar biasa. Sementara Dika dan Arjuna cuma
aminkan dalam hati.
Kini begitu punya foto bersama di depan taman wisata dengan
gendong anak masing-masing, rasanya jadi terharu lagi.
Mungkinkah doa sembarang ucap dulu itu diaminkan semesta
ya? Karena kalau ditelaah lebih jauh lagi, jalan masing-masing
pasangan buat ke titik sekarang ini lebih banyak gak mungkinnya
dibanding mungkin.
158
balada dosmud
Reza senyum lebar betul terima 4 lembar foto yang punya pose
berbeda. Satu foto keluarga. Satu foto bersama dan dua lagi foto
Dika dan Raka sendirian.
“Cakep ya, Dik.”
“Iya, Bang.”
Pun Arjuna yang perhatikan Nanang senyum lebar sekali lihat
hasil foto yang serupa jenisnya dengan yang dipegang Reza.
“Mas, ih ini entar kita pajang ya— Dira, liat deh kamu cantik
banget loh.” Nanang berbagi lihat foto ini ke Adira di gendongan
Arjuna.
Dua Lazuardinya Arjuna ini sama-sama senang, sama-sama
bahagia. Gak ada hal lain yang lebih berarti dari ini semua. Meski
kalau inget lagi besok udah senin dan Arjuna masih harus nyetir ini
agak bikin capek, tapi gak apa-apa. Selama dua Lazuardinya ini bisa
punya satu kenangan baik buat dikenang.
Haah, sudah ya … besok lagi kalau playdate yang dekat-dekat aja.
Arjuna ini jomponya sudah mulai timbul tenggelam alias habis ini
pasti butuh kerokan.
***
Epilog:
Nanang sama Dika lari, gak peduli mie ayamnya yang tinggal
sedikit lagi habis di meja itu. Mereka lari ke suara ribut di ruang
159
balada dosmud
bermain yang mulanya berisik khas anak kecil tapi berganti sudah
jadi lengking teriak Adira dan isak tangis Raka yang sesenggukan.
Dika peluk Raka yang langsung sembunyikan wajah di ceruk
leher sang Ayah. Bocah ini tersedu sedu mengadu soal kenapa bisa
sedih begini. Sementara Nanang bawa Adira ke pojok. Diusap
sayang poni halus sang putri yang sudah lembab keringat.
Adira dan Raka ini sudah setahunan sering bermain. Berawalkan
pertemuan playdate dan berakhir Adira yang sering berkunjung ikut
Nanang ke rumah Dika buat main.
Biasanya juga, Raka selalu ajak si adik kecil ini buat bermain
dengan kumpulan mainannya tanpa pandang bulu. Suka juga
tertawa bersama buat hal-hal lucu. Sesederhana balok yang jatuh
atau Raka yang salah pasang lego.
Dua bocah ini, hampir gak pernah berseteru. Jadi wajar kalau
Nanang dan Dika sama-sama panik begitu dengar teriakan dan
tangisan ini.
Nanang kenal sekali bagaimana Adira. Gak mungkin main
tangan apalagi menendang. Sambil diajak duduk dan bersitatap,
Nanang coba tanya sang putri. Tanya lembut dan halus
sebagaimana Arjuna biasa lakukan di keseharian.
“Nda mau, Bah.”
“Gak mau apa, Dira?”
“Gak mau aka.”
Nanang mengernyit heran— apa maksudnya gak mau raka?
160
balada dosmud
161
balada dosmud
162
balada dosmud
163
balada dosmud
164
balada dosmud
“Tidak didorong lagi ya akunya ..” jawaban lirih Raka ini buat
Dika dan Nanang tahan tawa dipojokan.
Drama kali ini, rasanya buat Nanang dan Dika jadi berpikir
berdua. Kayaknya kalau Arjuna nikahnya sama Reza, ya kayak gitu
itu kali ya? Emang udah paling bener Arjuna sama Nanang, terus
Reza sama Dika sih.
“Anak lu Dik. Drama kayak bapaknya.”
“Anak lu juga noh.”
Sumpah, ini anak kecil dramanya udah kayak apa aja buset. Gemes!
***
165
balada dosmud
outro: rumah
Yogyakarta, Indonesia.
166
balada dosmud
167
balada dosmud
168
balada dosmud
169
balada dosmud
170
balada dosmud
171
balada dosmud
172
balada dosmud
173
balada dosmud
174
balada dosmud
175
balada dosmud
Soal Adira
1. Hari ini, katanya dia bisa baca novel.
○ Catatan buat kita; harus segera pisahkan novel
dewasa dan ganti dengan buku cerita anak-anak
usia 8 Tahun
176
balada dosmud
177
balada dosmud
“Jawabnya apa itu, nduk?” Tanya Arjuna halus tapi tegas secara
bersamaan. Adira yang sibuk gambar ini berhenti bergerak—jadi
salah tingkah dan bingung.
Arjuna tutup Ipad, berjalan hampiri sang putri yang awasi
pergerakan sang Papa sedikit ketakutan. Nanang di balik tubuh
Adira sudah beri kode— udah ih mas, gak apa apa! — namun Arjuna
gak peduli.
“Coba ulangi jawabannya.” Arjuna duduk di samping Adira,
tunggu putri kecilnya bicara.
“Pa …”
“Loh, coba ulangi lagi?”
Nanang cuma bisa pijat kening, bingung harus bagaimana. Di
satu sisi, Nanang gak merasa ada yang salah sama jawaban Adira,
tapi di satu sisi, dia gak bisa terang-terangan bela Adira sekarang—
karena bagaimanapun, namanya orangtua harus satu suara di depan
anak.
“Kalau besok Adira minta tolong papa, lalu papa jawab begitu,
apa kamu berkenan?” Arjuna tanya tanpa lepas sorot tegasnya dari
sang putri.
“E—enggak … Pa.” Adira, baru kali ini kena tegur
terang-terangan. Arjuna biasa beri nasihat sebelum tidur jika
memang ada beberapa perilaku Adira yang kurang berkenan bagi
Arjuna. Seperti waktu naik genteng dan naik pohon, Arjuna gak
marah, tapi beri nasihat sambil diusap sayang sebelum tidur.
178
balada dosmud
179
balada dosmud
180
balada dosmud
181
balada dosmud
182
balada dosmud
183
balada dosmud
184
balada dosmud
“Padahal papa gak teriak, iya kan?” Arjuna terkekeh, taruh sisir
di sebelah mereka yang duduk saling berhadapan ini.
“Denger papa ya,” Arjuna taruh tangan di pundak kecil Adira,
“papa gak suka sama sikapnya Adira tadi itu. Anak cantik kok
ngomongnya ketus gitu? Yo ga cocok sama mukanya yang kayak
princess ini.” Arjuna senyum sambil jawil hidung sang putri yang
mulai bisa tersenyum
“Maaf ya, Pa.”
“Minta maafnya sama Abah. Mau?”
Adira mengangguk antusias. Begitu dipersilahkan buat masuk
kamar orang tuanya, bocah ini berlari dan tubruk Nanang yang
asyik rebahan di sofa kamar.
“Diraaa ya ampun Abah ni kurus oy!” Gurau Nanang sambil
angkat sang putri ke pangkuan.
“Hehe! Abah tadi minta tolong apa? Maaf ya tadi akunya fokus
gambar.”
“Hadeuh, emang ni fokus banget, kayak lagi lomba gambar
internesyeneeeel!” dipeluk erat putrinya sampai si kecil mengaduh
dan panggil-panggil Arjuna minta tolong.
Nanang terkekeh, kedipkan mata buat Arjuna yang di pinggir
pintu cuma berdiri bersedekap tangan di dada.
Sekali lagi, mereka belajar. Pelajaran baru yang cuma bisa
didapat dari kejadian. Pelajaran kali ini, soal bahu membahu
kompak dan satu suara.
185
balada dosmud
186
balada dosmud
187
balada dosmud
188
balada dosmud
189
balada dosmud
190
balada dosmud
191
balada dosmud
“Kalo Mas, selama dia belum punya ktp, gak tak bolehkan.”
“Cinta monyet gitu kaga boleh.”
“Enggak. Cukup fokus pendidikan aja.”
“Ya aku juga sama kayak mas.”
192
balada dosmud
193
balada dosmud
194
balada dosmud
Biasanya kalau agak lama gini ini, Nanang yang cari-cari cara
supaya Arjuna gak inget waktu.
“Buka baju aja gak si”
“Heh bukan kamar ini!” Arjuna tarik Nanang buat jatuh ke
pelukannya. Capek ciuman sambil berdiri.
“Haaaah, aku seneng deh, Mas ternyata makin tahun makin
cakep banget kalo deeptalk. Apalagi kalo inget awalnya Mas tuh
kayak gak bisa terima Adira, duh akutuh sempet mikir, ini kalo Mas
Juna juteknya sama kayak jutekin gua dulu apa ga kasian adiranya
ya.”
“Ya mungkin Adira itu salah satu bentuk pendewasaanku setelah
kehidupan yang kadang kayak bajingan itu. Kamu tau?”
“Kenapa jadi bentuk pendewasaan?”
“Gak paham spesifiknya, tapi seingetku waktu Adira pertama
kali panggil aku Papa, ada rasa baru gitu yang tak rasakan. Kayak ..
wah, ada satu yang ketuk hatiku gitu. Ini loh, ada anak yang harus
tak kasihkan hidup baik sampai dewasa. Perempuan cantik ini gak
boleh kenapa-kenapa … ya semacam motivasi lah. Jadi kayak aku
nyari uang makin semangat, nyari ilmu jadi bapak juga makin
semangat.”
“Aku seneng deh, duh kalo ga ada dira kayaknya aku bingung
cari topik ngobrol sama manusia blasteran kulkas ini, mana seumur
hidup lagi.”
195
balada dosmud
196
balada dosmud
197
balada dosmud
Noda yang terlihat gelap di rok biru gadis 2 SMP ini. Belum
pekat tapi cukup banyak terlihat. Arini agak diam sebentar, lalu
terkekh kemudian, “Ya ampuuun, ih. Kirain kenapa deh.”
Arini gak tanya-tanya, segera pacu mobil buat sampai ke rumah
yang cuma punya jarak 3 KM dari sekolah.
“Dir— lah? melengos aja sih?” Nanang tengok Arjuna yang
sama-sama beri tanda tanya buat tingkah putri mereka yang begitu
masuk rumah gak salam sapa dan langsung masuk ke kamar.
Arjuna lirik Arini, beri tatapan tanya yang cuma dibalas seringai
kecil dan jawaban singkat, “Iki bagianku mas, sampeyan duduk wae,
yo? Santai wes.”
Iya, ini saatnya Arini ambil bagian sebagai satu-satunya wanita
dewasa di rumah ini.
Kamar khusus Arini dan Adira ada di lantai 2, bersebelahan. Jadi
sangat amat terjaga privasinya dari dua pria di bawah sana. Arini
ketuk pintu, minta izin masuk.
“Bulek ..”
Arini duduk di samping Adira, usap kepalanya sambil bertanya
— kenapa?
“Malu.”
“Sama?”
“Papa sama Abah.”
198
balada dosmud
199
balada dosmud
200
balada dosmud
201
balada dosmud
202
balada dosmud
alasan. Jadi kali ini jelas Arini heran. Atau pengaruh hormon datang
bulan ya?
“Dir,” Arini coba buka suara. “bulek tuh ya, kalau menstruasi tuh
biasanya suka banyak anehnya.”
Adira cuma diam, tapi Arini sadar kalau Adira dengar.
“kadang ya, tiba-tiba lapeeeer banget. Terus tiba-tiba mau
ngamuk— akhirnya kadang ngambekin Papamu itu. Perkara
Papamu gak mau beliin jajanan di depan SMP aja aku marah lo.”
Arini terkekeh, goyang pelan kanan kiri pelukannya dan Adira
seperti menimang bayi.
“apapun ya Dir, yang kamu rasain sekarang— meski aneh kayak
bukan kamu banget— itu tuh normal. Itu alesan kenapa menstruasi
itu gak sekedar keluar darah tok. Ada hormon yang bikin kita juga
agak berbeda dari keseharian. Yo ndak beda-beda banget lah kayak
gila gitu … paling jadi kok ya lebih rakus atau lebih moody aja.”
Arini lepas pelukan. Dipegang pundak Adira lalu sisir poni ini
buat dirapikan, “kamu kenapa? Abahmu panik tad—eh laaah? kok
nangis lagi?”
“A—aku ga enak sama Papa Abah, Bulek …. aku tadi gak sopan
banget … tapi gatau aku takut liat mereka. Kayak aku habis
ngelakuin kesalahan gitu … malu terus gak berani liat.” Isak
perempuan ini sedih sekali terdengar, sambil susah-susah utarakan
isi hati yang begitu abstrak sampai-sampai si empunya hati juga
bingung deskripsikan soal dirinya sendiri.
203
balada dosmud
204
balada dosmud
205
balada dosmud
206
balada dosmud
Nah, kan … kemarin aja waktu Papa cuma taruh kue di sini,
Adira nangis … apalagi sekarang pakai surat begini?
Ya Adira bisa apa selain jalan cepat ke ruangan di lantai satu
yang entah kenapa kok kayak sengaja dibuka sedikit.
“Nduk? Kamu itu?”
Adira kaget. Diam dan bingung harus bagaimana. Sampai suara
Arjuna lagi-lagi kedengaran.
“Masuk aja, cuma papa sendirian di sini.”
Arjuna dari dalam coba tahan senyum yang mau merekah begitu
kepala putrinya muncul. Arjuna mengangguk, beri isyarat buat
masuk dan tutup pintu.
Mungkin kali ini, Father and Daughter time, ya? Karena Adira
yang langsung berlari mendekat dan merebah di sofa berbantalkan
paha Arjuna ini persis adegan sesi curhat bapak anak di film. .
Arjuna sisir rambut Adira. Kepala sang putri ini menghadap ke
perpustakaan kecil di depan, mungkin belum mau kalau tatap
Arjuna langsung.
“Pa …”
“Iya?”
“Aku minta maaf.”
Adira meminta maaf. Buat tingkahnya yang buat pusing Arjuna
dan Nanang. Buat sikapnya yang kadangkala kelihatan gak sopan.
Buat beri banyak tanya di benak kedua orangtuanya.
207
balada dosmud
208
balada dosmud
209
balada dosmud
“rasa malumu itu muncul buat bentengi diri, itu berarti, naluri
kewanitaanmu sudah aktif. Permatanya Papa dan Abah ini, sudah
jadi wanita.”
Adira tersenyum haru, rasanya seperti ada kumpulan tanya
abstrak dibenak yang seketika temukan jawaban.
“umumnya rasa malu wanita untuk hal-hal privasi ya jelas
memang ke pria … tapi kalau rasa malu buat jaga image, itu
biasanya sih ya tanda jatuh cinta.”
Arjuna terkekeh liat muka putrinya yang memerah malu,
“Ih papaaa.”
“Loh ya bener. Malu yang jaga image gitu itu kan juga ada.
Nduk, papa gak pernah mengotakan gender loh ya? kalau suatu hari
adira rasa malu yang begitu itu selain ke lelaki sekalipun juga ya
gak apa-apa. Bebas.”
Kalimat Arjuna ini seperti air mengalir tenang di pedesaan,
riaknya menenangkan.
“Abah marah gak ya, Pa. Aku cuekin dari kemaren.”
“Enggak. Jelas Papa sama Abah itu mengerti. Paling coba besok
kamu peluk ya? Coba dibujuk-bujuk kayak biasanya supaya
khawatirnya itu ilang.”
Bapak Anak ini selesai sudah bicara hati ke hati— pembicaraan
panjang yang didengar Nanang dan Arini lewat sambungan telepon
grup yang Arjuna sembunyikan di saku celana.
210
balada dosmud
211
balada dosmud
212
balada dosmud
213
balada dosmud
‘Nduk, mencintai seseorang itu gak mesti lewat berapa banyak barang
yang diberi … tapi tulus doamu buat yang tercinta, itu juga salah satu
yang luar biasa.’ — Arjuna yakin, kalau kalimat sederhananya ini
sampai. Kalimat sederhana diwaktu nasehati sang putri yang
memaksa pecah celengan cuma buat beli kado ulang tahun Arjuna.
“Sudah?” Arjuna bawa putrinya mendekat, “tiup kalau begitu
ayo lilinnya.”
Adira tersenyum, semangat tiup lilin sampai mati dan berakhir
tepukan tangan. Satu persatu cium ia terima— Papa di pucuk
kepala, Abah di tangan dan Bulek di pipi kanan kiri.
Lagu potong kue juga mengalun riang dari semua yang ada di
kamar hangat ini. Dinyanyikan riang sekali dan berakhir saling
suap.
Suapan pertama buat Arjuna. Buat lelaki yang meski kadangkala
kelihatan seram tapi cintanya begitu luar biasa buat Adira.
Suapan kedua buat Abah. Buat lelaki yang kadangkala
ocehannya buat Adira berpikir soal — kok bisa Abah nikah sama Papa
ya? — tapi tetap punya sisi dewasa yang kadangkala buat Adira
segan dan mengaminkan tiap nasihatnya.
Suapan terakhir buat Arini. Buat perempuan cantik yang sejak
awal jadi orang pertama yang jadi teman tidur dan ngobrol Adira.
Bulek cantik yang ajari Adira bagaimana dandan cantik dan pilih
baju buat main.
Malam ini, Adira resmi masuk umur 13 Tahun.
214
balada dosmud
215
balada dosmud
216
balada dosmud
Kan, lucu banget kan? Adira yang lagi nangis begini jadi ikut
ketawa cuma gara-gara dinamika hubungan dua lelaki hebat ini.
Dua lelaki ini, yang akan selalu jadi guru kehidupan Adira. Beri
pelajaran lewat tindak tanduk di keseharian yang pasti Adira
perhatikan dan ambil baik buruknya buat diaplikasikan di
kehidupan.
Mungkin sampai usia 13 tahun ini, pelajaran hidupnya baru
setingkat kedisiplinan sebagaimana Papa yang selalu berusaha
on-time setiap janji. Juga soal Kebaikan sebagaimana Abah yang
selalu ajak Adira berbagi ke panti-panti asuhan setiap bulan.
Pelajarannya akan terus bertambah, mungkin nanti akan sampai
ke dalam kasus percintaan atau penyelesaian masalah. Iya, masih
panjang … karena sejatinya Adira ini belajar seumur hidup dari
guru kehidupan paling hebat yang mengajarkan segala hal tanpa
pamrih. Guru itu, adalah mereka— Papa dan Abah yang janji Adira
balas peluh dan lelahnya sampai nanti, sampai mati.
***
Epilog 1:
Nanang serius amati satu-satu display berbagai macam merek
pembalut di depan. telunjuknya susuri satu-persatu sambil gumam
pelan— warna biru … biru … biru …nah!
“Eh? tapi kayak bukan ya.”
217
balada dosmud
218
balada dosmud
“Hadeuh, ini kalo bukan gegara anak cantik yang cuma sebiji
nih mana mau gua begini.”
“Wes tah, jangan ribut.”
“ABAAAH! PAPAAAA! KUAT GAAAK?”
Arjuna yang baru bantu ikat tali sepatunya Nanang ini kasih
jempol, supaya putrinya yang sudah sampai di ujung bukit kecil itu
bisa tenang. Nanang cuma nyeringai kecil aja sambil gumam —
seneng bener tu bocah ya.
219
balada dosmud
220
balada dosmud
221
balada dosmud
222
balada dosmud
Mencintai Cinta
“Nduk, mau bantu papa besok?”
“Bantu apa?”
“Bantu jadi juru foto.”
“Bisa!”
“Tapi Papa minta tolong ya.”
“Apa?”
“Jangan bilang Abah.”
Kemarin sore, Adira diberi permintaan aneh dari sang Papa.
Katanya, minta tolong buat jadi juru foto. Foto apa? Enggak tau,
Adira cuma dikasih satu kamera polaroid dengan 3 bundle refill
kertas buat dipegang.
“Siap, nduk?”
“Siap!”
Dari tempatnya duduk, Adira perhatikan papa yang tersenyum
sambil benarkan kacamata hitam lalu gas mobil dan jalan. Adira
masih gak paham, kenapa tiba-tiba papa minta Adira buat bantu
foto. Adira kenal Papa seperti apa. Bukan Papa sekali kalau niat
foto begini— diajak selfie aja susah kok.
Jalan kali ini, rasanya agak jauh— dari rumah mereka di utara
jogja ini turun ke selatan. Papa cuma diam, nikmati alunan musik
dari musisi yang Adira tau sempat hits di era 2020 an. Jauh sebelum
Adira mengerti soal musik itu sendiri.
223
balada dosmud
224
balada dosmud
225
balada dosmud
Blitz menyala dan foto ketiga selesai. Kali ini Adira buru-buru
duduk dan kasih kertas foto ke Arjuna— penasaran, apa yang mau
papanya tulis soal ruangan ini.
‘Asdosku ribut. Berisik.’
Adira mengulum senyum jenaka yang kemudian ditimpali cubit
Arjuna.
“Habis ini kemana lagi pa?”
“Kosan abahmu.”
Iya, ke satu kos-kosan elite yang dulu cuma satu lantai dan kini
sudah berubah bentuk jadi kosan 4 lantai. Arjuna masuk, minta izin
ke pemilik kosan buat foto bangunan.
“Silahkan pak, barangkali cocok anaknya kos di sini.”
Adira terkekeh, senggol Arjuna yang cuma menimpali dengan
celetukan— piye nduk? Mau ngekos tah?
Adira dorong pelan sang Papa buat ambil posisi dan foto. Kali
ini, soal apa? Adira penasaran.
‘Kosan seribu kisah.’
Adira tatap wajah sang Papa dengan seringai menyelidik, “hayo?
Ngapain papa sama abah di kosan?”
Arjuna remat muka putrinya sampai mengamuk minta dilepas,
“pikiranmu nduk, kejauhan.”
Cukup. Ayo jalan lagi. Kali ini gak jauh, cuma belok sedikit ke
lapangan ujung perumahan. Lapangan serbaguna yang kalau lihat
raut muka Arjuna, sepertinya bukan kenangan menyenangkan.
226
balada dosmud
227
balada dosmud
“Jangan yang kayak Papa persis lah …” Arjuna tap kartu parkir
keluar, “harus yang lebih baik dari papa.”
Senja mulai datang. Kali ini mobil bergerak lurus ke tempat yang
Adira tau benar ke mana. Ke dataran gunung kidul. Tempat
pantai-pantai cantik berada. Dua jam, Adira sampai tertidur dan
baru bangun waktu sang Papa elus kepalanya perlahan.
Pantainya sepi tapi cantik. Ombaknya gak begitu besar, banyak
karang tumpul buat duduk dan menikmati terbenamnya matahari.
Kali ini, fotonya Arjuna berdiri hadap matahari.
Setelahnya ternyata gak langsung tulis di foto, tapi Arjuna ambil
ranting buat ukir sesuatu. Arjuna serius ukir sesuatu, lalu selesai
dan Adira baca.
‘Siap Melangkah?’
Adira masih bingung, sampai kemudian Arjuna lanjut ukir lagi.
Ukirannya banyak sekali. Ukiran tahun; mulai dari tahun pertama
pernikahan sampai ke tahun ini. Totalnya, 20 Tahun.
Aaah? Anniversary? —Kini Adira mengerti kenapa Papa mau
foto-foto sebegininya. Kenapa juga pilih ajak Adira dan bukan
Abah. Karena Papa sepertinya merencanakan sesuatu buat perayaan
hari jadi.
“Sudah difoto, nduk?”
“Udah, ini yang tahunnya gimana?”
“Foto tiga aja, tahun pertama. Tahun ke—enam sama tahun
paling akhir.”
228
balada dosmud
229
balada dosmud
230
balada dosmud
Kali ini Adira diminta ambil ke foto sebelahnya. Ini foto langit.
Iya, cuma langit yang entah kenapa Arjuna ambil.
“Perayaan itu sejatinya adalah refleksi. Sudah sejauh apa
berjalan? Masih sama orang yang sama atau enggak? Biasanya,
setiap tahun … Papa sama Abah itu refleksinya sambil lihat langit.
Abahmu suka bintang soalnya— tapi terlepas dari bintangnya,
kenapa pilih sambil lihat ke atas, ya karena langit itu luas. Jadi
makin terasa kalau diantara milyaran manusia yang ternaungi di
bumi, nyatanya tuhan pertemukan kami buat satu sama lain.”
Adira ambil foto berikutnya. Ini foto keluarga mereka— ada
Abah, Papa dan Adira.
“Adira sekarang sudah besar. Sudah berapa tahun? Iya, 17 tahun
ya. Sudah bisa mengerti apa itu perkawinan. Sudah bisa memahami
soal perjuangan. Jadi, buat tahun ini papa mau ceritakan awal mula
kisah kami ini sebagai bentuk refleksi dan Papa mau refleksinya
juga ada kamu. Supaya kamu bisa tau— oh, ini toh kisah
orangtuaku? Ternyata dibalik kesempurnaan kami ini, ada loh
cacat-cacat kecilnya.”
Berlanjut ke foto berikutnya. Ini foto Arjuna di parkiran yang
Adira ambil.
“Kalau Papa bilang, Abahmu pertama kali jatuh cinta ke Papa itu
di parkiran, ketawa gak nduk?”
“Hah? Beneran?”
231
balada dosmud
“Iya. Padahal Papa cuma bantu satu mahasiswa yang kok kasian
sekali itu motornya mogok, lah yang dibantu kok ya jatuh hati itu
kan lucu ya?”
Bapak Anak ini tertawa berdua. Kisah lucu itu mengalun lagi,
soal motor mogok, soal katanya Arjuna ini mirip mendiang
Kakaknya Nanang yang luar biasa dewasa. Adira dengar semuanya
seperti satu cerita baru yang menarik buat didengar.
“Lah? Itu berarti Abah ngejar Papa banget dong?
“Coba buka foto berikutnya, itu.”
Foto selanjutnya. Ini foto Ruang kelas dan Arjuna.
“Ngejarnya itu ya, sampai tugas rela mepet diakhir supaya kena
omel. Cover mika sengaja beda warna sendiri supaya Papa itu
panggil namanya dia dan maju ke depan. Luar biasa kan? Tapi, ya
bener … disitu itulah Papa tau kalau — oh, ini si Andanang
namanya.”
Kali pertama Arjuna kenal Nanang, ya di kelas. Kali pertama
terpahat di ingatan soal inilah Andanang Lazuardi, si mahasiswa
cerewet yang sukanya salah-salah kalau buat tugas.
“Ih, Abah modus ih!”
“Loh, itu belum modus, ada lagi lanjutannya.’
Foto berikutnya Adira buka, ini foto Papa di ruang dosen.
“Abahmu itu, sampai rela jadi Asdos. Papa suruh buat sebar
kuesioner, input data ini itu, sampai kadang pulangnya ya agak telat
232
balada dosmud
233
balada dosmud
234
balada dosmud
235
balada dosmud
gak bisa seluwes ini bicara panjang. Karena ya gak mungkin Papa
banyak bicara ke Abahmu. Suka malunya lebih besar Papa ini.
Karena kamu juga, Abahmu yang petakilan itu jadi lebih dewasa.
Jadi kalau ditanya kenapa foto yang Papa ambil cuma tahun
pertama, tahun kedatangan kamu dan,”
Arjuna ambil foto terakhir.
“tahun sekarang ini .. Itu semua karena 3 Tahun ini yang paling
berarti dalam hidup. Tahun pertama, itu paling berat— karena mau
gimanapun, kami ini baru pertama kali jadi sepasang yang
setingkat mau tidur tapi keganggu suara dengkur aja gak boleh
protes. Tahun kamu datang, itu tahun pendewasaan, karena kami
juga jadi harus belajar lagi jadi orangtua.”
Arjuna taruh semua foto, ubah posisi duduk kini menghadap ke
Adira. Dipegang pundak sempit sang putri dan diajak bersitatap
lurus satu sama lain,
“Tahun ini, tahun cantik. Angka 20 itu cantik karena termasuk
sudah lama tapi juga belum selesai perjuangannya. Tahun ini,
spesial, karena refleksinya sama kamu. Supaya, Adira Lazuardi ini
mengerti…,”
Arjuna sampir poni sang putri yang tersibak angin pantai ini ke
sela telinga,
“kalau namanya mencintai cinta itu gak mengenal angka dan
usia. Harus sampai menutup mata. Juga soal mencintai cinta itu
juga caranya luar biasa beragam. Kali ini papa pilih buat libatkan
236
balada dosmud
237
balada dosmud
Doanya mungkin setulus doa Pada saat Adira ulang tahun, atau
selembut waktu Adira sakit dan dibisik pelan sebelum tidur. Doa
ala Papa itu selalu sederhana, realistis dan tulus.
Jadi, tolong dengar ya, Pa! ini doanya Adira buat Abah dan Papa.
“Adira haraaap banget, Papa sama Abah itu berumur panjang!
Kalau bisa kita tuanya bareng, nanti aku mau kerja sampai kaya
raya supaya bisa punya tabungan hari tua deh! Terus, juga semoga
Abah sama Papa gak pernah berantem yang gimana-gimana ya!
soalnya kalau sampai putus lagi duh, aku yang patah hati.”
Adira senyum, Arjuna usap satu airmata luruh di pipi sang putri.
“T—terakhir … aku gak mau doa, tapi maunya bilang makasiiiih
banget soalnya udah dibolehin ikut Papa sama Abah. Dikasih lihat
kisah hidup kalian begini tuh rasanya seneng banget. Aku sampe
lupa dikit tadi kalo aku gak dilahirin dari Papa sama Abah.”
Adira peluk Arjuna. Punggungnya diusap-usap tangan besar
yang sudah jaga dirinya sejak dulu kecil hingga sedewasa sekarang.
Hari ini, selesai sudah. sederhana memang, tapi begitu hangat
rasanya.
20 tahun kisah Arjuna Nanang dan akan terus bertambah lagi
angkanya. Semoga panjang umur dan sehat ya!
***
Layar home theater yang sejak sejam lalu tampilkan video yang
menguras airmata ini kini berakhir dengan adegan Arjuna yang
berjalan, lambai tangan ke kamera lalu matikan kamera dan
238
balada dosmud
20 Tahun Berlalu.
Dek, semoga tersampaikan ya. Soal kenapa cuma sesederhana ini
perayaannya.
Mas mau untuk tahun ini, ada satu orang yang dengar kisah kita
secara utuh … supaya kalau di masa tua nanti kita mulai pikun dan lupa
soal detail-detail kisahnya, masih ada yang ingat dan bantu ceritakan
ulang— dan orang itu gak lain gak bukan jelas anak wedok satu-satunya
yang kita punya.
Semoga dengan diestafetkannya kisah kita yang agak rumit di awal itu
bisa juga beri pelajaran hidup baru buat Adira. Lah wong anak e sampai
ndak mau nikah itu gara-gara standarnya kita berdua.
Terlepas dari itu semua, Mas mau ucap selamat buat kita. Hebat toh?
20 Tahun itu bukan waktu sebentar loh. Mas makin berasa sudah tuanya.
Mas ini gak segagah dulu. Semoga masih tetap jadi kebangganmu, ya.
Sebagaimana kamu yang selalu jadi kebangganku meski sudah ada
keriput di sepanjang matamu.
Selamat ulang tahun pernikahan. Semoga bahtera rumah tangganya
selalu berjalan meski ada hambatan, semoga berakhir selamat ke
tujuan— ke keabadian.
239
balada dosmud
240
balada dosmud
241
balada dosmud
242
balada dosmud
Kalimat titip ini gak sekedar penjagaan semata— tapi titip apa
yang sudah Arjuna berikan sepanjang umur kedewasaan Adira buat
dilanjutkan lebih baik lagi.
“Pasti. Pasti dijaga.”
Tugas Arjuna, selesai begitu genggam tangannya dan jemari
cantik ini terlepas. Pindah sudah ke genggaman lelaki yang belum
punya keriput di punggung tangan.
Meski sebagian hati masihlah berat— karena seorang anak
putri, akan tetap jadi anak kecil di mata seorang bapak— tapi hidup
harus berjalan. Arjuna harus estafetkan penjagaan Lazuardi
cantiknya itu sebelum raganya gak lagi mampu buat beri penjagaan
sebagaimana kemarin.
“Mas. Tisu nih. Gak apa-apa sih nangisin aja. Diranya gak liat.”
Sekali lagi, pernikahan itu … soal tujuan. Arjuna pernah lalui
banyak hal hebat dalam hidup.
perjuangkan cintanya karena tujuannya adalah pernikahan.
Perjuangkan karir dan pendidikan supaya karena tujuannya adalah
ke titik derajat yang diinginkan. Pun pernah perjuangkan ilmu dan
kemampuan mendidik anak karena tujuannya supayabisa besarkan
seorang gadis cilik hingga menjadi wanita cantik.
Semua itu adalah tujuan-tujuan kecil yang buat tiap harinya
selalu terarah—tau apa yang harus dikejar dan dicapai. Semua
tujuan-tujuan kecil yang dikejar bukan buat apapun melainkan buat
sangga tujuan utama Arjuna.
243
balada dosmud
244
balada dosmud
dengan beberapa hal soal pasangan, setidaknya masih ada satu dua
hal baik yang buat perempuan ini bertahan.
Inilah pernikahan, bukan soal sekedar cinta— tapi soal
bagaimana caranya supaya bisa menua bersama.
“Papa! Abah”
Arjuna dan Nanang yang duduk berdua di kursi ini terkekeh,
terima peluk si putri cantik yang menawan luar biasa.
“Mas, ih itu nangis tau anaknya!”
“Ya biar aja, kan sudah ada suaminya— ya kan nduk?”
Adira gak peduli make upnya luntur sekalipun. Harunya masih
sesak menumpuk sejak tadi di ruang tunggu sampai berakhir
genggam tangannya bukan lagi Arjuna.
Hari ini, Adira resmi labuhkan hidup ke satu lelaki yang punya
segudang cara lucu buat luluhkan hatinya yang susah ditembus.
Satu lelaki yang meski sudah Arjuna dan Nanang percayai
sekalipun tapi tetap mau buat berjuang selayaknya orang baru pada
umumnya.
Adira gak pernah membayangkan soal pernikahan— bertahun
hidup bersama Arini yang menganut tegas prinsip lebih baik
sendiri dibanding pusing — ini secara gak langsung bentuk
mindset yang sama di hati.
Adira gak punya tujuan apapun di bumi selain satu; jaga
keluarganya ini sampai mati. Namun lelaki sejuta kata yang sentuh
titik terdalam hatinya lewat kalimat;
245
balada dosmud
“Aku dan kamu itu sama, Dira. Gak ada tujuan lain di hidup selain
mau balas budi buat dua yang sudi angkat kita dari gelapnya hidup tanpa
penjagaan— tapi Dir, bukan berarti bahagianya kamu juga berhenti di
situ. Kamu berhak punya kehidupan.”
Sore itu, lelaki yang pernah jadi teman masa kecilnya ini sengat
hatinya lewat satu kalimat sederhana dan tatap mata sendu,
“Dira, yang aku tau … perempuan hebat sekalipun tetap butuh
ditemani. Aku bener gak?”
Benar … karena kuatnya Adira ini cuma tameng buat tutupi
banyak hal lain yang gak perlu orang lain ketahui— dan lelaki ini,
luar biasa mau mengerti, bahwa Adira gak cuma bawa diri sendiri,
tapi 2 sekaligus — yang mana jika mau Adira, maka harus terima
juga buat senantiasa sayang Arjuna Nanang.
“Aku temenin, ya? Buy 1 Get 3 loh. Terima aku, berarti dapet Papa
Eja sama Ayah Dika. Nanti kalo mereka tua gitu, kita bangun rumah
lansia–friendly. Biar main bareng deh itu berempat.”
Bener kata Papa— anaknya Reza itu ya keras juangnya sama saja
kayak bapaknya, belum lagi mulutnya mesti muanis to nduk?
Jadi, ya Adira mau menikah karena berakhir temukan satu yang
mampu yakinkan dirinya … kalau pernikahan gak akan menghalangi
baktinya sama sekali pada dua orang yang ia peluk sekarang ini.
“Loh ini kok ya nangis terus toh.”
“Diraaaa, yailah Diraaaa itu malu luntur maskara itu kayak
tuyul.”
246
balada dosmud
“Ih! Abah!”
Arjuna tertawa. Lucu, putri kecil yang warisi diam dan tegasnya
Arjuna ini tengah jujur soal hati.
“Pokoknya Abah sama Papa tuh ada apa-apa bilang Dira loh!”
“Loh ya kita kan masih sama-sama toh nduk? Mau kamu pindah
rumah juga kan ya masih di bumi yang sama.”
Meski harus legowo lepas putrinya ke pelukan putra Dewangga,
tapi Arjuna gak masalah juga … toh mereka masih ada di satu bumi
yang sama. Meski ya tetap sih, Adira pergi dan Arjuna Nanang
ditinggal.
Arjuna lirik Reza dan Dika yang sibuk bicara ke Raka. Mungkin
ulur waktu supaya Istrinya bisa punya waktu luapkan emosi
sebelum dipajang di pelaminan 5 jam sampai resepsi selesai ya.
Dipikir-pikir lucu ya? Diantara milyaran manusia, kok ya
ketemunya mereka lagi … mereka lagi. Kayak sempit sekali ya bumi
ini? Ya atau memang Arjuna ditakdirkan buat seumur hidup
geleng-geleng kepala sama kelakuan Reza Dewangga?
“Juna, nangis dong Jun, itu videographer sia-sia itu ngeshoot
kamu.”
“Mulutmu ya, Za.”
Cukup. Biar aja dua bapak-bapak itu saling ledek, mari antar dua
pengantin baru ini ke pelaminan ya. Biar satu Ballroom hotel ini
bisa lihat seberapa bersinarnya putri cantik yang Arjuna Nanang
jaga sampai kilaunya buat semua pangling begini.
247
balada dosmud
248
balada dosmud
249
balada dosmud
250
balada dosmud
251
balada dosmud
BALADA DUA:
UNRELEASED SCENE
252
balada dosmud
253
balada dosmud
Mengenal Lazuardi
Arjuna berlari, buru-buru masuk ke ruang kamar kos ekslusif
lantai 2 kamar 37. Arjuna lari secepat mungkin dari ruang dosen
begitu satu panggilan Nanang masuk dan cuma kedengaran suara
sesak yang tanpa perlu dijelaskan lebih lanjut sekalipun jelas
paham apa situasinya.
“Dek,” Gak repot ketuk pintu dan langsung melesak masuk buat
bawa lelaki yang diam di pojokan kamar itu ke pelukan. Arjuna
tangkup wajah yang mulai sedikit pucat itu buat ditenangkan.
Ditatap lekat netra yang tersirat kepanikan itu supaya tenang,
“nafas dulu pelan, iya … bener begitu.”
Mata Arjuna lirik kanan kiri waspada, cari satu benda yang biasa
ada di sekitar Nanang— ada, di pojok sana. kaleng besar oxycan
yang sepertinya belum terpakai. Ia ambil sekali gerak, dekatkan
telinga ke dekat mulut Nanang buat dengar nafas lelakinya ini
apakah masih berbunyi atau sudah mulai nyaman. Ternyata cuma
sedikit berisik, masih bisa ditangani tanpa perlu ke UGD.
“Dek, tak pakaikan inhaler ya ini?” Tanya Arjuna memastikan
sekali lagi. Diarahkan oxycan kecil ini ke daerah hidung dan mulut,
disemprot waktu Nanang siap tarik nafas dan dilakukan beberapa
kali sampai mulai tenang.
Arjuna sanggah tubuh yang merosot tiba-tiba ini lalu
disandarkan ke kepala kasur. digenggam jemari dingin lelakinya
buat di bawa ke wajah Arjuna.
254
balada dosmud
255
balada dosmud
“Mas!”
Arjuna serahkan helm ke lelaki yang sudah kelihatan rapi meski
cuma pakai kaos putih berbalut jaket hitam dan juga celana jeans.
Cocoklah sama Arjuna yang pilih pakai kemeja hitam dan celana
jeans.
Hitungan bulan, harusnya ini masuk satu bulan sudah dari kali
pertama Arjuna minta Nanang buat jalin hubungan. Permintaan
yang Arjuna mati-matian ucap setelah puluhan kali latihan di
depan cermin sendirian.
“Mas, mau makan itu aja gak?”
“Kamu mau yang tenda mana? Aku ngikut.”
“Itu yang ada bebek bakar!”
Di bulan pertama ini, kalau mau dihitung jari, kencan mereka
mungkin sekitar 3 kali? Iya. Karena sabtu—minggu kemarin,
Arjuna gak luang waktu akibat rapat kerja. Jadi anggap aja ini rapel
dari minggu kemarin.
“Mas, kemaren—.”
“Makan dulu, dikunyah,” Selak Arjuna sambil pindahkan bebek
miliknya yang sudah disuwir ke piring Nanang, “keselek nanti.”
Nanang ini cerewet ya. Arjuna kadang-kadang agak capek buat
ngimbangin dia yang gak pernah habis topik— ada aja gitu yang
dibahas. Kadangkala serius, kadangkala cuma hal sepele yang buat
geleng-geleng kepala.
256
balada dosmud
257
balada dosmud
degup kencang setiap hari. Asdosnya yang ribut gak bisa diem –
Andanang Lazuardi.
Arjuna gak pernah membayangkan bisa mau sabar jemput
seseorang buat kencan. Sebagaimana ia jemput Nanang dan rela
tunggu seperti ojek panggilan.
“Mas! Hehe lama ya?”
“Dandanmu itu ya. Mau manggung dimana?”
Gak pernah juga membayangkan bisa beri panggilan seseorang
selain nama lengkap. sebagaimana panggilan unik yang disematkan
khusus buat kontak Andanang— Na <3.
Arjuna juga sama sekali gak pernah membayangkan kalau
sebagian dari dirinya ini berakhir mau terbuka buat sayangi
seseorang selain diri sendiri.
Arjuna ini, jatuh cinta.
Meski belum tau harus bagaimana dan seperti apa mencintai
seseorang, tapi cara Arjuna yang jadikan setiap harinya harus selalu
ada selipan hal baru soal kamu, semoga diterima sebagai salah satu
bentuk cinta.
Karena terakhir kali mengenal seseorang begitu dalam, Arjuna
justru dikecewakan— dan semoga yang kali ini gak beri
pengalaman yang sama. Semoga ya. Semoga gak ada satupun hal
penting dari kamu yang tak lewatkan.
258
balada dosmud
259
balada dosmud
260
balada dosmud
261
balada dosmud
262
balada dosmud
Na
….
● Nanang ada asma. Gak boleh lagi hujan-hujana kayak
tadi.
263
balada dosmud
***
Kejadiannya lama, sudah 2 tahun yang lalu. Namun masih akan
selalu membekas baik di benak Arjuna maupun Nanang. Nanang
kalau ingat lagi sudah sejauh apa Arjuna kenali dirinya, rasanya
tetap gak bisa buat gak terharu. Arjuna sudah jauh lebih mahir
dibanding awal-awal tangani asmanya.
“Sudah tenang? Ini Mas lepas ya?”
Cara Arjuna yang serius tapi halus disaat bersamaan ini selalu
membuka lagi ingatan Nanang akan sang Kakak yang sudah jauh
pulang ke pangkuan Tuhan.
“Dek, coba liat Mas.”
Cara Arjuna tangkup wajahnya buat diajak bersitatap dan
diusap pelan. Cara lelaki ini yang begitu hebat tenangkan dirinya
yang kadangkala masihlah panik meski sudah bertahun hidup
bersama penyakit yang suka kambuh di waktu gak terduga ini,
mirip sekali dengan mendiang sang kakak.
264
balada dosmud
Epilog:
265
balada dosmud
Nanang kaget. Kali ini yang jemput bukan lagi motor besar
melainkan Pajero hitam.
“Lah? Mas?”
“Ayo masuk.”
Nanang masuk, pakai seatbelt dan tatap Arjuna penuh tanya.
“Kenapa?”
“Kenapa apanya?”
“Kok pake mobil? Perasaan Mas gak ada mobil deh.”
“Yo bawa pas pulang dari Malang,” Arjuna putar setir buat
sebrang jalan raya, “biar gak kepanasan kehujanan.”
Arjuna beneran begini? Sumpah.
Nanang awal Arjuna gak merokok di depannya aja agak kaget,
apalagi waktu ditanya alasannya kenapa, jawaban arjuna cuma
sesingkat— ya sekarang kan aku ada kamu, gak bisa sembarangan—
terus ditambah ini tiba-tiba bawa mobil cuma supaya gak
kehujanan lagi.
Nanang lirik interior mobil, lalu gak sengaja matanya tangkap
satu botol yang jelas familiar buat orang asma kayak dia ini.
Sumpah demi apapun, itu beneran botol oxycan di kursi belakang.
Gila, ini Nanang bingung antara mau kesel gara-gara kemaren
mau cium tapi gak diwaro atau jatuh cinta lagi hari ini sama si
laki-laki jawa paling act of service.
“Senyam-senyum kenapa?”
“Gak papa, Mas ganteng.”
266
balada dosmud
“Heleh.”
Biarin dah mau dia ini galak juga gua tetep cinta kalo begini sih.
I love you goceng, Mas!
***
267
balada dosmud
268
balada dosmud
269
balada dosmud
270
balada dosmud
271
balada dosmud
“Jelas! Lah saya pacaran serius, si Nanang aja nih yang ga mau
diseriusin.”
Nanang baru mau selak tapi Arjuna lebih dulu bicara, “Wah,
kalau gitu harusnya saya bisa ya tanya Mas Vian ini soal suami saya
ya?”
Nanang mendelik ke Arjuna, tapi gak digubris dan lebih
anehnya justru Vian dipersilahkan buat duduk dan pilih menu
makanan. Nanang senggol kaki Arjuna di bawah meja, tapi cuma
dibalas lirikan dan gak ada jawaban berarti.
‘Ini kenapa jadi begini sih?’ — sungut Nanang dalam hati. Jujur,
mata Arjuna gak terbaca. Apa kesal atau marah atau justru biasa
aja?
Yakinnya Nanang, Arjuna gak cepat tersulut emosi kok, tapi ini
beda kasus … karena jujur, Arjuna memang sama sekali gak tau soal
Nanang yang gak suka makan Seafood— dan Nanang takut kalau
Arjuna salah paham.
“Mas! Ih, kok dibiarin ikut makan sama kita sih?” Bisik Nanang
tertahan begitu Vian pergi ke meja kasir buat serahkan menu.
Arjuna gak beri jawaban apapun, cuma lirik Nanang sambil sesap
teh hangat pelan-pelan.
“Mas! Ih, itu tuh cuma mantan waktu SMA. Pacaran juga cuma
setaun buat iseng doang, gak penting orangnya juga ih!” Nanang
senggol kaki Arjuna sekali lagi dan masih gak ada jawaban selain
deheman kecil dari suaminya itu.
272
balada dosmud
273
balada dosmud
“ … gitu, Mas. Lah emang saya mah apa si yang gatau soal ni
bocah satu, ya gak Nang?.”
“Bacot lu.” Nanang tendang kecil kaki Vian lalu bersitatap sekali
lagi dengan netra Arjuna yang lihat interaksi mereka berdua dalam
tatapan penuh selidik.
Nanang cuma bisa perhatikan suaminya ini bicara. Gayanya khas
Arjuna sekali— lugas tegas serius tapi santai. Persis gaya bicara
kalau berhadapan sama Mahasiswa. Namun agak sedikit berbeda
karena kali ini ada penekanan di tiap penggal kata ‘suami saya’ dan
‘mantan pacar’.
Arjuna seperti mau bentuk garis pembatas tinggi antara mereka,
bahwa disini, Arjuna adalah suami Nanang dan Vian cuma sekedar
mantan.
Seenggaknya begitu yang Nanang tangkap— karena sekali lagi,
Arjuna tetap Arjuna yang sulit sekali ditakar apa isi hatinya cuma
lewat raut muka.
Satu jam mungkin ada. Pembicaraan yang sesekali diselingi
banyak pesanan datang dan makan. Vian pamit pulang gak lama
begitu makanan habis, sambil cekikikan pergi kayak gak berdosa
—padahal baru aja senggol macan tidur.
Nanang cuma bisa ketawa sama kejadian malam ini. Ketawa
buat tingkah lucu Arjuna yang cemburu. Ketawa juga sama
dumalan sebal Arjuna waktu lihat struk panjang yang didominasi
pesanan si mantan pacar Nanang yang gak tau malu itu.
274
balada dosmud
Epilog:
Dua lelaki beda tinggi ini keluar dari satu rumah sakit. Satunya
bawa map besar satunya lagi sibuk bergelayut di lengan yang lebih
tinggi.
“Dibilangin ngapa gak percaya sih mas.”
“Ya namanya juga perlu kepastian.”
Nanang mendecak kesal, tangannya garuk lengan yang masih
bentol-bentol sisa uji Tes Alergi barusan.
“Aku tuh cuma susu aja kan bener paling parah tuh. Sisanya
santai.”
275
balada dosmud
276
balada dosmud
Seafood tuh aku cuma gak nyari aja sih, bukan gak suka banget. Jadi
kalau dicoba makan ya masih bisa.”
Arjuna hela nafas pelan, lepas kacamatanya sambil taruh map ke
nakas sebelah kasur. Ganti arah ke suaminya yang sudah merebah
di kasur.
Posisi Arjuna yang duduk bersandar kepala Ranjang ini buat
Nanang mendongak lurus buat bersitatap. Satu tangan Arjuna
turun, belai pipi hangat lelakinya sambil bergumam kecil, “Ya
padahal diomong aja, Dek. Gak mesti apa yang Mas suka itu harus
kamu suka juga.”
Nanang ambil tangan Arjuna, digengggam lalu bawa buku
tangan lelakinya ini buat dicium, “Aku tuh kalo emang gak bisa
banget pasti ngomong kok. Itu seafood karena bisa, jadi gak perlu
juga diomong.”
Nanang tarik tangan Arjuna, buat suaminya ini berakhir timpa
badannya dan nyaris menindih kalau gak segera tahan pakai tangan
yang bertengger di sisi kepala Nanang.
Pendar lampu terhalang, berganti jadi rupa Arjuna yang meski
cuma tertimpa silau temaram lampu nakas masih mampu terlihat
tegas dan rupawan.
Nanang terkekeh, gesek hidung Arjuna menggoda sambil bicara
lirih, “Mas kalo cemburu lucu banget, aku gemes liatnya.”
Arjuna gak sempat balas kalimat Nanang, kalah cepat disumpal
bibir manis di bawahnya ini buat diajak berbagi pagutan pelan.
277
balada dosmud
278
balada dosmud
279
balada dosmud
BALADA TIGA:
WHAT IF THE SERIES
Bagaimana mimpi bisa gugah hati dua yang saling jahil tiap hari.
Ini kumpulan kisah abstrak yang meski terasa nyata, tapi syukurlah
masih bisa diceritakan sebagai kisah yang berujung pada kalimat;
280
balada dosmud
Prelude:
281
balada dosmud
“Mas.”
Arjuna hela napas, “ Apalagi, dek?”
“Tapi aneh, kita mimpinya selalu gantian tiap sehari sekali. Pasti
seru kalo tuker-tukeran—ssut bentar! lagian ya, aneh! masa mimpi
doang tapi aku inget banget tiap detailnya. Kan gilaaa.”
Iya juga, kenapa kalau cuma bunga tidur tapi sesak dan sedihnya
bahkan masih Arjuna rasa, ya?
Arjuna lirik Nanang yang menatapnya penuh harap– lagipula,
Arjuna penasaran, mimpi apa suaminya itu sampai ngigau namanya
berkali-kali bahkan menangis?
“Oke.”
“Yes!”
Nanang beringsut mendekat ke Arjuna, ambil tangan suaminya
buat dibawa ke balik leher dan bergerak mendekat bersandar di
pundak.
“Siapa dulu?”
“Aku!”
***
282
balada dosmud
bridge:
Kisah pertama ini soal Arjuna yang divonis penyakit
mematikan dan cuma berujung kematian. Rasa sakit dan sesak itu
menjalar kembali, Nanang seperti merasakan bagaimana sulit
Arjuna berusaha kuat dan cuma punya dirinya sebagai motivasi
buat lawan penyakit dan kembali sehat.
“Mas tuh nyembunyiin sakitnya. Takut aku malah sedih gitu
katanya.”
“Lah ya pasti begitu toh?”
“Ih tapi sedih tau!”
“Ya wes mulai aja ceritamu.”
Mimpi ini, meski berakhir perpisahan, tapi begitu terbangun
justru buat Nanang sadar satu hal— bahwa Arjuna, gak pernah
menyepelekan apapun dari dirinya— termasuk senyum dan
cerianya yang justru jadi kunci semangat hidup lelaki ini.
***
tw: angst – major character death
283
balada dosmud
284
balada dosmud
285
balada dosmud
“Mas? kok mas sekarang gampang pucet sih? mau aku anter ke
dokter gak?”
Arjuna gak bisa beri jawaban apapun selain—paling perasaanmu
tok, Dek.
Netra cantik lelakinya ini berubah sendu. Binar cantik gemerlap
kecintaannya itu hilang sekejap cuma karena sadar ada yang lain
dari Arjuna — meski sebatas wajah berubah pucat. Ini … Ini yang
Arjuna takutkan dari semua hal buruk yang tiba-tiba datang.
Arjuna bukan takut mati …
Arjuna cuma takut kalau ceria lelakinya ini pergi.
“Tapi Nanang harus tau, Juna!”
“Kamu gak ngerti, Za!”
Meski Reza kali ini jauh lebih mainkan logika dengan pinta
Arjuna buat beberkan semua keadaan menyedihkannya ini ke
Nanang, tapi Arjuna gak begitu. Logikanya kalah, jauh jatuh ke
bawah dan naikan hatinya sebagai pemenang serta penentu
keputusan. Bahwa sakit parah ini, biar Arjuna coba selesaikan dulu
sendirian.
“Jun? Kan kamu yang sering marahi aku kalau soal perkara
begini. Katamu itu apa-apa harus dijelasin, supaya semua jelas—
nah? Kamu sekarang?” Reza tatap Arjuna dengan binar mata sulit
bisa dipercaya.
286
balada dosmud
Arjuna balas, dengan netra sendu yang baru kali ini Reza sadari
muncul di wajah rekan kuatnya ini. Binar itu perpaduan cinta,
sayang dan putus asa.
“Kamu gak ngerti, Za …”
Iya, Reza gak akan mengerti … Ini gak sesederhana Arjuna jujur
lalu semua beres. Ada harga yang dibayar dari itu semua— dan
Arjuna belum siap. Sama sekali belum siap kehilangan.
“Nanang kalau tau, bisa-bisa ikut sedih kayak aku, Za.”
Bahkan jika hidup 1000 tahun sekalipun tapi tanpa senyum
Lazuardinya ini, ya sama saja… Sejak awal, Arjuna sudah lebih dulu
mati.
Ambil apapun dari Arjuna, tapi jangan buat satu yang cerianya
secerah mentari itu meredup..
Reza usap mukanya kasar, tatap nanar sekitar … ikut bingung
karena sebagian hatinya pahami putusan Arjuna yang jauh dari kata
logis ini.
Reza paham, sepatah apa hati Arjuna kalau hari Andanang gelap
begitu tau suami yang mati-matian ia perjuangkan ini nyatanya
dikejar bayang-bayang penyakit mematikan.
Reza juga jelas paham kalau patah hatinya Andanang, berarti
patahkan jiwa seorang Arjuna yang cintai Andanang begitu dalam.
Sulit … seperti buah simalakama.
“Jun,” Reza remat pundak tegap temannya yang mulai mengurus
ini. Ditatap serius sambil coba utarakan pendapat akhir yang bisa ia
287
balada dosmud
beri, “cepat atau lambat, Nanang bakal sadar … dan itu jauh .. jauh
lebih sakit karena dia pasti merasa dibohongi kamu … merasa gak
dipercaya kamu.”
“Apa yang aku gak sadar?”
Arjuna dan Reza lupa, kalau Dika dan Nanang cuma pergi sebentar
lalu kembali pulang gak sampai satu jam.
“Apa yang aku gak sadar, Mas?” Nanang bergerak maju,
tinggalkan Dika di belakang.
“Dek …” Arjuna teguk ludahnya. Tubuhnya yang biasa kuat
nyatanya lemah begitu lihat netra lelakinya berembun sudah.
“M—Mas janji gak bakal tutupin apa-apa dari aku.” Kalimat ini
diucap begitu tegas, jauh dari kata ramah apalagi bercanda. Ini
serius, Reza pilih mundur dan ajak Dika pulang segera. Biar dua
yang punya masalah di belakang yang selesaikan.
***
“Sejauh apa kamu denger obrolanku sama Reza?”
“Soal aku yang harus tau sesuatu.”
Sudah, ini sudah di ujung. Arjuna gak bisa tutupi apapun lagi
meski susah payah. Rematan tangan suaminya itu mengerat, selaras
dengan netra penuh tanya yang makin dalam tatapannya justru
makin sayat hati Arjuna.
Arjuna ulur tangan, tarik Nanang duduk di satu sofa
bersamanya. Sekali hela nafas dalam, kalimat pembuka ini terucap,
288
balada dosmud
289
balada dosmud
290
balada dosmud
buat gak ikut jatuh, dek … Mas juga manusia, yang gak selamanya
auto kuat. Perlu waktu, dan sampai hari ini Mas masih
mengumpulkan itu semua.” Senyum Arjuna getir, kelihatan kalau
lelaki ini tahan segalanya kuat-kuat di hati.
Nanang masih sibuk tahan emosi yang datang bak guncang
gempa tiba-tiba. Masih coba telaah satu persatu situasinya lewat
binar mata tajam dan sendu Arjuna yang seperti yakinkan dirinya
supaya kuat. Arjuna cuma butuh Nanang buat tetap hidup, cuma itu.
Mereka berdua terdiam, sama-sama kebingungan. Arjuna yang
pergi sebentar ke kamar lalu kembali dengan satu map besar
berlogo rumah sakit ini benar-benar bawa kesadaran Nanang ke
permukaan, bahwa ini sama sekali gak bercanda.
Satu persatu diagnosa, hasil periksa dan keterangan medis ini
diperdengarkan, masuknya lewat telinga tapi yang teriris pedih
justru di hati..
Arjuna tutup map dan taruh ke samping. Ia diam sebentar,
dongak tatap langit buat sekedar tenangkan batin. Nanang remat
jemarinya kuat, deru nafasnya memburu dan ini semua gak luput
dari netra Arjuna.
“Dek, kalau gak kuat banget, nangis gak apa-apa …” Arjuna
berembun sudah, wajah lelakinya mulai samar tak terlihat. Kalau
setelah kalimat ini Andanangnya meraung, maka saat itu juga
Airmata yang mati-matian ia tahan ini jatuh.
291
balada dosmud
292
balada dosmud
293
balada dosmud
294
balada dosmud
295
balada dosmud
296
balada dosmud
297
balada dosmud
298
balada dosmud
luar biasa. Bukan … bukan lelah temani Arjuna— tapi lelah buat
terus berpura-pura ceria.
“Lah, itu Reza ya?” Arjuna tengok kaca luar ruang rawat. Lambai
tangan di luar sana itu Reza dan Dika yang memang sudah bilang
Nanang mau berkunjung.
Reza masuk langsung peluk Arjuna, lempar banyak candaan
sambil disaut balasan Nanang supaya suasana semakin terlihat
santai.
“Auk dah ya bang eja, padahal Mas juna nih ganteng aja dah
perasaan, sukanya tuh bilang ke aku kalo sekarang kagak ganteng—
lah kalo mas juna ga ganteng kan aku apalagi yak!”
Tertawa, tersenyum, sumringah.
Semuanya Nanang perlihatkan cuma supaya Arjunanya gak
perlu merasa ketakutan soal apapun— dan jelas ini semua gak luput
dari perhatian Dika.
“Aku bawa Nanang main bentar ya. Jajan.”
Dika bawa keluar Nanang tanpa sibuk minta persetujuan
siapapun. Tinggalkan Arjuna dan Reza di dalam sementara mereka
berdua kini duduk berdua di taman rumah sakit yang jauh dari
kamar rawat.
“Lu nangis di sini aman kali Nang.”
“Dik?”
“Gua tau,” Dika tengok Nanang, usap pundak sahabatnya pelan,
“capek kan?”
299
balada dosmud
300
balada dosmud
301
balada dosmud
302
balada dosmud
303
balada dosmud
304
balada dosmud
305
balada dosmud
“Mas mau hidup sama kamu ….” Susah payah Arjuna bicara,
“Mas mau ada buat kamu …” Isakan lelaki ini gak main-main,
Runtuh sudah. Gak lagi ada Arjuna yang kuat pundaknya. Nanang
peluk Arjuna, menangis tersedu-sedu di pundak gemetar lelakinya.
Ia peluk erat, seakan kalau lepas sedikit maka Arjuna hilang, gak
lagi ada di pelukan.
“Mas …..” Panggilan ini, percuma … karena Arjuna sudah gak lagi
bisa sok kuat cuma buat Andanang. Mereka berdua resmi
dikalahkan keadaan. Kebersamaan mereka kini cuma soal waktu
dan harapan. Baik Arjuna dan Andanang, mereka hancur … tanpa
tahu apakah hati porak poranda ini bisa disusun kembali atau
justru jatuh sudah dan jadi puing berserakan.
***
Vonis akhir yang jatuh dua minggu lalu bukan cuma bercandaan.
Setiap harinya seperti ada satu daun jatuh dari raga Arjuna, lelaki
ini kehilangan satu persatu kekuatan raga yang berakhir cuma bisa
berbaring di kasur putih dan ruangan bau obat.
Setiap harinya cuma ada harapan, doa dan kesempatan. Nyala
berisik mesin tanda kehidupan ini satu-satunya yang jadi tumpuan
Andanang, kalau Arjuna masihlah ada bersamanya.
“Kita tinggal bisa mengharap doa ya, Mas Andanang.”
Bahkan meski dokter sudah puluhan kali kuatkan hatinya,
Nanang masih mau lantunkan secuil pengharapan buat lelakinya—
buat Arjunanya yang terkulai lemah di ranjang.
306
balada dosmud
307
balada dosmud
308
balada dosmud
Kenapa? Kenapa gak Andanang saja yang lebih dulu pergi? Biar
Arjuna yang rasa sakitnya kehilangan, jangan Andanangnya…
Arjuna gak mau seperti Sahrul, yang gak bisa melakukan apapun
waktu Andanang menangis sendirian di bumi.
Susah rasanya …. tolong … sekali saja Tuhan … sekali, kalaupun harus
berpisah sekarang, tolong buat kali ini ada salam supaya lelakinya gak
merasa ditinggal sendirian.
Arjuna seperti kerahkan seluruh tenaga tersisa, gemetar hebat
sampai akhirnya Nanang ditarik mundur petugas medis ke
belakang—karena setelahnya, degup jantung Arjuna melemah, nada
mesin ganti memburu makin nyaring.
Sahut-sahutan suara petugas medis yang berlatar pekik tangis
lelaki kecintaan Arjuna itu jadi penutup sebelum matanya gelap
tutup.
Arjuna dengar lengking teriakan menyayat dari pojok kamar
dengan jelas, satu yang teriakan namanya tanpa peduli lagi soal
etika. teriaknya kencang, seperti memohon supaya Arjuna jangan
pergi.
‘Na, Mas sayang kamu. Mas cinta kamu.’
Arjuna seperti temukan satu cahaya silau yang tarik dirinya
perlahan, pergi dari raga yang sudah terpejam enggan buat terbuka.
Raga yang sudah makin tak bersisa apapun selain tubuh tanpa jiwa.
Nanang pasti mimpi …
309
balada dosmud
Iya, pasti mimpi. Gak mungkin suster yang kabarkan berita duka
padanya ini kenyataan .. gak mungkin. Sayangnya sampai tubuh
Arjuna ditutup kain putih keseluruhan, Nanang masih bisa lihat
semuanya tanpa merasa terbangin dari bunga tidur.
Hari ini pasti kiamat, karena perginya Arjuna sama dengan akhir
kehidupan Andanang. Buminya runtuh sudah, bunyi nyaring tak
terputus dan raut menyerah petugas medis jadi penanda, kalau
Arjuna sudah gak lagi ada bersamanya. Arjuna pergi, buat selamanya.
***
Teruntuk:
Andanang Lazuardi yang berisiknya setengah mati.
Na, ini Mas. Maaf ndak bilang ke kamu soal surat ini. Mas cuma
gak mau patahkan rasa optimis kamu soal sakitnya Mas … Mas juga
gak pernah berharap surat ini sampai ke kamu— tapi kalau kamu
saat ini baca, berarti Mas sudah gak lagi ada sama kamu.
Lazuardinya Mas paling hebat, terimakasih banyak buat
juangnya. Mas mungkin seharusnya gak sampai sepanjang ini
bertahan, tapi justru berhasil ya mungkin salah satunya berkat
kamu itu. Senyum kamu, motivasi kamu, semuanya buat Mas
bener-bener mau buat sembuh … tapi Dek, Mas yang lebih paham
sakitnya … Mas yang rasa apa tubuh mas ini membaik atau ndak —
310
balada dosmud
dan Mas pilih tulis surat ini, karena Mas rasa ya waktunya sudah
gak lama lagi.
Mas punya cita-cita tinggi sekali … mau bahagiakan kamu, mau
tutupi luka hati kamu yang Mas tinggal 5 bulan gak ada kepastian
dulu itu dengan ganti temani dan cerita soal banyak hal seumur
hidup. Mas terpuruk sekali, kok ya bayangin kamu lagi-lagi nangis
ditinggal yang tersayang tuh beneran buat hati Mas sakit sampai
nangis.
Dek, Mas gak tau apa surat ini bisa sembuhkan luka hatimu atau
ndak, tapi semoga bisa ya. Semoga seajaib sapu tangan mendiang
abangmu. Semoga tiap untai kata Mas ini bisa beri peluk tak kasat
mata di tengah dukamu.
Astaga, Mas nangis loh ini nulisnya. Bisa ndak ya, tulisan ini
ndak usah sampai ke kamu? Biar Mas aja yang langsung peluk
kalau kamu kenapa-kenapa.
Cintanya Mas, cintanya Arjuna yang cuma satu ini, semoga
cepat dilapangan tuhan hatinya, semoga cepat sampai kata relanya,
semoga mau maafkan Mas yang nyatanya masih gak sekuat orang
lain kira. Mas selalu berdoa, semoga Danangku dijaga selalu meski
bukan aku yang jaga.
Bahkan meski Mas susah buat bilang rela … tapi Mas berdoa,
semoga Adek dipertemukan dengan pengganti Mas yang lebih
panjang umur dan sehat … supaya bisa bantu temani hidupnya
kamu yang kurang ajarnya Mas tinggal sendirian.
311
balada dosmud
Andanang Lazuardi …
Mas sudah wasiatkan banyak hal, mungkin yang bisa mas
usahakan cuma materil, supaya kamu ndak kesusahan setelah Mas
pergi. Rumah, tanah dan aset semuanya sudah diurus sama lawyer
pribadi Mas. Asuransimu paling terbaik sudah tak lunasi sampai
usia produktifmu selesai. Jadi kamu bisa fokus tata keuangan buat
yang lain. Kamu jangan kesusahan, jangan kesulitan. Mas gak suka
nanti liatnya.
Dek, tangan mas kok ya gemeteran ya? ini lemes atau emang
sedih ya mas gak tau … jadi dicukupkan saja ya. soal lebih jelasnya,
bisa tanya Mas Wiyan.
Mas bahagia sekali punya kamu, gak ada lagi pencapain terhebat
selain punya kamu di bumi. Semoga di kehidupan berikutnya kita
masih selalu jadi kita — bahkan ibarat kata mau bentuknya pohon
sekalipun, semoga ditanamnya berdekatan.
Na, tak sudahi dulu ya. Dilaminating suratnya, di fotocopy
supaya ndak ilang.
Sehat-sehat, dek … oxycan kecil selalu dibawa … kalau mulai
vertigo jangan dipaksa jalan. Jangan keluar rumah kalau hujan sama
berangin. Jaketnya selalu dipakai. Simpan nomor rumah sakit
paling pertama ya, nomor Arini juga. Mas cinta kamu, semoga
dimaafkan semua kesalahan Mas ya. Apapun itu.
Suamimu,
Arjuna
312
balada dosmud
Sekian bulan lewat sudah dari kali terakhir Nanang bawa wajah
Arjuna dalam sentuhan dan entah kali ke berapa surat ini lagi-lagi
terbaca. Kini hari-hari sudah mulai membaik, meski gak akan
pernah lagi sama sejak Arjuna dikebumikan.
“Mas Andanang, saya Wiyan, Lawyer Pak Arjuna.”
Nanang sama sekali gak mengetahui kalau mendiang suaminya
ternyata punya Lawyer pribadi.
“Maaf, ada yang perlu saya sampaikan … ini semua, amanat Pak
Arjuna.”
Hari itu, semuanya terkuak.
Soal Arjuna yang diam-diam buat surat wasiat.
Soal Arjuna yang diam-diam hitung banyak hal demi kebaikan
Nanang andaikata tiba waktunya ditinggal pergi; Dana darurat,
Dana Pensiun, Dana kesehatan dan Asuransi Jiwa— masih banyak
lagi. Arjuna, bahkan tetap mau jaga Nanang meski maut terlebih
dulu datang.
“Surat ini, saya gak pernah baca isinya. Pak Arjuna tulis sendirian lalu
masukan amplop dan ditutup rapat setelahnya..”
Waktu itu, Nanang gak tahu harus beri reaksi bagaimana. Air
Matanya jatuh lurus sederas hujan sore. Surat ini dibacanya di
depan tanah merah yang ia enggan tinggal sampai 3 jam setelah
antar Arjuna ke peristirahatan terakhir.
313
balada dosmud
314
balada dosmud
Teh hangat yang sudah gak lagi mengepul asapnya ini tanda
kalau lelaki ini butuh waktu panjang cuma buat selesaikan surat
entah ke berapa ratus kali dibaca.
Nanang kini sudah jauh lebih kuat, jauh lebih mandiri. Nanang
sudah bisa cekatan ambil oxycan dan tenangkan diri sendiri waktu
asma mendera, karena kini gak lagi ada yang bisa bantu atur nafas
sembari usap pipinya perlahan sebagaimana Arjuna biasa lakukan.
Kesibukannya juga bertambah, sibuk stabilkan dan majukan
semua hal yang sudah Arjuna rintis supaya gak berhenti tengah
jalan. Meski semua lelah dan pusingnya cuma bisa ditelan
sendirian, karena gak lagi ada pelukan buat ia berpulang.
Mendiang suaminya itu pasti bangga, karena suami kecil yang
katanya manja ini nyatanya banyak ambil pelajaran hidup dari
Arjuna. Soal bertahan dalam luka, soal berjuang dan tidak termakan
duka.
Surat lusuh ini masuk kembali ke dalam amplop, ditaruh di
ujung meja karena si empunya surat beralih ke satu benda di tengah
meja.
“Selamat ulang tahun pernikahan, Mas.” Nanang nyalakan lilin
di atas kue kecil dengan miniatur dua kepala lucu. ditiup apinya lalu
tepuk tangan sendirian.
5 Tahun, meski cuma 4 tahun bergandeng tangan dalam ikrar
janji suci, tapi cinta yang mereka punya, tetap sama sampai mati.
315
balada dosmud
Selamat ulang tahun pernikahan, meski satu pengantinnya sudah gak lagi
ada di bumi.
Arini perhatikan iparnya itu dalam sorot mata sendu. Wanita ini
beranjak buat berdiri dan peluk lelaki kecintaan sang Kakak.
“Nang ..”
“Rin..”’
Mereka berdua, sudah cukup berpacu dengan banyak hal sekian
bulan terakhir. Keduanya juga rasa hal yang sama— soal sedihnya
lihat lelaki yang biasa kuat buat mereka itu harus terbujur kesakitan
sendirian. Jadi dengan tertutupnya mata Arjuna buat selamanya,
berarti juga tutup segala kesakitan yang tanpa sadar sakiti setiap
hati yang ada.
Arini juga gak paksa Nanang buat berhenti menangis—
silahkan, menangis kalau perlu. Namanya berduka, jelas selamanya.
“Rin.”
“Apa?”
“Lu ga kawin bukan karena ngincer gua kan?”
“Anjir Nang, pertanyaan lu!”
Mereka ini bercanda, cuma buat tutupi luka yang sama-sama
menganga. Luka hati Arini pasti juga besar dan gak bisa Nanang
takar … tapi kalau ditanya seberapa luka hati yang dirinya punya,
maka analoginya sederhana;
316
balada dosmud
317
balada dosmud
Bridge:
318
balada dosmud
319
balada dosmud
Balada Bayi I
Arjuna bingung, kenapa suaminya ini mendadak mellow begini.
“Tumben? Ndak sakit kan kamu?” Arjuna berniat menggoda, tapi
yang digoda anehnya hari ini cuma diam, sibuk gigit bibir seperti
tahan kalimat dalam diam.
Arjuna hela nafas pelan, bawa lelakinya ke pelukan. Diusap
Pelan pundak yang sibuk naik turun akibat hirup nafas panjang di
sela lehernya.
“Kenapa?”
Nanang cuma geleng kepala pelan, bingung juga harus jawab
apa. Hari ini rasanya sedih. Padahal bukan hal baru buat lepas
Arjuna pergi dinas atau urusan kerja. Biasanya juga cuma berpisah
sambil saling goda dan bertaruh siapa yang kira kira kangen
duluan.
“Heh? Lah kok nangis?” Arjuna kelabakan. Lelaki kecilnya ini
tersedu— sedih sekali.
“Dek, coba ngomong sama masnya ini kenapa? Gak biasanya
kamu begini ik.”
Arjuna lebih tenang kalau nanang lepas perginya sambil tertawa,
bukan begini. Arjuna cek kening, badan sampai tatap netra sendu
ini serius. Mau pastikan kalau suaminya ini ia tinggal bukan dalam
keadaan sakit apalagi sikon yang butuh perhatian. Nyatanya sehat,
normal. Badan Nanang juga gak gemetar apalagi lemas.
320
balada dosmud
321
balada dosmud
From: Arini
Mas! Nanang masuk rumah sakit!
Kamar Anyelir no 3. Jangan ngebut!
322
balada dosmud
Iya, benar. Paginya Arjuna kacau. Mulai dari kejar pesawat yang
punya jadwal terbang paling dekat. Uji skill setir sopir taxi dengan
minta bawa mobil yang ngebutnya gak kira-kira hingga berakhir
kejutkan isi rumah sakit begitu turun dan tanpa babibu berlari
kesetanan.
“Dek!” Arjuna buka pintu dan langsung mingkem begitu yang
pertama muncul justru muka Arini yang taruh telunjuk di bibir—
sst! berisik sampeyan!
Arini tarik tangan Arjuna masuk, “itu suamimu. Ngobrol aja
berdua. Aku tinggal kalian keluar.”
Arjuna berkacak pinggang, mengangguk sambil hirup nafas
dalam-dalam. Sek, nyawanya ini belum sampai. Meski begitu, matanya
tetap kemudian terpatri ke lelaki yang cuma diam genggam selimut
sebatas leher dan tatap Arjuna sambil kedip-kedip mata.
“Bener gak sehat kamu.” Arjuna merunduk, cium kening
lelakinya.
“Hah?”
“Iya, kok diem begini. Mesti ada yang konslet—aw!” Arjuna usap
pipinya yang dicubit pelan, “kenapa toh?”
“Ya Mas sih, asal bener ngomong.”
“Lah ya emangnya kenapa bisa kamu di sini? Mesti bawa motor
ngebut terus nyerempet? atau jatuh di kamar mandi pas dance?
at—”
323
balada dosmud
Arjuna diam begitu Nanang ulur satu benda. Sek, iki alat tes cek
buat …
“Covid?!”
“Bukan anjir, Mas! Aku hamil!”
“HAH?”
“HAH HOH HAH HOH, SITU YANG BIK—”
“Ekhem.” Ini Arini, yang udah sumpek banget kayaknya harus
ngingetin lagi kalau, “ini rumah sakit. bukan rumah sampeyan yang
kedap suara.” lalu pintu tertutup.
“Aduh!” Arjuna elus tangannya yang ditabok, “kenapa toh, dek?”
“Ya komentar kek, apa kek. diem-diem bae.”
“Yo sabar,” Arjuna tarik kursi. “sek,” duduk dan ambil alat yang
punya garis dua merah di tengah ini, “ini bener?”
Nanang rotasikan mata malas, “ahelah ya masa becanda.”
“Anakku?”
“Anak setan.”
“Heh!”
“Ya anak kamu, Mas!” Nanang geleng-geleng kepala, merebah
lagi tidur sambil pijat kepala. Pusing.
Arjuna masih diam, masih berpikir dan masih mencerna
keadaan. Hamil? Ada anak ya? Lah aku jadi bapak tah?
Arjuna rasanya masih seperti mimpi. Tiba-tiba ada kabar satu
nyawa baru kini hidup berdampingan bersama mereka berdua. Satu
324
balada dosmud
325
balada dosmud
326
balada dosmud
sisi-sisi wastafel. Arjuna takut suaminya ini limbung dan jatuh, tapi
ini jangankan mau bantu, jarak segini aja Arjuna diminta mundur.
“Mas! dia itu gak kuat sama baumu, minggir keluar kamar wes.”
Ini Arini yang selak masuk gak pakai salam karena tau sedari siang
iparnya ini mual-mual kalau dekat dengan barang-barang Arjuna.
Arjuna endus badannya sambil mengernyit heran, “lah aku ndak
bau ik.”
Arini mendecak sebal, kibas tangan usir Arjuna supaya pergi
cepat. Ini benar Arjuna gak bisa ketemu suaminya ya?
Benar, karena sampai tengah malam juga Arjuna gak bisa masuk
kamar. Cuma bisa selonjoran di sofa depan sambil terima cerita
adiknya yang bilang kalau Nanang begini ini sejak tadi pagi.
“... jangankan kamunya, bajumu ae, Mas. Bikin mual dia itu.”
“Gitu itu kenapa?”
“Yo ndak tau, mungkin hormon aja.”
Lah ya terus ini Arjuna gimana bisa jaga Nanang kalau masuk
kamar aja gak bisa?
Arjuna rasa handphonenya berdering, Nanang yang telepon.
Begitu diterima, muncul muka suaminya yang merah dengan netra
sayu. Badan tertutupi selimut sampai sebatas dagu.
“Mas … pusing.”
“Aku ke kamar ya?”
“Gak bisa. Ada Mas tambah mual.”
327
balada dosmud
Aduh, ini hatiku kok nyeri, ya. — Arjuna berakhir nekat jalan, buka
pintu kamar dan bertaut netra dengan lelaki yang kini meringkuk
sendirian di sana.
“Dek?”
“Maaf ya, Mas ..”
Arjuna mengulum bibir, mengangguk sambil buka pintu lalu
duduk dan bersandar di sana.
“Aku kalau di sini ini ganggu, gak?”
“Enggak, gak kecium banget.”
“Aku baunya gak enak tah?”
“Gak tau, Mas. Baunya aneh .. aku gak kuat.”
Padahal Arjuna gak ganti parfum. Mandi juga rajin kok. Ya tapi
kenapa kok baunya bisa beda begini sekarang?
“Mas di sini aja berarti ya? Kalau ada apa-apa panggil aja.”
“Di situ dingin. Mas di sofa depan aja.”
“Nanti gak kelihatan kalau kamu kenapa-kenapa, udah kamu
tidur aja sekarang, istirahat.”
Orang hamil ini kok aneh ya. Ada aja gitu yang jadi masalah.
Anehnya juga cepat betul ganti-ganti moodnya. Arjuna kadang jadi
kasihan. Nanang sendiri juga soalnya gak paham kenapa dia
maunya begini begitu.
Kayak sekarang yang gak bisa terima Arjuna dekat-dekat ini
pasti menyiksa juga. Nanang itu kayaknya gak suka tidur kalau gak
ditemani. Jadi gak nyenyak, gelisah gerak kanan kiri.
328
balada dosmud
Oh, jelas gak cuma Nanang kalau masalah tersiksa— Arjuna juga.
Ini perkara bau Arjuna yang gak bisa diterima indera penciuman
suaminya berlanjut sampai berhari-hari.
Arjuna gak bisa cium kening waktu berangkat kerja.
Arjuna gak bisa bantu kalau mual muntah tengah malam.
Arjuna juga gak bisa ketemu dalam jarak dekat.
Ini calon anak mereka paham gak ya? Kalau bapaknya juga
kangen ini mau pelukan sama yang lagi berbagi badan sama kamu.
Sepaham Arjuna, ini cuma trimester awal kok, jadi ya ayo
sabar-sabar ya, Jun. Gak apa-apa sekarang merana dulu, yang
penting itu berdua sehat gak kurang apapun.
***
Fase mual muntah yang gak jelas itu berakhir sudah sebulan
lalu. Berakhir dengan Arjuna yang terima peluk suaminya di suatu
malam dengan kalimat — Mas wangi! Aku suka!
Kalau dihitung bulan, ini berarti masuk trimester 2. Katanya
yang berpengalaman, tantangannya ada di ngidam dan keinginan
aneh yang pasti merepotkan Arjuna.
“Mas, mau dielus perutnya.”
“Ya sini.”
“Sama bang eja.
“HEH LAH?! Aku bapak e loh, Dek!”
329
balada dosmud
330
balada dosmud
331
balada dosmud
332
balada dosmud
Coba itu, lagi mandi berendam, nyembul sedikit baby bump dari
air, kelihatan putih mengkilap. Rasanya mau Arjuna cumbu tiap
inci kulit porselen suaminya ini.
“Maaas.” Nanang merengek, ulur tangan minta digendong keluar
dari bathtub.
Haduh, ujian batin, Jun. Kuatno aku, Tuhan.
“Udah?”
“Hehe, iya udah.”
Nanang mengalung ke leher Arjuna, sambil kakinya
goyang-goyang gemas. Arjuna taruh suaminya di kasur dan dilap
handuk seluruh tubuhnya. Matanya fokus, tapi hatinya jangan
ditanya.
Ambyar.
Ya tapi dasar Nanang dan tingkahnya yang banyak rupa— ada
aja cara buat goda Arjuna. Ditariknya tangan Arjuna yang sibuk lap
badan, dibawa buat pegang badan lembabnya ini sembari ditatap
menggoda. Netra keduanya tertaut, Arjuna jelas paham kalau dia
ini digoda.
“Dek, jangan macem-macem heh.” Arjuna baru mau lepas
tangan tapi Nanang lebih dulu maju dan sesap bibir Arjuna pelan.
Kalau begini, jangan salahkan Arjuna ya. Dek bayi, tak nengok
kamu ya sebentar. Disuruh bapakmu ini.
***
333
balada dosmud
bridge:
Setelah drama ini itu yang masih bisa diambil titik lucunya,
Arjuna sampai pada kisah dimana sedihnya justru lebih terasa.
Soal Nanang yang dibawa lemah serta calon Anak mereka yang
butuh dipertahankan.
Hingga berakhir Arjuna harus memilih soal siapa diantara dua
permatanya itu yang harus diselamatkan.
***
334
balada dosmud
Balada Bayi II
Arjuna buka pintu kamar yang sudah temaram. Wajah lelahnya
kembali ukir senyum cuma dengan temukan cintanya yang istirahat
tenang di tengah kasur besar sana.
Arjuna duduk hati-hati sekali, gak mau bangunkan lelaki yang
sulit tidur nyenyak beberapa hari ke belakang. Bukan karena
mual-mual sebagaimana awal, tapi lebih kepada pikiran yang gak
bisa tenang sejak kalimat dokter soal anak mereka itu terdengar.
“Ada kelainan di dalam tubuh Andanang. Dengan kata lain, hadirnya
calon buah hati ini mempengaruhi kesehatan tubuh Andanang sebagai
inang. kami masih pelajari lebih lanjut, tapi kemungkinan terburuk
adalah jabang bayi gak bertahan di sana.”
Arjuna cuma bisa dapati lelakinya menangis sampai beberapa
hari setelah check up. Selalu diberi tanya— Mas, bayinya sehat kan?
Kok gak gerak ya? — disaat Arjuna jelas gak bisa beri jawaban
apapun selain usapan menenangkan.
Arjuna jaga cintanya luar biasa ketat. Jangan kecapekan, jangan
kemana-mana sendirian. Supaya jangan sampai ada kejadian yang
gak diinginkan.
“Mas …”
Suara lirih Nanang yang terbangun ini bawa Arjuna naiki kasur,
mendekat buat cium kening.
“Mas daritadi? Kok gak bangunin aku?” Tanya Nanang sambil
beringsut bangun, bersandar di kepala kursi.
335
balada dosmud
Arjuna senyum, usap surai halus cintanya pelan, “ya nanti kamu
kebangun.” Arjuna buka selimut, cium calon bayi yang mungkin
sedang tidur di dalam sana. Beri sapa setelah seharian ditinggal
pergi bekerja.
Arjuna usap pelan sambil diiringi cerita dari Nanang, katanya
calon bayi menendang, sampai buat Nanang beberapa kali harus
diam karena ngilunya mulai terasa.
Memasuki 8 bulan ini, beban yang dibawa Nanang berat, kaki
yang biasanya kurus ini jadi agak membengkak. sesekali kram dan
kesemutan.
Arjuna gak bisa lakukan apapun selain bantu supaya Nanang
gak merasa tanggung beban ini sendirian. Seperti pijatan dan
sentuhan-sentuhan halus yang buat suaminya nyaman.
“Kakinya kebas ndak?”
“Agak sih,” Nanang angkat kakinya dari dalam selimut, “gede
banget ya, kaya gajah dah.”
“Hush, kok ya disamakan sama gajah.” Arjun bawa tangannya
buat pijat betis yang mulai mengeras dan besar ini. Ditekan-tekan
telapak kakinya juga supaya peredaran darahnya lancar.
Nanang terkekeh, usap-usap sayang rambut Arjuna. Berterima
Kasih buat perhatian yang diberikan bahkan meski Arjuna sendiri
baru pulang kerja.
336
balada dosmud
337
balada dosmud
338
balada dosmud
339
balada dosmud
340
balada dosmud
“Loh, loh. Pada ngobrol tah ini?” Ini Arjuna yang masuk kamar
langsung ambil posisi duduk di belakang Nanang. Kakinya dibawa
lurus ke depan— mengapit suaminya yang kini berada di dalam
pelukan.
Indah bukan? Coba lihat di cermin. Arjuna yang bersandar dagu
di pundak Nanang ini sekarang tengah usap perut besar di
dekapannya pelan. Diusap sayang seperti ajak bicara bayi yang
sudah beberapa hari ini enggan tendang-tendang.
“Mas.” Nanang panggil Arjuna tanpa mengalihkan netra dari
cermin, “anaknya nanti kalo lahir, mirip siapa yak?”
“Maunya mirip siapa?”
“Mirip aku!”
“Yaudah, mirip kamu kalau gitu.” Arjuna cium pundak cintanya
lalu peluk erat, mendusal di sela leher yang sejak hamil ini baunya
berubah jadi bau bayi.
Nanang terkekeh geli sambil tangannya genggam tangan Arjuna
yang melingkar di dekat perutnya. Dua orang ini tertawa.
Sepertinya supaya melupakan sejenak kalau sebenarnya mereka
berdua dibayang-bayangi banyak hal kurang baik belakangan.
Arjuna sibuk cumbu leher cintanya ini sampai kemudian
berhenti begitu pekikan kecil terdengar.
“Akh!”
“Dek?”
341
balada dosmud
342
balada dosmud
343
balada dosmud
344
balada dosmud
345
balada dosmud
Na, tolong pahami. Kalau mengurus anak itu harus ada aku dan
kamu, bukan cuma aku sendirian.
Na, tolong jangan benci aku. Andaikata nanti kamu terbangun dan
cuma temukan aku tanpa pernah bertemu si kecil yang
kemarin-kemarin tendang perut kamu.
Na, aku juga cuma manusia yang punya ego tinggi. Buatku, soal
Anak bukanlah prioritas kalau harus dibandingkannya sama kamu.
Aku gak bermaksud bunuh dia, apalagi gak sayang dia. Aku cuma
pilih yang terbaik— dan yang terbaik menurut kamu itu jelas sama
sekali bukan yang terbaik buatku.
Arjuna duduk dalam diam dan lantun harap yang terus terucap.
Nanang didalam sana sudah mulai nyaris lemas dalam bius yang
mulai kuasai tubuh.
Nak, bisa gak ya kita berdua selamat? Jangan cuma salah satu dari
kita.
Takdir, apakah bisa kali ini hal baik berpihak buat keluarga kecil
kami? Kami mau hidup bertiga. Mau terus ada buat satu sama lain
sampai menutup mata.
Mas, kalau aku gak buka mata setelah ini, aku titip bayi. Tolong
dijaga, di setiap aliran darahnya ini ada darahku juga. Di pahatan
wajahnya nanti pasti ada sedikit yang mirip sama aku juga.
Mas, jangan benci dia andaikata nanti yang keluar kamar operasi
cuma bayi sendirian. Dia gak salah apa-apa.
346
balada dosmud
Mas, aku cinta Mas. Aku sayang sama Mas. Gak tau akhirnya
nanti seperti apa, semoga baik aku atau Mas sama-sama dikuatkan
buat terima hasil akhirnya.
***
“Tuan Arjuna.”
Hening lorong ini buat satu panggilan ini terasa menakutkan.
“Selamat ..”
Tolong, jangan cuma satu.
“Anak anda lahir dengan selamat. Perempuan cantik dan sehat.”
Mata Arjuna membola perlahan seiring hening yang kembali
terasa— telinganya tolong jangan salah dengar. Itu bukan tanda
titik, kan? Kalimatnya gak berhenti kan?
Sayangnya, berhenti.
Arjuna diminta ikut berjalan, buat hampiri satu yang terbaring
di ranjang sana. Jantung Arjuna, rasanya baru mau berhenti.
“Mas…”
Sampai suara ini, buat degup jantungnya kembali terasa.
Suaminya … masih ada.
“Sini! Anaknya lucu banget, hehe.”
Nanang dalam kekehan kecilnya ini menangis haru. Di sana
Arjuna berjalan dengan rengekan kecil di bibir. Kemudian
bersimpuh di lantai dengan berpegang erat ke ranjang rawat.
347
balada dosmud
***
348
balada dosmud
bridge:
“Tapi sumpah deh ya, Mas. Emang bener ya kalo lahiran gitutuh
ada kasus yang suruh pilih prioritas? Aku kira di drama doang.”
“Yo ndak tau.”
“Kalaupun ya aku beneran hamil begitu, aku sih bakal marah
kalo Mas malah pilih anak.”
“Kenapa gitu?”
“Logikanya ya, buat apa anaknya lahir tapi ga ada aku? Kasian
dia. belum lagi kalo bapaknya nikah lagi. Malah punya orangtua tiri.
Belum tentu juga baik. Lagian ya, anak kan bisa bikin lagi anjir,
Mas. Pertahanin pabriknya lah! Produknya tinggal dirancang lagi
wkwk.”
Arjuna jitak kepala suaminya ini sambil bergerak ambil teh
hangat di meja. Haus cerita gak berhenti dari tadi.
“Gantian kamu sekarang.”
“Ah iya, ada nih. Mimpinya buat aku sedih sih, cuma emang
kaga masuk akal juga situasinya.”
“Sedih gimana?”
“Iya, soalnya di mimpi aku tuh, mas sok kuat banget. Kayak mau
jadi hero tanpa mau mikirin perasaan mas sendiri.”
“Lah piye?”
“Ceritanya fantasy! kita lagi terjebak di pulau yang mana bisa
selamat cuma beberapa orang.”
349
balada dosmud
350
balada dosmud
351
balada dosmud
352
balada dosmud
353
balada dosmud
354
balada dosmud
Arjuna gak tau harus berbuat apa kalau asma suaminya kambuh
sekarang.
“Mas.”
“Iya.”
“Kalo gak selamat, gimana?”
Arjuna gak beri jawaban apapun selain pelukan erat.
“Mas.”
“Iya?”
“Mas istirahat … jangan urus aku terus.”
Arjuna mengangguk. Gak berniat beri jawaban apapun— ya
karena memang gak ada kalimat penenang buat mereka yang
posisinya darurat begini.
Satu yang bisa Arjuna harapkan hanya koper milik mereka.
Semoga ada keajaiban hanyut dan terdampar di sini. Setidaknya,
harapan terakhir buat hubungi daratan masih bisa dilakukan.
Namun itu juga hanya harapan, karena nyatanya lebih memungkinkan
mereka buat mati di sini dibandingkan selamat.
***
Nanang tau permainan yang punya pertanyaan— apa yang akan
kamu bawa andaikata terdampar di pulau. Dulu a jawab dengan
lantang Handphone dan uang.
“Dek, ini makan dulu. Aku masih tak nyari beberapa lagi.
Minumnya di itu batok kelapa. Airnya dari embun itu. Gak
apa-apa.”
355
balada dosmud
356
balada dosmud
***
Arini masih terus bolak balik pelabuhan dan Tim SAR. Ditemani
orang tua Nanang. Raut kekhawatiran wanita ini gak mengendur 3
hari belakangan. Sampai detik ini sang kakak masih juga gak
ditemukan.
Katanya juga, meski memang kapal itu hilang cuma di selat, tapi
tetap saja kecil kemungkinan ada yang selamat— mengingat 3 hari
sudah lewat dan sama sekali belum ada jejak.
“Kita praduga dari keadaan ya mba. Cuaca ekstrim, belum lagi
kalaupun terdampar, korban pasti gak ada asupan nutrisi dan cuma
lemas. Kami berusaha, semaksimal mungkin … tapi kapal yang
Kakak anda tumpangi ini keluar dari jalur koordinat yang sudah
seharusnya. Hingga perlu usaha lebih buat lacak.”
Takut, jujur di hati semua yang menanti kabar ini cuma satu
kata itu buat deskripsikan perasaan. Arini takut, sang kakak gak
kembali .. Pun orangtua Nanang yang sama-sama cuma bisa berdoa.
Kalaupun … kalaupun kemungkinan hidupnya cuma 99%, maka
Arini mau berpegang teguh pada 1% tersisa. Arini yakin, Arjuna
pasti berusaha sampai titik darah penghabisan buat selamat.
***
Nanang tau pasti kalau Arjuna ini gak berhenti cari cara supaya
bisa pulang. Terus cari cara mulai dari sesederhana cari koper
hanyut hingga paling ga memungkinkan seperti mau coba buat
kapal-kapalan dari kayu.
357
balada dosmud
Nanang tau juga kalau Arjuna lelah, tapi Nanang gak berani
tegur apalagi asal menyepelekan usaha Arjuna— karena sibuknya
Arjuna ini ya buat selamatkan mereka.
Nanang cuma bisa bantu dengan berusaha gak menambah beban
Arjuna. Bisa sebenarnya Nanang jalan ikut berburu makanan, tapi
Nanang tau pasti akan lebih merepotkan Arjuna kalau Asma justru
kambuh karena lelah.
dari 20 orang yang terdampar, miris sekali beberapa lansia
seperti sudah gak bernyawa. Ada isak tangis kemarin malam dan
esoknya Nanang gak lagi lihat jasadnya— mungkin dibuang ke
dalam pulau.
Beberapa lagi sama seperti Arjuna, berusaha keras supaya
menemukan jalan pulang— dan pagi ini, keributan terlihat di depan
sana.
‘Kapal! kapal!’
‘Ayo Naik!’
Semua yang masih punya tenaga ini berenang, berupaya ke
tengah buat capai kapal yang lewat tapi seperti gak berkenan buat
mendekat. Mungkin khawatir overload, jadi lebih baik menjauh dan
seleksi lewat siapa yang mampu capai kapal maka itu yang selamat.
Egois manusia mulai terlihat. Anak yang tinggalkan orangtua.
Suami yang tinggalkan istri yang meraung-raung sembari peluk
anak. Semuanya Nanang rekam dengan mata kepala sampai
kemudian Arjuna tutupi dengan pelukan.
358
balada dosmud
Arjuna peluk erat, seperti gak mau Nanang kepikiran lebih lagi.
Karena harusnya, Arjuna punya kesempatan buat selamat. Lelaki ini
perenang handal.
“Mas itu—”
“Enggak.”
Arjuna gak mau, karena Nanang gak punya cukup tenaga buat
berenang ke tengah laut sana. Arjuna sendiri juga gak jamin
tenaganya yang tinggal sedikit tersisa ini mampu bawa Nanang ke
sana.
“Biar aja, biar yang selamat itu yang kabari ke darat. Kita cari
cara lain.” Arjuna cium kening suaminya ini lamat, lama sekali …
rasanya seperti coba tenangkan mereka berdua.
Tangan Nanang di dada arjuna turun, merambat pelan peluk
pinggang lelaki yang Nanang gak peduli mau meski kotor terkena
panas pantai dan tanah hutan— ia gak peduli, karena cuma pelukan
ini satu-satunya semangat hidup yang Nanang punya. Ayo bertahan,
jangan tumbang.
***
Sepi yang terasa sejak perginya orang-orang pagi tadi ini buat
berisik yang cuma sedikit ini bangunkan Nanang dari tidur.
Matanya coba fokus— kapal?
‘iya, itu suami saya.’
359
balada dosmud
360
balada dosmud
361
balada dosmud
362
balada dosmud
363
balada dosmud
sendirian, Mas …” sulit sekali buat Nanang bicara, tapi Arjuna harus
paham kalau bukan begini cara terbaik yang mereka punya.
“Dek ..”
“J—jangan … jangan pernah tinggalin aku lagi kaya tadi! Jangan,
Mas …” Nanang terisak gak peduli suara yang mulai habis
sekalipun. Tangannya remat kerah jaket Arjuna kuat-kuat.
Kalimat-kalimat Nanang ini seperti telanjangi hati Arjuna
sedikit demi sedikit sampai terbuka sempurna— karena apa yang
Nanang ucap, semuanya benar.
Nyatanya, tadi … tadi sekali waktu kapal yang bawa Nanang mau
menjauh, Arjuna memang ketakutan. Rasanya, seperti benar-benar
sendirian.
Pada akhirnya Arjuna juga cuma manusia, yang banyak
takutnya. Egonya mau sekali buat bilang — Dek, temenin Mas ya —
tapi gak bisa. Arjuna gak mau tawarkan penderitaan ke permatanya.
Arjuna gak bisa berikan kenyamanan atau keamanan di sini, lebih
baik Nanang pergi meski tanpa Arjuna.
Itu kata logikanya, tapi hatinya jauh berbeda. Arjuna juga butuh
Andanang. Jadi, dengan Nanang yang sukarela kembali ini, jujur
saja, ada secercah senang dan haru yang tutup segala ketakutannya.
“Tapi, Mas gak bisa jamin apapun buat kamu di sini, Dek.”
Arjuna, kamu tau gak? Nanang lebih pilih mati di pelukan kamu
dibanding harus hidup sendirian. Bahkan walaupun akhirnya kamu
364
balada dosmud
duluan yang gak sanggup bertahan, ya gak apa-apa. Biar kamu juga
tutup mata di pelukan Nanang.
Gak apa-apa, meski akhirnya berakhir tragis juga Nanang gak
masalah, yang penting tolong jangan pernah begini lagi … jangan
korbankan diri sendiri cuma demi dirinya. Tolong kalau berjuang
dan bertahan, harus berdua. Tolong ya, Arjunang, Tolong libatkan
Nanang, apapun kondisi dan situasinya.
***
Arjuna sudah jauh lebih tenang meski semua yang bisa
dilakukan cuma duduk di tempat beralaskan pohon— asalkan
Nanangnya tertidur di pelukannya. Di dadanya.
Dramatisnya kejadian tadi pagi berakhir dengan bicara berdua
meski yang dibicarakan juga mulai gak jelas arahnya. Arjuna juga
sudah berpasrah. Benar kata Nanang, gak ada yang bisa dipilih
kalau pilihannya adalah antara mereka berdua.
“Mas …”
“Iya.”
“Aku sayang banget sama Mas.”
“Meskipun aku gak mandi berhari-hari?”
“Iya!”
Mereka tertawa. Coba halau angin malam dengan suasana
hangat. Angin malam yang makin hari makin gak terasa menusuk
saking terbiasa.
365
balada dosmud
Na, jauh di hati Arjuna, dia ini mau meminta maaf— maaf
karena gak bisa beri kamu tempat tidur hangat, pakaian yang layak dan
isi perut kamu dengan makanan yang gak bikin lemas.
Juga mau sekali ucap terimakasih— terimakasih, karena kamu
benar-benar buktikan kalau bersama dalam suka maupun duka atau sakit
maupun sehat itu nyata.
“Mas.”
“Hm?”
“Peluk lagi …”
Rengkuhan Arjuna mengerat. Andanangnya ini sudah lemas
sekali. Cuma bisa bersandar di badan dan gak tau … mungkin
mereka berdua cuma tinggal tunggu waktu buat sama-sama ‘pergi’.
Nanang terpejam, tapi airmatanya mengalir pelan.
Bukan … bukan takut mati, tapi membayangkan andai tadi gak
nekat turun, pasti Arjuna lewati malam ini sendiri.
Mas, aku sama sekali gak nyesel balik ke kamu. Aku masih bisa denger
suara kamu, bisa dipeluk kamu. Meski badan aku sekarang mati rasa juga
gak peduli. Aku butuh kamu.
Dua yang bagi hangat dalam peluk ini sama-sama menyedihkan,
tapi gak ada terbesit rasa buat mengasihani diri. Mereka bahagia,
dengan terus ada meski gak ada jaminan esok siapa yang berduka.
Gak ada sama sekali yang bicara, masing-masing sibuk dengar
suara alam dan debur ombak. Dilingkupi gelap malam sampai
kemudian terbersit sinar mentari yang malu-malu datang.
366
balada dosmud
367
balada dosmud
Arini gak tau apa yang diketawakan dua yang saling peluk di
bawah pohon sana, tapi pasti mereka rasa satu hal yang sama
sebagaimana Arini dan Bu Ayun rasa saat ini. Rasa itu adalah, Lega.
Pulau ini selamanya simpan cerita, kalau pernah ada satu kisah
cinta yang dramatis seperti drama, tapi juga realistis buat dirasa.
Bahwa jika benar cinta, memang gak lagi ada yang namanya aku
atau kamu, melainkan kita.
Jadi, kalau ada pilihan antara siapa siapa yang harus lebih dulu
diselamatkan, maka bagi mereka pilihan itu bukanlah pilihan. Karena
yang ada cuma dua; selamat berdua, atau mati berdua. cuma itu.
***
368
balada dosmud
bridge:
“Loh ya tapi aku itu bener loh mikirnya. Kamu ke darat, panggil
polisi lah terus ya aku selamat.”
“Ih, paan sih, aku tuh sampe masih nyesek loh ini mikirin
sesedih apa mas ditinggal sendiran. Aku tuh kayaknya puas banget
gitu neriakin mas di mimpi— kek apaan sih lu? lu juga takut kan?
yaudah takut berdua! jangan sendirian— ah gatau ah!”
Arjuna tertawa terima buntelan yang masuk ke pelukan buat
selesaikan tangisan yang muncul sejak awal cerita.
“Gak mau kalo hidupnya gak sama mas ..”
“Iya, sama aku kan ini?”
Arjuna mungkin tertawa kecil, tapi jauh di dasar hati gak kalah
sendu dibanding suaminya ini.
“Aku sayang mas pokoknya..” Nanang bergumam sambil bentuk
lukisan acak di dada Arjuna. Lucu, persis anak kecil merajuk.
“Iya, iya.” Arjuna cuma bisa khidmat iyakan sambil bersandar
dagu di pucuk kepala cintanya.
“Lanjut gak, Mas?”
“Ada, ini satu mimpiku pualing baru.”
“Soal?”
Arjuna menyeringai, “gak perlu preview, langsung denger aja.”
***
369
balada dosmud
Imperfect
Kalau bisa memohon, Arjuna mau terus berdoa semoga ini cuma
mimpi. Semoga hari-hari berat setengah tahun belakangan ini
punya ujung yakni bangun tidur yang begitu lega karena sadar
semua ini cuma fana.
Harapan Arjuna, begitu. Namun kali kesekian pulang dan cuma
temukan Nanang yang duduk di pojokan dekat balkon kamar ini
lagi-lagi buat harapannya putus— karena nyatanya, semua ini
masihlah terasa nyata buat sekedar dibilang cuma mimpi.
“Mas?”
Arjuna tersenyum. Lazuardinya yang semula beri raut waspda
itu kini tersenyum. Tangan hangat itu raba wajah Arjuna sampai
pas benar buat ditangkup.
“Mas gak ngetok pintu ih! Aku kaget tau.” Dumalan lucu ini
sekali lagi bawa senyum Arjuna ke permukaan. Sekali gerak, ia
bawa Nanang ke gendongan buat diajak duduk di kasur dengan
bersandarkan tubuhnya.
Jam di dinding tepat pukul 5 sore, dan sinar keemasan yang
masuk dari celah jendela ini buat Arjuna kesilauan.
“Mas, menurut Mas,sore hari ini gimana?”
“Cantik, mataharinya cerah, ini sampai silau begini.” Arjuna
terpejam sambil bersandar dagu di pundak Nanang.
370
balada dosmud
371
balada dosmud
***
“Mas.”
“Hm?”
“Aku takut tau.”
“Takut apa?”
“Takut lama-lama lupa muka Mas gimana.”
Nanang lupa bentuk sore bagaimana. Nanang juga lupa bentuk
pagi bagaimana. Dari segala hal yang mulai terlupa, Nanang paling
takut satu hal; lupa soal bentuk rupa Arjuna—karena sejak gelap
kuasai netranya, sejak itu satu persatu soal dunia mulai pudar dari
benak.
‘Mas? Mati lampu apa kenapa?! Kok aku gak liat apa-apa?!’
Gelap yang hadir dari benturan di ujung sore ia jemput Arjuna
buat rayakan anniversary ke-2.
‘Apa gak ada donor mata, dok?’
‘Sulit, Pak Arjuna. Sangat sulit.’
Hari itu, dunia Nanang runtuh. Hatinya dibawa jatuh ke dasar
palung kekecewaan yang cuma bisa diluapkan lewat tangis
semalaman.
‘Takut, Mas! Gelap banget!’
372
balada dosmud
373
balada dosmud
374
balada dosmud
375
balada dosmud
Arjuna butuh Nanang buat tetap hidup, butuh lelakinya itu buat
ceritakan hari-hari yang akan jauh lebih berat kalau sehari gak lihat
Lazuardinya.
“Aku udah tanya banyak relasiku, semoga ada kabar baik
secepatnya ya, Jun.” Rekan Arjuna ini tepuk pundak Arjuna
sebelum akhirnya pamit buat pulang.
Langkah gontai Arjuna ini karena banyak sekali pikiran di
benak. Ada banyak perandaian yang selalu ribut terdengar.
Andaikan hari itu Nanang gak perlu jemput Arjuna dan berakhir
terserempet mobil di jalan. Pasti hari ini mereka masihlah mereka
yang jahil dan ribut satu sama lain.
Andaikan waktu bisa diputar, mungkin yang sambut dirinya di
kamar begini ini bukanlah raut lelakinya yang datar tak bergeming.
Meski Nanang berusaha kuat, tapi bukan sekali dua kali Arjuna
pergoki suaminya itu merenung sendiri di keheningan kamar.
Seperti sore ini.
Arjuna bersimpuh di hadapan Nanang. Ada bercak airmata di
pelupuk mata cantik kecintaanya.
“Kamu kenapa?”
Nanang biasanya cepat perbaiki raut wajah, beri raut ceria
supaya buat suasana baik-baik saja— namun kali ini, berbeda.
Wajah tirus ini mencebik, seperti sedih yang bingung bagaimana
caranya diutarakan.
376
balada dosmud
377
balada dosmud
dih padahal Mas aja tuh gak pernah kok bilang begitu! Hehe, ih mas
jangan diem aja dong.”
Maaf, Na. Maaf karena kali ini yang disakiti mereka itu ya kamu.
Harusnya kamu gak perlu dengar apapun kalimat jahat orang-orang.
Kamu hebat, kamu kuat sekali, mereka gak paham seberapa juang kamu
buat bangkit dari keadaan.
“Mas ..”
“Enggak, gak ada yang nyusahin. Kamu hebat kok. Mereka cuma
sok tau.”
“Iya yak! Emang kok, dasar julid hahaha!”
Rengkuhan Arjuna di pinggang Nanang mengerat, sekeras
rematan di hati begitu satu kalimat Nanang barusan menguar.
Ya Tuhan, Arjuna rindu bersitatap dengan netra yang biasanya
fokus buat dirinya ini.
Maaf, buat sekarang cuma bisa bantu tenangkan hati kamu lewat
peluk … semoga besok mas bisa kasih lagi ketenangan di hidup kamu
lewat kemampuan buat melihat dunia ya? Mas sedang— dan akan terus
berusaha.
***
378
balada dosmud
379
balada dosmud
380
balada dosmud
‘Aku capek. Capek ketakutan terus. Gelap banget, ada Mas Juna juga
sama aja, rasanya kayak sendirian…’
Kalimat-kalimat semacam itu terus dilantunkan sampai Nanang
kelelahan dan tertidur di sofa dan Arjuna akhirnya punya waktu
buat menangis tertahan di pojok sana itu.
Lazuardinya patah. Maka Arjuna juga ikut patah.
Itu sebabnya gak peduli jarak jauh sekalipun Arjuna kebut ke
Malang buat sambangi rumah yang kerap jadi sumber masalah
hidup mereka.
Wanita yang meski salah tapi tetap merasa benar. Merasa paling
waras dalam segala hal.
“Ya bener toh? Suamimu itu bikin malu keluarga, tok! Apa nama
keluarga gak kecoreng lek misa—”
Satu tamparan keras berhentikan kalimat tajam dan gerak
semua yang hadir.
“ARJUNA! JIANCOK!” Sepupu Arjuna maju buat balas pukul
tapi maaf, Arjuna lebih kuat dan gesit.
Sepupunya terjerembab ia tendang. Budenya tersungkur
ditampar. Habis ini mungkin Arjuna dicoret dari daftar keluarga—
rapopo blas! gak sudi punya keluarga macam iblis begini, gak punya hati!
***
Nanang selalu mau jadi tempat Arjuna berpulang. Meski
matanya gak bisa lihat apapun, tapi ia mau jadi pelampiasan isi hati
lelaki yang selalu kuat ini.
381
balada dosmud
382
balada dosmud
383
balada dosmud
384
balada dosmud
sekalipun juga gak apa-apa, Nanang mau lepas dari belenggu rindu
ini.
Rindu karena meski orang tercinta ada di sisinya sekalipun,
rasanya seperti jauh karena gak bisa ia lihat. Tuhan, mudahkan ..
Lancarkan … Aku mohon.
***
“Pohon, warnanya apa tuh?”
“Coklat!”
“Tirai, warnanya?”
“Biru!”
“Aku, warnanya?”
Nanang merengek, “Ah lama, Mas! Sini mau peluk!.”
Arjuna dengan tawa harunya ini mendekat, dekap lelakinya yang
sudah kembali ingat bagaimana bentuk pagi. Sudah bisa sebut
warna benda di sekitar tanpa perlu Arjuna dikte satu persatu.
“Mas, a—aku bisa liat mas lagi…”
“Iya, dek … jelek ya aku, belum cukuran.”
“Ih, mas mah rusak suasana!”
Gelenyar tawa ini kedengaran dari arah pintu masuk, ada Mama
yang langsung ikut bergabung peluk dan Papa yang taruh makanan
di meja lalu mendekat. Usap surai halus dan cium kening sang
putra lamat.
385
balada dosmud
386
balada dosmud
closing:
“Ya ampun sedih banget ih aku gak bisa liat mas gitu.”
“Ya aku aja yang liat ya sedih.”
Arjuna dan Nanang saling lirik, terkekeh lalu bersamaan ucap—
untung cuma mimpi.
Kisah-kisah haru dan sesekali lucu itu, memang cuma mimpi,
tapi mereka berdua harap gak perlu sampai terjadi. Karena jujur
saja, pundak mereka gak sekuat itu buat topang kesedihan luar
biasa macam kehilangan dan perelaan.
Perkara terpisah akibat covid bulan kemarin aja masih sisakan
luka, apalagi kalau yang terjadi di mimpi-mimpi barusan itu
kejadian? Entah, gak mau hidup mungkin.
Jadi selesai sudah ya rasa penasaran Arjuna soal kenapa Nanang
manja sewaktu bangun pagi kemarin. Juga Nanang yang sudah gak
lagi penasaran soal apa isi mimpi yang buat Arjuna sampai buat
lelakinya itu gak bisa tidur sebelum tangannya digenggam.
Mimpi, cuma bunga tidur. Datang dari alam bawah sadar dan gak
melulu soal pertanda. Mimpi, biasanya bawaan hati paling dalam
yang disimpan rapat agar jangan sampai ketahuan.
Khusus kali ini, kenapa temanya sedih-sedih ya karena yang jauh
tersimpan di dalam hati Arjuna dan Nanang adalah rasa takut
kehilangan. Saking takutnya sampai-sampai ditaruh di bagian
terdalam supaya jangan sampai terbersit di kepala apalagi
kepikiran.
387
balada dosmud
“Lah tapi Mas mimpi aku hamil? Gak diem-diem pengen nikah
lagi kan?!”
“Ngawur! Lah wong sebelumnya itu habis nonton dua garis biru
sama kamu.”
“Lah ya juga.”
Ya … Mimpi juga bisa jadi bawaan dari kegiatan paling akhir
yang kita lakukan— biasanya kalau mikirin artis ganteng, mimpinya
juga doi yang masuk.
Oke, sudah ya?
Sudah malam. Waktunya sepasang ini masuk kamar buat ekhem
dinas malam yang sudah dijadwalkan. Dinas apa? Oh ya jelas saya
bingung kalau ditanya, jadi mari nanti kita bertanya saja pada kasur
yang bergoyang. Dadaah! Sampai jumpa lagi di kisah mendatang!
***
388
balada dosmud
Author Notes
recreathings
389