“ TRAUMA ABDOMEN”
DI INSTALANSI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT KARSA HUSADA BATU
Disusun Oleh
TAHUN 2018
A. ANATOMI FISIOLOGI
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas
diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian
abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis
yaitu rongga sebelah bawah dan kecil (Syaifuddin, 2009).
Isi Abdomen Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus,
dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi
lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati.
Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal
dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui
abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan
sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen (Pearce C, Evelyn. 2009).
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai
dalam rongga ini.
B. PENGERTIAN
Trauma tumpul abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja ( Smeltzer, 2002 ).
Trauma Abdomen di definisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak di
antara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
( Ignativicus & Workman, 2006 ).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat
kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
C. ETIOLOGI
Menurut smaltzer (2002), penyebab trauma abdomen dapat terjadi karena kecelakaan lalu
lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian. Penyebab trauma
yang lainnya sebagai berikut :
1. Penyebab trauma penetrasi
o Luka akibat terkena tembakan
o Luka akibat tikaman benda tajam
o Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
o Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
o Hancur (tertabrak mobil)
o Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
o Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
D. MANIFESTASI KLINIS
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat
(1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia,
mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
o Jejas atau ruptur dibagian dalam abdomen
o Terjadi perdarahan intra abdominal.
o Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus
tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual,
muntah, dan BAB hitam (melena).
o Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
o Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
o Terdapat luka robekan pada abdomen.
o Luka tusuk sampai menembus abdomen.
o Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak
perdarahan/memperparah keadaan.
o Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
o Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri
lepas.
o Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan
oleh iritasi.
o Cairan atau udara dibawah diafragma
o Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben.
o Mual dan muntah
o Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) Yang disebabkan oleh
kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.
E. PATHOFISIOLOGI
Menurut Fadhilakmal (2013), Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh
manusia (akibat kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh
dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor –
faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang
akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang
menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan
viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada
keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk
aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua
keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya
yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan
benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan
beberapa mekanisme :
o Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan
dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar
dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
o Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae
atau struktur tulang dinding thoraks.
o Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya
robek pada organ dan pedikel vaskuler.
F. PATHWAY
Jatuh, pukulan benda tumpul, kompresi, Terkena benda tajam : pisau, peluru,
dll tembakan , dll
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Thorax
Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2. Pemeriksaan Darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang
melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup
banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan
kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan
transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal
dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang
jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada
ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada
keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
H. KOMPLIKASI
Perforasi
Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau
mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung, maka terjadi
perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul gejala peritonitis
hebat. Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala
karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak. Baru setelah 24 jam timbul
gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum mengingat kolon tempat bakteri
dan hasil akhirnya adalah faeses, maka jika kolon terluka dan mengalami perforasi perlu
segera dilakukan pembedahan. Jika tidak segera dilakukan pembedahan, peritonium akan
terkontaminasi oleh bakteri dan faeses. Hal ini dapat menimbulkan peritonitis yang
berakibat lebih berat
Trombosis Vena
Emboli Pulmonar
Stress Ulserasi dan perdarahan
Pneumonia
Tekanan ulserasi
Atelektasis
Sepsis
Pankreas: Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal, dan
perdarahan.
Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin, diaphoresis, dan
syok.
Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.
Ginjal: Gagal ginjal akut (GGA) (Catherino, 2003)
Monitor TTV
Monitor CVP
Monitor AGD
Berikan terapi oksigen sesuai indikasi
Berikan resusitasi cairan IV dengan cairan kristaloid, darah atau komponen darah
Pasang kateter urine
Monitor pemasukan dan haluaran
Pasang NGT sesuai indikasi
Berikan analgesik jika diijinkan
Minimalkan rangsangan dari luar
Siapkan intervensi bedah sesuai indikasi
Monitor GCS
Monitor perfusi jaringan perifer
Antiembolic stoking untuk mencegah pembentukan trombus sekunder untuk
meningkatkan trombosit
Monitor tingkat kesadaran
Monitor CRT
Jelaskan prosedur dengan sederhana
Jawab pertanyaan pasien
Monitor serum amilase dan lipase
Monitor serum dan kadar gula dalam urine
Monitor suhu tubuh
Monitor serum amilase dan lipase
Monitor serum dan kadar gula dalam urine
Monitor tanda-tanda peritonitis : spasme otot/kekakuan abdomen, penurunan
sampai tidak ada bising usus.
Observasi
(-) (+)
Observasi Laparotomi
J. Konsep asuhan keperawatan
Menurut krisanty, (2009) pengkajian dan diagnosa secara teoritis yaitu:
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa,
harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik
mungkin harus melihat. Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma
benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur
ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan
bersihkan jalan napas.
Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas
menggunakan teknik ’head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan
status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya
pernapasan).
Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan.
Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.
Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas.
b. Pengkajian skunder
1. pengkajian fisik
Inspeksi
Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung, dilatasi vena,
Perut bagian anterior dan posterior serta dada bagian bawah dan
perineum harus diperiksa untuk abrasi, luka gores luka memar, dan
luka tembus. Pasien dapat kontinyu bergulir untuk memfasilitasi
pemeriksaan lengkap.
Palpasi
Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit tekan titik
McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign, rebound
tenderness. Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik,
invaginasi, tumor, appendikuler infiltrate.
Perkusi
Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal
Auskultasi
Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga
perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal
keterlibatan intraperitoneal, jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya
dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
2. Tanyakan metode cedera.
3. Tanyakan waktu terjadi gejala.
4. Tanyakan lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering
menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe
restrain yang digunakan.
5. Waktu makan atau minum terakhir.
6. Kecenderungan perdarahan.
7. Penyakit dan medikasi terbaru.
8. Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
9. Alergi, lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk
mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri
2. Syok hemoragik b/d Penurunan hitung sel darah merah & iritasi
3. Ketidak efektifan pola nafas b/d Penurunan suplai O2 kejaringan
4. Kerusakan integritas kulit b/d adanya luka terbuka
5. Resiko infeksi b/d Peningkatan resiko invasi bakteri patogen
6. Perdarahan b/d adanya perdarahan masif
7. Syok hipovolomik b/d Kehilangan cairan fisiologis tubuh
8. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
9. Ansietas resiko infeksi b/d tindakan operasi
NOC NIC yang akan dilakukan
No Diagnosa yang mungkin muncul NOC NIC
1 Nyeri Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
selama 1x24 jam nyeri px berkurang atau hilang yang meliputi lokasi, karakteristik,
dg NIC : onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
nyeri yang dilaporkan 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal
1 2 3 4 mengenai ketidaknyamanan terutama pada
5
mereka yang tidak dapat berkomunikasi
secara efektif
3. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien
Mengerang dilakukan dengan pemantauan yang ketat
1 2 3 4 5 4. Beri informasi mengenai nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur
Expresi nyeri wajah 5. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
1 2 3 4 5 memepengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (misalnya, suhu ruangan,
pencahayaan, suara bising)
6. Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang
Menggosok area yg terkena dampak dapat mencetuskan atau meningkatkan nyeri
(misalnya ketakutan, kelelahan, keadaan
monoton, dan kurang pengetahuan)
1 2 3 4 5 7. Ajarkan prinsip-prisp menejemen nyeri
8. Ajarkan metode farmakologi untuk
Tidak bisa beristirahat
menurunkan nyeri
5 9. Kolaborasi dengan pasien, keluarga dan tim
1 2 3 4
medis lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan penurunan
nyeri nonfarmakologi sesuai kebutuhan
3 Ketidak efektifan pola nafas b/d Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chinlift
Penurunan suplai O2 kejaringan selama 1x24 jam ketidakefektifan pola nafas atau jawthrust bila perlu
berkurang dg n NIC : 2. Posisikan px untuk memaksimalkan ventilasi
Integritas kulit
1 2 3 4 5
Jaringan perut
1 2 3 4 5
Pengelupasan kulit
5
1 2 3 4
Nekrosis
1 2 3 4 5
5 Resiko infeksi b/d Peningkatan Mengidentifikasi faktor resiko infeksi 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
resiko invasi bakteri patogen lain
1 2 3 4
5 infeksi individu
Mengenali faktor resiko 2. Pertahankan tekhnik isolasi
terkait infeksi 3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Intruksikan pada pengunjung untuk mencuci
1 2 3 4 5
tangan saat berkunjung dan setelah
Mengetahui prilaku yg berhubungan dg berkunjung meninggalkan pasien
resiko infeksi
5. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci
tangan
1 2 3 4 5
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi tindakan keperawatan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
1 2 3 4 5
pelinding
menggunakan alat perlindungan diri 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
5 pemasangan alat
1 2 3 4
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
mencuci tangan
dreessing sesuai dengan petunjuk umum
1 2 3 4 5 10. Tingkatkan intake nutrisi
11. Berikan terapi antibiotika bila perlu
melakukan imunisasi yang 12. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
direkomendasikan dan lokal
5
1 2 3 4 13. Monitor hitung granulosit dan WBC
14. Monitor kerentana terhadap infeksi
mempraktikan strategi untuk mengontrol
infeksi 15. Batasi jumlah penginjung
5
16. Ajarkan pasien dan keluarga pasien tanda
1 2 3 4
dan gejala infeksi
17. Laporkan kultur positif
6 Perdarahan b/d adanya perdarahan Keparahan kehilangan darah 1. Monitor ketat tanda-tanda perdarahan
masif 5 2. Catat nilai Hb dan HT sebelum dan sesudah
1 2 3 4
terjadinya perdarahan
Status sirkulasi
3. Monitor niali lab (koagulasi) yang meliputi
1 2 3 4 5
PT, PTT, trombosit
Koagulasi darah 4. Monitor TTVortotastik
5
8. Monitor tanda awal syok
1 2 3 4
9. Tempatkan px pada posisi supine, kaki
meningkatnya laju jantung
elevasi untuk meningkatkan preload dengan
5
1 2 3 4 tepat
nadi lemah dan halus 10. Lihat dan pelihara ketepatan jalan nafas
11. Berikan cairan IV dan atau oral yang tepat
1 2 3 4 5
12. Berikan vasodilator yang tepat
penurunan tingkat kesadaran 13. Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah
1 2 3 4 5 untuk mengatasi gejala syok
5
5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan
1 2 3 4 5 punggung
6. Monitor kemampuan BAB
Nekrosis
7. Kolaborasi pemberian anagetik
8. Monitor adanya tromboplebitis
1 2 3 4 5
9. Diskusikan mengenai penyebab perubahan
Mati rasa sensasi
5
1 2 3 4
Kelemahan otot
1 2 3 4 5
Kerusakan kulit
1 2 3 4 5
9 Ansietas resiko infeksi b/d tindakan Tidak dapat beristirahat 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
operasi 2. Nyatakan degan jelas harapan terhadap
1 2 3 4
Perasaan gelisah 5 pelaku pasien
3. Jelskan semua prosedur dan apa yang
1 2 3 4 dirasakan selama prosedur
4. Pahami perspektif pasien terhadap situasi
Tidak bisa mengambil keputusan
stress
1 2 3 4 5
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,
Edisi 6. Jakarta: EGC
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI : Media Aesculapius
Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC
Neffina . 2014 Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC – NOC,
edisi revisi . Jilid 2. Yogyakarta : Mediaction