STUDI KASUS
Disusun Oleh:
1. Firmansyah Putra Fajar, S.Kep, Ners
JUNI 2023
HALAMAN PENGESAHAN
Anggota:
Judul Studi Kasus : Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan Subacute ALI Tungkai
Kanan di Ruang IWM Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh
Darah Harapan Kita Jakarta
TIM PEMBIMBING
TIM PENGUJI
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya yang telah
memberikan kesehatan kepada kelompok sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus dengan
judul “Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan Subacute ALI Tungkai Kanan di Ruang
IWM Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta”.
Dalam proses penyusunan Laporan Kasus ini kelompok mendapatkan bimbingan, doa,
dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu kelompok mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Iwan Dakota, Sp.JP(K), MARS, FACC, FESC selaku direktur Rumah Sakit Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
2. Rambu Inanda Dwihasti, S.Kep.,Ners, selaku pembimbing kelompok dalam penyusunan
makalah ini.
3. Sri Noorwidiayastuti, S.kep., Ners dan Tandang Susanto, S.Kep., Ners, M.Kep selaku
Tim penguji.
4. Seluruh staf pengajar Diklat yang telah memberikan ilmu dan bimbingan kepada penulis
selama mengikuti pendidikan dan pelatihan kardiologi dasar.
5. Teman-teman Pelatihan Keperawatan Kardiologi Tingkat Dasar Angkatan IV Tahun 2023
yang telah saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam proses pembelajaran
Pelatihan Keperawatan Kardiologi Tingkat Dasar.
Kelompok menyadari dalam penyusunan studi kasus ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman yang kelompok miliki, maka kelompok
mengharapkan kritik dan saran dalam perbaikan dan sempurnanya laporan kasus ini.
Penulis
I
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................... II
II
2.3.4. Implementasi Keperawatan ........................................................................44
III
DAFTAR TABEL
IV
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 dan 3.2 Kaki kanan Tn. A dengan luka nekrosis .....................................51
Gambar 3.4 Hasil DUS ekstremitas bawah Tn. A tanggal 26/05/2023 .......................54
Gambar 3.5 Hasil sementara DUS ekstremitas bawah Tn. A tanggal 09/06/2023 ......56
V
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Tujuan Studi Kasus
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pembuluh darah membawa nutrisi ke jaringan otot dan membawa produk limbah
yang diproduksi saat jaringan otot mengeluarkan energi. Ketika jantung memompa,
darah bergerak keluar dari jantung ke pohon vaskular besar yang terdiri dari arteri,
arteriol (arteri kecil), kapiler, vena, dan venula (vena kecil). Ada tiga lapisan jaringan
(tunik) dari dinding arteri, vena, dan kapiler (tunica intima, tunica media, dan tunica
adventitia). Lapisan tengah (media tunika) mengandung berbagai jumlah serat otot
polos tergantung pada jenis pembuluh. Arteri dan arteriol (gambar 1.26) terdistribusi
darah ke jaringan, di mana kapiler memberikan darah langsung ke sel. Vena dan
venula (gambar 1.27) mengumpulkan darah dari kapiler dan mengembalikannya ke
jantung (Purnomo, 2019).
3
Gambar 2.2 Pembuluh darah kapiler
Dinding tengah Arteri mengandung sejumlah besar otot polos yang berkontraksi
dengan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Vena mengandung katup
kecil yang memungkinkan darah mengalir hanya dalam satu arah (menuju hati).
Ketiga lapisan jaringan dalam vena jauh lebih tipis dibandingkan dengan arteri.
Akibatnya, serat otot polos tidak ada atau minimal dalam vena, dengan hanya
beberapa serat tipis yang ditemukan di media tunika. Karena alasan ini, otot rangka
membantu mengembalikan darah ke jantung saat mereka berkontraksi dan menekan
pembuluh darah di antara otot atau di antara otot dan tulang (gambar 1.28). Otot
rangka bertindak sebagai pompa vena berotot yang memeras darah ke atas melewati
setiap katup. Gravitasi juga membantu aliran balik vena yang ditemukan di atas
jantung. Ada lebih banyak katup di vena ekstremitas, di mana aliran darah ke atas
ditentang oleh gravitasi (Purnomo, 2019).
4
Gambar 2.3 Pembuluh darah vena tubuh
5
tidak ada serabut otot polos tetapi memiliki katup kecil yang memungkinkan aliran
darah hanya dalam satu arah. Setiap upaya untuk membalikkan arah ini diblokir oleh
penutupan katup-katup ini. Vena, yang membawa darah ke jantung, dan beberapa
venula yang lebih besar mudah diamati, sedangkan venula yang lebih kecil dan
kapiler bersifat mikroskopis. Sel menerima nutrisi mereka dan melepaskan produk
sampingnya pada tingkat kapiler (Purnomo, 2019).
6
Gamabr 2.6 Lokasi Pmebuluh darah arteri subclavian
Arteri radial (cabang lateral dari arteri brakialis) dan cabangnya mensuplai darah
bagian lateral anterior dari siku, melalui lengan bawah dan pergelangan tangan,
menuju ke tangan. Arteri ini sering dikaitkan dengan pengambilan denyut nadi,
karena arteri radial ditekan terhadap ujung distal tulang jari-jari (gambar 6.7 dan
6.10). Cabang medial arteri brakialis adalah arteri ulnaris (gambar 6.7 dan 6.11).
Arteri ulnaris dan cabangnya mensuplai bagian daerah medial posterior dan anterior
lengan dan tangan. Di pergelangan tangan, cabang arteri ulnaris (dorsal ulnar carpal
branch) bergabung dengan cabang arteri radial (dorsal radial carpal branch) untuk
membentuk struktur yang dikenal sebagai dorsal carpal branch (gambar 6.12). Di
telapak tangan (permukaan volar), pembuluh darah arteri radial bergabung dengan
cabang-cabang dari arteri ulnar untuk membentuk dua struktur yang dikenal sebagai
lengkung volar superfciial dan lengkungan volar dalam (gambar 6.7 dan 6.12).
Cabang dari lengkungan volar ini, termasuk arteri digital di kedua sisi jari, mensuplai
darah ke bagian jari dan ibu jari (lihat Gambar 6.7 dan 6.12) (Purnomo, 2019).
7
Gambar 2.7 Lokasi pembuluh darah axillary dan brachial arteri
8
poplitea merupakan kelanjutan dari arteri femoralis superfisial yang melewati hiatus
aduktor dari otot aduktor magnus, berjalan ke arah posterior lutut dan anterior
terhadap vena poplitea. Arteri poplitea kemudian bercabang menjadi arteri tibialis
anterior dan trunkus komunis dari percabangan arteri tibialis posterior dan peroneal.
Beberapa cabang arteri genikulata akan menyuplai berberapa daerah lutut untuk
menyuplai darah menuju area lutut dan berkontribusi sebagai pembuluh darah
kolateral ekstremitas bawah.
Arteri poplitea menyediakan percabangan suplai darah yang melimpah terhadap
lutut dan ekstremitas bawah. Dimulai dari daerah di atas persendian lutut didapatkan
percabangan arteri genikulata medial superior dan lateral superior yang berhubungan
langsung dengan arteri femoralis profunda untuk menyediakan suplai darah kolateral
pada daerah yang proksimal terhadap persendian lutut. Tepat pada daerah persendian
lutut didapatkan arteri genikulata media dan beberapa cabang arteri suralis.
Sedangkan pada bagian distal dari persendian lutut didapatkan beberapa cabang arteri
genikulata medial inferior dan lateral inferior yang berhubungan langsung dengan
arteri tibialis sehingga dapat memberikan suplai tambahan pada daerah distal dari
persendian lutut. Keempat arteri genikulata ini akan beranastomosis pada daerah
anterior dari persendian lutut dan tulang patella. Arteri poplitea menyediakan suplai
darah secara langsung terhadap beberapa tot mencakup tot ekstremitas bawah berupa
otot soleus, gastroknemius, plantaris, dan bagian distal dari beberapa otot hamstring
(Damay, 2022).
9
Gambar 2.10 Anatomi makropis arteri tungkai
2.2.1. Defenisi
10
tersebut beragam tampilan akan ditemukan. Viabilitas tungkai akan
terancam karena pembuluh darah tidak mampu mengganti perfusi yang
hilang, sehingga tindakan revaskularisasi segera sangat penting untuk
menjaga anggota gerak tetap hidup.
Jadi, Acute Limb Ischemia adalah salah satu penyakit arteri perifer yang
disebabkan karena adanya oklusi/obstruksi berupa thrombus maupun emboli
sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viabilitas ekstremitas secara
mendadak dan terjadi selama 2 minggu sejak serangan pertama muncul.
Sedangkan pasien dengan subakut waktunya (>14 hari dan <3 bulan) dan
kronis waktunya >3 bulan.
11
memiliki jumlah tertinggi yang dapat menyebabkan ALI diikuti oleh trombosis
in situ (24%), faktor kompleks (20%), dan trombosis terkait stent atau cangkok
(10%). Pada laporan tahunan 2012 dari Japanese Society for Vascular Surgery
berdasarkan data dari National Clinical Database menunjukkan bahwa pasien
dengan emboli dan trombosis adalah setengah dari total pasien di database
(Laksono dkk, 2020):
a) Emboli
Emboli arteri adalah bagian dari trombus, lemak, plak aterosklerotik,
vegetasi bakteri, atau udara yang bergerak di dalam pembuluh arteri dan
menghalangi aliran distal dari embolus. Emboli arteri muncul dari area aliran
darah stagnan atau terganggu di jantung atau aorta (Vashi, 2018). Sebagian
besar kasus emboli adalah emboli kardiogenik yang disebabkan adanya
gerakan dinding jantung yang buruk yang menyebabkan darah stagnan di ruang
jantung dan pembentukan bekuan darah atau fibrilasi atrium. Penyebab lain
termasuk penyakit katup, termasuk penggantian pasca-katup, trombosis
dinding ventrikel kiri setelah infark miokard, tumor jantung/aorta, komplikasi
iatrogenik terkait dengan prosedur endovascular dan emboli paradoksikal
(Greenberg et al. 2020).
Oklusi emboli harus dicurigai pada pasien dengan ciri-ciri gejala yang
parah dan tiba- tiba (karena tidak adanya pembuluh darah kolateral, pasien
sering dapat secara akurat menghitung waktu mulainya kejadian), riwayat
emboli sebelumnya, aritmia yangmenunjukkan fibrilasi atrium, sumber emboli
yang diketahui (jantung, aneurisma) dan tidak ada riwayat klaudikasio
intermiten. Oklusi arteri akut menyebabkan spasme vaskular yang intens dan
ekstremitas akan tampak putih “marmer”. Selama beberapa jam berikutnya,
pembuluh darah mengendur, dan kulit terisi dengan darah terdeoksigenasi,
yang mengarah ke bintik-bintik aspek yang memudar pada tekanan (Fukuda, et
al. 2018).
b) Trombosis
12
Ameer MA, 2022). Trombosis terjadi ketika lesi stenosis kronis pada
aterosklerosis oklusif menyebabkan obstruksi akut akibat kerusakan plak,
kegagalan sirkulasi, atau keadaan hiperkoagulasi. Ini juga termasuk
oklusi trombotik stent dan cangkok bypass. Embolus dapat terperangkap
pada lesi stenosis arterios klerosis obliterans, dan seringkali sulit untuk
membedakan dengan jelas emboli dari trombosis. Lebih lanjut, pada
diseksi aorta dapat menyebabkan iskemia ekstremitas bawah (Obara, H. et
all, 2018)
a) Merokok
Orang yang merokok mempunyai risiko 2 kali lebih banyak
untuk menderita penyakit kardiovaskular dibanding orang yang tidak
merokok. Efek merokok terhadap terjadinya aterosklerosis antara lain
dapat menurunkan kadar HDL, trombosit lebih mudah mengalami
13
agregasi, mudah terjadi luka endotel karena radikal bebas dan
pengeluaran katekolamin berlebihan serta dapat meningkatkan kadar
LDL dalam darah.
b) Diabetes Melitus
Peningkatan gula darah yang tinggi membuat viskositas darah
meningkat dan dapat meningkatkan risiko kerusakan endotel
pembuluh darah arteri, yang kemudian dapat berkembang menjadi
fatty streaks. Semakin besar kadar gula darah, semakin besar
kekentalan darah, dan semakin besar risiko aterosklerosis. Menurut
(Rhee SY, 2018), individu dengan diabetes mellitus memiliki risiko
yang relatif sama dengan perokok untuk menderita Penyakit Arteri
Perifer. Studi populasi menunjukkan bahwa hampir setengah dari
pasien ulkus kaki diabetik memiliki PAP. Pada sebuah penelitian
ditemukan pasien ALI di RSUD Dr. Soetomo Surabaya rentang waktu
(Januari 2016 – Maret 2019) yang memiliki riwayat DM sebanyak
36% (Admadiani et al., 2022).
c) Hipertensi
14
Tekanan darah tinggi yang berlangsung secara terus menerus
akan mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding arteri,
sehingga akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah arteri.
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Dosluoglu, 2018), didapatkan
pasienhipertensi 55% diantaranya menderita Periperal Arteri Deases,
tidakhanya itu hipertensi juga memiliki resiko perkembangan yang
tinggi menuju gejala klaudikasio intermiten sebanyka 2,5 kali lipat
pada laki-laki dan 3,9 kali lipat pada perempuan (Dosluoglu, 2018).
d) Dislipedimia
Risiko lain yaitu dislipidemia, telah diteliti dalam studi
epidemiologi pada etiologi PAP. Kadar trigliserida serum ditunjukkan
pada banyak studi klinis awal yang sangat terkait dengan PAP (Sirait
& Mustofa, 2021). Lalu, sebuah studi yang dilakukan oleh
(Emanuelsson et al., 2018) dengan populasi masyarakat Copenhagen,
menunjukkan adanya hubungan kadar kolesterol LDL dengan
peningkatan risiko terjadinya chronic kidney disease dan PAD. Hal
tersebut sesuai dengan data yang didapatkan pada penilitian pasien
ALI di RSUD Dr. Soetomo Surabaya rentang waktu (Januari 2016 –
Maret 2019 ), yaitu nilai kolesterol total pada batas atas kolesterol total
yaitu 200 – 239 mg/dl sebesar 66,7%. Pada pemeriksaan LDL
didapatkan hasil nilai LDL paling banyak pada batas kadar LDL yaitu
130 – 139 mg/dl sebesar 60% (Admadiani et al., 2022).
15
e) Usia
Perempuan dengan usia yang lebih tua memiliki peningkatan
resiko terkena infark miokard akut. Hal itu karena semakin
bertambahnya usia memungkinkan adanya penurunan pada elastisitas
pembuluh darah serta adanya penumpukan plak yang berisiko
mengkibatkan aterosklerosis Hussain et all (dalam Admadiani et al.,
2022).
f) Jenis Kelamin
Pasien acute limb ischemia (ALI) di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya jangka waktu Januari 2016 – Maret 2019 paling banyak
adalah laki- laki, dengan rasio jumlah laki-laki serta perempuan yaitu
1,3 : 1. Hal tersebut diketahui karena perempuan lebih sering
mendapatkanPAD asimptomatik dibandingkan laki-laki (Admadiani
et al., 2022). Namun, saat diagnosis dan penurunan revaskularisasi
PADtingkat lanjut, perempuan memiliki prognosis yang lebih buruk
daripada laki-laki Higgins & Higgins (dalam Admadiani et al., 2022).
2.2.5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari Acute Limb Ischemic (ALI) dapat dilihat
“6P”sebagai berikut: (Victor Aboyans, 2018) :
a) Pain (nyeri) Nyeri merupakan salah satu dari gejala ALI , nyeri yang
siasakan sangat hebat yang terus menerus didaerah ekstremitas yang
terlokalisasi dan muncul secara tiba-tiba. Nyeri disebabkan karena
perfusi jaringan berkurang, sehingga oksigen padajaringan menurun
maka terjadi metabolisme anaerob pada jaringan yang mengakibatkan
asam laktat meningkat, menstimulus sistem sensorik ke sistem saraf
pusat.
16
sensasi motorik pada ekstremitas, adanya parasthesia dan paralisis
merupakan pertanda buruk dan membutuhkan penanganan segera.
17
(pucat), pulseless (menurun atau tidak adanya denyut nadi pada ekstremitas)
dan poikilothermia (ekstremitas teraba dingin) (Fauzan et al., 2019).
Oklusi arteri akut berhubungan dengan spasme hebat pada cabang arteri
distal, dan awalnya, tungkai akan tampak putih “marmer”. Selama beberapa
jam berikutnya, kejang mereda dan kulit terisi dengan darah terdeoksigenasi
yang mengarah ke bintik-bintik yang berwarna biru muda atau ungu,
memiliki pola retikuler halus, dan memucat pada tekanan. Pada tahap ini,
anggota badan masih bisa diselamatkan (Acar et al., 2018). Nyeri biasanya
merupakan gejala pertama ALI, mulai dari bagian distal ekstremitas dan
secara bertahap berkembang ke proksimal dengan peningkatan durasi
iskemia. Setelah iskemia berkembang ke tahap kerusakan neurologis, rasa
sakit mungkin mulai berkurang. Mati rasa adalah keluhan umum yang
terkait dengan iskemia tungkai yang persisten.
18
2.2.7. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ALI harus dilakukan evaluasi dan penilaian awal segera oleh
dokter untuk mengetahui viabilitas tungkai dan menentukan terapi yang sesuai
dengan tingkat keparahannya. Pencitraan pada pasien ALI tidak dilakukan karena
batas toleransi otot skeletal untuk bertahan hanya membutuhkan waktu ± 4-6 jam.
Tindakan revaskularisasi ditentukan berdasarkan pada etiologi dan tingkat
keparahan iskemia yangterjadi (Habibie, 2017).
Penyakit arteri dapat didapatkan secara rasional dengan menggunakan
pemeriksaan ABI atau ankle-brachial index, TBI atau toe- brachial index,
transcutaneous pulse oxymetry TcPO2, atau tekanan perfusi kulit. Sementara
pemeriksaan penunjang yang berfungsi untuk memberikan penilaian terhadap
struktur anatomi pembuluh darah dapat diperoleh dengan menggunakan CTA atau
computed tomographic angiography (CTA), magnetic resonance angiography
(MRA), dan juga duplex ultrasound. Dilakukannya pemeriksaan ini berfungsi
untuk mengenali daerah dan derjat keparahan yang terdapat oklusi pada arteri
ekstremitas (Quedarusman & Lasut, 2019). Selain itu juga berguna karena
menghasilkan data tambahan yang tentunya bermanfaat dalam memberikan
informasi susunan anatomis saat revaskularisasi akandilakukan (Habibie, 2017).
a) ABI
Pemeriksaan ABI digunakan untuk menentukan diagnosis pada pasien
dengan gejala yang mengarah ke PAP. Ankle Brachial Index (ABI) ini adalah
pemeriksaan diagnostik yang efektif dalam proses screening/pemeriksaan awal
dan penegakan diagnosis (Habibie, 2017). Pengukuran tekanan darah sistolik ini
dilakukan diarteri tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis pada pergelangan kaki,
dan juga di arteri brachialis pada lengan dengan posisi terlentang. Penghitungan
ABI tiap kakinya yaitu dengan cara membagi sistolik yang paling tinggi di areri
tibialis posterior/arteri dorsalis pedis dengan sistolik tertinggi pada lengan
kanan/kiri.
b) Duplex ultrasound (DUS)
Duplex ultrasound (DUS) adalah pilihan pencitraan pertama untuk menilai
ALI. Ini tersedia secara luas, memiliki biaya rendah, non-invasif, non-iradiasi dan
membutuhkan waktu yang relatif singkat untuk melakukannya. DUS berguna
19
untuk menilai lokasi anatomis dan derajat obstruksi (lengkap vs tidak lengkap).
Juga, DUS memberikan informasi penting tentang hemodinamik (proksimal dan
distal dari obstruksi) dan sangat berguna untuk tindak lanjut prosedur
revaskularisasi. Namun, dalam situasi darurat tanpa ketersediaan DUS, teknik
pencitraan alternatifdiperlukan (Olinic et al., 2019).
c) Computed Tomography Angiography (CTA) dan Magnetic Resonance
Angiography (MRA)
CTA dan MRA adalah alat pencitraan resolusi tinggi, tetapi banyak
pengalaman dikumpulkan pada pasien dengan CLI atau klaudikasio intermiten.
Pemeriksaan radiologis seperti duplex ultrasound, magnetic resonance
angiography atau computed tomography angiography ini berguna karena
menghasilkan data tambahan yang bermanfaat dalam memberikan informasi
susunan anatomis saat revaskularisasi akan dilakukan (Habibie, 2017).
MRA berguna pada pasien dengan alergi atau gagal ginjal sedang.
Keterbatasan utama adalah adanya alat pacu jantung atau implan logam.
Gadolinium dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal ginjal berat, dengan
laju filtrasi glomerulus di bawah 30mL/menit (Creager MA, Kaufman JA, 2021).
Juga, MRA tidak dapat mendeteksi kalsifikasi arteri, sehingga memberikan
informasi terbatas untuk pemilihan lokasi anastomosis. Pasien dengan ALI
memiliki kemampuan terbatas untuk melakukan sesi pencitraan panjang yang
terkait dengan angiografi non-invasif. CTA dan MRA dicadangkan untuk pasien
dengan anggota tubuh yang tidak langsung terancam. Penggunaan CTA dan MRA
untuk ALI masih sangat terbatas.
d) Angiografi
Arteriografi merupakan standar baku untuk dapat menegakkan diagnosis
(Fauzan et al., 2019). Dalam mengklasifikasi potensi sebelum dilakukan
revaskularisasi dan dilakukan amputasi dapat menggunakan pemeriksaan
angiografi invasif. Dibandingkan dengan pemeriksaan non invasif, angiografi
memberikan resolusi ruang terbesar dan menggunakan kontras teriodinasi.
DSA dianggap selama bertahun-tahun sebagai "standar emas" untuk
diagnosis. Karena merupakan prosedur invasif,dengan potensi risiko komplikasi,
DSA tidak boleh digunakan sebagai alat diagnostik pertama dan tidak boleh
20
menggantikan DUS untuk diagnosis positif ALI (Olinic et al., 2019). Menurut
(Quedarusman & Lasut, 2019), embolisasi, hematoma, fistula arteriovenosa, dan
pseudoaneurisma yang merupakan komplikasi lokal dapat timbul dari sifat invasif
pemeriksaan. Angiografi invasif menunjukkan lokasi oklusi dan cabang arteri
distal. Hal ini juga berguna untuk membedakan oklusi emboli dari trombosis in
situ (Makris et al., 2017).
e) Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiografi (EKG) Prosedur diagnostik ini dilakukan untuk memantau
aktivitas jantung terutama pada klien dengan gangguan jantung dan pembuluh
darah, salah satunya ALI dimana trombus yang lepas diakibatkan oleh riwayat
penyakit infeksi jantung salah satunya rheumatoid heart diseases sehingga terjadi
gangguan katup terutama mitral yang memicu timbul atrial fibrilasi.
f) Echocardiograph (Echo)
Echocardiograph (Echo)Pemeriksaan menggunakan gelombang ultrasonik
sebagai media pemeriksaan yang dapat memberikan informasi penting mengenai
struktur dan gerakan ruang jantung, katup dan setiap dinding bagian jantung. Hal
ini jelas untuk memberikan data penunjang terutama pada klien dengan penyakit
jantung dan pembuluh darah salah satunya ALI sehingga dapat diperoleh
penyebab utama trombus pada ALI ini dapat lepas apakah dari penyakit jantung
atau tidak.
g) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk
menilai fungsi ginjal (SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin), hematologi lengkap 21
(Hb, Ht, Leukosit, Trombosit), profil koagulasi (PT/APTT, ACT) serta bukti
hiperkalemia (nilai elektrolit) dan asidosis (analisa gas darah).
21
utama pada pasien dengan iskemik tungkai akut, dalam 6 jam kondisi ini akan
menuju kerusakan jaringan secara menetap, kecuali bila segera direvaskularisasi.
a) Modifikasi Faktor Resiko (Habibie, 2017)
➢ Modifikasi gaya hidup
➢ Berhenti merokok
➢ Kontrol kadar koleterol (Hiperlipidemia)
➢ Kontrol tekanan darah (Hipertensi)
➢ Kontrol kadar gula darah (Diabetes Melitus)
b) Penatalaksanaan berdasarkan stadium Penatalaksanaan ALI tergantung pada
stadiumnya, berikut adalah penatalaksanaannya menurut (Marie, Gerhard, & Heather,
2017) yaitu:
1) Stadium I: PIAT (Percutaneous Intra Arterial Thrombolysis)
➢ Dosis PIAT – Fibrinolitik
Dissolusi thrombus dihasilkan melalui stimulasi proses konversi dari fibrin-bound
plasminogen ke enzim aktif plasmin. Plasmin adalah proteaseyang dapat
mendegradasi fibrin sehingga thrombus kembali melarut (dissolusi). Tindakan
trombolisis pada iskemia akut tungkai sangat berbeda dengan trombolisis pada infark
miokard akut oleh karena terbukti bahwa zat trombolitik tidak dapat diberikan secara
sistemik pada tromboemboli tungkai dan harus diberikan intralesi. Indikasi
pemberian trombolitik pada kasus ALI class I, dan IIa serta recent acute thrombosis.
Penatalaksanaan (manajemen) pada keadaan iskemik tungkai akut adalah tindakan
revaskularisasi. Pilihan dan timing revaskularisasi sangattergantung pada penilian
klinis tingkat iskemia tungkai (tergantung stadium ALI pada saat datang di pelayanan
kesehatan).
➢ Cara pemberian trombolitik:
• Streptokinase, 100.000-200.000unit /10 menit dilanjutkan 100.000-200.000 unit
/jam.
• r-tPA, 10-20 mg selama 2 jam pertama dilanjutkan dengan 3mg/3 jam,
selanjutnya 0.5 – 1 mg/jam
➢ Klien dengan trombolitik perlu dilakukan monitoring, meliputi:
22
• Bila fibrinogen < 150 mg / dl kadar fibrinogen dinilai ulang dalam 24jam nilai
normal fibrinogen 180-350 mg/dl - Bila fibrinogen < 100 mg / dl trombolitik
harus dihentikan
• Trombolitik juga dihentikan bila rekanalisasi berhasil pada dosis yang
diharapkan, rekanalisasi tidak berhasil pada dosis yang diharapkan, dan
perdarahan
Kontrainsikasi Trombolitik:
Absolut
a. Gangguan perdarahan aktif
b. Perdarahan gastrointestinal dalam 10 hari terakhir
c. Gangguan serebrovaskular dalam 6 bulan terakhir
d. Pembedahan intrakranial atau pembedahan spinal dalam 3 bulanterakhir
e. Cedera kepala dalam 3 bulan terakhir
Relatif
23
keseluruhan cabang dilingkari dengan silastic band. Hindari penggunaan klem
karena dapat memecah trombus. Kemudian dilakukan kateterisasi pada
pembuluh darah arteri yang tersumbat sampai melewati thrombus. Balon kateter
kemudian dikembangkan secara bertahap sambil menarik kateter sehingga
trombus tertarik keluar lumen pembuluh darah. Prosedur diatas diulangi sampai
beberapa kali bila perlu.
➢ Teknik Embolektomi
Teknik Embolektomi secara bedah dilakukan cutdown tepat pada pembuluh
darah yang tersumbat, kemudian trombus ditarik secara perlahan-lahan
24
dengan maintenance dengan dosis 18 U/KgBB. Dosis tersebut juga disesuaikan
dengan kadar APTT, dimana kadar APTT yang diharapkan adalah 1,5-2,5 kali dari
nilai kontrolnya. APTT juga perlu diperiksa 4-6 jam setelah pemberian bolus yang
pertama kali, kemudian dicek secara berkala setiap 3 jam sekali atau setiap
penyesuain dosis dan bila target APTT telah tercapai maka bisa dilakukan cek setiap
sehari sekali. (Martin, 2020).
1) Pentoxyfilline/drip Dosis: - 2 ampul (1200 mg) dalam 1 kolf NaCl 0.9%/6 jam
(turun dosis bila cephalgia) - Maintenance 1200 mg per hari selama 2 hari,
dilanjutkan dengan 600 mg per hari selama 3 hari - Stop bila terjadi bleeding
2) Natrium bicarbonate 3x1tab PO
3) Allupurinol 3x300 mg PO
4) Vitamin E 3x400 mg PO 5
5) Rehidrasi optimal dengan NaCl 0.9% 2000ml/hari (batasi jika pasien dengan
CHF)
Terapi di atas harus sudah diberikan 30-60 menit sebelum tindakan
25
pulseless (menurunnya atau tidak adanya denyut nadi pada ekstremitas) dan
poikilothermia (ekstremitas terabadingin).
a. Pulsasi : Tidak adanya denyut nadi distal oklusi, kulit dingin dan pucat atau
berbintik-bintik, penurunan sensasi, dan penurunan kekuatan adalah gejala
ALI. (Acar et al., 2013). Defisit nadi sangat membantu dalam menentukan
lokasi oklusi. Selain itu menurut (Olinic et al., 2019) dengan melakukan
palpasi pada denyut nadi bilateral lutut, selangkangan, dan pergelangan kaki
mampu menunjukan daerah yang terdapat oklusi/ sumbatan.
b. Lokasi : Oklusi trombotik dapat terjadi di setiap segmen ekstremitas bawah
tetapi paling sering melibatkan arteri femoralis superfisial. (Acar et al.,
2018).
c. Warna dan temperature : Oklusi arteri akut menyebabkan spasme vaskular
yang intens dan ekstremitas akan tampak putih “marmer”. Selama beberapa
jam berikutnya, pembuluh darah rileks, dan kulit terisi dengan darah
terdeoksigenasi, yang mengarah ke aspek berbintik-bintik yang memucat
pada tekanan (Olinic et al., 2019)
d. Kehilangan fungsi sensoris : Juga harus diingat bahwa kemampuan sensorik,
seperti sentuhan ringan, diskriminasi taktil dua titik, proprioception, dan
persepsi getaran, hilang sejak dini (Acar et al., 2013).
e. Kehilangan fungsi motoric (Paralysis) : Dalam menemukan kelemahan otot,
fungsi intrinsik dari otot ekstremitas hendaknya dikaji dan harus
dibandingkan dengan extremitas lainnya. Nilainya dalam rentang 0-5
(Fauzan et al., 2019).
Penjelasan lebih lengkap dalam setiap sistem yang berkaitan yaitu sebagai
berikut :
a. Identitas
Pasien Acute Limb Ischemia biasanya berusia 65 tahun atau lebih,
namun tidak menutup kemungkinan dibawah 50 tahun dan disertai
faktor risiko aterosklerosis (riwayat merokok, diabetes mellitus,
hipertensi, hiperplipidemia) ataupun penyakit vascular lainnya
(Dosluoglu H H., 2018).
b. Keluhan utama
26
Adanya klaudikasio Intermiten adalah aterosklerotik yang
mengakibatkan nyeri saat beraktivitas atau ketidaknyamanan pada
ekstremitas. Klaudikasio intermiten biasanya menyebabkan nyerikram
yang direproduksi dengan tingkat latihan yang dapat diprediksi dan
berkurang dengan istirahat (Bailey MA, Griffin KJ, 2014).
Ketidaknyamanan juga dapat digambarkan sebagai sakit, mati rasa,
kelemahan, atau kelelahan. Nyeri biasanya hilang dalam 10 menit
istirahat dan tidak terjadi saat istirahat. Diperkirakan 10 sampai 35%
pasien dengan PAD memiliki klaudikasio klasik. Dua jenis gejala nyeri
selain klaudikasio juga dapat terjaid yaitu nyeri kaki saat aktivitas dan
istirahat dan didefinisikan sebagai nyeri kaki yang terjadi dengan
aktivitas tetapi kadang-kadang dimulai saatistirahat (McDermott MM.,
2015).
c. Riwayat penyakit sekarang
Adanya kondisi aterosklerosis dan terjadi penyakit arteri coroner,
DM, dyslipidemia, hipertensi dan disertai faktor resikoseperti adanya
kebiasaan seperti merokok (Habibie, 2017). Selain itu menurut
(Dosluoglu H H., 2018), faktor risiko aterosklerosis meliputi diabetes
mellitus, keadaan hiperkoagulitas dan hiperviskositas,
hiperhomosisteinemia, kondisi inflamasi sistemik (C-reactive protein
yang tinggi) dan insufisiensi ginjal kronis.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Menurut (Gerhard-Herman et al., 2017) terdapat riwayatinfark
miokard (MI) dan Penyakit Arteri Perifer sebelumnya termasuk
intervensi sebelumnya, kardiomiopati, takiaritmia, penyakit katup,
riwayat penggunaan tembakau, riwayat keluarga, dan gangguan
perdarahan/ pembekuan darah sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Menurut (Quedarusman & Lasut, 2019) riwayat keluarga
mempengaruhi risiko terjadinya Penyakit Arteri Perifer seperti riwayat
terdapatnya gejala yang serupa atau penyakit ganas lainnya, riwayat
diabetes mellitus, hipertensi, penyakit ginjal, hati, dan kardiovaskular.
27
f. Pola seharai-hari
➢ Tidur/istirahat
Mengkaji istirahat sebelum dan sesudah masuk rumah sakit,adanya rasa
cemas sebelum dan sesudah dilalukan operasi. Rasa ketidaknyamanan
saat tidur karena episode klaudikasio intermiten hingga rasa nyeri di
telapak kaki atau tungkai ketika pasien sedang beristirahat (H. Gunawan
et al., 2017).
➢ Personal Hygiene
Meliputi kebiasaan seperti membersihkan gigi, keramas, mandi, dan
mengganti pakaian. Tanyakan pasien bagaimana mereka menjaga
kebersihan pribadi mereka sebelum operasi dan apakah mereka
melakukannya sendiri atau dengan bantuan keluarga.
➢ Aktivitas
28
pada ekstremitas yang terkena (Quedarusman & Lasut, 2019). Dilihat
pertumbuhan kuku yang buruk, pertumbuhan rambut yang menurun pada
kaki dan jari kaki, kulit tampak halus dan mengkilap, bulu kaki rontok, pucat
(Aboyans V, Ricco JB,Bartelink MEL & M, Brodmann M, Cohnert T, 2018).
• Palpasi: Adanya poikilothermia karena vasospasme yang hebat dan
berkurangnya atau tidak adanya aliran distal, anggota tubuh yang terkena
akan tampak dingin saat disentuh. Tingkat proksimal ini biasanya satu
tingkat di bawah tingkat oklusi dan penilaian berturut-turut membantu untuk
memantau perkembangan iskemia (Natarajan et al., 2020). Sementara
pemeriksaan sederhanapada kaki yang dicurigai yaitu dengan mempalpasi
pulsasi arteri ekstremitas dan ditemukannya peningkatan capillary refill
time (CRT) ekstremitas yang terkena (Quedarusman & Lasut, 2019).
Pengkajian untuk mengecek penurunan atau tidak terabanya nadi di distal
dari oklusi, terdengarnya bruit, dan otot tampak atrofi (Antono D.
Hamonangan R., 2018).
➢ Ekstremitas
Aktivitas seperti berjalan yang menyebabkan rasa nyeri atau claudikasio,
kram, lelah atau fatigue, dan nyeri otot tungkai bawah secara konsisten
namun dapat membaik dalam kurun waktu sepuluh menit istirahat adalah
tanda gejala utama dari ekstremitas. Gejala akan didapatkan lebih sering
dirasakan meskipun sedang melakukan aktivitas ringan seperti berjalan
dengan jarak yang pendek jika proses penyakit semakin berlanjut (Md.
Gerhard-Herman, 2016).
• Inspeksi
- Temuan pemeriksaan fisik PAD termasuk luka ekstremitas bawah yang
tidak sembuh, ekstremitas bawah gangren, elevasi pucat, rubor dependen,
pengisian kapiler tertunda, dan terlihat adanyakelemahan otot. (Tummala &
Scherbel, 2018)
- Pada bokong, otot paha, dan pinggul atau distal terjadi oklusi pada ortoiliaka
akan dapat dirasakan klaudikasio intermiten yang berupa rasa kram,
kelelahan, ache, dan kram pada otot ketika beraktivitas dan dapat
menghilang ketika beristirahat.
29
- Jika oklusi terjadi pada arteri femoral poplitea akandapat dirasakan sakit
pada betis. Rasa dingin dan baal pada kaki dan ibu jari kaki merupakan
keluhan dari pasien yang kerap dirasakan pada malam hari ketika tungkai
berada di posisi horizontal dan akan semakin meningkat ketika tungkai di
dalam posisi menggantung. Bahkan nyeri juga dapat dirasakan pada saat
istirahat didalam kasus iskemia berat. (Creager MA, Kaufman JA, 2012)
• Palpasi
- Nyeri yang dirasakan pada kaki kanan, perubahan warna pada kaki menjadi
ungu kehitaman, adanya rasa kebas, kaki teraba dingin dan gejala
klaudikasio intermiten sejak 10 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
- Kelemahan otot dan kelumpuhan pada anggota gerak yang terkena (Fauzan
et al., 2019)
- Temuan pemeriksaan fisik PAD termasuk denyut nadi abnormal, bruit,
pengisian kapiler tertunda, dan ekstremitas dingin. (Tummala & Scherbel,
2018)
- Pemeriksaan vascular seperti mempalpasi denyut di ekstrimitas
Pemeriksaan vaskular, termasuk palpasi denyut pada ekstremitas bawah
seperti dorsalis, tibialis posterior, femoral, pedis, popliteal. Kemduian
melakukan auskultasi pada bruit di femoral dan juga menginspeksi terhadap
kaki dan tungkai (Goodney P P., 2018)
➢ Genetalia dan sekitarnya
Apakah terpasang kateter atau tidak.
➢ Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan reflex tungkai juga dapat menurun karena neuropati iskemia.
(Antono D. Hamonangan R., 2018). Kelumpuhan (kehilangan fungsi
motorik) biasanya terjadi sekitar 6 sampai 8 jam setelah onset iskemia dan,
jika parah, menunjukkan kemungkinan rendah untuk penyelamatan anggota
tubuh dengan intervensi mendesak. Ketidakmampuan untuk melakukan
dorsofleksi dan plantar fleksi kaki menunjukkan lokasi oklusi yang lebih
proksimal dibandingkan dengan ketidakmampuan seseorang untuk
menggerakkan jari- jari kaki. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, nekrosis
otot ireversibel terjadi dalam 4 hingga 6 jam setelah oklusi mendadak dan
30
biasanya menunjukkan anggota tubuh yang tidak dapat diselamatkan
(Natarajan et al., 2020)
2.3.2. Diagnosa Keperawatan
31
2.3.3. Rencana Intervensi Keperawatan pada ALI
32
Gejala dan tanda mayor : ▪ Anjurkan berhenti merokok
Objektif : ▪ Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
▪ Pengisian kapiler >3 terbakar
detik ▪ Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
▪ Nadi perifer menurun antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu
atau tidak teraba ▪ Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah secara
▪ Akral teraba dingin teratur
▪ Warna kulit pucat ▪ Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
33
Indeks ankle brachial ▪ Identifikasi penyebab perubahan sensasi
<0,90 ▪ Identifikasi penggunaan alat pengikat, prostesis, sepatu, dan
pakaian
▪ Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
▪ Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
▪ Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur
benda
▪ Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
▪ Monitor perubahan kulit
▪ Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
Terapeutik
▪ Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya
(terlalu panas atau dingin)
Edukasi
▪ Anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air
▪ Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
▪ Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
▪ Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
34
▪ Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu
▪ Kolaborasi pemberian antikoagulan, jika perlu
2. Nyeri Akut (D.0077) Perubahan Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I. 08238)
berhubungan dengan Kriteria Hasil : Observasi
agen pencedera biologi ▪ Skala nyeri 1-2/10 ▪ lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
(iskemia jaringan). ▪ Pasien menyampaikan nyeri nyeri
35
Penyebab : ▪ Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
▪ Agen pencedara nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
fisiologis (misalnya biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
inflamasi, iskemia, terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
neoplasma) ▪ Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
▪ Agen pencedera kimiawi Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
(misalnya terbakar, ▪ Fasilitasi istirahat dan tidur
bahan kimia iritan) ▪ Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
▪ Agen pencedera fisik strategi meredakan nyeri
(misalnya abses, Edukasi
amputasi, terbakar, ▪ Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
terpotong, mengangkat
▪ Jelaskan strategi meredakan nyeri
berat, prosedur operasi,
▪ Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
trauma, latihan fisik
▪ Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
berlebihan).
▪ Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Gejala dan Tanda Mayor
Kolaborasi
Subjektif :
▪ Pasien mengeluh nyeri Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
36
Objektif :
▪ Tampak meringis Pemberian Terapi Analgesik (I.08243)
Observasi
▪ Bersikap protektif
▪ Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda,
▪ Gelisah
kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
▪ Frekuensi nadi
▪ Identifikasi riwayat alergi obat
meningkat
▪ Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika,
▪ Sulit tidur
non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan
nyeri
Gejala dan Tanda minor ▪ Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
Objektif : analgesic
▪ TD meningkat
▪ Monitor efektifitas analgesik
▪ Pola napas berubah
Terapeutik
▪ Nafsu makan berubah
▪ Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus
▪ Proses berpikir
opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum
terganggu
▪ Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
▪ Menarik diri
mengoptimalkan respon pasien
▪ Berfokus pada diri ▪ Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek
sendiri yang tidak diinginkan
▪ Diaforesis
37
Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
3. Gangguan mobilitas Mobilitas fisik Dukungan ambulasi (I. 06171)
fisik (D.0054) Kriteria Hasil : Observasi :
berhubungan dengan ▪ Nyeri menurun ▪ Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
nyeri ditandai dengan ▪ Kecemasan menurun ▪ Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
nyeri saat bergerak.
▪ Gerakan terbatas menurun Terapeutik
38
Gejala dan tanda mayor : Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Subjektif : Terapeutik
▪ Mengeluh sulit ▪ Sediakan materi, media, dan alat bantu jalan ( misalnya
menggerakan tongkat, walker dan kruk)
ekstermitas ▪ Jadwalkan penkes sesuai kesepakatan
Objektif : ▪ Jelaskan prosedur dan tujuan ambulasi tanpa alat bantu
▪ Rentang gerak ▪ Anjurkan menggunakan alas kaki yang memudahkan
(ROM) menurun berjalan dan mencegah cedera
Gejala dan tanda minor : ▪ Ajarkan duduk di tempat tidur, disisi tempat tidur
Subjektif : (menjuntai) atau dikursi sesuai tolerans
▪ Nyeri saat bergerak ▪ Ajarkan berdiri dan ambulasi dalam jarak tertentu.
▪ Merasa cemas saat
bergerak
▪ Enggan melakukan
pergerakan
Objektif :
▪ Sendi kaku
39
▪ Gerakan tidak
terkoordinasi
▪ Gerakan terbatas
▪ Fisik lemah
4 Risiko Perdarahan Tingkat perdarahan menurun Pencegahan Perdarahan (I.02067)
(D.0012) berhubungun Kriteria hasil: Observasi
dengan efek agen 1. Perdarahan pasca tindakan menurun ▪ Monitor tanda dan gejala perdarahan.
farmakologis. 2.Hemoglobin membaik ▪ Monitor nilai hematokrit/ hemoglobin sebelum dan setelah
3.Hematokrit membaik kehilangan darah
Definisi: 4.Frekuensi nadi membaik ▪ Monitor tanda-tanda vital ortostatik
Berisiko mengalami 5.Suhu tubuh membaik ▪ Monitor koagulasi darah (mis. prothrombin time/PT, APTT,
kehilangan darah baik degradasi fibrin dan/ platelet Terapeutik
internal (terjadi di dalam Kontrol risiko meningkat : ▪ Pertahankan bedrest selama perdarahan
tubuh) maupun eksternal Kriteria hasil: ▪ Batasi tindakan invasif, jika perlu
(terjadi hingga keluar 1. Kemampuan mengidentifikasi faktor Edukasi
tubuh). risiko meningkat ▪ Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
Faktor risiko: 2. Kemampuan melakukan strategi ▪ Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
1. Efek agen farmakologis faktor risiko meningkat konstipasi
( obat antikoagulan) ▪ Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
40
2. Tindakan pembedahan 3. Kemampuan berpartisipasi dalam Kolaborasi
skrining risiko ▪ Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
▪ Kolaborasi pemberian pelunak tinja
▪ Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan
5 Risiko cidera (D.0136) Menurun risiko tingkat cedera Manajemen keselamatan lingkungan (I.14513)
berhubungan dengan Dengan kriteria hasil : Observasi
hipoksia jaringan. ▪ Kejadian cedera menurun ▪ Identifikasi kebutuhan keselamatan ( mis. kondisi fisik
▪ Ketegangan otot menurun ,fungsi kognitif dan riwayat prilaku)
Definisi : ▪ Ekspresi wajah kesakitan menurun ▪ Monitor perubahan status keselamatan
Berisiko mengalami ▪ Toleransi aktifitas meningkat lingkunganTerapeutik-Hilangkan bahaya keselamatan
bahaya atau kerusakan ▪ Nafsu makan meningkat lingkungan (mis. fisik ,biologi, dan kimia) , jika
fisik yang menyebabkan memungkinkan-Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
▪ Luka atau lecet menurun
seseorang tidak lagi (mis. Tanda risiko jatuh)
▪ Gangguan mobilitas menurun
sepenuhnya sehat atau Terapeutik:
▪ Gangguan kognitif menurun
dalam kondisi baik ▪ Hilangkan bahaya keselamatan, jika memungkinkan
▪ Tekanan darah normal
▪ Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
▪ Frekuensi nadi normal
Faktor risiko: ▪ Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (misal pegangan
▪ Frekuensi nafas normal
▪ Eksternal tangan)
Pola istirahat meningkat
41
▪ Terpapar patogen ▪ Gunakan perangkat pelindung (misal rel samping, pintu
▪ Terpapar zat kimia terkunci, pasang pagar tempat tidur)
toksik Edukasi:
▪ Terpapar agen Ajarkan individu keluarga dan kelompok mengenai risiko
nosokomial tinggi bahaya
▪ Ketidakamanan Pencegahan Cedera (I.14537)
transportasi Observasi:
▪ Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera
Internal ▪ Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada
▪ Ketidaknormalan profil ekstremitas bawah
darah Terapeutik:
▪ Perubahan orientasi ▪ Sediakan pencahayaan yang memadai
afektif ▪ Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan
▪ Perubahan sensasi rawat inap
▪ Disfungsi autoimun ▪ Sediakan alas kaki antislip
▪ Disfungsi biokimia ▪ Sediakan urinal atau urinal untk eliminasi di dekat tempat
▪ Hipoksia jaringan tidur, Jika perlu
▪ Kegagalan mekanisme ▪ Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
▪ Malnutrisi
42
▪ Perubahan fumgsi ▪ Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien,
psikomotor sesuai kebutuhan
▪ Perubahan fungsi Edukasi
kognitif ▪ Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
▪ Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk
beberapa menit sebelum berdiri
43
2.3.4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, 2016).
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi. Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis
implementasi keperawatan, yaitu :
a. Independent Implementations
Implementasi mandiri adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh perawat
untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan,
misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living (ADL), memberikan
perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan lingkungan yang terapeutik,
memberikan dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko- sosio-kultural, dan
lain-lain.
c. Dependent Implementations
44
2.3.5. Evaluasi Keperawatan
Mufidaturrohmah (2017) evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat
dilihat dari hasilnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui perawatan yang
diberikan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan. Dokumentasi pada tahap evaluasi adalah membandingkan
secara sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan dengan kenyataan yang ada pada klien, dilakukan dengan
cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain
45
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Tanggal Lahir : 01 November 1961
Usia : 61 tahun 7 bulan 5 hari
No. MR : 2019455333
Agama : Islam
Suku : Minang
Tanggal Masuk : 6 Juni 2023 melalui CAO RSJPDHK
Tanggal Pengkajian : 10 Juni 2023 di IW Medikal RSJPDHK
Diagnosa Medis : Subacute ALI tungkai kanan s/p mechanical
thrombectomy angiojet di arteri poplitea
kanan sampai media arteri tibialis posterior
kanan 8/6/2023, post CDT Arteriografi
7/6/2023, CAD 3VD post CABG 1/7/2019,
HHD.
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri hilang timbul pada pada ibu jari dan kelingking kaki
kanan dengan skala 3/10, nyeri dirasakan pada area post Tindakan mechanical
trombektomi (8/6/2023), keluhan semakin bertambah jika jari kaki
digerakkan dan dipegang. Jika kaki tidak digerakkan, nyeri berkurang namun
terasa kesemutan. Saat ini pasien mendapatkan terapi paracetamol 3x500 mg
per oral. Pasien juga mengatakan badan terasa lemas dan mual.
c. Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan nyeri dan kebas pada ujung jari, telapak kaki kanan,
sampai ke pinggang sejak satu bulan yang lalu (Mei 2023). Nyeri dirasa
panas seperti terbakar. Kemudian pasien dibawa ke RSUD Cilegon dan
46
sempat di rawat inap. Selama perawatan pasien mendapatkan obat-
obatan saja. Kemudian setelah keluhan membaik, pasien dipulangkan
dan dokter menyarankan untuk periksa ke RSJPDHK. Sehingga
dilakukan proses lanjutan untuk rujuk ke RSJPDHK. Pasien datang ke
IGD RSJPDHK (26/5/2023) dan dilakukan assessment lanjutan di poli
vascular. Kemudian pasien direncanakan untuk dilakukan Tindakan
elektif kateter ekstremitas bawah pada tanggal 6 Juni 2023
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi dari tahun 2009 dan
sudah kontrol rutin di RSUD Cilegon. Sebelumnya, pasien sudah
merokok dari usia 17 tahun namun sudah berhenti sejak tahun 2010.
Biasanya pasien merokok 1 hari satu bungkus. Pasien juga pernah
dilakukan operasi CABG pada CAD3VD (LIMA-LAD, SVG-OM1,
SVG-Distal RCA) tahun 2019. Pasien tidak ada riwayat diabetes
melitus.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien menderita hipertensi dan ibu pasien menderita hipertensi
dan saat ini sudah stroke.
4) Pola Makan dan Minum
Pasien tidak suka mengonsumsi makanan yang manis dan kopi.
Namun pasien sering makan makanan yang berkolesterol (lontong
sayur dan gorengan).
5) Pola Gaya Hidup dan Olahraga
Pasien bekerja di perusahaan swasta sebagai kontraktor. Beliau jarang
melakukan pekerjaan yang berat. Namun sering mensupervisi
pekerjaan karyawan dengan terjun langsung ke lapangan. Pasien
melakukan aktivitas jalan kaki 1 kali per minggu, dengan durasi 1-2
jam. Pasien riwayat sebagai seorang perokok aktif yang
mengkonsumsi rokok 1 bungkus per hari dan berhenti sejak tahun
2010.
6) Pola Eleminasi
47
Pasien BAB sekali sehari, dan BAK 3-4 kali sehari, tidak ada riwayat
BAB berdarah atau uremia. Pasien juga tidak ada keluhan terkait
eliminasi.
d. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
BB/TB : 65 kg/166cm
Tanda-tanda vital saat pengkajian
Tekanan darah : 110/68 mmHg
Nadi : 69 kali/menit
Suhu : 36.7oc
Pernapasan : 22 kali/menit
Saturasi oksigen : 100% room air
Pengkajian Kepala
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
simetris, tidak ada edema palpebra.
Hidung : Tidak ada pernapasan cuping hidung, pernapasan
spontan.
Ekspresi : Pasien tampak menahan rasa sakit ketika kaki
disentuh atau digerakkan.
Leher : Tidak ada peningkatan JVP (5 cmH2O).
Pengkajian Thorax
Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris,
bentuk dada normal, tidak ada penggunaan otot
bantu pernafasan, tidak ada lesi, jejas ataupun ruam.
Palpasi : Tidak teraba massa, taktil fremitus normal, tidak ada
krepitasi.
Perkusi : Bunyi paru sonor.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler kanan dan kiri.
48
Pengkajian Jantung
Inspeksi : Tidak terlihat ictus cordis.
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 line midclavicular
sinistra
Perkusi : Bunyi dullness di area jantung.
Auskultasi : S1 dan S2 normal, tidak ada murmur dan gallop.
Pengkajian Abdomen
Inspeksi : Tidak ada luka, asites, ruam, ataupun jejas.
Palpasi : Abdomen supel, tidak teraba massa, tidak teraba
hepar dan limpa.
Perkusi : Suara timpani.
Auskultasi : Terdengar bising usus 10 kali/menit.
Pengkajian Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Pain (nyeri) : Pasien mengatakan tidak ada nyeri pada tangan
kanan atau kiri.
Parathesia : Pasien mengatakan tidak ada kebas/baal pada tangan
kanan dan kiri.
Paralysis : Tidak ada kelemahan otot pada tangan kanan atau
kiri (55/55).
Pallor : Tidak ada warna kehitaman/kemerahan pada tangan,
CRT <2 detik pada tangan kanan dan kiri.
Pulseless : Teraba pulsasi pada nadi brachialis dan radialias
pada tangan kanan dan kiri.
Poikilothermia : Akral tangan kanan dan kiri teraba hangat.
Ekstremitas Bawah
49
Pain (nyeri) : Pasien mengatakan nyeri pada ibu jari dan
kelingking kaki kanan dengan skala nyeri 3/10, nyeri
hilang timbul. Nyeri semakin bertambah jika kaki
digerakkan dan berkurang jika kaki tidak
digerakkan. Kaki kiri tidak ada rasa nyeri jika
digerakkan.
Parathesia : Pasien mengatakan tidak ada kebas/baal pada kaki
kanan, namun ada sensasi kebas pada ujung-ujung
jari kaki kiri.
Paralysis : Tidak ada kelemahan otot pada kaki kanan atau kiri
(55/55).
Pallor : Tidak ada warna kehitaman/kemerahan pada kaki
kiri, CRT <2 detik. Namun pada kaki kanan ada luka
kehitaman (nekrosis) pada ujung ibu jari (ukuran
1x1cm), sela-sela ibu jari dan telunjuk (2x2cm),
serta pangkal jari kelingking (ukuran 2x2cm).
Pulseless : Pulsasi pada nadi dorsalis pedis kiri teraba kuat
sedangkan pulsasi pada nadi dorsalis pedis kanan
teraba minimal dan hilang timbul.
Poikilothermia : Akral kaki kiri teraba hangat namun pada kaki kiri
teraba dingin.
50
Gambar 3.1 dan 3.2 Kaki kanan Tn. A dengan luka nekrosis
e. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
51
PT 12.1 (H) 9.4 – 11.3 detik
Kontrol 10.4
INR 1.17 (L) 2.00 – 4.00 (target terapi)
APTT 28.3 23.0 – 34.7 detik
Kontrol 28.9
ACT 121 100 – 120 detik
Fibrinogen 157 163 – 357 mg/dL
HbsAG Nonreaktif Nonreaktif
Anti-HCV Nonreaktif Nonreaktif
Urinalisa
Bakteri Negatif Negatif
Eritrosit +3 Negatif
Leukosit +2 Negatif
Elektrolit Darah
Natrium (Na) 139 142 138 136-145 mmol/L
Kalium (K) 3.5 3.1 (L) 3.2 (L) 3.5-5.1 mmol/L
Klorida (Cl) 94 (L) 101 99 98-107 mmol/L
Kalsium 2.23 2.15-2.50 mmol/L
Total
Magnesium 1.8 1.60-2.60 mmol/L
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium
2) Pemeriksaan EKG
52
Gambar 3.3 EKG Tn. A tanggal 6/8/2023
Interpretasi:
- Irama : Reguler
- Heart rate : 75 kali/menit
- Gelombang P : Diikuti QRS, positif di semua lead
kecuali di aVR, lebar 0.08mm
- PR interval : Lebar 0.016mm
- Kompleks QRS : Sempit, lebar 0.04mm
- Axis : Lead 1 +16; lead aVF -11
Deviasi axis ke kiri
- Segmen ST : Isoelektrik di semua lead
- Gelombang T : Positif di semua lead kecuali aVR,
tinggi 0.1 mv
- Q patologis : Tidak ada Q patologis di semua lead
Tanda hipertrofi
- RAH : Tidak ada
- LAH : Tidak ada
53
- LVH : Tinggi gelombang R di lead aVL 20
kotak kecil atau 20mv
- RVH : Tidak ada
Tanda blok
- AV blok : Tidak ada
- LBBB : Tidak ada
- RBBB : Tidak ada
Kesan : Sinus rythm dengan LVH dan deviasi
aksis ke kiri
Vena Tungkai
• Compressi Ultrasound (CUS) negatif pada vena femoralis
communis, vena poplitea kanan - kiri.
54
• Augmentasi positif dengan uji squeeze distal pada vena
femoralis communis, vena poplitea, vena tibialis posterior
kanan - kiri.
Arteri Tungkai
• Morfologi kurva doppler triphasik pada arteri femoralis
communis, arteri poplitea, arteri tibialis posterior - arteri
tibialis anterior kiri.
• Morfologi kurva doppler monophasik end diastolik tinggi
pada arteri femoralis communis, arteri femoralis
superficialis kanan.
• Morfologi kurva doppler rounded pada arteri digitalis I-V
kanan.
• No flow mulai arteri poplitea sampai dengan arteri
interdigitalis kanan.
Kesimpulan
• Oklusi ec thrombus mulai arteri poplitea sampai dengan
interdigitalis kanan.
• Suspect oklusi / stenosis pada arteri iliaka kanan.
• Flow arteri positif pada arteri femoralis communis sampai
dengan arteri femoralis superficialis kanan.
• Flow arteri positif minimal pada arteri digitalis I-V kanan.
• Normal flow arteri pada tungkai kiri.
• Tidak ditemukan thrombus pada vena - vena dalam di kedua
tungkai.
55
Gambar 3.5 Hasil sementara DUS ekstremitas bawah Tn. A tanggal 09/06/2023
Ekstremitas Bawah :
56
1) Riwayat farmakologis
RPO di RSUD Cilegon:
• Ultracet 3x1 tab
• Xarelto 1x20 mg
• Atorvastatin 1x20 mg
• Ramipril 1x5mg
• Bisoprolol 1x5 mg
• Acetosal 1x100 mg
• Lansoprazol 1x30 mg
• Na diclofenac 2x50 mg
• Paracetamol 3x50 mg0 mg
57
Diagnosa Post Tindakan : Telah dilakukan manual aspirasi dan
dilanjutkan dengan CDT pada arteri
popliteal kanan
Indikasi Tindakan : Terapeutik
Nama Tindakan : CDT
Dokter Operator : dr. Suci Indriani, Sp.JP
Prosedur Tindakan :
Pasien dalam posisi supine di meja tindakan.
Tindakan asepsis dan antisepsis daerah inguinalis kanan dan kiri.
Diberikan lidokain 2% di sekitar femoralis kiri.
Punksi arteri femoralis kiri berjalan lancar, dimasukkan Sheath
Femoral 6F di FEAR.
Dimasukkan kateter JR 3,5/5F dengan support GW Termo exchange
wire 0.035-260 cm cross over ke femoralis kanan
Dilakukan arteriografi tampak stenosis 80% osteal a iliaka komunis
kanan dan total oklusi di a. Poplitea kanan. A tibialis anterior tampak
oklusi di media sampai distal. A tibialis posterior flow (+) sampai
distal
Diberikan heparin 7000 unit IV
Dilakukan penggantian sheath 6F dengan long sheath Fortress 6F 45
cm dengan bantuan wire Termo exchange 0.035-260 cm, kemudian
diletakkan di a femoralis superfisial kanan
Dilakukan manual aspirasi beberapa kali dengan guiding kateter dan
didapatkan adanya trombus.
Paska manual aspirasi dilakukan evaluasi angiografi tampak masih
ada trombus dengan total oklusi di a poplitea
kanan sampai a tibialis posterior. DIputuskan untuk memberikan drip
Actylase (CDT)
Diberikan bolus Actylyse 10 mg intra arteri dan dilanjutkan drip 4
cc/jam
Direncakanan evaluasi angiografi paska CDT
Tindakan selesai.
58
Total perdarahan 50 cc. Total kontras Metaosfar 370 sebanyak 135 cc.
DAP 36,21 Gycm2. FT 00:18:00.
Total Perdarahan : 50cc
Dosis Paparan Radiasi : 100% room air
Jumlah Media Kontras : 36.21Gy.cm2
Fluoro Time : METACOSFAR 50/320 MG, 130cc
Kesimpulan :
Telah dilakukan Manual aspirasi dan dilanjutkan dengan CDT pada a.
popliteal kanan
59
Telah dilakukan mechanical thrombectomy dengan alat angiojet di a.
poplitea kanan sampai media a. tibialis posterior kanan dengan hasil
baik.
Data Objektif :
60
Analisa Data Diagnosa Etiologi
61
Analisa Data Diagnosa Etiologi
▪ Hasil lab Pre
Thrombektomi 6/7/2023:
Lab: Hb 14.1/Ht 44.3/Leu
9520 / Tro 393rb / Ur 19.80
/Cr 1.57 / eGFR 50/ BUN
9.3 / GDS 141 / Na 139 / K
3.5 / PT 12.1 (kontrol 10.4)
/ INR 1.17
Data Subjektif : Resiko Efek agen farmakologis
perdarahan dan tindakan
- Pasien mengatakan lemas
trombektomi
Data Objektif :
- Pasien post tindaka CDT
tanggal 7/6/2023 dan
angiojet tanggal 8/6/2023
- Pasien Riwayat pemberian
heparin drip 500unit/jam
- Pasien mendapatkan terapi
acetosal 1x100 mg, xarelto
1x20 mg, dan lovenox
2x0.6 mg
- Post Tindakan CDT dan
angiojet Hb turun
- Hasil Laboratorium
tanggal 8/6/2023:
APTT 28.3/ Kontrol 28.9
- Hasil laboratorium tanggal
9/6/2023 jam 09.30 (Post
angiojet):
Hb 11.4 / Ht 35.7 /
Eritrosit 3.92 / Leukosit
62
Analisa Data Diagnosa Etiologi
10920 / trombosit 304
Data Subjektif: Gangguan Gangguan sirkulasi
- Pasien mengatakan Integritas
kadang-kadang merasa baal Kulit/Jaringan
dan kesemutan pada kaki
kanan
- Pucat dan nyeri pada kaki
kanan skala 3/10 jika
digerakkan/dipegang
Data objektif:
- Pulsasi arteri dorsalis pedis
dextra teraba lemah hilang
timbul
- Akral kaki kanan tidak
sehangat kaki kiri
- Kaki kanan tampak pucat,
terdapat luka terbuka di
sela-sela jari CRT >3 detik
pada kaki kanan
63
3.3. Rencana Asuhan Keperawatan
- Lakukan hidrasi
64
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
No Keperawatan Hasil
Keperawatan (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
- Lakukan
perawatankaki
yang luka
- Hindari
pengukuran
tekanan darah
padaekstermitas
padaketerbatasan
perfusi
- Hindari
penekanandan
pemasangan
tourniquet pada
area yang cedera
Edukasi
- Anjurkan
menghindari
makanan
berkolesterol
- Anjurkan
berolahraga
- Informasikan
tandadan gejala
darurat yang
harus dilaporkan
(misalnya; rasa
sakit yangtidak
hilang saat
65
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
No Keperawatan Hasil
Keperawatan (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
istirahat, luka
tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Manajemen Sensasi
Perifer (I.06195)
Observasi :
- Identifikasi
penyebab
- Perubahan
sensasi
- Periksa
perbedaansensasi
tajam atau
tumpul
- Periksa
perbedaansensasi
panas ataudingin
- Periksa
kemampuan
mengidentifikasi
lokasi dan
teksturbenda
- Monitor
terjadinya
parestesia, jika
perlu
- Monitor
66
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
No Keperawatan Hasil
Keperawatan (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
perubahankulit
Terapeutik
▪ Hindari
pemakaian
benda-benda
yang berlebihan
suhunya (terlalu
panas ataudingin)
Kolaborasi
▪ Kolaborasi
pemberian
analgesik, jika
perlu
▪ Kolaborasi
pemberian
kortikosteroid,
jika perlu
2 Resiko Setelah dilakukan Pencegahan
perdarahan Perdarahan(I.02067)
asuhan keperawatan
(D.0012) Observasi
selama 1x24 jam
berhubungan dengan
Perdarahan tidak ▪ Monitor tanda dan
Penyebab Efek agen
terjadi (L.02017) gejala perdarahan.
farmakologi dan
ditandai dengan ▪ Monitor nilai
Tindakan
Kriteria Hasil : hematokrit/
thrombektomi
hemoglobin
▪ Perdarahan
sebelum dan
pasca tindakan
setelah kehilangan
menurun
darah
67
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
No Keperawatan Hasil
Keperawatan (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
▪ Hemoglobin ▪ Monitor tanda-
membaik tandavital
▪ Hematokrit ortostatik
membaik ▪ Monitor koagulasi
▪ Frekuensi nadi darah (mis.
membaik prothrombin
▪ Suhu tubuh time/PT,APTT,
membaik degradasi fibrin
dan/ platelet
Terapeutik
▪ Pertahankan
bedrest selama
perdarahan
▪ Batasi tindakan
invasif,jika perlu
Edukasi
▪ Jelaskan tanda
dangejala
perdarahan
▪ Anjurkan
meningkatkan
asupancairan
untuk
menghindari
konstipasi
▪ Anjurkan segera
melapor jika
terjadi perdarahan
68
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
No Keperawatan Hasil
Keperawatan (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
Kolaborasi
▪ Kolaborasi
pemberian produk
darah, jika perlu
▪ Kolaborasi
pemberian pelunak
tinja
▪ Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan
3 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Perawatan Integritas
Integritas keperawatan selama 5x24 Kulit (I.11353)
Kulit/Jaringan jam perfusi perifer Observasi
(D.0129) meningkat (L02011)
▪ Identifikasi
Berhubungan ditandai dengan:
penyebab gangguan
dengan gangguan Kriteria Hasil :
integritas kulit (mis.
sirkulasi
▪ Kekuatan nadi Perubahan sirkulasi,
perifer meningkat perubahan status
▪ Penyembuhan luka nutrisi, penurunan
dapat membaik kelembaban, suhu
▪ Warna pucat pada lingkungan
ekstremitas tidak ekstrem, penurunan
ada mobilitas)
▪ Nekrosis tidak Terapeutik
bertambah
▪ Ubah posisi tiap 2
▪ Pengisian kapiler <2
jam jika tirah
detik
baring
69
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
No Keperawatan Hasil
Keperawatan (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
Edukasi
▪ Akral teraba hangat
▪ Anjurkan minum
air yang cukup
▪ Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
▪ Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayur
▪ Jelaskan tujuan dan
prosedur Latihan
▪ Anjurkan
melakukan rentang
gerak pasif dan
aktif secara
sistematis
Kolaborasi
▪ Kolaborasi dengan
fisioterapis
mengembangkan
program Latihan,
jika perlu
70
3.4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
71
Diagnosa Tujuan dan
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan Kriteria Hasil
detik, turgor kulit tekanan darah akstremitas >3 detik, warna kaki tampak pucat, turgor kulit
elastis bawah tidak elastis.
Tidak ada Manajemen Sensasi TTV :
parestesia Perifer (I.06195) TD: 106/59mmHg, nadi: 72x/menit, Suhu
Observasi : 36,1oC, RR 17x/menit, SpO2 86% di kaki kanan
Mengidentifikasi penyebab dan 98% di kaki kiri
perubahan sensasi yang Analisis :
dirasakan oleh pasien Perfusi jaringan perifer belum teratasi
Memonitor terjadinya Planning :
parestesia, jika perlu Lanjutkan intervensi manajemen sensasi perifer
Memonitor perubahan kulit dan perawatan sirkulas
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
paracetamol 3x500 mg
Kolaborasi pemberian
vasodilator perifer:
Pentoxifyllin 1200 mg
dalam 24 jam
72
Diagnosa Tujuan dan
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan Kriteria Hasil
Sabtu, 10 Risiko Setelah dilakukan Pencegahan Perdarahan Sabtu. 10 Juni 2023 jam 14.00 WIB
Juni 2023 Perdarahan intervensi 1 x 24 (I.02067)
Subjektif:
(D.0012) jam diharapkan Observasi
Pasien mengatakan lemas
berhubungun Tingkat Memonitor tanda dan
Objektif :
dengan efek perdarahan tidak gejala perdarahan.
agen terjadi Memonitor nilai Wajah pasien tampak pucat
farmakologis Kriteria hasil: hematokrit/ hemoglobin Hb 11.4 / Ht 35.7 / Eritrosit 3.92 / Leukosit
sebelum dan setelah 10920 / trombosit 304
1. Perdarahan
kehilangan darah TTV :
pasca tindakan
Memonitor koagulasi : TD: 106/59mmHg, nadi:72x/menit, Suhu
menurun
prothrombin time (PT), 36,1oC, RR17x/menit, SpO2 86% di kaki
2.Hemoglobin
partial thromboplastin time kanan dan 98% di kaki kiri
membaik
(PTT), fibrinogen Analisis:
3.Hematokrit
Edukasi
membaik Resiko perdarahan terjadi dan belum teratasi
Menjelaskan tanda
4.Frekuensi nadi
Planning:
dangejala perdarahan
membaik
Lanjutkan intervensi pencegahan perdarahan
5.Suhu tubuh
73
Diagnosa Tujuan dan
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan Kriteria Hasil
Membaik
74
Diagnosa Tujuan dan
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan Kriteria Hasil
Sabtu, 10 Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas Sabtu, 10 Juni 2023 jam 14.00 wib
Juni 2023 integritas kulit intervensi 5 x 24 kulit (I.11353) Subjektif:
(D.0129) jam diharapkan Observasi Saat ini pasien mengatakan kaki kanannya tidak
berhubungan pasien mengalami Mengidentifikasi penyebab nyeri jika tidak digerakkan/dipegang dan luka di
dengan Perfusi perifer gangguan integritas kulit kakinya tidak bertambah hitam maupun meluas dari
perubahan (L.02011) Teraupetik: yang kemarin
sirkulasi membaik dengan Menggunakan produk Objektif :
kriteria hasil : berbahan minyak pada Kekuatan nadi perifer di kaki kanan lemah dan
Kekuatan nadi kulit kering hilang timbul
perifer meningkat Menganjurkan minum air Warna pucat dengan CRT>3 detik
Penyembuhan yang cukup Terdapat luka nekrosis di 1 titik berdiameter ±1cm
luka dapat Menganjurkan untuk Terdapat luka nekrosis di 2 titik berdiameter
membaik Warna menghindari suhu yang masing-masing ±2cm (tidak bertambah)
pucat pada ekstrem Akral kaki kanan teraba dingin
ekstremitas tidak Analisis :
ada Gangguan integritas kulit belum teratasi
Nekrosis tidak Planning :
bertambah Lanjutkan intervensi perawatan integritas kulit dan
75
Diagnosa Tujuan dan
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan Kriteria Hasil
Pengisian kapiler latihan gerak
<2 detik
Akral teraba
hangat
76
BAB IV
PEMBAHASAN
Tn A datang ke IGD Rumah Sakit Jantung Pembuluh Darah Harapan Kita dengan
Subacute ALI tungkai kanan, CAD 3VD post CABG 1/7/2019, HHD. Pasien rujukan dari
RSUD Cilegon, pasien datang ke IGD RSJPDHK (26/5/2023) dan dilakukan assessment
lanjutan di poli vascular. Kemudian pasien direncanakan untuk dilakukan Tindakan
elektif kateter ekstremitas. Pada bab ini, akan membahas terkait faktor risiko yang pasien
sehingga terkena ALI, penegakkan diagnosis ALI yang ditemukan pada pasien,
tatalaksana yang pasien dapatkan serta analisis asuhan keperawatan pada pasien.
a. Merokok
Pasien memiliki riwayat merokok dan dapat menghabiskan 1 bungkus rokok
setiap harinya. Merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya masalah
pembuluh darah, hal ini sesuai dengan pernyataan Horváth et al (2022) yang
menyatakan bahwa merokok merupakan salah faktor risiko utama seseorang
terkena penyakit arteri perifer (peripheral-artery disease). Salehi (2021)
menjelaskan komponen dari rokok yang dapat meningkatkan risiko seseorang
terkena penyakit pada pembuluh darah yaitu nikotin. Nikotin dapat dapat
menginisiai peradangan pem buluh darah yang kemudian dapat merusak endotelia
pembuluh darah. meningkatkan pelepasan epinephrine dan noreepineprin yang
dapat meningkatkan vasokonstriksi perifer, meningkatkan tekanan darah dan
meningkatkan konsumsi oksigen. Nikotin juga dapat mengaktifkan trombosit dan
menstimulasi proliferasi otot polos pada dinding arteri. Mekanisme lebih lanjut
dari merokok adalah dapat meningkatkan serum LDL dan trigiliserida dalam
darah dan menurunkan HDL lipoprotein. Penelitian yang dilakukan Armstrong
(2014) menunjukan bahwa orang yang berhasil berhenti merokok pada pasien
yang memiliki riwayat penyakit pembuluh darah arteri (PAD), memiliki angka
mortalitas yang lebih rendah dan memiliki risiko amputasi yang lebih rendah
dibandingkan dengan pasien yang memiliki riwayat PAD dan tidak berhenti
merokok.
77
b. Hipertensi
Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi dari tahun 2009 dan sudah
kontrol rutin di RSUD Cilegon. Tekanan darah tinggi yang berlangsung secara
terus menerus akan mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding arteri,
sehingga akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah arteri. Pada
penelitian yang dilakukan oleh (Dosluoglu, 2018), didapatkan pasienhipertensi
55% diantaranya menderita Periperal Arteri Deases, tidakhanya itu hipertensi
juga memiliki resiko perkembangan yang tinggi menuju gejala klaudikasio
intermiten sebanyka 2,5 kali lipat pada laki-laki dan 3,9 kali lipat pada perempuan
(Dosluoglu, 2018).
Hal tersebut berkesinambungan dengan data yang didapatkan pada
penelitian, yaitu sebanyak 20 pasien (80%) ALI memiliki riwayat hipertensi.
Selain itu, berdasarkan data pemeriksaan sistol dan diastol pasien ALI pada
penelitian ini pemeriksaan tensi pasien yang paling banyak adalah hipertensi stage
1 yakni tekanan darah sistolik 140 – 159 dan tekanan darah diastolik 90 – 99 yaitu
sebanyak 6 orang (28%). Dari hasil penelitian ini juga didapatkan rata-rata nilai
tekanan sistolik yakni 139,36 dan rata-rata nilai tekanan diastolik 84,88
(Admadiani et al., 2022).
c. Hiperlipidemia
Pasien mengatakan suka makan- makanan yang berlemak, gorengan dan
bersantan. Risiko lain yaitu dislipidemia, telah diteliti dalam studi epidemiologi
pada etiologi PAP. Kadar trigliserida serum ditunjukkan pada banyak studi klinis
awal yang sangat terkait dengan PAP (Sirait & Mustofa, 2021). Lalu, sebuah studi
yang dilakukan oleh (Emanuelsson et al., 2018) dengan populasi masyarakat
Copenhagen, menunjukkan adanya hubungan kadar kolesterol LDL dengan
peningkatan risiko terjadinya chronic kidney disease danPAD. Hal tersebut sesuai
dengan data yang didapatkan pada penilitian pasien ALI di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya rentang waktu(Januari 2016 – Maret 2019), yaitu nilai kolesterol total
pada batas atas kolesterol total yaitu 200 – 239 mg/dl sebesar 66,7%. Pada
pemeriksaan LDL didapatkan hasil nilai LDL paling banyak pada batas kadar
LDL yaitu 130 – 139 mg/dl sebesar 60% (Admadiani et al., 2022).
78
4.2. Analisa Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pada pengkajian keperawatan, diketahui pasien memiliki faktor risiko
Acute Limb Ischemia yaitu merokok, Hipertensi dan hyperlipidemia dengan
kebiasan makan makan berlemak, bersantan dan gorengan. Penyakit hipertensi
yang diderita pasien merupakan faktor keturunan yang didapatkan dari kedua
orangtuanya, selain faktor keturunan pola makan yang menyukai makanan
berlemak, gorengan dan bersantan yang dapat menyebabkan kolestrol tinggi
yang menjadi predisposisi pasien terkena hipertensi. Pada pemeriksaan fisik di
ektrimitas bawah kanan terdapat area kulit yang tampak pucat, ada luka terbuka
di sela ibu jari dan sela kelingking, sensasi raba normal, CRT > 3 detik. Pasien
mengatakan nyeri pada ibu jari dan kelingking kaki kanan dengan skala nyeri
3/10, nyeri hilang timbul. Nyeri semakin bertambah jika kaki digerakkan dan
berkurang jika kaki tidak digerakkan. Selain itu pasien mengatakan sering
merasa kesemutan di telapak kaki kanan dan pada saat dilakukan perabaan pada
kaki kanan pulsasi lemah dan hilang timbul.
Menuurut Victor Aboyans, (2018) tanda iskemia tungkai akut dapat
digambarkan dengan sebutan “6P” sebagai yaitu pain (nyeri), parasthesia (tidak
mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas), paralysis (kehilangan sensasi
motorik pada ekstremitas), Pallor (pucat), Pulseless (menurunnya/tidak adanya
denyut nadi), Perishingly cold/Poikilothemia (dingin pada ekstremitas). Enam
tanda yang perlu dikenali pada pasien ALI juga muncul pada pasien kelolaan
kelompok. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan tanda gejala ALI
yang ditemukan pada pasien yaitu:
➢ Pain (Nyeri): Pasien mengatakan nyeri pada ibu jari dan kelingking kaki
kanan dengan skala nyeri 3/10, nyeri hilang timbul. Nyeri semakin
bertambah jika kaki digerakkan dan berkurang jika kaki tidak digerakkan.
Kaki kiri tidak ada rasa nyeri jika digerakkan.
➢ Parasthesia: Pasien mengatakan sering merasa kesemutan di telapak kaki
kanan.
➢ Paralisis: Kekutan motoric kaki kanan dan kiri (5555/5555)
79
➢ Pallor: Kaki kanan tampak pucat, ada luka terbuka di sela ibu jari dan sela
kelingking, sensasi raba normal, CRT > 3 detik. Kaki kanan tampak pucat
namun tidak ada kemerahan/biru (sianotik).
➢ Pulseness: Teraba pulsasi pada kaki kanan, lemah dan hilang timbul. Kaki
kiri pulsasi teraba kuat.
➢ Poikilothemia: Akral kaki kanan sedikit hangat. Akral kaki kiri lebih hangat
daripada kaki kanan.
Pada pasien dengan Acute limb Injury (ALI), pasien akan mengeluh nyeri hebat
(pain) sebagai akibat dari proses iskemik akut di area ektrimitas yang diperdarahi oleh
arteri yang tersumbat Olinic et al (2019). Aktivasi nosisseptor berperan dalam proses
nyeri yang terjadi sebagai akibat dari respon iskemik. Pada oklusi pembuluh darah akan
menyebabkan akumulasi K+ di ektraseluler dan H+ yang akan mengativasi nosisseptor
(Laksono et al., 2020). Nosiseptor adalah ujung saraf yang tersebar secara luas diseluruh
tubuh yang dapat diaktivasi pada peristiwa kerusakan sel/jaringan seperti infeksi, edema,
iskemia, kerusakan saraf dan nekrosis sel. Mediator kimia yang berperan menjadi
mediator nosiseptor perifer antara lain bradykinin, prostaglandin, serotonin, leukotriene
dan faktor pertumbuhan saraf.
80
Pallor, pulseness dan poikilotermi menandakan adanya penurunan perfusi
pada area yang terkena oklusi, sehingga mengakibatkan tidak adanya pengisian
kapiler darah dan pengisian pembuluh darah yang tidak terisi darah. (Horváth et
al., 2022; Olinic et al., 2019). Sedangkan parastesia dan paralysis menunjukan
adanya keruskan saraf perifer sebagai akibat dari hipoperfusi diarea ektrimitas
yang mengalami oklusi (Olinic et al., 2019).
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah Kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung actual maupun potensial (PPNI, 2018). Setelah melakukan
pengkajian, kelompok membuat analisis data dengan mengelompokkan data yang
di dapat dan kemudian dibandingkan data dengan nilai normal. Setelah itu
kelompok melakukan identifikasi masalah dan membuat rumusan diagnosis
keperawatan. Kelompok telah menentukan empat diagnosis keperawatan yang
dianggap paling relevan dengan kondisi pasien berdasarkan data pengkajian yang
telah dilakukan. Pada bagian konsep asuhan keperawatan ALI yang dibahas pada
bab sebelumnya, diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
dengan ALI diantaranya;
1) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
3) Gangguan mobilitas fisik (D.0054) berhubungan dengan nyeri ditandai
dengannyeri saat bergerak,
4) Risiko cidera (D.0136) berhubungan dengan Hipoksia jaringan dan
5) Risiko perdarahan (D.0012) berhubungun dengan efek agen farmakologis.
Penegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan konsep ini berbeda dengan
penegakkan diagnosis keperawatan yang kelompok susun. Penyusunan diagnosis
keperawatan ini sudah seharusnya berisi terkait penilaian klinis mengenai respons
individu, maka sangat mungkin jika penyusunan diagnosis keperawatan
berbedabeda karena setiap individu memberikan respons yang berbeda juga dalam
menanggapi masalah kesehatan yang ia alami (PPNI, 2018). Maka dari itu, sangat
mungkin terjadi perbedaan penyusunan diagnosis keperawatan pada pasien
dengan masalah kesehatan/penyakit yang sama.
81
Diagnosis keperawatan yang kelompok susun sesuai dengan kondisi klien
diantaranya:
82
tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik (PPNI, 2018). Tidak
diangkatnya diagnosis keperawatan ini juga karena sudah ada upaya pencegahan
risiko cedera di ruang IWM khususnya dan umumnya di Rumah Sakit Jantung
Harapan Kita (RSJPDHK), sebagai salah satu upaya sasaran keselamatan pasien.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh pasien yang dirawat di RSJPDHK
sudah mendapatkan interevensi keperawatan pencegahan cedera.
Diagnosis keperawatan gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam
gerakan fisik dari satau atau lebih ekstrimitas secara mandiri (PPNI, 2018). Pada
pasien didapatkan kondisi penuruna kekuatan otot yang merupakan salah satu
tanda mayor untuk menegakkan diagnosis keperawatan ini. Namun kelompok
memutuskan untuk tidak mengangkat diagnosis ini karena kelompok menganggap
bahwa jika masalah perfusi perifer dapat diatasi, maslaah terkait mobilitas fisik
pasien dapat teratasi
a) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri
Definisi perfusi perifer tidak efektif menurut PPNI (2018) adalah
penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat menggangu
metabolism tubuh. Penyebab dari diagnosis keperawatan yang kelompok
ambil adalah penurunan aliran arteri diekstrimitas bawah dextra ditandai
dengan beberapa data mayor dan minor yang didapatkan pada pasien
diantaranya adanya keluhan nyeri, penurunan sensai pada kaki (paratesia),
pengisian kapiler>3 detik, nadi teraba lemah di area ektrimitas bawah dextra,
akral teraba dingin, warna kulit pucat.
Diagnosis ini menjadi diagnosis keperawatan prioritas pertama yang
kelompok ambil karena masalah keperawatan ini dapat mengancam
kehidupan, dan jika tidak dilakukan intervensi keperawatan yang tepat pada
pasien akan berisiko lebih lanjut untuk mengalami komplikasi seperti
amputasi sampai dengan kematian.
b) Risiko perdarahan berhubungan dengan efek agen farmakologis dan
tindakan thrombektomi
Diagnosis keperawatan risiko perdarahan merupakan kategori fisiologi
dan sub kategori sirkulasi. Risiko perarahan memiliki definisi kehilangan
83
darah baik internal maupun ekternal (PPNI, 2018). Diagnosis keperawatan ini
merupakan diagnosis risiko yang jika dibiarkan berkembang dapat
mengancam kehidupan. Diagnosis risiko menggambarkan respon klien
terhadap kondisi Kesehatan atau proses kehidupan yang dapat menyebabkan
klien berisiko mengalami masalah Kesehatan (PPNI, 2018). Faktor risiko
yang kelompok ambil untuk mendukung diagnosis ini adalah faktor risiko
efek agen farmakologis dan Tindakan pembedahan. Walaupun pasien tidak
dilaporkan adanya perdarahan massif baik itu perdarahan internal atau
ekternal, tetapi terjadi penurunan profil darah yaitu Hb yang awalnya 9.9 g/dl,
tetapi setelah thrombektomi Hb turun menjadi 6.9 g/dL. Penurunan kadar Hb
yang signifikan ini perlu ditinjau ulang penyebabnya karena dapat
memperburuk perfusi pada area yang sudah mengalami iskemia. Perdarahan
juga kemungkin dapat terjadi sebagai efek samping dari terapi terapi
antikoagulan yang pasien dapatkan seperti pentoxyfilin drip 1200 mg/24 jam
dan lovenox 2x0,6 ml. Menurut Warnock (2022) salah satu komplikasi yang
paling banyak terjadi pada pasien yang menggunakan antikoagulan adalah
adalah perdarahan, maka dari itu perlu dilakukan monitoring APTT dan ACT
secara berkala.
c) Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan gangguan
sirkulasi.
Definisi diagnosis ini adalah adanya kerusakan kulit (dermis dan/atau
epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendong,
tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament) (PPNI, 2018). Penyebab
terjadinya kerusakan inetgritas kulit/jaringan pada pasien ini adalah akibat
perubahan sirkulasi, dimana oklusi mendadak oleh trombus pada arteri iliaka
komunis kanan sampai dengan arteri poplitea kanan, mengakibat aliran darah
menuju jaringan di ektrimitas bawah kanan terganggu, sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan pada jaringan yang diperdarahi arteri diarea distal.
Ini merupakan diagnosis aktual yang sudah terjadi pada pasien, sehingga yang
menjadi focus penatalaksanaan keperawataan adalah memperbaiki kerusakan
dan mencegah kerusakan meluas.
84
4.3. Rencana, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
85
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan peningkatan kualitas
pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh DarahHarapan
Kita, kelompok memberikan saran, antara lain:
a. Untuk Rekan – Rekan Perawat
➢ Perawat harus memahami teori jantung dan pembuluh darah dan
patofisiolgi penyakit yang timbul pada jantung dan pembuluh darah
terutama ALI.
➢ Dalam pemberian asuhan keperawatan pasien dengan ALI diharapkan
perawat harus memahami masalah keperawatan yang muncul pada pasien
yaitu: risiko penurunan perfusi jaringan perifer dan risiko perdarahan atau
juga masalah yang timbul atau komlikasi pada tindakan yang dilakukan
pada pasien ALI sehingga pemberian asuhan keperawatan bisa dilakukan
secara maksimal.
86
b. Untuk Pasien
Pasien dengan Diagnosa ALI diharapkan mampu memahami kondisi
penyakitnya, cara menginformasikan rasa nyerinya kepada petugas dengan
terlebih dahulu perawat mengedukasi pasien mengenai rasa nyeri dan teknik
relaksasi sehingga terciptanya rasa nyaman dan pasien dan diharapkan proses
penyembuhan akan lebih cepat.
c. Untuk Keluarga Pasien
Keluarga pasien diharapkan lebih aktif memberikan motivasi kepada
pasien supaya waktu pemulihan lebih cepat dan optimal.
d. Untuk Rumah Sakit
Dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang optimal, diharapkan rumah
sakit lebih aktif memberikan pelatihan atau diadakannya pembelajaran unit
kepada pegawainya dalam rangka meningkatkan pengetahuan perawat
sehingga kualitas pelayanan lebih optimal dan proses penyembuhan pasien
lebih cepat dan mengurangi angka kematian pasien.
87
DAFTAR PUSTAKA
Acar, R. D., Sahin, M., & Kirma, C. (2018). One of the most urgent vascular
circumstances: Acute limb ischemia. SAGE Open Medicine, 1, 205031211351611.
https://doi.org/10.1177/2050312113516110
Admadiani, F. R., Ekoputranto, J. N., Soebroto, H., Kedokteran, F., & Airlangga, U.
(2022). Faktor Risiko Pasien Acute Limb Ischemia Received : 03-04-2022
Revised :05-04-2022 Accepted : 25-04-2022. 2(April), 521–529.
Ashorobi D, Ameer MA, F. R. (2022). Thrombosis. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan–. PMID: 30860701.
Conte, MS; Bradbury, AW; Kol, P. . P., JV; Dick, F.; Fitridge, R.; Pabrik, J. R., & JB;
Suresh, KR; Murad, M. dkk. (2019). Pedoman vaskular global tentang pengelolaan
iskemia yang mengancam tungkai kronis. J. Vask. Surg. 69. 3–125.
Damay, V.A. (2022). Penyakit Vaskular Ekstremitas Bawah. Makassar: PT. Nas Media
Indonesia
Emmanuel, D., Yasa, K. P., Manuaba, I. B. P., Semadi, I. N., Widiana, K., & Duarsa, G.
Fauzan, I. H., Saputra, A. N., Novita, I., & Mahmuda, N. (2019). Acute Limb Ischemia :
Pendekatan Diagnosis dan Penanganannya.
Fukuda, I., Chiyoya, M., Taniguchi, S. & Fukuda, W. (2018). Acute limb ischemia:
contemporary approach. Gen. Thorac. Cardiovasc. Surg. 63,. 540–548.
Gunawan, D., & dr. I Ketut Wibawa Nada, Sp.An, K. (2017). Fisiologi sirkulasi. Tesis
Fisiologi Sirkulasi Fakultas Kedokteran UNUD RSUP Sangla Denpasar., 3–70.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d86da803a59b17df4285c9
445d002869.pdf
Greenberg, J. W., Goff, Z. D., Mooser, A. C., Wittgen, C. M., & Smeds, M. R. (2020).
Acute Limb Ischemia Secondary to Patent Foramen Ovale–Mediated Paradoxical
Embolism: A Case Report and Systematic Review of the Literature. Annals of
88
Vascular Surgery, 66, 668.e5-668.e10. https://doi.org/10.1016/j.avsg.2019.12.022
Gerhard-Herman, M. D., Gornik, H. L., Barrett, C., Barshes, N. R., Corriere, M. A.,
Drachman, D. E., Fleisher, L. A., Fowkes, F. G. R., Hamburg, N. M., Kinlay, S.,
Lookstein, R., Misra, S., Mureebe, L., Olin, J. W., Patel, R. A. G., Regensteiner, J.
G., Schanzer, A., Shishehbor, M. H., Stewart, K. J., … Walsh, M. E. (2018). 2016
AHA/ACC guideline on the management of patients with lower extremity
peripheral artery disease: Executive Summary: A report of the American college of
cardiology/American Heart Association task force on clinical practice guidelines.
In Circulation (Vol. 135, Issue 12).
https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000470
Howard, D. P. J., Banerjee, A., Fairhead, J. F., Hands, L., Silver, L. E., &Rothwell, P.
Laksono, G. A., Erwin, F., & Tahalele, P. L. (2020). Acute Limb Ischemia (Ali): an
Overview of Clinical Diagnosis and Treatment. Journal of Widya Medika Junior,
2(2), 138–150. http://journal.wima.ac.id/index.php/JWMJ/article/view/2474
Makris, G. C., Chryrysafi, P., Little, M., Patelatel, R., Ratby, M. B., Wigham, A.,
Anthony, S., & Uberoi, R. (2017). The role of intravascular ultrasound in lower
limb revascularization in patients with peripheral arterial disease. International
Angiology, 36(6), 505–516. https://doi.org/10.23736/S0392-9590.17.03866-4
McNally, M. M. & Univers, J. (2018). Acute Limb Ischemia. Surg. Clin. North Am.
98,. 1081–1096.
Obara, H, Matsubara, K, Kitagawa, Y. 2018. Acute Limb Ischaemia. Ann Vasc Dis Vol.
11, No. 4, Hal. 443 –448. doi: 10.3400/avd.ra.18-0007
Olinic, D. M., Stanek, A., T A Taru, D. A., Homorodean, C., & Olinic, M. (2019). Acute
limb ischemia: An update on diagnosis and management. Journal of Clinical
Medicine, 8(8), 1–12. https://doi.org/10.3390/jcm8081215
89
Purnomo, Eddy. (2019). Anatomi Fungsional. Yogyakarta: Lintang Pustaka Utama
Yogyakarta
Quedarusman, H., & Lasut, P. (2019). Critical Limb Ischemia: Laporan kasus. Medical
Scope Journal, 1(1), 8–15. https://doi.org/10.35790/msj.1.1.2019.26625
Rhee SY, K. Y. (2015). Peripheral arterial disease in patients with type 2 diabetes mellitus.
Diabetes metab J. 39(4), 283–90.
Setiawan, J., & Safrudin, B. (2019). Analisa Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien
Acute Coronary Sindrom (ACS) dengan Intervensi Inovasi Akupresur
Menggunakan Minyak Valerian Terhadap Kualitas Tidur di Ruang Intensive
Cardiac Care Unit (ICCU) RSUD Abdul.
Sirait, C. N., & Mustofa, S. (2021). Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Arteri
Perifer. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung, 10(April), 1–10.
http://repository.lppm.unila.ac.id/id/eprint/34916
Tummala, S., & Scherbel, M. D. D. (2018). Penilaian Klinis Penyakit Arteri Perifer di
Kantor : Apa Kata Pedoman ? 1(212), 365–377.
Vashi, F. (2018). Vascular System and Hematology. In Acute Care Handbook forPhysical
Therapists: Fourth Edition (Fourth Edi). Elsevier Inc.
https://doi.org/10.1016/B978-1-4557-2896-1.00007-X
90
91