Anda di halaman 1dari 20

MASSA SKROTUM

Oleh:
Elvina Febriasari, S. Ked
030.12.104

Pembimbing:
dr. Achmad Rizky Herda, Sp.U

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Karawang
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PIUSTAKA ................................................................................ 2
2.1 Anatomi dan fisiologi Skrotum dan Isinya ................................................... 2
2.2 Definisi dan Epidemiologi Massa Skrotum .................................................. 3
2.3 Etiologi Massa Skrotum ............................................................................... 3
2.4 Massa Skrotum Disertai Rasa Nyeri ............................................................. 5
2.4.1 Torsio Testis ....................................................................................... 5
2.4.2 Epididimitis ........................................................................................ 6
2.4.3 Trauma Testis ..................................................................................... 7
2.5 Massa Skrotum dengan Tanpa Rasa Nyeri ................................................... 8
2.5.1 Tumor Testis .............................................................................................. 8
2.5.2 Hidrokel .............................................................................................. 9
2.5.3 Varikokel .......................................................................................... 11
2.5.4 Hernia Inguino-skrotal...................................................................... 12
2.5.5 Kista Epididimis ............................................................................... 14
2.6 Diagnosis .................................................................................................... 15
2.7 Komplikasi.................................................................................................. 16
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Massa skrotum merupakan salah satu masalah di bagian urologi. Massa


skrotum adalah masalah pada isi skrotum yang bermanifestasi pada
pembengkakan skrotum yang dimana itu adalah keluhan utama pada massa
skrotum. Penyebab dari timbulnya massa pada skrotum bermacam-macam mulai
dari infeksi, tumor, hingga timbunan cairan. Secara umum penyebab massa
skrotum dapat dibedakan menjadi dua, pertama yang disertai rasa nyeri yaitu
torsio testis, epididimitis, orchitis, abses testis, trauma dan massa skrotum tanpa
disertai rasa nyeri seperti pada tumor testis, hidrokel, epididymis cycst, varikokel,
inguino-skrotal hernia. Selain itu juga massa skrotum dapat disebabkan oleh
adanya kelainan pada kulit skrotum seperti pada skrotum edema, sebaceous cyst
dan karsinoma skrotum. Ini adalah masalah yang sering dijumpai pada laki-laki
disamping masalah urologi lainnya. Penegakan diagnosis perlu dilakukan dengan
cara anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan.
Massa skrotum ini menjadi penting karena komplikasi yang timbul salah satunya
adalah infertilitas apabila massa skrotum ini tidak tertangani dengan baik dan
cepat. Penatalaksanaan terhadap massa skrotum ini tergantung dari penyebab
primernya. Oleh sebab itu referat ini akan membahas mengenai penyebab,
pathogenesis, gambaran klinis serta tatalaksana massa skrotum agar hal ini
menjadi perhatian serta dapat segera ditangani dengan cepat dan tepat agar
komplikasi seperti infertilitas tidak terjadi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Skrotum dan Isinya


Scrotum adalah kantong yang membungkus dari testis, epididimis, dan
ujung bawah funiculus spermatikus. Scrotum berfungsi sebagai termoregulator
yang mengatur suhu testis agar tetap terjaga dalam suhu yang normal agar sperma
tidak rusak.1
1. Testis
Testis pada orang normal berjumlah dua yang masing-masing terletak
di dalam skrotum kanan dan kiri. Bentuknya ovoid dan pada orang dewasa
berukuran 4x3x2,5 cm dengan volume 15-25 ml. kedua buah testis terbungkus
oleh jaringan tunika albuginea, diluar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis
yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis serta tunika dartos. Otot kremaster
yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati
rongga abdomen untuk mempertahankan temperature testis agar stabil. Testis
terdiri atas ± 250 lobuli dan tiap lobules terdiri atas tubuli seminiferi. Dalam
tubulus seminiferous terdapat se; spermatogonia dan sel sertoli, sedangkan
diantara tubuli seminiferi terdapat sel leydig. Sel sertoli berfungsi memberi makan
pada bakal sperma sedangkan sel leydig berfungsi dalam menghasilkan hormone
testosterone. 1
2. Epididimis
Epididimis terdiri atas kapt, korpus dan kauda. Korpus epididymis
dihubungkan dengan testis melalui duktuli eferentes, vaskularisasi epididymis
berasal dari arteri testikularis dan arteri deferensialis. Disebelah kaudal,
epididymis berhubungan dengan vasa deferens. Sel spermatozoa yang diproduksi
di tubulus seminiferous testis akan dialirkan ke epididymis. Spermatozoa
selanjutkan akan mengalami maturasi sehingga menjadi motil dan disimpan
didalam kauda epididymis sebelum dialirkan ke vas deferens. 1

2
Gambar 1. Anatomi Skrotum dan Isinya

2.2 Definisi dan Epidemiologi Massa Skrotum


Massa skrotum merupakan salah satu kelainan di bagian urologi. Massa
skrotum adalah masalah pada isi skrotum yang bermanifestasi pada
pembengkakan skrotum yang dimana itu adalah keluhan utama pada massa
skrotum. Masalah pada isi skrotum bermacam-macam mulai dari infeksi, tumor,
hingga cairan. Prevalensi massa skrotum juga cukup banyak, pada torsio testis
mempengaruhi 3,8 dari 100.000 laki-laki dibawah usia 18 tahun per tahun.2

2.3 Etiologi Massa Skrotum


Penyebab dari timbulnya massa skrotum dapat berupa infeksi, tumor dan
akumulasi cairan. Secara umum penyebab massa skrotum dapat dibedakan
menjadi dua, pertama yang disertai rasa nyeri yaitu torsio testis, epididimitis,
orchitis, abses testis, trauma dan massa skrotum tanpa disertai rasa nyeri seperti
pada tumor testis, hidrokel, epididymis cycst, varikokel, inguino-skrotal hernia.
Selain itu juga massa skrotum dapat disebabkan oleh adanya kelainan pada kulit
skrotum seperti pada skrotum edema, sebaceous cyst dan karsinoma skrotum.3,4

3
Penyebab Manifestasi klinis Diagnosis Treatment
Torsio Testis Nyeri dan Klinis dengan atau Pembedahan
pembengkakan tanpa
akut unilateral ultrasonografi
Reflex kremaster
abnormal
Posisi testis tinggi
Mual/muntah
Epididimitis/ Nyeri dan Klinis dengan atau Ceftriaxone dan
orchitis pembengkakan tanpa doxycycline
akut unilateral ultrasonografi
Dysuria
Eritema kulit
skrotum
Demam
Hematokel atau Nyeri dan bengkak Ultrasonografi Kontrol rasa nyeri
rupture testis Riwayat trauma atau pembedahan Pembedahan (jika
perlu)
Kanker testis Nodul unilateral Ultrasonografi Pembedahan
Tumor marker
Hernia inguinal Nyeri pada Pemeriksaan fisik Pembedahan
valsalva Ultrasonografi
maneuvers
Benjolan unilateral
oada skrotum
Hidrokel Bengkak Transoluminasi Kontrol rasa nyeri
Ultrasonografi Pembedahan (jika
perlu)
Varikokel Massa pada Palpasi teraba Scrotal support

4
skrotum “bag of worm” Pembedahan (jika
Nyeri tumpul saat perlu)
berdiri
Kanker kulit Riwayat Biopsy Pembedahan
karsinogen
Erosive, vascular,
hiperkeratotik,
perubahan warna
dan batas yang
irregular
Tabel 1. Ringkasan Penyebab Massa Skrotum

2.4 Massa Skrotum Disertai Rasa Nyeri


2.4.1 Torsio Testis
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat
terjadinya gangguan aliran darah pada testis. Kejadian torsio testis sebanyak 1
diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun dan paling banyak diderita
pada anak masa pubertas (12-20 tahun). 1
A. Patogenesis
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakan testis mendekati
dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis.
Terjadinya kelainan system penyanggah testis menyebabkan testis mengalami
torsio jika bergerak secara berlebihan (karena perubahan suhu yang mendadak,
ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana terlalu ketat, defekasi atau
trauma). Terpeluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran
darah testis sehingga testis akan mengalami hipoksia, edema testis dan iskemia,
paa tahap akhir dapat mengalami nekrosis. 1
B. Gambaran klinis
Pasien mengeluh nyeri hebat daerah skrotum mendadak dan disertai
pembengkakan pada testis. Nyeri dpaat menjalae ke daerah inguinal atau perut
bawah. Pada pemeriksaan fisik testis membengkak, letaknya tinggi dan lebih

5
horizontal. Pada pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukan adanya leukosit
dalam urin dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat memakai stetoskop Doppler,
ultrasonografi Doppler dan sintigrafi testis untuk menilai adanya aliran darah ke
testis. 1
C. Terapi
Tatalaksana torsio testis dapat dilakukan detorsi manual yaitu dengan
memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Hilangnya nyeri setelah
detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Selanjutnya adalah tindakan
operasi yang bertujuan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang benar
dan setelah itu dilakukan penilaian testis yang mengalami torsio apakah masih
viable atau sudah nekrosis. Jika masih viable dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis)
pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Jika
testis sudah nekrosis dilakukan orkidektomi. 1

Gambar 2. Torsio Testis

2.4.2 Epididimitis
Epididymitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada epididymis.
A. Pathogenesis
Reaksi infalamasi berasal dari bakteri didalam buli-buli, prostat atau uretra
yang secara ascending menjalar ke epididymis, dapat juga terjadi refluks urine
melalui duktus ejakulatorius atau secara hematogen. Penyebab tersering pada pria

6
dewasa muda (<35 tahun) adalah Chlamidia trachomatis atau Neiserria
gonorhoikka sedangkan pada anak dan orang tua yang tersering adalah E.Coli. 1
B. Gambaran Klinis
Pasien mengeluh nyeri mendadak pada daerah skrotum disertai dengan
bengkak pada kauda hingga kaput epididymis. Tidak jarang disertai demam,
malese dan nyeri dirasakan ke pinggang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pembengkakkan hemiskrotum, saat dilakukan palpasi sulit untuk memisahkan
antara epididymis dengan testis. Pada epididymitis akut jika dilakukan elevasi
testis nyeri akan berkurang, ini yang membedakan dengan torsio testis.
Pemeriksaan urinalisis dan darah lengkap memberikan gambaran inflamasi,
dengan pemeriksaan ultrasonografi Doppler atau stetoskop Doppler mendeteksi
peningkatan aliran darah didaerah epididymis. 1
C. Terapi
Pemilihan antibiotik tergantung kuman penyebab. Pada chlamidia
trachomatis atau Neiseria gonoroika antibiotic yang dipilih amoksisilin atau
ceftriaxone yang diberikan secara intravena yang dilanjutkan dengan doksisiklin
atau eritromisin peroral selama 10 hari. Terapi juga harus dilakukan pada
pasangan. 1

Gambar 3. Epididimitis

2.4.3 Trauma Testis


Trauma testis dapat mengakibatkan pembengkakan testis. Hal ini paling
sering disebabkan oleh pembentukan hematoma. Pada trauma berat

7
memungkinkan juga terjadi ruptur testis. Ultrasonografi dapat memvisualisasikan
jika terjadi ruptur tunika albuginea. Keadaan ruptur testis atau perluasan
hematom, eksplorasi skrotum mungkin disarankan untuk memperbaiki rupture
dan evakuasi hematoma. Jika testis sudah tidak viable, orkidektomi mungkin
diperlukan. Profilaksis antibiotik pada hematoma dapat dipertimbangkan untuk
mencegah infeksi sekunder dan pembentukan abses.4

2.5 Massa Skrotum dengan Tanpa Rasa Nyeri


2.5.1 Tumor Testis
Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria berusia diantara 15-
35 tahun dan merupakan 1-2% semua neoplasma pada pria. Beberapa faktor yang
erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis antara lain maldesensus
testis, trauma testis, atrofi atauu infeksi testis dan pengaruh hormone.1
A. Gambaran klinis
Pasien mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali tidak nyeri,
selain itu juga merasa ada massa di perut sebelah atas karena pembesaran kelenjar
para aorta, benjolan pada kelenjar leher dan %% pasien mengeluh adanya
ginekomastia. Pada pemeriksaan fisik testis dideapatkan benjolan padat keras
tidak nyeri pada palpasi dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Perlu juga
dicari kemungkinan ada massa di abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler
ataupun ginekomastia. Pemeriksaan penunjang yang digunakan seperti tumor
marker membantu untuk diagnosis, menentukan stadium tumor, monitoring
respon terapi dan indicator prognosis, tumor marker yang dipakai adalah Alfa
Feto Protein dan Human Chorionic Gonadotropin. Pemeriksaan ultrasonografi
dapat membedakan lesi intra atau ekstratestikuler dan massa padat atau kistik.
MRI dapat mengenali tunika albuginea sehingga dapat menentukan luas ekstensi
tumor. Pemakaian CT scan berguna untuk menentukan ada tidaknya metastasis
pada retroperitoneum. 1
B. Penatalaksanaan
Biopsi testis tidak diperbolehkan karena itu penegakan diagnosis patologi
anatomi, bahan jaringan harus diambil dari orkidektomi. Orkidektomi dilakukan

8
melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus spermatikus
sampai annulus inguinalis internus. Berdasarkan hasil pemeriksaan patologi
anatomui, kategori seminoma memberikan respon yang cukup baik terhadap
radiasi sedangkan kategori non seminoma tidak sensitif, sehingga pada non
seminoma yang belum lewat stadium III dilakukan pembersihan kelenjar
retroperitoneal atau retroperitoneal lmphnode dissection (RPLND). Tindakan
diseksi kelenjar pada pembesaran aorta yang sangat besar didahului dengan
pemberian sitostatika (PVB seperti sisplatinum, vinblastine dan bleomisin)
dengan harapan terjadi downstaging dan ukuran tumor akan mengecil. 1

Gambar 4. Tumor Testis

2.5.2 Hidrokel
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan diantara lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis, yang dalam keadaan normal cairan ini
berada dalam keseimbangan antara produksi dan resorbsi oleh sistem limfatik di
sekitarnya.5
A. Patofisiologi
Hidrokel pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh belum sempurnanya
penutupan prosesus vaginalis dan belum sempurnanya sistem limfatik di daerah
skrotum dalam melakukan resorbsi cairan hidrokel. Hidrokel pada orang dewasa
dapat terjadi secara idiopatik(primer) dan sekunder. Penyebab sekunder terjadi

9
karena kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya
sistem sekresi atau resorbsi cairan di kantong hidrokel. 5

B. Gambaran klinis
Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri.
Pada hidrokel testis dan hidrokel funikulus besarnya benjolan dikantong skrotum
tidak berubah sepanjang hari, sedangkan pada hidrokel komunikan besarnya dapat
berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak menangis. Pada pemeriksaan
fisik tampak benjolan di skrotum dengan konsistensi kistus dan pada
penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Menurut letak kantong
hidrokel terhadap testis, hidrokel dapat dibedakan menjadi hidrokel testis bila
kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tidak dapat diraba
dan hidrokel funikulus bila kantong hidrokel berada di kranial dari testis dan
hidrokel komunikan bila terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan
rongga peritoneum (pada palpasi kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat
dimasukkan ke dalam rongga abdomen). 5
C. Penatalaksanaan
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh
sendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar maka perlu
untuk dilakukan koreksi. Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal
karena seringkali disertai hernia inguinalis sehingga pada saat koreksi sekaligus
melakukan herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan skrotal
dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi, sedang pada hidrokel funikuli
dilakukan ekstirpasi hidrokel secara intoto. 5

10
Gambar 5. Hidrokel
2.5.3 Varikokel
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis
akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. 5
A. Patogenesis
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel,
tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih
sering dijumpai daripada sebelah kanan. Jika terdapat varikokel di sebelah
kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya: kelainan pada rongga
retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena spermatika
kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus. Varikokel dapat
menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara yaitu
terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami
hipoksia karena kekurangan oksigen, refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal
(antara lain katekolamin dan prostaglandin) melalui vena spermatika interna
ke testis, peningkatan suhu testis, adanya anastomosis antara pleksus
pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi
dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga menyebabkan
gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas.
B. Gambaran klinis
Keluhan yang sering muncul adalah belum mempunyai anak setelah
beberapa tahun menikah, adanya benjolan di atas testis, dan nyeri pada testis.
Pemeriksaan fisik dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan

11
keadaan skrotum kemudian dilakukan palpasi. Secara klinis varikokel
dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat yaitu derajat kecil adalah varikokel yang
dapat dipalpasi setelah pasien melakukan manuver valsava, derajat sedang
adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan manuver valsava dan
derajat besar adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa
melakukan manuver valsava. Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah
menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan
analisis semen. 5

C. Penalataksanaan
Varikokel yang telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan
spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi.
Tindakan yang dikerjakan adalah ligasi tinggi vena spermatika interna secara
Palomo melalui operasi terbuka atau bedah laparoskopi. 5

Gambar 6. Varikokel

2.5.4 Hernia inguino-skrotal


Hernia inguinalis indirek disebut jga hernia inguinalis lateralis karena keluar
dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral

12
dari pembuluh epigastrik inferior yang selanjutnya hernia akan masuk ke kanalis
inguinalis dan menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Jika berlanjut
tonjolan akan sampai ke dalam skrotum yang disebut dengan hernia skrotalis.6
A. Patogenesis
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat.
Pada orang sehat ada tigas mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia
inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, struktur otot oblikus
internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika
berkontraksi dan fasia transversa kuat yang menutupi trigonum. Gangguan
pada mekanisme ini akan menyebabkan terjadinya hernia. 6
B. Gambaran klinis
Pada pasien dengan hernia reponible keluhan satu-satunya adalah adanya
benjolan di lipat paha yang muncul saat berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan
menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang ada,biasamya dirasakan di
daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada
mesenterium. Nyeri disertai mual muntah timbul saat terjadi inkarserasi karena
ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren. Pada pemeriksaan fisik dapat
dinilai saat pasien mengedan. Hernia inguinalis lateralis muncul sebagai
penonjolan di regio inguinalis berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Jika
kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus,
omentum atau ovarium. Dengan jari telunjuk, jika hernia dapat direposisi, pada
waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Jika
ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis lateralis dan kalau bagian
sisi jari yang menyentuh berarti hernia inguinalis medial. Diagnosis ditegakkan
atas dasar benjolan yang dapat direposisi atau tidak dapat direposisi atas dasar
tidak adanya batas yang jelas disebelah kranial dan adanya hubungan ke kranial
melalui anulus eksternus.6
C. Penatalaksanaan
Tindakan konservatif dapat dilakukan reposisi dan pemakaian penyangga
atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang

13
rasional. Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskab kalau ada perlekatan,
kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Pada hernioplasti, dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis, dapat dilakukan dengan
beberapa metode yaitu Bassini dan Lotheissen-McVay. 6

Gambar 7. Hernia inguinalis

2.5.5 Kista epididimis


Kista epididmis dapat ditemukan di setiap bagian epididimis dan bersifat
tembus cahaya pada transluminasi karena cairannya jernih. Biasanya kista ini
berbenjol dan agak tegang sehingga sukar menemukan fluktuasinya. Kista lain di
epdidimis merupakan spermatokel, kista ini biasanya bulat, agak lunak, dan
kurang transluminasi karena isinya agak keruh.

14
Gambar 8. Kista Epididimis

2.6 Diagnosis
Anamnesis diperlukan untuk mendukung diagnosis, seperti menggali faktor
resiko. Faktor yang meningkatkan risiko massa skrotum bervariasi karena
berbagai penyebab kelainan skrotum. faktor risiko yang signifikan meliputi :
1. Riwayat adesensus testis
Testis tidak turun tidak dan masukkan skrotum selama perkembangan
janin atau awal masa bayi, bisa juga keadaan testis yang telah ditarik turun ke
dalam skrotum, tetapi kembali ke abdomen. Hal ini dapat meningkatkan resiko
terjadinya hernia inguinalis, torsi testis dan kanker testis.7
2. Kelainan saat lahir
Kelainan testis, penis atau ginjal pada saat lahir (kongenital) mungkin
meningkatkan risiko massa skrotum dan kanker testis di kemudian hari. 7
3. Riwayat kanker testis
Jika memiliki kanker pada satu testis, maka terjadi peningkatan risiko
kanker pada testis lainnya. Riwayat ayah atau saudara yang memiliki kanker testis
juga meningkatkan risiko kanker. 7

15
Berikut merupakan algoritma dalam mengavaluasi untuk menentukan
diagnosis jika ditemukan massa pada skrotum.

Gambar 2. Algortima Untuk Mendiagnosis Penyebab Massa Skrotum

2.7 Komplikasi
Tidak semua massa skrotum mengakibatkan komplikasi jangka panjang.
Namun, setiap massadapat mempengaruhi kesehatan atau fungsi testis yang dapat
menimbulkan tertundanya perkembangan masa pubertas dan infertilitas.

16
BAB III
PENUTUP

Timbulnya massa pada skrotum disebabkan oleh banyak faktor. Secara garis
besar penyebab dari massa skrotum dibagi menjadi dua yaitu massa yang disertai
nyeri dan massa dengan tanpa rasa nyeri. Dalam menegakkan diagnosis pasti
penyebab massa skrotum kita memerlukan anamnesis yang sistematis,
pemeriksaan fisik yang tepat serta pemeriksaan penunjang jika diperlukan.
Tatalaksana yang perlu dilakukan sangat tergantung dari penyebab, dapat berupa
medikamentosa, tindakan operatif dan tindakan radiasi. Komplikasi akibat massa
pada skrotum dapat menimbulkan inferitlitas.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. Jakarta : Sagung Seto.


2011
2. Sharp VJ, Arlen AM. Testicular Torsion : Diagnosis, Evaluation, and
Management. American Family Physician. Vol. 88, United States, 2013 :
835-40.
3. Crawford P, Crop JA. Evaluation of Scrotal Masses. American Academy of
Family Physicians. 2014. Available at
http://www.aafp.org/afp/2014/0501/p723.pdf. Accessed on 7th April 2017.
4. Bromby A, Cresswell. Differential Diagnosis of a Scrotal Mass. Trends in
Urology & mens Health. February 2014. Available at
http://onlinelibrary.wiley.com/store/10.1002/tre.373/asset/373_ftp.pdf;jses
sionid=5A52CD129C14B7769CA7C8356A31FEF9.f02t01?v=1&t=j18k5
4wi&s=3e1e19e4e3193b1c675d32fe7a53ba3f56fde0d7. Accessed on 7th
April 2017.
5. Daryanto B. Pedoman Diagnosis & Terapi SMF Urologi Laboratorium
Ilmu Bedah. Malang : Fakultas KEdokteran Universitas Brawijaya. 2010.
Available at http://www.urologimalang.com/?wpfb_dl=18. Accessed on
8th April 2017.
6. Sjamsuhidajat. De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2014.
7. MayoClinic. Scrotal Masses. 2014. Available at
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/scrotal-masses/basics/risk-
factors/con-20022447. Accessed on 8th April 2017.

18

Anda mungkin juga menyukai