Anda di halaman 1dari 34

REFFERAT

MASSA SKROTUM

Pembimbing :
dr. Achmad Rizky Herda Sp.U
dr. Rajasa Herwandar Sp.U

Penyusun :
NABILA MAUDY SALMA
030.13.131

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 02 OKTOBER – 09 DESEMBER 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas Referat dalam kepanitraan
Ilmu Penyakit Bedah dengan judul “MASSA SKROTUM”. Referat ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu
Penyakit Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.
Dalam penyusunan tugas Referat ini tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan serta dukungan dalam membantu penyusunan dan penyelesaian
makalah ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih terutama kepada dr. Achmad Rizky Herda Sp.U dan dr. Rajasa Herwandar
Sp.U selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis belajar dalam
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah Dan kepada para dokter dan staff Ilmu
Penyakit Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Karawang, serta rekan-rekan
seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah.
Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi setiap orang yang membacanya. Tuhan memberkati kita semua.

Jakarta, 15 Oktober 2017

Nabila Maudy Salma


030.13.131
2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. 1


KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5


2.1 Anatomi Sistem Reproduksi Pria......................................................... 5
2.1.1 Genitalia Eksterna ...................................................................... 5
2.1.2 Genitalia Interna ........................................................................ 7
2.2 Massa Skrotum .................................................................................. 10
2.2.1 Definis .................................................................................... 10
2.2.2 Jenis - Jenis Massa Skrotum ................................................... 10

BAB III KESIMPULAN..................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34

3
BAB I
PENDAHULUAN

Massa skrotum adalah masalah pada isi skrotum yang bermanifestasi pada
pembengkakan skrotum yang dimana itu adalah keluhan utama pada massa scrotum. Masalah
pada isi skrotum bermacam-macam mulai dari infeksi, tumor, hingga cairan. Ini adalah masalah
yang sering dijumpai pada laki-laki disamping masalah urologi lainnya. Massa skrotum ini
menjadi penting karena seorang laki-laki bisa menjadi infertil apabila massa skrotum ini tidak
tertangani dengan baik dan cepat.(1)
Skrotum berisi dua testis dan struktur terkait yang memproduksi, menyimpan dan
transportasi sperma dan hormon seks pria. Skrotum merupakan kantung fibromuskular yang
terbagi menjadi kompartemen. Masing-masing kantung terdiri dari testis, epididymis, spermatic
cord, dan bagian lain yang melapisinya. Tiap-tiap struktur dapat dipengaruhi oleh berbagai
proses patologik termasuk diantaranya kelainan kongenital, proses inflamasi, atau neoplasma.(2)
Prevalensi massa skrotum dapat juga dikatakan cukup banyak. Sebagai contoh pada
torsio testis mempengaruhi 3,8 dari 100.000 laki-laki dibawah usia 18 tahun per tahun. Sehingga
ini dijadikan perhatian agar segera ditangani dengan cepat dan tepat supaya komplikasi seperti
infertilitas tidak terjadi.(1)

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Reproduksi Pria


Organ reproduksi pria terbagi menjadi dua yaitu genetalia eksterna dan interna. genitalia
eksterna terdiri dari penis, glans, skrotum. Sedangkan genetalia interna terdiri dari testis,
epidydimis, vas deferens (saluan sperma) , uretral (saluran kencing), mulut uertral, dan kandung
kencing

2.1.1 Genitalia Eksterna


1. Penis
Penis terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora kavernosa yang
saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang berada di sebalah ventralnya. Kor
pora kavernosa dibungkus oleh jaringan fibroelastik tunika albuginea sehingga merupa
kan satu kesatuan, sedangkan di sebelah proksimal terpisah menjadi dua sebagai krura penis
. Setiap krus penis dibungkus oleh otot ishio-kavernosus yang kemudian menempel pad
a rami osis ischii.
Korpus spongiosum membungkis uretra mulai dari diafragma urogenitalis hingga
muara uretra eksterna. Sebelah proksimal korpus spongiosum dilapisis oleh otot bul
bo-kavernosus. Korpus spongiosum ini berakhir pada sebelah distal sebagai glans penis.
Ketika korpora, yakni dua buah korpora kavernosa dan sebuah korpus kavernosu
m dibungkus oleh fasia Buck dan lebih superfisial lagi fasia Colles atau fasia Dartos yang m
erupakan kelanjutan dari fasia Scarpa.
Di dalam setiap korpus yang terbungkus oleh tunika albuginea terdapat jaringan erektil
yang berupa jaringan kavernus (berongga) sepreti spon. Jaringan ini terdiri atas sinusoid ata
u rongga lakuna yang dilapisi oleh endothelium dan oror polos kavernosus. Rongga lakun

5
a ini dapat menampung darah yang cukup banyak sehingga menyebabka ketegangan batang
penis.

2. Skrotum
Skrotum adalah sebuah kantung kulit yang terdiri dari dua lapis kulit dan fasia
superfisialis. Fasia superfisialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi pada fasia
superfisialis terdapat selember otot polos yang titpi, dikenal sebagai tunika dartos, yang
berkontraksi sebagai raksi terhadap dingin dan dengan demikian mempersempit luas
permukaan kulit. Ke arah ventral fasia superfisialis dilanjtkan menjadi lapis dalamnya yang
berupa selaput pada dinding abdomen ventrolateral, dan ke arah kaudal dilanjutkan menjadi
fasia superfisialis perineum. Dinding skrotum yang tipis memungkinan terpalpasinya ketiga
struktur di dalam skrotum yaitu funikulus spermatikum, epididimis, dan testis.
Didalam funikulus spermatikus terdapat vas deferens yang dapat diraba karena sebagian
besar dinding nya terdiri atas otot, prosesus vaginalis yang mungkin dapat teraba seperti lapis
an sutera pada hernia inguinalis pada anak, pembuluh darah arteri dan vena, serta otot
kremaster. Funikulus spermatikus dapat diraba karena keluar dari anulus inguinalis eksternus,
pada palpasi sebaiknya dilakukan secara bilateral bersamaan untuk membandingkan struktur
kiri dan kanan.
Perdarahan pada skrotum terdiri dari arteri dan vena. Arteri untuk skrotum adalah ramus
perinealis dari A. Pudenda Interna, A. Pudenda Eksterna dari A. femoralis, dan
A. Kremasterika dari A. Epigastrika Inferior. Vena scrotalis mengiringi ateri-arteri tersebut.
Pembuluh limfe ditamapung oleh limfonodi inguinalis superfisialis. Persarafan skrotum antara
lain sebagai berikut :
 Ramus genitalis dari N. genitofemoralis (L1,L2) yang bercanag menjadi cabang sensoris
pada permukaan skrotum ventral dan lateral.
 Cabang N. ilioinginalis (L1) juga untuk permukaan skrotum ventral
 Ramus perinealis dari N. pudendalis (S2-S4) untuk permukaan skrotum dorsal.
 Ramus perinealis dari N. cutaneous femmoris posterior (S2,S3) untuk permukaan
skrotum kaudal.(2,3)

6
Gambar 1. Genitalia Eksterna Pria

2.1.2 Genitalia Interna


1. Testis
Testis merupakan organ genitalia pria yang pada orang normal berjumlah dua buah yang
masing-masing terletak di dalam skrotum kanan dan kiri. Testis berbentuk ovoid dan pada
orang dewasa berukuran 4 x 3 x 2,5 cm dengan volume 15 – 25 ml. Testis terbungkus oleh
jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluarnya terdapat tunika vaginalis yang
terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Disekitar testis terdapat otot
kremaster sehingga memungkinkan testis dapat digerakan mendekati rongga abdomen untuk
mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil.
Secara hispatologis, testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli
seminiferi di dalam tubulus seminiferous terdapat sel spermatgonua dan sel Sertoli,
sedangkan diantara tubuli seminiferi terdapat sel Leydig. Sel spermatogonium pada proses
spertmatogenesis menjasi sel spermatozoa. Sel Sertoli berfungsi memberi makan pada bakal

7
sperna, sedangkan sel Leydig atau disebut sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan
hormon testoteron.

Sel spermatozoa yang diproduksi di tubule seminiferous testis disimpan dan mengalami
pematangan atau maturasi di epididimis, Setelah mature (dewasa) sel spermatozoa
bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens dialurkan menuju ke ampula
vas deferens, sel itu setelah bercampur dengan cairan dari epididimis, vas deferens, vesikula
seminalsi, serta cairan prostat membentuk cairan semen atau mani.
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu (1) arteri spermatika intera y
ang merupakan cabang daru aortam (2) arteri deferesialis cabang dari arteri vesikalis inferio,
dan (3) arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika, pembuluh vena yang
meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis. Pleksus ini ada beberapa
orang mengakami dilatasi dan dikenal sebagau varikokel.

2. EPIDIDIMIS
Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis terdiri atas kaput, korpus, dan kaud
a epididimis. Korpus epididimis dihubungkan dengan testis melalui duktuli eferentes.
Vaskularisasi epididimis berasal dari arteri testikularis dan arteri deferensialis. Di sebelah
kaudal epididimis berhubungan dengan vasa deferens.
Sel spermatozoa setelah diproduski di dalam testis dialirkan ke epididimis. Di sini
spermatozoa mengalami maturasi sehingga menjadi motil (dapat bergerak) dan disimpan di
dalam kauda epididimis sebelum dialirkan ke vas deferens.

3. VAS DEFERENS
Vas deferens merupakan organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30 – 35 cm, berm
ula dari kauda epididimis dan berakhir pada duktus ejakulatorius di uretra posterior. Duktus
deferens dibagi menjadi lima bagian, yaitu: pars tunika vaginalis, pars skrotalis, pars
inguinalis, pars pelvikum, dan pars ampularis. Pada vasektomi, pars skrotalis merupakan
bagian yang dipotong dan diligasi. Duktus ini terdiri atas otot polos yang mendapat
persarafan dari sistem simpatetik sehingga dapat berkontraksi untuk menyalurkan sperma
dari epididimis ke uretra posterior.

8
4. VESIKULA SEMINALIS
Vesikula seminalis terletak di dasar buli-buli dan di sebelah kranial dari kelenjar prostat.
Panjangnya kurang lebih6 cm berbentuk sakula-sakula. Vesikula seminalis menghasilkan
cairan yang merupakan bagian dari semen. Cairan ini daintaranya adalah fruktosa, berfungsi
dalam memberi nutrisi pada sperma. Bersama-sama dengan vas deferens, vesikula seminalis
bermuara di dalam duktus ejakulatorius.

5. KELENJAR PROSTAT
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan
rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran
4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan
fibromuskular dan glanular yang terbagi dalam beberapa daerah atau zona, yaitu zona
perifer, zona sentral, zona transisional, zona preprostatik sfingter, dan zona anterior. Secara
hispatologik, kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma
ini terdiri atas otot polos, fibroblast, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang
lain.
Prostat menghasilkan suatu caira yang meruakan salah satu komponen dari cairan semen
atau ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior
untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume
cairan prostat meruoakan 25% dari seluruh volume ejakulat.(3)

9
Gambar 2. Genitalia Interna Pria

2.2 Massa Skrotum


2.2.1 Definisi
Massa skrotum merupakan suatu benjolan atau pembengkakan yang dapat dirasakan
didalam skrotum. Massa skrotum juga merupakan kelainan dalam isi skrotum, kantong kulit
yang menggantung di belakang penis.(4)

2.2.2 Jenis - Jenis Massa Skrotum


1. Epididimitis
Epididimitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis. Reaksi inflamasi ini
dapat terjadi secara akut atau kronis. Dengan pengobatan yang tepat penyakit ini dapat
sembuh sempurna, tetapi jika tidak ditanganni dengan baik dapat menular ke testis sehingga
menimbulkan orkitis, abses pada testis, nyeri kronis pada skrotum yang berkepanjangan, dan
infertilitas.

a. Patogenesis
Diduga reakis inflamasi ini berasal dari bakteri yang berada di dalam buli-buli, prostat,
atau uretra yang secara ascending menjalar ke epididimis. Dapat pula terjadi refluks urine
10
melalui duktus ejakulatorius atau penyebaran bakteri secara hematogen atau langsung ke
epididymitis seperti pada penyebaran kuma tuberculosis.
Mikroba penyebab infeksi pada pria dewasa muda (<35 tahun) yang tersering adalah
Chlamidia trachomatis atau Neiserria gonorhoika, sedangkan pada anak-anak dan orang tua
yang tersering adalah E.Coli atau Ureoplasma ureolitikum.

b. Gambaran Klinis
Epdidymitis akuta adalah salah satu keadaan akut skrotum yang dibedakan dengan torsio
testis. Pasien mengeluh nyeri mendadak pada daerah skrotum, diikuti dengan bengkak pada
kauda hingga kaput epididimis. Tidak jarang disertai demam, malese, dan nyeri dirasakan
hingga ke pinggang.
Pemeriksaan menunjukkan pembengkakkan pada hemiskrotum dan kadang kala pada
palpasi kulit sulit untuk memisahkan antara epididimis dengan testis. Mungkin disertai
dengan hidrokel sekunder akibat reaksi inflamasi pada epididimis. Reaksi inflamasi dan
pembengkakkan dapat menjalar ke funikulus spermatikus pada daerah inguinal. Gejala klinis
epididimits akut sulit dibedakan dengan torsio testis yang sering terjadi pada usia 10-20
tahun. Pada epididimitis akut jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis, nyeri akan
berkurang; hal ini berbeda dengan pada torsio testis.
Pemerikaan urinalisis dan darah lengjap dapat membuktikan adanya proses inflamasi.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi Doppler dan stetoskop Doppler dapat mendeteksi pening
katan aliran darah di daerah epididimis.

c. Terapi
Pemilihan antibiotika tergantung pada kuman penyebab infeksi. Pada pasien yang berusia
dibawah 35 tahun dengan perkiraan kumam penyebabnya adalah Chlamidia trachomatis atau
Neiseria gonorhoica, antibiotika yang dipilih adalah amoksisilin dengan disertai probenesid,
cefttiakson yang diberikan secara intravena. Selanjutnya diteruskan dengan pemberian
doksisiklin atau eritromisin per oral selama 10 hari. Tidak kalah pentingnya adalah
pengobatan terhadap pasangannya. Sebagai terapi simtomatis untuk menghilangkan nyeri
dianjurkan memakai celana ketat agar testis terangkat (terletak lebih tinggi), mengurangi
aktivitas, atau pemberian anestesi lokal/topikal.

11
Untuk mengurangi pembengkakan dapat dikompres dengan es.
Pemberin terapi di atas akan menghilangkan keluhan nyeri dalam beberapa hari, akan
tetapi pembengkakan baru sembuh setelah 4-6 minggu, dan indurasi pada epididimis akan
bertahan sampai beberapa bulan.(5)

2. Orkitis
Orkitis adalah inflamasi (peradangan) akuta atau infeksi pada testis. Hal ini biasanya
terjadi akibat komplikasi dari penyakit sistemik atau sebagai perluasan dari epididimitis.

a. Etiologi
Orkiis bisa disebabkan oleh sejumlah bakteri dan virus. Virus yang paling sering
menyebabkan orkitis adalah virus gondongan (mumps). Virus lainnya meliputi Coxsackie
virus, varicella, dan echovirus. Bakteri yang biasanya menyebabkan orkitis antara lain
Nesseria goonrrhoeae, Chlamydia trachomatis, E. coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus sp, dan Streptococcus sp. Pasien immunocompromised
(memiliki respon imun yang diperlemah dengan imunosupresif) dilaporkan terkena orkitis
dengan agen penybab Mycobacterium avium complex, Crytoccocus neoformas, Toxoplasma
gondi, Haemophilus parainfluenza, dan Candida albicans.

b. Epidemiologi
Pasien paling banyak berasal dari usia prapubertas (< 10 tahun) untuk oenyebab virus,
orkitis bakterialis sering terjadi bersamaan dengan epididymitis (epididimo-orkitis),
biasanya terjadi pada usia 15 tahun keatas dan laki-laki > 50 tahun dengan pembesaran
prostat jinak.

c. Manifestasi Klinis
Pasien akan mengeluhkan nyeru disertai pembengkakan pada testis. Gejala lain yang
dirasakan pasien adalah kelelahan, malaise, mual, muntah, demam, dan sakit kepala.

d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.

12
Anamnesis
 Tanyakan keluhan pasien yang terdapat dalam bagian manifestasi klinis.
 Tanyakan riwayat penyakit gondongan/mumps dalam 4-7 hari sebelumnya.
 Tanyakan mengenai riwayat hubungan seksual
Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan testis : pembesara, indurasi testis diserati tanda peradangan. Kulit skrotum
terlihat merah dan edematosa. Apabila epididimiti membesar, curigai adanya
epididimo-orkitis.
 Prehn’s sign positif. Rasa nyeri tidak bertambah atau bahkan berkurang saat testis
diangkat.
Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium : laju endap darah meningkat, urinalisis menunjukkan adanya infeksi.
 Pemeriksaan biakan dan mikrobiolgi dengan bahan cairan uretra.

e. Tata Laksana
Tata Laksana Awal
Di ruang gawat darurat pasien diistirahatkan, dapat dikompres panas/dingin untuk
meringankan nyeri. Selain itu pengangkatan testis dapat dilakukan untuk mengurangi rasa
nyeri. Setelah itu dilakukan konsulyasi atau rujuk pasien ke dokter spesialis urologi untuk
penanganan lebih lanjut.

Tata Laksana Medikamentosa


 Orkitis viral : obat-obatan seperti suportif berupa analgesic dan antipiretik.
 Orkitis bakterialis diberikan antibiotic, pilihannya : seftriakson, doksisiklin, azitromisin,
siprofloksasin selama 7-14 hari, atau kotrimoksazol.(6)

3. Hidrokel
a. Definisi
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan diantara lapisan parietalis dan
viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada dalam rongga itu

13
memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem
limfatik disekitarnya.
b. Etiologi
Lapisan viseral dan parietal tunika vaginalis adalah membran yang memproduksi sekret
(cairan) secara kontinu berupa plasma transudat. Cairan ini kemudian akan diserap melalui
saluran limfatik. Hidrokel terjadi akibat adanya obstruksi (penyumbatan) limfatik yang
menyebabkan berkurangnya penyerapan
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena:
(1) Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran
cairan peritoneum ke prosesus vaginalis.
(2) Belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan
reabsorbsi cairan hidrokel.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder.
Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis
yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong
hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada
testis/epididimis.
c. Klasifikasi
Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa
macam hidrokel, yaitu:
1. Hidrokel testis
Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis
sehingga testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak
berubah sepanjang hari.
2. Hidrokel funikulus
Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu
terletak di sebelah kranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba
dan berada di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya
tetap sepanjang hari.

14
3. Hidrokel komunikan
Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis
dengan rongga peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan
peritoneum. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu
bertambah besar pada saat anak menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah
dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam rongga abdomen.
Pembagian ini penting karena berhubungan dengan metode operasi yang
akan dilakukan pada saat melakukan koreksi hidrokel.
Menurut etiologinya hidrokel dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Primer, jika akumulasi cairan oleh karena kelainan kongenital.
Testis biasanya turun ke dalam skrotum dari abdomen. Awalnya pada bayi
kemungkinan terdapat beberapa komunikasi dengan abdomen yang segera
menutup. Jika komunikasi ini besar, hernia dapat terjadi tetapi jika komunikasi ini
kecil, cairan dari cavum abdomen dapat masuk dan berakumulasi sebagai hidrokel
pada bayi. Kebanyakan komunikasi yang kecil ini dapat menghilang atau menutup
sampai umur satu tahun. Jika komunikasi dengan cavum abdomen tersebut
persisten dan tetap membuka dinamakan communicating hydrocele. Jika menutup
tetapi cairan tidak diabsorbsi disebut noncommunicating hydrocele.

2. Sekunder
Disebabkan oleh karena iritasi Tunika Vaginalis. Hidrokel dapat terjadi
pada salah satu atau kedua skrotum. Hidrokel pada orang dewasa biasanya
onsetnya lambat dan secara tidak langsung oleh karena trauma, infeksi, dan
radioterapi. Kelahiran prematur mungkin dihubungkan dengan hidrokel.(7)

15
Gambar 3. Hidrokel

d. Diagnosis
Pada anamnesa biasanya pasien atau keluarganya mengeluhkan adanya benjolan di
kantong skrotum yang tidak nyeri Pada pemeriksaan palpasi pada skrotum yang hidrokel
terasa ada fluktuasi, dan relatif kenyal atau lunak tergantung pada tegangan di dalam
hidrokel. Palpasi hidrokel seperti balon yang berisi air. Bila jumlah cairan minimum,
testis relatif mudah diraba. Sedangkan bila cairan yang terkumpul banyak, testis akan
sulit diraba. Permukaan biasanya halus. Langkah diagnostik yang paling penting adalah
transiluminasi massa hidrokel dengan cahaya di dalam ruang gelap. Hidrokel berisi cairan
jernih dan mentransiluminasi (meneruskan) berkas cahaya. Kegagalan transiluminasi
dapat terjadi akibat penebalan tunika vaginalis karena infeksi kronik, massa di skrotum
tersebut bukan hidrokel, atau kulit skrotum yang sangat tebal, sehingga harus dibantu
dengan pemeriksaan ultrasonografi.

Gambar 4. Transiluminasi Massa Hidrokel

Juga penting dilakukan palpasi korda spermatikus di atas insersi tunika vaginalis.
Normalnya korda spermatikus tidak terdapat penonjolan, yang membedakannya dengan
hernia skrotalis yang kadang-kadang transiluminasinya juga positif. Pada hernia skrotal
yang besar dapat dikonfirmasi dengan terdengarnya bising usus dalam skrotum, terdapat

16
sedikit udara usus pada foto Rontgen (sinar-X), dan massa dapat berkurang dengan
mendorong ke dalam rongga perut pasien pada posisi tidur dengan kepala lebih rendah
daripada kaki.

e. Penataksanaan
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan
harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi jika
hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.
Pada kelompok usia yang lebih tua, hidrokel dapat diserap secara spontan bila timbul
akibat overproduksi cairan seperti yang ditemukan sekunder karena epididimitis akut
pada penderita dewasa di mana hidrokel terjadi karena ketidakseimbangan antara
produksi cairan dan resorbsinya hidrokel tidak dapat hilang spontan.
Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi
cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang kala
dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah hidrokel yang besar
sehingga dapat menekan pembuluh darah, indikasi kosmetik, dan hidrokel permagna yang
dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini
disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus
melakukan herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan skrotal dengan
melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi
kantong hidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel
secara in toto.(2,8)

4. Varikokel
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria.
Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan
21-41% pria yang mandul menderita varikokel.

17
Gambar 5. Varikokel

a. Etiologi dan anatomi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada
sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini disebabkan karena vena
spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus,
sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu
vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih
sedikit dan inkompeten.

Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai
adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor),
muara vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus.(9)

b. Patogenesis

Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa


cara, antara lain:
o Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami
hipoksia karena kekurangan oksigen.
o Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.

18
o Peningkatan suhu testis.
o Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan,
memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke
testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan
dan pada akhirnya terjadi infertilitas.

c. Gambaran klinis dan diagnosis

Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa
tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa
nyeri.
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum
kemudian dilakukan palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk melakukan manuver
valsava atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan papasi terdapat
bentukan seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah
kranial testis.
Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat:
o Derajat kecil: adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan
manuver valsava
o Derajat sedang: adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan manuver
valsava
o Derajat besar: adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa melakukan
manuver valsava.
Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis
meskipun terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu
pemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu,
karena alat ini dapat mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus
pampiniformis. Varikokel yang sulit diraba secara klinis seperti ini disebut varikokel
subklinik.
Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan
membandingkan testis kiri dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam
menentukan besar atau volume testis dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer.

19
Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis teraba kecil dan lunak, karena telah
terjadi kerusakan pada sel-sel germinal.
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada
tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil
analisis semen pada varikokel menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas
sperma, meningkatnya jumlah sperma muda (immature,) dan terdapat kelainan
bentuk sperma (tapered).

d. Terapi

Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan
operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah
menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi
untuk mendapatkan suatu terapi.

Tindakan yang dikerjakan adalah:

(1) ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo melalui operasi terbuka atau
bedah laparoskopi,

(2) varikokelektomi cara Ivanisevich,

(3) atau secara perkutan dengan memasukkan bahan sklerosing ke dalam vena
spermatika interna ( embolisasi ).(10)

5. Torsio Testis
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya
gangguan aliran darah pada testis.
Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan
paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Di samping itu tidak
jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio testis
yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral maupun
bilateral.

20
a. Anatomi
Testis normal dibungkus oleh tunika albuginea. Pada permukaan anterior dan lateral,
testis dan epididymitis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan
viseralis yang langsung menempul ke testis dan di sebelah luarnya ada;ah lapisan parietalis
yang menempel ke muskulus dartos pada dindind skrotum.
Pada masa janin dan neonates lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos
masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididymis, dan tunika vaginalis
mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funiikulus spermatikus.
Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal.
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem
penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada
permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan
testis sehingga mencegah insersi epididymis ke dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan
testis dan epididymis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung
pada funikulus spermatikus, kelainan ini dikenal sebagai anormali bell- clapper. Keadaan ini
akan memudahkan testis mengalami torsio intravaginal.

b. Patogenesis
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi
rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem
penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan.
Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakkan yang berlebihan itu, antara lain adalah
perubahan suhu yang mendadak (seperti pada berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan,
batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum. Pada anak
dengan insersi tunika vaginalis tinggi di funikulus spermatikus dapat menyebabkan torsio testis.
Keadaan insersi tinggi tunika vaginalis di funikulus spermatikus biasanya digambarkan sebagai
lonceng dengan bandul yang memutar dan mengalami nekrosis dan gangren.
Terpuntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga
testis mengalami hipoksi, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami
nekrosis.

21
c. Gambaran Klinis dan Diagnosis
Pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti
pembengkakan pada testis. Keadaan ini dikenal sebagai akut skrotum. Pembengkakan dan
nyeri terletak agak tinggi di skrotum dengan funikulus yang juga bengkak. Nyeri dapat
menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering di
kacaukan dengan apendisitis akut. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel, atau
tidak mau menyusui. Pada pemeriksaan fisik, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan
lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio tetstis yang baru
saja terjadi, dapat diraba adanya lilitan atua penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini
biasanya tidak disertai dengan demam.
Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine dan pemerik
saan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan
telah mengalami peradangan steril. Pemeriksaan penunjang yang berguna untu membedahakn
toriso testis dengan keadaan akut dkrotum yang lain adalah dengan memakai stetoskop
Doppler, ultrasonografi Doppler, dan sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan untuk menil
ai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke
testis sedangkan pada peradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis.

d. Diagnosis Banding
 Epididymitis akut. Penyakit ini secara klinis sulit dibedakan dengan torsio tetis, nyeri
skrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu tubuhm keluarnya nanah dari uretra
, ada riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan bukan istrinya), atau
pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Jika dilakukan elevasi (pengangkatan)
testis, pada epididymitis akut terkadang nyeri berkurang sedangkan pada torsio testis
nyeri tetap ada (tanda dari prehn). Pasien epididymitis akut biasanya berumur lebih dari
20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya leukositoria atau bakteri
uria.
 Hernia skrotalis inkarserta, yang biasanya didahului dengan anamnesis didapatkan
benjolan yang dapat keluar dan masuk ke dalam skrotum.
 Hidrokel terinfeksi, dengan anamnesis sebelumnya sudah ada benjolan di dalam skrotum.

22
 Tumor testis. Benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam testis.
 Edema skrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya
pembuntuan saluran limfe infuinal, kelainan jantung, atau kelaianan-kelainan yang tidak
diketahui sebabnya (idiopatik).

e. Terapi
 Detorsi Manual
Detorsi menual adalah mengembalikan posisi tetis ke asalnya, yaitu dengan jalan
memutar testis kea rah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke
medial makan dianjurkan untuk memutar testis kea rah lateral dahulu, kemudian jika tidak
terjadi perubahan, dicoba detorsi kea rah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi
menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap
dilaksanakan.

 Operasi
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang
benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian viabilitas testis yang mengalami torsio,
mungkin masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup,
dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada
testis kontralateral.
Orkidopeksi dilakuakn dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat
untuk mencegah agar testis tidak terpuntir kemnali, sedangkan pada testis yang sudah
mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul
orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan
berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibody antisperma sehingga
mengurnagi kemampuan fertilitas dikemudian hari.(11)

6. Tumor Testis
Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria berusia diantara 15-35 tahun dan
merupakan 1-2% dari semua neoplasma pada pria. Akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia
harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi jika dibandingkan dengan 30 tahun yang

23
lalu, karena sarana diagnosis lebih baik, diketemukan petanda tumor, diketemukan regimen
kemoterapi dan radiasi, serta teknik pembedahan yang lebih baik. Angka mortalitas menurun
dari 50% (1970) menjadi 5%

a. Etiologi
Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang
erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lain maldesensus testis,
trauma testis, atrofi atau infeksi testis dan pengaruh hormon.
Penderita kriptorkismus atau bekas kriptorkismus mempunyai resiko lebih tinggi
terjadinya tumor testis ganas. Walaupun pembedahan kriptorkismus pada usia muda
mengurangi insidens tumor sedikit, resiko terjadinya tumor tetap tinggi. Kriptorkismus
merupakan suatu ekspresi disgenesia gonad yang berhubungan dengan transformasi ganas.
Penggunaan hormon dietilstilbestrol yang terkenal sebagai DES oleh ibu pada kehamilan
dini meningkatkan resiko tumor maligna pada alat kelamin bayi pada usia dewasa muda.

b. Patogenesis
Sebagian besar (± 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal, sedangkan isinya
berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non seminoma.
Seminoma berbeda sifatnya dengan non-seminoma, antara lain sifat keganasannya, respon
terhadap radioterapi dan prognosis tumor.
Tumor-tumor sel embrional testis merupakan satu golongan tumor yang heterogen. Dari
berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi organisasi kesehatan dunia (WHO) paling
sering dipakai. Disamping seminoma yang memang berasal dari sel germinal terdapat
karsinoma embrional, teratoma dan koriokarsinoma yang digolongkan non seminoma, yang
dianggap berasal dari sel germinal pada tahap perkembangan lain histogenesis. Seminoma
meliputi sekitar 40% dari tumor ganas testis. Koriokarsinoma jarang sekali ditemukan (1%).
Metastasis tumor testis kadang berbeda sekali dari tumor induk, yang berarti tumor primer
terdiri dari berbagai jenis jaringan embrional dengan daya invasi yang berbeda.(12)

24
Klasifikasi tumor ganas testis

Seminoma - khas

- spermatositik

- anaplastik

Non seminoma - karsinoma embrional

- teratokarsinoma

- teratom matur dan imatur

Koriokarsinoma

Seminoma merupakan tumor maligna testis yang tersering, diikuti dengan Karsinoma
embrional, teratoma dan khoriokarsinoma. Sekresi Gonadotropin khorionik berhubungan
dengan hiperplasia sel Leydig. Tumor testis sel benigna jarang terjadi.

Seminoma dapat dianggap sebagai tumor pendahulu sel embrional (gonosit) yang arah
diferensiasinya berlanjut ke arah sel embrional (germ cell). Tumor-tumor non seminoma
dapat dianggap sebagai tumor sel embrional pluripoten. Tumor yang paling tidak
terdiferensiasi dalam golongan ini adalah karsinoma sel embrional yang didalamnya tidak
tampak arah diferensiasi spesifik. Koriokarsinoma berupa produk kehamilan, Teratoma
merupakan campuran jaringan-jaringan somatik, seperti berbagai tipe epitel, tulang rawan,
jaringan otot dan saraf dan berasal dari berbagai lapisan embrional (ektoderm, mesoderm,
endoderm). Jika jaringan-jaringan ini menunjukkan struktur normal (hampir normal) maka ini
disebut teratoma matur, jika arah diferensiasi jaringan dapat dikenal dengan baik, dan jika
diferensiasinya tidak seluruhnya dewasa/matang, maka ini disebut teratoma imatur. Tipe non-
seminoma merupakan manifestasi berbagai arah diferensiasi sel-sel embrional pluripoten,
maka tidak mengherankan bahwa suatu non seminoma hampir selalu tersusun atas bermacam-
macam komponen.

25
c. Gambaran Klinis
Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali tidak nyeri, namun
30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10% mengeluh nyeri
akut pada skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada massa di perut sebelah
atas (10%) karena pembesaran kelenjar para aorta, benjolan pada kelenjar leher dan 5%
pasien mengeluh adanya ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya
kadar ß HCG didalam sirkulasi sistemik yang banyak terdapat pada koriokarsinoma.
Pada pemeriksaan fisis testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada palpasi dan
tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada
funikulus atau epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan
kelenjar supraklavikuler, ataupun ginekomasti.

Simtomatologi dari tumor primer :

 Permulaan akut ( gambaran seperti orkitis, epididimitis, torsio testis ).


 Permulaan yang diskret seperti pembengkakan tanpa nyeri testikal atau pengerasan lokal
atau deformasi testikel.
 Hidrokel simtomatik ( sesudah pungsi palpasi testis ).
 Nyeri lokal, sering menyebar di sisi yang sama ke krista iliaka.
 Kadang-kadang sama sekali tanpa keluhan atau kelainan ; metastasis merupakan
manifestasi pertama penyakitnya.

Simtomatologi mengenai metastasis :

 Nyeri punggung yang samar akibat metastasis kelenjar retroperitoneal.


 Kolik ginjal sebagai akibat bendungan atau penutupan ureter oleh metastasis kelenjar
retroperitoneal.
 Nyeri yang menyebar ke tungkai.
 Tumor yang palpabel di perut sebagai akibat metastasis kelenjar limfe.
 Pembengkakan subklavikular, terutama kiri.
 Dispnoe, hemoptoe, iritasi pleura oleh metastasis paru.
 Malaise umum dengan anemia dan laju enap darah yang tinggi.

26
Pada dasarnya, diagnosis karsinoma testis mudah karena merupakan benjolan di dalam
testis yang tidak nyeri dan yang tidak diafan pada uji transiluminasi. Biasanya tumor terbatas
di dalam testis sehingga mudah dibedakan dari epididimis pada palpasi yang dilakukan
dengan telunjuk dan ibu jari. Gejala dan tanda lain seperti nyeri pinggang, kembung, dispnoe
atau batuk dan ginekomasti menunjukkan pada metastasis yang luas. Metastasis paraaorta
sering luas dan besar sekali menyebabkan perut menjadi kembung. Metastasis di paru kadang
tertabur luas dan cepat menjadi besar, sehingga sesak nafas. Gonadotropin yang mungkin
disekresi oleh sel tumor dapat menyebabkan ginekomasti. Kadang keadaan umum merosost
cepat dengan penurunan berat badan.

d. Diagnosis
Transiluminasi, ultrasonografi dan pemeriksaan endapan kemih sangat berguna untuk
membedakan tumor dari kelainan lain. kadang tumor testis disertai hidrokel, karena itu
ultrasonografi sangat berguna.
Sebaiknya diagnostik laboratorium dikerjakan dulu sebelum menjalankan orkidektomi.
Pada penderita dengan non-seminoma zat-zat penanda tumor spesifik dapat ditunjukkan
dalam serum yaitu Human Chorion Gonadotropin (HCG) dan µ-1-fetoprotein (AFP). Pada
penderita dengan seminoma kadar HCG dapat naik sedikit, sering juga terdapat kenaikan
Placenta Like Alkaline Phosphatase (PLAP). Pada semua penderita tumor sel embrional
Laktat Dehidrogenase (LDH) dapat naik.
Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan histologik sediaan biopsi. Setiap benjolan
testis yang tidak menyurut dan hilang setelah pengobatan adekuat dalam waktu dua minggu
harus dicurigai dan dibiopsi. Biopsi harus dilakukan dari tetis yang didekati melalui sayatan
inguinal. Testis diinspeksi dan dibuat biopsi insisi setelah funikulus ditutup dengan jepitan
klem untuk mencegah penyebaran limfogen atau hematogen. Tidak boleh diadakan biopsi
langsung melalui kulit skrotum karena bahaya pencemaran luka bedah dengan sel tumor
dengan implantasi lokal atau penyebaran ke regio inguinal. Bila ternyata ganas dilakukan
orkidektomi, yang disusuli pemeriksaan luas untuk menentukan jenis tumor, derajat
keganasan dan luasnya penyebaran.
Jika diagnosis tumor sel embrional telah ditetapkan, perlu dilakukan pemeriksaan
tambahan penetapan stadium. Ini berarti di samping pemeriksaan fisik lengkap juga

27
pemeriksaan pencitraan terdiri atas CT-scan toraks dan abdomen. Pemeriksaan ini
tergantung pada simtomatologinya.
Penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis,
penentuan stadium tumor, monitoring respons pengobatan dan sebagai indikator prognosis
tumor testis. Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah :
o µFP (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma
embrional, teratokarsinoma atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma
murni dan seminoma murni. Penanda tumor ini mempunyai masa paruh 5-7 hari.
HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan
normal diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien
koriokarsioma, pada 40%-60% pasien karsinoma embrional, dan 5%-10% pasien seminoma
murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam.
Pemeriksa ultrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan dengan jelas lesi intra
atau ekstratestikuler dan masa padat atau kistik, namun ultrasonografi tidak dapat
memperlihatkan tunika albuginea, sehingga tidak dapat dipakai untuk menentukan
penderajatan tumor testis. Berbeda halnya dengan ultrasonografi, MRI dapat mengenali
tunika albuginea secara terperinci sehingga dapat dipakai untuk menentukan luas ekstensi
tumor testis. Pemakaian CT scan berguna untuk menentukan ada tidaknya metastasis pada
retroperitoneum. Sayangnya pemeriksaan CT tidak mampu mendeteksi mikrometastasis
pada kelenjar limfe retroperitoneal.
Semula stadium perluasan tumor sel embrional didasarkan atas lokalisasi metastasis, jika
tidak dapat ditunjukkan metastasis dan zat-zat penanda tumor HCG dan AFP tidak dapat
ditunjukkan dalam serum atau menjadi normal setelah orkidektomi, maka dikatakan
stadiumnya adalah stadium I. Pada stadium II dapat ditetapkan adanya metastasis kelenjar
limfe retroperitoneal, pada stadium III metastasis kelenjar limfe di atas diafragma, pada
stadium IV metastasis di paru, hepar, otak atau tulang.

e. Penatalaksanaan
Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis, karena itu untuk
penegakan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil dari orkidektomi.
Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus

28
spermatikus sampai anulus inguinalis internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak
diperbolehkan karena ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan
penyebaran. Pada eksplorasi melalui insisi inguinal dalam instansi pertama funikulus
spermatikus harus diklem dulu untuk menghindari penyebaran sel melalui darah atau saluran
limfe. Kemudian tetis diluksasi dari skrotum di dalam luka insisi dan diperiksa. Pungsi atau
biopsi skrotum harus dianggap sebagai satu kesalahan tindakan.(2,12)

Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan non seminoma.

Seminoma

Seminoma merupakan tumor yang sangat sensitif terhadap sinar. Karena itu sesudah
orkidektomi pada seminoma kebanyakan dilakukan radioterapi pada stasiun-stasiun kelenjar
limfe regional, juga jika tidak dapat ditunjukkan adanya metastasis kelenjar limfe dibaeah
diafragma. Lapangan penyinaran juga harus meliputi sikatriks di daerah inguinal dan
terapinya terdiri atas paling sedikit 30 Gy dalam 3-4 minggu.

Penderita dengan stadium I, IIA, dan IIB, setelah orkidektomi diradiasi pada regio
paraaorta dan regio panggul ipsilateral. Karena kurang lebih separuh penderita dengan
stadium IIC mendapat kekambuhan dengan terapi penyinaran, pada penderita ini dilakukan
kemoterapi. Kepada penderita stadium III diberikan skema kemoterapi yang berlaku untuk
penderita non seminoma. Bila penanganan bedah sempurna serta kemoterapi dan penyinaran
lengkap prognosis baik sekali.

Sejak beberapa tahun pada seminoma, jika tidak dapat ditunjukkan metastasis
(stadium I), dalam beberapa pusat yang terspesialisasi cukup dikerjakan kontrol penderita
yang frekuen tanpa radioterapi. Dalam hal ada metastasis kelenjar retroperitoneal dengan
diameter lebih dari 5 cm dan atau metastasis kelenjar di atas diafragma dan atau metastasis
hematogen maka ini terindikasi untuk kemoterapi. Kebanyakan hal ini digunakan empat
siklus masing-masing 3 minggu yang terdiri atas sisplatin dan etoposid (Mencel dkk., 1994).
Dalam pusat tertentu nilai kombinasi kemoterapi ini dibandingkan dengan karboplatin,
sendirian atau dalam kombinasi.

29
Non-seminoma
Penderita dengan tumor non seminoma stadium I tidak membutuhkan terapi tambahan
setelah pembedahan. Penderita stadium IIA dapat diobservasi saja, kadang diberikan
kemoterapi dua seri. Pada stadium IIB biasanya diberikan empat seri kemoterapi. Penderita
stadium IIC dan III diberikan kemoterapi yang terdiri dari sisplatin, beomisin dan vinblastin.
Bila respon tidak sempurna diberikan seri tambahan dengan sediaan kemoterapi lain. Bila
masih terdapat sisa jaringan di regio retroperitoneal dilakukan laparatomi eksplorasi. Pada
kebanyakan penderita ternyata hanya ditemukan jaringan nekrotik atau jaringan matur.
Jaringan matur merupakan jaringan yang berdiferensiasi baik dan tidak bersifat ganas lagi.4

Jika tidak dapat ditunjukkan metastasis dan tumor terbatas pada testis maka ini disebut
stadium I. Sesudah orkidektomi cukup pemantauan yang sering terhadap penderita (wait and
see policy). Dalam hal ini harus diperhatikan kenyataan bahwa kira-kira 25% penderita
selama follow up menunjukkan pertumbuhan tumor. Dengan kontrol yang sering, dengan
menetapkan zat-zat penanda, pertumbuhan tumor dapat cepat didiagnosis, dan karena
kecilnya massa tumor dapat diterapi kuratif dengan kemoterapi. Jika dibuktikan adanya
metastasis, pertama-tama dinilai dengan polikemoterapi. Semula kemoterapi ini terdiri atas
kombinasi sisplatin, vinblastin, dan bleomisisn, sesudah itu vinblastin diganti dengan
etoposid. Kombinasi ini sama efektifnya tetapi cukup ringan toksisitasnya.(2)

7. Hernia Inguinalis
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding ro
ngga yang bersangkutan. Hernia sendiri ada yang merupakan kelainan bawaan (kongenital) a
taupun yang didapat (akuisita). Sekitar 75% hernia terjadi pada lipat paha berupa hernia ing
uinalis direk/ medialis, indirek/ lateralis, serta hernia femoralis. Hernia inguinalis lateralis ya
ng sudah mencapai skrotum disebut juga hernia skrotalis.
Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. Menurut sifat nya hernia dibagi
menjadi hernia repondibel, irepondibel, inkarserata, dan strangulata. Dikatakan repondibel
jika isi hernia dapat keluar-masuk, sedangkan jika tidak dapat keluar-masuk dikatakan
irepondibel.

30
Hernia inkarserata merupakan hernia irepondibel yang telah mengalami gangguan pasase,
sedangkan strangulata jika sudah terdapat strangulasi atau gangguan vaskuler.
Hernia lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding perempuan. Pada orang sehat, ada
tiga mekanisme yang mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu: 1)kanalis inguinalis yang
berjalan miring, 2)struktur otot oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis
internus ketika berkontraksi, 3)fasia transversa kuat yang menutup trigonum Hesselbach
yang umumnya tidak berotot. Pada bayi dan anak hernia inguinalis lateralis disebabkan oleh
kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat
proses turunnya testis ke skrotum.(13)

Gambar 6. Hernia Inguinalis


a. Gambaran klinis
Hernia lateralis keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus. Jika
hernia cukup panjang maka dapat keluar memalui anulus inguinalis eksternus hingga ke
skrotum pada laki-laki.
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa yaitu benjolan di lipat paha atau skrotum
yang timbul pada saat mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan menghilang saat
istirahat baring. Saat inspeksi dapat diperhatikan keadaan asimetri pada lipat paha atau
skrotum dalam posisi berdiri dan berbaring. Palpasi pada benjolan dan diraba
konsistensinya, lalu dicoba didorong apakah dapat direposisi. Jika dapat direposisi maka
dapat dilakukan finger tip test untuk membedakan hernia inguinalis lateralis atau medialis.

31
Pada keadaan inkarserata mungkin didapatkan gejala seperti mual muntah dan nyeri.
Pada keadaan strangulata, nyeri dirasakan sangat hebat .

b. Terapi
Pengobatan konservatif hanya terbatas pada tindakan reposisi dan pemakaian penyangga
atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Reposisi tidak
dilakukan pada hernia inguinalis strangulata kecuali pada anak. Reposisi dilakukan secara
bimanual. Terkadang reposisi spontan dapat terjadi pada anak, karena cincin hernia pada
anak lebih elastis.
Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak menggunakan sedatif dan kompres es diatas
hernia. Jika reposisi berhasil maka anak dipersiapkan untuk oprasi pada hari berikutnya, jika
tidak berhasil maka oprasi harus dilakukan segera dalam waktu enam jam.
Indikasi oprasi ada sejak diagnosa hernia ditegakan. Prinsip dasar oprasi pada hernia
yaitu herniotomi dan hernioplasti. Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia
sampai ke lehernya. Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti penting
dilakukan pada pasien dewasa untuk mencegah terjadinya residif.(14)

32
BAB III
KESIMPULAN

Masalah pada isi skrotum bermacam-macam mulai dari infeksi, tumor, hingga cairan. Ini
adalah masalah yang sering dijumpai pada laki-laki disamping masalah urologi lainnya. Masalah
pada isi skrotum dapat disebut sebagai Massa Skrotum. Massa Skrotum merupakan isi skrotum
yang bermanifestasi pada pembengkakan skrotum yang dimana itu adalah keluhan utama pada
massa skrotum. Massa skrotum ini menjadi penting karena seorang laki-laki bisa menjadi infertil
apabila massa skrotum ini tidak tertangani dengan baik dan cepat. Jenis - jenis Massa Skrotum
yaitu seperti Epididimitis, Orkitis, Hidrokel, Varikokel, Torsio Testis, Tumor Testis dan Hernia
Inguinalis.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Sharp VJ, Arlen AM. Testicular Torsion : Diagnosis, Evaluation, and Management.
American Family Physician. Vol. 88, United States, 2013 : 835-40.
2. Purnomo, Basuki B. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Kedua. Malang : CV.
Infomedika. Hal : 140 – 142, 152-153
3. Moore, Keith, dkk. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates: 93 -94.
4. Junnila J, Lassen P. Testicular Masses. Am Fam Phycisian. 1998;57(4):685-92.
5. Edmund S S. Epididimitis. Avalible on: http://www.emedicine.com.2008
6. Street EJ, Portman MD, Kopa Z, Brendish NJ, Skerlev M, et al. 2012 European
Guideline On The Management of Epididymo-orchitis. IUSTI EO Guideline vol 1. 2012.
7. Anonymous. 2009. Hydrocele. http://www.medindia_net-patientchildren.mht. Diakses
tanggal 8 november 2011 jam 19.21 wib.
8. Ryu DS. Surgical Treatment of Hydrocele and Hernia. Department of Urology , Masan
Samsung Hospital, Sungkyunkwan Univ. School of Medicine. The 11th Catholic
International Urology Simposium, 2009.
9. Sener NC, Nalbant I, Ozturk U. Varicocele : A Review. EMJ Repro Health.
2015;1(1):54-58.
10. Putih, WM.,and Residen, C. Varikokel. Emedicine:2009.
11. Sharp VJ, Arlen AM. Testicular Torsion : Diagnosis, Evaluation, and Management.
American Family Physician. Vol. 88, United States, 2013 : 835-40.
12. Alberts P. Testicular Camcer. American Cancer Society:2012.
13. Wibisono E, Jeo WS. Hernia. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Essentials of
Medicine. Universitas Indonesia. Edisi ke-4. Jakarta.2014.
14. Doherty GM. Hernias & Other Lesions of The Abdominal Wall. Current Surgical
Diagnosis and Treatment. Twelfth Edition. New York. Mc Graw-Hill. 765- 777.

34

Anda mungkin juga menyukai