Anda di halaman 1dari 91

SASARAN

KESELAMATAN PASIEN

dr. Rudy Pou, MARS


CoAss IKM – Nov 2018
Meningkatkan
Mengidentifikasi pasien Meningkatkan
keamanan obat-obatan
dengan benar komunikasi yang efektif
yang harus diwaspadai

Memastikan tepat lokasi, Mengurangi risiko infeksi


Mengurangi risiko cidera
tepat prosedur, tepat akibat perawatan
pasien akibat terjatuh
pasien operasi kesehatan

6 Sasaran Keselamatan Pasien


SNARS terdiri dari 5 BAB:
I. Sasaran keselamatan pasien
II. Standar pelayanan berfokus pasien
III. Standar manajemen rumah sakit
IV. Program nasional
V. Integrasi pendidikan kesehatan dalam
pelayanan rumah sakit (IPKP)

Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit


(SNARS 2018) – Permenkes No 34/2017
• Sasaran 1 : mengidentifikasi pasien dengan benar
• Sasaran 2 : meningkatkan komunikasi yang efektif
• Sasaran 3 : meningkatkan keamanan obat-obat yang
harus diwaspadai (high alert medications)
• Sasaran 4 : memastikan lokasi pembedahan yang benar,
prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang
benar
• Sasaran 5 : mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan
• Sasaran 6 : mengurangi risiko cedera pasien akibat
terjatuh

Bab I Sasaran Keselamatan Pasien


1. Akses ke Rumah Sakit & Kontinuitas Pelayanan (ARK)
2. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
3. Asesmen Pasien (AP)
4. Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP)
5. Pelayanan Anestesi Bedah (PAB)
6. Pelayanan Kefarmasian & Penggunaan Obat (PKPO)
7. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)

Bab II Standar Pelayanan Berfokus


kepada Pasien
1. Peningkatan Mutu & Keselamatan Pasien (PMKP)
2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
3. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
4. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
5. Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKS)
6. Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)

Bab III Standar Manajemen Rumah Sakit


• Sasaran I : Penurunan IMR dan MMR
• Sasaran II : Penurunan angka morbiditas HIV-AIDS
• Sasaran III : Penurunan angka morbiditas TB
• Sasaran IV : Pengendalian resisten anti-mikroba
• Sasaran V : Pelayanan geriatri

Bab IV Program Nasional


Rumah sakit mengembangkan suatu
pendekatan untuk meningkatkan
ketelitian identifikasi pasien

Sasaran I:
Mengidentifikasi Pasien dengan benar
 Pemberian obat
 Pembedahan
 Pembedahan pada sisi yang salah
CACAT /
 Penyerahan hasil PA
KEMATIAN
 Pemeriksaan imaging
 Pemberian transfusi darah
 Pengambilan spesimen (darah dll)

(1) Mengidentifikasi Pasien dengan benar


• Kesalahan identifikasi pasien dapat terjadi di semua aspek
diagnosis dan tindakan. Keadaan yang dapat membuat
identifikasi tidak benar adalah jika pasien dalam keadaan
terbius, mengalami disorientasi, tidak sepenuhnya sadar,
dalam keadaan koma, saat pasien berpindah tempat tidur,
berpindah kamar tidur, berpindah lokasi di dalam lingkungan
rumah sakit, terjadi disfungsi sensoris, lupa identitas diri,
atau mengalami situasi lainnya.
• Ada 2 (dua) maksud dan tujuan standar ini:
1. memastikan ketepatan pasien yang akan menerima layanan
atau tindakan
2. menyelaraskan layanan atau tindakan yang dibutuhkan oleh
pasien.

Maksud dan Tujuan SKP. 1


Identitas dalam gelang:
• Nama lengkap
• Umur/tgl lahir
• No Rekam Medis

Gelang Identifikasi
GELANG IDENTITAS
 Biru: Laki Laki
 Pink: Perempuan

GELANG PENANDA
 Merah: Alergi
 Kuning: Risiko Jatuh
 Ungu : Do Not Resucitate (DNR)

Warna Gelang Pasien


• Pasien diidentifikasi menggunakan minimal dua identitas
pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau
lokasi pasien.
• Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah
atau produk darah.
• Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.
• Pasien diidentifikasi sebelum tindakan / prosedur.
• Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan
identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.

Kapan waktu identifikasi pasien?


Tindakan
Prosedur diagnostik
Terapeutik

Obat
Darah
Identifikasi
Produk darah
Pasien Pengambilan spesimen
Diet
Nama
Tgl lahir
Radioterapi
No RM Menerima cairan infus
Hemodialisis
Radiologi diagnostik
Pasien koma

Elemen Penilaian SKP 1


Rumah sakit mengembangkan pendekatan
untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi antar para pemberi layanan

Sasaran II:
Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
• Komunikasi dianggap efektif bila:
a. tepat waktu
b. akurat
c. lengkap
d. tidak (ambiguous)
e. diterima baik oleh penerima informasi
•  bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan (errors)
dan meningkatkan keselamatan pasien.
• Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau
tertulis.

Maksud dan Tujuan SKP. 2


• Komunikasi yang jelek dapat membahayakan pasien
(rentan terjadi kesalahan) adalah saat
 perintah lisan atau perintah melalui telepon,
 menyampaikan hasil pemeriksaan diagnosis kritis yang
harus disampaikan lewat telpon.

• Dapat disebabkan perbedaan aksen dan dialek.


 Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah
untuk memahami perintah yang diberikan.
 Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan ucapannya
mirip (look alike, sound alike).
• Pelaporan hasil pemeriksaan diagnostik kritis  isu
keselamatan pasien.
• Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk:
1. Pemeriksaaan laboratorium.
2. Pemeriksaan radiologi:
 Kedokteran nuklir
 USG
 MRI
3. Diagnostik jantung (EKG, Echo).
4. Pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat
tidur pasien (tanda-tanda vital, portable
radiographs, bedside ultrasound, atau
transesophageal echocardiograms)
• Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka
normal secara mencolok akan menunjukkan keadaan
yang berisiko tinggi atau mengancam jiwa.
• Sistem pelaporan formal yang dapat menunjukkan
dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaaan
diagnostik dikomunikasikan kepada staf medis dan
informasi tersebut terdokumentasi untuk mengurangi
risiko bagi pasien.
• Tiap-tiap unit menetapkan nilai kritis hasil pemeriksaan
diagnostiknya.

Pemeriksaan Diagnostik Kritis


• Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon
dengan aman dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal
sebaiknya dihindari;
2. dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau
komunikasi elektronik tidak mungkin dilakukan maka harus
ditetapkan panduannya meliputi permintaan pemeriksaan,
penerimaan hasil pemeriksaaan dalam keadaan darurat,
identifikasi dan penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaaan
diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa hasil pemeriksaaan
kritis dilaporkan;
3. prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi
penulisan secara lengkap permintaan atau hasil pemeriksaaan
oleh penerima informasi, penerima membaca kembali
permintaan atau hasil pemeriksaaan, dan pengirim memberi
konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara akurat.
• Tulis Lengkap
• Tanggal dan jam
• Isi perintah
• Nama lengkap dan tanda tangan pemberi perintah
• Nama lengkap dan tanda tangan penerima perintah
• Baca Ulang - Eja untuk NORUM/LASA
• Konfirmasi lisan dan tanda tangan

Perintah lisan lewat telepon


No Tanggal/Jam Isi Perintah Pemberi Perintah Penerima Perintah Pelaksana Perintah Keterangan
(Tanda Tangan) (Tanda Tangan) (Tanda Tangan)

Penyampaian hasil pemeriksaaan diagnostik secara verbal


ditulis lengkap, dibaca ulang, dan dikonfirmasi oleh
pemberi pesan secara lengkap

Contoh Formulir Perintah Lisan/ Melalui Telepon/


Pelaporan Hasil Pemeriksaan Kritis
• Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam RS terjadi:
a. Antar-PPA
 antara staf medis dan staf medis
 antara staf medis dan staf keperawatan atau dengan staf klinis
lainnya
 antara PPA dan PPA lainnya pada saat pertukaran shift
b. Antar berbagai tingkat layanan
 pasien dipindah dari unit intensif (ICU) ke unit perawatan
 pasien dipindah dari unit darurat (IGD) ke kamar operasi
c. Dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan
seperti radiologi atau unit terapi fisik.

Hand Over
• Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah
terima asuhan pasien yang dapat berakibat kejadian
yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian
sentinel.

• Komunikasi yang baik dan terstandar baik dengan


pasien, keluarga pasien, dan pemberi layanan dapat
memperbaiki secara signifikan proses asuhan pasien.
 Saat operan pasien pergantian dinas jaga.
 Saat pasien dipindahkan ke tempat perawatan lain atau unit
tindakan lainnya --- dengan petugas tempat perawatan
selanjutnya.
 Saat operan cukup waktu bagi staf untuk bertanya dan tidak
ada interupsi saat operan.
 PENTING!! Baca ulang dokumen pasien saat operan dan
dicermati dengan teliti. Saat operan pasien dijelaskan dengan
rinci dan benar mengenai: status pasien, obat-obatan, rencana
terapi, advance directive (pernyataan keinginan pasien) dan
semua perubahan status pasien.

Kapan waktu melakukan komunikasi yang efektif?


 Banyak KTD di RS disebabkan
karena masalah KOMUNIKASI

 Data dari hasil RCA salah satu RS di


Amerika :
 65% sentinel event,
 90% penyebabnya adalah
komunikasi
 50% terjadi pada saat serah
terima informasi pasien. (JCI,
Journal on Quality and Patient
Safety, Vol. 32, March 2006 )

Sumber: JCAHO, Oktober 2007


• Keterampilan komunikasi yang baik merupakan ciri
kerjasama tim yang efektif untuk keselamatan pasien.
• Berbagai informasi dalam tim dan konten dalam
komunikasi menjadi hal yang krusial untuk dapat
dipahami dan dilaksanakan dengan baik oleh tim

• Beberapa bentuk komunikasi efektif dalam tim:


a. Metode ISBAR
b. Metode Call-Out
c. Metode Check-Back

Komunikasi Efektif Interprofesional


INTRODUCTION Perkenalan singkat

SITUATION Apa yang terjadi pada pasien  SESAK NAFAS

BACKGROUND Apa latar belakang klinis atau  RIWAYAT PENYAKIT JANTUNG


riwayat pasien yang ada & ASMA
Anamnesis/riwayat penyakit  TIDAK TERATUR KONSUMSI
OBAT

ASSESSMENT Bagaimana penilaian terhadap  TANDA VITAL


pasien tersebut – Hasil  WHEEZING (+)
pemeriksaan fisik  NAFAS CUPING HIDUNG (+)

RECOMMENDATION Apa yang harus dilakukan  PASANG OKSIGEN


untuk masalah tersebut  ARAHAN TINDAK LANJUT
Metode ISBAR
Metode Call-out dan Check-back
Rumah sakit mengembangkan suatu
pendekatan untuk meningkatkan keamanan
obat-obat yang harus diwaspadai (high-alert)

Sasaran III: Meningkatkan Keamanan Obat-


obatan yang harus Diwaspadai
• Setiap obat jika salah penggunaannya (medication error)
dapat membahayakan pasien, bahkan bahayanya dapat
menyebabkan kematian atau kecacatan pasien,
terutama obat-obat yang perlu diwaspadai.

• Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang


mengandung risiko yang meningkat bila kita salah
menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar
pada pasien.

Maksud dan Tujuan SKP. 3


• Obat yang harus diwaspadai terdiri atas:
a. OBAT RISIKO TINGGI  obat yang bila terjadi kesalahan (error)
dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin,
heparin, atau kemoterapeutik.
b. NAMA OBAT RUPA UCAPAN MIRIP (NORUM)  obat yang
nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan
sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound alike).
c. ELEKTROLIT KONSENTRAT seperti:
 Potasium Klorida (KCl) konsentrasi > 2 mEq/ml,
 Potasium Fosfat (KPO4) konsentrasi > 3 mmol/ml,
 Natrium Klorida (NaCl) konsentrasi > 0,9%
 Magnesium Sulfat (MgSO4) konsentrasi 20%, 40%, atau lebih.

High Alert Medications


High
Alert

Luminal® Nembutal®

phenOBARBITAL vs pentOBARBITAL
cefTAZIDIME vs cefEPIME
Cairan ini bisa mengakibatkan KTD/sentinel event bila tak disiapkan
dan dikelola dengan baik

• Standarisasi dosis, unit ukuran, dan terminologi adalah elemen


penting dari penggunaan yang aman
o Campuran larutan elektrolit harus dihindari (misalnya : natrium klorida
dengan kalium klorida).

• Contoh Elektrolit Konsentrat:


 KCl > 2 mEq/ml
 KPO4 > 3 mmol/ml
 NaCl > 0.9%
 MgSO4 > 50% / lebih pekat

Elektrolit Konsentrat
• Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok
NORUM. Nama-nama yang membingungkan ini
umumnya menjadi sebab terjadi medication error di
seluruh dunia.
• Penyebab hal ini adalah:
1. pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai;
2. ada produk baru;
3. kemasan dan label sama;
4. indikasi klinik sama;
5. bentuk, dosis, dan aturan pakai sama;
6. terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah.

Penyebab Medication Error seluruh dunia


• Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medication)
tersedia di berbagai organisasi kesehatan seperti the World
Health Organization (WHO) dan Institute for Safe Heatlh
Medication Practices (ISMP), di berbagai kepustakaan, serta
pengalaman rumah sakit dalam hal KTD atau kejadian sentinel.
o Kesalahan (error) dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh
orientasi cukup baik di unit perawatan pasien dan apabila
perawat tidak memperoleh orientasi cukup atau saat keadaan
darurat.
o Cara paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan
kejadian ini adalah dengan menetapkan proses untuk mengelola
obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) dan
memindahkan elektrolit konsentrat dari area layanan
perawatan pasien ke unit farmasi.
• Rumah sakit membuat daftar semua obat high alert
dengan menggunakan informasi atau data yang terkait
penggunaan obat di dalam rumah sakit, data tentang
“kejadian yang tidak diharapkan” (adverse event) atau
“kejadian nyaris cedera” (near miss) termasuk risiko
terjadi salah pengertian tentang NORUM.
• Informasi dari kepustakaan seperti dari Institute for Safe
Health Medication Practices (ISMP), Kementerian
Kesehatan, dan lainnya. Obat-obat ini dikelola sedemikian
rupa untuk menghindari kekuranghati-hatian dalam
menyimpan, menata, dan menggunakannya termasuk
administrasinya, contoh dengan memberi label atau
petunjuk tentang cara menggunakan obat dengan benar
pada obat-obat high alert.
• Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu
diwaspadai, rumah sakit perlu menetapkan risiko
spesifik dari setiap obat dengan tetap memperhatikan
aspek peresepan, menyimpan, menyiapkan, mencatat,
menggunakan, serta monitoringnya.
o Obat high alert harus disimpan di instalasi
farmasi/unit/depo. Bila rumah sakit ingin menyimpan di
luar lokasi tersebut, disarankan disimpan di depo farmasi
yang berada di bawah tanggung jawab apoteker.

Penyimpanan HAM
LASA
1. Tempelkan stiker obat high alert pada setiap dos obat
2. Beri stiker high alert pada setiap ampul obat high alert yang akan
diserahkan kepada perawat
3. Pisahkan Obat High Alert dengan obat lain dalam kontainer khusus
4. Simpan Obat Sitostatika secara terpisah dari obat lainnya
5. Simpan Obat Narkotika secara terpisah dalam lemari terkunci double, setiap
pengeluaran harus diketahui oleh penanggung jawabnya dan dicatat, setiap
ganti shift harus tercatat dalam buku serah terima lengkap dengan
jumlahnya dan ditanda tangani
6. Sebelum perawat memberikan obat high alert cek kepada perawat lain
untuk memastikan tak ada salah pasien dan salah dosis (double check)
7. Obat high alert dalam infus: cek selalu kecepatan dan ketepatan pompa
infus, tempel stiker label, nama obat pada botol infus. Dan diisi dengan
catatan sesuai ketentuan

Kebijakan Penyimpanan Obat High Alert Di


Instalasi Farmasi
Contoh Stiker obat high alert pada botol infus
Poor handwriting
KTD – Drug Events
• Kesalahan bisa terjadi:
• Secara tidak sengaja
• Bila perawat tidak mendapatkan orientasi sebelum ditugaskan
• Pada keadaan gawat darurat

• Penyebab kesalahan mencakup berbagai macam faktor:


a) pengenalan pasien dan kondisi klinisnya;
b) kurangnya pengetahuan tentang obat-obatan;
c) kesalahan dosis obat;
d) tulisan yang tidak terbaca pada resep;
e) kebingungan tentang nama obat;
f) lemahnya anamnesis tentang riwayat pengobatan

Medication Error
Rumah sakit mengembangkan suatu
pendekatan untuk memastikan tepat-
lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-
pasien operasi

Sasaran IV: Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat


Prosedur, Tepat Pasien Operasi
• Salah-Lokasi, Salah-Prosedur, dan Salah-Pasien yang menjalani
tindakan serta prosedur merupakan kejadian sangat
mengkhawatirkan dan dapat terjadi.
• Kesalahan ini terjadi antara lain akibat:
1. komunikasi yang tidak efektif & tidak adekuat antar anggota tim;
2. tidak ada keterlibatan pasien untuk memastikan ketepatan lokasi
operasi dan tidak ada prosedur untuk verifikasi;
3. asesmen pasien tidak lengkap;
4. catatan rekam medik tidak lengkap;
5. budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota
tim;
6. masalah yang terkait dengan tulisan yang tidak terbaca (illegible
handwriting), tidak jelas, dan tidak lengkap;
7. penggunaan singkatan yang tidak terstandardisasi dan dilarang.

Maksud dan Tujuan SKP. 4


• Tindakan bedah dan prosedur invasif memuat semua prosedur
investigasi dan atau memeriksa penyakit serta kelainan dari tubuh
manusia melalui mengiris, mengangkat, memindahkan, mengubah
atau memasukkan alat laparaskopi/ endoskopi ke dalam tubuh
untuk keperluan diagnostik dan terapeutik.
• Rumah sakit harus menentukan area-area di dalam rumah sakit yang
melakukan tindakan bedah dan prosedur invasif. Sebagai contoh,
kateterisasi jantung, radiologi intervensi, laparaskopi, endoskopi,
pemeriksaan laboratorium, dan lainnya.
• Ketentuan rumah sakit tentang Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan
Tepat-Pasien berlaku di semua area rumah sakit di lokasi tindakan
bedah dan invasif dilakukan.

Tindakan Bedah dan Prosedur Invasif


• Rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang
seragam sebagai berikut:
1. beri tanda di tempat operasi
2. dilakukan verifikasi praoperasi
3. melakukan Time Out sebelum insisi kulit dimulai
• Pemberian tanda di tempat dilakukan operasi atau prosedur
invasif melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang
tepat serta dapat dikenali.
• Pada semua kasus, lokasi tempat operasi harus diberi tanda,
termasuk pada sisi lateral (laterality), daerah struktur multipel
(multiple structure), jari tangan, jari kaki, lesi, atau tulang
belakang.

Prosedur
SPO
 Lakukan verifikasi dan memberi tanda sesuai rekam
medis pada anggota tubuh yang akan dilakukan
prosedur delegasi seperti : pemasangan gips atau
prosedur operatif minor lainnya.
 Libatkan pasien dalam setiap proses VERIFIKASI
PREOPERATIVE untuk mengkonfirmasi ulang.
 Lengkapi data laboratorium, uji diagnostic, CT scan,
Rontgen MRI dan test yang relevan untuk verifikasi
ketepatan pasien sebelum pasien dioperasi.
 Cocokan identitas pasien dengan jenis tindakan yang
akan dilakukan sesuai dengan rekam medis.

 Lakukan serah terima pasien dengan menyertakan rekam medis dan


pemeriksaan penunjang kepada petugas kamar operasi atau kamar
tindakan.

(4) Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur,


Dan Tepat Pasien Operasi
• Tujuan proses verifikasi praoperasi adalah:
1. memastikan ketepatan lokasi, prosedur, dan pasien;
2. memastikan bahwa semua dokumen yang terkait, foto
(imajing), dan hasil pemeriksaan yang relevan diberi label
dengan benar dan tersaji;
3. memastikan tersedia peralatan medik khusus dan atau implan
yang dibutuhkan.
• Beberapa elemen proses verifikasi praoperasi dapat
dilakukan sebelum pasien tiba di tempat praoperasi, seperti
memastikan dokumen (rekam medis), imajing, hasil
pemeriksaaan, dokumen lain diberi label yang benar, dan
memberi tanda di tempat (lokasi) operasi.

Verifikasi Pra Operasi


• Verifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar
o Pastikan semua dokumen, foto, hasil pemeriksaan yang
relevan tersedia, diberi label dan dipampang dengan baik
• Verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau
implant yang dibutuhkan
• Tahap Time out:
a. memungkinkan semua pertanyaan/kekeliruan
diselesaikan
b. dilakukan di tempat tindakan, tepat sebelum dimulai,
c. melibatkan seluruh tim operasi
• Surgical Safety Check-list (WHO, 2009)

Kebijakan Verifikasi Pre-Operatif


• Time-Out yang dilakukan sebelum dimulainya insisi kulit
dengan semua anggota tim hadir dan memberi
kesempatan untuk menyelesaikan pertanyaan yang
belum terjawab atau ada hal yang meragukan yang perlu
diselesaikan.

• Time-Out dilakukan di lokasi tempat dilakukan operasi


sesaat sebelum prosedur dimulai dan melibatkan semua
anggota tim bedah. Rumah sakit harus menetapkan
prosedur bagaimana proses Time-Out berlangsung.

Time Out
• Salah-lokasi, salah-prosedur, dan salah-pasien operasi adalah
kejadian yang mengkhawatirkan dan dapat terjadi di rumah
sakit. Kesalahan ini adalah akibat:
a. komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara
anggota tim bedah,
b. kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi
(site marking),
c. tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi.
• Di samping itu, juga asesmen pasien yang tidak adekuat,
penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang
tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim
bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang
tidak terbaca (illegible handwriting), dan pemakaian
singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang
sering terjadi.
1. Identifikasi pasien, lokasi, prosedur, informed consent
sudah dicek?
2. Sisi operasi sudah ditandai?
3. Mesin anestesi dan obat-obatan lengkap?
4. Pulse oxymeter terpasang dan berfungsi?
5. Alergi?
6. Kemungkinan kesulitan jalan nafas atau risiko aspirasi?
7. Risiko kehilangan darah > 500ml (2 ml/kg pada anak-
anak)?

Panduan Sebelum Induksi Anestesi


1. Konfirmasi anggota tim (nama dan peran)
2. Konfirmasi nama pasien, prosedur dan lokasi insisi
3. Antibiotik profilaksis sudah diberikan dalam 60 menit
sebelumnya
4. Antisipasi kejadian kritis:
 Surgeon: apa langkah, berapa lama, kemungkinan blood lost?
 Anestesi: apa ada pasien spesifik concern?
 Perawat: sterilitas, instrumen?
5. Apakah imaging yang diperlukan sudah dipasang?

Panduan Sebelum Insisi Kulit (Time Out)


1. Perawat melakukan konfirmasi secara verbal, bersama
dokter bedah dan dokter anestesi
a. Nama, prosedur
b. Intrumen, gas verband, jarum (dihitung harus lengkap)
c. Spesimen telah diberi label dengan tepat
d. Apa ada masalah peralatan yang harus ditangani
2. Untuk dokter bedah, perawat dan anestesi -- Apa yang
harus diperhatikan dalam recovery dan manajemen
pasien?

Panduan Sebelum Pasien Meninggalkan


Kamar Operasi
Contoh:
 Pada tahun 2006 Seiden dkk mempublikasikan hasil
penelitiannya yang dalam sebuah Jurnal Bedah (Arch Surgery,
2006), untuk mengetahui banyak kesalahan yang terjadi
berhubungan dengan tindakan bedah.
 Dari 236.300 tindakan operasi, yang diperoleh melalui data
base dari NPDB, ASA, PUDF dan the Florida Code 15
mandatory reporting system (sistem laporan wajib), periode
tahun 1990-2003 yang dilakukan di Amerika Serikat,
dilaporkan bahwa 2.217 pasien (0,94 %) mengalami
cedera/KTD akibat operasi pada tempat tubuh yang salah
(wrong-body part surgical).

Cedera Medis (Kejadian Tidak Diharapkan)


 Tidak memperbolehkan staf non klinis, pasien dan keluarga untuk
menyambungkan atau melepas sambungan selang, bantuan harus
selalu ditujukan kepada staf klinis.
 Beri label pada kateter yang berisiko tinggi (kateter arteri, epidural,
intratekal), dan hindari penggunaan kateter dengan injection port pada
peralatan ini.
 Jelaskan jalur-jalur selang dan standar dasar masing-masing
jalur selang pasien disaat operan pasien.
 Buat alur dasar untuk koneksi semua selang dan verifikasi ujung selang
sebelum membuat koneksi atau melepas sambungan atau memberikan
obat, cairan atau produk lain.
 Lakukan training mengenai bahaya salah sambung selang dan peralatan
medis pada program orientasi dan pengembangan berkelanjutan staf
klinis.

Hindari salah kateter dan salah sambung


slang/tube
Rumah sakit mengembangkan suatu
pendekatan untuk mengurangi risiko
infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan

Sasaran V: Mengurangi Risiko Infeksi


Terkait Pelayanan Kesehatan
• Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) merupakan
sebuah tantangan di lingkungan fasilitas kesehatan.
Kenaikan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan
menjadi keprihatinan bagi pasien dan petugas kesehatan.
• Infeksi terkait pelayanan kesehatan terjadi di semua unit
layanan kesehatan:
 infeksi saluran kencing --- pemasangan kateter
 infeksi pembuluh darah --- pemasangan infus
 infeksi paru-paru --- penggunaan ventilator

Maksud dan Tujuan SKP. 5


• Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan
infeksi lainnya adalah dengan menjaga kebersihan
tangan melalui CUCI TANGAN.

• Pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) tersedia


dari WHO. Rumah sakit mengadopsi pedoman
kebersihan tangan (hand hygiene) dari WHO ini untuk
dipublikasikan di seluruh rumah sakit. Staf diberi
pelatihan bagaimana melakukan cuci tangan dengan
benar dan prosedur menggunakan sabun, disinfektan,
serta handuk sekali pakai (towel), tersedia di lokasi sesuai
dengan pedoman.
 Disposable injeksi
 Training petugas kesehatan
 Memanfaatkan informasi dari RS
tentang:
 pencegahan infeksi
 praktek injeksi yang aman
 penanganan sampah benda tajam
yang aman
 teknologi terbaru (spuit-less)

(5) Mengurangi Risiko Infeksi Terkait


Pelayanan Kesehatan
• Pengendalian infeksi masih minimal dan inkonsisten di
pelayanan kesehatan primer karena keterbatasan sarana
prasarana, namun sebenarnya pengendalian infeksi
melalui peningkatan kebersihan tangan (hand hygiene)
dapat dilakukan dengan relatif mudah.
• Beberapa langkah pengendalian infeksi penting:
1. Kewaspadaan universal (universal precaution)
2. Mendapatkan imunisasi hepatitis B
3. Menggunakan alat pelindung diri (APD)
4. Mengetahui apa yang harus dilakukan jika terpajan
dengan risiko infeksi

Poin Penting
 Human Immunodeficiency Virus (HIV)
 Hepatitis B, C, D.
• Pada masa lalu pengendalian infeksi terutama difokuskan pada
perlindungan pasien, khususnya pada saat operasi, tapi saat ini
sama pentingnya dengan melindungi pemberi layanan kesehatan
dan orang-lain dalam masyarakat.
 menambah penderitaan pasien
 memperpanjang masa rawat di rumah sakit (length of stay)
 disabilitas yang permanen
 meninggal
• Peningkatan jumlah infeksi disebabkan oleh mikroba yang resisten
terhadap pengobatan konvensional.
• Infeksi terkait perawatan kesehatan (LoS)
 meningkatkan biaya pasien dan rumah sakit
• HCAI (Health Care-Associated Infection) – ancaman besar
terhadap keselamatan pasien di seluruh dunia.
• Antibiotik sering tidak efektif & >70% bakteri HCAI resisten
 Methicillin-resistant Staphylococcus Aureus (MRSA )
 Vancomycin-resistant Enterococcus (VRE)
 Multidrug-resistant Tuberculosis (TB)
• Beberapa praktik yang harus dilakukan adalah menghindari
kontaminasi, mengeliminasi mikroorganisme dari peralatan
dan lingkungan dan mencegah transmisi silang.
• Kebersihan tangan -- metode sederhana dan efektif yang
berkontribusi dalam menurunkan HCAI.

Fakta HCAI
• HCAI disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur yang bisa
bersumber dari manusia termasuk pasien, tenaga kesehatan
dan pengunjung. Lingkungan juga dapat sebagai sumber
seperti makanan, air atau obat (contoh: cairan IV) yang
terkontaminasi.
• Cara perpindahan mikroorganisme:
1. Transmisi melalui kontak langsung
2. Transmisi tidak langsung
3. Transmisi droplet (air liur)
4. Transmisi airborne (udara)
5. Paparan melalui kulit, misalnya benda yang tajam

Infeksi terkait perawatan kesehatan:


penyebab infeksi dan rute transmisi
• Populasi pasien yang sangat rentan terhadap infeksi
terkait perawatan kesehatan
• Pasien yang sangat rentan terhadap infeksi tersebut adalah
pasien yang memiliki penyakit berat, baru menjalani
operasi atau sedang terpasang alat tertentu seperti
kateter urin atau tabung endotrakeal.

Berikut 4 jenis infeksi yang mencapai sekitar 80% HCAI:


1. Infeksi saluran kencing
2. Infeksi tempat operasi
3. Infeksi aliran darah terkait penggunaan alat
intravaskular
4. Pneumonia terkait penggunaan ventilator
1) Kebersihan lingkungan --- Kebersihan lingkungan penting untuk mengurangi infeksi. Tempat
layanan kesehatan harus bersih. Pilihan metode atau zat yang digunakan tergantung pada
berbagai faktor, setiap tempat layanan kesehatan harus memiliki aturan dan prosedur untuk hal
ini.
2) Sterilisasi/ desinfeksi peralatan, perangkat dan instrument --- Peralatan, perangkat dan
instrumen harus disterilisasi/desinfeksi mengikuti prosedur yang direkomendasikan.
3) Perangkat medis berlabel "untuk sekali pakai“ --- Alat yang berlabel “untuk sekali pakai”
dirancang pabrik agar alat tersebut tidak dipergunakan kembali karena dapat meningkatkan
resiko infeksi, seperti alat injeksi.
4) Kebersihan tangan --- Tujuan kebersihan tangan adalah mencegah kolonisasi dan infeksi pada
pasien dan pekerja layanan kesehatan dari lingkungan yang terkontaminasi. Oleh karena itu
kebersihan tangan harus dijaga setiap waktu. Untuk memudahkan identifikasi saat hand
hygiene, WHO mengembangkan “My 5 Moments for Hand Hygiene model”, yaitu:
1. Sebelum memeriksa pasien
2. Sebelum melakukan prosedur aseptik
3. Sesudah terpapar cairan tubuh yang berisiko
4. Sesudah memeriksa pasien
5. Sesudah berkontak dengan benda disekitar pasien
5) Penggunaan alat pelindung diri --- Alat pelindung diri meliputi sarung tangan, pelindung mata,
sepatu dan masker. Penggunaan APD ini biasanya tergantung pada penilaian resiko transmisi
mikroorganisme dari pasien ke pemberi layanan atau sebaliknya.

Pencegahan infeksi terkait pelayanan kesehatan


1. Atasan atau rekan kerja mempromosikan ketaatan melakukan cuci
tangan.
2. Tersedia wastafel dan sabun cuci tangan dengan air yang mengalir
untuk fasilitas cuci tangan disetiap sudut ruang perawatan.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien, sebelum
melakukan prosedur tindakan dan sesudah tindakan atau
berkontak dengan cairan pasien.
4. Edukasi/penyuluhan bagi petugas kesehatan tentang teknik cuci
tangan yang benar.
5. Buat informasi ke pasien dan keluarga tentang teknik cuci tangan
yang benar dan pentingnya cuci tangan.

Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene)


untuk mencegah infeksi nosokomial
5 Moments for Hand Hygienes

20-30 dtk 40-60 dtk


TEPUNGSELA CIPUPUT
• TElapak tangan
• PUNGgung tangan
• SELA–sela jari
• Punggung jari-jari (Gerakan KunCI)
• Sekeliling ibu jari (PUtar-putar)
• Kuku dan ujung jari (PUTar-putar)

6 Area dalam Hand Rub-Wash Rub


Rumah sakit mengembangkan suatu
pendekatan untuk mengurangi risiko
pasien dari cidera karena jatuh

Sasaran VI: Mengurangi Risiko Cidera


Pasien Akibat Terjatuh
• Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah
untuk jatuh dapat mendadak berubah menjadi berisiko tinggi.
Hal ini disebabkan oleh operasi dan/atau anestesi, perubahan
mendadak kondisi pasien, serta penyesuaian pengobatan.
• Rumah sakit harus menetapkan kriteria untuk identifikasi
pasien yang dianggap berisiko tinggi jatuh.
o Contoh situasional risiko  jika pasien yang datang ke unit rawat
jalan dengan ambulans dari fasilitas rawat inap lainnya untuk
pemeriksaan radiologi. Pasien ini berisiko jatuh waktu dipindah
dari brankar ke meja periksa radiologi, atau waktu berubah posisi
sewaktu berada di meja sempit tempat periksa radiologi.

Maksud dan Tujuan SKP. 6


• Banyak cedera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat
jalan akibat pasien jatuh.
• Berbagai faktor yang meningkatkan risiko pasien jatuh
antara lain:
1. kondisi pasien;
2. gangguan fungsional pasien (contoh gangguan
keseimbangan, gangguan penglihatan, atau perubahan
status kognitif);
3. lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit;
4. riwayat jatuh pasien;
5. konsumsi obat tertentu;
6. konsumsi alkohol.
• Lokasi spesifik dapat menyebabkan risiko jatuh
bertambah karena layanan yang diberikan. Misalnya,
terapi fisik (rawat jalan dan rawat inap) memiliki banyak
peralatan spesifik digunakan pasien yang dapat
menambah risiko pasien jatuh seperti parallel bars,
freestanding staircases dan peralatan lain untuk latihan.
• Rumah sakit melakukan evaluasi tentang pasien jatuh
dan melakukan upaya mengurangi risiko pasien jatuh.
Rumah sakit membuat program untuk mengurangi
pasien jatuh yang meliputi manajemen risiko dan
asesmen ulang secara berkala di populasi pasien dan
atau lingkungan tempat pelayanan dan asuhan itu
diberikan.
• Rumah sakit harus bertanggung jawab untuk identifikasi
lokasi (seperti unit terapi fisik), situasi (pasien datang
dengan ambulans, transfer pasien dari kursi roda atau
cart), tipe pasien, serta gangguan fungsional pasien
yang mungkin berisiko tinggi untuk jatuh.
• Rumah sakit menjalankan program pengurangan risiko
jatuh dengan menetapkan kebijakan dan prosedur yang
sesuai dengan lingkungan dan fasilitas rumah sakit.
• Program ini mencakup monitoring terhadap kesengajaan
dan atau ketidaksengajaan dari kejadian jatuh. Misalnya,
pembatasan gerak (restrain) atau pembatasan intake
cairan.
• Penilaian resiko jatuh
 skala MORSE  pasien dewasa
 skala HUMPTY DUMPTY  pasien anak-anak
• Penilaian meliputi berbagai aspek seperti
o riwayat jatuh
o menggunaan alat bantu jalan
o kebiasaan berjalan
o kebiasaan berkemih
o penyakit dan obat yang dikonsumsi, dll
• Pasien diberikan tanda gelang kuning dan tanda yang akan ditempel
dekat tempat tidur pasien yang menyatakan bahwa pasien berisiko
untuk jatuh, sehingga perawat melakukan intervensi dan monitoring
yang intensif terhadap pasien berisiko jatuh.

(6) Pengurangan Risiko Pasien Jatuh


Faktor Risiko Skala Poin Skor Pasien
Riwayat jatuh Ya 25
Tidak 0
Diagnosis sekunder Ya 15
Tidak 0
Alat bantu Berpegangan pada perabot 30
Tongkat alat penopang 15
Tidak ada/kursi roda/perawat/tirah baring 0
Terpasang infus Ya 20
Tidak 0
Gaya berjalan Terganggu 20
Status mental Sering lupa akan keterbatasan yang dimiliki 15
Sadar akan kemampuan diri sendiri 0
TOTAL

Risiko Tinggi > 45


Risiko Sedang 25-44
Assesmen Risiko Jatuh – Morse Fall Scale Risiko Rendah < 25
Fall
Assessment
Tool

HUMPTY -
DUMPTY
1. Anjurkan pasien meminta bantuan yang diperlukan
2. Anjurkan pasien untuk memakai alas kaki anti slip
3. Sediakan kursi roda yang terkunci di samping tempat tidur pasien
4. Pastikan bahwa jalur ke kamar kecil bebas dari hambatan dan terang
5. Pastikan lorong bebas hambatan
6. Tempatkan alat bantu seperti walkers/tongkat dalam jangkauan pasien
7. Pasang Bedside rel
8. Evaluasi kursi dan tinggi tempat tidur
9. Pertimbangkan efek puncak obat yang diresepkan yang mempengaruhi tingkat kesadaran, dan
gait
10. Mengamati lingkungan untuk kondisi berpotensi tidak aman, dan segera laporkan untuk
perbaikan
11. Jangan biarkan pasien berisiko jatuh tanpa pengawasan saat di daerah diagnostik atau terapi
12. Pastikan pasien yang diangkut dengan brandcard / tempat tidur, posisi bedside rel dalam
keadaan terpasang
13. Informasikan dan mendidik pasien dan / atau anggota keluarga mengenai rencana perawatan
untuk mencegah jatuh
14. Berkolaborasi dengan pasien atau keluarga untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan

Langkah Pencegahan Pasien Risiko Jatuh

Anda mungkin juga menyukai