Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

KARSINOMA TIROID

Pembimbing:
dr. Ratri Diantri, Sp.Rad
dr. Srie Retno Endah, Sp.Rad

Disusun oleh:
Aulia Maruapey 030.13.032
Bernadetha Mayang 030.13.038
Mutia Aflinta Jayanti 030.13.130

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH JAKARTA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : 1. Aulia Maruapey NIM : 030.13.032


2. Bernadetha Mayang NIM : 030.13.038
3. Mutia Alfinta Jayanti NIM : 030.13.130
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Trisakti
Program Studi : Pendidikan Dokter
Bidang Pendidikan : Ilmu Radiologi
Tempat Kepaniteraan : RSUD Budhi Asih Jakarta
Periode : 18 Februari 2019 – 22 Maret 2019
Judul Referat : Karsinoma Tiroid
Pembimbing : dr. Ratri Diantri, Sp. Rad
dr. Srie Retno Endah, Sp. Rad

Jakarta, 22 Februari 2019

Ketua SMF Ilmu Radiologi Pembimbing


RSUD Budhi Asih

dr. Ratri Diantri, Sp.Rad dr. Srie Retno Endah, Sp.Rad

2
KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga laporan kasus dengan judul
“Karsinoma Tiroid” dapat selesai. Laporan kasus ini adalah salah satu syarat
dalam proses mengikuti ujian akhir dalam kepanitraan klinik di bagian Ilmu
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. dr Srie Retno E. Sp.Rad
dan dr Ratri Sp.Rad selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun selama
pembuatan laporan kasus ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini tidak luput dari kekurangan
dan masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis memohon maaf kepada para
pembaca atas kekurangan yang ada. Atas semua keterbatasan yang dimiliki, maka
semua kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan lapang hati agar
ke depannya menjadi lebih baik.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
keluarga dan para sahabat yang tidak pernah letih memberikan dukungan serta
dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik
mungkin. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, para
pembaca, dan masyarakat umum.

Jakarta, 22 Februari 2019

3
BAB I
PENDAHULUAN

Pada tahun 1858, von Karst melaporkan kasus pertama kali karsinoma sel
skuamosa (KSS) pada tiroid. Kasus ini sangat jarang dengan frekuensi sekitar 1%.
Sulit sekali mendiagnosis KSS tiroid pada stadium awal. Kekambuhan lokal
sering terjadi setelah dilakukan operasi (reseksi). Angka kesintasan hidup
postoperasi sekitar 3–12 bulan. Kejadian KSS tiroid dalam 25 tahun hanya
sebanyak 10 pasien dan hanya 50 kasus yang dilaporkan dalam literatur di dunia.
KSS tiroid biasanya terjadi pada usia 50-70 tahun dan frekuensi pada wanita lebih
banyak dari pria dengan rasio 2 : 1. Menurut Warrant dan Meisser, KSS tiroid
biasanya didahului dengan riwayat goiter sebelumnya. 10,11

4
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas pasien


 Nama : Ny. DN
 Jenis kelamin : Perempuan
 Tempat, tgl lahir : Jakarta, 24 Juni 1959
 Suku : Jawa
 Agama : Islam
 Alamat : Jalan makasar no. 62, Jakarta Timur
 Status Pernikahan : Sudah Menikah
 Pendidikan : S1
 Pekerjaan : Guru

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien.
Lokasi : Poli THT RSUD Budhi Asih
Tanggal periksa : 21 Februari 2019 (13.00 WIB)
Keluhan utama : Terdapat benjolan pada leher sebelah depan sejak 3
bulan lalu dan dirasa semakin membesar.

2.2.1 Riwayat penyakit sekarang


Seorang perempuan berusia 60 tahun datang ke departemen THT dengan
keluhan terdapat benjolan di leher sejak 3 bulan SMRS. Benjolan dirasa
semakin lama semakin membesar. Pasien juga mengeluh nyeri menelan, nyeri
pada leher, sesak napas ringan, dan suara serak. BAB dan BAK dalam batas
normal. Pasien juga mengaku dalam 6 bulan terakhir mengalami penurunan
berat badan sekitar 10 kg dan nafsu makan menurun.

5
2.2.2 Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat goiter 10 tahun yang lalu. Pasien tidak pernah
kontrol ke dokter Riwayat trauma ataupun operasi sebelumnya daerah leher
disangkal. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi, stroke, keganasan,
penyakit jantung, penyakit paru disangkal.

2.2.3 Riwayat penyakit keluarga


Pasien tidak pernah kontrol ke dokter. Riwayat hipertensi, trauma,
diabetes melitus, alergi, stroke, keganasan, pembedahan, penyakit jantung,
penyakit paru disangkal.

2.2.4 Riwayat pengobatan


Pasien pernah mengkonsumsi PTU selama 1,5 tahun saat menderita
penyakit goiter. Pasien juga tidak memiliki riwayat rutin / sering
mengkonsumsi obat-obatan warung.

2.2.5 Riwayat kebiasaan


Pasien tidak memiliki kebiasaan makan makanan pedas atau asam.
Pasien tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan, tidak pernah
merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Pasien tidak pernah
memperhatikan apakah garam yang dikonsumsinya mengandung Iodium atau
tidak

2.2.6 Riwayat sosial-ekonomi


Pasien adalah seorang nelayan. Sosialisasi di lingkungan pekerjaan
dan rumah tangga baik. Pasien jarang mengikuti kegiatan di masyarakat .

2.3 Pemeriksaan fisik


2.3.1 Keadaan Umum
Kesan sakit : Sakit sedang

6
Kesadaran : Compos mentis
Kesan gizi : Gizi kurang
Keadaan lain : Dyspnoe (-), sianosis (-), ikterik (-), pucat (-)

2.3.2 Data antropometri


Berat badan : 45 kg
Tinggi badan : 170 cm

2.3.3 Tanda vital


Tekanan darah : 130/90 mmHg
Laju nadi : 92x/menit, reguler, isi cukup
Laju nafas : 24x/menit, reguler, tampak sedikit sesak
Suhu : 36,6°C
Saturasi oksigen : 95%

2.3.4 Status generalis


Kepala : Normocephali, rambut (tidak ada/tidak ada )hitam
distribusi merata.

Mata : Konjungtiva anemis, Tidak ada sklera ikterik pada


kedua mata, tampak eksoftalmus Pupil bulat isokor,
diameter 3mm/3mm Terdapat refleks cahaya langung
kedua mata Terdapat Refleks cahaya tidak langsung kedua
mata.

Hidung : Bentuk normal,tidak ada napas cuping hidung tidak ada


sekret, tidak ada deviasi septum,
Mulut : bentuk normal, bibir tidak sianosis, mukosa basah

Leher : terdapat massa di anterior leher setinggi kartilago


krikoid ukuran 4x4x3 cm, konsistensi keras dan
terfiksir. Teraba pembesaran KGB leher kanan
maupun kiri.

7
Telinga :sekret (-), trauma (-), deformitas (-)

Thoraks : Simetris, tidak ada retraksi

 Jantung
Inspeksi : Dinding dada simetris, tidak ada scar, tidak hiperemis,
tidak ada deformitas, iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Tidak ada massa, Iktus kordis teraba di ICS V linea
Midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I/II reguler, tidak ada murmur dan tidak ada gallop

 Paru-paru
Inspeksi : Gerak dinding dada simetris, pola nafas abdomino-
thorakal, tidak ada scar, tidak hiperemis, tidak ada
deformitas, tidak ada spider nevi
Palpasi : Tidak ada massa, Vocal fremitus meningkat dikedua
lapang paru
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, tidak terdengar rhonki , tidak
terdengar wheezing

Abdomen
Inspeksi : Simetris, datar, tidak ada distensi , tidak ada caput
medusae
Auskultasi : Bising usus 3x/menit,
Palpasi : Supel, tidak ada nyeri tekan, tidak ada defans muskular,
tidak ada hepatosplenomegali , tidak ada pulsasi
abnormal,turgor kulit baik.

8
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen, tidak ada undulasi,
tidak ada shifting dullness

Genitalia : perempuan dalam.batas.normal.

Kelenjar getah bening


Preaurikuler Dextra : Teraba membesar dengan konsistensi lunak dan
disertai nyeri tekan
Postaurikuler Dextra : Teraba membesar dengan konsistensi lunak dan
disertai nyeri tekan
Superior cervical : Tidak teraba membesar
Submandibula : Tidak teraba membesar
Supraclavicula : Tidak teraba membesar
Axilla : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar

Ekstremitas
Atas : Akral hangat (ada) oedem (tidak ada) deformitas
(tidak ada)

Bawah : Akral hangat (ada) oedem (tidak ada) deformitas


(tidak ada)

Kulit : Tidak sianosis, tidak pucat,tidak ikterik , tidak ada


jejas,tidak hiperemis

2.3.5 Status Neurologi

Kesadaran : Compos mentis (GCS E4M6V5)

9
Tanda rangsang meningeal

Kaku kuduk : negatif

Brudzinki I : negatif

Brudzinki II : negatif

Laseque : negatif

Kernig : negatif

Nervus Kranialis

Nervus Hasil Pemeriksaan


Pemeriksaan
Kranialis Kanan Kiri

NI Tes menghidu
Dalam batas normal

Ukuran pupil Bulat, Bulat,

diameter 3mm diameter 3mm

N II Tajam penglihatan

Lapang pandang
Tidak dilakukan
Buta warna

Funduskopi

Kedudukan bola Kedua bola mata terletak di tengah


N III mata
(ortoforia)
N IV

N VI
Gerak bola mata Tidak ada hambatan gerak bola mata

10
Nistagmus Tidak ada Tidak ada

Diplopia Tidak ada Tidak ada

Refleks cahaya RCL (positif) RCL ( positif )

RCTL ( positif ) RCTL ( positif )

Motorik Motorik dalam batas normal,


NV
Sensorik Pasien tidak merasakan sensasi raba, suhu,
getar, nyeri dan propioseptif

N VII
Normal

N VIII Tes pendengaran Normal

Tes keseimbangan Normal

Pengecapan lidah ⅓

N IX posterior
Normal
NX Refleks menelan

Refleks muntah

N XI Mengangkat bahu
Normal
Menoleh

Pergerakan lidah Normal


N XII
Disartria -

Pemeriksaan Extremitas atas Extremitas bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

11
Atrofi Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Tonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus

Gerakan involunter Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Kekuatan motorik 5555 5555 5555 5555

Refleks fisiologis Bicep & tricep Patella & Achilles

+ + + +

Refleks patologis Babinski Tidak ada Tidak ada

Chaddock Tidak ada Tidak ada

Oppenheim Tidak ada Tidak ada

Gordon Tidak ada Tidak ada

Schaeffer Tidak ada Tidak ada

Pemeriksaan sensorik :

 Ekstremitas atas
o Rangsang Raba : normoestesia/normoestesia.
o Rangsang Nyeri : normoalgesia/normoalgesia.
o Rangsang Suhu : tidak dilakukan.
o Rangsang Getar : tidak dilakukan.
o Proprioseptif : normal.
 Ekstremitas bawah
o Rangsang Raba : hipestesi/hipestesi
o Rangsang Nyeri : hypoanalgesia / hypoanalgesia
o Rangsang Suhu : tidak dilakukan.
o Rangsang Getar : tidak dilakukan.

12
o Proprioseptif : tidak

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 USG
Pasien pernah menjalani pemeriksaan USG pada leher di rumah sakit lain
dengan hasil lesi sistik besar pada tiroid tanpa peningkatan vaskular pada
pemeriksaan color Doppler.

 CT Scan
CT Scan leher menunjukkan adanya massa heterogen jaringan lunak yang
besar, terdefinisi dengan baik, dan sedikit berlobus yang timbul dari lobus
kanan, isthmus, dan bagian dari lobus kiri kelenjar tiroid tanpa kalsifikasi mikro
ataupun makro (Gambar 1). Lesi tampak hypoenhancing, sebagian besar
redaman rendah dan digambarkan dengan baik dari perifer tiroid parenkim
residual dengan normal enhancing (Gambar 2,3). Massa terlihat menginfiltrasi
kumpulan otot dan dataran jaringan lunak subkutan. Di bagian bawah, lesi
meluas ke arah retrosternal menuju ke mediastinum superior (Gambar 4,5).
Beberapa nodus limfatikus servikal terlihat enhancing tingkat II, III, dan IV
secara heterogen (Gambar 6), dengan ukuran paling signifikan 3 × 3,7 cm pada
sisi kiri.
Pada CT Scan dada menunjukkan beberapa subcentimetric, jaringan lunak,
densitas nodular yang tersebar di bidang paru-paru bilateral (Gambar 7, 8),
dengan beberapa menunjukkan tanda feeding -vessel. pada gambar juga terlihat
bronkiektasis silinder dengan impaksi sumbatan lendir di lobus tengah kanan
dan segmen lobus kiri atas lingular (Gambar 9). Tidak terlihat adanya
limfadenopati mediastinum yang signifikan (Gambar 10). pada gambaran CT
scan abdomen dengan contrast-enhanced tidak terlihat adanya metastasis yang
signifikan.

13
Dalam kasus ini, pasien menunjukkan dispnea yang progresif dan disfagia
saat follow-up. FNAC dari lesi tiroid menunjukkan adanya karsinoma sel
skuamosa.

Gambar 1. Gambaran CT Scan topografik yang menunjukkan adanya opaksitas


jaringan lunak pada regio pretrakeal tanpa adanya kalsifikasi. Jalan napas bagian
atas terlihat paten

Gambar 2. Polos (A) dan setelah kontras (B) CT Scan leher potongan axial di
tingkat tiroid yang menunjukan lesi kistik tiroid. Bagian signifikan dari lobus
kiri kelenjar tiroid (arah panah) terlihat terpisah dari lesi

14
Gambar 3. CECT leher potongan aksial menunjukkan perbedaan densitas
pada kelenjar tiroid.

Gambar 4. Foto CT Scan leher potongan sagital post kontras menunjukkan


lesi kistik tiroid yang enhancing secara heterogen dengan perluasan ke arah
retrosternal. Kolum jalan napas terlihat paten. Sebagian terganggu oleh lesi
tiroid

15
Gambar 5. Foto CECT leher potongan koronal menunjukkan lesi massa kistik
tiroid yang kompleks dengan metastasis nodus limfatikus (arah panah)

Gambar 6. Foto potongan aksial Post Kontras menunjukan nodus limfatikus leher
yang enhancing secara heterogen (anak panah) dengan redaman rendah pada area
yang berbeda

16
Gambar 7. Foto CT Scan Thorax potongan Axial window paru menunjukkan
nodul dengan gambaran bercak multipel ground-glass dan densitas jaringan lunak
(anak panah)

 Anjuran pemeriksaan penunjang :


o pemeriksaan FNAB/BAJAH
o pemeriksaan laboratorium : kadar T3 dan T4, HTG (Human Thyroglobulin)

Gambar 8. Foto CT Scan paru potongan axial menunjukkan penyebaran


metastasis multipel pada nodul

17
Gambar 9. Foto CT Scan Thorax potongan sagital dan aksial pada window pulmo
yang menunjukkan bronkiektasis silinder pada lobus tengah kanan dan segmen
lobus atas kiri linguar

Gambar 10. Foto CT Thorax dan abdomen potongan koronal reformatted di pada

18
tingkat jantung dan bifurkatio trakea menunjukkan tidak ada limfadenopati
mediastinum

1.5 Diagnosis kerja


Karsinoma sel skuamosa tiroid

1.6 Diagnosis banding


Limfadenitis
Karsinoma nasofaring
1.7 Tatalaksana
 Konsul ke Spesialis Bedah Onkologi untuk dilakukan tindakan
tiroidektomi total dan diseksi KGB.
 Kemoterapi dan radiasi

1.8 Prognosis
Ad vitam : malam
Ad functionam : malam
Ad sanationam : malam

19
RESUME

Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Budhi Asih, Jakarta Timur pada hari
Kamis, 21 Febuari 2019 pukul 13.00 dengan keluhan ada benjolan pada leher
sekitar 3 bulan SMRS. Pasien juga merasa sulit menelan, sesak saat bernafas, dan
suara sedikit serak. Pasien juga merasa bahwa berat badannya menurun 10 kg
selama 6 bulan terakhir. Pasien memiliki riwayat penyakit goiter 10 tahun yang
lalu

Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Kamis, 21 Februari 2019 pukul


13.10 dan dipatkan hasil tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi 92x/menit, Laju
napas 24x/menit, suhu 36,6, saturasi oksigen 95%. Pada leher teraba massa di
anterior leher setinggi kartilago krikoid ukuran 4x4x3 cm, konsistensi keras dan
terfiksir. Mata pasien terlihat eksoftalmus. Teraba pembesaran dengan konsistensi
lunak dan disertai nyeri tekan pada kelenjar getah bening preaurikular dan
postaurikuler dextra. Pada palpasi paru didapatkan bahwa vocal fremitus pasien
meningkat di kedua lapang paru

Pada pemeriksaan USG terlihat adanya lesi kistik besar yang tidak disertai
dengan peningkatan vaskular. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan massa
heterogen jaringan lunak yang besar, batas tegas, sedikit berlobus yang timbil dari
lobus kanan, isthmus, hingga ke bagian kiri kelanjar tiroid tanpa disertai adanya
kalsifikasi

20
BAB III
PEMBAHASAN

Karsinoma tiroid merupakan keganasan endokrin yang paling sering


terjadi dan menempati peringkat ketujuh kanker yang paing sering menyerang
wanita. Pada umumnya, keganasan ini timbul dari jaringan tiroid normal dan
secara histologi dibagi menjadi tipe papiler, folikuler, dan meduler.1 Karsinoma
sel skuamosa primer pada tiroid merupakan penyakit keganasan sporadik
dikarenakan tiroid yang sedikit mengandung sel skuamosa. Penyakit ini juga
seringkali berakibat fatal. Sedikit dari 100 kasus telah dilaporkan dalam literatur;2
merepresentasikan kurang dari 1% dari keseluruhan karsinoma pada kelenjar
tiroid.3,4 Angka harapan hidup pasca diagnosis biasanya tidak lebih dari 6 bulan.
Pada kasus ini, juga terdapat kompresi pada trakeal yang progresif.
Karsinoma sel skuamosa primer biasanya mengenai pasien berusia lanjut
yaitu antara dekade usia ke-5 dan 6 dan biasanya berhubungan dengan riwayat
goiter. Pada kasus tertentu, pasien mengalami adanya massa pada leher yang
membesar secara cepat dengan infiltrasi lokal, diikui oleh gejala kompresi pada
struktur leher yang sejajar, seperti dispnea dan suara serak.3 Metastasis dari
karsinoma sel skuamosa primer sering terjadi, terutama ke kelenjar getah bening
di servika (35%), juga dapat bermetastasis ke paru-paru, tulang, hepar, ginjal, dan
jantung.4
Meskipun pemeriksaan imaging dengan CT (computed tomography) lebih
dianjurkan, baik CT maupun MRI berguna dalam penilaian karakterisasi dari
pembengkakan tiroid karena juga dapat menilai delineasi dan diferensiasi massa
dari massa leher yang posisinya berdampingan dan dapat menilai regio
laringotrakeal yang sejajar hingga melihat perpindahan, penyempitan luminal,
pergeseran vaskular dan invasi. Evaluasi juga seharusnya menilai adanya
kalsifikasi, pembentukan kista, nekrosis, perdarahan, menetapkan batas lesi, dan
perluasan ke ekstrakelenjar. Pemeriksaan CT pada dada, abdomen, dan pelvis
dapat membantu menyingkirkan kemungkinan sumber utama untuk karsinoma sel
skuamosa sekunder pada kelenjar tiroid.5

21
Karsinoma sel skuamosa berasal dari etiologi yang masih belum bisa
dipastikan, dimana tiroid pada umumnya jarang mengandung epitel skuamosa.
Terdapat tida teori yang dapat menjelaskan patofisiologi. Pertama, postulat teori
embryonic nest yaitu bahwa sel skuamosa berasal dari sisa duktus tiroglosus atau
epitel timus.4,6 Kedua, teori metaplasa yang mengatakan bahwa keberadaan sel-sel
ini akibat dari rangsangan lingkungan (inflamasi dan tiroiditis Hashimoto).7
Ketiga, teori diferensiasi yaitu bahwal karsinoma tiroid tipe papiler, folikuler,
medular, dan anaplastik berdediferensiasi menjadi karsinoma sel skuamosa.8
Cho et al melakukan penelitian sistematik dengan data partisipan
individual secara meta analisis mengenai karsinoma sel skuamosa tiroid. Pada
meta analisis terhadap 89 pasien, karsinoma sel skuamosa menyerang pada usia
rata-rata 63 tahun (rentang usia 24-90 tahun) dengan kecenderungan pada jenis
kelamin wanita dan keluhan massa leher di sebelah anterior merupakan keluhan
yang paling sering. Sitologi dengan aspirasi jarum halus (FNAC) dapat
mendiagnosis secara akurat pada kurang dari sepertiga jumlah pasien (seperti pada
kasus ini) dengan sebagian sisanya tidak dapat terdiagnosis atau memberikan
diagnosis karsinoma tiroid papiler sebagai diagnosis palsu. Reseksi bedah secara
total pada tumor merupakan satu-satunya faktor prognostig signifikan pada
analisis multivariat, dan keuntungan dari terapi adjuvan belum dapat ditentukan.
Dengan kata lain, prognosis dari kebanyakan pasien ini adalah buruk (hanya 20%
dalam 3 tahun).9
Karsinoma tiroid anaplastik, carcinoma showing thymus-like elements
(CASTLE) pada kelenjar tiroid dan metastasis dari organ yang sejajar merupakan
diagnosis banding yang dapat dipikirkan dalam mendiagnosis karsinoma sel
skuamosa tiroid.3

22
BAB IV
KESIMPULAN

Karsinoma sel skuamosa tiroid merupakan bentuk neoplasma yang


termasuk jarang, bersifat agresif, dan sangat berpotensi menyebabkan kematian.
Meskipun karsinoma sel skuamosa tiroid mungkin timbul bersamaan dengan
karsinoma tiroid papiler dan anaplastik, karsinoma sel skuamosa tiroid murni,
yang terjadi sendiri tanpa tumor lainnya, sangatlah jarang. Pemeriksaan dengan
Computed Tomography (CT) memiliki peran penting dalam mendeteksi dan
menentukan karakter lesi, invasi ke ekstratiroid, dan metastasis.

23
DAFTAR PUSTAKA

2.5 Kuczmarska A, Patel MD, Mehta N. Primary squamous cell carcinoma of the
thyroid. J Cancer Biol Res. 2014; 2(2):1051.
2.6 Shenoy VS, Rao RA, Kamath PM, et al. Primary squamous cell carcinoma of
thyroid – a rare malignant goitre. Indian J Surg Oncol. 2016 Dec;7(4):467-
469.
2.7 K, Anastasiadis I, Panteli N, et al. Primary squamous cell carcinoma of the
thyroid gland. Journal of Surgical Case Reports. 2014;12:1–3. doi:
10.1093/jscr/rju133.
2.8 Wygoda A, Rutkowski T, Szcześniak-Kłusek B, et al, Primary squamous-cell
thyroid carcinoma – a successful treatment with five-year follow-up.
Endokrynol Pol. 2017;68 (5): 592–596.
2.9 Syed MI, Stewart M, Syed S, Dahill S, et al. Squamous cell carcinoma of the
thyroid gland: primary or secondary disease? The Journal of Laryngology &
Otology. 2011; 125:3–9.
2.10Goldberg HM, Harrey P. Squamous cell cysts of the thyroid with special
reference to the etiology of squamous epithelium in the human thyroid. Br J
Surg. 1956; 43:565–9.
2.11Chaudhary RK, Barnes EL, Myers EN. Squamous cell carcinoma arising in
Hashimoto’s thyroiditis. Head Neck. 1994;16: 582–585.
2.12Kebapci N, Efe B, Kabukcuoglu S, et al. Diffuse sclerosing variant of
papillary thyroid carcinoma with papillary squamous cell carcinoma. J
Endocr Invest. 2002; 25:730–734.
2.13Cho JK, Woo SH, Park J, et al. Primary squamous cell carcinomas in the
thyroid gland: an individual participant data meta-analysis. Cancer Med.
2014;3(5):1396-1403.

24

Anda mungkin juga menyukai