KARSINOMA TIROID
Pembimbing:
dr. Ratri Diantri, Sp.Rad
dr. Srie Retno Endah, Sp.Rad
Disusun oleh:
Aulia Maruapey 030.13.032
Bernadetha Mayang 030.13.038
Mutia Aflinta Jayanti 030.13.130
2
KATA PENGANTAR
Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga laporan kasus dengan judul
“Karsinoma Tiroid” dapat selesai. Laporan kasus ini adalah salah satu syarat
dalam proses mengikuti ujian akhir dalam kepanitraan klinik di bagian Ilmu
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. dr Srie Retno E. Sp.Rad
dan dr Ratri Sp.Rad selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun selama
pembuatan laporan kasus ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini tidak luput dari kekurangan
dan masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis memohon maaf kepada para
pembaca atas kekurangan yang ada. Atas semua keterbatasan yang dimiliki, maka
semua kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan lapang hati agar
ke depannya menjadi lebih baik.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
keluarga dan para sahabat yang tidak pernah letih memberikan dukungan serta
dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik
mungkin. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, para
pembaca, dan masyarakat umum.
3
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1858, von Karst melaporkan kasus pertama kali karsinoma sel
skuamosa (KSS) pada tiroid. Kasus ini sangat jarang dengan frekuensi sekitar 1%.
Sulit sekali mendiagnosis KSS tiroid pada stadium awal. Kekambuhan lokal
sering terjadi setelah dilakukan operasi (reseksi). Angka kesintasan hidup
postoperasi sekitar 3–12 bulan. Kejadian KSS tiroid dalam 25 tahun hanya
sebanyak 10 pasien dan hanya 50 kasus yang dilaporkan dalam literatur di dunia.
KSS tiroid biasanya terjadi pada usia 50-70 tahun dan frekuensi pada wanita lebih
banyak dari pria dengan rasio 2 : 1. Menurut Warrant dan Meisser, KSS tiroid
biasanya didahului dengan riwayat goiter sebelumnya. 10,11
4
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien.
Lokasi : Poli THT RSUD Budhi Asih
Tanggal periksa : 21 Februari 2019 (13.00 WIB)
Keluhan utama : Terdapat benjolan pada leher sebelah depan sejak 3
bulan lalu dan dirasa semakin membesar.
5
2.2.2 Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat goiter 10 tahun yang lalu. Pasien tidak pernah
kontrol ke dokter Riwayat trauma ataupun operasi sebelumnya daerah leher
disangkal. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi, stroke, keganasan,
penyakit jantung, penyakit paru disangkal.
6
Kesadaran : Compos mentis
Kesan gizi : Gizi kurang
Keadaan lain : Dyspnoe (-), sianosis (-), ikterik (-), pucat (-)
7
Telinga :sekret (-), trauma (-), deformitas (-)
Jantung
Inspeksi : Dinding dada simetris, tidak ada scar, tidak hiperemis,
tidak ada deformitas, iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Tidak ada massa, Iktus kordis teraba di ICS V linea
Midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I/II reguler, tidak ada murmur dan tidak ada gallop
Paru-paru
Inspeksi : Gerak dinding dada simetris, pola nafas abdomino-
thorakal, tidak ada scar, tidak hiperemis, tidak ada
deformitas, tidak ada spider nevi
Palpasi : Tidak ada massa, Vocal fremitus meningkat dikedua
lapang paru
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, tidak terdengar rhonki , tidak
terdengar wheezing
Abdomen
Inspeksi : Simetris, datar, tidak ada distensi , tidak ada caput
medusae
Auskultasi : Bising usus 3x/menit,
Palpasi : Supel, tidak ada nyeri tekan, tidak ada defans muskular,
tidak ada hepatosplenomegali , tidak ada pulsasi
abnormal,turgor kulit baik.
8
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen, tidak ada undulasi,
tidak ada shifting dullness
Ekstremitas
Atas : Akral hangat (ada) oedem (tidak ada) deformitas
(tidak ada)
9
Tanda rangsang meningeal
Brudzinki I : negatif
Brudzinki II : negatif
Laseque : negatif
Kernig : negatif
Nervus Kranialis
NI Tes menghidu
Dalam batas normal
N II Tajam penglihatan
Lapang pandang
Tidak dilakukan
Buta warna
Funduskopi
N VI
Gerak bola mata Tidak ada hambatan gerak bola mata
10
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
N VII
Normal
Pengecapan lidah ⅓
N IX posterior
Normal
NX Refleks menelan
Refleks muntah
N XI Mengangkat bahu
Normal
Menoleh
11
Atrofi Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Gerakan involunter Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
+ + + +
Pemeriksaan sensorik :
Ekstremitas atas
o Rangsang Raba : normoestesia/normoestesia.
o Rangsang Nyeri : normoalgesia/normoalgesia.
o Rangsang Suhu : tidak dilakukan.
o Rangsang Getar : tidak dilakukan.
o Proprioseptif : normal.
Ekstremitas bawah
o Rangsang Raba : hipestesi/hipestesi
o Rangsang Nyeri : hypoanalgesia / hypoanalgesia
o Rangsang Suhu : tidak dilakukan.
o Rangsang Getar : tidak dilakukan.
12
o Proprioseptif : tidak
CT Scan
CT Scan leher menunjukkan adanya massa heterogen jaringan lunak yang
besar, terdefinisi dengan baik, dan sedikit berlobus yang timbul dari lobus
kanan, isthmus, dan bagian dari lobus kiri kelenjar tiroid tanpa kalsifikasi mikro
ataupun makro (Gambar 1). Lesi tampak hypoenhancing, sebagian besar
redaman rendah dan digambarkan dengan baik dari perifer tiroid parenkim
residual dengan normal enhancing (Gambar 2,3). Massa terlihat menginfiltrasi
kumpulan otot dan dataran jaringan lunak subkutan. Di bagian bawah, lesi
meluas ke arah retrosternal menuju ke mediastinum superior (Gambar 4,5).
Beberapa nodus limfatikus servikal terlihat enhancing tingkat II, III, dan IV
secara heterogen (Gambar 6), dengan ukuran paling signifikan 3 × 3,7 cm pada
sisi kiri.
Pada CT Scan dada menunjukkan beberapa subcentimetric, jaringan lunak,
densitas nodular yang tersebar di bidang paru-paru bilateral (Gambar 7, 8),
dengan beberapa menunjukkan tanda feeding -vessel. pada gambar juga terlihat
bronkiektasis silinder dengan impaksi sumbatan lendir di lobus tengah kanan
dan segmen lobus kiri atas lingular (Gambar 9). Tidak terlihat adanya
limfadenopati mediastinum yang signifikan (Gambar 10). pada gambaran CT
scan abdomen dengan contrast-enhanced tidak terlihat adanya metastasis yang
signifikan.
13
Dalam kasus ini, pasien menunjukkan dispnea yang progresif dan disfagia
saat follow-up. FNAC dari lesi tiroid menunjukkan adanya karsinoma sel
skuamosa.
Gambar 2. Polos (A) dan setelah kontras (B) CT Scan leher potongan axial di
tingkat tiroid yang menunjukan lesi kistik tiroid. Bagian signifikan dari lobus
kiri kelenjar tiroid (arah panah) terlihat terpisah dari lesi
14
Gambar 3. CECT leher potongan aksial menunjukkan perbedaan densitas
pada kelenjar tiroid.
15
Gambar 5. Foto CECT leher potongan koronal menunjukkan lesi massa kistik
tiroid yang kompleks dengan metastasis nodus limfatikus (arah panah)
Gambar 6. Foto potongan aksial Post Kontras menunjukan nodus limfatikus leher
yang enhancing secara heterogen (anak panah) dengan redaman rendah pada area
yang berbeda
16
Gambar 7. Foto CT Scan Thorax potongan Axial window paru menunjukkan
nodul dengan gambaran bercak multipel ground-glass dan densitas jaringan lunak
(anak panah)
17
Gambar 9. Foto CT Scan Thorax potongan sagital dan aksial pada window pulmo
yang menunjukkan bronkiektasis silinder pada lobus tengah kanan dan segmen
lobus atas kiri linguar
Gambar 10. Foto CT Thorax dan abdomen potongan koronal reformatted di pada
18
tingkat jantung dan bifurkatio trakea menunjukkan tidak ada limfadenopati
mediastinum
1.8 Prognosis
Ad vitam : malam
Ad functionam : malam
Ad sanationam : malam
19
RESUME
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Budhi Asih, Jakarta Timur pada hari
Kamis, 21 Febuari 2019 pukul 13.00 dengan keluhan ada benjolan pada leher
sekitar 3 bulan SMRS. Pasien juga merasa sulit menelan, sesak saat bernafas, dan
suara sedikit serak. Pasien juga merasa bahwa berat badannya menurun 10 kg
selama 6 bulan terakhir. Pasien memiliki riwayat penyakit goiter 10 tahun yang
lalu
Pada pemeriksaan USG terlihat adanya lesi kistik besar yang tidak disertai
dengan peningkatan vaskular. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan massa
heterogen jaringan lunak yang besar, batas tegas, sedikit berlobus yang timbil dari
lobus kanan, isthmus, hingga ke bagian kiri kelanjar tiroid tanpa disertai adanya
kalsifikasi
20
BAB III
PEMBAHASAN
21
Karsinoma sel skuamosa berasal dari etiologi yang masih belum bisa
dipastikan, dimana tiroid pada umumnya jarang mengandung epitel skuamosa.
Terdapat tida teori yang dapat menjelaskan patofisiologi. Pertama, postulat teori
embryonic nest yaitu bahwa sel skuamosa berasal dari sisa duktus tiroglosus atau
epitel timus.4,6 Kedua, teori metaplasa yang mengatakan bahwa keberadaan sel-sel
ini akibat dari rangsangan lingkungan (inflamasi dan tiroiditis Hashimoto).7
Ketiga, teori diferensiasi yaitu bahwal karsinoma tiroid tipe papiler, folikuler,
medular, dan anaplastik berdediferensiasi menjadi karsinoma sel skuamosa.8
Cho et al melakukan penelitian sistematik dengan data partisipan
individual secara meta analisis mengenai karsinoma sel skuamosa tiroid. Pada
meta analisis terhadap 89 pasien, karsinoma sel skuamosa menyerang pada usia
rata-rata 63 tahun (rentang usia 24-90 tahun) dengan kecenderungan pada jenis
kelamin wanita dan keluhan massa leher di sebelah anterior merupakan keluhan
yang paling sering. Sitologi dengan aspirasi jarum halus (FNAC) dapat
mendiagnosis secara akurat pada kurang dari sepertiga jumlah pasien (seperti pada
kasus ini) dengan sebagian sisanya tidak dapat terdiagnosis atau memberikan
diagnosis karsinoma tiroid papiler sebagai diagnosis palsu. Reseksi bedah secara
total pada tumor merupakan satu-satunya faktor prognostig signifikan pada
analisis multivariat, dan keuntungan dari terapi adjuvan belum dapat ditentukan.
Dengan kata lain, prognosis dari kebanyakan pasien ini adalah buruk (hanya 20%
dalam 3 tahun).9
Karsinoma tiroid anaplastik, carcinoma showing thymus-like elements
(CASTLE) pada kelenjar tiroid dan metastasis dari organ yang sejajar merupakan
diagnosis banding yang dapat dipikirkan dalam mendiagnosis karsinoma sel
skuamosa tiroid.3
22
BAB IV
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
2.5 Kuczmarska A, Patel MD, Mehta N. Primary squamous cell carcinoma of the
thyroid. J Cancer Biol Res. 2014; 2(2):1051.
2.6 Shenoy VS, Rao RA, Kamath PM, et al. Primary squamous cell carcinoma of
thyroid – a rare malignant goitre. Indian J Surg Oncol. 2016 Dec;7(4):467-
469.
2.7 K, Anastasiadis I, Panteli N, et al. Primary squamous cell carcinoma of the
thyroid gland. Journal of Surgical Case Reports. 2014;12:1–3. doi:
10.1093/jscr/rju133.
2.8 Wygoda A, Rutkowski T, Szcześniak-Kłusek B, et al, Primary squamous-cell
thyroid carcinoma – a successful treatment with five-year follow-up.
Endokrynol Pol. 2017;68 (5): 592–596.
2.9 Syed MI, Stewart M, Syed S, Dahill S, et al. Squamous cell carcinoma of the
thyroid gland: primary or secondary disease? The Journal of Laryngology &
Otology. 2011; 125:3–9.
2.10Goldberg HM, Harrey P. Squamous cell cysts of the thyroid with special
reference to the etiology of squamous epithelium in the human thyroid. Br J
Surg. 1956; 43:565–9.
2.11Chaudhary RK, Barnes EL, Myers EN. Squamous cell carcinoma arising in
Hashimoto’s thyroiditis. Head Neck. 1994;16: 582–585.
2.12Kebapci N, Efe B, Kabukcuoglu S, et al. Diffuse sclerosing variant of
papillary thyroid carcinoma with papillary squamous cell carcinoma. J
Endocr Invest. 2002; 25:730–734.
2.13Cho JK, Woo SH, Park J, et al. Primary squamous cell carcinomas in the
thyroid gland: an individual participant data meta-analysis. Cancer Med.
2014;3(5):1396-1403.
24