Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

PENGELOLAAN POST CARDIAC ARREST

(ROSC)

Pembimbing :

Disusun oleh :
Fadli Ardiansyah 030.11.093

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI


PERIODE APRIL 2019 –MEI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

i
LEMBAR PENGESAHAN

Referat

“POST CARDIAC ARREST”

(ROSC)

Penyusun:
Fadli Ardiansyah 030.11. 093

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Anestesi di Fakultas Kedokteran Trisakti
Periode April – Mei 2019

Jakarta, Mei 2019

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala nikmat
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul “Post Cardiac Arrest
(ROSC)” Adapun penulisan referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu
tugas kepaniteraan Ilmu Anestesi di Fakultas Kedokteran Trisakti. Penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada , selaku pembimbing yang
telah membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan referat ini. Ucapan terima
kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan sesama koasisten Anestesi di Fakultas
Kedokteran Trisakti dan semua pihak yang turut serta berperan memberikan doa, semangat
dan membantu kelancaran dalam proses penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari
kata sempurna. Pada kesempatan ini, penulis memohon maaf kepada para pembaca.
Masukan, kritik, dan saran akan penulis jadikan bahan pertimbangan agar penelitian
kedepannya menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Semarang, Mei 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
HALAMAN KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 2
2.1 Anatomi dan Fisiologi ...................................................................................... 2
2.2 Cardiac Arrest .................................................................................................. 5
2.3 RJP ................................................................................................................... 7
2.4 ROSC ............................................................................................................... 8
2.5 Masalah pada ROSC ........................................................................................ 8
2.6 Pengelolaan ROSC ........................................................................................... 9
BAB III KESIMPULAN................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 14

iv
PENDAHULUAN

Henti jantung menjadi penyebab utama kematian di beberapa negara. Terjadi


baik di luar rumah sakit maupun di dalam rumah sakit. Diperkirakan sekitar 350.000
orang meninggal per tahunnya akibat henti jantung di Amerika dan Kanada.
Perkiraan ini tidak termasuk mereka yang diperkirakan meninggal akibat henti
jantung dan tidak sempat diresusitasi. Walaupun usaha untuk melakukan resusitasi
tidak selalu berhasil, lebih banyak nyawa yang hilang akibat tidak dilakukannya
resusitasi.1
Henti jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung berhenti bekerja
sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan pompa jantung dan sikulasi darah ke
seluruh tubuh. Henti jantung merupakan suatu kegawatdaruratan yang
membutuhkan penanganan segera agar tidak berlanjut menjadi kematian biologis.
Henti jantung dapat disebabkan oleh banyak hal diantara nya karena kelainan pada
jantung itu sendiri seperti penyakit jantung koroner, ventrikel fibrilasi, kelainan
vascular, trauma dada dan penyebab lainnya. Henti jantung biasanya terjadi
beberapa menit setelah henti nafas, umumnya walaupun kegagalan pernapasan
telah terjadi, denyut jantung dan pembuluh darah masih dapat berlangsung terus
sampai 30 menit.2
Dari semua kejadian serangan jantung, 80% serangan jantung terjadi
di rumah, sehingga setiap orang seharusnya dapat melakukan resusitasi jantung
paru (RJP) atau cardiopulmonary resuscitation untuk dapat memberikan
pertolongan hidup dasar. Menurut American Heart Association bahwa rantai
kehidupan mempunyai hubungan erat dengan tindakan resusitasi jantung paru,
karena bagi penderita yang terkena serangan jantung, dengan diberikan RJP
segera maka akan mempunyai kesempatan yang amat besar untuk dapat hidup
kembali.3 Namun pada beberapa keadaan tindakan resusitasi tidak efektif antara
lain pada keadaan henti jantung yang telah berlangsung lebih dari 5 menit karena
telah terjadi kerusakan otak yang permanen.4
.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Anatomi dan Fisiologis Jantung


Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung
dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri
serta ventrikel kanan dan kiri. Jantung memiliki bentuk jantung cenderung
berkerucut tumpul. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal
kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit
lebih besar dari kepalan tangan pemiliknya. Setiap harinya jantung berdetak
100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau
setara dengan 7.571 liter darah.2

Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada,
bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus
xiphoideus, terlindungi oleh tulang rusuk. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi
cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi
kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari
tepi lateral sternum tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis
costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang
intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis.

Gambar 1. Anatomi rongga dada

Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan
sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan
ventrikel dikenal dengan bilik. Keempat rongga tersebut terbagi menjadi 2 bagian,
yaitu bagian kanan dan kiri yang dipisahkan oleh dinding otot yang dikenal dengan

2
istilah septum. Sesuai dengan etimologis, jantung pada dunia medis memiliki istilah
cardio yang berasal dari bahasa latin cor (Snell, 2006). Dimana cor dalam bahasa
latin memiliki arti : sebuah rongga. Sebagaimana bentuk dari jantung yang memiliki
rongga berotot yang memompa darah lewat pembuluh darah dalam kontraksi
berirama yang berulang dan berkonsistensi. Pun, dalam kedokteran istilah cardiac
memiliki makna segala sesuatu yang berhubungan dengan jantung. Dalam bahasa
Yunani, cardia sendiri digunakan untuk istilah jantung.3

Gambar 2. Anatomi jantung

1. Pericardium Perikardium merupakan semancam kantung dengan 2 lapisan


yang mengelilingi jantung. Lapisan serosa yang dalam (perikardium viseralis)
menempel ke bagian luar dinding jantung dipisahkan dari pericard parietalis
oleh lapisan tipis cairan pericardium (Snell, 2006).
2. Katup Jantung Ada 4 tipe katup jantung yang mengatur aliran darah dalam
jantung, yaitu:
 Katup trikuspid: mengatur aliran darah antara atrium kanan dan ventrikel
kanan
 Katup pulmonalis mengontrol aliran darah dari ventrikel kanan ke arteri

3
pulmonalis, yang membawa darah ke paru untuk mengambil oksigen
 Katup mitral membiarkan darah kaya oksigen dari paru yang masuk ke
atrium kiri untuk menuju ventrikel kiri
 Katup aorta memberikan jalan bagi darah yang kaya oksigen dari ventrikel
kiri ke aorta, arteri terbesar tubuh yang nantinya akan dikirim ke seluruh
tubuh Katup trikuspid dan katup mitral dihubungkan oleh chorda tendinae ke
papillary muscle. Hal ini mencegah regurgutasi saat ventikel kontraksi (Snell,
2006).
3. Sistem Konduksi

Gambar 3 Sistem konduksi jantung

Impuls elektris dari otot jantung (myocardium) menyebabkan jantung


berkontraksi. Sinyal elektrik ini dimulai di nodus SA, lokasinya pada puncak
atrium kanan. Nodus SA sering disebut ‘pacu jantung alami’. Katika impuls
elektris dilepaskan dari pacu jantung alami, antrium berkontraksi. Sinyal
kemudian diteruskan ke nodus AV. Nodus AV kemudian mengirimkan sinyal
ke serat-serat otot ventrikel, menyebabkan kontraksi ventrikel. Nodus SA
mengirimkan impuls elektrik dengan laju tertentu, tapi frekuensi detak
jantung masih dapat berubah tergantung pada kebutuhan fisik, stress atau
faktor hormonal.2

4
1.2. Cardiac Arrest
Henti Jantung (Cardiac Arrest) adalah suatu keadaan dimana jantung berhenti
sehingga tidak dapat memompakan darah ke seluruh tubuh. Henti jantung primer
ialah ketidaksanggupan curah jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak
dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal, kalau dilakukan
tindakan yang tepat atau akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti
jantung terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis tentu tidak termasuk henti
jantung.1
a. Etiologi dan Patofisiologi
Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau
takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol
(+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektromekanik (+5%). Dua jenis henti
jantung yang terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat gangguan
pacemaker jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas
jantung menghilang. Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak
teraba (karotis femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat
sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak
bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar.3
Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar
hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi
melebih 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri
rusak menetap, walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut
kembali(Alkatiri, 2007; Latief, 2007). Henti jantung kebanyakan dialami
oleh orang yang telah mempunyai penyakit jantung sebelumnya.
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang
mendasarinya. Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah
sama. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti.
Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ
tubuh. Organorgan tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya
suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke
otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas
normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani
dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit
(Sudden cardiac death). Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari

5
masing2 etiologi yang mendasari terjadinya cardiac arrest:4
1. Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner menyebabkan
Infark miokard atau yang umumnya dikenal sebagai serangan jantung.
Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari cardiac arrest.
Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen ke
otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah
materia(plak) yang terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin
meningkat ukuran plak, semakin buruk sirkulasi ke jantung. Pada
akhirnya, otot-otot jantung tidak lagi memperoleh suplai oksigen yang
mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark.
Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi
jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi
langsung dari jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac
arrest.
2. Stress Fisik Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi
jantung gagal berfungsi, diantaranya (Torpy, 2006)
 perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam
 sengatan listrik
 kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun
serangan asma yang berat
 Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah
 Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien
yang memiliki gangguan jantung
 Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal
reflex akibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.
3. Kelainan Bawaan Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan
dalam keluarga. Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak
mereka. Anggota keluarga ini mungkin memiliki peningkatan resiko
terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir dengan defek di jantung
mereka yang dapat mengganggu bentuk(struktur) jantung dan dapat
meningkatkan kemungkinan terkena SCA.
4. Perubahan Struktur Jantung Perubahan struktur jantung akibat penyakit
katup atau otot jantung dapat menyebabkan perubahan dari ukuran atau
struktur yang pada akhirnrya dapat mengganggu impuls listrik.

6
Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung akibat tekanan
darah tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga dapat
menyebabkan perubahan struktur dari jantung.
5. Obat-obatan Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium
channel blocker, kokain, digoxin, aspirin, asetominophen dapat
menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi yang ditemukan pada
pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau teman
pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak adanya
interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium
toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis.
6. Tamponade Jantung Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat
mendesak jantung sehingga tidak mampu untuk berdetak, mencegah
sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan kematian.
7. Tension Pneumothorax Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke
salah satu cavum pleura. Udara akan terus masuk akibat perbedaan
tekanan antara udara luar dan tekanan dalam paru. Hal ini akan
menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi,
jantung akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava
superior) tertekan, sehingga membatasi aliran balik ke jantung.
b. Diagnosis
Serangan jantung biasanya didiagnosa secara klinis dengan tidak
adanya pulsasi terutama pada arteri karotis . Dalam kebanyakan kasus
pulsasi karotis adalah standar untuk mendiagnosis serangan jantung, tetapi
kurangnya pulsasi (khususnya di pulsasi perifer) mungkin diakibatkan oleh
kondisi lain (misalnya shock).2
1.3. RJP
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR)
adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan
henti nafas atau henti jantung (kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah
kematian biologis. Kematian klinis ditandai dengan hilangnya nadi arteri carotis
dan arteri femoralis, terhentinya denyut jantung dan pembuluh darah atau
pernafasan dan terjadinya penurunan atau kehilangan kesadaran. Kematian biologis
dimana kerusakan otak tak dapat diperbaiki lagi, dapat terjadi dalam 4 menit setelah
kematian klinis. Oleh Karena itu, berhasil atau tidaknya tindakan RJP tergantung

7
cepatnya dilakukan tindakan dan tepatnya teknik yang dilakukan.

1.4. ROSC

Tujuan utama dari resusitasi pasien henti jantung menggunakan langkah-


langkah bantuan hidup dasar dan lanjutan adalah untuk mencapai hasil sirkulasi
spontan (ROSC). Meski berbagai kemajuan dalam ilmu resusitasi, persentase
keseluruhan pasien yang mencapai ROSC (di tempat kejadian atau di departemen
darurat rumah sakit) dan akhirnya keluar dari rumah sakit hidup masih rendah.5
Perawatan setelah kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) dapat meningkatkan
kemungkinan kelangsungan hidup pasien dengan kualitas hidup yang baik.
Sebagian didasarkan pada publikasi hasil uji klinis terkontrol acak serta deskripsi
sindrom henti jantung.6 Meskipun demikian, angka kematian pada pasian post-
cardiac arrest yang keluar dari rumah sakit masih cukup tinggi (7.2%-11%).7
Adanya kegagalan Organ multipel dampak dari cardiac Arrest menyebabkan
sistem organ tidak dapat bekerja secara spontan, hal ini dapat berujung pada
kematian pada individu.8
1.5. Masalah pada ROSC
Tingginya angka kematian pasien yang awalnya tercapai ROSC post cardiac
arrest dapat dikaitkan dengan proses patofisiologis yang melibatkan multiorgan.
Meskipun iskemia seluruh tubuh yang berkepanjangan pada awalnya menyebabkan
cedera jaringan dan organ global, kerusakan tambahan terjadi selama dan setelah
re-perfusi. Fitur unik dari patofisiologi pasca henti jantung sering dihubungkan
pada penyakit atau cedera yang menyebabkan henti jantung, juga sebagai
komorbiditas yang mendasarinya. Terapi yang fokus pada organ individu dapat
membahayakan sistem organ yang terluka lainnya.
Empat komponen kunci dari sindrom henti jantung adalah cedera otak pasca
henti jantung, disfungsi miokard henti henti jantung, respons iskemia / reperfusi
sistemik, dan patologi bekuan yang persisten. Tingkat keparahan gangguan ini
setelah ROSC tidak seragam dan akan berbeda pada setiap pasien berdasarkan
tingkat keparahan akibat iskemik, penyebab henti jantung, dan kondisi kesehatan
pasien pre-arrest. Jika ROSC tercapai dengan cepat setelah onset cardiac arrest,
maka sindrom post cardiac arrest dapat dicegah.9

8
1.6. Pengelolaan pada ROSC

Tujuan awal dari perawatan henti jantung adalah untuk:6


o Mengoptimalkan fungsi kardiopulmoner dan perfusi organ vital.
o Setelah henti jantung di luar rumah sakit, bawa pasien ke tempat yang tepat,
rumah sakit dengan perawatan henti jantung komprehensif dengan sistem
perawatan yang mencakup intervensi koroner akut, perawatan neurologis,
perawatan kritis, dan hipotermia.
o Pindahkan pasien rawat inap di rumah sakit ke rumah sakit unit perawatan kritis
yang tepat yang mampu menyediakan layanan komprehensif perawatan henti
jantung.
o Identifikasi dan obati penyebab cardiac arrest dan cegah terjadinya cardiac
arrest berulang.
Tujuan selanjutnya dari perawatan henti jantung adalah untuk
o Kontrol suhu tubuh untuk mengoptimalkan kelangsungan hidup dan neurologis
pemulihan
o Mengidentifikasi dan mengobati sindrom koroner akut (ACS)
o mengoptimalkan ventilasi mekanis untuk meminimalkan cedera paru-paru
o Mengurangi risiko cedera multiorgan dan membantu fungsi organ jika
diperlukan
o Secara obyektif menilai prognosis untuk pemulihan
o membantu pasien dengan layanan rehabilitasi bila diperlukan

a. Oksigenasi
Mempertahankan oksigen agar tetap pada 100% tujuannya untuk menjamin
jaringan tidak dalam keadaan hipoksia, namun kondisi hiperoksia pada tahap awal
reperfusi membahayakan bagi neuron – neuron akibat stress oksidatif yang
berlebihan. Hasil studi perbandingan perbaikan oksigen 94%-96% mendapatkan
outcome yang lebih baik daripada mempertahankan saturasi oksigen 100%.
b. Circulatory Support
Ketidakstabilan haemodinamik seringkali dijumpai pada pasien dengan
ROSC. Manifestasi yang sering tampak pada pasien ini biasanya seperti hipotensi,
dissritmia, dan juga rendahnya indeks cardiac. Pemberian elektrolit dapat dilakukan
untuk memperbaiki haemodinamik pasien dengan ROSC. Lini pertama pertama

9
untuk pengendalian hipotensi dengan menggunakan cairan intravena untuk
memperbaiki tekanan vena sentral dengan hasil 8 – 12 mmHg dalam 24 jam
pertama.10 Apabila target tekanan vena sentral tidak tercapai, maka harus
dipertimbangkan pemberian inotropic dan vasopressor meskipun preload dalam
keadaan optimal. Pasien dengan manifestasi dussritmia tidak terdapat obat – obat
khusus untuk masalah ini, pasien dengan kasus ini perlu dievaluasi untuk
penggunaan pacemaker atau implantable cardioverter-defibrillator.
c. Manajemen Sindrom Koroner Akut
Terapi trombolitik adalah alternatif yang tepat untuk manajemen serangan jantung
infark miokard ST-elevasi.9
d. Terapi Hipotermia
Terapi hipotermia harus menjadi bagian dari standar strategi pengobatan
untuk penderita koma yang selamat dari henti jantung. Dua uji klinis acak dan meta-
analisis menunjukkan peningkatan hasil pada orang dewasa yang tetap koma setelah
resusitasi awal dari gagal jantung ventrikel fibrilasi (VF) di luar rumah sakit dan
yang didinginkan dalam beberapa menit hingga beberapa jam setelah ROSC.10,11,12
Pasien dalam studi ini didinginkan hingga 33 ° C atau kisaran 32 ° C hingga 34 ° C
untuk 12 hingga 24 jam.10
Pendekatan praktis dari terapi hipotermia dapat dilakukan dibagi menjadi 3
fase: induksi, pemeliharaan, dan penghangatan kembali. Induksi dapat dilakukan
dengan mudah dan murah dengan menggunakan ice-cold intravena (saline 0,9%
atau Ringer laktat, 30 mL / kg), atau kompres es yang diletakkan di pangkal paha
dan ketiak dan di sekitar leher dan kepala. Dalam kebanyakan kasus, itu mudah
untuk mendinginkan pasien pada awalnya setelah ROSC, karena suhu biasanya
menurun dalam jam pertama.
Pada fase pemeliharaan, pemantauan suhu yang efektif diperlukan untuk
menghindari fluktuasi suhu yang signifikan. Ini paling baik dicapai dengan
perangkat pendingin eksternal atau internal itu termasuk umpan balik suhu terus
menerus untuk mencapai suhu target.9
Fase penghangatan kembali dapat diatur dengan eksternal atau perangkat
internal yang digunakan untuk pendinginan atau sistem pemanas lainnya. Tingkat
optimal penghangatan kembali tidak diketahui, tetapi saat ini konsensus
memperkirakan untuk menghangatkan kembali sekitar 0,25 ° C hingga 0,5 ° C per
jam.9,13

10
e. Sedasi dan Neuromuscular Block
Jika pasien tidak menunjukkan tanda-tanda kesadaran yang memadai di
dalam 5 sampai 10 menit pertama setelah ROSC, intubasi trakea (jika belum
tercapai), ventilasi mekanis, dan sedasi akan dibutuhkan. Sedasi yang cukup akan
mengurangi konsumsi oksigen, yang selanjutnya dikurangi dengan terapi
hipotermia.
Baik opioid (analgesia) dan hipnotik (misalnya, propofol atau benzodiazepin)
harus digunakan. Selama terapi hipotermia, sedasi optimal dapat mencegah
menggigil dan mencapai suhu target lebih awal. Jika menggigil terjadi meskipun
sedasi dalam, obat penghambat neuromuskuler (sebagai bolus intravena atau infus)
harus digunakan dengan pemantauan sedasi dengan dekat dan defisit neurologis,
seperti kejang.
f. Kontrol Glukosa
Kontrol ketat glukosa darah (4.4 sampai 6.1 mmol/L atau 80 hingga 110 mg/dL)
dengan insulin dapat mengurangi angka mortalitas pada rumah sakit pada pasien
dengan penyakit kritis. Monitoring glukosa darah dapat mempertahankan sistem
saraf sentral dan perifer.

11
12
BAB III
KESIMPULAN

Manajemen pasien henti jantung setelah ROSC kompleks dan membutuhkan


pendekatan multidisiplin. Semua rumah sakit harus menetapkan protokol standar
untuk inisiasi dan manajemen perawatan pasca-ROSC yang dibundel, yang pada
akhirnya mungkin mengarah ke peningkatan hasil terapi pada pasien.

13
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Patil K.D, Harpelin H.R, Becker L.B. Cardiac Arrest: Resuscitation and
Reperfusion. Cir R. 2015:116;2041-2049
2. Zima E. Sudden Cardiac Death and Post Cardiac Arrest Syndrome: An
Overview. The Journal of Critical Care Medicine. 2015:1(4);167-170
3. Ali B. Zafari A.M. Advances in the Acute Management of Cardiac Arrest.
Emergency Medicine Practice. 2008:10(9)
4. Waldmann V, et al. Burden of Coronary Artery Disease as a Cause of
Sudden Cardiac Arrest in the Young. Jour of the American College of
Cardiology. 2019:73(16)
5. Pothiawala S. Post-Resuscitation Care. Singaporean Med Jour.
2017:58(7);404-407
6. Perberdy M.A, et al. Part 9 : Post Cardiac Arrest Care 2010 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Circulation. 2010:122(3);768-86
7. Goto Y, Funada A, Goto Y. Relationship Between the Duration of
Cardiopulmonary Resuscitation and Favorable Neurological Outcomes
After Out-of-Hospital Cardiac Arrest: A Prospective, Nationwide,
Population-Based Cohort Study. Journal of American Heart Association.
2016:002819(5);1-10
8. Carbayo T, et al. Multiple organ failure after spontaneous return of
circulation in cardiac arrest in children. Aneles de Pediatria.2017:87(1);34-
41
9. Robert W, et al. Post Cardiac Arrest Syndrome. Circulation. 2018:118;2452
– 2483
10. Hypothermia After Cardiac Arrest Study Group. Mild therapeutic
hypothermia to improve the neurologic outcome after cardiac arrest
[published correction appears in N Engl J Med. 2002;346:1756]. N Engl J
Med. 2002;346:549 –556
11. Bernard SA, Gray TW, Buist MD, Jones BM, Silvester W, Gutteridge G,
Smith K. Treatment of comatose survivors of out-of-hospital cardiac arrest
with induced hypothermia. N Engl J Med. 2002;346:557–563.
12. Holzer M, Bernard SA, Hachimi-Idrissi S, Roine RO, Sterz F, Müllner M;

14
Collaborative Group on Induced Hypothermia for Neuroprotection After
Cardiac Arrest. Hypothermia for neuroprotection after cardiac arrest:
systematic review and individual patient data meta-analysis. Crit Care Med.
2005;33:414 – 418.
13. Masood Q, et al. Hypotermia in Return Of Spontaneous Circulation
(ROSC):Acute Management Option. SMGroup. 2017

15

Anda mungkin juga menyukai