Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

CEREBRO VASCULAR DISEASE INFARK BERULANG

Penyusun:

Andita Putri Laksmitasari – 030.14.013

Pembimbing:

dr. Dian Cahyani, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RSUD BUDHI ASIH JAKARTA
PERIODE 25 MARET – 29 APRIL 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Cerebro Vascular
Disease Infark Berulang”. Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi syarat kepaniteraan
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universtias Trisakti di RSUD Budhi Asih
Jakarta periode 25 Maret – 29 April 2018.

Melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Dian
Cahyani, Sp. S selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini dan kepada dokter-
dokter pembimbing lainnya yang telah bersedia membimbing penulis selama
kepaniteraan ini. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada para staf medis
di lingkungan RSUD Budhi Asih Jakarta dan teman-teman anggota kepaniteraan klinik
Ilmu Penyakit Saraf yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam referat yang tertulis. Oleh
karena itu penulis meminta maaf sebesarnya dan sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca. Atas perhatian yang diberikan, penulis
mengucapkan terimakasih.

Jakarta, Maret 2019

Andita Putri Laksmitasari

2
LEMBAR PENGESAHAN

Judul:

CEREBRO VASCULAR DISEASE INFARK BERULANG

Disusun untuk memenuhi syarat dalam mengikuti Ujian Akhir

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf

Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta

Periode 25 Maret – 29 April 2019

Disusun oleh:

ANDITA PUTRI LAKSMITASARI

030.14.013

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Dian Cahyani, Sp. S selaku dokter pembimbing

Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Budhi Asih,

Pada hari __________, ___ April- 2019

Jakarta, __ April 2019

dr. Dian Cahyani, Sp. S

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................3
DAFTAR ISI.....................................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................6
BAB II LAPORAN KASUS.............................................................................................7
2.1 Identitas pasien.................................................................................................7
2.2 Anamnesis.........................................................................................................7
2.3 Pemeriksaan fisik.............................................................................................8
2.4.1 Status generalis.........................................................................................8
2.4.2 Status neurologi........................................................................................9
2.4 Pemeriksaan penunjang.................................................................................11
2.5 Follow up.........................................................................................................13
2.4.2 Pemeriksaan penunjang.........................................................................15
2.6 Resume............................................................................................................18
2.7 Diagnosis kerja...............................................................................................19
BAB III ANALISIS KASUS..........................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................38

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Suplai arteri ke otak.............................................................................23


Gambar 2. Arteri basilar dan lokasi yang diperdarahinya.....................................25
Gambar 3. Ilustrasi sumbatan pembuluh darah pada lobus temporoparietal.........25
Gambar 4. Manifestasi klinik gangguan padda arteri vertebrobasilar.11................27
Gambar 5. Pemeriksaan motorik dengan grade.....................................................30
Gambar 6. Ilustrasi lokasi lesi dan klinis paresis...................................................31

5
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke adalah penyakit vaskular otak yang memiliki kumpulan gejala


klinis disebabkan oleh gangguan fungsi serebral fokal atau global berupa defisit
neurologi atau kelumpuhan saraf yang berlangsung dengan onset mendadak dan
berlangsung lebih dari 24 jam. 1,2 Stroke merupakan penyakit yang paling banyak
menyebabkan disabilitas fisik dan kematian bagi penderitanya. 1 Stroke dapat
terjadi akibat menurunnya aliran darah otak yang disebabkan oleh penyumbatan
pembuluh darah, atau pecahnya pembuluh darah arteri dan vena yang untuk
diagnosisnya diperlukan pemeriksaan pencitraan otak.

Menurut data South East Asian Medical Information Centre (SEAMIC),


Indonesia memiliki angka kematian stroke terbesar diikuti oleh Filipina,
Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Dari semua penderita stroke di
Indonesia, stroke iskemik adalah tipe stroke yang paling banyak diderita dengan
prevalensi 52.9%,2 Menurut data Kemenkes RI 2013, di Indonesia, kasus tertinggi
terjadi di provinsi Sulawesi Utara dengan prevalensi 10.8%, dan terendah berada
di provinsi Papua (2.3%).3

Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya stroke diantaranya adalah


hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, kolesterol, dan kebiasaan merokok
dan diet. Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyebab stroke iskemik dan
hemoragik pada individu berusia 40-70 tahun yang mana setiap kenaikan tekanan
sistol 20 mmHg atau setiap kenaikan diastol 10 mmHg akan menjadikan risiko
stroke meningkat dua kali lipat.3 Sebanyak 75% kejadian stroke iskemik
disebabkan oleh etiologi trombosis yang merupakan sumbatan pada vaskular
arteri serebri karena adanya proses aterosklerosis, dan prevalensi 25% lainnya
dikarenakan etiologi emboli yang terjadi akibat bekuan darah terlepas ke tempat
lain di srikulasi.4

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Identitas pasien


Nama : Tn. Ruddy Morgan Samosir
No. RM : 01161908
Umur : 76 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Masuk RS : 03/04/19
Keluar RS : Di ruang ICU sejak operasi tanggal 10/04/19

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara auto dan alloanamnesis pada keluarga
pasien di ruang rawat inap Aster Barat RSUD Budhi Asih pada 4 April
2019.

Keluhan utama
Lemah anggota gerak kiri sejak pagi hari.

Riwayat penyakit sekarang


Keluarga pasien mengatakan pagi hari (03/04/2019) tiba-tiba
pasien merasa tangan dan kaki sebelah kiri lemas dan tidak dapat
digerakkan. Keluhan disertai dengan bicara pelo dan mulut mencong.
Keluarga juga mengatakan ketika berbicara pasien menjadi tidak
nyambung. Keluhan lain yang dirasakan kesulitan menelan saat makan dan
minum. Keluhan mual dan muntah proyektil disangkal. Empat hari
sebelum masuk rumah sakit, pasien memiliki keluhan muntah hitam bisa
lebih dari 5x sehari dan BAB hitam.
Pasien memiliki riwayat dirawat di RSUD Budhi Asih karena jatuh
dari kamar mandi 2 minggu yang lalu, masuk RS tgl 22 Maret 2019 dan
sebelum jatuh pasien merasa pandangan gelap dan kepala nyeri seperti
diikat. 1 minggu sebelum jatuh pasien merasakan terus menerus dan
progresif, tangan dan kaki kanan lemah. Pasien dirawat selama 4-5 hari

7
dan saat dirumah keluarga pasien tiba-tiba menemukan pasien bicara pelo
dan segera dibawa ke rumah sakit.
Keluhan penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, dan kejang pada
pasien disangkal. Pasien dan keluarga pasien menyangkal keluhan telinga
berdenging, pandangan ganda, suara sengau atau kesemutan dan baal pada
ekstremitas.

Riwayat penyakit dahulu


Pasien memiliki riwayat hipertensi dan tidak rutin meminum obat.
Riwayat diabetes mellitus disangkal, penyakit kolesterol, jantung dan paru
juga disangkal.

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit dan keluhan yang
sama. Riwayat asma, hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit jantung
dalam keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat kebiasaan
Pasien tidak rutin berolahraga, tidak ada kebiasaan merokok dan
mengonsumsi alkohol.

2.3 Pemeriksaan fisik


Tanggal : 3 April 2019; IGD
2.4.1 Status generalis

Keadaan umum Tampak sakit sedang


Kesadaran Compos mentis
GCS 15 (E4, V5, M6)
Tanda vital TD: 160/80
HR: 95
RR: 20
S: 36,3
SpO2: 99%
Status generalis
Kepala Normosefal
Mata Konjungtiva anemis (+/+)

8
Sklera ikterik (-/-)
Pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm
Refleks cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung +/+
Ptosis (-)
Hidung Sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut Sianosis (-), bibir pucat (-), ulkus (-)
Leher Pembesaran KGB dan tiroid (-)
Thorax Inspeksi:
Bentuk dinding dada:
 Simetris kanan/kiri saat inspirasi dan ekspirasi
 Retraksi sela iga (-), iktus kordis tidak tampak
Palpasi:
 Paru: vocal fremitus kanan/ kiri sama kuat
 Jantung: iktus kordis teraba pada ICS IV 2cm
linea midclavicularis sinistra
Auskultasi:
 Paru: suara napas vesikuler +/+, ronki -/-,
wheezing -/-
 Jantung: S1,2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Bising usus terdengar, 2x/ menit
Perkusi : Timpani diseluruh regio
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas Atas : Akral teraba hangat, edema (-), CRT <2s
Bawah : Akral teraba hangat, edema (-), CRT <2s

2.4.2 Status neurologi


 Kesadaran : Compos mentis GCS: E4 V5 M6
 Nervus kranialis

Hasil pemeriksaan
N. kranialis Pemeriksaan
Kanan Kiri
N. I Tes menghidu Tidak dilakukan
Ukuran pupil Bulat,ø:3mm Bulat,ø:3mm
Tajam pengelihatan 1/~ 1/60
N. II Lapang pandang
Buta warna Tidak dilakukan
Funduskopi
N. III, IV, VI Kedudukan bola mata Kedua bola mata ditengah
Nystagmus (-) (-)

9
Diplopia (-) (-)
RCL (+) RCL (+)
Refleks cahaya
RCTL (+) RCTL (+)
Motorik
N. V Tidak dilakukan
Sensorik
Kesan parese N.VII sentral
N. VII
(S)
Tes pendengaran
N. VIII Tidak dilakukan
Tes keseimbangan
Pengecapan lidah 1/3 posterior
N. IX, X Refleks menelan Tidak dilakukan
Refleks muntah
Mengangkat bahu
N. XI Tidak dilakukan
Menoleh
Pergerakan lidah Deviasi ke kiri
N. XII
Disartria (+)

 Pemeriksaan motorik

Ekstremitas atas Ekstremitas bawah


Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan kiri
Atrofi (-) (-) (-) (-)
Tonus normotonus normotonus normotonus normotonus
Gerak involunter (-) (-) (-) (-)
Kekuatan motorik 5555 1111 5555 1111
Bisep dan trisep Patella dan achiles
Refleks fisiologis
++ ++ ++ ++
Babinski (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Refleks patologis Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)

 Pemeriksaan sensorik : Tidak dilakukan


 Rangsang meningeal
o Kaku kuduk : negatif
o Lasegue : negatif
o Kernig : negatif
o Brudzinski I : negatif
o Brudzinski II : negatif
 Tes fungsi luhur : Tidak dilakukan

10
2.4 Pemeriksaan penunjang
Tanggal : 03/04/2019; IGD

Parameter Hasil Satuan Rujukan


HEMATOLOGI
Haemoglobin 7.5 g/dL 13,2 – 17,3
Eritrosit 2.9 x106/mcL 4,4 – 5,9
3
Leukosit 8.7 x10 /mcL 3.8 – 17.3
3
Trombosit 488 x10 /mcL 150 – 440
Hematokrit 24 % 40 – 52
MCV 83.7 fl 80 – 100
MCH 26.1 pg 26 – 34
MCHC 31.2 g/dL 32 – 36
RDW-CV 15.3 % < 14
KIMIA KLINIK
Metabolisme karbohidrat
106 mg/dL < 110
Glukosa darah CITO
Ginjal
Ureum 28 mg/dL 17 – 49
Kreatinin 0.96 mg/dL < 1.2
Elektrolit
Natrium 141 mmol/L 135 – 155
Kalium 4.9 mmol/L 3.6 – 5.5
Klorida 105 mmol/L 98 - 109

11
2.5 Follow up Kamis, 4/4/19 – Rabu, 10/4/19

Kamis, 4/4/19 Sabtu, 6/4/19 Senin, 8/4/19 Selasa, 9/4/19 Rabu, 10/4/19
Mual (+), tangan dan kaki
Mual (+), tangan dan kaki kiri
kiri belum dapat digerakkan, Pasien mengalami penurunan
S belum dapat digerakkan,
bicara pelo (+), Pasien kesadaran sejak pukul 02.10
Pasien tidak berespon, BAB (+) Pasien BAB (+)
bicara pelo (+), nyeri kepala(-)
mengeluh sesak (+)
TD: 110/69 SpO: 98% TD: 164/81 SpO: 98%
TD: 110/70 SpO: 99% TD: 110/70 SpO: 94% TD: 131/72 SpO: 94%
(nrm 10 lpm) (nrm 10 lpm)
O HR: 78x/m T: 36,7 HR: 72x/m T: 36,6 HR: 91x/m T: 36,6
HR: 81x/m T: 36,6 HR: 105x/m T: 36,6
RR: 20x/m RR: 21x/m RR: 22x/m
RR: 21x/m RR: 24x/m
GCS: E4V4M5 GCS: E3V2M4 GCS: E1V2M1 GCS: E1V2M2
GCS: E1V2M3
Pupil bulat isokor, ø Pupil bulat anisokor, ø Pupil bulat anisokor, ø Pupil bulat anisokor, ø
Pupil bulat anisokor, ø
3mm/3mm, RCL +/+, RCTL 4mm/3mm, RCL +/+, RCTL 5mm/2mm, RCL -/-, RCTL -/, 5mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/
4mm/2mm, RCL -/+, RCTL -/+
+/+ +/+ ref. kornea +/+ +
N. cranialis: paresis N. VII
Status N. cranialis: paresis N. VII N. cranialis: paresis N. VII N. cranialis: paresis N. VII N. cranialis: paresis N. VII
sinistra sentral
sinistra sentral sinistra sentral sinistra sentral sinistra sentral
neurolog Motorik: 5555 1111 Motorik: kesan hemiplegi Motorik: kesan hemiplegi Motorik: kesan hemiplegi
Motorik: kesan hemiplegi
sinistra
i 5555 1111 sinistra sinistra sinistra
R. patologis: +/+
R. patologis: -/- R. patologis: +/+ R. patologis: +/+ R. patologis: +/+
R. fisiologis: ++ ++
R. fisiologis: ++ ++ R. fisiologis: ++ ++ R. fisiologis: ++ ++ R. fisiologis: ++ ++
++ ++
++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++
R. meningens: (-)
R. meningens: (-) R. meningens: (-) R. meningens: (-) R. meningens: (-)
CVD berulang infark luas
CVD berulang infark luas
CVD infark berulang CVD infark berulang CVD berulang infark luas Anemia
Anemia
Anemia Anemia Anemia Alkalosis respiratorik akut
A Fraktur caput humeri (S) Fraktur caput humeri (S) Fraktur caput humerus (S)
Alkalosis respiratorik akut
Hiponatremi
Hiponatremi
Riw. melena Alkalosis respiratorik akut Hipokalemi
Fraktur caput humeri (S)
Fraktur caput humeri (S)
Lab Hematologi Hematologi Hematologi
Hb: 10.2 g/dL Hb: 9.6 g/dL Hb: 11.3 g/dL
Leu: 3.6 juta/mcL Ht: 27% Ht: 33%
Tc: 454rb/mcL Leukosit: 11.7 ribu/mcL Leukosit: 14.9 ribu/mcL
Ht: 30% AGD pukul 12.00 AGD
pH: 7.49 (meningkat) pH: 7.40 (normal)
PCO2: 33 (menurun) PCO2: 32 (menurun)
Kamis, 4/4/19 Sabtu, 6/4/19 Senin, 8/4/19 Selasa, 9/4/19 Rabu, 10/4/19
HCO3-: 25 (normal)
HCO3-: 20 (normal)
Elektrolit
Elektrolit
Na: 119 (menurun)
Na: 140 (menurun)
K: 4.7 (normal)
K: 3.2 (normal)
Cl: 33 (menurun)
2.4.1 Pemeriksaan penunjang
 Hasil EKG

Deskripsi :

 Sinus rhythm
 HR 92x/menit
 Q patologis pada V1-V6
Kesan : Infark miokard lama pada dinding anterior dan lateral jantung
 Hasil foto x-ray thoraks

Jenis foto : Thorax AP


Deskripsi :
 Tidak tampak kardiomegali
 Paru dalam batas normal
 Deviasi tulang vertebra ke kanan
 Sinus dan diafragma normal
Kesan : cor normal, tak terlihat gambaran proses aktif atau
malignancy di paru

 Hasil foto sendi glenohumeral

Jenis foto : Sendi glenohumeral sinistra AP


Deskripsi :

 Tidak tampak soft tissue swelling


 Diskontinuitas tipe avulsi pada collum humerus sinistra

Kesan: fraktur collum humerus sinistra

 Hasil CT scan tanpa kontras (tanggal 22 Maret 2019)

Jenis foto : CT scan brain tanpa kontras

Kesan :

 Multiple infarct serebri


 Atrophy serebri
 Calvaria intak
 Hasil CT scan tanpa kontras (tanggal 3 April 2019)

Jenis foto : CT scan brain tanpa kontras


Deskripsi :
 Lesi hipodens luas pada frontotemporoparietal kanan, dan pons serta
serebellum sisi kiri.
Kesan :
 Multiple infark serebri dekstra
 Multiple infark serebellum dan pons
 Atrofi serebri
 Hasil CT scan tanpa kontras (tanggal 9 April 2019)

Jenis foto : CT scan brain tanpa kontras


Deskripsi :
 Lesi hipodens luas pada frontotemporoparietal kanan, ganglia basalis
kiri, paraventrikel lateral cornu anterior dan posterior bilateral, dan pons
serta serebellum sisi kiri.
Kesan :
 Multiple infark serebri bilateral terutama dekstra
 Multiple infark serebellum dan pons
 Atrofi serebri

2.6 Resume
Tn. R, 76 tahun, datang dengan keluhan lemah tubuh sisi kiri sejak
pagi (7 jam SMRS), pasien tiba-tiba pasien merasa tangan dan kaki
sebelah kiri lemas dan tidak dapat digerakkan. Keluhan disertai dengan
bicara pelo dan mulut mencong ke sisi kiri. Keluarga juga mengatakan
ketika berbicara pasien menjadi tidak nyambung. Keluhan lain yang
dirasakan kesulitan menelan saat makan dan minum. Pasien memiliki
riwayat dirawat di RSUD Budhi Asih karena jatuh dari kamar mandi 2
minggu yang lalu dan sebelum jatuh pasien merasa pandangan gelap dan
kepala pusing. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol
sejak > 10 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/80 nadi 95x
permenit, pernaasan 20x permenit, dan suhu 36,6 derajat. Pemeriksaan
status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologi
didapatkan ukuran pupil diameter 3mm/3mm bulat isokor sama besar,
disertai RCL +/+ dan RCTL +/+. Pada pemeriksaan juga ditemukan parese
nervus VII dan XII sentral sinistra. Ditemukan pemeriksaan motorik
dengan kesan hemiparesis sinsitra. Tidak dilakukan pemeriksaan
keseimbangan dan koordinasi.
Pada pemeriksaan didapatkan leukositosis, hemoglobinemia,
penurunan hematokrit, ketidak seimbangan asam basa berupa alkalosis
respiratorik akut dan gangguan elektrolit hiponatremi dan hipokalemi.

2.7 Diagnosis kerja


 Diagnosis klinis
o Parese N. VII sentral sinistra
o Parese N. XII sentral sinistra
o Hemiparesis sinistra
o Hipertensi grade II
o Hiponatremi
o Anemia
o Fraktur avulsi colum humerus sinistra
 Diagnosis topis
o Hemisfer serebri dekstra dan sinistra, lobus temporalis dan
frontalis
o Pons, serebellum
 Diagnosis etiologis : Vaskular
 Diagnosis patologis : Stroke

BAB III
ANALISIS KASUS

Definisi stroke
Stroke merupakan tanda klinis yang progresif berupa defisit
neurologi atau kelumpuhan saraf yang berlangsung dengan onset
mendadak dengan gejala lebih dari 24 jam, karena gangguan dari fungsi
otak yang bersifat fokal maupun global dikarenakan adanya sumbatan atau
terdapat pecahnya pembuluh darah. Defisit neurologis fokal yang dapat
muncul berupa kelemahan tubuh, gangguan keseimbangan, sensorik,
kognitif dan dapat terjadi kelumpuhan nervus kranialis. Sedangkan defisit
neurologis global yang mungkin timbul dapat berupa gangguan
kesadaran.1

Stroke dibedakan menjadi stroke iskemik, yang disebabkan oleh


sumbatan aliran darah menuju ke otak yang didahului dengan terjadinya
proses aterosklerosis atau vaskulopati, dan jenis stroke hemoragik yang
terjadi akibat kerusakan atau adanya pecah pembuluh darah di otak karena
peningkatan tekanan darah lokal.

Penurunan kesadaran pada stroke

Pada infark atau perdarahan di daerah anatomi yang menangani


kesadaran seperti batang otak dan thalamus dapat menyebabkan gangguan
kesadaran. Perdarahan intrakranial luas atau adanya infark dengan edema,
atau massa yang sebabkan pergeseran midline dapat menekan atau
destruksi di system Ascending Activating Reticular System.5

Penyebab aliran darah otak yang berkurang sehingga menyebabkan


iskemi dapat terjadi karena obstruksi massif dari arteri serebral, penyakit
yang sebabkan penurunan kardiak output, emboli atau penyakit thrombus
semua dapat menyebabkan iskemia serebri difus secara akut. Normal
aliran darah ke otak adalah 40 mL/100g otak/ menit. Apabila sirkulasi otak
berhenti sama sekali akan menyebabkan penurunan kesadaran dalam 6-8
detik, atau apabila aliran darah ke otak masih ada namun tidak
mengandung oksigen akan menyebabkan penurunan kesadaran sedikit
lebih lama. Pada keadaan iskemik lebih dari 4 menit akan menyebabkan
kematian neuron diawali terutama pada hippocampus dan serebellum.

Kasus

Pada awal kasus, pasien memiliki keluhan defisit neurologis


fokal berupa merasa tangan dan kaki kiri lemas dan tidak dapat
digerakkan, kelumpuhan nervus cranialis pasien karena terdapat
keluhan bicara pelo, mulut mencong ke sisi kiri dan kesulitan
menelan makanan dan dirasa lebih dari 24 jam.

Pada saat hari perawatan, yaitu hari kelima perawatan, pasien


mengalami penurunan kesadaran, pukul 02.10 dengan tingkat
kesadaran GCS total 5 yang memiliki kesan koma secara kualitatif,
dengan perubahan defisit neurologis lokal tidak adanya refleks
cahaya pada pupil baik secara langsung dan tidak langsung pada
pukul 05. Hal ini kemungkinan menandakan progresivitas iskemik
dari fokal menjadi global sehingga dapat menurunkan kesadaran

Faktor risiko

Proses isemik karena hipoksia jaringan terjadi apabila darah tidak


dapat membawa asupan oksigen cukup ke jaringan otak. Penyebab umum
dari proses ini adalah karena penyakit yang menurunkan cardiac output,
seperti infark miokard, aritmia, atau penyakit yang meningkatkan
resistensi vaskular otak karena oklusi arteri (contohnya stroke) atau
spasme (contohnya migraine).6

Faktor risiko stroke sendiri dapat disebabkan oleh faktor yang


dapat di modifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang
dapat dimodifikasi berupa penyakit-penyakit yang mendasari terjadinya
stroke atau kebiasaan pasien, dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi
berupa usia, jenis kelamin, dan ras.

Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke iskemik


maupun hemoragik dikarenakan adanya penebalan dinding pembuluh
darah dan terjadi peningkatan permeabilitas endotel yang mengakibatkan
pengerasan dinding vascular yang keduanya sebabkan peningkatan
tekanan darah. Peningkatan resistensi perifer terjadi pada proses ini
sehingga menurunkan kardiak output dan aliran darah ke otak juga
menurun. Hiperglikemi menyebabkan proses aterosklerosis sehingga dapat
menjadi penyebab stroke secara langsung. Adanya penyakit jantung yang
mendasari stroke dapat disebabkan oleh infark miokard dan atrial fibrilasi.
Atrial fibrilasi menyebabkan pembentukan thrombus karna terjadinya
kekakuan pembuluh darah pada atrium kiri. Infark miokard merupakan
nekrosis otot jantung karena ketidak seimbangan suplai kebutuhan oksigen
ke otot jantung dan juga menyebabkan terbentuknya aterosklerosis dan
penyempitan pembuluh darah sehingga terjadi obstruksi. Atrial fibrilasi
dan infark miokard sebabkan stagnansi aliran darah dijantung dan
menyebabkan pembentukan thrombus dan dapat lepas menjadi emboli.
Faktor risiko tak dapat dimodifikasi diantaranya adalah usia, dimana
stroke dapat meningkat dua kali lipat setelah usai 55 tahun karena
peningkatan kejadian aterosklerosis. Jenis kelamin juga berpengaruh
terhadap stroke, dimana laki-laki lebih sering terkena stroke yang dapat
dihubungkan dengan hormon estrogen pada wanita.

Kasus

Pasien memiliki faktor risiko hipertensi yang tidak terkontrol, tidak


rutin berobat dan tidak rutin mengonsumsi obat darah tinggi. Pasien
juga memiliki gambaran EKG infark miokard yang juga dapat
mendasari mekanisme thrombus pembuluh darah. Pasien berusia 76
tahun, yang juga merupakan faktor risiko terjadinya stroke.
Patofisiologi stroke iskemik

 Oklusi arteri karotis


Infark hemisfer unilateral dapat terjadi karena adanya oklusi pada
arteri karotis atau arteri serebri media. Pada keadaan penurunan
kesadaran karena oklusi arteri karotis unilateral, dapat juga terjadi
karena didasari karena abnormalitas vascular yang sudah ada pada
pasien sebelumnya (contoh stenosis arteri karotis interna). Infark pada
pembuluh darah besar biasanya terjadi karena emboli

Gambar 1. Suplai arteri ke otak

Pasien dengan infark serebri luas pasti terjadi hemiplegi.


Penurunan kesadaran dapat terjadi 2 sampai 4 hari setelah infark akut
terjadi. Adanya edema pada hemisfer karena area yang infark dapat
menyebabkan kompresi pada diensefalon dan dapat menyebabkan
herniasi sentral maupun unkal.6
o Anterior cerebral artery (ACA)
Infark pada daerah ACA sebabkan tipe kelemahan motorik dan
sensorik yang terjadi lebih pada tungkai bawah daripada wajah dan
lengan, dapat juga terjadi disfunsi lobus frontal dengan gejala
apraksia (pasien tidak dapat mengikuti perintah), abulia (kurangnya
inisiatif)
o Middle cerebral artery (MCA)
Merupakan suplai darah untuk 2/3 bagian otak dan secara langsung
memperdarahi korteks motorik dan sensorik, juga untuk perdarahan
area Broca dan Wernicke.
Perdarahan arteri serebri media dibagi menjadi 3 bagian, superior,
inferior, dan deep territory. Setiap hemisfer bertanggung jawab atas
aktifitas motorik dan input sensorik dari badan kontralateral namun
juga masih membutuhkan integrasi dari kedua hemisfer ini.
o Posterior cerebral artery (PCA)
Infark pada daerah ini akan sebabkan gangguan pada lapang
pandang kontralateral homonimus hemianopia. PCA juga
mempercabangi daerah thalamus dan kapsula interna sehingga
apabila terjadi infark akan dapat menyerupai gejala infark MCA

Gambar 2. Pembagian area pembuluh darah otak

 Oklusi arteri basilar


Oklusi arteri basilar dapat juga menurunkan kesadaran. Arteri
basilar bercabang menjadi arteri serebri posterior yang memberikan
perdarahan untuk area mediokaudal hemisfer dan hipotalamus.
Gambar 3. Arteri basilar dan lokasi yang diperdarahinya.

Oklusi pada arteri basilar proximal dapat menurunkan perfusi pada


pertengahan antara mesensefalon dan thalamus secara bilateral akan
menyebabkan koma.
Perdarahan daerah parietal otak diperdarahi oleh arteri serebri
media dalam perjalanannya menuju lobus temporal lateral.

Gambar 4. Ilustrasi sumbatan pembuluh darah pada lobus temporoparietal.


Kasus

Pada tanggal 8/4/19 pasien mengalami penurunan kesadaran


sehingga diusulkan rencana pemeriksaan elektrolit, analisa gas darah
setiap 6 jam dan CT scan brain ulang. Pada tanggal 9/4/19 hasil CT
scan brain selesai dengan deskripsi lesi hipodens luas pada
frontotemporoparietal kanan, ganglia basalis kiri, paraventrikel
lateral cornu anterior dan posterior bilateral, dan pons serta
serebellum sisi kiri.

Menurut lokasi lesi yang terkena, iskemik terjadi karena adanya


penurunan aliran darah ke otak, yang dapat terjadi sumbatan pada
arteri karotis atau arteri serebri media kanan sehingga pada
gambaran CT scan terbaru menunjukkan terjadinya infark pada
daerah frontal, temporal, dan parietal. Pada kesan CT scan
dinyatakan terjadi infark pada daerah ganglia basalis kiri dan
paraventrikel cornu posterior kiri. Letak ganglia basalis berdekatan
dan areanya diperdarahi oleh arteri serebri media, sehingga dapat
disimpulkan bahwa terjadi sumbatan pada arteri distal serebri media
terdekat dengan area infark tersebut. Sumbatan para arteri basilar
memungkinkan terjadinya infark pada pons dan serebellum.

Manifestasi klinik

 Menifestasi klinik oklusi arteri cerebri media


Perdarahan arteri serebri media dibagi menjadi 2 bagian, superior
dan inferior. Apabila terjadi oklusi pada bagian superior akan
menyebabkan hemiparesis kontralateral, kontralateral sensory loss,
untuk hemisfer kanan akan sebabkan gangguan persepsi visual dan
bagian kiri akan sebabkan afasia Broca. Untuk pembagian inferior akan
menyebabkan hemianopsia, bagian kiri hemisfer akan sebabkan afasia
Wernicke dan gangguan pada arteri untuk bagian kanan akan sebabkan
gangguan visus.11
 Manifestasi klinik oklusi pada arteri basilar
Gejala umum terjadinya oklusi arteri basilar adalah vertigo dan
nausea yang terjadi secara tidak khas, diikuti dengan sakit kepala dan
leher. Gejala gangguan pada serebellum dapat berupa hemiparesis
ataksia, nystagmus, dan oftalmoplegia, dysarthria, disorientasi dan
ketidak mampuan membentuk memori baru.10

Gambar 5. Manifestasi klinik gangguan padda arteri vertebrobasilar. 11

Kasus

Saat pasien pertama kali kerumah sakit pada bulan Maret, pasien
memiliki keluhan nyeri kepala seperti diikat yang terjadi progresif
dan terus menerus, tidak ada keluhan pusing berputar yang dirasakan
pasien. Empat hari sebelum masuk rumah sakit yang kedua (3/4/19)
pasien mengalami muntah hitam sebanyak kurang lebih 5 kali.
Keluhan utama pasien datang ke RS adalah kelemahan tubuh sesisi
bagian kiri, yang pada riwayat rawat inap sebelumnya pasien juga
mengeluhkan kelemahan tapi dari sisi tubuh yang berbeda.

Keluarga juga mengatakan ketika berbicara pasien menjadi tidak


nyambung. Pasien memiliki gejala klinis parese nervus VII dan XII
sentral sinistra, Keluhan diatas dapat menjadi gejala klinis tidak khas
adanya oklusi pada arteri basilar sebelum terjadinya infark.
Pemeriksaan fisik

 Pemeriksaan tingkat kesadaran


Pemeriksaan tingkat kesadaran menggunakan skor koma Glasgow atau
GCS yang terdiri dari 3 aspek, yaitu7
Eye opening
Spontan (4), membuka dengan perintah (3), membuka dengan
rangsang nyeri (2), tidak berespon (1).
Skor 3 dan 4 mengindikasikan bahwa korteks serebri memproses
informasi, dan skor 2 mengindikasikan otak bagian bawah masih
berfungsi.
Verbal response
Normal (5), bingung (4), kata-kata kacau (3), suara tak menentu
(2), diam (1).
Kemampuan pasien berbicara menandakan tingkat integrasi
sistem saraf, walaupun masih dipengaruhi oleh berbagai faktor,
contohnya trakeostomi.
Motoric response
Dapat diperintah (6), dapat menunjuk tempat nyeri (5), fleksi
normal terhadap nyeri (4), fleksi abnormal terhadap nyeri (3),
ekstensi terhadap nyeri (2), tak ada respon (1)
Skor 3 menunjukkan terdapat lesi pada kapsula interna atau
hemisfer serebri, yang mana terjadi disinhibisi karena putusnya
jalur kortikospinal diatas mesensefalon. Skor 2 menunjukkan lesi
pada mesensefalon sampai ke pons yang mana terjadi disinhibisi
pada traktus vestibulospinal dan reticular formation.

Kasus

Pasien pada awal pemeriksaan di IGD memiliki kesadaran


compos mentis, namun pada hari kelima pasien mengalami
penurunan kesadaran. Pada infark atau perdarahan di daerah anatomi
yang menangani kesadaran seperti batang otak dan thalamus dapat
menyebabkan gangguan kesadaran. Pada hasil CT scan pasien
menunjukkan adanya infark pada hemisfer serebri termasuk
thalamus dan batang otak sehingga mengganggu kerja ARAS dan
terjadi penurunan kesadaran.

 Pemeriksaan pupil, refleks kornea


Pemeriksaan pupil
Neuron preganglion simpatis pada C8-T2 dari medulla
spinalis menerima input dari berbagai tingkatan otak untuk
meregulasi pupil berdilatasi. Pengaturan midriasis dan miosis pupil
dikontrol oleh nervus III okulomotorius. Respon pupil dinilai
dengan menggunakan cahaya lampu dan didekatkan pada salah
satu pupil yang seharusnya diikuti secara bersamaan pada pupil
yang tidak disinari dengan cahaya. Pemeriksaan refleks lain adalah
refleks ciliospinal yang menandakan terdapat lesi pada pons satau
diatasnya, dimana dilakukan dengan mencubit kulit wajah atau
leher yang mengakibatkan dilatasi pupil 1-2 mm secara bilateral
yang terjadi karena stimulus nyeri menstimulasi control otonom
dan menandakan perjalanan saraf dari batang otak ke medulla
spinalis baik.6

Kasus

Tiga jam setelah terjadi penurunan kesadaran, pupil pasien tidak


merespon terhadap cahaya, anisokor tanpa stimulasi nyeri
(ciliospinal sign) karena mata kanan berdilatasi kurang lebih 4mm
dan mata kiri 2mm. Kejadian ini dikarenakan terlibatnya kerusakan
saraf parasimpatis yang sejalan dengan nervus okulomotorius.8
Pemeriksaan reflex kornea
Refleks kornea berhubungan dengan nervus trigeminus,
pons atau nervus fasialis yang apabila terdapat lesi maka akan
mendepresi refleks kornea tersebut. Yang diobservasi dari
pemeriksaan kornea adalah: kedipan mata saat kornea distimulasi,
bells phenomenon, gerak spontan mata, tonus kelopak mata,
respon mengedip pada cahaya atau suara kencang menunjukkan
intaknya sensorik aferen. Apabila terdapat lesi pada descending
jalur kortikofasial maka tidak ada refleks kornea yang timbul.6

Kasus

Pada pemeriksaan pasien 3 jam setelah penurunan kesadaran


dilakukan pemeriksaan refleks kornea masih positif menandakan
hubungan kornea dengan nervus trigeminus, pons, atau nervus
fasialis masih intak.

 Pemeriksaan motorik dan pemeriksaan motorik N VII dan XII


Pemeriksaan fisik pasien dengan penurunan kesadaran tidak
menitikberatkan kepada kekuatan otot, namun berfokus pada respon
pasien, tonus otot, refleks dan menilai pola motorik abnormal seperti
hemiplegi maupun postur tubuh pasien.
Gambar 6. Pemeriksaan motorik dengan grade.

A B

Gambar 7. Ilustrasi lokasi lesi dan klinis paresis.

Gambar A diatas menunjukkan apabila terdapat kelemahan pada


sesisi tubuh tanpa disertai adanya defisit neurologi lain seperti
somatosensori, gerakan bola mata, pengelihatan atau defisit dari
higher order cortex.8 Higher order cortex adalah korteks yang
mengatur gerakan rumit dan perencanaan dalam bergerak yang
semua diatur sebelum ekskusi pergerakan motorik.9

Letak lesi

Lesi berada pada jalur kortikospinal dan kortikobulbar


antara korteks dan medulla oblongata (korona radiate, kapsula
interna, pons, pedunkulus serebri). Apabila lesi terdapat pada
korteks, maka akan terdapat defisit lain seperti somatosensorik
(gambar B) karena korteks berdekatan. Apabila lesi terletak
pada medulla spinalis atau oblongata, letak paresis juga terjadi
pada wajah. Apabila parese disertai dengan defisit sensorik,
oculomotor, visual dan higher order, (gambar B), maka selain
jalur kortikobulbar dan kortikospinal, lesi dapat juga terletak
pada seluruh korteks motorik, pada homunculus untuk wajah,
lengan dan kaki pada girus presentralis. 8

Gejala klinis pada pasien

Gejala klinis pada lesi yang terletak pada gambar A


dapat berupa tanda lesi UMN, terdapat gejala disartrhia atau
bicara pelo, dan ataksia. Gejala klinis pada lesi di gambar B
sama seperti gambar A dengan defisit sensorik, oculomotor,
visus atau gangguan pada korteks higher order. 8

Kasus

Keluhan utama pasien datang kerumah sakit dikarenakan


kelemahan sesisi tubuh kiri dan bicara pelo atau disarthria.
Pemeriksaan motorik pasien menunjukkan adanya kesan
pemeriksaan motorik hemiplegi pada ekstremitas atas dan bawah
bagian kiri. Pemeriksaan nervus kranialis VII didapatkan pasien
dapat mengangkat alis, namun terdapat kelemahan pada sisi kiri
ketika tersenyum dan deviasi lidah saat dijulurkan kearah kiri dengan
kesan parese nervus VII dan XII sentral sinistra, sehingga
kemungkinan letak lesi yang terkena berada pada korteks serebri
(Gambar B), namun pemeriksaan sensorik, pergerakan mata, visus
tidak diperiksa karena pasien sebelum mengalami penurunan
kesadaran kesulitan mengikuti perintah pemeriksa yang rumit.

Penegakkan diagnosis12

Diagnosis stroke iskemik berulang didapatkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penegakkan diagnosis
harus dilakukan secara cepat karena window terapi pengobatan stroke
sangat pendek.12

Anamnesis

Gangguan fokal/ Gejala lebih dari


Progresif Mendadak Gejala lain Faktor risiko
difus 24 jam
Perjalanan Mendadak Merasa tangan Gejala menetap Sesak, mual, Infark miokard
penyakit timbul dan kaki kiri lebih dari 24 jam muntah, lama, hipertensi
muncul secara keluhan lemas dan tidak melena tidak terkontrol,
mendadak dapat digerakkan, usia lanjut.
dari tanggal kelumpuhan
22/3/19 dan nervus cranialis
masuk RS lagi pasien karena
tanggal 4/3/19 terdapat keluhan
bicara pelo, mulut
mencong ke sisi
kiri dan kesulitan
menelan makanan

Pemeriksaan neurologis

Motorik 4
Nervus Sensorik dan
GCS Refleks batang otak ekstremitas kanan
cranialis otononom
kiri
Dari compos mentis RCL +/+ RCTL +/+ Kesan Kesan hemiplegi pada BAB (+),
dengan perjalanan parese ekstremitas atas dan pemeriksaan
semakin lama Pada awal perawatan nervus VII bawah bagian kiri sensorik tidak
semakin menurun hingga sebelum kraniotomi sentral kiri dilakukan
dan dalam 5 hari refleks kornea (+/+). dan parese
terjadi penurunan Pemeriksaan gerak bola nervus XII
kesadaran mata tidak dilakukan sentral kiri

Skoring

Siriraj skor dilakukan apabila tidak terdapat fasilitas CT scan maupun


MRI.

80x0.1

Saat pertama masuk RS skor siririraj: (2.5 x kesadaran [0]) + (2 x vomitus


[1]) + (2 x nyeri kepala [0]) + (0.1 x tekanan diastolic [80]) + (3 x
atheroma [0]) – 12 = -2

Skor <1 = suspek stroke iskemik, skor 0 = meragukan, skor >1 = suspek
hemoragik.

Pemeriksaan penunjang

CT scan menunujukkan kesan lesi hipodens pada frontotemporoparietal


kanan, ganglia basalis kiri, pons dan serebellum. Pemeriksaan darah rutin
didapatkan anemia, pemeriksaan elektrolit didapatkan hiponatremi.
Rontgen thorax ditemukan fraktur pada kolum humerus kiri.

Rekurensi stroke
Insidensi risiko stroke berulang bergantung kepada tipe stroke dan faktor
risikonya dan dapat dicegah dengan penentuan etiologi dan metode
farmakologi, seperti antitrombotik maupun antikoagulan.15 Pasien dengan
stroke karena aterotrombosis memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi.
Insidensinya terbanyak pada minggu atau bulan awal setelah stroke
pertama. Faktor risiko utama terjadinya stroke berulang adalah karena
hipertensi sebanyak 88% dari 91 pasien pada penelitian Kocaman, dan
sebanyak 34% disebabkan oleh aterosklerosis pada arteri besar. Faktor lain
rekurensi stroke dapat berupa terapi antihipertensi yang tidak adekuat.
Terapi antiplatelet dapat menurunkan risiko stroke berulang apabila
diberikan dalam waktu 48 jam setelah onset stroke. Penggunaan obat
untuk pencegahan stroke dapat berupa antikoagulan dan antiplatelet. Atrial
fibrilasi dan infark miokard juga mempunyai risiko tinggi terjadinya infark
berulang. Pasien dengan stroke iskemik harus diberikan antikogakulan
dengan antagonis vitamin K yang dapat menurunkan risiko stroke iskemik
berulang hingga 74%.

Kasus

Pasien sebelumnya memiliki riwayat dirawat dirumah sakit karena


stroke iskemik pada tanggal 22 Maret 2019 dan dipulangkan dalam
kondisi tanpa defisit neurologis dan dalam keadaan perbaikan.
Kemudian pasien dirawat kembali di RSUD karena keluhan
kelemahan di sisi tubuh berbeda dibandingkan dengan stroke
iskemik pertama, yaitu satu minggu setelah pasien pulang dari ruang
perawatan.

Pada saat diruang rawat inap pada tanggal 22 Maret 2019, pasien
diberikan pengobatan: Sucralfat, allopurinol, osteopor, ranitidine,
Ramipril dan concor. Pada tanggal 22 Maret 2019, pasien
diperbolehkan pulang dengan pengobatan:

 Citicoline 2x500mg
 Rebamipide 3x100mg, merupakan obat dengan indikasi tukak
lambung dan gastritis.
 Elizac 1x20mg, yang merupakan obat golongan anti depresan
dengan komposisi Fluoxetine.
 Omeprazole 2x20mg, dan
 Olanzapine 2x10mg, yang merupakan obat antipsikoti.

Pasien tidak diberikan terapi antikoagulan dikarenakan pasien


memiliki kontraindikasi pemakaian antikoagulan yaitu gangguan
fungsi ginjal ditandai dengan hasil laboratorium ureum 110 mg/dL
(normal 17-49), dan kreatinin 1.38mg/dL (normal 1.2). Pasien juga
memiliki kondisi kontraindikasi berupa anemia berat ditandai dengan
Hb 5.8 g/dL (normal 13 – 17), yang mana efek samping penggunaan
antikoagulan adalah terjadinya pendarahan. Penggunaan antiplatelet
juga memiliki kontraindikasi pada keadaan anemia.

Tatalaksana1,12

Tatalaksana stroke berupa tatalaksana umum dan spesifik. Tatalaksan


umum berupa stabilisasi jalan napas, cairan, sirkulasi dan pengendalian
tekanan intrakranial. Tatalaksana spesifik berdasarkan jenis stroke iskemik
maupun hemoragik.

Tatalaksana pada stroke akut

 Stabilisasi jalan napas, dilakukan dengan pemantauan tanda vital dan


pemberian oksigen bila saturasi kurang dari 95 persen, dapat dilakukan
pemasangan orofaring pada pasien yang tidak sadar untuk bantuan
ventilasi. Pada pasien dengan p02 <60mmHg atau pCO2 >50 mmHg
atau keadaan syok dan risiko aspirasi dapat dilakukan pemasangan
ETT.
 Stabilisasi cairan, dengan pemberian cairan kristaloid NaCl 0.9%
dengan pemantauan hemodinamik. Dosis 30 mg/kgBB/hari. Dengan
perhitungan produksi urin (produksi urin + eksesif water loss 500ml)
 Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial dengan meninggikan
posisi kepala 20-30 derajat, atau pemberian osmoterapi mannitol 0.25-
0.50 gr/kgBB selama lebih dari 20 menit dan dapat diulang setiap 4-6
jam dengan target osmolaritas kurang dari 310 mOsm/L. Keadaan
dekompresif pada keadaan iskemik serebral yang menimbulkan efek
masa adalah tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa dan
memberikan hasil yang baik.

Di ruang rawat, ditambahkan:

 Elektrolit dan analisa gas darah harus terus diperiksa dan diganti apabila
terdapat ketidak seimbangan.
 Pemberian analgesic, antimuntah sesuai indikasi
 H2 antagonis apabila terdapat indikasi contohnya perdarahan lambung.
 Penunjang CT scan dan laboratorium lain sesuai indikasi.

Tatalaksana faktor risiko

Tatalaksana antihipertensi dapat diberikan pada pasien stroke dengan


faktor risiko hipertensi. Obat lini pertama dapat berupa beta bloker,
kalsium channel blocker, angiotensin receptor inhibitor, maupun
antagonis kalsium dan diuretik. Target pada stroke akut adalah penurunan
15% sistolik dan diastolic dalam 24 jam awitan.

Citicolin

Citicolin merupakan obat generic berisi substansi indentikal


dengan fosfolipid fosfatidilkolin yang merupakan sturktur fosfolipid
esensial pada sistem saraf pusat yang dibutuhkan untuk pematangan dan
pertumbuhan sel regenerasi saraf. Iskemik, cidera sel, dan edema jaringan
otak mempengaruhi metabolisme fosfolipid dan mengganggu membran sel
neuron yang apabila berlanjut akan dapat terjadi apoptosis sel neuron.
Berdasarkan patofisologi ini, terdapat kesepakatan dari kebutuhan
pemakaian substansi yang dapat mempercepat atau meningkatkan sintesis
membran sel yaitu fosfolipid yang juga memiliki sifat protektif, restorative
dan reparative pada sistem saraf pusat. Dosis signifikan penggunaan
citicolin pada pasien dengan penurunan kesadaran adalah 60mg/kgBB.13

Tatalaksana spesifik: stroke iskemik

 Trombolisis: memecah thrombus melalui aktivasi plasminogen


yang terikat pada fibrin
 Antikoagulan: mencegan stroke emboli ulang
 Antiagregasi trombosit: mencegah agregasi platelet

Kasus

Sesuai dengan teori, stabilisasi jalan napas, hemodinamik dan


pengendalian tekanan intrakranial dengan mannitol telah dilakukan
sebagai tatalaksana umum pasien dengan stoke iskemik. Pasien
memiliki riwayat hematemesis dan melena empat hari sebelum
masuk ke rumah sakit karena stroke berulang, sehingga menjadi
kontraindikasi pemakaian antikoagulan dan antritombolitik. Pada
saat perjalanan penyakitnya di rumah sakit, pasien tidak lagi
mengalami hematemesis dan melena sehingga harus dicari sumber
pedarahan selain perdarahan pada saluran pencernaan pasien dan
pada pemeriksaan urinalisis pasien terdapat eritrosit 5-10/LBP
(normal <2), dan pemeriksaan feses darah samar. Selama pasien
dirumah sakit karena stroke berulang dilakukan pemeriksaan
haemoglobin yang nilainya masih terus dibawah normal walaupun
pasien telah melakukan tranfusi.

Komplikasi pasien stroke iskemik


Hiponatremi

Pada keadaan infark akan terjadi edema serebri tipe sitotoksik karena
terjadi influx natrium dari ekstraselular menuju ke intraselular yang diikuti
oleh H20, hal ini menyebabkan terjadinya hiponatremi pada pasien yang
apabila tidak diantisipasi dapat menyebabkan penurunan kesadaran karena
gangguan keseimbangan elektrolit pada pasien. Edema serebri akan
berkembang pada pasien infark dan mencapai puncak pada hari ke 3-5
setelah onset stroke, hal ini sesuai pada kasus ini dimana pasien
mengalami penurunan kesadaran setelah hari ke lima onset kelemahan sisi
tubuh. Apabila terjadi edema serebri akan meningkatkan mortalitas
sebanyak 50-70% apda pasien.16

Transformasi perdarahan

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh stroke iskemik


memiliki bagian perdarahan yang risikonya meningkat pada tatalaksana
antikoagulan dan antiplatelet.16

Prognosis14

Ad fungsionam: ad malam. Pasien dengan stroke iskemik, menurut


Framingham Heart Study, 31% pasien butuh pertolongan orang untuk
kehidupan sehari-hari, 20% perlu bantuan saat berjalan dan 71% pasien
tidak dapat bekerja lagi daripada sebelum stroke. Pasien dengan disfungsi
jantung meningkatkan morbiditas pada bulan ketiga setelah onset stroke
iskemik.

Ad vitam: ad malam. Menurut penelitian Gattringer pada tahun 2018,


pasien dengan gambaran CT scan infark memiliki probabilitas peningkatan
mortalitas 7 hari setelah onset stroke dikarenakan oleh proses difus
kematian jaringan atau infark.
Ad sanasionam: dubia ad malam. Angka kekambuhan stroke iskemik
dipengaruhi oleh derajat keparahan stroke, usia, dan komplikasi paska
stroke.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anindhita T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi jilid 2. Departemen
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017
2. Basjiruddin A. Amir D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi) edisi
1. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
2008
3. Rezha, Marga D, Setiawan I. Hubungan Antara Usia, Hipertensi,
Kebiasaan Merokok dengan Mortalitas Stroke Iskemik. Skripsi thesis,
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2019
4. Stroke Association. Stroke Statistics (Online).
http://www.stroke.org.uk/resource- sheet/stroke-statistics
5. Li J, Wang D, Tao W, et al. early consciousness disprder in acute ischemic
stroke: incidence, risk factors and outcome. BMC Neurol. 2016; 16: 140
6. Posner JB, Saper CB, Schiff ND, Plum F. Plum and Posners’s Diagnosis
of Stupor and Coma. Oxford: Oxford University Press. 2007
7. Matis G, Birbili T. The Glasgow Coma Scale - A brief review. Past,
present, future. Acta neurologica Belgica. 108. 75-89.
8. Blumenfeld H. Neuroanatomy through clinical cases second edition. Yale
university school of medicine. Sinauer associates inc. 2010
9. Kojovic M, Bhatia KP. Bringing order to higher order motor disorder.
Journal of neurology Springer-Verlag Germany, 2019
10. Demel SL, Broderick JP. Basilar Occlusion Syndromes: An
Update. Neurohospitalist. 2015 Jul;5(3):142-50.
11. Teasel R, Hessein N. clinical consequences of stroke. Parkwood institute.
2018
12. POKDI Stroke. Guideline stroke tahun 2011. PERDOSSI Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011
13. Secades J. Citicoline: pharmacological and clinical review, 2016 update.
Revista de neurologia. 63. 2016
14. Jauch EC. Ischemic stroke. Medscape emergency medicine. 2019.
Available at https://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview#a7
15. Kocaman G, Dürüyen H, Koçer A, Asil T. Recurrent Ischemic Stroke
Characteristics and Assessment of Sufficiency of Secondary Stroke
Prevention. Noro Psikiyatr Ars. 2015 Jun;52(2):139-144. doi:
10.5152/npa.2015.7499. Epub 2015 Jun 1. PubMed PMID: 28360694;
PubMed Central PMCID: PMC5353188.
16. Bansal S, Sangha KS, Khatri P. Drug treatment of acute ischemic
stroke. Am J Cardiovasc Drugs. 2013 Feb;13(1):57-69. doi:
10.1007/s40256-013-0007-6. PubMed PMID: 23381911; PubMed Central
PMCID: PMC3840541.

Anda mungkin juga menyukai