Anda di halaman 1dari 42

REFERAT

VERTEBROBASILAR STROKE

Disusun untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Madya


LAB/SMF Saraf RSD dr. Soebandi Jember

Disusun oleh:
Ayu Dilia Novita Sari
NIM. 122011101009

Dokter Pembimbing:
dr. H. Usman G. Rangkuti, Sp. S

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER


LAB/SMF SARAF
RSD DR. SOEBANDI JEMBER
2017
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................... 2
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 5
2.1 Anatomi ......................................................................................... 5
2.2 Definisi .......................................................................................... 14
2.3 Epidemiologi ................................................................................. 20
2.4 Etiologi & Faktor Resiko.............................................................. 21
2.5 Patofisiologi................................................................................... 22
2.6 Gambaran Klinis........................................................................... 23
2.7 Pemeriksaan Penunjang............................................................... 28
2.8 Diagnosis Banding......................................................................... 32
2.9 Terapi............................................................................................. 32
2.10 Prognosis...................................................................................... 39
BAB 3. KESIMPULAN.................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 41

BAB I
PENDAHULUAN

2
Stroke adalah suatu sindrome yang ditandai dengan gangguan fungsi otak,
fokal atau global, yang timbul mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau
berakhir dengan kematian tanpa penyebab yang jelas selain vaskular. Jadi stroke
adalah kelainan jaringan otak yang disebabkan oleh gangguan aliran darah.
Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup yang didorong oleh
keberhasilan pembangunan nasional akan cenderung meningkatkan terjadinya
penyakit vaskular seperti stroke. Stroke merupakan keadaan emergency, yang
sekarang dikenal dengan serangan otak (brain attack). Istilah ini perlu
disosialisasikan ke masyarakat bahwa begitu mengalami serangan stroke, harus
dengan segera meminta pertolongan kepada yang berkompeten dengan sarana
yang memadai (Bahrudin, 2013).
Sampai saat ini stroke masih merupakan masalah besar, sekaligus tantangan
dibidang kesehatan, karena stroke menduduki peringkat kedua setelah penyakit
jantung atau ketiga setelah penyakit jantung dan kanker dalam urutan penyebab
kematian (Amin-Hanjani et al,2017). Berdasarkan laporan WHO (World Health
Organisation). Pada tahun 1999 diperkirakan 5,54 juta orang meninggal karena
stroke. Jumlah ini meupakan 9,5% dari seluruh kematian didunia. Selain itu stroke
juga mengakibatkan kecacatan. Pada tahun 1999, 50 juta orang telah mengalami
kecacatan akibat stroke. Jumlah ini merupakan 3,5% dari seluruh pasien cacat.
Proyeksi hingga tahun 2020 nanti menunjukkan, bahwa setiap tahun, 61 juta
orang akan mengalami kecatatan akibat stroke. Dinyatakan pula bahwa sebagian
besar(lebih dari 80%) pasien yang mengalami kematian dan kecatatan akibat
stroke tersebut tinggal dinegara yang sedang berkembang. Jika ditinjau dari segi
psikologik dan sosioekonomi penyakit tersebut merupakan masalah besar (WHO,
2004).
Stroke dapat menyerang usia usia bayi, anak-anak usia produktik, hingga usia
lanjut, yang mana usia produktif lebih banyak sehingga akan berdampak dan
berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara
keseluruhan (Bahrudin, 2013).
Sistem arteri vertebrobasilar memperdarahi medula, otak kecil, pons, otak
tengah, talamus, dan korteks oksipital. Oklusi vassa besar dalam sistem ini

3
biasanya menyebabkan cacat berat atau kematian, kebanyakan pasien yang
menderita stroke vertebrobasilar memiliki tingkat kecacatan yang signifikan
karena keterlibatan dari batang otak dan otak kecil yang menyebabkan disfungsi
multisistem (misalnya, quadriplegia atau hemiplegia , ataksia, disfagia, dysarthria,
kelainan tatapan, neuropati kranial).
Namun, lesi vertebrobasilar banyak timbul dari penyakit pembuluh darah yang
kecil. Gejala klinis yang ditimbhlkan terdiri dari berbagai defisit neurologi fokal
tergantung pada lokasi oklusi di dalam batang otak. Pasien dengan lesi kecil
biasanya memiliki prognosis yang jinak dengan pemulihan fungsional yang wajar
(Vladimir kaye, 2017).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

4
Sistem arteri vertebrobasilar memperdarahi medula, otak kecil, pons, otak
tengah, talamus, dan korteks oksipital. Oklusi vassa besar dalam sistem ini
biasanya menyebabkan cacat berat atau kematian, kebanyakan pasien yang
menderita stroke vertebrobasilar memiliki tingkat kecacatan yang signifikan
karena keterlibatan dari batang otak dan otak kecil yang menyebabkan disfungsi
multisistem (misalnya, quadriplegia atau hemiplegia , ataksia, disfagia, dysarthria,
kelainan tatapan, neuropati kranial) (Mardjono & Sidharta, 2009).
Namun, lesi vertebrobasilar banyak timbul dari penyakit pembuluh darah yang
kecil. Gejala klinis yang ditimbhlkan terdiri dari berbagai defisit neurologi fokal
tergantung pada lokasi mereka di dalam batang otak. Pasien dengan lesi kecil
biasanya memiliki prognosis yang jinak dengan pemulihan fungsional yang wajar.
Lesi dalam sistem vertebrobasilar memiliki beberapa karakteristik klinik yang
membedakan mereka dari lesi di bagian hemisfer otak, termasuk yang berikut

o Ketika saraf kranial atau inti terlibat, tanda-tanda klinis yang sesuai adalah lesi
dan tanda-tanda kortikospinalis yang berlawanan, melibatkan lengan dan kaki
yang berlawanan.
o tanda cerebellar (misalnya, dysmetria, ataksia) sering terjadi.
o Keterlibatan sensori ascending pathway dapat mempengaruhi jalur
spinothalamic atau lemniscus medial (kolom dorsal), menghasilkan kondisi
yang dimana kehilangan sensoris yang terpisah yaitu kondisi ketika ada
kehilangan sensoris di atu sisi tetapi tidak disisi yang berlawanan.
o dysarthria dan disfagia
o Vertigo, mual, dan muntah, bersama dengan nystagmus, merupakan suatu
keterlibatan dari sistem vestibular.
o Selain itu,sindrom Horner dapat terjadi jika lesi di batang otak
o Lesi di lobus oksipital mengakibatkan hilangnya lapangan visual atau defisit
visuospatial
o Berbeda dengan lesi di hemisfer, defisit korteks, seperti gangguan afasia dan
kognitif, tidak ada.
Otak mendapat suplai darah dari dua arteri karotis interna yang disebut dengan
sistem karotis dan dua arteri vertebralis disebut sistem vertebro-basilar. Struktur
supratentorium mendapat suplai darah dari sistem vertebro-basilar dan karotis,
sedangkan struktur infratentorium hanya mendapat suplai darah dari sistem

5
vertebro-basilar. Sistem vertebro-basilar mengurus sebagian lobus temporalis,
keseluruhan lobus oksipitalis, mesensefalon, pons, medulla oblongata, bagian
kaudal diensefalon, serebelum, telinga dan bagian atas medulla spinalis. Arteri
karotis interna pada kedua sisi menghantarkan darah ke otak melalui percabangan
utamanya yaitu arteri serebri media dan arteri serebri anterior serta arteri
khoroidalis anterior (sirkulasi anterior). Kedua arteri vertebralis bergabung di
garis tengah pada batas kaudal pons untuk membentuk arteri basilaris, yang
menghantarkan darah ke batang otak dan serebelum, sebagian hemisfer serebri
melalui cabang terminalnya yaitu arteri serebri posterior (sirkulasi posterior).
Sirkulasi anterior posterior berhubungan satu dengan lainnya melalui sirkulus
arteriosus Willisi (Baehr et al, 2005).

Sumber : Vladimir kaye (2017)

6
Sumber : Vladimir kaye (2017)

Pasokan darah arteri ke otak sangat kompleks. Darah yang mengalir ke otak
melalui dua pasang pembuluh darah besar yaitu sepasang arteri karotis interna dan
sepasang arteri vertebralis. Darah vena mengalir dari sinus-sinus duralis, kembali
ke jantung melalui vena jugularis. Pembuluh darah besar tersebut adalah:
1. Dua Arteri Karotis (Sistem Karotis) yang membawa 80% darah yang
diperlukan oleh otak dan terutama memberi darah dari bagian depan, atas,
dan lateral. Sistem karotis ini memberi darah terutama ke area supra
tentorial yang berisi otak besar.
2. Dua Arteri Vertebralis (Sistem Vertebro Basiler) yang membawa darah
terutama untuk area infra tentorial yang berisi serebellum, batang otak,
bagian belakang dan bagian bawah kiri hemidfer otak membentuk sistem
vertebrobasiler.
Arteri karotis kanan keluar dari pecahan trunkus brakhiocephalikus yang
menjadi arteria Subklavia dan arteri Karotis Komunis. Arteri Karotis merupakan
cabang langsung dari arkus aorta.
Selanjutnya arteri karotis dan arteri vertebralis membentuk sirkulasi kolateral
dalam bentuk Sirkulus dari Willis (circulus artriosus Willisi). Dari bagian ini
keluar arteria serebri anterior, arteria serebri media, dan arteria serebri posterior.
Sirkulus dari Willis ini dibentuk oleh arteri serebri anterior, arteri komunikating
anterior dan arteri konunikating posterior dan arteri serebri posterior. Disamping
itu masih ada beberapa anstomose yang lain.
Pembentukan sistem saling terkait (anastomose) berguna untuk menjamin
lancaranya suplai darah ke otak. Kekurangan satu cabang akan segera diatasi oleh
aliran darah yang berasal dari cabang yang lain (anstomose) yang ikut membentuk
lingkaran dari willis. Dari lingkaran Willis ini keluar kecabang-cabang untuk
menyuplai aliran darah ke otak.

7
Disamping sistem yang saling terkait pembuluh darah otak intrakranial, masih
ada juga anastomose antara pembuluh darah otak intra dan ekstrakranial. Yang
paling penting adalah arteri karotis eksterna dengan karotid sifon lewat arteri
fasialis, angularis dan oftalmikus, juga sering terbentuk anastomose antara arteri
karotis eksterna, arteri oksipitalis eksterna dengan arteri vertebralis (Baehr et al,
2005).
A. Susunan Vaskular Sistem Vertebrobasilar
Arteri vertebralis berasal dari arteri subklavia. Arteri vertebralis berjalan
naik ke dalam leher melalui enam foramen processus transversus cervicales.
Setingkat C1 arteri vertebralis meninggalkan foramen dan melengkung
kebelakang melingkari tulang atlas dan berada pada sulcus arteriae vertebralis.
Arteri ini masuk ke cranium melalui foramen magnum serta menembus dura
mater dan arachnoid mater untuk masuk ke dalam ruang subarachnoid.

Di ruang subarachnoid, arteri vertebralis sinistra dan dekstra melengkung


ke arah ventral dan mengelilingi batang otak, kemudian bergabung membentuk
arteri basilaris pada pinggir bawah pons. Cabang intrakranial utama dari arteri
vertebralis adalah arteri inferior posterior serebeli (PICA) dan arteri spinalis
anterior. Tempat berasalnya PICA adalah tepat di distal lokasi masuknya arteri
vertebralis ke ruang subarchnoid, ruptur aneurisma pada tempat berasalnya PICA
dapat menyebabkan terjadinya perdarahan subarchnoid. (Gylory & Meyer, 1979).

8
Gambar 1. Perjalanan ekstrakranial arteri utama yang menyuplai otak (arteri
karotis komunis, arteri vertebralis).
Sumber : Baehr et al (2005)

9
Gambar 2. Arteri pada basis kranii. Sumber : Baehr et al, (2005).

Beberapa cabang-cabang intrakranial arteri vertebralis adalah:


1. Arteri inferior posterior serebeli (PICA).
PICA merupakan cabang terbesar arteri vertebralis dan berasal dari bagian
intraduralnya, tepat sebelum arteri vertebralis bergabung dengan sisi
kontralateral untuk membentuk arteri basilaris. Pembuluh ini berjalan
tidak teratur di antara medula oblongata dan cerebellum. PICA menyuplai
bagian basal hemisfer serebeli, bagian bawah vermis, sebagian nuklei
serebeli, dan pleksus khoroideus ventrikel keempat, serta bagian

10
dorsolateralis medula oblongata. Pembuluh darah ini banyak membentuk
anastomosis dengan arteri serebeli lainnya.

2. Arteri spinalis anterior


Pembuluh ini dibentuk oleh gabungan cabang masing-masing arteri
vertebralis yang berasal dari intrakranium. Arteri spinalis anterior berjalan
turun pada permukaan anterior medulla oblongata dan medula spinalis
serta terbenam di dalam piamater di sepanjang fisura mediana anterior.

3. Arteri spinalis posterior


Arteri spinalis posterior dapat berasal dari arteri vertebralis atau arteri
cerebellaris posterior inferior. Pembuluh ini berjalan turun pada
permukaan posterior medulla spinalis.

Gambar 3. Suplai darah dari serebellum


(pandangan lateral)
Sumber : Baehr et al, (2005).

11
Gambar 4. Suplai darah dari serebellum
(pandangan dari inferior) Sumber : Baehr et al (2005)
Arteri basilaris berasal dari penggabungan arteri vertebralis dekstra dan
sinistra di depan batang otak setinggi pons bawah. Cabang utamanya adalah dua
pasang arteri serebeli dan arteri serebri posterior. Arteri basilaris juga banyak
membentuk cabang arteri perfotrantes yang kecil ke batang otak yaitu rami
paramediani, rami sirkumferensiales breves dan longi. Oklusi pada cabang-cabang
ini menyebabkan sindroma batang otak (Elkind & Sacco, 2010).

Adapun cabang-cabang intrakranial arteri basilaris menurut Elkind & Sacco


(2010) adalah:
1. Arteri inferior anterior serebeli (AICA)
Cabang mayor pertama arteri basilaris adalah AICA yang menyuplai darah
ke flokulus serebeli dan bagian anterior hemisfer serebeli. AICA juga
membentuk cabang arteri labirintii ke telinga dalam.

2. Arteri superior serebeli (SCA)


Arteri superior serebeli (SCA) berasal di dekat bagian terminal arteri
basilaris dan memperdarahi bagian rostral hemisfer serebeli dan bagian
atas vermis serebeli. Basilar tip (ujung arteri basilaris) adalah tempat
pembuluh darah ini terbagi menjadi dua arteri serebri posterior.

3. Arteri serebri posterior (PCA)

12
Sebagian darah yang mengalir didalamnya berasal dari basilar tip dan juga
sedikit berasal arteri karotis interna melalui arteri komunikans posterior.
Baik arteri posterior maupun arteri komunikans posterior membentuk
cabang perforantes ke mesensefalon dan thalamus. Cabang-cabang
kortikal menyuplai permukaan inferolateral dan medial lobus temporalis
serta permukaan lateral dan medial lobus occipatalis. Jadi, arteri arteri
serebri posterior memperdarahi korteks visual. Cabang-cabang sentral
menembus substansia serebri dan memperdarahi talamus dan nukleus
lentiformis, serta mesensefalon, glandula pineal, dan corpus geniculatum
medial.

4. Arteri thalami-perforans anterior dan posterior


Arteri thalami-perforans anterior merupakan cabang arteri komunikans
posterior yang terutama menyuplai bagian rostral thalamus. Arteri thalami-
perforans posterior berasal dari arteri serebri posterior di proksimal
berhungungan dengan arteri komunikans posterior yang menyuplai bagian
basal dan medial thalamus serta pulvinar.

5. Arteri talamogenikulatum
Arteri talamogenikulatum berasal dari arteri serebri posterior di distal yang
menyuplai bagian lateral thalamus.

6. Arteri khoroidea posterior latelaris dan medialis


Arteri khoroidea posterior latelaris dan medialis keluar disebelah distal
tempat berasalnya arteri komunikans posterior. Pembuluh darah ini
menyuplai korpus genikulatum, nukleus posteromedialis talami dan
pulvinar. Arteri khoroidea posterior medialis bercabang ke mesensefalon
dan meyuplai khoroideus ventrikel-ventrikel. Arteri khoroidea posterior
latelaris menyuplai plexus khoroideus ventrikel lateral dan memiliki
hubungan anastomosis arteri khoroidea anterior.

13
Gambar 5. Suplai darah batang otak (sagital) Sumber : Baehr et al (2005)

Sirkulus Arteriousus Willisi


Arteri-arteri serebral berhungan satu sama lain melalui susunan pembuluh
darah berbebentuk seperti lingkaran di dasar otak yang dikenal sebagai sirkulus
willisi. Interkoneksi ini memungkinkan kelanjutan perfusi jaringan otak bahkan
jika salah satu pembuluh darah besar mengalami stenosis atau oklusi. Sirkulus itu
sendiri terdiri dari segmen pembuluh darah besar dan arteri yang disebut arteri
komunikans yang menghungkan satu pembuluh darah besar dengan yang lainnya.
Berjalan dari satu sisi lingkaran dari anterior ke posterior dapat ditemukan arteri
komunikans anterior, bagian proximal arteri serebri anterior, bagian distal arteri
carotis interna, arteri komunikans posterior, bagian proksimal arteri serebri
posterior, dan basilar tip. Penurunan aliran darah besar akibat stenosis yang
berkembang lambat di bawah sirkulus willisi biasanya dapat dikompensasi oleh
peningkatan aliran kolateral disekitar sirkulus, sehingga infark hemodinamik tidak
terjadi (Snell, 2006).

14
Gambar 6. Sirkulus Willisi Sumber : Baehr et al (2005)
B. Gangguan Sirkulasi Sistem Vertebrobasilar
Sindrom Iskemik pada Sirkulasi Posterior
Iskemia pada sirkulasi posterior, seperti pada sirkulasi anterior, biasanya
disebabkan oleh emboli. Sebagian besar emboli berasal dari plak ateromatosa di
dinding arteri vertebralis. Berbeda dengan arteri karotis komunis, yang memilki
kecenderungan terbentuknya plak aterom pada bifurkasio karotis, sedangkan arteri
vertebralis tidak memiliki lokasi khas pembentukan aterom. Plak ateromatosa
dapat ditemukan di sepanjang perjalanan arteri vertebralis. Fakta ini menimbulkan
kesulitan dalam melokalisasi sumber emboli secara tepat. Selain itu, plak
arteromatosa pada arteri vertebralis kanan atau kiri dapat menimbulkan emboli
yang berjalan ke arah distal menuju arteri basilaris atau menuju arteri serebri
posterior salah satu sisi. Stenosis arteri vertebralis, seperti stenosis arteri karotis
interna, biasanya yang menyebabkan stroke bukan melalui berkurangnya perfusi
tetapi karena emboli (Baehr et al, 2005).

15
Arteri vertebralis dan arteri basilaris menyuplai batang otak dan bagian
otak lainnya. Batang otak banyak mengendalikan fungsi penting, termasuk fungsi
pernafasan dan kardiovaskular maka infark batang otak umumnya memiliki akibat
lebih serius dari pada infark arteri karotis interna. Oklusi arteri basilaris termasuk
basilar tip umumnya bersifat fatal. Selain itu, karena hanya tersedia sedikit ruang
di fosa posterior untuk membesarnya jaringan otak yang bengkak, infark
serebelum yang relatif kecil pun dapat menyebabkan hipertensi intrakranial yang
dapat mengancam jiwa. Kompresi aquaduktus serebri atau ventrikel keempat oleh
jaringan infark dapat menyebabkan hidrosefalus oklusif dan meningkatkan
tekanan intrakranial (Snell, 2006).
Kedua arteri vetebralis bergabung didepan batang otak dan membentuk
arteri basilaris. Arteri basilaris juga banyak membentuk cabang arteri perfotrantes
yang kecil ke batang otak yaitu rami paramediani, rami sirkumferensiales breves
dan longi. Oklusi pada cabang-cabang ini menyebabkan sindroma batang otak.

Sindroma Vaskular Batang Otak


Infark batang otak pada berbagai lokasi sering menimbulkan manifestasi
klinis berupa hemiplegia alternans (kelemahan menyilang), yang didefinisikan
sebagai kombinasi defisit saraf kranial dengan sisi lesi dengan kelemahan
setengah tubuh sisi kontralateral. (Baehr et al, 2005)

16
Gambar 7. Lesi yang menyebabkan kelemahan menyilang (sindroma hemipelgia
alternans) (Baehr et al, 2005)

Beberapa variasi sindroma hemipelgia alternans (Mardjono & Sidharta, 2009):


1. Sindroma medularis dorsolateralis (sindroma Wallenberg)
Penyebab: oklusi atau embolisme di arteri serebeli inferior posterior atau
arteri vertebralis.
Gambaran klinis: onset mendadak disertai dengan vertigo, nistagmus,
nausea dan muntah, disartria dan disfonia.
2. Sindroma medularis medialis (sindroma Dejerine)
Penyebab: oklusi ramus paramedianus arteri vertebralis atau arteri
basilaris, umunya bilateral.
Gambaran klinis: kelumpuhan flasid nervus hipoglosus ipsilateral,
hemiplegia kontralateral (bukan spastik) dengan tanda Babinski,

17
hipestesia kolumna posterior kontralateral (yaitu hipestesia terhadap raba
dan tekan, dengan gangguan sensasi posisi) serta nistagmus.
3. Sindroma basis pontis kaudalis (sindroma Millard-Gubler atau sindroma
Foville)
Penyebab: oklusi ramus sirkumferensialis arteri basilaris, tumor, abses,
dan lain-lain.
Gambaran klinis: kelumpuhan nervus abdusen dan nervus fasialis
ipsilateral, hemiplegia kontralateral, analgesia, gangguan sensasi raba,
posisi, serta getar sisi kontralateral.
4. Sindroma tegmentum pontis kaudale
Penyebab: oklusi cabang arteri basilaris (rami sirkumferensiales breves
dan longi).
Gambaran klinis: kelumpuhan nuklear abdusen dan fasialis ipsilateral,
nistagmus, paresis tatapan ke arah sisi lesi, hipestesia dan gangguan
sensasi posisi dan getal sisi kontralateral, mioritmia palatum dan faring
ipsilateral.
5. Sindroma tegmentum pontis orale
Penyebab: oklusi ramus sirkumferensialis longus arteri basilaris dan arteri
serebelaris superior.
Gambaran klinis: hilangnya sensasi wajah ipsilateral dan paralisis otot-otot
pengunyah, intention tremor, gangguan semua modalitas sensorik
kontralateral.
6. Sindroma basis pontis bagian tengah
Penyebab: oklusi ramus rsirkumferensialis brevis dan ramu paramedianus
arteri basilaris.
Gambaran klinis: paresis flasid otot-otot pengunyah ipsilateral, hipestesia,
ansinergia ipsilateral, hemiparesis spastik kontralateral.
7. Sindroma nukleus ruber (sindroma benedikt)
Penyebab: oklusi ramus interpedunkularis arteri basilaris dan arteri serebri
posterior.
Gambaran klinis: kelumpuhan nervus okulomotorius ipsilateral dengan
midriasis, gangguan sensasi raba, posisi, getar kontralateral, diskriminasi
dua titik, hiperkinesia kontralateral (tremor, atetosis), rigiditas
kontralateral.
8. Sindroma pedunkulus serebri (sindroma weber)
Penyebab: oklusi ramus interpedunkularis arteri serebri posterior dan arteri
khoroidalis posterior, penyebab yang jarang adalah tumor (glioma).

18
Gambaran klinis: kelumpuhan nervus okulomotorius ipsilateral,
hemiparesis spastik kontralateral, rigiditas parkinsonisme kontralateral,
defisit saraf kranialis pada N VII, IX,X, dan XII.

Sindroma Vaskular Talamik (Baehr et al, 2005)


1. Arteri talami perforans anterior
Arteri ini berasal dari arteri komunikans posterior dan terutama menyuplai
bagian rostral talamus. Adanya infark menyebabkan tremor intensi atau
tremor saat istirahat dan gerakan motorik koreoatetotik dengan tangan
talamik postur kontraktur abnormal pada tangan). Gangguan sensorik dan
nyeri biasanya tidak terjadi.
2. Arteri perforans posterior
Oklusi pada arteri ini menyebabkan infark bilateral pada nuclei
intralaminares talami, mengakibatkan gangguan kesadaran berat.
3. Arteri talamogenikulata
Infark pada arteri serebri posterior sering melibatkan iskemia pada
distribusi arteri talamogenikulata. Defisit yang bersesuaian pertama kali
ditemuakan oleh Dejerine dan Roussy : hemiparesis kontralateral
sementara, hemianestesi kontralateral untuk rasa raba dan profioseptif
menetap (dengan gangguan sensasi nyeri dan suhu yang lebih ringan),
nyeri spontan, hemiataksia dan asterognosis ringan dan gerakan motorik
koreoteteotik kontralateral.

Sindroma Vaskular Serebelum (Snell, 2006)


1. Arteri inferior posterior serebeli (PICA)
Oklusi proksimal PICA menyebabkan iskemia dibagian dorsolateral
medula, biasanya menimbulkan sindrom Wallenberg parsial atau total.
PICA menyuplai bagian serebelum, tetapi dengan luas bervariasi, dengan
demikian dapat terjadi defisit serebelar dengan berat bervariasai seperti
hemiataksia, dismetria, lateropulsi, atau diadokinesia. Defisit serebelar
selalu ditemaukan pada sisi infark.
2. Arteri inferior anterior serebeli (AICA)
Oklusi pada arteri ini, menimbulkan berbagai manifestasi klinis, karena
perjalanan dan luas yang bervariasi. Hemiataksia ipsilateral dan nistagmus
dapat terjadi, juga dapat timbul defisit saraf kranial VII dan VIII. Oklusi
arteri labirinti, suatu cabang AICA dapat menyebabkan sudden deafness.

19
3. Arteri superior serebeli (SCA)
Oklusi arteri ini menyebabkan ataksia berat karena infark pedunkulus
sereblaris superior, serta astasia dan abasia. Kerusakan jaringan pada
tegmentum pontis menyebabkan defisit sensorik pada setamgah bagian
ipsilateral wajah dan setengah bagian tubuh kontralateral, yang mengenai
semua kualitas sensasi.

2.2 Definisi
Vertebrobasiler stroke adalah stroke yang terjadi pada sistem arteri
vertebrobasiler. Oklusi vassa besar dalam sistem ini biasanya menyebabkan cacat
berat atau kematian, kebanyakan pasien yang menderita stroke vertebrobasilar
memiliki tingkat kecacatan yang signifikan karena keterlibatan dari batang otak
dan otak kecil yang menyebabkan disfungsi multisistem (misalnya, quadriplegia
atau hemiplegia , ataksia, disfagia, dysarthria, kelainan tatapan, neuropati kranial)
(Mardjono & Sidharta, 2009).

2.3 Epidemiologi
Prevalensi terjadinya stroke vertebrobasiler stroke menurut Schneider & Olshaker
(2012) :
a. Mortalitas / Morbiditas
Mortalitas pasien dengan oklusi arteri basilaris tinggi. Pada sebagian besar
kematian secara konsisten lebih besar dari 75-80% . Sebagian besar yang selamat
menjadi cacat.
b. Ras
Prevalensi dari semua jenis stroke cenderung lebih tinggi ada Amerika Afrika dari
kulit putih.
c. Seks
Stroke terjadi sedikit lebih sering pada pria daripada pada wanita.
d. Umur
Insiden stroke meningkat dengan usia.

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko

20
Insufisiensi vertebrobasilar atau stroke dapat disebabkan oleh sejumlah
mekanisme, termasuk trombus, emboli, dan perdarahan (sekunder untuk
aneurisma atau trauma). Secara umum, stroke terjadi karena kejadian iskemik (80-
85% pasien) atau perdarahan (15-20% dari pasien) (Adams et al, 2003). Beberapa
faktor resiko yang berhubungan dengan stroke, seperti berikut:
* Meningkatnya usia
* Riwayat keluarga
* Race
* riwayat stroke Sebelumnya
* Hipertensi
* Penyakit arteri koroner
* Diabetes mellitus
* Merokok
* Penyakit jantung
* Obesitas
* Fisik tidak aktif
* drugs atau penyalahgunaan alkohol

2.5 Patofisiologi
Arteri vertebralis timbul dari arteri subklavia, dan ketika mereka melewati
foramina costotransverse dari C6 ke C2. Mereka memasuki tengkorak melalui
foramen magnum dan bergabung di persimpangan pontomedullary untuk
membentuk arteri basilar. Setiap arteri vertebralis biasanya bercabang menjadi
arteri cerebellar posterior inferior (PICA). Di bagian atas pons, arteri basilaris
terbagi menjadi 2 arteri serebral posterior (PCAs).
Arteri basilaris bercabang menjadi arteri cerebellar superior yang memasok
bagian lateral pons dan otak tengah, serta permukaan superior dari otak kecil.
Otak kecil dipasok oleh arteri circumflexan, PICA, arteri anterior inferior dan
superior cebelar arteri dari arteri basilar.

21
Medula diperarahi oleh Pica dan cabang kecil dari arteri vertebralis. Pons
diperdarahi oleh cabang-cabang dari arteri basilaris. PCAs memperdarahi otak
tengah, talamus, dan korteks oksipital.
Pada dasar otak, sistem karotis dan basilar bergabung untuk membentuk
lingkaran besar, arteri communicans dikenal sebagai lingkaran Willis. sehingga itu
dapat merupakan jaminan, bahkan ketika salah satu arteri utama tersumbat, sistem
perdarahan otak yang memadai mungkin masih possible.
Kondisi pembuluh darah yang paling umum yang mempengaruhi sistem
vertebrobasilar adalah aterosklerosis, di mana plak menyebabkan penyempitan
dan oklusi vassa besar. Patologi penyakit vassa kecil ( arteri dengan 50-200 pM
diameter) adalah berbeda dari aterosklerosis, karena kapal kecil menjadi
tersumbat oleh proses yang disebut lipohyalinosis, yang sering terjadi dalam
hubungannya dengan hipertensi. Oklusi vassa - vassa kecil ini menyebabkan
penyumbatan, disebut infark lacunes, yang mungkin muncul sebagai lesi tunggal
atau dapat didistribusikan sebagai lesi multipel tersebar luas di seluruh subcortex
dan batang otak. Lipohyalinosis melemahkan dinding vassa, dan pecahnya arteri
dapat terjadi pada individu hipertensi, mengakibatkan perdarahan fokal. Hampir
semua perdarahan intraserebral berasal dari pecahnya ini. Karena hubungan
anatomis yang dekat antara arteri vertebralis dan tulang belakang leher,
manipulasi chiropractic atau rotasi leher bisa melukai arteri vertebralis di leher.
Penyebab untuk emboli biasanya dari lengkungan aorta, arteri subklavia, dan dari
arteri vertebralis (Amin-Hanjani et al, 2016).

2.6 Gambaran Klinis


Onset dan durasi gejala tergantung pada etiologi. Pasien dengan trombosis
arteri basilaris biasanya memiliki gejala peringatan, seperti sebanyak 50% dari
pasien mengalami serangan transient ischemic selama beberapa hari untuk minggu
sebelum oklusi tersebut. Sebaliknya, peristiwa emboli, tanpa prodrome atau
peringatan, dengan presentasi akut dan dramatis (Ferbert et al, 1990). Gejala
peringatan yang berhubungan dengan stroke vertebrobasilar termasuk:
* Vertigo

22
* Mual dan muntah
* Sakit kepala
* Kelainan pada tingkat kesadaran
* tanda oculomotor yang Abnormal (misalnya, nystagmus, lateral tatapan
kelainan, diplopia, perubahan pupil)
* kelemahan saraf kranial (misalnya, dysarthria, disfagia, disfonia, kelemahan otot
wajah dan lidah)
* kehilangan sensoris (di wajah dan kulit kepala)
* Ataksia
* kelemahan kontralateral (misalnya, hemiparesis, quadriparesis)
* Incontinence
* cacat Visual-field
* pembengkakan Abnormal
* Berkeringat pada wajah atau ekstremitas
Temuan klinis umum di lebih dari 70% pasien dengan stroke vertebrobasilar
yaitu tingkat kesadaran yang abnormal, serta hemiparesis atau quadriparesis, yang
biasanya adalah asimetris. Kelainan pupil dan tanda-tanda oculomotor yang
umum, dan manifestasi bulbar, seperti kelemahan wajah, disfonia, dysarthria, dan
disfagia, terjadi di lebih dari 40% pasien.
Tanda-tanda oculomotor biasanya mencerminkan keterlibatan inti abducens;
Defisit ini melokalisasi lesi pada pons. tanda-tanda lain dari pontine iskemik
termasuk ataksia dan tremor yang disertai dengan hemiparesis ringan. Tanda-
tanda yang dijelaskan dapat terjadi dalam kombinasi yang berbeda.
Beberapa temuan dapat berfungsi sebagai petunjuk yang membantu untuk
mempersempit pencarian, termasuk contoh-contoh berikut:
* sindrom midbrain - saraf kranial [CN] III lesi vertical gaze palsy.
* sindrom Pontine - adalah CN VI lesi, horizontal gaze palsy, dan kelumpuhan
saraf VII.
* medullary sindrom - adalah nyeri wajah dan kehilangan rasa suhu, sindrom
Horner, ataxia, kehilangan sensasi nyeri dan suhu yang kontralateral, dan
kelumpuhan lidah, langit-langit, pita suara, atau sternocleidomastoid

23
* arteri posterior serebral - hemianopia kontralateral dengan macular sparing.
Berbagai varietas dari spesifik neurologis syndromes telah diuraikan berdasarkan
temuan. Beberapa contoh adalah sebagai berikut:
* Lateral meduler (Wallenberg) sindrom
Sindrom ini paling sering disebabkan oleh oklusi arteri vertebral atau, oklusi Pica.
Pasien dengan mual, muntah, dan vertigo akbat keterlibatan sistem vestibular.
klinisnya lainnya adalah sebagai berikut:
Ataksia dan dysmetria, karena kerusakan pada batang cerebellar inferior
dan otak kecil
Sindrom Horner (misalnya, ptosis, miosis, hypohidrosis atau anhidrosis,
enophthalmos), karena kerusakan pada serat simpatis decended
rasa sakit wajah dan kehilangan rasa suhu
refleks kornea berkurang, dari kerusakan pada saluran tulang belakang dan
inti dari CN V
Nystagmus
Hypoacusis (inti koklea)
Dysarthria
Disfagia
Kelumpuhan faring, langit-langit, dan pita suara
Hilangnya rasa dari ketiga posterior lidah (inti atau serat CN IX dan X)
Hilangnya rasa sakit dan rasa suhu dalam tubuh dan kaki yang kontralateral,
menunjukkan keterlibatan spinothalamic tract anterior. Temuan lain meliputi
takikardi dan dyspnea (nukleus dorsal CN X), dan myoclonus langit-langit,
sebuah gerakan menyentak dari langit-langi, otot faring, dan diafragma.
myoclonus Palatal kadang timbul dari infark inti otak kecil dan inferior Oliva.
Prognosis pasien dengan sindrom meduler lateral biasanya cukup baik untuk
hasil fungsional, namun, pasien bisa mati pada fase akut dari pneumonia aspirasi,
dan kematian telah dilaporkan dari apnea dalam sejumlah kasus.
* Meduler sindrom (Dejerine) Medial
Sindrom ini adalah lesi yang jarang terjadi dihasilkan dari oklusi dari arteri
vertebralis atau cabang arteri spinal anterior, melibatkan piramida, lemniscus
medial, dan, kadang-kadang, saraf hypoglossal.

24
Gambaran klinis termasuk paresis lidah dengan deviasi kearah lesi (lesi LMN CN
XII), hemiplegia kontralateral dengand sparing face (saluran kortikospinalis), dan
hilangnya rasa getaran dan proprioception (lemniscus medial).
* Cerebellar infark
Stroke yang melibatkan otak kecil dapat mengakibatkan kurangnya koordinasi,
kecanggungan, tremor, ataksia, dysarthria, gangguan berbicara, dan bahkan
kesulitan memori dan perencanaan motorik. Diagnosis dini infark cerebellar
penting, karena pembengkakan dapat menyebabkan kompresi batang otak atau
hidrosefalus.
* Locked-in syndrome
Sindrom ini terjadi ketika ada infark ventral pons atas. Locked-in syndrome
terjadi dari oklusi dari segmen proksimal dan tengah arteri basilaris atau dari
perdarahan yang melibatkan wilayah itu. Hal ini juga dapat disebabkan oleh
trauma, myelinolysis pontine pusat, ensefalitis, atau tumor.

Lesi bilateral pontine ventral melibatkan saluran kortikospinalis dan


corticobulbar menyebabkan quadriplegia. Pasien tidak dapat berbicara, untuk
menghasilkan gerakan wajah (kerusakan saluran corticobulbar), atau untuk
melihat ke kedua sisi (gerakan mata horisontal terganggu karena lesi VI CN
bilateral inti). Oleh karena tegmentum dari pons terlibat, kesadaran pasien juga
terpengaruh. Pasien lumpuh total dan berkomunikasi hanya dengan gerakan mata
vertikal dan berkedip.
Coma mungkin terjadi dengan keterlibatan dari tegmentum pontine atau
dengan lesi dari reticular formation otak tengah. Coma umumnya dikaitkan
dengan kelainan oculomotor, dan kelainan motorik bisa ada. Seorang pasien koma
tidak responsif, dan koma mungkin diperpanjang pada oklusi arteri basilar. Siklus
tidur-bangun pada pasien dengan koma tidak dapat ditemukan.
* Top-of-the-basilar syndrome.
Sindrom ini merupakan manifestasi dari upper brainstem dan diencephalic
iskemik disebabkan oleh oklusi dari arteri basilaris rostral; oklusi biasanya hasil
dari sebuah embolism. Berbagai tingkat keterlibatan otak tengah, talamus, dan

25
bagian dari lobus temporal dan oksipital mungkin terjadi dan dapat menghasilkan
cacat parah.
Pasien hadir dengan perubahan mendadak dalam tingkat kesadaran,
kebingungan, amnesia, dan gejala-gejala visual (misalnya, hemianopia, kebutaan
kortikal, Dysnomia warna). Pasien-pasien ini juga dapat menunjukkan kelainan
oculomotor, paling sering dari tatapan vertikal, seperti tatapan palsy, kejang
konvergensi sehingga pseudoabducens cerebral, atau nystagmus konvergensi-
retraksi.
Kelumpuhan CN III dan kelainan pupil, termasuk pupil kecil dengan
reaktivitas cahaya menurun (diencephalic), pupil besar / (otak tengah), dan pupil
ektopik atau oval, juga sering.
kelainan lainnya termasuk berbagai derajat kelemahan, defisit sensorik, atau
sikap.
* Internuclear ophthalmoplegia (INO)
Secara Klinis, INO adalah kelumpuhan pandangan horisontal, hasil dari lesi
batang otak yang mempengaruhi MLF antara inti CN VI dan III, paling sering di
pons. Ketika seorang pasien dengan luka di MLF mencoba untuk melihat ke /
kirinya nya (yaitu, jauh dari sisi terlibat), dia tidak menunjukkan adduksi mata
kanan dan abduksi penuh dari mata kiri dengan akhirnya menjadi nystagmus.
Dengan logika yang sama, dalam kasus INO bilateral, tidak terjadi adduksi
untuk kedua sisi dengan nystagmus mata abduksi ke dua arah. Konvergensi
karena inti dari CN III dan persarafan perifer otot-otot recti medial masih utuh.
Pada pasien lanjut usia, INO paling sering disebabkan oleh oklusi arteri
basilaris atau cabang paramedian nya. Pada orang dewasa muda, hal itu mungkin
terjadi akibat multiple sclerosis (MS), biasanya dengan keterlibatan bilateral.
* One&a half syndrome
Sindrom ini disebabkan oleh lesi yang mempengaruhi PPRF dan MLF secara
bersamaan, sehingga ipsilateral konjugasi tatapan lumpuh dan INO.
Seorang pasien dengan sindrom ini benar-benar tidak mampu untuk
menggerakkan mata ipsilateral, dan dia hanya mampu untuk abduksi mata
kontralateral, dengan menghasilkan nystagmus.

26
*Ventral pontine (Millard-Gubler) sindrom.
Sindrom ini terjadi setelah infark paramedian di pons dan menghasilkan
kelumpuhan rektus lateral ipsilateral (CN VI) dengan diplopia, paresis wajah
lengkap ( kelumpuhan CN VII), dan hemiparesis / hemiplegia kontralateral
(keterlibatan saluran kortikospinalis).
* (Raymond-Cestan) sindrom
Sindrom Hal ini disebabkan oleh obstruksi aliran di dalam cabang arteri
basilar. Hal ini menyebabkan ataksia ipsilateral dan tremor kasar (menunjukkan
keterlibatan dari peduncles cerebellar superior dan tengah), kelemahan
pengunyahan dan kehilangan sensori pada wajah (yang menunjukkan inti
trigeminal sensori dan motor dan saluran), dan hilangnya kontralateral dari semua
modalitas sensorik (akibat kerusakan saluran medial lemniscus dan spinothalamic)
dengan atau tanpa kelemahan wajah dan hemiparesis (saluran kortikospinalis).
tatapan Horizontal palsy juga dapat terjadi.
*Lower pontine sindrom (Foville)
Sindrom ini akibat dari lesi di tegmentum dorsal pons yang lebih rendah.
pasien paresis ipsilateral dari seluruh wajah (inti dan serat CN VII), horizontal
pandangan palsy pada sisi ipsilateral (PPRF + / - CN VI inti), dan hemiplegia
kontralateral (saluran kortikospinalis)
*Otak tengah sindrom (Weber) Ventral
Sindrom Weber terjadi dengan oklusi dari median dan / atau cabang
perforantes paramedian dari arteri basilar. Temuan klinis umum termasuk, ptosis,
dan mydriasis (yaitu, kerusakan serat parasimpatis CN III) dengan hemiplegia
kontralateral. Kelemahan dari wajah yang lebih rendah (saluran kortikospinalis
dan corticobulbar) dapat dicatat.
* Sindrom (Benedikt)
Sindrom ini disebabkan oleh lesi di otak tengah tegmentum akibat oklusi
cabang paramedian arteri basilaris, PCA, atau keduanya. Pasien menunjukkan
palsy oculomotor ipsilateral, ptosis, dan mydriasis (seperti dalam sindrom Weber),
bersama dengan gerakan tak terkendali kontralateral, seperti orang-orang dari niat
tremor, ataksia, atau chorea (karena keterlibatan red nukleus).

27
* Oklusi PCA
Temuan yang paling umum adalah infark lobus oksipital yang mengarah ke
hemianopia kontralateral.Gejala klinis yang berhubungan dengan oklusi PCA
bervariasi tergantung pada lokasi oklusi dan mungkin termasuk sindrom thalamic,
sindrom perforasi thalamic, sindrom Weber, kebutaan kortikal, buta warna,
kegagalan untuk melihat bolak balik, disleksia verbal, dan halusinasi.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada vertebrobasiler stroke
adalah:
a. Laboratorium
Hasil pemeriksaan Laboratorium harus mencakup sebagai berikut:
o hitung darah lengkap
o Elektrolit
o Blood urea nitrogen dan kreatinin
o Prothrombin time dan aktifasi waktu tromboplastin parsial (aPTT)
o tingkat Kolesterol
o Lipid profil
Pasien yang lebih muda dari 45 tahun atau yang tidak memiliki bukti
aterosklerosis harus diselidiki untuk kehadiran hiperkoagulasi, seperti berikut:
o Lupus antikoagulan dan antibodi anticardiolipin
o Protein C, protein S, dan antithrombin III kekurangan
o Faktor V Leiden mutasi
Creatine kinase, isoenzim jantung, dan tingkat troponin harus diuji dalam
orang-orang berikut
o Semua pasien simptomatik (misalnya, dengan nyeri dada)
o Pasien dengan bukti perubahan iskemik dalam elektrokardiogram (EKG, karena
tingginya insiden penyakit arteri koroner secara bersamaan)

b. Studi Imaging
* Computed tomography (CT) scanning

28
o CT scan biasanya adalah studi pencitraan yang pertama dilakukan, karena
memiliki sensitivitas lebih dari 95% bila digunakan dalam identifikasi perdarahan
intra-aksial atau ekstra-aksial dalam 24 jam pertama onset.
o Kelemahan CT scan termasuk sensitivitas rendah untuk iskemia awal
disebabkan oleh struktur bertulang yang mengelilingi batang otak dan otak kecil.
o Temuan bermanfaat lainnya termasuk bukti infarcts di lobus talamus atau
oksipital (melibatkan keterlibatan arteri basilaris rostral) dan bukti bahwa arteri
basilaris hyperdense hadir (menyarankan kemungkinan oklusi)
o Spiral CT angiography digunakan lebih lanjut untuk mengidentifikasi sumbatan
dan dolichoectatic vessels.

* Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan magnetic resonance angiography


(MRA)
o MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan dalam identifikasi iskemia (karena
tulang tidak menurunkan gambar). teknik baru, termasuk penindasan aliran dan
produksi gambar difusi berbobot dan perfusi berbobot, membuat MRI alat yang
sangat kuat untuk perdarahan intraparenchymal atau edema dan untuk identifikasi
awal dan berpotensi reversibel ischemia.
o MRI dan magnetic resonance angiography (MRA) sangat membantu dalam
menemukan lesi okultisme, seperti plak demielinasi, tumor, dolichoectasia
vertebrobasilar, atau dissection. MRA memiliki sensitivitas hingga 97% dan
spesifisitas hingga 98% bila digunakan untuk mengidentifikasi oklusi
vertebrobasilar. Keterbatasan MRA adalah kecenderungan untuk melebih-lebihkan
derajat stenosis. terlalu tinggi ini terjadi karena produksi gambar di MRA adalah
berdasarkan fenomena aliran-terkait, dengan itu, kehadiran stenosis berat dengan
aliran signifikan dapat menyerupai oklusi pembuluh darah.

29
.

* Doppler (TCD)

o TCD digunakan dalam evaluasi penyakit serebrovaskular, tetapi sering tidak


akurat. Tidak adanya sinyal dalam pemeriksaan awal tidak selalu berarti oklusi.
o TCD sangat membantu untuk tujuan tindak lanjut setelah evaluasi awal
menunjukkan lesi. TCD memiliki sensitivitas 72% dan spesifisitas 94% pada
pasien dengan penyakit arteri basilar.

30
Tes Lainnya
* Electrocardiography harus dilakukan pada semua pasien pada evaluasi awal.
Semua pasien harus dimonitor terus-menerus selama beberapa hari pertama.
Perubahan iskemik dalam EKG harus diselidiki lebih lanjut dengan serum creatine
kinase, isoenzim jantung, dan tingkat troponin untuk alasan yang mencakup
sebagai berikut:
o Sampai dengan 20% pasien dengan stroke akut memiliki aritmia.
o Serangan jantung terjadi pada 2-3% pasien.
o Adanya aritmia (misalnya atrial fibrilasi) telah berdampak pada manajemen
pasien jangka panjang yang terkait dengan pencegahan stroke.
* Echocardiography harus dipertimbangkan pada pasien berikut:
o Mereka yang lebih muda dari 45 tahun
o Mereka yang memiliki oklusi arteri menjelaskan basilar
Temuan yang dapat mempengaruhi manajemen termasuk gangguan katup,
vegetasi, trombi intramural atau luar sekolah, aneurisms ventrikel, tumor jantung
(myxoma), pirau kanan-ke-kiri, dan fraksi ejeksi miskin (Archer & Horenstein,
1977).

31
2.8 Diagnosis Banding
Central pontine myelinolysis
Metastatic disease of the brain
Subarachnoid hemorrhage
Basilar meningitis
Basilar migraine
Cerebellopontine angle tumors
Supratentorial hemispheric mass lesions with mass effect, herniation,
and brainstem compression

2.9 Terapi
Idealnya, semua pasien yang telah menderita stroke vertebrobasilar harus
dimasukkan ke unit yang mengkhususkan diri dalam perawatan pasien stroke.
Pasien menunjukkan gejala neurologis tidak stabil atau berfluktuasi, tingkat
penurunan kesadaran, ketidakstabilan hemodinamik, atau masalah jantung atau
pernafasan aktif adalah kandidat untuk terapi intervensi, seperti trombolisis, harus
dimasukkan ke unit neurologis perawatan intensif (ICU) (Kamper et al, 2008)
* Hemodinamik manajemen
o Pendekatan ini harus ditujukan untuk meminimalkan cedera iskemik. Iskemia
serebral menyebabkan sistem autoregulasi terganggu. Mekanisme yang mendasari
respon autoregulatory otak melibatkan vasokonstriksi dan vasodilatasi. Kenaikan
tekanan arteri rata-rata (MAP) menghasilkan vasokonstriksi. Respon ini
membatasi tekanan perfusi dan volume darah. Penurunan MAP menghasilkan
vasodilatasi.
o Pada pasien darah normal, batas autoregulasi berada dalam kisaran 50-150 mm
Hg dari MAP. Pada pasien hipertensi kronis, kurva autoregulasi bergeser ke atas.
Pada pasien dengan penyakit berat oklusi vaskular serebral, MAP dan tekanan
perfusi serebral (CPP) menjadi penting dalam memelihara aliran darah otak. CPP
adalah sama dengan tekanan MAP kurang intrakranial (ICP) (yaitu, CPP = MAP-
ICP). Oleh karena itu, pengobatan hipertensi yang berlebihan harus dihindari,

32
karena dapat menurunkan tekanan perfusi serebral dan memperburuk iskemia
berlangsung.
o Tidak ada informasi yang ada dari uji acak menunjukkan apakah mengobati
hipertensi adalah lebih baik daripada tidak memperlakukan itu. Berdasarkan bukti
dari model eksperimental dan data dari pengalaman klinis, pengobatan hipertensi
tidak boleh diperlakukan kecuali ada bukti kerusakan end-organ, seperti
ensefalopati hipertensi, angina tidak stabil, infark miokard akut, gagal jantung,
atau gagal ginjal akut. Hipertensi harus ditangani ketika tekanan darah diastolik
lebih besar dari 120 mm Hg atau bila tekanan darah sistolik lebih dari 200 mm
Hg. trombolisis merupakan suatu pertimbangan yang kuat, maka parameter
pengobatan menjadi 110 mm Hg atau lebih untuk tekanan darah diastolik atau
lebih besar dari 180 mm Hg untuk tekanan darah sistolik.
o Pasien dengan hipotensi harus dditerapi untuk mengoptimalkan MAP dan,
akibatnya, aliran darah tergantung pada tekanan darah serebral. upaya Maksimal
harus dilakukan untuk mempertahankan volume intravaskuler normal
menggunakan solusi isotonik. Jika MAP terus menjadi rendah, vasopressors,
seperti dopamin, Dobutamine, dan fenilefrin, harus digunakan. Pada pasien
dengan status volume intravaskuler dengan komplikasi yang tidak diketahui,
seperti gagal jantung kongestif dan edema paru, kateter arteri paru harus
ditempatkan untuk memonitor tekanan vena sentral dan tekanan kapiler paru.
Pendekatan ini akan meningkatkan pemantauan volume intravaskuler untuk
menghindari overload

* Respiratory manajemen
o penilaian awal dan pengelolaan jalan nafas sangat penting karena keterlibatan
saraf kranial dan penurunan kesadaran pada pasien dengan iskemia batang otak.
Penilaian drive pernafasan, refleks, dan kemampuan untuk menangani sekresi
dengan batuk kuat juga sangat penting.
o intubasi endotrakeal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan tingkat
penurunan kesadaran dan koma Glasgow skor kurang dari 8 untuk
mempertahankan jalan napas dan ventilasi normal.

33
* Trombolisis
o Berdasarkan data dari National Institute of Neurological Gangguan Stroke, pada
tahun 1996 Food and Drug Administration (FDA) menyetujui aktivator jaringan
plasminogen (TPA) 8 untuk pengobatan stroke iskemik akut dalam 3 jam pertama
onset. Sidang menunjukkan manfaat secara keseluruhan untuk kelompok
perlakuan dibandingkan dengan kelompok yang tidak diobati. Sejumlah lebih
tinggi dari pasien yang dirawat telah defisit minimal dan minimal atau tidak ada
cacat. Hasil diterapkan pada semua subkelompok, terlepas dari etiologi. ini tidak
termasuk pasien dalam pingsan atau koma. Pilihan ini mungkin tidak termasuk
pasien yang mengalami oklusi arteri basilar.
o Pada tahun 2009, American Heart Association / American Stroke Association
(AHA / ASA) menerbitkan penasihat ilmu merekomendasikan bahwa waktu untuk
administrasi TPA ditingkatkan menjadi 4,5 jam setelah stroke, meskipun
perubahan ini belum disetujui oleh FDA.25 Penelitian menunjukkan bahwa TPA
yang efektif pada pasien bahkan ketika diberikan dalam 3 - ke jendela 4,5 jam,
tetapi AHA / ASA menyatakan bahwa, meskipun rekomendasinya, efektivitas
administrasi TPA dibandingkan dengan perlakuan lain untuk trombosis , dalam
periode waktu itu, belum diketahui.
Kriteria tersebut untuk pengobatan antara 3 dan 4,5 jam adalah sama dengan
yang digunakan untuk perawatan sebelum 3 jam, sebagaimana ditetapkan dalam /
s AHA ASA '2007 pedoman, 29 tetapi dengan kriteria pengecualian diperluas
untuk mencakup salah satu karakteristik pasien berikut:
+ Umur lebih dari 80 tahun
+ Penggunaan antikoagulan oral
+ Baseline Institut Kesehatan Nasional (NIH) Stroke Skala skor> 25
+ Sejarah kedua stroke dan diabetes
o Dari agen yang berbeda saat ini digunakan untuk trombolisis (urokinase,
prourokinase, streptokinase, TPA), prourokinase dan TPA tampaknya memiliki
selektivitas lebih untuk trombi. Streptokinase tidak digunakan untuk stroke setelah
percobaan multicenter Eropa dan Australia mendokumentasikan kematian yang
lebih besar pada pasien dirawat. Karena keprihatinan dengan produksi, urokinase

34
saat ini tidak tersedia di Amerika Serikat. Prourokinase diuji dalam mode,
prospektif acak, termasuk pasien hanya dengan oklusi arteri serebral tengah
batang. Hasil penelitian menunjukkan hasil yang lebih baik pada pasien yang
diobati, tapi prourokinase belum disetujui untuk digunakan pada stroke akut.
o Pada saat ini, satu-satunya pilihan yang layak untuk trombolisis di Amerika
Serikat terus menjadi TPA. Obat ini telah diteliti secara prospektif dalam uji coba
yang melibatkan gabungan terapi intravena dan intra-arteri, dalam dosis 0,3 mg /
kg, dengan maksimum 10-20 mg. pengalaman terbatas dengan penggunaan
GPIIb / IIIa inhibitor, seperti abciximab, untuk memblokir fungsi platelet dan
rethrombosis telah menunjukkan tingkat reocclusion keseluruhan sekitar 30%.

* Terapi Lain
Antikoagulasi o terapi dengan heparin telah digunakan, tetapi tidak ada bukti
bahwa hal itu memiliki dampak pada hasil. Hasil dari uji coba menggunakan
heparin berat molekul rendah intravena pada pasien dengan stroke akut, meskipun
secara keseluruhan negatif, memang menunjukkan hasil yang lebih baik di 7 hari
untuk pasien dengan penyakit pembuluh besar.
Angioplasty telah dilakukan untuk mengobati pasien dengan stenosis arteri
aterosklerosis basilar. Penggunaan angioplasty didasarkan pada kecenderungan
trombosis terjadi di segmen arteri stenosed. Laporan menggambarkan Angioplasti
dilakukan pada pasien dengan oklusi vertebrobasilar akut, serta electively. Seri
kasus menerbitkan sebuah laporan angka kesakitan sebesar 0-16% dan tingkat
kematian hingga 33%, namun peran angioplasti dalam pengobatan oklusi
vertebrobasilar tidak didefinisikan dengan baik.
Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi adalah mengusahakan agar penderita sejauh mungkin
dapat memanfaatkan kemampuan sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik,
emosional dan sosial ekonomi dengan baik Tindakan rehabilitasi medik
dilaksanakan oleh satu tim yang terdiri dari dokter spesialis rehabilitasi medik,
fisiotherapist, okupasional therapist, perawat rehabilitasi, pekerja sosial medik,
psikolog, speech therapist, orthotist prosthetist.

35
Prognosis umum serangan pertama relatif baik, yaitu 70-80% akan selamat
jiwanya, 90% akan terus hidup dalam 2 tahun, 50% akan hidup 10 tahun lagi
atau lebih lama. Dengan rehabilitasi yang tepat, 90% penderita stroke dapat
berjalan kembali, 70% bisa mandiri, 30% dari usia kerja dapat kembali bekerja.
Berikut terapi terapi lain yang harus dilaksanakan pada penderita pasca stroke :
Keperawatan
Physical therapy
Occupational therapy
Recreational therapy
Speech therapy
Medikamentosa
Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan pasien dengan stroke
vertebrobasilar termasuk agen trombolitik, antikoagulan, dan agen antihipertensi
dan antiplatelet. Pasien dengan komorbiditas berat dan / atau aktif, seperti infark
miokard akut, mungkin memerlukan agen inotropic administrasi dan vasopressors.
Beberapa obat antikoagulan oral dalam berbagai tahap uji klinis untuk
digunakan dalam profilaksis dari iskemik thromboembolic stroke.31 Setelah
disetujui untuk digunakan, potensi obat tersebut dalam arena pengobatan stroke
adalah signifikan.

Antihipertensi

agen anti hipertensi yang digunakan untuk mengontrol hipertensi berat.


Antihipertensi direkomendasikan untuk pasien yang dianggap kandidat untuk
terapi trombolitik dan yang memiliki tekanan darah sistolik lebih besar dari 180
mm Hg dan / atau tekanan darah diastolik di atas 110 mm Hg.
Nitroprusside natrium (Nitropress) vasodilasi Menghasilkan dan
meningkatkan aktivitas inotropik jantung. Pada dosis yang lebih tinggi, mungkin
memperburuk iskemia miokard dengan meningkatkan denyut jantung.
Labetalol (Normodyne, Trandate) Fungsi untuk memblokir 1 beta -, beta 2
-, dan situs reseptor alpha-adrenergik, menurunkan tekanan darah.

36
Enalapril (Vasotec) Kompetitif inhibitor angiotensin-converting enzyme.
Enalapril mengurangi kadar angiotensin II, penurunan sekresi aldosteron.

Antikoagulan
Agen ini digunakan untuk mencegah emboli berulang atau perpanjangan
trombosis tersebut.
Warfarin (Coumadin) Mengganggu sintesis hati vitamin K - faktor
koagulasi tergantung. Warfarin digunakan untuk profilaksis dan pengobatan
trombosis vena, emboli paru, dan gangguan tromboemboli. Hal ini digunakan
untuk profilaksis stroke jangka panjang.
Heparin (Hep-Lock) Menambah kegiatan dari antithrombin III dan
mencegah konversi fibrinogen dengan fibrin. Heparin tidak secara aktif
melisiskan, tetapi mampu menghambat thrombogenesis lebih lanjut. Mencegah
reaccumulation gumpalan setelah fibrinolisis spontan.
Digoxin, nikotin, tetrasiklin, dan antihistamin dapat mengurangi efek;
NSAID, aspirin, dekstran, dipyridamole, dan hydroxychloroquine dapat
meningkatkan toksisitas heparin. kjghhgnkgm,kmnkfmmnkfmkgmkdfmkmdmd

Kehamilan
Pada neonatus, heparin bebas pengawet dianjurkan untuk menghindari
kemungkinan toksisitas (sindrom terengah-engah) oleh alkohol benzil, yang
digunakan sebagai pengawet, hati-hati pada hipotensi parah dan shock, memonitor
perdarahan pada penyakit ulkus peptikum, menstruasi, peningkatan permeabilitas
kapiler, dan ketika memberikan suntikan IM.
Agen antiplatelet
Obat ini menghambat fungsi trombosit dengan memblokir siklooksigenase
dan agregasi berikutnya. Terapi antiplatelet telah terbukti mengurangi angka
kematian dengan mengurangi risiko stroke fatal, infark miokard fatal, dan
kematian vaskular pada pasien dengan sejarah stroke.
Aspirin (Bayer Aspirin, Ascriptin, Anacin)

37
Menghambat sintesis prostaglandin, mencegah pembentukan platelet
tromboksan A2-menggabungkan. Aspirin dapat digunakan dalam dosis rendah
untuk menghambat agregasi platelet dan meningkatkan komplikasi stasis vena dan
trombosis.
Trombolitik
Potensi manfaat dari terapi trombolitik untuk pengobatan stroke meliputi
pembubaran cepat fisiologis emboli kompromi, pemulihan lebih cepat,
pencegahan pembentukan trombus berulang, dan resolusi cepat gangguan
hemodinamik.
Alteplase; TPA (Activase)
TPA digunakan dalam pengelolaan stroke iskemik akut. Keamanan dan
kemanjuran dengan administrasi seiring heparin atau aspirin selama 24 jam
pertama setelah munculnya gejala belum diselidiki. Saat ini, TPA adalah obat
hanya disetujui untuk digunakan pada pasien dengan stroke iskemik akut, dalam
waktu 3 jam setelah timbulnya gejala.

2.10 Prognosis
Prognosa pada vertebrobasiler stroke (Vladimir Kaye, 2017) :
a. Pasien dengan oklusi arteri akut basilar memiliki tingkat kematian lebih
dari 85%.
b. Survivors biasanya yang tersisa dengan defisit neurologis yang signifikan.
c. Untuk pasien gejala yang bertahan, risiko stroke berulang adalah 10-15%.

38
BAB III
KESIMPULAN

Insufisiensi vertebrobasilar atau stroke dapat disebabkan oleh sejumlah


mekanisme, termasuk trombus, emboli, dan perdarahan (sekunder untuk
aneurisma atau trauma). Secara umum, stroke terjadi karena kejadian iskemik (80-
85% pasien) atau perdarahan (15-20% dari pasien). Oklusi vassa besar ini bisa
menyebabkan cacat berat atau kematian, kebanyakan pasien yang menderita
stroke vertebrobasilar memiliki tingkat kecacatan yang signifikan karena
keterlibatan dari batang otak dan otak kecil yang menyebabkan disfungsi
multisistem (misalnya, quadriplegia atau hemiplegia , ataksia, disfagia, dysarthria,
kelainan tatapan, neuropati kranial). Maka dari itu untuk pencegahan lebih lanjut
kita harus bisa meneklan faktor resiko yang ada seperti riwayat memiliki
hipertensi, DM, merokok, agar sequele yang terjadi tidak menambah parah
kejadian serangan stroke yang pertama kalinya.

39
DAFTAR PUSTAKA

Adams RJ, Chimowitz MI, Alpert JS, et al. Coronary risk evaluation in patients
with transient ischemic attack and ischemic stroke: a scientific statement
for healthcare professionals from the Stroke Council and the Council on
Clinical Cardiology of the AHA/ASA. Circulation. 2003 Sep 9.
108(10):1278-90.
Amin-Hanjani S, Pandey DK, Rose-Finnell L, et al. Effect of Hemodynamics on
Stroke Risk in Symptomatic Atherosclerotic Vertebrobasilar Occlusive
Disease. JAMA Neurol. 2016 Feb 1. 73 (2):178-85.
Amin-Hanjani S, Turan TN, Du X, et al. Higher Stroke Risk with Lower Blood
Pressure in Hemodynamic Vertebrobasilar Disease: Analysis from the
VERiTAS Study. J Stroke Cerebrovasc Dis. 2017 Feb. 26 (2):403-410.
Archer CR, Horenstein S. Basilar artery occlusion: clinical and radiological
correlation. Stroke. 1977 May-Jun. 8(3):383-90.
Baehr M, Frotscher M. Duus P. Topical Diagnosis In Neurology; Anatomy,
Physiology, Sign, Symtomp. Fourth edition. Stuttgart-New York: Thieme.
2005; hal: 419-32, 443-73.
Bahrudin, Moch. 2013. Neurologi Klinis. Malang : Penerbitan Universitas
Muhammadiyah Malang
Caplan LR. "Top of the basilar" syndrome. Neurology. 1980 Jan. 30(1):72-9.

40
Chaves CJ, Caplan LR, Chung CS, et al. Cerebellar infarcts in the New England
Medical Center Posterior Circulation Stroke Registry. Neurology. 1994
Aug. 44(8):1385-90.
Elkind MS, Sacco R. Pathogenesis, Classification, and Epidemiology of Cerebral
Disease. In: Rowland LP, Pedley TA. Merrittss Neurology. Twelfth
Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2010. P 251-63
Ferbert A, Bruckmann H, Drummen R. Clinical features of proven basilar artery
occlusion. Stroke. 1990 Aug. 21(8):1135-42.
George, Dewanto et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Gilroy john, Meyer J.S. medical neurology. Third edition. Macmillan publishing.
New york.1979: hal: 538-40
Harsono, dkk. Gambaran Umum Tentang Peredaran Darah Otak. Kapita Selekta
Neurologi. Gadjah Mada Press Yogyakarta. 2005. 81-103
Kamper L, Rybacki K, Mansour M, et al. Time management in acute
vertebrobasilar occlusion. Cardiovasc Intervent Radiol. 2008 Aug 13.
Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian
rakyat.2009. hal: 31-5
Netter, Frank H. 2014. ATLAS OF HUMAN ANATOMY 25th Edition. Jakarta:
EGC
Schneider JI, Olshaker JS. Vertigo, vertebrobasilar disease, and posterior
circulation ischemic stroke. Emerg Med Clin North Am. 2012 Aug.
30(3):681-93.
Snell Richard S. Vaskularisasi Otak dan Medula Spinalis. Dalam: Neuroanatomi
Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 5. Jakarta: EGC.2006; hal:
526-49.
Vladimir Kaye, MD. Vertebrobasilar Stroke. Departments of Neurology and
Psychiatry, Hoag Hospital. 2017.
http://emedicine.medscape.com/article/323409-overview#a3
Wall M, Wray SH. The one-and-a-half syndrome--a unilateral disorder of the
pontine tegmentum: a study of 20 cases and review of the
literature. Neurology. 1983 Aug. 33(8):971-80.
Whedon JM, Song Y, Mackenzie TA, Phillips RB, Lukovits TG, Lurie JD. Risk of
stroke after chiropractic spinal manipulation in medicare B beneficiaries
aged 66 to 99 years with neck pain. J Manipulative Physiol Ther. 2015
Feb. 38 (2):93-101.

41
World Health Organization. STEPS-stroke manual (version 1.4): The WHO
stepwise approach to stroke surveillance [PDF file]. Geneva. World Health
Organization; 2004.
Yuan MZ, Li F, Tian X, Wang W, Jia M, Wang XF, et al. Risk factors for lung
infection in stroke patients: a meta-analysis of observational
studies. Expert Rev Anti Infect Ther. 2015 Oct. 13 (10):1289-98.

42

Anda mungkin juga menyukai