Anda di halaman 1dari 23

Revisi Makalah Pneumokoniosis

P e m b i m b i n g : d r. A l v i n M o h a m a d R i d w a n , S p . O k

K E PA N I T E R A A N K L I N I K I L M U K E S E H ATA N K E R J A
PERIODE 16 November – 12 Desember 2020
FA K U LTA S K E D O K T E R A N U N I V E R S TA S T R I S A K T I
Anggota Kelompok
Tassya Annisa 03014189
Amalia Tata Nirwana 03015015
Nadhif Eka Saputro 03015205
Devi Dwi Puspitasari 03015054
Masyalia Hasna Taqiyyah 03015111
Shania Halimah Sukova 03015180
Savira Zalita Damayanti 03015176
REVISI :
1. Berapa standar medical check up? Betul 5 tahun sekali?
2. Dasar diagnosis CWP (pada langkah penegakkan diagnosis, pemeriksaan apa yg menjadi gold standard dalam
penegakkan diagnosis CWP)
3. Tambahkan jobdesk pembakar batu bara seperti apa (kenapa bisa ikut terpapar debu batu bara?
4. Engineering control pada proses pembakaran batu bara. (Pada hierarki pengendalian yg engineering controls
disemprot pake water tank, pasien ini bekerja pada bagian pembakaran, bagaimana caranya siram air?, Atau ada cara
lain?
5. Perbedaan yang simple dan complicated dari gejala sampe PP dalam tabel
6. Kenapa pasien dikasih antibiotik? Kenapa dikasih antibiotik terdapat perbaikan?
7. Prevalensi pneumoconiosis batu bara ada perbedaan bermakna antara Amerika & Australia, jadi yang lebih pengaruh
ukuran, konsentrasi atau bagaimana ?
8. Bagaimana shift kerja bisa berhubungan dengan CWP?
9. Hasil gangguan fungsi paru restriktif,obstruktif, dan campuran + gambaran spirometri pasien CWP dan PMF
1. Berapa standar medical check up? Betul 5 tahun sekali?
Tren insiden CWP saat ini tinggi di kalangan pekerja batubara.
Disarankan agar pekerja batu bara berisiko tinggi CWP menjalani
pemeriksaan fisik untuk pneumokoniosis setiap tahun. NIOSH
merekomendasikan rontgen dada dan spirometri dilakukan secara
berkala setiap 5 tahun.
• Berdasarkan CDC, Pemeriksaan wajib harus disediakan untuk setiap penambang
yang mulai bekerja sebagai penambang atau kontraktor batubara untuk pertama
kali selambat-lambatnya 30 hari, pemeriksaan lanjutan kedua dalam waktu 3
tahun setelah pemeriksaan awal dan jika rontgen dada menunjukkan bukti
pneumokoniosis atau hasil spirometri menunjukkan penurunan hasil berdasarkan
fungsi paru dari pemeriksaan lanjutan kedua, pemeriksaan lanjutan harus
diberikan selambat-lambatnya dalam waktu 2 tahun jika penambang masih
bekerja dalam penambangan batu bara.
Penegakan Diagnosis
3 kriteria mayor

Gambaran Dibuktikan
Pajanan spesifik tidak ada
penyakit  penyakit
radiologi lain
Penegakan Diagnosis
Beberapa pemeriksaan penunjung diperlukan untuk memebatu dalam diagnosis
pneumokoniosis
• Pemeriksaan radiologis
• Foto polos thorak
• CT scan  High resolution CT (HRCT) : gold standar
• Pemeriksaan fungsi paru
• Pemeriksaan patologi
• Bilas bronkoalveolar (Bronchoalveolar Lavage)
Gold Standar Pemeriksaan Penunjang
Pneumokoniosis
HRCT  lebih sensitif
Gambaran HRCT pada pneumokoniosis :
• Nodular sentrilobular atau high attenuation pada area percabangan
 paling sering
• Opasitas halus (small nodular opacities) yang dominan pada zona
paru atas (Upper zone)  tanda khas
Proses Batubara
DI HULU

Blasting Coal getting Pemurnian batubara

Coal storage yard


Proses Batubara
DI HILIR

Pulverizer coal-burner Hasil: PLTU

Tahapan :
1. Batu bara diambil dari tempat penyimpanannya (coal yard) menuju ke tempat pembakaran, kemudian diangkut
menuju mesin coal-burner menggunakan tray/troli khusus
2. Batu bara dipindahkan menuju mesin pulverizer menggunakan sekop sambil proses pembakaran berjalan
3. Hasil proses pembakaran batu bara tersebut digunakan untuk menggerakan turbin pada PLTU (menjadi energi
listrik
Rekayasa Teknik: Mobil Water Tank Apakah Dapat Dilakukan
Pada Bagian Pembakaran?
 Pada kasus ini tidak dapat dilakukan rekayasa teknik dengan penyiraman air melalui
water tank dikarenakan kasus tersebut berkaitan dengan proses di lokasi pembakaran
 Namun, dapat dilakukan rekayasa teknik dengan mesin skala besar yaitu dengan
menggunakan conveyor.
 Pemindahan batubara menuju mesin coalburner menggunakan conveyor sehingga
pekerja pembakar batubara tidak bekerja dekat dengan point of production

conveyor
Rekayasa teknik: membuat mobil water tank
  Simple Complicated/Progressive Massive Fibrosis
Manifestasi klinis Mula-mula asimtomatik; lama kelamaan muncul gejala Sesak nafas berat; sesak saat melakukan aktivitas
diantaranya batuk, sesak dan mengi Batuk dengan sputum kental, berwarna hitam, atau
apakah dapat dilakukan pada bagian pembakaran? keabu abuan disertai bintik-bintik partikel batubara
Bila komplikasi, dapat disertai hipertensi, pembesaran
jantung kanan, kongesti paru, dan oksigen darah
Untuk rekayasa teknik pada kasus ini tidak memungkinkan untuk menurun

dilakukan, dikarenakan pasien berkerja di bagian pembakaran.


Pemeriksaan Penunjang
Foto Polos Dada Opasitas noduler, berbentuk bulat, berukuran ≤1cm Opasitas berbentuk poligonal dengan ukuran > 1cm
Sehingga tatalaksana okupasi yang dapat dilakukan untuk kasus ini:
tersebar predominan pada zona atas paru dan ditemukan predominan bagian zona atas paru-
paru
Bilateral
Pengendalian administrative dan APD Dapat berkaitan dengan emfisema

CT Scan Nodul kecil berukuran ≤1cm dengan distribusi Gambaran massa jaringan lunak fokal berukuran >1cm
perilimfatik predominan pada zona atas, bentuk lebih seringkali dengan tepi dan kalsifikasi yang tidak teratur
granular dan tepi cenderung jelas atau tidak jelas, dikelilingi oleh area emfisematosa

Histopatologi Gambaran coal macule berukuran ≤1cm dengan Gambaran coal nodule berukuran >1cm dengan
  deposisi pigmen antrakotik yang tidak merata di fibrosis berwarna kehitaman, dan serat kolagen tebal.
interstitium yang menebal Nekrosis fokal pada lesi akibat iskemik
Untuk Apa Pemberian Antibiotik? Kenapa
Terdapat Perbaikan?

• Tujuan pemberian antibiotik pada pasien


ini diberikan setiap ada tindakan invasif
(setelah fibrobronkoskopi, BAL) dan post
torakotomi eksplorasi dengan biopsi paru,
bukan untuk terapi CWP nya. Pada pasien
ini menunjukkan perbaikan karena
dilakukan tindakan Broncho-Alveolar
Lavage, prosedur tersebut dapat membilas
partikel debu, sel, maupun protein yang
menempel pada permukaan epitel saluran
pernafasan bawah. Sehingga pada saat
dilakukan follow-up, tampak perbaikan
pada gambaran radiologisnya
Shift Kerja Berhubungan Dengan
CWP
• Berdasarkan penelitian Qomariyatus : terdapat nilai kapasitas fungsi
paru pekerja tambang batu bara shift malam mengalami penurunan
dibandingkan shift siang
• Nilai p < 0,05
• Shift malam  sistem yang berlawanan dengan ritme sirkadian
Prevalensi pneumoconiosis batu bara terdapat
perbedaan bermakna antara Amerika & Australia, jadi
yang lebih pengaruh ukuran, konsentrasi atau
bagaimana ?
• Perbedaan prevalensi CWP dan mortalitas antara Amerika Serikat dan Australia signifikan
(p<0,05).
• Namun, dalam menafsirkan perbedaan tersebut, analisis data prevalensi di antara Amerika
Serikat, dan Australia dibatasi oleh kurangnya data keterpaparan yang dapat dibandingkan
secara langsung dalam jenis/tingkat pekerjaan dan juga kurangnya informasi tentang jam kerja
di Australia.
• Perbedaan peringkat/jenis batubara tidak menjelaskan perbedaan prevalensi CWP (p>0,05)
• Terjadinya CWP terkait dengan keterpaparan kumulatif debu batu bara
berhubungan dengan lama masa kerja. Penambang batu bara Australia, memiliki
masa kerja yang lebih rendah daripada penambang AS selama 20 tahun terakhir.

• Data dari 20 tahun terakhir, berdasarkan informasi yang tersedia, paparan debu
tambang batu bara yang terhirup lebih tinggi di tambang batu bara bawah tanah
Australia daripada di Amerika Serikat.
• Faktor lain yang dapat mempengaruhi perbedaan keberadaan CWP melibatkan
karakteristik fisik dan operasional tambang batubara bawah tanah di Australia
dan Amerika Serikat.
• Tambang di Australia rata-rata lebih besar, dalam hal ketenagakerjaan, daripada
tambang di Amerika Serikat.
• Tambang yang lebih besar mungkin memiliki tingkat sumber daya keuangan yang
lebih tinggi untuk pemasangan kontrol debu, dan untuk pemeliharaan
manajemen debu batu bara serta peralatan produksi.
Gangguan Fungsi Paru

Hambatan aliran udara

Gangguan restriktif
Gangguan restriktif

Hambatan pengembangan
paru
Terjadi penurunan kecepatan
Terjadi penurunan nilai VC aliran ekspirasi maupun
(vital capacity)  VC < kapasitas vital normal
80% (FEV1/FVC)
Contoh pada penyakit
pneumokoniosis, contoh pada penyakit asma,
sarkoidosis, Pulmonary bronkhitis kronik, dan
vasculitis emfisema
Nilai Normal Obstrksi Restriksi Campuran

FVC > 80% > 80% < 80% < 80%

FEV1 > 80% < 80% N / < 80% < 80%

FEV1/FVC > 70% < 70% > 70% < 70%


• Pada kasus pneumokoniosis, spirometri tidak dapat dijadikan dasar
pengelompokkan simple maupun complicated/PMF. Hal tersebut dikarenakan
gambaran spirometri pada Coal Worker Pneumoconiosis dapat terjadi gambaran
obstruktif, restriktif, ataupun campuran. Pneumokoniosis yang disertai dengan
emfisema dapat menunjukkan gambaran obstruktif, jika hal tersebut disertai
kerusakan pada parenkim maka dapat terjadi gangguan penyakit paru yang
campuran.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 138
penambang batu bara dengan PMF di Virginia

• Pada hasil spirometri terdapat penurunan


rata-rata 87 mL / y untuk FEV 1 dan 74
mL / y untuk FVC (penurunan nilai dari
FVC), sehingga pada penambang batu
bara dengan PMF, gangguan penyakit
paru yang dialami termasuk kedalam
kelompok penyakit paru Restriktif
• Shen F, Yuan J, Sun Z, Hua Z, Qin T, Yao S, Fan X, Chen W, Liu H, Chen J. Risk identification and prediction of
coal workers’ pneumoconiosis in Kailuan Colliery Group in China: a historical cohort study. PLoS One. 2013
Dec 23;8(12):e82181.
• Centers for Disease Control and Prevention (CDC. "Specifications for medical examinations of underground
coal miners. Final rule." Federal register 77.178 (2012): 56717.
• G.J. Joy, J.F. Colinet and D.D. Landen .Coal Workers' Pneumoconiosis Prevalence Disparity Between Australia
And The United States. Centers for Disease Control and Prevention, 2011.
• NIOSH, 2010, “Enhanced Coal Workers’ Health Surveillance Program (ECWHSP),” Survey Summaries by MSHA
Coal District,” Occupational Respiratory Disease Surveillance, National Institute for Occupational Safety and
Health, http://www.cdc.gov/niosh/topics/surveillance/ORDS/ecwhsp.html Laney, A.S., and Attfield, M.D.,
2010, “Coal workers’ pneumoconiosis and progressive massive fibrosis are increasingly more prevalent
among workers in small underground coal mines in the United States,” Oc­cup. Environ. Med., Vol. 67, pp.
428-431.
• Wade WA, Petsonk EL, Young B, Mogri I. Severe occupational pneumoconiosis among West Virginian coal
miners: one hundred thirty-eight cases of progressive massive fibrosis compensated between 2000 and
2009. Chest. 2011 Jun 1;139(6):1458-62.
• Bakhtiar A, Tantri RI. Faal Paru Dinamis. Jurnal Respirasi. 2017;3(3):89-96.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai