Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS RESIDENSI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BY S.S. DENGAN RESPIRATORY FAILURE DIAKIBATKAN: SEPSIS + DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT + ANEMIA DEFISIENSI BESI + SYNDROMA HEMOLITIK UREMIC + ELECTROLYTE INBALANCE (HYPOKALEMIA) DI RUANG PICU RSHS BANDUNG TANGGAL 22 NOPEMBER 2010

Dosen Pembimbing : Juva Manurung, SKp

Oleh :

Dewi Rosmawarsari
131420090020

Program Pasca Sarjana Peminatan Keperawatan Kritis Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung 2010

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PASIEN BY S.S. DENGAN RESPIRATORY FAILURE DIAKIBATKAN: SEPSIS + SYNDROMA HEMOLITIK UREMIC + CEREBRAL PALSY SPASTIS QUADRIPLEGI+CANDIDIASIS INTERTRIGINOSA DI RUANG PICU RSHS BANDUNG TANGGAL 22-24 NOPEMBER 2010 I. PENGKAJIAN a. Identitas Pasien Nama Umur Pekerjaan Pendidikan Alamat Status Bayar Tanggal Masuk RS Tanggal Pengkajian Diagnosa Medis SMRS : S.S : 1 tahun :: : Situ Gunting RT 04 RW 09 Babakan Ciparay Kab. Bandung : Jamkesmas : 27 Oktober 2010 : 22 Nopember 2010 jam 08.00 : Respiratory Failure ec sepsis+diare akut, dehidrasi berat+anemia defisiensi besi+ synd. Hemolitik uremik+hypokalemi Diagnosa Medis saat dikaji b. Identitas Penanggungjawab Nama Umur Pekerjaan Pendidikan Alamat : Tn. A.S : 45 tahun : Buruh Bangunan : SD (tamat) : Situ Gunting RT 04 RW 09 Babakan Ciparay Kabupaten Bandung : RF ec severe sepsis+HUS+CP spastis quadriplegi+ Candidiasis intertriginosa

PRIMARY SURVEY 1. AIRWAY


Jalan nafas via ETT no. 4 kedalaman 12 cm Terdapat banyak secret di ETT dan dirongga mulut, warna putih berbusa Terdengar bunyi gargling

2. BREATHING
RR 21 x/mnt

SaO2 90%
Terpasang ventilator (Mode SIMV+ PS, IPL 10 cm H2O, PEEP 4 cm

H2O,

FiO2 45%, I:E= 1:1,9, RR=28, RR SIMV 20, MV= 1,6 l/mnt). Pergerakan dada simetris kiri dan kanan Penggunaan otot bantu napas (+), Retraksi IC (+), Supra sternal (+) Terdengar bunyi rales di area lapang paru 3. CIRCULATION

TD 104/72 mmHg HR 150 x/mnt, S 37,1 0 C CRT < 3 Akral dingin Diuresis

4. DISABILITY

GCS E2 M4 VT Rangsang cahaya (-) Pupil isokor, ka/ki 3/3 mm Parese kedua ekstremitas bawah

5. EXPOSURE AND EKG

Terpasang monitoring : EKG dengan irama sinus takikardi ( ST ). Pakaian pasien dilepas dan diselimuti dengan kain. Tidak terdapat tanda-tanda trauma (fraktur, excoriasi, vulnus laceratum, hematom, atau jejas). Terdapat kemerahan dilipatan leher, ketiak, dan skrotum bagian depan. Terdapat luka lecet melingkar diujung bibir bagian kanan, ukuran 2x1cm, warna merah, pus (-), bau(-).

6. FREEZING AND FLUID Tanggal 22 Nov 2010 jam 08.00


o S : 35 0 C.

o Terpasang infus RL di tangan kanan


o Kebutuhan cairan untuk umur 1 tahun 110-120 ml/kg/hr

Kebutuhan minimal 110 x 9 = 990 ml/hr Kebutuhan maksinal 120 x 9 = 1080 ml/hr SECONDARY SURVEI 1. Anamnese Keluhan utama Riwayat Sekarang Penyakit Penurunan kesadaran ( Sopor ) dengan GCS E2 M4 VT
Pada tanggal 27 Oktober 2010 pasien dibawa berobat

dengan keluhan mengalami batuk-batuk dan diare. Diare 4x-5x/hari tiap mencret -1/2 gelas kopi namun tidak disertai darah dan lendir. Kemudian orangtua membawa berobat ke IGD RSHS, setelah dilakukan pengkajian pasien didiagnosa Diare akut dan mengalami dehidrasi berat serta dirawat di ruang A1. Pada tanggal 1 november By. S mengalami sesak napas berat dan panas tinggi. Saat itu dokter menganjurkan supaya By. S di rawat di ruang PICU untuk dilakukan perawatan lebih intensif. Keluarga menyetujui keputusan ini, sehingga pasien dipindahkan ke ruang PICU.

Riwayat Masa Lalu

Kesehatan

Bapak By. S mengatakan bahwa pada umur 9 bulan pasien pernah dirawat sebelumnya di RSHS pada sekitar bulan agustus september dengan kondisi tidak sadarkan diri. Riwayat dari catatan medis yaitu

dengan sepsis dan Cerebral Palsy quadriplegia. Selama iniorangtua membawa pasien kontrol setiap bulan ke poliklinik neuro pediatrik RSHS. Riwayat Kehamilan Riwayat kehamilan o Menurut ibu klien: kehamilan cukup bulan, pemeriksaan kehamilan di puskesmas, imunisasi saat hamil lengkap. Riwayat persalinan o Persalinan ditolong oleh dokter, lahir normal dengan BB 3000 gr Riwayat imunisasi o Bayinya mendapat imunisasi: BCG, DPT lengkap, Polio lengkap, Hepatitis lengkap Riwayat Kembang Tumbuh Pola pemberian makanan: umur 0-6 bln ASI, 6-9 bln ASI + bubur saring, 9-10 bln susu formula + bubur saring, 10- sekarang susu formula bubur tim Menurut ibunya: anaknya sudah bisa merangkap pada umur 8 bulan berjalan dengan pegang pada umur 9 bulan. Pemeriksaan Head to Toe Kepala: odema palpebra -/-, konjunctiva anemis mukosa mulut kering dan terdapat luka disudut bibir kanan. Kulit lipatan leher tampak kemerahan (Jamur). Thoraks: bentuk simetris, kulit disela ketiak tampak kemerahan (jamur). Abdomen: perut cembung, lingkar perut 48 cm , hepar 3 cm tepi tajam Extremitas: akral hangat, terpasang infus di extremitas atas kanan. Genitalia : kulit skrotum tampak merah (jamur) Terapi

dan Persalinan

Tanggal 22 Nop 2010 sampai 24 Nopember 2010

Infus RL 30 cc/kgBB dalam jam lanjut 70 cc/kgBB dalam 2 jam Meronem 3 x 350 mg IV Gentamycin 3 x 22 mg IV Flucanozol 1 x 100 mg Ps Diazepam 3 x 1 mg PS derajat celcius jam 10-18-02 jam 09-17-01 jam 09 jam 09-17-01

Paracetamol syrup 3 x 3/4 cth bila suhu > 38 KCL 3 x 225 mg PS jam 13-21-05

Diit Pediasure 4 x 120 cc melalui sonde

Pemeriksaan Diagnostik o Pemeriksaan Darah Lengkap Item Hb HT Leuko Tr MCV MCH MCHC Standar 11,5-13,5 34-40 5-14 x 103
150-140

22/11 13,2 39 107000 291.000 82,1 28,1 34,2

23/11 -

24/11 -

75- 87 PL 24- 30 pg 31 -37 %

Interpretasi : dalam batas normal Perkembangan hasil kimia klinik Item Standar 22/11 23/11 24/11

5-20 0,4-1,2 135-145 3,6-5,5 98-108 0-6 mg/l

20 0.14 -

132 4,84 4,4

Perkembangan hasil AGD Item PH PCO2 PO2 HCO3 TCO2 BE SatO2 Standar 7,35-7,45 35- 45 80-100 22-26 22-29 -2 - +2 95-100 Kesan: 22/11 7,447 43,6 48,5 30,1 31,4 6,1 23/11 7,465 41 232,9 29,6 30,8 5,8 24/11 7,420 41,1 91,5 26,1 27,3 2.1

83,1 99,6 96,9 tgl 22/11- asidosis metabolik Tgl 23/11- alkalosis metabolik Tgl 24/11- normal

o Foto Rontgen
Tanggal 3 Nop 2010: Bronkhopeumonia kanan

Tanggal 9 Nop 2010: Kardiomegali suspect odema paru

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan perjalanan penyakit


2. Lakukan manajemen nutrisi, cairan dan elektrolit terkait dengan pemenuhan

kebutuhan nutrisi. Tujuan: Kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit terpenuhi. Kriteria:
BB mencapai ideal

Kulit dan mukosa lembab, turgor baik, tanda vital dalam batas normal

Intervensi: Lakukan perhitungan kebutuhan nutrisi:

Primary survey Tanggal : 22 November 2010 jam 08.00 Pengkajian AIRWAY Masalah Rencana tindakan Kaji napas kepatenan (bersihan Tindakan Evaluasi

Jalan nafas via ETT Bersihan jalan no. 4 kedalaman 12 napas tidak efektif. cm, Terdapat banyak secret di ETT putih Terdengar gargling dan dirongga mulut, warna berbusa, bunyi

jalan Mengkaji kepatenan jalan Tgl 22 nov 2010 Jam dan napas (bersihan dan posisi 08.00-14.00. jalan napas). Setelah dilakukan suction setiap ada secret jalan suara pengisapan napas bersih,

posisi jalan napas). Lakukan lendir menggunakan penghisapan daerah kateter berbeda.

pengisapan Melakukan

dengan lendir dengan menggunakan gargling tidak ada. dengan kateter no. 10 pada ETT sekret di melakukan di penghisapan daerah mulut

tehnik steril, dan lakukan dengan tehnik steril, dan mulut suction dengan sekret berbeda. kesesuaian ventilator kondisi

yang dengan kateter suction yang

BREATHING RR 21 x/mnt SaO2 90% Terpasang ventilator

Memantau Gangguan pemenuh Pantau kesesuaian mode an oksigen. setting ventilator dengan mode setting kondisi klinis serta hasil ventilator AGD. Monitor SaO2 setiap saat jam.

dengan

klinis dan hasil AGD setiap

(Mode SIMV+ PS, IPL 10 cm H2O, PEEP 4 cm H2O, FiO2 45%, I:E= 1:1,9, RR=28, RR SIMV 20, MV= 1,6 l/mnt). Pergerakan simetris kanan. Penggunaan otot bantu napas (+), Retraksi IC (+), Supra sternal (+). Terdengar bunyi rales di area lapang paru. Asidosis metabolik. kiri dada dan

melakukan

tindakan Memonitor SaO2 setiap saat SaO2 antara 90%-100% tindakan

suctioning, apabila terjadi melakukan hentikan

penurunan < dari 90 %. suctioning, apabila terjadi sementara penurunan < dari 90 %, hentikan sementara tindakan suctioning. Lakukan sebelum suctioning hiperventilasi dan sesudah Melakukan ada sebelum suctioning hiperventilasi dan sesudah ada apabila apabila tindakan suctioning.

penurunan SaO2 < 90 %. Kolaborasi untuk pemerik saan AGD.

penurunan SaO2 < 90 %. Melakukan Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD. Mengambil arteri radialis. Mengirim sampel AGD ke laboratorium.
10

darah

untuk

sample AGD 1 cc melalui

CIRCULATION TD : 104/72 mmHg HR : 150 x/mnt, S : 37,1 0 C CRT < 3 Akral dingin Diuresis K : 3,3 meq/l

Melakukan nutrisi, pemenuhan nutrisi.

manajemen cairan dan

elektrolit terkait dengan kebutuhan

Hitung pemenuhan cairan menghitung sudah diprogramkan.

pemenuhan

dan elektrolit sesuai yang cairan dan elektrolit sesuai yang sudah diprogramkan.

Catat intake output setiap mencatat intake output setiap jam. jam.

Pantau hasil laboratorium memantau hasil laboratorium yang dengan elektrolit. Pantau gambaran EKG memantau gambaran EKG
11

berhubungan yang berhubungan dengan cairan dan cairan dan elektrolit.

bila

terjadi

kelainan bila

terjadi

kelainan

elektrolit. DISABILITY GCS E2 M4 VT. Rangsang negatif. Pupil isokor, ka/ki 3/3 mm. Parese ekstrimitas. EXPOSURE Terdapat kemerahan Kaji tanda-tanda infeksi. Gangguan cahaya jaring an cerebral.

elektrolit.

Observasi TTV dan GCS Observasi TTV dan GCS perfusi tiap jam. tiap jam.

Mengkaji infeksi.

tanda-tanda

dilipatan leher, ketiak, Gangguan dan skrotum bagian integritas kulit depan. Terdapat melingkar bibir bagian luka lecet kanan, Lakukan diujung Berikan program Obat jamur. terapi

sesuai Memberikan terapi sesuai program Obat jamur. tindakan Melakukan luka tindakan dengan
12

ukuran 2x1x0,3 cm, warna merah, pus (-),

pembersihan luka dengan pembersihan

bau(-).

tehnik steril setiap 3x per tehnik hari. memberikan

steri. salep

Dan kulit

dengan cara di oles pada kulit yang kemerahan akibat jamur.

Primary survey Tanggal : 23 November 2010 jam 09.00


13

Pengkajian AIRWAY

Masalah

Rencana tindakan jalan Kaji napas kepatenan (bersihan

Tindakan

Evaluasi

Jalan nafas via ETT Bersihan cm, Terdapat banyak secret di ETT putih Terdengar gargling. dan dirongga mulut, warna berbusa, bunyi

jalan Mengkaji kepatenan jalan Tgl 23 nov 2010 Jam 08.00dan napas (bersihan dan posisi 14.00. jalan napas). Setelah dilakukan suction setiap ada secret jalan napas

no. 4 kedalaman 12 napas tidak efektif.

posisi jalan napas). Lakukan lendir menggunakan tehnik lakukan steril,

pengisapan Melakukan

pengisapan bersih, suara gargling tidak

dengan lendir dengan menggunakan ada. Sekret berwarna putih dengan kateter no. 10 pada ETT berbusa. dan dengan tehnik steril, dan penghisapan daerah mulut di

penghisapan melakukan

sekret di daerah mulut sekret yang berbeda. BREATHING RR 21 x/mnt SaO2 90% Terpasang ventilator (Mode SIMV+ PS, berbeda.

dengan kateter suction dengan kateter suction yang

Gangguan pemenuh Pantau kesesuaian an oksigen. mode setting ventilator Memantau dengan kondisi klinis mode serta hasil AGD. setting

kesesuaian ventilator

ventilator dengan kondisi

Monitor SaO2 setiap klinis dan hasil AGD setiap


14

IPL 10 cm H2O, PEEP 4 cm H2O, FiO2 45%, I:E= 1:1,9, RR=28, RR SIMV 20, MV= 1,6 l/mnt). Pergerakan simetris kanan. Penggunaan otot bantu napas (+), Retraksi IC (+), Supra sternal (+). Terdengar bunyi rales di area lapang paru. Asidosis metabolik. kiri dada dan

saat tindakan apabila hentikan

melakukan jam. suctioning, Memonitor SaO2 setiap saat terjadi melakukan tindakan

penurunan < dari 90 %. suctioning, apabila terjadi sementara penurunan < dari 90 %, hentikan sementara tindakan suctioning. Lakukan hiperventilasi sebelum dan sesudah suctioning apabila ada Melakukan penurunan SaO2< 90 sebelum %. Kolaborasi untuk Melakukan Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD. Mengambil arteri radialis. darah untuk suctioning hiperventilasi dan sesudah ada apabila tindakan suctioning.

penurunan SaO2 < 90 %. pemerik saan AGD.

sample AGD 1 cc melalui

15

Mengirim sampel AGD ke CIRCULATION TD : 104/72 mmHg HR : 150 x/mnt, S : 37,1 0 C CRT < 3 Akral dingin Diuresis K : 3,3 meq/l Catat intake output setiap jam. Pantau laboratorium berhubungan hasil yang dengan Hitung cairan sesuai dan yang pemenuhan elektrolit sudah laboratorium.

diprogramkan.

cairan dan elektrolit. Pantau gambaran EKG bila terjadi kelainan elektrolit.

16

Primary survey Tanggal : 24 November 2010 jam 09.00 Pengkajian Masalah Rencana tindakan Tindakan Evaluasi

17

AIRWAY Jalan nafas via ETT Bersihan cm, Terdapat banyak secret di ETT putih Terdengar gargling. dan Lakukan lendir menggunakan tehnik lakukan steril, pengisapan Melakukan dirongga mulut, warna berbusa, bunyi jalan Kaji napas kepatenan (bersihan jalan Mengkaji kepatenan jalan Tgl 24 nov 2010 Jam 08.00dan napas (bersihan dan posisi 14.00. jalan napas). Setelah dilakukan suction setiap ada secret jalan napas pengisapan bersih, suara gargling tidak dengan lendir dengan menggunakan ada. Sekret berwarna putih dengan kateter no. 10 pada ETT berbusa. dan dengan tehnik steril, dan penghisapan daerah mulut di no. 4 kedalaman 12 napas tidak efektif.

posisi jalan napas).

penghisapan melakukan

sekret di daerah mulut sekret yang berbeda. BREATHING RR 21 x/mnt SaO2 90% Terpasang ventilator (Mode SIMV+ PS, IPL 10 cm H2O, berbeda.

dengan kateter suction dengan kateter suction yang

Gangguan pemenuh Pantau kesesuaian an oksigen. mode setting ventilator Memantau dengan kondisi klinis mode serta hasil AGD. saat setting

kesesuaian ventilator

ventilator dengan kondisi

Monitor SaO2 setiap klinis dan hasil AGD setiap melakukan jam.
18

PEEP 4 cm H2O, FiO2 45%, I:E= 1:1,9, RR=28, RR SIMV 20, MV= 1,6 l/mnt). Pergerakan simetris kanan. Penggunaan otot bantu napas (+), Retraksi IC (+), Supra sternal (+). Terdengar bunyi rales di area lapang paru. Asidosis metabolik. kiri dada dan

tindakan apabila hentikan

suctioning, Memonitor SaO2 setiap saat terjadi melakukan tindakan

penurunan < dari 90 %. suctioning, apabila terjadi sementara penurunan < dari 90 %, hentikan sementara tindakan suctioning. Lakukan hiperventilasi sebelum dan sesudah suctioning apabila ada Melakukan penurunan SaO2< 90 sebelum %. Kolaborasi untuk Melakukan Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD. Mengambil arteri radialis. Mengirim sampel AGD ke
19

tindakan suctioning.

hiperventilasi dan sesudah ada apabila

suctioning

penurunan SaO2 < 90 %. pemerik saan AGD.

darah

untuk

sample AGD 1 cc melalui

CIRCULATION TD : 104/72 mmHg HR : 150 x/mnt, S : 37,1 0 C CRT < 3 Akral dingin Diuresis K : 3,3 meq/l Catat intake output setiap jam. Pantau laboratorium berhubungan hasil yang dengan Hitung cairan sesuai dan yang pemenuhan elektrolit sudah

laboratorium.

diprogramkan.

cairan dan elektrolit. Pantau gambaran EKG bila terjadi kelainan elektrolit.

20

21

ANALISA KASUS Klien masuk rumah sakit dengan riwayat diare akut dan dehidrasi berat. Diare akut yang disertai dengan dehidrasi berat menyebabkan asidosis metabolic, sehingga terjadi depresi pengaturan napas dan terjadi gagal napas. Hal ini membutuhkan alat bantu napas yaitu ventilator mekanik. Kondisi klien diperberat dengan adanya komplikasi pada ginjal yang disertai dengan anemia hemolitik sehingga klien terdiagnosa Syndroma Hemilitik Uremia. Disamping itu hasil foto thorak menunjukkan adanya Bronkhopnemonia, hal ini sangat berdampak terhadap proses penyembuhan. Walaupun selama perawatan, klien telah mendapatkan kombinasi antibiotika, hal ini memerlukan pemeriksaan kultur untuk melihat jenis antibiotika yang tepat untuk mengatasi masalah infeksi saluran napas. LAKUKAN PERHITUNGAN KEBUTUHAN NUTRISI Kebutuhan energy anak umur 1 tahun adalah 75-90 kkal/kg/hari Berat anak 8,9 kg, maka kebutuhan kalori adalah: Kebutuhan minimal : 75 x 8,9 = 667,5 kkal Kebutuhan maksimal: 90 x 8,9 = 801 kkal Ditambah 40-50% karena sedang mengalami sepsis: 45% x 801= 360,45. Jadi nutrisi yang dibutuhkan adalah 801 + 360,45 = 1161,45 kkal/hari. Atau diperkirakan antara 1161 kkal/hari. Kebutuhan protein untuk anak umur 1 tahun 1-2 gr x BB. Kebutuhan minimal protein: 1 x 9= 9 gr = 36 kkal Kebutuhan maksimal protein: 2 x 9 = 18 gr = 72 kkal Jadi pemberian nutrisi terdiri dari: Milk cream (PASI) : 100 cc PASI 70 kkal, klien membutuhkan 1161 kkal, maka 1161 x (100/70) = 1500 cc. Diberikan 8 x 60 cc personde Kebutuhan cairan untuk umur 1 tahun 110-120 ml/kg/hr Kebutuhan minimal 110 x 9 = 990 ml/hr Kebutuhan maksinal 120 x 9 = 1080 ml/hr

KAJIAN TEORITIS : SINDROM HEMOLITIK UREMIK Sindrom hemolitik uremik (SHU) adalah sekelompok gangguan heterogen dengan gejala klinis yang beragam dan berat. Sindrom ini pertama kali dikenalkan oleh Gesser dkk pada tahun 1955 dan merupakan penyebab gagal ginjal akut tersering pada anak. Sindrom ini ditandai dengan tiga gejala klinis yaitu : anemia hemolitik mikroangiopati, trombositopeni dan gagal ginjal akut. Pada fase akut merupakan penyakit yang serius dan memerlukan penanganan yang intensif guna mencegah penderita terhindar dari bahaya kematian atau kerusakan fungsi ginjal. SHU biasanya berhubungan dengan epidemi dan penyakit gastroenteritis (GE) diare berdarah yang disebabkan oleh Shigella dysentriae sebagai penghasil toksin shiga dan E.coli terutama yang tergolong jenis STEC, VTEC atau EHEC yang dapat menghasilkan verotoksin atau shiga-like toksin. Di Amerika serikat sendiri, E.coli 0157:H7 adalah penghasil shiga-like toksin yang paling dikenal, bahkan paling penting sebagai penyebab SHU. Organisme tersebut hidup dalam usus hewan ternak tanpa menimbulkan gejala. Penularan antara manusia terjadi secara fekal oral bila menyantap daging yang tidak dimasak, air minum, buah buahan dan sayuran yang terkontaminasi, susu yang tidak dipasteurisasi. Dalam saluran cerna toksin bakteri menghancurkan usus dan menghasilkan diare lendir darah. Toksin dapat menyebar melalui pembuluh darah dan menyerang ginjal sehingga menyebabkan kerusakan pada glomerulus dan menyebabkan gagal ginjal akut.

EPIDEMIOLOGI SHU ditemukan di banyak negara, SHU dengan diare biasanya menyerang anak di bawah usia lima tahun dengan insidensi yang sama pada kedua jenis kelamin dan semua ras. Di Argentina, ditemukan kejadian SHU sekitar 30 kasus per 100.000 anak, sedang di Amerika Serikat berkisar antara 0,3 10 kasus per 100.000 anak. Di Kanada rata rata insiden SHU pada anak di bawah usia 5 tahun adalah 3 per 100.000 anak. Variasi musim dan pengelompokan geografis juga memegang peranan dalam prevalensi SHU. Prevalensi SHU mencapai puncaknya pada musim panas atau musim gugur. Sedang SHU tanpa diare dapat menyerang anak yang lebih besar, tanpa ada hubungan dengan musim atau epidemi diare di negara tersebut.

Di Indonesia sendiri penyakit gastroenteritis akut dengan diare tanpa atau darah merupakan penyakit infeksi yang biasa dijumpai pada anak anak dan merupakan masalah penting di masyarakat karena berhubungan dengan kurangnya kebersihan dalam lingkungan dan penyediaan makanan. Sehingga penularan pada manusia melalui kontak fekal oral mudah terjadi. KLASIFIKASI SHU berdasarkan etiologinya diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok : 1. SHU Klasik (SHU D+) Pada jenis ini terdapat fase prodromal gastroenteritis akut dengan diare tanpa atau berdarah. Merupakan bentuk SHU yang paling sering dijumpai dan hampir 90 % SHU didahului dengan fase prodromal gastroenteritis akut. SHU D+ berkaitan dengan infeksi Shigella dysentriae yang menghasilkan toksin shiga atau E.coli serotype O157:H7 jenis STEC, VTEC atau EHEC yang menghasilkan verotoksin atau shiga like toksin. Jenis ini biasanya mempunyai prognosis yang cukup baik dengan perbaikan fungsi ginjal dan biasanya jarang terjadi relaps. 2. SHU Atipikal (SHU D-) Pada jenis ini tidak terdapat fase prodromal gastroenteritis akut dan dapat menyerang anak yang lebih besar, jenis ini jarang terjadi dan mempunyai pronosis yang lebih jelek. Beberapa etiologi yang berkaitan dengan SHU ada di bawah ini : Etiologi SHU : Etiologi SHU D+ : Tipikal : E. Coli O157:H7 (penghasil VT-1, VT-2) Shigella dysentriae (penghasil toksin shiga) Agen infeksi lain penyebab diare (Tabel II) Idiopatik Etiologi SHU D- : Infeksi Streptokokus pneumoniae Agen infeksi lain : Faktor keturunan : ? Autosomal dominan ? Autosomal resesif

Kehamilan Obat : Cyclosporin A, kontrasepsi oral, kemoterapi, mitomycin Post transplantasi Keganasan Idiopatik Agen infeksi lain : Salmonella typhii Campylobacter jejuni Yersinia sp Pseudomonas sp Portillo, virus Coxsachie, virus Influenza, virus Epstein Barr, Rota virus, HIV Aeromonas hydrophila, Microtabiotes

PATOFISIOLOGI Dalam saluran cerna toksin bakteri menghancurkan sel usus dan menyebabkan diare lendir darah. Toksin kemudian menyebar melalui pembuluh darah dan menyerang endotel glomerulus ginjal sehingga terjadi penumpukan fibrin dan trombosit di tempat kerusakan. Kapiler glomerulus menjadi sempit mengakibatkan sel darah merah yang melewati kapiler glomerulus menjadi lisis dan rusak sehinga terjadi anemia hemolitik mikroangiopati dan penurunan laju filtrasi glomerulus serta insufisiensi ginjal.

Gambar I Patofisologi SHU : A. Kapiler glomerulus normal yang dilapisi sel endotel B. Gambaran sel endotel normal yang terdiri dari kutub negatif dan PGI2 dalam jumlah normal di endotel sehingga trombosit yang bersirkulasi di lumen kapiler tidak menempel ke endotel.

C. Setelah kerusakan endotel terjadi, sel menjadi bengkak dan terjadi kehilangan kutub negatif serta PGI2, menyebabkan penempelan trombosit dan fibrin ke dinding endotel serta terjadi pemisahan sel endotel dari dinding pembuluh darah D. Akibat penyempitan kapiler glomerulus oleh penumpukan fibrin dan trombus, maka eritrosit yang melewati kapiler menjadi lisis dan rusak dan terjadi anemia hemolitik mikroangiopati, penurunan laju filtrasi glomerulus, insufisiensi ginjal dan trombositopeni. Beberapa serotype E. Coli yang berhubungan dengan SHU telah dapat diidentifikasi. Karmali et al menemukan toksin E. Coli pada 75% pasien dengan SHU. Toksin dari E.coli ini menyebabkan kematian terhadap sel Vero yaitu sel epitel ginjal monyet hijau sehingga kemudian dinamai sebagai verotoksin. Salah satu dari verotoksin ini (VT-1) secara struktural identik dengan toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentriae dan jenis toksin lain VT-2 mempunyai 55% - 60% asam amino yang mirip dengan toksin shiga. Verotoksin yang dihasilkan oleh E.coli O157:H7 juga menyebabkan diare berdarah. Verotoksin terdiri dari sub unit sentral (A) dan lima sub unit perifer (B). Sub unit perifer (B) membawa reseptor glikoprotein permukaan sel. Ketika verotoksin berikatan dengan permukaan sel, terbentuk endositosis dan subunit sentral (A) dilepaskan ke dalam sitosol, yang kemudian larut dalam bentuk fragmen (A1). Sub unit A1 berikatan dengan ribosom 60S, menghambat transkripsi RNA sehingga menyebabkan kematian sel.

Gambar 2 : Verotoksin sub unit B melekat di permukaan sel dan verotoksin masuk ke dalam sel melalui endositosis . Sub unit A kemudian dilepaskan ke dalam sel dan terpecah menjadi fragmen A1. Sub unit A1 berikatan dengan ribosom 60S menghambat transkripsi RNA dan mengganggu pembentukan sintesis protein menyebabkan kematian sel.

Berdasarkan patofisologi ini, hipotesis perkembangan SHU klasik dapat disusun sebagai berikut :
1. Infeksi verotoksin dari E. Coli menghasilkan diare berdarah2. Penyebaran toksin

melalui pembuluh darah dan perlekatan verotoksin ke endotel sel glomerulus. 2. Pembentukan endositosis dan pelepasan fragmen sub unit sentral dari verotoksin mengakibatkan gangguan sintesis protein sehingga menyebabkan kematian dan kerusakan sel endotel 3. Penempelan fibrin dan mikrotrombus ke sel endotel yang rusak menghasilkan koagulasi intravaskular lokal dan mikroangiopati 4. Penyempitan kapiler glomerulus oleh trombus dan fibrin menyebabkan lisis dan kerusakan sel darah merah yang melewati kapiler. Sehingga menyebabkan anemia hemolitik mikroangiopati, penurunan laju filtrasi glomerulus dan insufisiensi renal. V. HISTOPATOLOGI Tempat utama di ginjal yang menunjukkan perubahan patologik pada fase akut SHU adalah kapiler glomerulus, arteriol dan arteri interlobular. Kerusakan glomerulus pada pasien SHU bervariasi mulai dari ringan sampai sedang dengan sumbatan dan lisis dari struktur glomerulus. Temuan yang khas secara mikroskopis meliputi edema, degenerasi dan destruksi endotel glomerulus, penebalan dinding kapiler glomerulus, intra lumen yang terisi tumpukan trombosit, fibrin dan fragmen sel darah merah. (Gambar 4,5)

Gambar 4 : Pewarnaan HE : penebalan difus dinding kapiler glomerulus dan pembengkakan sel endotel. Penumpukan fibrin dan trombus serta sel darah merah tampak di lumen (anak panah)

Gambar 5 : Pewarnaan PAS : menunjukkan penebalan difus dinding kapiler glomerulus dan pembengkakan sel endotel

GAMBARAN KLINIS Bentuk klasik SHU pada bayi atau anak biasanya didahului oleh masa prodromal muntah dan diare, dengan atau tanpa darah. Biasanya dapat disertai nyeri abdomen atau kram hebat sehingga sering didiagnosis sebagai kolitis atau kegawatan abdomen. Fase prodromal biasanya berlangsung 4 sampai 15 hari dengan rata rata 7 hari, kemudian muncul trias SHU. Ketika gejala SHU muncul, anak tampak pucat, ikterik kadang dapa timbul kejang atau penurunan kesadaran. Edema, oligouria, hipertensi, kongesti vaskular dapat dijumpai oleh karena beratnya proses penyakit atau kelebihan cairan akibat kurangnya pengawasan terhadap balans cairan sedang anak biasanya menderita oligouria. Hepar dan limpa dapat teraba membesar. Pada kulit dapat dijumpai petekiae dan purpura. Perdarahan kulit berupa hematom dan ekimosis sering juga dijumpai di tempat bekas suntikan. Hemolisis dengan fragmentasi sel darah merah ditemukan pada pasien SHU, pemeriksaan darah tepi perlu dilakukan untuk melihat adanya proses mikroangiopati. Gambaran darah tepi pada pasien dengan SHU dijumpai schystocytes, sel helmet dan sel burr. Hemolisis dapat cepat terjadi ditandai oleh menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit secara drastis. Trombositopenia dibawah 40.000/mm3 biasanya berlangsung sekitar 7 14 hari disusul dengan munculnya gejala klinis berupa petekiae, purpura dan hematom di tempat bekas suntikan. Meningkatnya nilai trombosit menunjukkan pemulihan proses mikroangiopati.

Gagal ginjal akut dengan peningkatan serum urea nitrogen dan kreatinin serta penurunan jumlah urin muncul seiring dengan terjadinya proses hemolisis dan anemia, derajat insufisiensi ginjal bervariasi secara luas. Penyulit yang berhubungan dengan gagal ginjal akut adalah gangguan elektrolit, hipertensi, edema, kongesti vaskular, asidosis metabolik dan hiperurisemia. Gangguan sistem saraf pusat dapat terjadi berupa iritabilitas, letargi, kejang atau koma. Keterlibatan SSP disebabkan proses multifaktorial dan berhubungan dengan mikroangiopati yang terjadi di pembuluh darah otak. Dimana terjadi pembentukan fibrin dan mikrotrombus yang menyebabkan iskemi serebral. Keterlibatan SSP lebih sering terjadi pada Atipikal SHU (SHU D- ). Gejala klinis SHU Masa prodromal diare Antara 4 15 hari Dengan atau tanpa darah Dapat disertai nyeri perut Anemia Muncul setelah fase prodromal diare mulai hilang Berhubungan dengan penurunan hematokrit dan trombosit Insufisiensi renal Oligouria dapat muncul selama 4 12 hari Sering terjadi edema, hipertensi dan edema pulmo bila balans cairan tidak dilakukan Pemulihan Peningkatan angka trombosit Peningkatan urin output Peningkatan hematokrit PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan kadar hemoglobin menurun berkisar antara 3 -10 gram% dan terdapat gambaran anemia hemolitik mikroangiopati (Coombs test negatif), Gambaran apusan darah tepi menunjukkan bentuk abnormal dari sel eritrosit berupa schystocytes, fragmentosit, sel topi, tear drops, burr sel (Gambar 6). Jumlah leukosit dapat meningkat sampai 20.000/ mm3. Jumlah retikulosit dapat normal atau

meningkat, jumlah trombosit menurun berkisar antara 20.000 100.000/ mm3. Pada beberapa pasien nilai PT / PTT biasanya normal dan terdapat peningkatan FDP

Gambar 6 : Gambaran darah tepi terdapat: schystocytes / sel helmet dan trombositopeni Kadar elektrolit bervariasi, biasanya kadar kalium rendah oleh karena adanya kehilangan melalui gastrointestinal yang mengikuti prodromal diare. Tetapi bisa juga meningkat oleh karena adanya penurunan laju filtrasi glomerulus dan gejala gagal ginjal akut. Kadar natrium, kalsium, bikarbonat dan albumin serum dapat rendah. Kadar trigliserida, kolesterol dan fosfolipid dapat meningkat, tetapi patogenesisnya belum diketahui. Kelainan kimia darah yang sering dijumpai adalah peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Peningkatan kedua kadar ini dapat dimungkinkan oleh adanya gagal ginjal akut intrinsik atau hipovolemi yang mengikuti prodromal diare. Pada pemeriksaan urin dijumpai oligouria, hematuria dan proteinuria ringan sampai sedang. Secara mikroskopis urin dijumpai adanya dismorfik sel darah merah dan adanya cast (seluler, granular, hyaline) Kultur feses perlu dilakukan pada setiap penderita dengan diare berdarah untuk mencari penyebabnya. Biasanya kultur untuk E.coli O157:H7 ditumbuhkan dalam media agar Mac Conkey Sorbitol. Pemeriksaan Laboratorium SHU Hematologi Trombositopenia Anemia hemolitik (coombs test negatif) Leukosit meningkat Retikulosit normal atau meningkat PT/PPT biasanya normal

FDP biasanya menurun Kimia darah Peningkatan BUN Peningkatan creatinin Hipokalemi, Hiponatremi, Hiperurisemia Penurunan serum protein Peningkatan fungsi hati Peningkatan asam urat Urine Proteinuria Hematuria Leukosit esterase positif Bilirubin positif Dijumpai cast atau granul PENANGANAN Semua penderita SHU sebaiknya dirawat di rumah sakit. Pengobatan lazimnya bersifat suportif dan ditujukan untuk penaggulangan gagal ginjal akut, penyulit penyulit yang timbul dan gangguan hamatologik yang terjadi. Pengobatan suportif terdiri dari : Terapi cairan dan elektrolit Bayi atau anak dengan SHU sering mengalami dehidrasi oleh karena diare dan muntah. Penderita ini perlu mendapatkan terapi cairan dan elektrolit sesuai protokol yang ada. Jumlah cairan harus diawasi secara ketat untuk menghindari hidrasi. Bila tidak ada tanda dehidrasi jumlah cairan yang diberi, harus dibatasi yaitu IWL + OGL. Jenis cairan tergantung ada tidaknya oligouria, bila penderita mengalami oligouria komposisi cairan yang diberikan adalah larutan glukosa NaCl 3 banding 1, sedang bila penderita dalam keadaan anuria cairan yang diberi hanya Glukosa 10% melalui infus. Balans cairan harus diawasi, balans cairan yang baik bila berat badan turun 0,5 1 % / hari.

Koreksi elektrolit secara medis dilakukan bila terdapat gangguan elektrolit seperti hiponatremia, hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia, hiperurisemia dan asidosis metabolik. Bila gagal, terapi dialisis merupakan indikasi. Tunjangan Nutrisi Pemberian kalori yang adekuat dan asam amino esensial diperlukan untuk mengurangi katabolisme protein dan lemak untuk mencegah balans nitrogen negatif. Kebutuhan kalori minimal adalah sebanyak 400 kcl/m2/hari.

Transfusi darah Bila proses hemolisis masih aktif dan hemoglobin turun dibawah 6 g/dl maka perlu diberikan transfusi PRC, transfusi rombosit dilakukan bila terdapat perdarahan aktif atau trombositopenia berat. Pemberian transfusi plama/ plasmafaresis menunjukkan hasil yang baik pada SHU D- yang berhubungan dengan faktor herediter atau SHU rekuren. Tetapi tidak dianjurkan diberikan untuk SHU paska pneumococcal yang disebabkan oleh neuraminidase sebab plasma normal mengandung antibodi yang menimbulkan terjadinya komplek antigen antibodi TF yang dapat memperberat hemolisis. Antibiotika Diberikan bila SHU berhubungan dengan infeksi streptokokus pneumonia atau nosokomial. Pada SHU D+ yang berhubungan dengan diare, pemberian antibiotika masih kontroversial oleh karena antibiotik tidak mempengaruhi lama gejala dan tidak merubah resiko terhadap SHU. Oleh karena munculnya SHU diperantarai oleh shiga like toksin, maka pemberian antibiotik tertentu secara teoritis tidak menyebabkan dinding bakteri lisis sehingga toksin yang lepas ke dalam lumen usus meningkat dan merupakan faktor resiko dalam memperberat proses penyakit. Antikonvulsan Kejang merupakan salah satu manifestasi gangguan SSP yang dapat dijumpai pada pasien SHU D-. Untuk mengatasinya dapat diberikan obat anti kejang yang lazim digunakan dan

perlu dicari faktor resiko lain yang menjadi penyebab kejang seperti gangguan elektrolit serta dilakukan koreksi. Pemulihan Perbaikan gejala SHU ditandai dengan membaiknya fungsi ginjal dan gangguan hematologi pada fase akut SHU. Pada kebanyakan kasus LFG menjadi normal kembali antara 7 sampai 13 bulan dan rata rata 3 bulan. Kadar hemoglobin menjadi normal kembai setelah 3 bulan dari saat munculnya penyakit. Trombositopeni dan gangguan faktor pembekuan lain tidak tampak lagi pada masa pemulihan. Gejala sisa yang muncul berhubungan dengan derajat penyakit. Gejala sisa berupa kelainan urinalisis yang menetap., hipertensi persisten, gagal ginjal kronik dan sekuele neurologik. Penanganan SHU Penegakan Diagnosis Pemerikaan klinis yang tepat Pemeriksaan laboratorium yang tepat Eksklusi penyebab lain Penanganan Insufisiensi ginjal Restriksi cairan (IWL + OGL) Balans cairan ketat Terapi konservatif Hemodialisa bila perlu Penganan kelainan Hematologi Pertahankan Hb > 8 g/dl Transfusi PRC atau trombosit bila perlu Transfusi plasma / plasmafaresis pada SHU D- yang berhubungan dengan faktor herediter. Penanganan nutrisi Pemberian kalori yang adekuat

PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis SHU baik dan mortalitas pada fase akut turun secara drastis dari 34% pada dekade terakhir menjadi 2,5% pada tiga dekade terakhir. Hal ini disebabkan oleh fasilitas pengobatan yang lebih baik dan fasilitas ICU yang memadai. Prognosis SHU akan lebih buruk pada beberapa keadaan tertentu. Kematian pada fase akut biasanya berhubungan dengan gangguan metabolik yang terkait dengan gagal ginjal akut, hipertensi berat, miokarditis dan gangguan sistem saraf pusat. Angka kematian lebih tinggi terjadi pada SHU Atipikal.

Prognosis SHU buruk pada : SHU D- (Atipikal SHU) Usia <> 5 tahun Anuria persisten Hipertensi berat Kelainan SSP (koma, kejang, hemiparesis/ stroke) Leukositosis > 20.000/mm3

Referensi :
Fiorini K Elizabeth, Raffaeli M Ryan, Hemolytic Uremic Syndrome. Pediarics in Review 2006; 27; 398 99. Bahrun Dahler, Sindrom Hemolitik Uremik. Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak ; FK UI, Jakarta, 2002 Kaplan BS, The Hemolytic Uremic Syndrome. Journal Pediatric Clinical North America 1976; 23; 761 77.

Palmar S Malvinder, Hemolytic Uremic Syndrome dalam http:// www.emedicine.com / med/ topic980.html Remuzzi G, Noris Marina. Hemolytic Uremic Syndrome; J American Society of Nephrology. Journal America Social Nephrology 2005; 16; 1035-1050. Stewart C, Leticia U, Hemolytic Uremic Syndrome. Pediatrics in Review 1993; 14; 218 24.

Anda mungkin juga menyukai