Anda di halaman 1dari 67

REFARAT 1

Departemen Anestesiologi
dan Terapi Intensif FK USU

MANAJEMEN ANESTESI
PADA BEDAH LAPAROSKOPI

Oleh: Eko Waskito

Pembimbing:

Dr. Hasanul Arifin, SpAn. KAP. KIC


PENDAHULUAN
• Penemuan tehnik laparoskopi akhir abad XX 
revolusi bidang ilmu bedah.
• George Kelling (1901)  mengenalkan metode
laparoskopi  melihat rongga abdomen anjing.
• Laparoskopi  terapi pilihan (Gold Standard) pada
batu empedu  keberhasilan pembedahan
laparoskopi pada kolesistektomi oleh Phillipe Mouret
tahun 1987.
• Saat ini, Laparoskopi digunakan pembedahan daerah
dada, upper dan lower abdominal termasuk vagotomi,
hemikolektomi, herniorapi, neprektomi, pelvic lymph
node dissection, histerektomi dan esofagektomi. 1,2
Laparoskopi Kolesistektomi

Kelling (1908)
PENDAHULUAN …

• Penatalaksanaan anestesi operasi


laparoskopi  berbeda dengan operasi lain.
• Konsentrasi dan kewaspadaan  sangat
mempengaruhi hasil (outcome) yang
optimal, baik ditinjau dari segi pembedahan
dan anestesi.
• Prosedur laparoskopi memiliki keuntungan
untuk pasien  tantangan bagi spesialis
anestesi.6-7
Laparoskopik Appendik
LAPAROSKOPI Definisi
Laparoskopi (atau
                          
peritoneoscopy)
merupakan prosedur
“minimal invasive”
dengan akses
endoskopi ke dalam
rongga peritoneum
dengan insuflasi gas
(CO2) untuk

CO
2
menciptakan ruang
antara dinding abdomen
dan viscera.8
PROSEDUR LAPAROSKOPI

Pasien teranestesi  tindakan


                          
pertama  membuat sayatan di bawah pusar
(10 mm).
Lalu jarum veres disuntikkan  memasukkan
gas CO2 (12-15 mmHg).
Gas CO2  perut pasien menggembung 
agar usus tertekan ke bawah dan
menciptakan ruang di dalam perut.
Setelah perut terisi gas CO2  alat trocar
dimasukkan, untuk akses kamera dan alat-alat
lain selama pembedahan.
Ada empat trocar yang dipasang di tubuh

                          
Pertama, Terletak di pusar, berfungsi
sebagai ‘mata’ dokter,  tempat
dimasukkannya kamera.

Kedua, Sekitar 2-4 cm dari tulang dada


(antara dada dan pusar): 5-10 mm.

Ketiga, Dipasang di pertengahan trocar


kedua agak ke sebelah kanan (di bawah
tulang iga), selebar 2-3 atau 5 mm.

Trocar keempat, jika diperlukan, dipasang


kanan bawah, selebar 5 mm.
LAPAROSKOPI
                          

• Klip-klip dari titanium 


sebagai ganti jahitan.
• Klip berfungsi
menyambungkan dua bagian
yang terpisah.
• Klip dari titanium akan
dipasang dalam tubuh secara
permanen, seumur hidup 
diberitahu kepada pasien.
CO2 DALAM LAPAROSKOPI
Gas utama  CO2  pneumoperitonium.
                          
CO2  gas pilihan  insuflasi  tidak mudah terbakar,
tidak membantu pembakaran, mudah berdifusi melewati
membrane, mudah keluar dari paru-paru, mudah larut
dalam darah.
N2O  iritasi peritoneum dan kelarutan lebih rendah
dibanding CO2. Tetapi N2O membantu pembakaran, dan dapat
menyebabkan ledakan jika digunakan bersamaan dengan
diatermi atau laser kedalam peritoneum yang menggunakan
hydrogen or methane.
Level CO2 dalam darah mudah diukur, dan
Pengeluarannya dapat ditambah  ↑ ventilasi.
Selama persediaan O2 cukup  konsentrasi CO2 darah
dapat ditolelir.1,8,10
CO2 DALAM LAPAROSKOPI …
• Kerugian utama CO2 lembam  iritasi
peritoneal langsung dan rasa sakit  CO2
membentuk asam karbonat saat kontak dengan
permukaan peritoneum.
• CO2 tidak terlalu larut pada darah bila terjadi
kekurangan sel darah merah  CO2 bisa tersisa
di intraperitoneum  sakit pada bahu.
• Selain itu, CO2  efek lokal maupun sistemik 
takikardi, vasodilatasi pembuluh darah serebral,
hiperkarbi, dan respiratory acidosis.1,8,10
Kehamilan Ektopik
CO2 DALAM LAPAROSKOPI …
CO2 dan air  produk akhir utama metabolism aerob.
Keadaan basal, rata-rata CO2 yang dihasilkan pada
dewasa ialah sekitar 200 ml CO2/ menit (12 L/ jam (35
gram).
Tubuh kita memiliki ± 120 L CO2 (100 x >> dari O2).
CO2 dalam darah  seimbang dengan didalam jaringan.
Pengambilan dan distribusi CO2 tergantung perfusi jaringan.
Jaringan perfusi baik  di darah, otak dan ginjal dengan cepat
terjadi keseimbangan (equilibrium).
Jaringan yang lambat terjadi keseimbangan  jaringan lemak,
tulang sehingga banyak tersimpan CO2.8
Saat insuflasi awal, CO2 darah atau dalam ETCO2 meningkat
dengan cepat, kemudian stabil antara 15-35 menit.
Operating Theatre Laparoskopi

Stanley Scott Miller (1938--1996)


LAPAROSKOPI
DI RSUP HAM
K O N T R A I N D I K A S I L A PA R O S K O P I

• Tidak ada kontaindikasi absolut.


• Pertimbangan khusus/ memerlukan perhatian yang ketat :
Obesitas.
Kehamilan
Koagulopati
Hernia diafragmatika,
Penyakit kardiovaskular berat
Penyakit paru berat (termasuk jika ditemukan bula),
Peningkatan TIK atau adanya SOL,
Riw. Operasi abdomen yang lama dan perlengketan,
Sickle cell disease (karena sickle crisis dapat mencetuskan asidosis),
Peritonitis,
Massa intraabdominal yang besar,
Tumor pada dinding abdomen, atau
Hipovolemic shock.
KONTRAINDIKASI LAPAROSKOPI

• Pasien dengan shunt (misalnya:


ventrikuloperitoneal)  resiko terkena emboli
gas, obstruksi shunt, dan cranial hypertensi 
membutuhkan monitoring TIK (Tekanan
Intrakranial) dan ventrikel drainase jika
laparoskopi diperlukan.
• Singkatnya, kontraindikasi/ pertimbangan
ialah pasien-pasien yang tidak mampu untuk
mentoleransi terhadap posisi,
pneumoperitonium dan atau hiperkarbia.7
LAPAROSKOPI PADA KEHAMILAN

• Kehamilan  kontraindikasi pada


masa lalu.
• Saat ini  peningkatan kolesistektomi
laparoskopi pada kehamilan dibanding bedah
terbuka.7
• Tujuan  keselamatan janin dan ibu.
• Masalah utama  mengetahui perubahan
fisiologis dan anatomis kehamilan dan janin,
dan interaksi dengan obat-obatan anestesi. 7
LAPAROSKOPI PADA KEHAMILAN …

• Dipertimbangkan  peningkatan volume


darah, peningkatan cardiac output,
penurunan systemic vascular resistense (SVR),
hipercoagualobility, supine hypotension
syndrome, peningkatan respiratoar menit
volume, penurunan residual volum,
penurunan FRC, peningkatan komsumsi
oksigen, hiperkapnea ringan, ↑ resiko aspirasi.
• Kombinasi diatas  kecendrungan 
hiperkarbi dan hipoksemia.
LAPAROSKOPI PADA KEHAMILAN …
• Rekomendasi laparoskopi yang aman pada kehamilan:
1. Operasi sebaiknya selama TS 2, idealnya sebelum 23
minggu untuk meminimalisasi resiko kehamilan preterm dan
untuk mempertahankan ruang yang cukup dalam intra
abdomen.
2. Pemberian tokolitik menguntungkan  mencegah
persalinan preterm, tetapi penggunaannya masih debatable.
3. Laparotomi sebaiknya dilakukan untuk menghindari
kerusakan uterus.
4. Monitoring janin dengan menggunakan transvaginal
ultrasonography.
5. Ventilasi mekanis harus diberikan untuk mempertahankan a
physiologic maternal alkalosis.
Laparoskopi pada Anak
• Laparoskopi  sering dilakukan
pada anak dan bayi.
• CO2,pneumoperitoneum  perubahan respirasi yang
sama pada dewasa.
• Besarnya penyerapan CO2 dibandingkan dengan
perubahan metabolik  sama pada anak dan janin
dibandingkan pada dewasa.
• Perubahan hemodinamik pada anak, sama dengan
yang dilaporkan pada dewasa.
• Pneumoperitoneum menyebabkan oliguria atau
anuria pada anak, dan kembali normal setelah
desufflation.
KOMPLIKASI LAPAROSKOPI
• Komplikasi  dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung  karena kebutuhan insuflasi CO2.
• CO2 masuk kedalam pembuluh darah secara cepat.
• Gas yang tidak larut terakumulasi didalam jantung kanan
 hipotensi dan cardiac arrest.
• Emboli CO2 masif bisa dideteksi  murmur precordial,
transesofageal ekokardiografi, dan end tidal CO2
monitoring.
• Pengobatan  menghentikan insuflasi CO2, hiperventilasi
dengan O2 100% dan resusitasi cairan, merubah posisi
pasien right side up dan memasang kateter vena central
untuk aspirasi gas.7
KOMPLIKASI LAPAROSKOPI
• Jika gas keluar atau prosedur laparoskopi meliputi
insuflasi ekstra peritoneal  emfisema subkutan,
end tidal CO2 meningkat mencapai level tinggi
dan terdapat krepitus  biasanya dapat sembuh
tanpa intervensi.
• Hal serius lain adalah pneumothorak, jika gas
masuk ke dalam rongga thorax melalui luka atau
insisi yang dibuat sewaktu pembedahan atau dari
jaringan cervikal subkutan.
• Intervensi tidak selalu harus, karena
pneumothoraks biasanya pulih jika insuflasi
dihentikan.
KOMPLIKASI LAPAROSKOPI
• Operasi laparoskopik ginekologik minor 
kematian perioperatif sekitar 4-8 per 100.000
pasien.1
• Trauma vascular  penggunaan alat yang tidak
terarah.
• Insiden trauma vascular upper abdominal: 0,03-
0,06% dan ↓ seiring keterampilan operator.
• Perdarahan akibat alat yang tidak terarah 
terkena pembuluh darah intra abdomen atau
pembuluh darah dinding abdomen.
KOMPLIKASI LAPAROSKOPI
• Perdarahan retroperitoneal Perdarahan Pankreas

 sering terlambat diagnosis trauma


vascular  tanda awal  hipotensi yang
tidak bisa dijelaskan.
• Anestesiologis  peran penting diagnosis
dini komplikasi fatal.
• Perdarahan yang tidak terkendali 
tindakan segera  open laparotomi dan
memperbaiki trauma pembuluh darah.12
Respon
RESPON FISIOLOGI SELAMA LAPAROSKOPI
Pernafasan

• Penyebab utama  insuflasi CO2 


pneumoperitoneum  untuk visualisasi selama
prosedur laparoskopi.
• Insuflasi CO2  hiperkapnia beberapa menit 
kenaikan CO2 mencapai 30%  stabil setelah 1 jam.
• Hiperkapnia  stimulasi simpatis dan berpotensi untuk
terjadi disritmia dan respiratori asidosis.
• Koreksi  meningkatkan ventilasi.
• Pengaruh pneumoperitoneum lain  efek mekanik
dari peningkatan tekanan intra abdomen  penurunan
pulmonary komplain sebesar 30% dan kapasitas residu
fungsional serta peningkatan dead space.11,12
Respon
RESPON FISIOLOGI SELAMA LAPAROSKOPI
Pernafasan

• Jika terjadi peningkatan pCO2  peningkatan


menit ventilasi untuk menghindari
hiperkapnia.17
• Posisi trendelenburg  faktor predisposisi
terjadinya perburukan kompensasi paru dan
V/Q mismatch.
• Pneumoperitonium dan pergeseran isi
abdomen ke arah kepala  meningkatkan
resiko atelektasis dan peningkatan resiko ETT
lebih kearah kanan.17
Kista Hepar
Respon
RESPON FISIOLOGI SELAMA LAPAROSKOPI
Pernafasan

• Desaturasi  selama laparoskopi  penyebab: 17


 Penyakit sebelumnya: Morbid obesity, Penyakit Paru
Obstruksi Kronis (PPOK).
 Hipoventilasi: akibat pengaruh posisi,
pneumoperitonium, sumbatan pada ETT, ventilasi
yang tidak adekuat.
 Shunting intrapulmoner: penurunan functional
residual capacity, pneumothoraks.
 Penurunan Cardiac Output perdarahan, disritmia,
depresi miokardia.
 Gangguan alat-alat: circuit disconnect, gangguan
pengaliran gas oksigen.
Respon
RESPON FISIOLOGI SELAMA LAPAROSKOPI
Pernafasan

Gambar: Perubahan pH, PaCO2, PETCO2 selama pneumoperitonium


laparoskopi kolesistektomi pada pasien ASA I dan II
Respon
RESPON FISIOLOGI SELAMA LAPAROSKOPI Kardiovaskular

• Perubahan hemodinamik selama laparoskopi


akibat kombinasi dari:11,12, 17

Pneumoperitonium

Absorbsi sistemik CO2

Posisi pasien
Respon
Efek mekanik dari Pneumoperitonium Kardiovaskular

• Intraabdominal Pressure/ IAP  Perubahan hemodinamik.


• ↑ IAP  Cardiac output ↓ hingga 50% dari nilai preoperative
pada 5 menit pertama setelah insuflasi CO2 dan kemudian
secara bertahap meningkat kembali 10 menit setelah onset
insuflasi.17
• Peningkatan IAP  penekanan arteri dan vena abdomen.
• Penekanan aorta  peningkatan systemic vascular resistance
(SVR)  penurunan Cardiac Output.
• Penyebab kedua  peningkatan SVR  penekanan sirkulasi
splanchnic.
• Pasien normovolume  penurunan cardiac output sedikit.
• Faktor neurohormonal  pelepasan katekolamin, renin/
angiotensin dan vasopressin juga bisa mempengaruhi respon
kardiovaskular terhadap pneumoperitonium.17
Respon
EfekEfek
mekanik
mekanikdari Pneumoperitonium
dari Pneumoperitonium
Kardiovaskular
Kardiovaskular

• Penekanan vena  ↓ venous return  ↓ preload.


• Tekanan vena sentral (Central Venous Pressure/ CVP) dan
pulmonary capillary occlusion pressure (PCOP) meningkat selama
insuflasi.
• Peningkatan ini  efek dari posisi diafragma yang kearah
cephalad  ↑ tekanan dan isi dari intraabdomen  ↑ tekanan
pada intrathoraks.
• ↑ volume sirkulasi sebelum dilakukan pneumoperitonium dapat
mengurangi penurunan dari venous return dan cardiac output.17
• Disritmia  bradikardi atau asistole  awal insuflasi.
• Hal ini  penarikan/ regangan yang tiba-tiba terhadap
peritoneum yang meningkatkan tonus vagal  Pengobatan 
vagolitic (Sulfas Atropin) dan penurunan IAP.
Efek Tekanan Intra Abdomen

↑ Intra Abdomen Pressure

Pooling of blood
in the legs
Respon
Efek penyerapan CO2 Kardiovaskular

• Efek langsung penyerapan CO2 ialah menyebabkan penurunan


heart rate, kontraktiliti dan SVR.
• Berlawanan efek ini ialah stimulasi dari sympathetic nervous
system, menyebabkan peningkatan heart rate, kontraktiliti dan
SVR.
• Jika berlangsung lama  asidosis, sistem parasimpatis menjadi
lebih aktif.17
• Penyerapan CO2 yang ringan  takikardi dan kontraksi
premature ventricular.
• Hiperkapnea yang berat  berakibat fatal.
• Hiperkapnea  menstimulasi vagal yang berhubungan dengan
insuflasi peritoneal dan mengakibatkan bradidisritmia atau
asistol arrest.17
Respon
Pengaruh posisi Kardiovaskular

• Lokasi operasi menentukan posisi pasien.


• Posisi trendelenburg  operasi pelvik dan inframesocolic
(misalnya pada kistektomi ovarium atau apendiktomi).
• Reverse trendelenburg digunakan pada operasi supramesocolic
(misalnya: kolesistektomi).
• Efek kardiovaskular posisi trendelenburg dipengaruhi beberapa
faktor, yaitu:
Seberapa derajat head down dilakukan
Usia pasien
Status volume intravascular
Riwayat penyakit jantung sebelumnya
Tehnik ventilasi
Jenis obat anestesi yang digunakan.
Diagnosis Komplikasi Selama Laparoskopi
Respon
Pengaruh Posisi Kardiovaskular

• Pasien yang sehat, posisi trendelenburg  ↑


venous return dan ↑ cardiac output, dan secara
umum  efek tidak signifikan.
• Reverse trendelenburg  ↓ venous return  ↓
mean arterial pressure dan cardiac output.
• Pasien sehat, posisi ini  tidak berefek signifikan.
• Pasien gang. jantung  ↓ perfusi dari end organ.17
• Posisi lateral, mempunyai efek yang sedikit.
• Posisi lateral kanan yang ekstrim dapat menyumbat
vena cava yang berakibat  ↓ venous return.
EFEK TERHADAP OTAK
• Pertama, penyerapan dari
CO2  hiperkarbi 
vasodilatasi  peningkatan
aliran darah otak 
meningkatkan TIK.
• Kedua, pneumoperitonium
dapat meningkatkan
tekanan intracranial,
dengan atau tanpa
peningkatan PaCO2.17
EFEK TERHADAP HEPATOPORTAL
• Efek terhadap hepatoportal masih kontroversi
terutama efek peningkatan IAP terhadap perfusi
splancnic.
• Beberapa ahli  CO2 pneumoperitonium  efek
vasodilatasi yang berlawanan terhadap efek IAP.
• Sementara beberapa percaya bahwa terdapat
penurunan aliran splanknik sebagai akibat dari
kompresi mekanik dari aliran darah mesenteric dan
dari faktor humoral seperti antidiuretik hormone
yang menyebabkan arteri mesenterika
vasokontriksi.
EFEK TERHADAP RENAL
• Jika IAP > 15 mmHg  ↓ aliran darah renal, yaitu
penurunan glomerular filtration rate (GFR), urine
output, creatinin clearance, eksresi natrium, dan
potensial terjadi kelebihan cairan pada kasus
pemberian cairan yang besar.
• Pasien gangguan ginjal sebelumnya, harus
dipertahankan hemodinamik dalam keadaan
normal selama pneumoperitonium dan hindari
obat-obat yang bersifat nefrotoksik.17
EFEK TERHADAP EKTREMITAS
Pneumoperitonium  dapat menyebabkan
penurunan aliran vena femoral yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya deep vein
thrombosis.
Keadaan ini khususnya bermasalah jika pasien
diposisikan reverse trendelenburg karena
berkumpulnya darah pada ekstremitas bawah.
Pemakaian stocking secara berkala dapat
mengurangi kejadian ini.17
PILIHAN TEHNIK ANESTESI
PILIHAN TEHNIK ANESTESI GA ETT
• Sekitar 70-75 %  Anestesi umum dengan relaksan otot,
intubasi trakea dan intermitten positive pressure
ventilation (IPPV) untuk mempertahankan normokarbi.
• Ventilasi  tidal volum yang besar 12-15 ml/ kgBB
mencegah terjadinya atelektasis dan hipoksemia yang
progresif dan mengeluarkan karbondioksida.
• Operasi sekitar kepala, leher, dada, dan abdomen sangat
baik dilakukan dengan anestesi umum inhalasi dengan
ETT  airway dapat dikontrol baik sepanjang waktu.
• Vegfors M (1994) menemukan bahwa nafas spontan
terjadi peningkatan PaCO2 lebih tinggi pada pasien
daripada nafas kendali.
PILIHAN TEHNIK ANESTESI GA ETT
• Halotan  ↑ kejadian aritmia, terutama adanya hiperkarbi.
• Isofluran lebih dianjurkan  kejadian aritmia dan depresi miokard
yang lebih kecil.10
• Anestesi umum dengan endotrakeal dan nafas kendali, disebabkan:7
Durasi laparoskopi lebih lama dari yang diperkirakan.
Menghindari pasien menjadi cemas.
Posisi trendelenberg  respirasi compromise dan dyspnea jika
pasien sadar dan bernafas spontan.
Pemasangan nasogastrik atau orogastrik tube (NGT/ OGT) sulit/
tidak nyaman pada pasien yang sadar.
Pemakaian relaksan otot  paralisis perlu karena peningkatan
tekanan intraabdomen dan tertekannya diafragma
mengakibatkan kesulitan bernafas pada nafas spontan.
PILIHAN TEHNIK ANESTESI GA LMA
• LMA tidak direkomendasikan
pada laparoskopi.
• LMA tidak melindungi
terhadap kejadian aspirasi.
• LMA juga memiliki
kemampuan terbatas dalam
memberikan ventilasi
tekanan positif, dan
menghalangi untuk
pemakaian orogastrik tube.7
Respon
Efek penyerapan
PILIHAN CO2
TEHNIK ANESTESI Lokal/ Regional
Kardiovaskular

• Permasalahan  efek respirasi akibat


pneumoperitonium dan posisi
trendelenburg.
• Meskipun terdapat bukti bahwa pasien
yang sadar dan bernafas spontan dapat
mentoleransi tindakan laparoskopi dengan
baik.
• Sebuah studi, pasien yang menjalani
laparoskopi dengan epidural anestesi,
dengan trendelenburg 20o tidak terjadi
peningkatan PaCO2, dimana pasien mampu
melakukan autoregulasi ventilasi semenit.16
PILIHAN TEHNIK ANESTESI Lokal/ Regional …

• Anestesi regional  tidak digunakan rutin  iritasi yang


mengenai diafragma dari insuflasi CO2, pengaruh suhu,
dan mekanikal, yang bisa diteruskan sakit pada pundak.
• Manipulasi rongga pelviks dan organ abdomen  nyeri
dan ketidaknyamanan bagi pasien.
• Anestesi regional  sangat membutuhkan kerjasama
dengan pasien.15,16
• Peritoneal distensi  mual, yang dapat diperparah jika
tidak menggunakan nasogastric tube.
• Pasien tidak nyaman  ahli bedah tidak bisa melihat
lapangan operasi secara sempurna.7
PILIHAN TEHNIK ANESTESI Lokal/ Regional …

• Regional anestesi  butuh blok sensori yang


tinggi (high level of snsory block)  resiko
dyspnea pada trendelenburg.
• Pemasangan nasogastik membuat pasien tidak
nyaman.
• Hiperventilasi  respon hiperkarbi  terlalu
banyak pergerakan pada lapangan operasi.
• Posisi trendelenburg  ventilasi spontan bisa
tidak adekuat dalam mengimbangi hiperkarbi 
Hipoksia  komplikasi yang serius.7
PILIHAN TEHNIK ANESTESI Lokal/ Regional …

Respon Sistemik dari hiperkarbi diperantarai


terutama oleh stimulasi simpatik, denervasi
simpatetik disebabkan blok tinggi dari anestesi
regional dapat mengakibatkan hipotensi dan
penurunan cardiac output.7
Epidural blok tinggi (level T2-T4) dibutuhkan untuk
mengurangi ketidaknyamanan terdapat manipulasi
bedah pada abdomen.
Tetapi blok tinggi  mengakibatkan depresi miokard
dan mengurangi venous return, dan memperberat
efek hemodinamik akibat tekanan
pneumoperitonium.10
PILIHAN TEHNIK ANESTESI Lokal/ Regional …

Laparoskopi dapat dilakukan tanpa


pneumoperitoium  gasless laparoskopi.
Sebuah kawat (wire) digunakan untuk mengangkat
dinding abdomen. Anestesi regional dapat
dilakukan dengan mudah pada kondisi seperti ini,
selama tidak ditemukan gangguan fisiologi dan
nyeri pundak.
Studi 279 gasless laparoskopi pada tindakan
miomektomi, 57 kasus dilakukan dengan epidural,
dan tidak ada dirubah menjadi anestesi umum.16
Manajemen Perioperatif

Preoperatif Durante Operatif Post Operatif


PREOPERASI

 Secara umum  anamnesis dan pemeriksaan


fisik.
 Pemeriksaan laboratorium  sesuai indikasi.

 Pemeriksaan/ Evaluasi difokuskan

mengidentifikasi penyakit paru berat dan


gangguan fungsi jantung.
MANAJEMEN INTRAOPERATIF

Masalah utama  efek cardiopulmonal dari


pneumoperitonium, penyerapan CO2 sistemik, insuflasi gas ke
ekstraperitonium, emboli gas vena, dan trauma struktur intra
abdomen.
Pasien  monitor standar + kapnograph  mengikuti
hemodinamik dan pneumoperitoneum dan perubahan posisi.
Indikasi monitor tekanan arteri invasif a.l.: pada penyakit paru
berat dan fungsi ventrikel yang menurun.
Monitor pengukuran tekanan vena sentral, pemasangan kateter
arteri paru atau transesofageal echocardiografi bisa berguna
untuk pasien dengan gangguan fungsi jantung atau hipertensi
paru. 7,9
MANAJEMEN INTRAOPERATIF …
Mencegah aspirasi paru dan menjaga jalan nafas  pipa
endotrakeal.
Pemasangan OGT/ NGT setelah jalan nafas dikuasai  ↓ tekanan
udara lambung, ↓ resiko kerusakan gaster, dan memperbaiki
visualisasi .
Saat IAP ↑  berikan VTP  mencegah hipoksemia dan untuk
mengekskresikan kelebihan CO2 yang diabsorbsi.
Pneumoperitoneum  perubahan posisi pipa endotrakeal 
disarankan sering mengecek posisi pipa endotrakeal. 7,9
Akses  memasukkan cairan/ obat i.v. intravena  harus adekuat
 resusitasi cairan untuk keadaan pendarahan atau emboli gas.
Akses melalui vena sentral  pada pasien gangguan vena perifer.7,9
MANAJEMEN INTRAOPERATIF …

Obat anestesi  berupa volatile agent, opioid


intravena, dan obat pelumpuh otot.
Sebuah studi  N2O sebaiknya dihindari selama
prosedur laparoskopi  meningkatkan pelebaran usus
dan resiko mual pasca operasi.
Penggunaan klinis N2O masih diperdebatkan.7,9,10
Selama laparoskopi  pasien biasanya diposisikan
trendelenburg atau reverse trendelenburg.
Trauma saraf sebaiknya dihindari  mengamankan
dan membantali seluruh ekstremitas.
MANAJEMEN INTRAOPERATIF …

Tekanan pernafasan bisa meningkat dengan perubahan


posisi dan ventilasi, biasanya butuh penyesuaian. 7,9,15
Dua tujuan utama  menjaga agar tetap normokapnia dan
mencegah keseimbangan hemodinamik.
Hiperkapnia biasanya berawal beberapa menit setelah
insuflasi CO2.
Menormalkan kembali CO2, ventilasi ditingkatkan 
dengan meningkatkan RR (Respiratory Rate) dengan
volume tidal yang tetap.
Jika hiperkapnia memburuk, misalnya pada kasus sulit
laparoskopi diubah menjadi bedah terbuka.7,9,15
MANAJEMEN INTRAOPERATIF …

Perubahan hemodinamik  diantisipasi dan dimanajemen.


Jika tekanan darah ↑  kadar obat anestesi inhalasi dapat ditingkatkan
dan ditambahkan dengan pemberian obat seperti nitropusside
(nitropusside  reflek takikardi, berpotensi untuk menimbulkan
keracunan sianida), esmolol, atau calcium channel blocker.
Pengobatan dengan α agonist  clonidine atau dexmedetomidine
adalah strategi lain (alpha agonist dapat menyebabkan penurunan MAC
untuk anestesi inhalasi, berpotensi menjadi bradikardi).
Pasien sehat  dapat mentoleransi perubahan hemodinamik
Pasien fungsi jantung yang buruk bisa menjadi lebih buruk  dapat
dicegah dengan penggunaan monitor secara invasif (arterial line, central
line, transesofageal ekokardiografi) selama prosedur berlangsung.7,9
MANAJEMEN PASCA OPERASI

Ruang pemulihan  hiperkapnia bisa terjadi selama 45


menit post op.
Insiden mual muntah pasca operasi laparoskopi 
cukup tinggi (42%).
Mual muntah pasca operasi setelah prosedur
laparoskopi dipengaruhi oleh tipe dari prosedur, sisa
dari pneumoperitoneum, dan karakteristik pasien.
Obat untuk mencegah dan mengobati komplikasi :
metoclopramide, ondansentron, dan dexamethasone.
MANAJEMEN PASCA OPERASI…
Untuk menurunkan insiden PONV : meminimalkan dosis opioid
dan mempertimbangkan pemberian propofol untuk anestesi.
Karena banyak prosedur laparoskopi pasien rawat jalan,
evaluasi saat pasien akan pulang diperlukan.7,9
Penggunaan analgetik umumnya lebih sedikit dibandingkan
bedah terbuka.
Manajemen nyeri diawali sebelum atau selama prosedur
pembedahan.
Pemberian opioid intravena (fentanyl, morfine) kombinasi
dengan NSAID intravena  pasien nyaman pada akhir dari
prosedur.7,9
Insisi yang minimal

Laparoskopi Splenektomi
TERIMA
KASIH
Laparoskopi Esogafektomi
Back Laparoskopi Esogafektomi
Laparoskopi Nefrektomi
Laparoskopi Nefrektomi

Back

Anda mungkin juga menyukai