Anda di halaman 1dari 9

SEMINAR JURNAL READING BEDAH MULUT

LAPORAN KASUS: INFEKSI ODONTOGENIK SPASIA SUBMANDIBULA


DENGAN KOMPLIKASI ABSES SPASIA TEMPORAL

Priyanka Razdan, Chanchal Singh, Jishnu Krishna Kumar, Basavaraj Patthi, Ashish Singla,
Ravneet Malhi

Disusun oleh :
Selvi Anggun Septyalinisa
160112160507

Dosen Pembimbing :

Dr. drg. Endang Syamsudin, Sp. BM

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2017
2

ABSTRAK
Kasus infeksi spasia yang berasal dari lesi odontogenik sudah sangat sering
dilaporkan di bidang kedokteran gigi. Yang paling umum diantaranya adalah infeksi
spasia submandibula, namun penyebarannya ke daerah temporal sangat jarang
dilaporkan. Penatalaksanaan dari infeksi tersebut cukup menantang dan memerlukan
keahlian. Laporan ini menggambarkan penatalaksanaan kasus langka dari infeksi
spasia submandibula yang menyebar ke temporal menggunakan insisi dan drainase
pada anak laki-laki usia 8 tahun.

PENDAHULUAN

Infeksi odontogenik sering dilaporkan dalam kedokteran gigi. Infeksi tersebut


dapat menyebabkan rasa sakit, ketidaknyamanan, dan kesulitan dalam membuka
mulut, dan dapat menimbulkan hambatan fungsi dari aktivitas kavitas oral. Pada negara
berkembang kurangnya nutrisi, oral hygiene yang buruk, penggunaan tembakau
mengunyah kacang areca, dan kebiasaan merokok telah meningkatkan prevalensi dari
infeksi odontogenik. Infeksi odontogenik juga dapat berujung pada infeksi leher dalam.
Penyebab paling umum dari infeksi ini adalah kebersihan oral yang buruk. Infeksi
odontogenik adalah hal yang umum dan dapat menjadi fatal atau mengancam jiwa
sehingga diagnosis awal menjadi hal yang penting. Penatalaksanaan penyakit ini terdiri
dari manajemen jalan nafas, terapi antibiotik dan intervensi bedah. Seperti yang
dikatakan sebelumnya, pencegahan lebih baik dari pada pengobatan, pencegahan dari
infeksi odontogenik dapat diraih dengan menumbuhkan kesadaran seperti komplikasi
dari oral hygiene yang buruk dan dengan melakukan kunjungan rutin di puskesmas.
Laporan kasus ini menggambarkan penatalaksanaan kasus langka dari infeksi spasia
submandibular yang menyebar ke daerah temporal pada anak laki-laki usia 8 tahun.

1
2

LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki usia 8 tahun datang dengan keluhan utama terdapat rasa
sakit disertai pembengkakan pada bagian kiri wajah. Pasien telah datang ke dokter gigi
setempat 10 hari yang lalu dan telah diresepkan antibiotic (amoxicillin 250 mg dan
asam clavulanic 125 mg) dan obat golongan NSAID (kombinasi sodium diclofenac 50
mg dan paracetamol 250 mg) tiga kali sehari selama tiga hari. Setelah tiga hari,
pembengkakan semakin besar dan pasien datang kembali ke dokter gigi lain dan
kembali diresepkan obat (pasien tidak tahu jenis obatnya) untuk tiga hari. Rasa sakit
dan pembengkakan tidak mereda; pasien akhirnya datang ke departemen pedodonsia
rumah sakit universitas Mathura. Pada pemeriksaan didapatkan gambaran kasar
asimetris wajah dengan pembengkakan dan palpasi positif pada mandibula kiri regio
posterior rahang dengan penyebaran ke arah temporal (Gambar 1). Pembengkakan
bersifat keras dan fluktuatif meluas dari regio inferior gigi 34 hingga regio temporal
dan dibawah margin infra-orbital dari anterior ke posterior regio posterior auricular,
berukuran 8 x 5 cm (Gambar 2). Pasien datang dengan suhu 390C dan kesulitan untuk
membuka mulut. Pada evaluasi radiografi terlihat molar permanen pertama (36) pada
mandibular terdapat lesi karies dan terdapat pelebaran membrane ligament periodontal,
diduga menyebabkan abses periapikal gigi 36 (Gambar 3) yang merupakan etiologi
infeksi. Dengan ini infeksi spasia submandibular menyebar ke regio temporal. Karena
pasien tidak menunjukan tanda-tanda membaik setelah menerima pengobatan, maka
dilakukan insisi dan drainase abses dari regio temporal. Prosedur telah dijelaskan dan
lembar persetujuan diperoleh dari orangtua pasien. Sebelum perawatan pasien
dikonsulkan ke bagian otorhino-laryngology untuk memperoleh pendapat ahli dan
untuk mempersempit kemungkinan penyebab infeksi.
3

Gambar 1. Foto preoperative menunjukan infeksi spasia submandibula yang meluas


ke area temporal

Gambar 2. Foto preoperatif menunjukan pembengkakan disertai fluktuasi di daerah


temporal

Gambar 3. Foto radiografi menunjukan adanya lesi karies pada gigi permanen molar
pertama
4

Dalam kondisi steril, lignocaine spray di aplikasikan di regio temporal dengan


menggunakan jarum no.18 abses didrainase secara perlahan secara perlahan (gambar
4). Sekitar 25 ml pus terdrainase menggunakan metode ini. Sisa abses tidak dapat
didrainase dengan jarum karena adanya loculi. Oleh karena itu insisi dan drainase
digunakan dan loculi di hilangkan dengan menggunakan arteri klem (gambar 5).
Dibawah anestesi local, insisi sepanjang 2 cm dilakukan di area temporal yang aman
(dengan mempertimbangkan pembuluh darah dan pembuluh saraf yang ada di regio
tersebut) dan pus di drainase dengan cara menekannya kebawah kearah area insisi.
Karet bergelombang (sebagai drain) diletakan kedalam area insisi di temporal, lalu
dilakukan penutupan luka dan pasien disuruh kembali setelah 3 hari. Tes kultur
jaringan dan sensitivitas dari abses dilakukan di departemen mikrobiologi dan
menunjukan hasil steril. Medikasi post-operatif untuk pembengkakan submandibula
(amoxicillin tablet 250 mg dan asam clavulanic 125 mg, metronidazole tablet 200 mg
dan analgesik ibuprofen dan paracetamol) diresepkan 2 kali sehari selama tiga hari dan
pasien disarankan untuk melakukan latihan membuka mulut serta datang untuk kontrol
setelah tiga hari.

Gambar 4. Drainase abses menggunakan jarum


5

Gambar 5. Pemecahan loculi untuk drainase sisa abses

Terdapat perkembangan dalam membuka mulut hingga 22mm setelah 3 hari.


Dikarenakan prognosis buruk, gigi molar molar permanen pertama di mandibular kiri
di ekstraksi dan dilanjutkan dengan kuretase. Sejumlah abses di drainase kembali dari
area temporal, karet drain di ganti dan medikasi dilanjutkan kembali selama 2 hari.
Setelah lima hari, pembengkakan mengecil dan ketidak simetrisan wajah di observasi
kembali (gambar 6). Pembukaan mulut pasien ditingkatkan dengan fisioterapi rutin.
Penyembuhan post operatif berjalan lancar. Pada peninjauan ulang kembali kondisi
klinis pasien didapatkan cukup memuaskan.

Gambar 6. Foto post-operatif setelah 10 hari


6

DISKUSI

Penatalaksanaan dari infeksi leher dalam cukup sulit dikarenakan anatomi yang
kompleks dari leher, etiologi polimikrobial, dan komplikasi mengancam nyawa yang
mungkin timbul. Antibiotik intravena dengan dosis tinggi (biasanya penisilin, atau
cephalosporin dan metronidazole), analgesik dan terapi cairan sebagai tambahan untuk
memperoleh drainase bedah dan eliminasi sumber infeksi muncul sebagai rencana
perawatan utama dari infeksi spasia wajah. Selain itu penggunaan yang tidak sesuai
dari antibiotic, steroid, dan obat-obatan NSAID dapat menutupi tanda-tanda infeksi dan
merubah penampilan klinis, membuatnya lebih sukar untuk di pahami, menyebabkan
penjalaran penyakit yang lambat, pemulihan yang lambat, dan peningkatan komplikasi.
Infeksi odontogenik diidentifikasi sebagai sumber utama dari infeksi spasia wajah pada
laporan kasus ini meskipun biasanya penyebab idiopatik pada bayi dan anak-anak.
Bakteri penyebab biasanya merupapakan campuran dari bakteri aerob dan anaerob
termasuk juga mikroorganisme rongga mulut seperti streptokokus dan stafilokokus.
Pada kasus ini pasien merasa kondisinya tidak membaik setelah pemberian antibiotik
awal, oleh karena itu ketika pasien datang kepada kami diputuskan untuk melakukan
drainase abses. Kultur jaringan dari sampel menunjukan hasil steril dimana hal tersebut
mengindikasikan efektivitas dari antibiotik yang diberikan pada pasien sebelumnya.
Sesuai dengan laporan kasus lainnya, infeksi gigi merupakan penyebab paling umum
dari infeksi spasia submandibula. Literatur yang dipublikasikan mengenai infeksi
spasia submandibula menunjukan bahwa pada 28,4% kasus sumber infeksi tidak dapat
ditemukan. Kebanyakan pasien mungkin telah memiliki supurasi kelenjar getah bening
dalam kurun waktu lama yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan klinis dan radiografi.
Pada kasus ini gigi yang terinfeksi diekstraksi pada pertemuan kedua karena adanya
keterbatasan pembukaan mulut pasien pada saat pasien pertama kali datang.
Penyebaran infeksi spasia submandibular ke daerah temporal sangat jarang terjadi dan
7

tatalaksananya cukup sulit karena batas pembengkakannya yang menyebar ke daerah


vital.
Karena infeksi spasia submandibular sering kali disebabkan berasal dari infeksi
gigi, akuisisi dari scan aksial beresolusi tinggi dari rahang bersamaan dengan dental
scan dianjurkan untuk mengidentifikasi infeksi periapikal. Pada kasus ini
penatalaksanaan dilakukan dengan cara pembedahan yang didukung dengan antibiotik.
Drainase dilakukan untuk membuang bahan purulent, dekompresi jaringan yang
membengkak, memungkinkan perfusi yang lebih baik bagi darah yang mengandung
antibiotic dan elemen defensif serta meningkatkan oksigenasi pada area yang terinfeksi
yang menyebabkan penyembuhan pasca operasi yang tidak lancar.

KESIMPULAN

Infeksi gigi yang sudah ada sebelumnya adalah penyebab paling umum infeksi
ruang fasia pada daerah kepala dan leher. Perpanjangan infeksi spasia submandibular
ke daerah temporal bisa berbahaya bila diabaikan. Kunjungan ke dokter gigi secara
rutin dapat meningkatkan deteksi dini dan perawatan pencegahan sehingga mencegah
perkembangan abses spasia wajah.

REFERENSI

1. Syed MI, Baring D, Addidle M, Murray C, Adams C. Lemierre syndrome: two


cases and a review. Laryngoscope 2007; 117(9): 1605-10.
2. Reynolds SC, Chow AW. Life-threatening infections of the peripharyngeal and
deep fascial spaces of the head and neck. Infect Dis Clin North Am 2007; 21(2):
557-76.
3. Schuknecht B, Stergiou G, Graetz K. Masticator space abscess derived from
odontogenic infection: imaging manifestation and pathways of extension
depicted by CT and MR in 30 patients. Eur Radiol 2008; 18(9): 1972-9.
8

4. Akst LM, Albani BJ, Strome M. Subacute infratemporal fossa cellulitis with
subsequent abscess formation in an immunocompromised patient. Am J
Otolaryngol 2005; 26(1): 35-8.
5. Larawin V, Naipao J, Dubey SP. Head and neck space infections. Otolaryngol
Head Neck Surg 2006; 135(6): 889-93.
6. Parhishar A, Har-El G. Deep neck abscess: a retrospective review of 210 cases.
Ann Otol Rhinol Laryngol 2001; 110(11): 1051-4.
7. Schmitz, John P "Shooters Abscess" of the neck presenting as a temporal space
infection and misdiagnosed as an odontogenic infection. Texas Dent J 2007;
124(12): 1188-91.
8. Gahleitner A, Watzek G, Imhof H. Dental CT: imaging technique, anatomy,
and pathologic conditions of the jaws. Eur Radiol 2003; 13:366-76.
9. Boscolo-Rizzo P, Marchiori C, Montolli F, Vaglia A, Da Mosto MC. Deep neck
infections: a constant challenge. ORL J Otorhinolaryngol Relat Spec 2006;
68(5): 259-65.
10. Bratton TA, Jackson DC, NkungulaHowlett T, Williams CW, Bennett CR.
Management of complex multi-space odontogenic infections. J Tenn Dent
Assoc 2002; 82(3): 39-47.

Anda mungkin juga menyukai