Anda di halaman 1dari 35

i

ILMU PENYAKIT MULUT


KASUS MAYOR

LAPORAN KASUS : ACUTE PRESUDOMEMBRAN CANDIDIASIS

disusun oleh :

Muhammad Faisyal A. M.
Selvi Anggun S
Jamaluddin Nawawi

Dosen pembimbing:

Dr. Irna Sufiawati, drg. Sp.PM (K)

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2017
ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................................... 3
BAB III TINJAUAN PuSTKA ......................................................................................... 13
3.1 Candidiasis ....................................................................................................... 13
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................. 25
BAB V KESIMPULAN .................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 29

ii
BAB I

PENDAHULAN

Kandidiasis adalah suatu infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur genus

Candida. Spesies Candida albicans merupakan penyebab tersering terjadinya

candidiasis pada jaringan mukosa. Jamur kandida merupakan mikroflora

normal pada rongga mulut, di dalam rongga mulut kurang lebih 40-60% dari

populasi flora normal mulut adalah jamur candida (Kasper, 2005).

Kandidiasis oral biasanya akan menyerang individu yang memiliki faktor

resiko berupa penggunaan obat-obatan imunosupresan, penggunaan obat-obatan

antimikroba, hiposalivasi, dan individu dengan penurunan sistem imun (individu

dengan HIV/AIDS, individu dengan gangguan sistem imun selular, individu

dengan terapi imunosupresif, dsb.) (Scully, 2012). Kandidiasis oral pertama sekali

dikenalkan oleh Hipocrates pada tahun 377 SM, yang melaporkan adanya lesi oral

yang kemungkinan disebabkan oleh genus Kandida. Terdapat 150 jenis jamur

dalam famili Deutromycetes, dan tujuh diantaranya (C.albicans, C. tropicalis, C.

parapsilosi, C. krusei, C. kefyr, C. glabrata, dan C. guilliermondii) dapat menjadi

patogen, dan C. albican merupakan jamur terbanyak yang terisolasi dari tubuh

manusia sebagai flora normal dan penyebab infeksi oportunistik (Greenberg,

2003).

Kandidiasis biasanya menyerang suatu kelompok yang memiliki resiko,

seperti individu dengan imunocompromised. Di Amerika Serikat,

1
2

terjadi peningkatan frekuensi infeksi kandidiasis. Hal ini dicurigai merupakan

efek dari infeksi HIV dan meningkatnya jumlah spesies jamur kandida yang

mengalami resistensi terhadap antifungi. Kandidiasis dapat menyerang seluruh ras

serta etnik suku dan tidak menyerang jenis kelamin tertentu (Scully, 2012)

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai kasus pada pasien laki-laki usia

51 tahun yang datang ke bagian Penyakit Mulut Rumah Sakit Hasan Sadikin

dengan adanya Acute Pseudomembranous Candidiasis.


3

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Data Pasien

Nama : Tn. Ww

Usia : 51 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Bandung

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Pernikahan : Menikah

2.2 Pertemuan Pertama (18 Januari 2017)

2.2.1 Anamnesia

Pasien laki-laki usia 51 tahun datang dengan konsul dari SMF Bedah

Mulut RSHS dengan kondisi bengkak di daerah dagu dan leher yang dibalut

dengan verban sehingga sakit ketika menelan dan sulit bernafas. Keluhan tersebut

dirasakan sejak +- 1 minggu yang lalu. Terdapat bercak putih pada lidah pasien

dan tidak sakit.

2.2.2 Pemeriksaan Ekstraoral

Pada pemeriksaan ekstraoral terlihat :

1) Wajah : asimetris

2) KGB : sulit dinilai

3) Bibir atas dan bawah : kering (+), sakit (-)

3
4

4) Mata : konjunctiva non anemis, sklera non ikterik

Gambar 1. Profil Wajah Pasien

Gambar 2. Bibir terlihat kering

2.2.3 Pemeriksaan Intraoral

Pada pemeriksaan intraoral terlihat :

1) Mukosa labial bawah : bercak putih pada region 32-42

2) Mukosa labial atas : tidak ada kelainan

3) Dasar mulut : tidak ada kelainan


5

4) Mukosa bukal kanan dan kiri : tidak ada kelainan

5) Dorsum lidah : plak putih disepanjang dorsum lidah, dapat di

scrap dan meninggalkan daerah eritem, serta tidak

sakit.

6) Lateral lidah kiri dan kanan : terdapat plak putih, dapat discrap dan

meninggalkan daerah eritem.

7) Palatum : Tidak ada kelainan

8) Gigi Geligi : 21, 22, dan 23 terdapat karies media di

servikal gigi

9) Plak, kakulus, stain : (+) di serluruh region

Gambar 3. Mukosa Labial bawah terdapat bercak putih pada region 32-42

Gambar 4. Dorsum lidah terdapat plak putih


6

Gambar 5. Terdapat plak putih pada lateral kiri dan kanan lidah

Gambar 6. Karies media pada servikal gigi 21, 22, dan 23

2.2.4 Diagnosa

 Abses submandibular bilateral

 Suspek Acute Pseudomembranous Candidiasis

 Periodontitis kronis generalisata

 Pulpitis reversible gigi 21, 22, dan 23

2.2.5 Diagnosa banding

 Coated tongue

 Periodontitis aggressive generalisata


7

 Pulpitis irreversible gigi 21, 22, dan 23

2.2.6 Perawatan

1) OHI,KIE (membersihkan gigi dan lidah minimal 2 kali sehari,

menghindari makanan panas, pedas, berbumbu, dan bertekstur keras,

instruksi cara pakai obat.

2) Pro konsul ke bagian periodonsia untuk scaling gigi rahang atas dan

rahang bawah di bagian periodonsia SMF Gigi Mulut (jika keadaan pasien

memungkinkan dimana HB >10, Trombosit >100.000; PT, aPTT, INR =

DBN)

3) Pro konsul ke bagian konservasi gigi untuk dilakukan restorasi gigi 21, 22,

dan 23

4) Resep

R/ Chlorhexidine gluconate 0,2%

∫ coll oris dan compres 3dd1

R/ Nystatin oral suspense fl no.I

∫ 4dd 2 ml

R/ Asam Folat 1 mg Tab No. VII

∫ 1 dd 1 tab 1 ac

R/ Vitamin B12 50 mcg tab no. XXI

∫ 3 dd 1
8

2.3 Pertemuan Kedua Untuk Kontrol (23 Januari 2017)

2.3.1 Anamnesa

Pasien datang dua minggu setelah medapat rujukan dari SMF bedah mulut

untuk kontrol selaput putih yang terdapat pada lidah. Keluhan bengkak di

daerah dagu dan leher mulai berkurang. Pasien sudah bias makan makanan

semi padat dan minum air putih. Keluhan selaput putih pada lidahnya pun

sudah mulai berkurang.

2.3.2 Pemeriksaan Ekstraoral

Pada pemeriksaan ekstraoral terlihat :

1) Muka : Simetris

2) Mata : Konjungtiva non anemis, sklera nonikterik

3) Bibir : Tidak ada kelainan (Terdapat perbaikan)

4) Kelenjar Getah Bening : Sulit dinilai

Gambar 7. Wajah terlihat relatif simetris


9

2.3.3 Pemeriksaan Intraoral

1) Mukosa labial atas dan bawah : Tidak ada kelainan

2) Dorsum lidah : Terdapat perbaikan dari sebelumnya,

tetapi masih terdapat plak putih pada 1/3

posterior lidah dapat dikerok dan

meninggalkan daerah eritem, dan terasa

sedikit sakit

3) Mukosa bukal kiri : Terdapat selaput putih, tidak dapat dikerok

dan tidak meninggalkan daerah eritem,

tidak sakit

4) Mukosa bukal kanan : Terdapat selaput putih, tidak dapat dikerok,

tidak meninggalkan daerah eritem, tidak

sakit

5) Palatum : Eritema pada posterior palatum durum,

ptechiae 1 buah

6) Lateral lidah kanan dan kiri : Plak putih dapat dikerok dan

meninggalkan daerah eritem

7) Plak dan kalkulus : Terdapat di seluruh region RA dan RB


10

Gambar 8. Masih tersisa plak putih pada posterior lidah

Gambar 9. Mukosa bukal kiri dan kanan terdapat selaput putih yang tidak dapat dikerok, tidak

meninggalkan daerah eritem, dan tidak sakit


11

Gambar 10. Terdapat plak putih pada lateral lidah kanan

Gambar 11. Lateral lidah kiri Nampak tidak ada kelainan

2.3.4 Diagnosis

 Kandidiasis Pseudomembran akut

 Suspek OLP pada mukosa bukal kiri dan kanan

 Periodontitis kronis generalisata


12

2.2.5 Perawatan

1) OHI,KIE (membersihkan lidah menggunakan chlorhexidine 0,2% dengan

kassa steril, penggunaan obat nystatin 15 menit setelah penggunaan

chlorhexidine)

2) Pro scaling gigi rahang atas dan rahang bawah di bagian periodonsia SMF

Gigi Mulut (jika keadaan pasien memungkinkan dimana HB >10,

Trombosit >100.000; PT, aPTT, INR = DBN)

3) Resep

R/ Nystatin oral suspense Fl no.1

∫ 4dd1 ml

R/ Chlorhexidine gluconate gargle 0,2% fl no.1

∫ 3 dd 10 ml

R/ Vitamin B12 50 mg tab no.XXI

∫ 3 dd 1 pc
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Candidiasis

Kandidiasis oral adalah salah satu keadaan klinis dari kandidiasis

mukokutaneus di rongga mulut yang merupakan suatu infeksi opportunistik

pada jaringan lunak mulut yang disebabkan oleh jamur saprofit dari genus

kandida terutama Candida albicans. Pertumbuhan berlebihan dapat

menyebabkan perasaan tidak nyaman lokal, mengubah sensasi pengecapan,

disfagia, dan kekurangan nutrisi pada daerah oesofagus yang dapat

menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan pada pasien. Kandidiasis

oral sering menjadi gejala awal dari infeksi HIV yang bertanggung jawab

atas terjadinya penyakit AIDS

3.1.1 Etiologi

Kandidiasis oral umumnya disebabkan C. albicans, dapat juga C.

dubliniensis, C. tropicalis, C. glabrata, C. pseudotropicalis,C.

guillierimondii, C. krusei, C. lusitaniae, C. parapsilosis, C.

stellatoidea,dan C. glabrata mewakili lebih dari 80% isolat dari infeksi

berdasarkan lesi klinis (Akpan, 2002).

Penelitian yang dilakukan di Eduardo de Menez’s Hospital, Brazil

bentuk lesi klinis yang dijumpai: Pseudomembran 23 pasien, Eritematosa

11 pasien dan Angular seilitis 6 pasien. Untuk spesies candida yang

13
14

ditemukan Candida albicans 31 pasien, Candida glabrata 7 pasien,

Candida tropicalis 6 pasien, Candida parapsilosis 3 pasien, Candida krusei

3 pasien, Candida dublinensis 1 pasien dan Candida gulliermondii 1

pasien. Candida albicans adalah penyebab terbanyak dihubungkan dengan

bentuk lesi klinis, diikuti Candida glabrata, Candida tropicalis dan

Candida parapsilosis. Identifikasi yang tepat agen penyebab bias

mengindikasikan pilihan terapi yang baik untuk mengobati pasien (Gabler,

2008).

Penelitian pada tahun 2007 di Surabaya, kandidiasis oral pada pasien

HIV/AIDS didapat C.albicans 35,29% dan non C.albicans 64,71%

(C.tropicalis 29,41%, C.dublininiensis 14,71%, C.glabrata 14,71% dan

C.guilliermondii 5,88%) (Suyoso, 2010).

3.1.2 Patogenesis

Candida sp merupakan flora normal pada kulit dan mukosa manumur.

Candida sp merupakan oportunistik patogen karena pada manumur sehat

Candida tidak berbahaya, tetapi pada orang yang memiliki petahanan

tubuh yang rendah dan terjadi ketidak seimbangan flora normal dalam

tubuhnya maka Candida akan membahayakan dan menyebabkan berbagai

gejala penyakit. Faktor virulensi dari Candida yaitu berasal dari dinding

sel dan sifat dimorfik dari Candida. Dinding sel mempunyai peranan

penting dalam virulensi karena memiliki bagian yang berinteraksi dengan

sel penjamu secara langsung(Mitchell, 2007).


15

Pada dinding sel Candida mengandung zat turunan mannoprotein yang

mempunyai sifat imunosupresif yang menyebabkan pertahanan Candida

terhadap imunitas penjamu menjadi lebih tinggi, selain itu juga

mengandung enzim proteinase aspartil yang membantu menembus lapisan

mukokutan yang berkeratin pada tahap awal invasi jaringan. Faktor

virulensi yang lain adalah sifat dimorfik dari Candida. Pada keadaan

patogen, Candida lebih banyak ditemukan dalam bentuk pseudohifa. Sifat

morfologis yang dinamis tersebut merupakan cara untuk dapat beradaptasi

dengan keadaan sekitarnya. Kemampuan Candida berubah bentuk menjadi

pseudohifa menjadi salah satu faktor virulensi karena bentuk pseudohifa

yang besar menyebabkan makrofag sulit untuk memfagositosis

(Ghannoum, 2000). Faktor-faktor predesposisi yang dihubungkan dengan

meningkatnya insidensi kolonisasi dan infeksi kandida yaitu (Evans,

2002):

a. Faktor mekanis : trauma, kelembaban atau maserasi (gigi palsu,

pakaian ketat atau balut tertutup, kegemukan)

b. Faktor nutrisi : avitaminosis, defesisensi besi

c. Perubahan fisiologi : bayi atau umur lanjut, kehamilan, menstruasi

d. Penyakit sistemik : diabetes mellitus dan endrokinopati tertentu,

lainnya uremia, malignansi, dan keadaan imunodefesiensi instrinsik

(missal infeksi HIVAIDS)

e. Penyebab iatrogenik : faktor barier lemah (pemasangan kateter,

penyalahgunaan obat iv),radiasi sinar x, obat obatan oral, parenteral,


16

topical dan aerosol (kortikosteroid dan imunosupresi lainnya, antibiotic

spectrum luas,metronidazole,transquilizer,kontrasepsi oral/estrogen)

f. Idiopatik

3.1.3 Gambaran Klinis

Gambaran klinis kandidiasis oral tergantung pada keterlibatan

lingkungan dan interaksi organisme dengan jaringan pada host. Adapun

kandidiasis oral dikelompokkan, yaitu :

a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut

Kandidiasis pseudomembranosus akut yang disebut juga sebagai

thrush, pertama sekali dijelaskan kandidiasis ini tampak sebagai plak

mukosa yang putih, difus, bergumpal atau seperti beludru, terdiri dari

sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur, dapat dihapus

meninggalkan permukaan merah dan kasar. Pada umumnya dijumpai

pada mukosa pipi, lidah, dan palatum lunak. Penderita kandidiasis ini

dapat mengeluhkan rasa terbakar pada mulut. Kandidiasis seperti ini

sering diderita oleh pasien dengan sistem imun rendah, seperti

HIV/AIDS, pada pasien yang mengkonsumsi kortikosteroid, dan

menerima kemoterapi. Diagnosa dapat ditentukan dengan pemeriksaan

klinis, kultur jamur, atau pemeriksaan mikroskopis secara langsung

dari kerokan jaringan. (Langlais, 2001)


17

Gambar 12. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut

b. Kandidiasis Atropik Akut

Kandidiasis jenis ini membuat daerah permukaan mukosa oral

mengelupas dan tampak sebagai bercak-bercak merah difus yang rata.

Infeksi ini terjadi karena pemakaian antibiotik spektrum luas, terutama

Tetrasiklin, yang mana obat tersebut dapat mengganggu keseimbangan

ekosistem oral antara Lactobacillus acidophilus dan Kandida albikan.

Antibiotik yang dikonsumsi oleh pasien mengurangi populasi

Lactobacillus dan memungkinkan Kandida tumbuh subur. Pasien yang

menderita Kandidiasis ini akan mengeluhkan sakit seperti terbakar.

(Langlais, 2001)
18

Gambar 13. Kandidiasis Atropik Akut

c. Kandidiasis Atropik Kronik

Disebut juga “denture stomatitis” atau “alergi gigi tiruan”. Mukosa

palatum maupun mandibula yang tertutup basis gigi tiruan akan

menjadi merah, kondisi ini dikategorikan sebagai bentuk dari infeksi

Kandida. Kandidiasis ini hampir 60% diderita oleh pemakai gigi tiruan

terutama pada wanita tua yang sering memakai gigi tiruan selagi tidur.

(Langlais, 2001)

Gambar 14. Kandidiasis Atropik Kronik


19

d. Kandidiasis Hiperplastik Kronik

Infeksi jamur timbul pada mukosa bukal atau tepi lateral lidah berupa

bintik-bintik putih yang tepinya menimbul tegas dengan beberapa

daerah merah. Kondisi ini dapat berkembang menjadi displasia berat

atau keganasan, dan kadang disebut sebagai Kandida leukoplakia.

Bintik-bintik putih tersebut tidak dapat dihapus, sehingga diagnosa

harus ditentukan dengan biopsi. Kandidiasis ini paling sering diderita

oleh perokok (Akpan, 2002)

Gambar 15. Kandidiasis Hiperplastik Kronik

e. Median Rhomboid Glositis

Median Rhomboid Glositis adalah daerah simetris kronis di anterior

lidah ke papila sirkumvalata, tepatnya terletak pada duapertiga anterior

dan sepertiga posterior lidah. Gejala penyakit ini asimptomatis dengan

daerah tidak berpapila (Akpan, 2002)


20

Gambar 16. Median Rhomboid Glositis

f. Keilitis Angularis

Keilitis angularis merupakan infeksi Kandida albikan pada sudut

mulut, dapat bilateral maupun unilateral. Sudut mulut yang terkena

infeksi tampak merah dan pecah-pecah, dan terasa sakit ketika

membuka mulut. Keilitis angularis ini dapat terjadi pada penderita

defisiensi vitamin B12 dan anemia defisiensi besi (Akpan, 2002).

Gambar 17. Keilitis Angularis


21

3.1.4 Diagnosis

Diagnosa untuk pertumbuhan Candida yang berlebih (kandidiasis)

sering diduga atas dasar kecurigaan klinis yaitu perubahan mukosa yang

khas berwarna putih sampai merah (Epstein, 2001). Pada rongga mulut

(oral) tampak infeksi yaitu sariawan, terutama terjadi pada selaput mukosa

pipi dan tampak sebagai bercak-bercak putih yang sebahagian besar terdiri

atas pseudomeselium dan epitel yang terkelupas dan hanya terdapat erosi

minimal pada selaput (Mitchell, 2007). Untuk menegakkan diagnosa

secara pasti dilakukan uji laboratorium diagnostik berupa apusan/swab dan

kerokan dari permukaan lesi.

a. Pemeriksaan Mikroskopik : usapan mukokutan diperiksaan dengan

sediaan apus yang menggunakan pewarnaan gram dan Periodic Acid

Schiff (PAS), untuk mencari pseudohifa dan sel-sel bertunas (Tarcin,

2011)

b. Pemeriksaan Biakan : spesimen yang akan diperiksa ditanam dalam

Sabaroud’s Dextrose Agar (SDA) pada suhu ruangan atau 370 dalam

incubator selama 24-48jam. Koloni tumbuh berupa Yeast Like Form

(Mitchell, 2007).

c. Uji Biokimia : digunakan untuk mengklasifikasikan dan

mengidentifikasi berbagai kelompok jamur, uji biokimia terdiri dari :

d. Metode manual yaitu liquid auxanographic method, pour plate

auxanographic, utilization of carbon and nitrogen sources,and

carbohydrate fermentation
22

e. Metode otomatis yaitu API 20C yeast identification system,

biomerieux vitek

f. yeast biochemical card, and abbott yeast identification system (Gupta,

2013)

3.1.5 Pengobatan

Pengobatan Pengobatan umum yang penting adalah mengurangi dan

mengobati faktor predisposisi, bila karena pemakaian protese perlu

melepas protese setiap hari, terutama pada malam hari saat tidur dan

mencuci dengan antiseptik seperti khlorheksidin. Selama pengobatan tidak

dianjurkan merokok, karena akan menghambat reaksi adekuat terhadap

pengobatan (Akpan, 2002).

Pengobatan Topikal

a. Nistatin suspensi oral: Dosis: 5 ml (500.000-U), 3 x / hari sesudah

makan. Harus ditahan di mulut kurang lebih 2 menit sebelum ditelan

(Epstein, 2001)

b. Amfoterisin B: Bekerja melalui pengikatan pada sterol dalam

membran sel jamur dan mengubah permeabilitas membran sel, tidak

diserap pada saluran pencernaan sehingga dianjurkan pemberian secara

topikal. Sediaan : Suspensi oral 100 mg / ml, 4x/hari (Akpan, 2002).

c. Mikonazol Sejenis Imidazole dapat digunakan sebagai aplikasi lokal

dalam mulut, akan tetapi pemakaian dengan cara ini terbatas karena

efek samping seperti muntah dan diare. Obat lain yang termasuk
23

kelompok ini klotrimazol dan ketokonazol. Sediaan: Gel oral 25mg/ml,

krem 2%, tablet 250 mg. Pengobatan diteruskan sampai 2 hari sesudah

gejala tidak tampak(Epstein, 2001)

d. Solusio gentian violet 1 – 2% : Masih sangat berguna, tetapi memberi

warna biru yang tidak menarik. Dapat dipertimbangkan untuk kasus

sulit dan kekambuhan. Dioleskan 2 x / hari selama 3 hari (Akpan,

2002).

Pengobatan Sistemik

a. Ketokonazol 200mg – 400 mg / hari selama 2 – 4 minggu, untuk

infeksi kronis perlu 3 – 5 minggu (Epstein, 2001)

b. Itrakonazol 100 – 200 mg / hari selama 4 minggu (Akpan, 2002)

c. Flukonazol 50 – 200 mg / hari selama 1- 2 minggu (Tarcin, 2011)

d. Vorikonazol adalah triazol yang memiliki struktur kimia seperti

flukonazol, diberikan apabila mulai resisten terhadap flukonazol

dengan dosis 200mg/2x/hari (Sudjana, 2008)

Indikasi pengobatan sistemik:

a. Risiko tinggi terjadinya diseminasi (kandidiasis sistemik) yaitu pada

pasien granulositopenia/imunokompromais, dan pasien yang mendapat

terapi imunosupresif.

b. Dengan terapi topikal tidak berhasil atau tidak sembuh.

c. Bila terjadi reinfeksi.


24

d. Pada pasien AIDS : kapsul Flukonazol lebih baik dari pada kapsul

Itrakonazol. Sebaiknya tablet ketokonazol tidak digunakan oleh karena

pasien AIDS kurang sampai aklorhidria sedangkan ketokonazol perlu

hiperkhlorhidria hingga minumnya harus bersama makanan, sehingga

absorbsinya meningkat (Suyoso, 2010).


BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis ekstra dan intra oral dilakukan

penegakkan diagnosis pasien yaitu Acute Pseudomembranous Candidiasis.

Anamnesis yang didapat dari pasien berupa adanya bercak putih pada lidah pasien

dan tidak sakit. Keluhan tersebut dirasakan sejak +- 1 minggu yang lalu. Pada

pemeriksaan intraoral juga didapatkan kondisi OH pasien yang buruk ditandai

dengan adanya kalkulus pada seluruh regio

Berdasarkan pemeriksaan intraoral, plak putih yang menjadi keluhan dari

pasien berada pada mukosa labial bawah region gigi 32 hingga 42, dorsum lidah,

dan lateral lidah kiri dan kanan. Plak dapat di scrap dan meninggalkan daerah

eritem namun tidak menimbulkan rasa sakit. Kandidiasis pseudomembranosus

akut tampak sebagai plak mukosa yang putih, difus, bergumpal atau seperti

beludru, terdiri dari sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur, dapat dihapus

meninggalkan permukaan merah dan kasar. Pada umumnya dijumpai pada

mukosa pipi, lidah, dan palatum lunak. Kandidiasis seperti ini sering diderita oleh

pasien dengan sistem imun rendah, seperti HIV/AIDS, pada pasien yang

mengkonsumsi kortikosteroid, dan menerima kemoterapi (Langlais, 2001).

Terdapat beberapa faktor peyebab timbulnya kandidiasis, Kondisi OH yang buruk

pada pasien dapat menjadi salah satu faktor predisposisi dari kandidiasis. Selain

itu menurunnya sistem imun tubuh yang ditandai dengan adanya abses

submandibular juga mempengaruhi timbulnya kandidiasis.

25
26

Faktor virulensi dari Candida berasal dari dinding sel dan sifat dimorfik

dari Candida. Dinding sel mempunyai peranan penting dalam virulensi karena

memiliki bagian yang berinteraksi dengan sel penjamu secara langsung (Mitchell,

2007). Pada dinding sel Candida mengandung zat turunan mannoprotein yang

mempunyai sifat imunosupresif yang menyebabkan pertahanan Candida terhadap

imunitas penjamu menjadi lebih tinggi, selain itu juga mengandung enzim

proteinase aspartil yang membantu menembus lapisan mukokutan yang berkeratin

pada tahap awal invasi jaringan. Faktor virulensi yang lain adalah sifat dimorfik

dari Candida. Pada keadaan patogen, Candida lebih banyak ditemukan dalam

bentuk pseudohifa. Sifat morfologis yang dinamis tersebut merupakan cara untuk

dapat beradaptasi dengan keadaan sekitarnya. Kemampuan Candida berubah

bentuk menjadi pseudohifa menjadi salah satu faktor virulensi karena bentuk

pseudohifa yang besar menyebabkan makrofag sulit untuk memfagositosis

(Ghannoum, 2000).

Pengobatan umum yang penting adalah mengurangi dan mengobati faktor

predisposisi. Selama pengobatan tidak dianjurkan merokok, karena akan

menghambat reaksi adekuat terhadap pengobatan (Akpan, 2002). Terapi utama

yang diberikan kepada pasien ini adalah instruksi OHI dan KIE. Instruksi tersebut

adalah untuk membersihkan gigi dan lidah minimal 2 kali sehari, menghindari

makanan panas, pedas, berbumbu, dan bertekstur keras, juga instruksi cara pakai

obat. Pasien juga diberikan anjuran untuk melakukan scaling gigi rahang atas dan

rahang bawah di bagian periodonsia SMF Gigi Mulut (jika keadaan pasien

memungkinkan dimana HB >10, Trombosit >100.000; PT, aPTT, INR = DBN).


27

Pasien diresepkan Chlorhexidine gluconate 0,2% untuk bekumur 3x/hari, Nystatin

cair untuk di konsumsi 4 kali sehari dengan cara dikulumkan lalu di telan, asam

folat 1 mg Tab No. VII 1x1/hari sebelum makan dan vitamin B12 50mcg Tab No.

XXI untuk dikonsumsi 3x/hari sebelum makan.

Nystatin memiliki aktivitas antifungi (anti jamur), yaitu dengan mengikat

sterol (terutama ergosterol) yang terdapat di dalam membran sel fungi. Nystatin

tidak aktif melawan organisme (contohnya: bakteri) yang tidak mempunyai sterol

pada membran selnya. Hasil dari ikatan ini membuat membran tidak dapat

berfungsi lagi sebagai rintangan yang selektif (selective barrier) sehingga akan

membuat komponen sel yang lainnya akan hilang dan kemudian jamur akan

menjadi mati.

Chlorhexidine, merupakan zat antiseptic yang aktif terhadap bakteri, virus,

spora bakteri dan jamur, membunuh mikroorganisme yang berkaitan dengan

berbagai infeksi di mulut dan tenggorokan termasuk Candida albicans yang

menyebabkan terjadinya candidiasis. Cincin chlorofenol dalam struktur formula

chlorhexidine gluconate 0,2% bersifat lipofilik bekerja dengan cara meresap ke

dalam dinding sel sehingga mudah diterima oleh membran sel jamur yang terdiri

dari lipid. Chlorhexidine gluconate 0,2% memiliki derajat aktivitas antimikroba

tinggi yang apabila berikatan dengan komponen membrane sel jamur

menyebabkan perubahan integritas dinding sel jamur yang terdiri dari lipid.

Adanya perubahan integritas dinding sel tersebut menyebabkan fungsi dari

membran sel jamur akan hilang dan menyebabkan kebocoran komponen

intraseluler.
28

Vitamin B12 (kobalamin) mengandung atom Kobalt pusat yang dikelilingi

empat nitrogen pirol. Vitamin ini termasuk vitamin yang larut dalam air. Berperan

penting dalam sistem saraf pusat dan hemopoiesis. Vitamin B12 berperan dalam

sintesis DNA, sintesis asam lemak, produksi energi, sintesis Asam Amino, serine,

methionine, glycine, purine nucleotides dan dTMP. Vitamin B12 terpisah dari

protein yang mengingat pada makanan dengan bantuan asam lambung dan pepsin.

Vitamin B12 mengikat cobaophilin dan faktor intrinsik untuk kemudian diserap ke

dalam tubuh.

Mamalia membutuhkan B12 sebagai kofaktor dua enzim yaitu cytosolic

methionine synthase dan mitochondrial methylmalonyl CoA mutase. Vitamin B12

masuk ke dalam sitosol sel sebagai hydroxycob(III)alamin dan direduksi menjadi

cob(I)alamin. Kemudian dimetilasi menjadi methylcob(III)alamin setelah terikat

dengan methionine synthase. Vitamin B12 dapat masuk ke dalam mitokondria dan

direduksi dalam bentuk 5′ -deoxyadenosylcob(III)alamin. Kemudian ditambahkan

5′ -deoxyadenosyl ligand dari ATP dalam reaksi yang dikatalisasi oleh

deoxyadenosyltransferase.
29

Pada kunjungan kontrol, yaitu 5 hari kemudian, pasien mengaku keluhan

selaput putih pada lidahnya sudah mulai berkurang. Hasil pemeriksaan intra oral

memperlihatkan plak putih pada dorsum lidah sudah membaik dari sebelumya

tetapi masih terdapat plak putih pada 1/3 posterior lidah dapat dikerok dan

meninggalkan daerah eritem, serta terasa sedikit sakit. Pada lateral lidah kanan

dan kiri juga masih terdapat Plak putih dapat dikerok dan meninggalkan daerah

eritem.

OHI dan KIE masih diinstruksikan, yaitu membersihkan membersihkan

lidah menggunakan chlorhexidine 0,2% dengan kassa steril, dan penggunaan obat

nystatin 15 menit setelah penggunaan chlorhexidine. Anjuran scaling pada gigi

rahang atas dan rahang bawah di bagian periodonsia SMF Gigi Mulut juga masih

disampaikan. Terapi obat juga masih diberikan berupa Chlorhexidine gluconate

0,2% untuk bekumur 3x/hari, Nystatin cair untuk di konsumsi 4x/hari, dan

vitamin B12 50mcg Tab No. XXI untuk dikonsumsi 3x/hari sebelum makan.
30
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan anamnesa yang dilakukan,

pasien mengalami suspek candidiasis pseudomembran pada mukosa labial, lidah

dan palatum durum. Terdapat bercak putih yang dapat discrap dan meninggalkan

eritema pada palatum durum dan dorsum lidah pasien, serta tidak terasa sakit.

Faktor yang menyebabkan oral candidiasis pada pasien disebabkan karena

menurunnya sistem imun tubuh yang ditandai dengan adanya abses

submandibular sehingga jamur kandida yang opurtunistik berubah menjadi

patogen. Selain itu terjadi perubahan mikroba rongga mulut akibat penggunaaan

obat antibiotik (metronidazole, ceftriaxone, meropenem) serta dipicu pula dengan

kebersihan mulut pasien yang sangat buruk.

Terapi yang diberikan pada pasien adalah pemberian oral hygiene

instruction (OHI) dan komunikasi informasi edukasi (KIE) kepada pasien dengan

menjaga kesehatan gigi dan mulut, membersihkan lidah dan mukosa minimal 2x

sehari. Instruksi penggunaan obat pun diberikan yaitu menggunakan Nystatin

dengan cara kumur telan 4x sehari untuk mematikan jamur Candida albicans,

serta menggunakan obat kumur chlorhexidine 3x sehari untuk mencegah reinfeksi.

Selain itu pasien pun diinstruksikan untuk menggunakan multivitamin Asam folat

dan vitamin B12 guna memperbaiki daya tahan tubuh sehingga pemulihan dapat

terjadi lebih cepat.

28
DAFTAR PUSTAKA

Akpan, A., Morgan, R., 2002. Review Oral Candidiasis. Journal of Postgrad
Medicine. 78: 455-458

Epstein, JB., Silverman, S.Jr., Fleischmann, J., 2001. Chapter 18: Oral Fungal
Infections. In: Silverman S.Jr, Eversole RL, Truelove EL Essentials of
Oral Medicine. Canada: BC Decker Inc: 170-177. Available at:
http://web.squ.edu.om/medLib/MED_CD/E_CDs/Essential%20of%20Oral
%20Medicine/startme.pdf

Evans, E.G.V., 2002. Fungi. In: Greenwood D, Slack R.C.B, Peutherer J.F
Medical Microbiology A Guide To Microbial Infections: Pathogenesis,
Immunity, Laboratory Diagnosis and Control. Ed. 16th. London: Churchill
Livingstone: 575-576.

Gabler, IG., Barbosa, AC., Vilfla, RR., Lyon, S., Rosa, CA., 2008. Incidence and
Anatomic Localization of Oral Candidiasis in Patients with AIDS
Hospitalized in a Public Hospital in Belo Horizonte, MG, Brazil. Journal
of Applied Oral Science. 16(4): 247-250

Ghannoum MA., 2000. Potential role of phospholipases in virulence and


fungalpatogenesis. Clin Microbiol Rev. 2000; 13(1): 122-43 Available at:
http://cmr.asm.org/content/13/1/122#ref-list-1

Gupta, V.K., 2013. Laboratory Protocols in Fungal Biology: Current Methods in


Fungal Biology.New York: Springer: 246-250

Langlais RP, Miller CS. 2001. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang lazim.
Hipokrates : 58.

Mitchell, T.G., 2007. Bab 45: Mikologi Kedokteran. In: Brooks G.F, Butel J.S.
Morse S.A; alih bahasa, Hartanto H et al; editor edisi bahasa Indonesia,

Sudjana, P., 2008. Infeksi Jamur Pada Penderita Infeksi HIV. Jurnal IPD FKUP-
RSHS. Available at: www.interne-rshs.com

29
30

Suyoso, S., 2010. Kandidiasis Mukosa. RSU.Dr.Soetomo Surabaya: 1-17.


Available at: http://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/index.php? option=
com_ docman&task=doc_download&gid=83&Itemid=118

Tarcin, BG., 2011. Oral Candidosis: Aetiology, Clinical Manifestations,


Diagnosis and Management. Journal of Marmara University Institute of
Health Science. 1 (2): 140-148.

Anda mungkin juga menyukai