Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH JOURNAL READING

ORAL MEDICINE

Hubungan HIV dengan Hiperpigmentasi Melanin di Mukosa Rongga Mulut:


Studi Klinis pada Sampel Penduduk Afrika Selatan

disusun oleh :
Selvi Anggun Septyanilisa 160110110091
Ardena Maulidia Hamdani 160110110092
Akhyar Dyni Zakyah 160110110093

pembimbing :
drg. Wahyu Hidayat, Sp. PM

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2016
BAB I

PENDAHULUAN

AIDS adalah sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu

akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV. Virus ini merusak sistem

imun tubuh sehingga penderita akan sangat rentan terhadap mikroorganisme oportunistik

yang dapat terlihat secara sistemik maupun oral. Salah satu pigmentasi ronggga mulut

yang berhubungan dengan infeksi HIV yaitu adanya pigmentasi dari melanin pada

rongga mulut.

Pasien yang terinfeksi HIV juga memperlihatkan manifestasi klinis di rongga

mulut lainnyanya, yang dapat menunjukkan tanda awal dari infeksi HIV. Ada banyak

pendapat mengenai pengklasifikasian manifestasi rongga mulut, diantaranya EC-

Clearinghouse yang membagi klasifikasi lesi oral yang berhubungan dengan infeksi

HIV menjadi tiga grup:

• Grup I : Lesi yang sering muncul pada infeksi HIV

- Kandidiasis : erytematous dan pseudomembranous

- Oral Hairy Leukoplakia

- Linear Gingivitis Erythema- Necrotising (ulcerative) gingivitis

- Sarkoma Kaposi

- Non-Hodgkin’s Lymphoma

• Grup II : Lesi yang kadang muncul pada infeksi HIV

1
2

- Bacteria infection : Mycobacterium avium intercellulare dan

Mycobacterium tuberculosis.

- Melanotic Hyperpigmentation

- Necrotising (ulcerative) stomatitis

- Penyakit kel.saliva: mulut kering akibat berkurangnya suplai saliva

dan pembengkakan unilateral atau bilateral dari kel.saliva mayor

- Trombositopenia purpura

- Ulcerasi NOS (Nor Otherwise Specified)

- Infeksi virus: Virus herpes simpleks, Human Papilloma Virus (HPV)

,Condyloma acuminatum, Verruca vulgaris

- Varicella –Zoster virus

• Grup III : Lesi yang jarang muncul pada infeksi HIV

- Infeksi bakteri: Actinomyces israelii dan Escherchia coli

- Epitheloid (bacilary) angiomatosis (cat-strach disease)

- Reaksi obat (ulcerative, erythema multiforme, dll)

- Infeksi jamur selain kandidiasis

- Neurologic disturbances
3

- Recurrent Apthous stomatitis

- Infeksi virus : Cytomegalovirus dan Molluscom contagius

Hubungan HIV/AIDS dengan Pigmentasi

Pigmentasi mukokutan difus atau multifokal telah sering dijelaskan dalam pasien

human immunodeficiency virus (HIV) - seropositive. Pigmentasi ini mungkin terkait

dengan asupan berbagai obat, termasuk obat antijamur dan antiretroviral atau sebagai

akibat dari perusakan adrenocortical oleh infeksi organisme yang virulen. Namun,

melanosis juga telah diidentifikasi pada beberapa pasien, termasuk pasien yang baru

didiagnosis, yang tidak memiliki riwayat penyakit adrenocortical atau asupan obat.

Pada pasien ini, penyebab hiperpigmentasi belum bisa ditentukan.

Studi terbaru menunjukkan bahwa melanosis mungkin menjadi aktual, berpotensi

stadium akhir, manifestasi klinis HIV /AIDS. Goldstein dkk menunjukkan korelasi

yang signifikan antara pigmen mucocutaneous dan jumlah CD4 sel/μL<200

menunjukkan bahwa disregulasi kekebalan terkait dengan HIV / diakuisisi defisiensi

imun syndrome (AIDS) menyebabkan peningkatan sekresi dari alfa MSH dari

kelenjar hipofisis anterior, yang juga dapat merangsang peningkatan sintesis melanin.

Pasien HIV / AIDS memiliki riwayat yang progresif pada hiperpigmentasi dari

kulit, kuku, dan mukosamembran. Pigmentasinya menyerupai sebagian besar bentuk

melanosis difus. Mukosa bukal adalah lokasi yang paling sering terkena, tetapi

gingiva, palatum, dan lidah kemungkinan juga terlibat. Seperti semua melanosis
4

difus, HIV yang berhubungan dengan pigmentasi secara mikroskopis ditandai oleh

pigmen melanin basilar, dengan inkontinensia ke dasar submukosa.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan HIV dengan Hiperpigmentasi Melanin di Mukosa Rongga Mulut:

Studi Klinis pada Sampel Penduduk Afrika Selatan

ABSTRAK

Tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan prevalensi HIV yang

berhubungan dengan hiperpigmentasi melanin pada mukosa oral (HIV-OMH) dalam

populasi khusus yakni HIV-seropositif pada penduduk Afrika Selatan dan untuk

menganalisis hubungan antara HIV-OMH secara klinis. Fitur dan karakteristik

demografi serta imunologi dari kelompok studi kohort. Bahan dan Metode.

Penelitian cross-sectional termasuk 200 subjek orang kulit hitam dengan HIV-

seropositif. Data yang dikumpulkan terdiri dari usia, jenis kelamin, jumlah CD4 + T,

viral load, penyakit sistemik, obat-obatan, lokasi oral mukosa yang terkena HIV-

OMH, luasnya (lokal atau umum), intensitas pigmentasi (gelap atau terang), dan

merokok serta penggunaan tembakau. Hasil. Secara keseluruhan 18,5% dari

kelompok studi kohort memiliki HIV-OMH. 22,5% memiliki OMH yang tidak bisa

dikaitkan dengan infeksi HIV, dan 59% tidak memiliki OMH. Terdapat hasil yang
6

signifikan tapi lemah hubungannya antara merokok dan adanya HIV-OMH.

Kesimpulan. Prevalensi populasi HIV-OMH dalam penelitian ini sebesar 18,5% dan

gingiva menjadi lokasi yang paling sering terkena. Tampak bahwa jumlah sel CD4 +

T tidak memainkan peran dalam biopathology HIV-OMH.

PENDAHULUAN

Menurut EC-Clearinghouse klasifikasi lesi rongga mulut yang terkait

dengan Infeksi HIV pada orang dewasa bulan September tahun 1992 [1], hubungan

HIV dengan mukosa rongga mulut yang mengalami hiperpigmentasi melanin

dikategorikan kurang "lesi yang kurang umum kaitannya dengan infeksi HIV "(Grup

2). Apa yang dimaksud dalam dokumen ini sebagai "HIV yang terkait dengan

mukosa rongga mulut hiperpigmentasi melanin" kita akan istilahkan dalam jurnal ini

sebagai “hiperpigmentasi melanin di mukosa rongga mulut yang terkait HIV (HIV-

OMH)” yang kami percayai lebih akurat dalam menggambarkan kondisi ini.

HIV-OMH dapat mempengaruhi setiap bagian dari mukosa rongga mulut

dan biasanya muncul sebagai gejala yang asimtomatik, tunggal atau ganda, baik atau

tidak jelas, dan terang sampai coklat gelap untuk makula dari segi ukuran dan bentuk

(Gambar 1) [2]. HIV-OMH etiopatogenesis nya tidak jelas, tetapi telah diduga bahwa

agen yang mungkin memainkan peran dalam pengembangan HIV-OMH termasuk

HIV mengakibatkan sitokin disregulasi, beberapa obat yang biasa digunakan dalam
7

pengobatan penyakit HIV, dan disfungsi adrenocortical yang tidak jarang

mempengaruhi penderita HIV-seropositif dengan jumlah CD4 + T rendah [3].

Prevalensi HIV-OMH bervariasi di berbagai belahan dunia dan antara

kelompok etnis / ras yang berbeda [4], yang paling mungkin karena genetik dan

lingkungan faktor, biokimia tertentu, patologis, kekebalan tubuh, atau karakteristik

lain dari penyakit HIV, dan juga obat-obatan tertentu yang digunakan untuk

mengobati penyakit HIV dan komplikasinya [2, 5].

Gambar 1. Ilustrasi klinis HIV-OMH. (A) Hiperpigmentasi Melanin dari


dasar mulut perempuan perokok 42 tahun yang terjangkit HIV-seropositif dengan
jumlah CD4 + T dari 25 sel/mm3. Pasien telah didiagnosis dengan penyakit HIV 3
8

tahun sebelumnya. Highlyactive antiretroviral therapy (HAART) diberikan segera


setelah di diagnosis dan hiperpigmentasi muncul beberapa waktu kemudian. (B)
Tidak teratur, tidak homogen Patch pigmen pada mukosa bukal dari pria berusia 69
tahun HIV-seropositif dengan jumlah CD4 + T dari 88 sel/mm3. Pasien telah
didiagnosis dengan infeksi HIV tujuh tahun sebelumnya. HAART dimulai setelah 2
tahun dan hiperpigmentasi muncul 4 tahun kemudian. Pasien bukan perokok. (C)
Beberapa, maculae berpigmen pada gingiva rahang atas dan mukosa labial dari pasien
laki-laki berusia 40 tahun HIV-seropositif dengan jumlah CD4 + T dari 141 sel /
mm3. Dia telah didiagnosis dengan penyakit HIV 10 tahun sebelumnya dan HAART
diberikan segera. hiperpigmentasi muncul dua tahun kemudian. (D) Beberapa
maculae berpigmen dari dorsum lidah pasien laki-laki berusia 32 tahun HIV-
seropositif yang memakai HAART dengan jumlah CD4 + T dari 422 sel/mm3.
Pasien telah ditemukan untuk menjadi HIVseropositive delapan tahun sebelumnya
dan HAART dimulai setahun kemudian. Pasien ingat bahwa hiperpigmentasi yang
dikembangkan setelah mulai dari obat HAART tapi ia tidak yakin persis ketika
muncul. Tak satu pun dari pasien yang pigmentasi oral digambarkan punya kelainan
jaringan lunak lainnya mulut atau penyakit sistemik yang dikenal.

Tampaknya bahwa HIV-OMH tidak memiliki efek pada kesehatan rongga

mulut atau pada kualitas hidup, dan itu tidak ada penelitiannya dan tidak diketahui

apakah ada atau tidak patologis yang bermakna dari HIV-OMH. Penelitian lebih

lanjut diperlukan dalam intra dan ekstraseluler jalur biologis yang terlibat dalam

peningkatan regulasi melanogenesis di beberapa subjek penderita HIV-seropositif dan

menjadi kemungkinan rangsangan lingkungan mikro yang dapat mendorong proses

itu terjadi [2].

BAHAN DAN METODE

Protokol dari penelitian cross sectional ini di setujui oleh Komite Etik

Penelitian Universitas Limpopo, Kampus Medusa (nomor MREC/D/78/2014).

Partisipan diberikan informasi verbal dan juga tertulis mengenai sifat penelitian ini,
9

dan lembar persetujuan tertulis diperoleh. Semua inormasi pribadi mengenai pasien

dijaga kerahasiaannya.

Penelitian terdiri dari kelompok 200 pasien HIV-seropositive berkulit hitam

yang datang ke klnik rawat jalan Unit Penyakit menular di Klinik Tshepang, Dr

George Mukhari Academic Hospital atau Medusa Oral Health Centre, Pretoria,

Afrika Selatan. Kebanyakan pasien yang datang ke fasiltas perawatan kesehatan ini

adalah pasien dari komunitas semi urban sekitar, dan kebetulan semua subjek pada

populasi penelitian ini berkulit hitam. Status HIV dari semua subjek sebelumnya telah

ditetapkan oleh dua enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA-HIV).

Salah satu penulis (RC), memeriksa dan mewawacarai semua subjek,

mencatat semua data klinik yang berkaitan, dan memeriksa rekam medis untuk

riwayat medis tambahan. Bila ada, HIV-OMH dan lesi oral lain yang kemungkinan

berkaitan dengan HIV lainnya akan di klasifikasikan berdasarkan kriteria dari EC-

Clearinghouse.

Data yang dikumpulkan termasuk diantaranya umur, jenis kelamin, CD4+ T

cell count, adanya riwayat peyakit sistemik, pengobatan, adanya HIV-OMH dan

peyebarannya (lokalisasi atau generalisasi), dan intensita nya (gelap atau terang).

Kebiasaan merokok atau penggunaan snuff juga di catat. Karena informasi mengenai

masa dari diagnosis HIV dan insisiasi dari HAART ke munculnya HIV-OMH tidak
10

selalu bisa didapatkan dan diandalkan, faktor tersebut tidak dimasukan kedalam

penelitan.

Perluasan dari HIV-OMH dikategorikan berdasarkan jumlah area mukosa oral

yang terpengaruhi oleh hiperpigmentasi dan berdasarkan perluasan dari pigmentasi

dalam regio tertentu. Intensitas pigmentasi dibagi secara subjektif mejadi terang atau

gelap. Untuk kondisi atau lesi oral lain yang membutuhkan perawatan, pasien akan

dirujuk ke departemen rumah sakit yang sesuai.

Analisis statistik antar kelompok uji akan dilakukan sebagai berkut: X2 tes

dilakukan untuk menilai hubungan antara variabel-variabel kategori. Uji eksak

Fisher’s digunakan untuk tabel 2 x 2 atau dimana persyaratan untuk uji X2 tidak dapat

ditemukan. Kuatnya asosiasi di ukur masing-masing dengan Cramer’s V dan

koefisien phi.

Hubungan antara variabel kategori dan variabel kontinu dinilai dengan t-test.

Ketika data tidak memenuhi asumsi dari t-test, alternative nonparameter , Wilcoxon

rank sum test akan di gunakan. Kuatnya asosiasi di ukur masing-masing dengan

Cohen’s d dan r-value. Tingkat signifikan 5% di gunakan.


11

Gambar 2. Pengelompokan subjek penelitian

HASIL

Dua ratus subjek HIV-seropositive, 134 (67%) dan wanita 66 (33%) laki-laki

di ikutsertakan dalam penelitian ini (F:M= 2.03). Rata-rata umur adalah 41,6 tahun;

14,5% adalah dan 4% pengguna snuff. Secara keseluruhan median CD4+ T cell

count adalah 159 sel/mm3 (jarak interkuartil 57 hingga 304) dan median viral load

adalah 40 (jarak interkuartil 40 hingga 9668). Semua pasien menjalani HAART dan

terdapat 15 kombinasi HAART yang di akibatkan 11 obat obatan.

Dari penelitian 200 subjek HIV-seropositive, 117 (59%) diantaranya tidak

memiliki OMH (kelompok non OMH), dan 37 (18,5%) melaporkan adanya

perkembangan hiperpigmentasi oral setelah di diagnosis HIV-seropositive dan oleh

karenanya termasuk kedalam kelompok HIV-OMH. Sisa 46 subjek penelitian (23%)

antara melaporkan adanya perkembangan OMH sebelum di diagnosis HIV (n=26)

atau tidak yakin dengan adanya perkembangan OMH yang memiliki relasi dengan
12

diagnosis infeksi HIV (n=20) (Gambar 2) oleh karenanya tidak dimasukan kedalam

analisis selanjutnya.

Rata-rata umur dari kelompok non OMH (n=117) adalah 40,9 tahun (sd = 9,9;

range 34-47; median = 40 tahun) sedangkan rata-rata umur dari kelompok HIV-OMH

(n=37) adalah 42,5 tahun (sd=10,7 tahun; range 36-48 tahun; median 42 tahun)

(Tabel 1). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata umur atau kategori

umur antara kelompok non OMH dan kelompok HIV-OMH. Kelompok non OMH

terdiri dari 77,8% wanita (F:M = 3,5:1) sedagkan kelompok HIV-OMH terdiri dari

56,7% wanita (F:M = 1.31:1) (tabel 1). Terdapat asosiasi yang signifikan namun

lemah diantara kedua kelompok berkaitan dengaan jenis kelamin (p = 0.019:koefisien

phi = 0.20).

Terdapat asosiasi yang signifikan namun lemah antara HIV-OMH dan

kebiasaan merokok (p = 0.019; koefisien phi = 0.28). Dua koma enam persen dari

kelompok non OMH adalah perokok dibandngkan dengan 18.9% kelompok HIV-

OMH (Tabel 1).

Tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara pengguna snuff, penyakit

sistemik, durasi infeksi HIV, cara hidup HAART, durasi penggunaan HAART,

CD4+ T cell count, viral load di satu sisi dan ada atau tidaknya HIV-OMH di sisi

lain.
13

Frekuensi dimana lokasi oral yang terpengaruhi dan karakteristik klinis utama

dari HIV-OMH terlihat pada tabel 2. Dalam kelompok HIV-OMH, tidak terdapat

asosiasi yang signifikan baik di antara CD4+ T cell count (0-199, 200-499, >499)

atau diantara kebiasaan merokok dan perluasan, intensitas, atau lokasi yang

terpengaruhi oleh OMH. Namun begitu ukuran kelompok HIV-OMH sangat sedikit

(n= 37) oleh karenanya hasil penelitian ini perlu di tafsirkan dengan hati-hati.

Tabel 1. Karakteristik demografis dan imunologis dari populasi penelitian


14

Tabel 2. HIV-OMH: Lokasi yang terpengaruh dan karakteristik klinis

DISKUSI

Warna yang normal dari mukosa oral ditentukan oleh beberapa faktor,

termasuk ketebalan dan transparansi dari epitel (apakah epitel tersebut parakeratin

atau ortokeratin), vaskularisasi dari lamina propria, kadar hemoglobin dalam darah,

dan jumlah serta warna dari melanin di epitel oral [6–8].

OMH dapat berupa kondisi rasial/fisiologis. Selain itu, kemunculannya dapat

diasosiasikan dengan penyakit endokrin (Addison’s disease, akromegali), proses

imunoinflamasi (liken planus oral), infeksi (infeksi HIV), atau mewakili neoplasma

primer (melanoma) [8].

Kontribusi melanin terhadap warna dari mukosa oral ditentukan oleh kadar

minimal yang melekat dari aktivitas enzim dan protein yang menjalankan proses

biosintesis melanin, dan besarnya respon melanosit terhadap stimulus melanogenik

eksternal yang bergantung pada aktivitas fungsional dari interaksi reseptor ligand dan
15

jalur pemberi sinyal intraseluler [9, 10]. Faktor lain yang berkontribusi terhadap

warna mukosa oral termasuk jumlah dan jenis melanin yang diproduksi, ukuran dan

jumlah melanosom, jarak arborisasi dari prosesus melanositik dendritik, dan

kemanjuran transfer melanosom dari prosesus melanositik dendritik ke keratinosit di

sekitarnya di dalam unit keratinosit-melanosit.

Hal ini membuat proses timbulnya OMH menjadi kompleks dan mekanisme

spesifik yang menjalankannya pada infeksi HIV menjadi tidak diketahui. Tampaknya

HIV-OMH merupakan akibat dari peningkatan melanogenesis oleh melanosit pada

lapisan sel basal di epitel tanpa peningkatan jumlah melanosit. Namun, peningkatan

jumlah melanin dapat diamati di epitel, lamina propria, atau keduannya.

Ada kemungkinan bahwa upregulation dari IL-1, IL-6, dan TNF- 𝛼 yang

berhubungan dengan infeksi HIV memicu keratinosit dan melanosit untuk

memproduksi hormon alpha melanocyte stimulating (𝛼MSH) yang memiliki

kapasitas untuk menstimulasi melanogenesis, sehingga meningkatkan produksi

melanin, dan secara klinis bermanifestasi menjadi HIV-OMH. Pada subjek dengan

HIV-seropositif OMH dapat juga diinduksi oleh penggunaan obat-obatan yang

digunakan untuk perawatan infeksi HIV dan kondisi sistemik yang berkaitan dengan

HIV [2]. Faktanya, beberapa bukti menunjukkan bahwa prevalensi OMH lebih tinggi

pada subjek dengan HIV-seropositif yang mengkonsumsi HAART dibandingkan

dengan subjek dengan HIV-seropositif yang tidak mengkonsumsi HAART [12, 13].
16

Prevalensi dari HIV-OMH dalam sampel populasi penelitian ini adalah

18,5%, lebih tinggi secara signifikan dibandingkan di negara-negara lain di Sub-

Sahara Afrika (Tanzania 4,7%, Kenya 6%) [14, 15] dan di Eropa (Italia 6,4%, Yunani

2%) tetapi lebih rendah dari Venezuela (38%) [16] dan di India (26% sampai 35%)

[17, 18]. Berdasarkan pengetahuan peneliti hanya terdapat satu laporan lain dari

Afrika Selatan yang mendokumentasikan HIV-OMH dan di laporan ini prevalensi

HIV-OMH kurang dari 1% [19]. Meskipun begitu, penelitian ini dilakukan pada

populasi Afrika Selatan yang sepenuhnya berbeda, dengan jumlah orang asia dan ras

campuran yang sangat besar, dan para peneliti menyadari bahwa terkadang mereka

tidak dapat menentukan dengan yakin apakah onset dari OMH mengikuti atau tidak

mengikuti onset dari penyakit akibat HIV dan obat-obatan yang menyertainya.

Telah dilaporkan bahwa pada saat penelitian dilakukan, frekuensi dari HIV-

OMH terbalik secara proporsional terhadap jumlah sel CD4+ [3] dan bahwa HIV-

OMH lebih umum mempengaruhi mukosa bukal dibandingkan daerah lain di rongga

mulut. Penelitian ini tidak memastikan observasi tersebut karena tidak ditemukan

hubungan yang signifikan antara HIV-OMH dan lokasi di rongga mulut yang terkena

atau jumlah sel CD4+. Satu-satunya hubungan yang signifikan adalah bahwa subjek

dengan HIV-seropositif yang merokok lebih sering terkena OMH dibandingkan

mereka yang tidak merokok.

KOMENTAR
17

Menginvestigasi sisi epidemiologi dan tampilan klinis dari HIV-OMH secara

umum cukup sulit dan di populasi Afrika Selatan secara umum juga, karena

masyarakat Afrika Selatan ras kulit hitam diketahui memiliki prevalensi yang tinggi

untuk hiperpigmentasi fisiologis/rasial. Pada subjek dengan HIV-seropositif pembeda

antara kondisi fisiologis dan HIV-OMH bergantung pada riwayat yang dilaporkan

sendiri yang tidak selalu dapat dipercaya. Selain itu, karena OMH sering asimtomatik

dan lokasi di rongga mulut yang terkena tidak selalu dapat terlihat oleh subjek,

sebagian besar subjek bahkan tidak dapat menyatakan dengan yakin apakah mereka

memiliki OMH atau tidak, apalagi untuk menyebutkan apakah OMH tersebut terjadi

sebelum atau sesudah didiagnosis dengan HIV.

Tidak jarang di daerah pedesaan dan semi-pedesaan di Afrika Selatan, infeksi

HIV didiagnosis dan dimulai perawatannya pada fase akhir dari penyakit tersebut.

Sebagai konsekuensinya, banyak subjek yang melaporkan dengan yakin bahwa OMH

yang mereka miliki sudah ada sebelum mereka didiagnosis dengan HIV, padahal

faktanya mereka mungkin telah menjadi HIV-seropositif ketika mereka pertama kali

menyadari adanya OMH.

Meskipun hal yang paling baik adalah untuk mulai memberikan HAART

segera setelah diagnosis infeksi HIV, bisa dikatakan sulit untuk membedakan HIV-

OMH yang diinduksi oleh HAART dan HIV-OMH yang idiopatik. Yang membuat

statistik hasil survei dari populasi khusus yang memiliki HIV-OMH menjadi lebih

membingungkan adalah telah diketahui bahwa perokok memiliki frekuensi HIV-


18

OMH yang lebih tinggi daripada bukan perokok, sehingga smoker’s melanosis sering

salah diduga sebagai HIV-OMH.

KONFLIK KEPENTINGAN

Penulis menyatakan bahwa tidak ada konflik kepentingan mengenai publikasi

makalah ini.

PENGAKUAN

Banyak terimakasih diberikan kepada Dr. Petra Gaylard untuk analisis

statistik dan masukan yang berguna.


BAB III

PEMBAHASAN

Lesi Pigmentasi Pada Rongga Mulut

Mukosa oral manusia tidak memiliki warna yang sama, dan beberapa derajat

perbedaan warna dapat diamati dalam kondisi fisiologis dan patologis. Sublokasi oral

dikarakterisasi dengan warna struktur yang berbeda, tergantung derajat keratinisasi,

jumlah dan aktivitas melanogenik dari melanosit, vaskularisasi, dan tipe jaringan

submukosa (otot, tulang, kartilago).

Pigmentasi oral dan perioral dapat merupakan suatu bentuk fisiologis maupun

patologis. Meskipun terdapat area yang terpigmentasi, timbulnya perubahan warna

yang terjadi mungkin saja tidak memiliki hubungan dengan pigmen namun

dikarenakan adanya deposisi atau akumulasi dari substansi organik dan inorganic.

Hemoglobin, hemosiderin dan melanin mewakili sumber endogen yang paling umum

dari perubahan warna mukosa . pengumpulan dari hemoglobin dan hemosiderin di

submukosa dihasilkan dari lisis sel darah merah, dapat memberikan tampilan warna

merah atau biru. Sedangkan melanin yang disintesis oleh melanosit dapat memberika

tampilan warna coklat, biru atau hiitam bergantung pada jumlah melanin dan

lokasinya pada jaringan.

Lesi pigmentasi yang eksogen biasanya terdeposit secara traumatik langsung

kedalam jaringan submukosa. Pada beberapa kasus, substansi mungkkin d serap dan

19
20

di distribusikan secara hematogen untuk di endapkan pada jaringan ikat, terutama

pada area yang mengalami inflamasi kronis. Dalam kasus lain, substansi tersebut juga

dapat mestimulasi produksi melanin sehingga menimbulkan perubahan warna.

Pigmentasi eksogen juga dapat diinduksi oleh makanan dan minuman tertetu.

Pigmetasi Endogen

Melanin di sintesis oleh melanosit yang terletak di lamina basalis dari epitelium.

Fungsi biokimia utama dari melanosit yang matang adalah sebuah proses yang

disebut melanogenesis, yaitu proses produksi dan pengiriman pigmen melanin oleh

sel. Eumelanin (melanin cokelat kehitaman) menimbulkan warna cokelat kehitaman

pada kulit, rambut, dan mata. Pheomelanin memiliki warna kemerahan.

Neuromelanin yang ditemukan pada beberapa sel saraf adalah senyawa yang tidak

berhubungan.

Produksi melanin yang berlebihan dapat disebabkan oleh bermacam-macam

mekanisme, yang biasanya berkaitan dengan peningkatan paparan sinar matahari.

Namun pada intraoral, hiperpigmentasi biasanya disebabkan oleh kondisi fisiologis

atau idiopatik, neoplasia, medikasi, konsentrasi serum tinggi dari ACTH, perubahan

postinflamasi, dan penyakit genetik atau autoimun.

PIGMENTASI FOKAL

Freckle/ Ephelis
21

Ephelid (freckles) adalah lesi makula merah hingga cokelat terang yang terletak

pada area yang terpapar matahari pada tubuh. Biasanya ini menyerang orang kulit

putih, lesi multiple, memiliki warna dan batas yang jelas, meskipun gabungan antar

lesi dapat membentuk tambalan (patch) besar ireguler. Ephelid dapat muncul pada

segala usia, tetapi lebih umum timbul pada masa kanak-kanak. Ephelid muncul dan

hilang sesuai derajat eksposur cahaya matahari, tampak paling mencolok selama

musim panas. Tidak ada data yang menunjukkan prevalensi lentigen dan ephelid

intraoral, biasanya lesi ini mengenai vermilion border pada bibir atau jaringan

perioral.

Makula Melanosit

Makula melanotik pada kavitas oral merupakan lesi yang umum, biasanya

disebabkan oleh peningkatan produksi dan deposisi melanin di lamina basalis, lamina

propria, atau keduanya.

Makula melanotik biasanya lesi single bulat berwarna biru atau cokelat kehitaman

yang warnanya merata dan berukuran kurang dari 1 cm. Lesi intraoral biasanya lebih

besar dari yang terdapat di bibir. Berbeda dengan ephelide, makula melanotik tidak

menjadi lebih gelap setelah terpapar radiasi sinar matahari. Dermatoskopi dapat

menunjukkan pola tidak terstruktur, dikarakterisasi dengan pigmentasi difus cokelat

kehitaman, kadang terdistribusi tidak merata, tanpa jaringan pigmen atau globula dan

atau streak. Diagnosis dibuat berdasarkan penampilan klinis saja.


22

Kaugars et al. melaporkan prevalensi sebesar 0.4% dari 86,202 biopsi dari kavitas

oral. Lesi labial hampir selalu terdapat di bibir bawah, sedangkan makula pada

gingiva lebih sering terdapat pada bagian anterior maksila. Pasien kulit hitam lebih

sering mengalami keterlibatan mukosa bukal. Rasio perempuan dan laki-laki hampir

mencapai 2:1 dan imsidensi tertinggi dilaporkan terjadi pada dekade kelima

kehidupan.

Melanoakantoma

Istilah melanoakantoma digunakan untuk mendefinisikan lesi campuran antara

keratinosit dan melanosit dendritik yang jinak dan jarang terjadi. Melanoakantoma

oral diduga memiliki sifat yang reaktif dan berkurang secara spontan atau menghilang

setelah pembedahan tidak lengkap, seperti biopsi insisional. Sekitar 40 kasus dari

melanoakantoma oral telah dilaporkan. Berbeda dari melanoakantoma pada kulit, lesi

oral muncul secara eksklusif pada orang kulit hitam dengan usia muda, berkembang

dengan cepat, dan memiliki permukaan yang datar. Mukosa bukal adalah daerah yang

sering terkena.

Nevus Melanositik

Etiologi dan patogenesis dari OMN sangat sulit dipahami meskipun, sama seperti

nevus yang terletak pada jaringan kutan, mutasi onkogenik dari pengkodean gen

untuk komponen yang menimbulkan RAS diduga ikut berperan. Nevus melanositik

kongenital telah ada sejak lahir, dan yang muncul sesudah lahir disebut sebagai nevus
23

dapatan. Diduga sebagian besar nevus melanositik pada mukosa oral adalah dapatan,

meskipun beberapa kasus nevus kongenital telah dilaporkan. OMN biasanya berupa

makula atau papula bulat atau oval yang berbatas jelas, tetapi lesi polipoid yang lebih

besar telah juga dilaporkan. OMN biasanya muncul secara multipel. Nevus dapatan

yang menonjol biasanya memiliki pigmentasi yang lebih cerah, sementara lesi yang

lebih datar biasanya memiliki pigmentasi yang lebih gelap. Warna dapat bervariasi

dari cokelat hingga biru, abu-abu kebiruan, atau hitam. Umumnya lesi individu

memiliki warna yang seragam. Nevus yang tidak berpigmentasi biasanya jarang

ditemukan. Palatum keras, mukosa bukal, dan gingiva biasanya paling sering terkena.

Melanoma Malignan

Melanoma malignan oral (Oral Malignant Melanoma/OMM) merupakan tumor

melanosit yang agresif, berjumlah 0.5% dari seluruh malignansi oral. Neoplasma ini

lebih umum di jepang dan afrika dibandingkan di negara-negara barat. Etiologi OMM

belum diketahui. Penggunaan tembakau dan iritasi mekanis kronis yang didapat dari

dentur yang tidak retentif telah disebutkan sebagai faktor risiko yang mungkin terjadi.

Sebagian besar OMM muncul tiba-tiba dari mukosa yang terlihat normal, tetapi

sekitar 30% didahului oleh pigmentasi oral selama beberapa bulan atau tahun. Gejala

dan tanda awal dari OMM adalah kemunculan lesi bermasa yang biasanya juga

berwarna.

OMM bisa berwarna cokelat kehitaman dengan seragam atau menunjukkan variasi

warna, seperti hitam, cokelat, abu-abu, ungu, merah, atau mengalami depigmentasi.
24

Fokus satelit biasnaya mengelilingi tumor primer. Pada melanoma amelanotik tidak

terdapat pigmentasi. Lokasi oral yang paling sering terkena adalah palatum dan

gingiva pada maksila. Melanoma gingiva memiliki rasio bertahan hidup 5 tahun lebih

lama dibandingkan lesi yang terdapat pada palatal, dengan waktu bertahan rata-rata

lebih panjang (46 bulan vs 22 bulan). Melanoma rekuren dapat bermanifestasi sendiri

selama 10-15 tahun dari terapi primer. Metastase yang jauh biasanya mengenai paru-

paru, otak, hati, atau tulang.

Diagnosis harus ditegakkan dengan benar untuk mengetahui apakah

melanoma yang terjadi merupakan kasus primer atau metastase dari jaringan lain. Hal

ini dapat ditentukan dengan biopsi. Pengobatan yang dipilih adalah operasi ablasi

dengan penghilangan margin yang luas. Terapi radiasi tambahan mungkin diperlukan

meski belum terbukti menguntungkan.

PIGMENTASI MULTIFOKAL/DIFUS

Pigmentasi Fisiologis

Tidak ada kesepatakan mutlak di literatur mengenai definisi tentang ras, grup

rasial, grup etnik, atau etnisitas. Lebih lanjut, telah didemonstrasikan bahwa kekuatan

hubungan antara warna kulit dan keturunan sangat bervariasi. Faktanya, kandungan

melanin pada kulit tidak secara tegas berhubungan dengan keturunan, secara genetik

didefinisikan dengan “penanda keturunan informatif”. Pada dasar evaluasi

multivariat, 3 kategori manusia telah didefinisikan; putih, hitam, dan intermediat.


25

Faktor-faktor yang dipertimbangkan meliputi warna kulit di bagian medial lengan,

warna dan tekstur rambut, serta bentuk hidung dan bibir.

Pigmentasi rasial oral (oral racial pigmentations/ORP) biasanya diamati pada

populasi berkulit gelap. Pada penelitian dengan 1.300 anak, ORP diidentifikasi pada

13.5%. Pigmentasi biasanya difus dan bilateral meskipun variasi pola tersebut telah

diamati. Warna bervariasi dari cokelat terang hingga gelap. Gusi, selain batas

marginal, dan mukosa bukal adalah daerah yang sering terlibat. Daerah lain termasuk

bibir, palatum, dan lidah. Pigmentasi rasial tidak berbahaya dan perawatan biasanya

untuk alasan estetik.

Melanosis Diinduksi Obat

Obat-obatan dapat memicu timbulnya reaksi pigmentasi mukokutan akibat

deposisi metabolit obat di jaringan. Obat yang paling sering menimbulkan reaksi ini

adalah obat-obatan malaria yang di negara maju sering juga digunakan untuk terapi

penyakit autoimun. Lesi biasanya berbentuk datar tanpa tanda-tanda pembengkakan,

difus, dan mengenai satu daerah saja utamanya palatum keras. Lesi dapat diperparah

oleh paparan sinar matahari. Belum ada mekanisme pasti yang disepakati mengenai

patogenesis timbulnya lesi, tetapi diduga metabolit obat memicu terjadinya

melanogenesis.

Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesa yang tepat terhadap

obat-obatan yang digunakan dan pilihan terapi adalah menghentikan penggunaan obat

tersebut. Pemeriksaan lab mungkin diperlukan untuk mengeksklusikan endokrinopati

sebagai diagnosis. Diagnosis banding salah satunya adalah pigmentasi mukosa difus.
26

Melanosis Perokok

Merokok telah diketahui sebagai penyebab dari pigmentasi oral yang difus pada

populasi eropa dan asia. Lesi ini telah dilaporkan pada 21.5% perokok dan intensitas

pigmentasi tersebut berhubungan dengan jumlah rokok yang dikonsumsi. Beberapa

peneliti telah mengetahui peningkatan secara signifikan melanosis gingiva pada anak-

anak yang orangtuanya merokok. Melanosis perokok sepertinya berhubungan secara

langsung dengan efek stimulan yang terdapat pada rokok terhadap melanosit. Sesuai

dengan model yang disepakati untuk kulit, beberapa peneliti menduga bahwa melanin

mungkin berperan dalam detoksifikasi dari amino polisiklik nikotin dan benzopiren.

Daerah yang terkena meliputi gingiva, palatum durum, mukosa bukal dan komisural,

permukaan inferior lidah, dan mukosa bibir. Melanosis perokok biasanya berwarna

cokelat kehitaman. Melanosis perokok tidak membutuhkan perawatan dan akan

menghilang jika kebiasaan merokok dihentikan.

Hiperpigmentasi Pascainflamasi (Hiperpigmentasi Inflamasi)

Merupakan hiperpigmentasi yang sebelumnya pernah mengalami inflamasi. Lesi

ini lebih umum timbul pada orang berkulit gelap dan memiliki kulit yang cenderung

berjerawat. Beberapa kasus juga ditemukan pada daerah yang sebelumnya terdapat

atau sedang mengalami lichen planus. Biasanya lesi hiperpigmentasi akan hilang

setelah inflamasi berhenti. Patofisiologi lesi ini belum jelas. Pemeriksaan mikroskopis

dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis.


27

Melasma

Merupakan melanosis simetris dapatan yang sering mengenai area yang banyak

terpapar sinar matahari seperti dahi, pipi, bibir atas, dan dagu. Lebih banyak

ditemukan pada wanita berkulit gelap. Paparan berlebih dari sinar matahari

merupakan faktor etiologi dan predisposisi. Istilah melasma lebih cocok untuk

menggambarkan perubahan pigmentasi pada wajah yang timbul pada wanita yang

sedang hamil atau mengkonsumsi kontrasepsi oral. Pigmentasi disebabkan oleh

kombinasi estrogen dan progesteron yang menginduksi melanosis. Pemeriksaan

mikroskopis dapat menunjukkan melanosis basal tanpa peningkatan jumlah

melanosit.

MELANOSIS YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT SISTEMIK

ATAU GENETIK

Penyakit Addison

Hipoadrenalisme akibat penyakit autoimun, infeksi, atau keganasan, adalah

kondisi defisiensi produksi hormon pada korteks adrenal yang mengakibatkan

meningkatnya produksi ACTH (adrenocorticotropic hormone). Penumpukan ACTH

pada jaringan dapat menimbulkan pigmentasi difus atau diskret. Predileksi pada bibir,

gingiva, mukosa bukal, dan palatum keras. Pengobatan untuk lesi biasanya tidak

diperlukan karena akan sembuh sendiri jika hipoadrenalisme diobati.


28

Sindrom Cushing

Yang terjadi pada sindrom Cushing adalah kebalikan dari penyakit Adison, yaitu

hiperaktivitas dari korteks adrenal yang biasanya disebabkan oleh adenoma sekretoris

kortikal atau hiperplasia kortikal yang berasal dari adrenal, sehingga produksi ACTH

akan berhenti. Jika hiperkortikoisme disebabkan oleh sekresi berlebihan ACTH oleh

kelenjar pituitari, mekanisme stimulasi melanosit akan dimulai. Pasien dengan

sindrom Cushing biasanya memiliki hipertensi dan hiperglikemia dan bisa

menunjukkan edema fasial (moon face). Pada pasien kulit dapat terlihat gosong dan

mukosa oral tampak “blotchy” akibat penumpukan granula melanin. Penyakit

endokrin harus dicurigai jika pigmentasi melanin oral disertai dengan perubahan

warna kulit menjadi tembaga. Pemeriksaan serum steroid dan ACTH diperlukan

untuk menegakkan diagnosis.

Penyakit Grave

Hipertiroidisme pada pasien kulit hitam dapat menimbulkan pigmentasi

(prevalensi hingga 40%) tetapi tidak menunjukkan efek yang sama pada ras kulit

putih. Mekanisme timbulnya lesi masih belum jelas dan pengobatan spesifik tidak

diperlukan karena lesi biasanya menghilang jika pengobatan hipertiroidisme berhasil.

Sirosis Biliaris Primer

Lesi merupakan hiperpigmentasi difus mukokutan yang banyak diderita oleh

wanita paruh baya. Sirosis biliaris primer (SBP) terjadi akibat kerusakan duktus
29

empedu intrahepatik. Mekanisme induksi melanosis belum diketahui. Salah satu

tanda umumnya adalah jaundis, tetapi jaundis dapat juga diakibatkan oleh sirosis hati,

hepatitis, neoplasia, dll. SBP dapat juga mengakibatkan hiperpigmentasi kekuningan

akibat penumpukan bilirubin. Pemeriksaan lab dapat mengkonfirmasi diagnosis.

Diagnosis banding lesi ini adalah likopenemia dan karotenemia.

Defisiensi Kobalamin (B12)

Dapat bermanifestasi sebagai anemia megaloblastik, gangguan neurologis,

manifestasi oral dan mukokutan, sensasi terbakar, eritema dan atrofi jaringan mukosa

oral. Mekanisme induksi melanosis belum diketahui. Lesi ini jarang teridentifikasi.

Sembuh dengan pengobatan bagi kekurangan vitamin B12.

Sindrom Peutz-Jeghers

Sindrom Peutz-Jeghers terdiri dari makula mukokutan, hamartoma intestinal,

poliposis, dan peningkatan risiko terhadap karsinoma pada traktus gastrointestinal,

pankreas, payudara, dan tiroid. Penyakit ini diasosiasikan dengan mutasi gen pada

kromosom 19. Bintik hitam kecokelatan dengan ukuran <1mm biasanya ditemukan

pada daerah perioral dan bibir bawah. Lesi dapat juga terdapat intraoral, intranasal,

konjungtival, dan rektal. Lesi oral biasanya jinak dan secara histologis dapat terlihat

peningkatan jumlah melanin di lamina basalis. Biasanya hal ini diamati pada usia

lanjut.
BAB IV

SIMPULAN

Beberapa stimulus, seperti trauma, perubahan hormonal, medikasi, dan radiasi

dapat menimbulkan peningkatan produksi melanin. Hiperpigmentasi melanin dapat

berupa kondisi rasial/fisiologis dan dapat pula diasosiasikan dengan penyakit

endokrin, proses imunoinflamasi, infeksi HIV, atau dapat pula mewakili neoplasma

primer. Secara klinis dan histologis sulit membedakan antara hiperpigmetasi melanin

yang disebabkan HIV dan makula melanotik atau pigmentasi fisiologis. Hal ini dapat

dibedakan hanya dengan mengetehaui waktu kemunculan OMH itu sendiri. Onset

biasanya terjadi pada dua tahun pertama setelah diagnosis HIV. Mekanisme spesifik

terhadap infeksi HIV yang dapat menimbulkan OMH tidak diketahui, namun

penelitian menunjukan terdapat kemungkinan infeksi HIV dapat memicu keratinost

dan melanosit untuk memproduksi hormon alpha melanocyte stimulating (𝛼MSH)

yang memiliki kapasitas untuk menstimulasi melanogenesis, sehingga meningkatkan

produksi melanin, dan bermanifestasi menjadi HIV-OMH.

Berdasarkan penelitian, prevalensi dari HIV-OMH pada sampel populasi di Afrika

Selatan adalah 18,5% dengan gingiva sebagai lokasi yang paling sering terkena.

Tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara usia, kebiasaan penggunaan snuff,

penyakit sistemik, durasi infeksi HIV, durasi penggunaan HAART, jumlah CD4+,

30
31

dan viral load antara kelompok non OMH dengan kelompok HIV-OMH dan terdapat

asosiasi yang signifikan namun lemah antara jenis kelamin dan kebiasaan merokok

antara kelompok non OMH dan kelompok HIV-OMH. Wanita dan perokok

cenderung memiliki frekuensi HIV-OMH yang lebih tinggi.


32

DAFTAR PUSTAKA

L. Feller, R. Chandran, B. Kramer, R.A.G. Khammissa, M. Altini, and J.

Lemmer, “Melanocyte biology and function with reference to oral melanin

hyperpigmentation in HIV-seropositive subjects,” AIDS Research and Human

Retroviruses, vol. 30, no. 9, pp. 837–843, 2014.

M. Meleti, P. Vescovi, W.J. Mooi, and I. van der Waal, “Pigmented lesions of

the oral mucosa and perioral tissues: a flow-chart for the diagnosis and some

recommendations for the management,” Oral Surgery, Oral Medicine, Oral

Pathology, Oral Radiology and Endodontology, vol. 105, no.5, pp. 606–616, 2008.

R. Chandran, L. Feller, J. Lemmer and R. A. G Kammissa, “HIV-Associiated

Oral Mucosal Melanin Hyperpigmentation: A Clinical Study in South African

Population Sample,” AIDS research and Treatment, vol. 2016, 2016.

Anda mungkin juga menyukai