Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRESENTASI JURNAL

MODUL ILMU PENYAKIT MULUT


MANAGEMENT OF PERICORONITIS OF NEWLY-ERUPTED PERMANENT
TOOTH USING ELECTROSURGERY – A CASE REPORT

Diajukan oleh:
RIAN ISWARDANU
J530170014

PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018

1
Management of Pericoronitis of Newly-erupted Permanent Tooth Using Electrosurgery –
A Case Report

A. PENDAHULUAN
Perikoronitis merupakan inflamasi pada jaringan gingiva yang mengelilingi dari
koronal gigi. Perawatan untuk perikoronitis terutama ditujukan untuk penanganan
fase akut, yang diikuti resolusi kondisi kronik. Tiga langkah perawatan sesuai dengan
derajat sakit : managemen rasa sakit dan infeksi, operkulektomi dan pencabutan gigi.
Operkulektomi merupakan penghilangan bagian operculum, jika gigi masih dapat
berfungsi.

B. PERIKORONITIS
Perikoronitis merupakan inflamasi pada jaringan gingiva yang mengelilingi gigi
molar seperti gigi impaksi/wisdom teeth atau gigi yang tumbuh sebagian. Tanda dan
gejala dapat berupa sakit, pembengkakan pada jaringan gingiva, rasa bau,
pembengkakan pada limfonodi leher dan kesusahan dalam membuka mulut.
Perikoronitis jika parah, infeksi dan pembengkakan meluas hingga di luar rahang,
melebar hingga pipi dan leher.

C. OPERKULEKTOMI
Operkulektomi merupakan suatu prosedur bedah minor dengan menghilangkan
bagian operculum atau jaringan diatas gigi yag sedang erupsi sebagian.
Operkulektomi dapat dilakukan menggunakan scalpel, electrocautery, laser atau
bahan kaustik (trichloraacetic acid). Operkulektomi dapat dilakukan jika terdapat
ruang untuk gigi M3 tumbuh , posisi dari gigi M3 yang impaksi pada rahang, posisi
dan adanya gigi antagonisnya.

2
D. ELECTROSURGERY
Electrosurgery diindikasikan untuk perpanjangan dari mahkota klinis,
gingivektomi, gingivoplasti, frenektomi, operkulektomi, insisi dan drainase abses,
hemostatis, pengurangan poket periodontal.

E. CASE REPORT
Pasien laki-laki usia 6 tahun datang dengan keluhan rasa sakit tumpuul pada gusi
bawah kiri. Rasa sakit dirasakan sejak 1 bulan yang lalu , dan dirasakan pada saat
makan. Di diberikan analgesic dan antibiotic karena flu oleh dokter. Pemeriksaan
klinis menunjukkan adanya pembesaran gingiva pada gigi 36, menutupi cusp distal.
Gingiva menunjukan hiperemi, bengkak, berdarah saat probing. Gigi tersebut sudah
erupsi sempurna, dan tidak terdapat kavitas. Pasien memiliki OH buruk. Diagnosis
kasus yaitu perikoronitis gingiva region gigi 36 disebabkan oleh plak, reteni makanan
dan trauma selama pengunyahan.
Pasien diedukasi mengenai cara menjaga kesehatan gigi dan mulut dan scalling
pada kunjungan pertama, lalu kunjungan kedua pasien merasa gingivaa sudah
berkurang rasa sakitnya, tidak ada bleding on probing , sehingga dilakukan
operkulektomi menggunakan electrosurgery. Persiapan instrument electrocautery dan
gelang diletakkan di lengan pasien untuk menghubungkan instrument utama
electrosurgery. Asepsis pada area gigi 36, topical anestesi secara infiltrasi dan
intraligamen. Eksisi menggunakan instrument electrosurgery dan loop electrode.
Selanjutnya dilakukan gingivoplasti dan di irigasi menggunakan saline dan povidone
iodine. Pasien diberikan medikasi ibuprofen dan gel yang kaya oksigen. Kunjungan
ketiga, pada area gigi 36 tidak terdapat pembengkakan, namun terlihat lebih merah
dibanding lainnya. Pasien diinstruksikan untuk menggunakan hyaluronic gel hingga
warna gingiva normal kembali.

3
Operkulektomi menggunakan electrosurgery dipilih karena menghasilkan
beberapa keuntungan, diantaranya pertama, lokasi gigi 36 yang terlalu ke belakang dan
susah mendapatkan akses, dengan electrosurgery menghasilkan pandangan yang baik,
kedua, teknik yang digunakan minimal tekanan dan tepat, ketiga, meminimalkan rasa
tidak nyaman dan bekas luka. Terakhir, mengurangi kelelahan operator dan durasi.

KESIMPULAN

Electrosurgery merupakan langah alternative selain bedah konnvensional.


Operator harus memahami aspek biofisik dari electrosurgery dan jaringan, indikasi yang
tepat dan kemampuan bedah yang baik.

4
Pericoronitis : treatment and a clinical dilemma

A. PENDAHULUAN
Perikoronitis merupakan inflamasi pada jaringan lunak yang mengelilingi
mahkota dari gigi yang erupsi sebagian. Secara klinis, perikoronitis terbagi menjadi
akut dan kronik. Karakteristik akut sepeti rasa sakit yang parah, susah tidur, bengkak
pada bagian perikoronal, mengeluarkan pus, trismus, regional limfadenopati, sakit
saat menelan, infeksi menyebar ke jaringan tertentu. Pasien dengan perikoronitis
kronis memiliki keluhan rasa sakit yang tumpul atau rasa tidak nyaman selama sehari
atau dua hari hingga sebulan dan juga keluhan rasa yang tidak enak.

B. PERAWATAN
Perawatan yang dapat dilakukan dengan cara debridement plak dan debris,
drainase pus, irigasi dengan saline, chlorhexidine dan mengeliminasi trauma oklusal.
Dahulu digunakan bahan kaustik seperti larutan chromic acid, phenol liquefactum,
trichloroacetic acid atau Howe’s ammoniacal diajurkan untuk mengontrol rasa sakit
dengan menempatkan cotton pellet di bawah operculum. Jika terdapat tanda dan
gejala sistemik atau regional maka dapat diberikan terapi antimicrobial. Pilihan
antibiotic yang digunakan yaitu metronidazole 400mg 3 kali selama 5 hari atau
phenoxymethylpenicilin 500mg 4 kali selama 5 hari ataupun kombinasi keduanya.

C. LAPORAN KASUS
Pasien wanita berusia 52 tahun datang pada awal tahun 2008 mengaku telah
memeriksakan ke dokter gigi umum dan diberikan antibiotik pada gigi M3 bawah
kanan pada tahun 2006, pemeriksaan klinis menunjukkan gigi M3 bawah kanan
erupsi sebagian , dan tumbuh lebih ke bukal dan tidak ada tanda infeksi jaringan
perikoronal. Pemeriksaan radiograf menunjukkan gigi sedikit ke arah disto angular,
dekat dengan dataran oklusal, akar berbentuk cone dan dekat dengan kanal nervus
alveolaris inferior. Tidak ada kerusakan tulang periodontal , dan merupakan indikasi
infeksi kronik. Pilihan perawatan yang digunakan yaitu ekstraksi namun pasien

5
membatalkan untuk dilakukan pencabutan karena setelah dilakukan pengamatan
klinis tidak ada rasa sakit selama setahun.

D. DISKUSI
Jika gigi tidak dilakukan pencabutan, akan terdapat resiko terjadinya infeksi dan
dapat mempengaruhi kehidupan, seperti contoh infeksi menyebar ke submandibular
dan sublingual (Ludwig’s angina) atau parafaringeal (abses parafaringeal).

6
Comparison of Two different irrigating solutions ; 3 % Hydrogen Peroxide and 0.12 %
Chlorhexidine in pericoronitis of partially erupted Mandibular Third Molars

A. PENDAHULUAN
Perikoronitis merupakan inflamasi pada jaringan lunak yang berhubungan dengan
mahkota dari gigi yang belum erupsi sempurna. Perawatan pada fase akut yaitu
debridement plak, debris dan irigasi pada area perikoronal menggunakan saline steril,
chlorhexidine atau hydrogen peroxide. The Royal College of Surgeons of England
memberikan guideline untuk memanajemen perikoronitis dengan air hangat agar
menghilangkan debris dan eksudat. Larutan irigasi yang dapat digunakan normal saline,
chlorhexidine, hydrogen peroxide atau larutan anestesi lokal.
Clorhexidine gluconate merupakan obat antimikroba spektrum luas, obat ini aman
dan tidak mennghasilkan resisten terhadap mikroorganisme. Irigasi menggunakan H2O2
telah terbukti efektif untuk membunuh patogen anaerob dan merawat penyakit
periodontal.

B. BAHAN DAN METODE


Kriteria Inklusi :
a) Usia diatas 18 tahun
b) Sehat dan tidak merokok
c) Gigi molar mandibular namun tidak terdapat inflamasi atau pus
d) Pasien yang bersedia untuk follow up

Kriteria Eksklusi :

a) Pasien dengan medical compromise


b) Traumatik oklusi dengan gigi molar maksila
c) Pasien dengan penggunaan antiibiotik dan oral kontrasepsi
d) Pasien yang memiliki alergi dengan chlorhexidine atau hydrogen peroxide

7
Metode :
Pasien berjumlah 100 orang dengan ada rasa sakit, trismus, kesusahan dalam
membuka mulut, bengkak yang berhubungan dengan erupsi sebagian gigi M3
rahang bawah. Setelah pemberian informed consent, dilakukan pemeriksaan klinis
dan radiograf dan mulai dilakukan perawatan. Pasien dibagi menjadi dua
kelompok, kelompok A terdiri 50 orang dan dilakukan irigasi menggunakan 3%
H2O2 di cairkan dengan saline murni dengan ratio 1 : 1 kemudia di basuh dengan
saline murni sebanyak-banyaknya. Kelompok B terdiri 50 orang dan dilakukan
irigasi 0.12% larutan chlorhexidine. Parameter klinis diukur mengguakan Visual
Analog Scale untuk rasa sakit, maksimal pembukaan mulut diukur menggunakan
3 jari, bleeding on probing diukur menggunakan indeksi gingiva Loe and Silness
dan kedalaman poket diukur Probe. Responden datang pada hari ke 3, 5 dan 7
untuk dilakukan pengambilan data.

C. HASIL

Pasien pada kelompok A sebanyak 10 orang dapat membuka mulut selebar dua
jari pada hari pertama, sebanyak 7 orang pada hari ketiga dapat membuka mulut selebar
tiga jari dan 3 orang pada hari kelima. Pasien pada kelompok B tidak menunjukkan
perubahan, sebanyak 7 pasien dapat membuka mulut selebar dua jari pada hari pertama,
sebanyak 5 pasien dapat membuka mulut selebar dua jari pada hari ketiga, dan sebanyak
2 pasien dapat membuka selebar dua setengah jari pada hari kelima.

8
D. PEMBAHASAN
Ekstraksi menjadi kontraindikasi dari infeksi akut karena itu irigasi menjadi
pilihan perawatan initial phase. Hydrogen peroksida telah lama digunakan di kedokteran
gigi, disebabkan oleh karena efek buih dan pelepasan hidroxil free radikal H2O2 karena
menunjukkan hasil pengurangan rasa sakit, memperbaiki kedalaman probing. Hydrogen
peroksida memiliki spectrum luas dalam antimicrobial yang dapat melawan bakteri, ragi,
fungi, virus dan spora, sehingga dapat digunakan untuk perawatan penyakit periodontal
dan efektif dalam membunuh patogen anaerob serta dapat membantu mengurangi
kedalaman probing.
Chlorhexidine merupakan obat antimikroba spektrum luas, sebagai antiseeptik
dan sebagai agen bakterisid dan memiliki keuntungan dengan tidak menghasilkan
resisten mikroorganisme. Chlorhexidine digunakan karena aman, cepat dan dalam jangka
waktu yang lama. Hal tersebut dapat melarutkan debris dan mengurangi rasa sakit, serta
menghilangkan bau nafas.

E. KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan hydrogen peroxide 3% yang dilarutkan memiliki hasil
yang potensil pada perikoronitis dan meringankan rasa sakit.

9
Antibiotic Therapy In Pericoronitis : a case report

A. PENDAHULUAN
Perikoronitis merupakan suatu kondisi yag sangat sakit yang berhubungan dengan
impaksi gigi M3 rahang bawah. Gejala nya bervariasi sesuai dengan posisi dari M3.
Kemerahan, pembengkakan dan terkadang bernanah merupakan hal yang sering
ditemukan, kesulitan bernafas dan terkadang kesulitan dalam menutup mulut.
Pericoronitis dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik. Fase akut terjadi
selama kurang lebih 2 hari, atau 3 minggu , fase kronik dapat terjadi lebih panjang dari
periode tersebut. Ketika perikoronittis akut terjadi, terkadang dibutuhkan antibiotic
sebelum pencabutan gigi tersebut.

B. CASE REPORT
Seorang wanita usia 19 tahun datang ke praktik dengan keluhan adanya masalah
pada rongga mulut. Pasien demam denga suhu 39◦ , dan tidak dapat makan dan minum
selama kurang lebih 5 hari, sehingga mempengarh kondisi fisiknya. Pemeriksaan
intraoral menunjukkan adanya edema dan bernanah pada area retroolar dan menutupi
mahkota gigi 38 yang impaksi dengan posisi vertical dan adanya abses disebabkan
peerikoronitis. Dikhawatirkan adaya edema yang terus menerus dan infeksi yang
menyebar, maka diberikan medikasi berupa antibiotic dan analgesic. Antibiotic yang
diberikan yaitu metronidazole (400mg) diminum 3 kali sehari selama 7 hari, dan pasien
diinstruksikan untuk makan makanan yang halus dan istirahat yang cukup. Setelah obat
dihabiskan, pasien diminta untuk datang kembali kontrol.

Edema yang menutupi mahkota gigi 38 dengan keluarnya nanah yang berhubungan
dengan perikoronitis

10
Edema menurun selama 7 hari dan akan dilakukan pencabutan

C. PEMBAHASAN
Pencabutan gigi sering dibutuhkan pada kasus impaksi atau ketika terjadi infeksi
gingiva yang berulang. Erupsi gigi M3 secara normal biasanya disertai rasa tidak
nyaman, sakit namun hingga mahkota erupssi secara keseluruhan. Kesulitan dalam
membersihkan bagia mahkota yang tertutupi oleh jaringan gingiva yang rusak sehingga
meningkatkan substansi bakteri dan memperbesar infeksi, dan hanya dapat dihilangkan
dengan tindakan bedah., seperti ekstraksi atau operkulektomi. Penggunaan atibiotik
selama fase akut sagat disarankan , khususnya jika terdapat abses. Pada kasus ini dipilih
nya antibiotic untuk mengurangi edema guna keberhasilan dalam menghilangkan gigi 38
dengan resiko minimal penyebaran infeksi.

D. KESIMPULAN
Perikoronitis merupakan proses inflmasi yang memiliki komplikasi seperti abses,
yang menyebabkan rasa sakit berdenyut dan tidak nyamann. Walaupun indikasi tindakan
yang dilakukan yaitu bedah, pemberian antibiotic lebih dahulu dapat memberikan hasil
yang baik.

11
An Insight into Pericoronitis

A. PENDAHULUAN
Pericorontis merupakan inflamasi pada jaringan lunak yang melibatkan mahkota
dari gigi yang sedang tumbuh, dan juga gingiva dan dental follicle. Pericoronitis berasal
dari Bahasa Yunani, dari kata peri yang berarti di sekitar, dan corona yang berarti
mahkota dan itis yang berarti peradangan. Disebut juga operculitis. Jaringan lunak
menutupi sebagian permukaan gigi yang erupsi disebut juga pericoronal flap atau
gingival operculum.

Perikoronitis pada gigi 48


B. KLASIFIKASI
Berdasarkan International Classification of Diseases, pericoronitis
diklasifikasikan menjadi dua yaitu akut dan kronik.
a. Akut
Rasa sakit tiba-tiba, pendek namun memiliki gejala yang hebat seperti
berbagai macam tingkatan keterlibatan pericoronal flap. Biasanya
perikoronitis akut terjadi pada orang dengan OH yang sedang dan buruk.
b. Kronik
Perikoronitis juga diklasifikasikan sebagai kronik atau rekuren. Pada kategori
ini, perikoronitis akut dapat terjadi secara berlanjut dan pada waktu tertentu.
C. FAKTOR RESIKO TERJADINYA PERIKORONITIS
 Gigi yang tidak erupsi/ erupsi sebagian/ gigi yang berkontak denngan rongga
mulut. gigi M3 mandibula yang terletak vertical atau distoangular sering
mempengaruhi.
 Adanya poket periodontal yang berdekatan dengan gigi yang tidak erupsi/erupsi
sebagian.

12
 Gigi yang berlawanan/ gigi yang berkontak dengan jaringan perikoronal di sekitar
gigi yang tidak erupsi/ yang tumbuh sebagian.
 Adanya riwayat perikoronitis sebelumnya.
 Oral Hygiene yang buruk
D. ETIOLOGI DAN PATOLOGI
Perikoronitis sering terjadi pada gigi M3 Mandibular yang impaksi atau erupsi
sebagian. Penyebab yang sering terjadi inflamasi perikoronal yaitu terjebaknya plak dan
debris makanan diantara mahkota gigi dan operculum/ gingival flap. Hal tersebut menjadi
tempat untuk pertumuhan bakteri dan sulit untuk dibersihkan. Jika hal tersebut terjadi
terus menerus, area dari perikoronal akan terjadi inflamasi akut. Inflamasi perikoronal
akan berpotensi menjadi trauma oklusi pada jaringan perikoronal gigi antagonis nya.
E. GAMBARAN KLINIS
Perikoronitis akut memiliki karakteristik kemerahan, bengkak, lesi bernanah yang
lunak, sakit berdenyut hingga telinga, tenggorokan, dasar mulut, TMJ, region posterior
mandibular. Rasa sakit menusuk hingga terkadang mengganggu tidur. Impaksi makanan
yang terus mnerus di bawah perikoronal flap akan menyebabkan rasa sakit pada bagian
periodontal dan pulpitis (karies sekunder). Pembengkakan pada pipi pada region sudut
rahang akan menyebabkan trismus.
F. FLORA MIKROBIAL
Spesies bakteri yang predominan dalam perikoronitis gigi M3 mandibular yaitu
Streptococcus, Actinomyces dan Propionibacterium spesies. Bersama dengan ini, juga
terdapat bakteri seperti Prevotella, Bacteroides, Fusobacterium, Capnocytophaga dan
Staphylococcus sp. Flora microbial dari perikoronitis didominasi oleh anaerob.
G. PENAMPAKAN HISTOLOGI
Penampakan menunjukan hiperplastik epithelial pada perikoronal flap dngan
interceluler edema dan infiltrasi leukosit. Jaringan ikat dibawah epitelium menunjukkan
peeningkatan vaskularisasi, infiltrasi limfosit dan sel plasma. Terdapat banyaknya
leukosit polimorfonuklear di dalam jaringan ikat perikoronal flap yang terinflamasi.
H. KOMPLIKASI
Perikoronitis merupakan suatu kondisi yang sakit dan akan menjadi masalah yang
serius jika tidak ditangani. Jika kondisi terlokalisasi , hal ini dapat menjadi abses

13
perikoronal. Hal tersebut dapat menyebar ke posterior hingga orofaring kemudian ke
bagian medial yaitu di dasar lidah sehingga kesulitan dalam menelan.
I. MANAGEMENT
The Royal College of Surgeons of England memberikan manajemen perikoronitis seperti:
a) Melakukan irigasi pada ruang perikoronal untuk menghilangkan debris dan
eksudat. Larutan irigasi dapat berupa air hangat untuk injeksi, saline,
chlorhexidine dan larutan anestesi lokal.
b) Mengangkat pericoronal flap secara pelan-pelan dari gigi menggunakan scaler
atau kuret dan swab daerah bagian bawah flap dengan antiseptic.
c) Mengevaluasi oklusi gigi antagonis terhadap pericoronal flap. Jika terjadi trauma,
hilangkan jaringan lunak atau lakukan penyesuaian oklusi.
d) Jika tedapat abses perikoronal lakukan insisi dengan blade untuk drainase.
e) Menggunakan bahan lokal untuk kauterisasi jaringan lunak letakkan dibawah
operculum dalam jumlah sedikit menggunakan cotton pellet.
f) Pada beberapa kasus perikoronitis atau adanya tanda sistemik maka dapatt
diberikan antibiotic dan analgesic.
g) Memberikan edukasi utuk menjaga oral hygiene dan memberikan obat kumur.

J. KESIMPULAN
Selain gejala lokal, inflamasi yang rigan dapat berubah menjadi abses lokal atau
dapat menyebar ke jaringan lunak sehingga dapat membahyakan kehidupan jika tidak
dirawat. Diagnosis yang tepat dapat ditentukan berdasarkan riwayat kasus, pemeriksaan
klinis dan radiograf.

14

Anda mungkin juga menyukai