Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN ABSES PERIAPIKAL PADA GIGI 38

PASIEN DARURAT DENTAL DI RSGMP UNJANI


Anatasya Rachmadani
Universitas Jenderal Achmad Yani
Abstrak
Laporan kasus ini untuk melaporkan kasus pasien perempuan berumur 20 tahun
yang datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Unjani dengan mengalami
sakit berdenyut hebat di gigi kiri belakang pada gusi rahang bawah. Pada hasil foto
rontgen terdapat gambaran di apikal gigi 38 radiolusen berbatas difusi yang Diagnosis
pada kasus ini yaitu abses periapikal pada gigi 38 ini memerlukan perawatan darurat.
Perawatan yang tepat untuk abses periapikal adalah melakukan pengeluaran pus
dengan cara dilakukan buka kavum atau dilakukan insisi. Disimpulkan bahwa
penetapan diagnosis abses periapikal serta penatalaksanaannya perlu dilakukan sedini
mungkin untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Pendahuluan
Peradangan pada jaringan periapikal paling banyak dihubungkan dengan jaringan
pulpa. Kerusakan yang terjadi di ruang pulpa dapat mengakibatkan perubahan
jaringan periapikal. Apabila kerusakan telah terjadi di daerah periapikal dengan
terjadinya abses, maka dengan menghilangkan jaringan yang terkena infeksi dan
produk radang yang terdapat di daerah periapikal dapat diharapkan akan terjadi
proses regenerasi.1
Lesi periapikal dalam sebagian besar kasus dapat digolongkan sebagai granuloma
periapikal, abses periapikal dan kista periapikal yang tidak dapat dibedakan satu sama
lain berdasarkan pada radiograf saja. Lesi ini bisa berawal dari trauma gigi ataupun
karies. Kemungkinan pulpa dapat bertahan tergantung pada tingkat keparahan trauma
dan tipe reaksi inflamasi yang menyertai.2
Infeksi endodotik akut atau biasa disebut dengan abses dentoalveolar akut atau
abses periapikal akut adalah salah satu kasus yang sering terjadi pada kedaruratan
dental. Abses periapikal akut adalah terjadinya inflamasi yang berkarakteristik oleh
eksudat purulen didalam jaringan periadikular atau peripikal. Pulpa yang nekrosis dan
adanya mikroba spesifik menjadi salah satu faktor utama dalam perkembangan
terjadinya abses ini.3
Protokol perawatan yang dapat dilakukan adalah dilakukan prosedur untuk
membuka akses pada kavitas, dekontaminasi mikroba dan detoksifikasi saluran akar,
debridement apikal, medikasi pada sistemik serta intrakanal dan juga dapat dilakukan
prosedur insisi serta drainase.3
Pada laporan kasus ini, dilaporkan kasus seorang perempuan berumur 35 tahun
yang datang ke Instalasi Integrasi RSGMP Unjani dengan keluhan terdapat benjolan
di gusi rahang bawah. Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan klinis, lesi ini kemudian
di diagnosa sebagai abses periapikal dan diberi perawatan yaitu dilakukan pembukaan
kavum, debridement saluran akar serta medikasi pada saluran akar.

Laporan Kasus
Pasien datang ke RSGMP Unjani dengan keluhan terdapat benjolan pada gusi
rahang bawah kiri sudah sejak 3 hari yang lalu, pasien merasa sakit pada giginya
tersebut hingga tidak bisa tidur, sebelumnya pasien pernah dilakukan perawatan di
RSGMP Unjani yaitu penambalan gigi pada gigi tersebut sejak 2 bulan lalu. Tetapi 3
hari yang lalu, gigi tersebut menjadi sakit berdenyut.
Pada pemeriksaan klinis terdapat benjolan di gusi pada gigi 34, lalu dilakukan
pemeriksaan objektif pada gigi tersebut, untuk pemeriksaan vitalitas memakai cold
test dan EPT, hasilnya negatif dan pemeriksaan tekan dan perkusi hasilnya positif.
Pasien akhirnya dilakukan pemeriksaan radiografi untuk melihat keadaan gigi
tersebut. Hasil menunjukkan terdapat adanya gambaran radiolusen berbatas tidak
jelas dan tidak tegas menyerupai abses pada bagian apikal gigi 34. Sehingga
diagnosis pada kasus ini adalah abses periapikal akut gigi 34.
Gigi tersebut segera dilakukan perawatan yaitu pembukaan tambalan permanen
dan dilakukan buka kavum, pembersihan kavitas, debridement saluran akar serta
medikamen pada saluran akarnya. Prosedur yang dilakukan adalah:

1. Membuka tambalan permanen


2. Buka kavum, dan terlihat adanya satu saluran akar
3. Penentuan letak orifis
4. Debridement saluran akar menggunakan NaOCL
5. Setelah bersih, dikeringkan menggunakan paper point
6. Diukur panjang kerja menggunakan apex locator
7. Setelah dapat panjang kerjanya, dilakukan preparasi biomekanis
8. Preparasi biomekanis yang digunakan adalah konvensional
9. Irigasi setiap pergantian file
10. Setelah selesai preparasi biomekanis, dilakukan medikamen pada saluran akar
menggunakan kalsium hidroksida
11. Ditutup menggunakan kapas dan cavit
12. Pasien kontrol lagi 1 minggu kemudian untuk dilanjutkan perawatan

Gambar 1. Sebelum perawatan


Gambar 2. Buka kavum

Gambar 3. Preparasi biomekanis dengan #IF no.10 dan #MAF no.25 dan panjang
saluran akar 19 mm
Gambar 4. Medikasi intrakanal menggunakan kalsium hidroksida dan ditutup
dengan menggunakan tambala sementara

Panjang kerja saluran akarnya adalah 19 mm, dengan initial file yaitu no.10 dan
master apical file yaitu. 25, setelah pasien kontrol 1 minggu kemudian nanah pada
gusi di gigi 34 sudah mengempes, pasien sudah tidak ada keluhan, tetapi pada saat
pasien dilakukan pemeriksaan gigi yaitu, tes tekan dan tes perkusinya masih positif
maka dilakukan debridement lagi pada saluran akarnya dan dilakukan medikamen
ulang untuk 1 minggu kemudian.

Gambar 5. Kontrol 1 minggu

Pasien kontrol kembali 1 minggu kemudian, pasien sudah tidak ada keluhan dan
pada tes pemeriksaan perkusi dan tekan sudah negatif, maka dapat dilakukan
pengisian saluran akar. Sebelum dilakukan pengisian, dilakukan trial terlebih dahulu
menggunakan gutta percha sesuai dengan nomor MAF atau master apical file, dan
bila hasil trial, gutta percha terisi dengan sempurna pada saluran akar maka dapat
dilakukan obturasi pada saluran akarnya. Setelah itu gigi tersebut ditutup
menggunakan GIC tipe 1 dan kontrol post obturasi 1 minggu sesudahnya dan
dilanjutkan dengan perawatan restorasi definitif secara indirek.

Gambar 6. Trial sebelum obturasi

Gambar 7. Hasil foto rontgen trial

Gambar 8. Pengisian saluran akar dan restorasi sementara menggunakan GIC


Gambar 9. Setelah dilakukan restorasi definitif indirek inlay kelas 2

Pembahasan
Abses apikal akut
Menurut American Association of Endodontics, abses apikal akut adalah reaksi
inflamasi terhadap infeksi dan nekrosis pulpa ditandai dengan onset cepat, nyeri
spontan, nyeri ketika gigi mengalami tekanan, pembentukan pus dan pembengkakan
jaringan terkait. Mungkin belum ada tanda-tanda pada radiografi dan pasien sering
mengalami malaise, demam, dan limfadenopati. Abses apikal akut adalah paling
penyakit gigi yang umum. Ini terbentuk ketika infeksi dari saluran akar ke jaringan
periapikal diikuti oleh pembentukan pus.4
Abses apikal akut didefinisikan sebagai "reaksi inflamasi terhadap infeksi dan
nekrosis pulpa ditandai dengan onset yang cepat, nyeri spontan, nyeri tekan,
pembentukan pus dan pembengkakan jaringan terkait ". Penyakit ini terbentuk ketika
infeksi kontak dengan jaringan periapikal melalui foramen apikal dan diinduksi
respons inflamasi akut diikuti oleh pembentukan pus.5
Abses apikal akut dianggap sebagai salah satu penyebab paling umum dari
darurat gigi. Kerusakan jaringan dikondisi ini tergantung pada jumlah bakteri, faktor
virulensi dan respons host. Demikian juga, endotoksin tingkat tinggi telah ditemukan
dalam patologi ini. Sousa et al., melaporkan bahwa pengurangan endotoksin
ditingkatkan ketika persiapan kemomekanis bersamaan dengan obat intracanal
dilakukan.5
Seorang klinisi harus memiliki ide teliti tentang manajemen dan regimen yang
terbaik untuk diberikan dalam mengobati penyakit. Abses periapikal akut terjadi
karena gigi yang terinfeksi atau tidak vital. Untuk mengelola infeksi ini pentingnya
pencegahan infeksi sebelumnya.4

Diagnosis dan Diagnosis Banding


Sesuai dengan tanda dan gejala klinis yang ada, untuk diklasifikasikan ke dalam
tiga fase: (A) periradikular atau fase pertama; (B) intraoseus atau tahap kedua; (C)
fase submukosa / subkutan atau ketiga. Namun, ada kesulitan dalam membentuk
parameter klinis untuk setiap fase, memungkinkan penggunaan protokol tunggal
perawatan lokal dan sistemik.3 Kurangnya respons terhadap uji sensitivitas pulpa,
eksaserbasi nyeri menjadi adanya perkusi vertikal, adanya edema di mukosa alveolar
dan/atau subkutan (baik terlokalisasi atau menyebar) dan nyeri spontan adalah
manifestasi klinis yang terbanyak. Gambar radiografi menunjukkan adanya penipisan
tulang sedikit menyebar, dengan penebalan ruang ligamen periodontal. Sedikit
peningkatan suhu tubuh biasanya ada.3
Namun demikian, beberapa situasi klinis dapat serupa dari mereka yang disajikan
dalam abses apikal akut, mengarah diagnosis yang salah dan, akibatnya, menjadikan
rencana perawatan yang tidak memadai. Abses periodontal, abses gingiva, odontoma,
herpes simpleks, perikoronaritis, pulpitis akut, dan necrotizing ulcerative
gingivitis/periodontitis (NUG/NUP) adalah penyakit yang sering sama dengan
pemeriksaan klinis pada abses apikal akut.3
Abses periodontal: Ini terdiri atas proses destruktif periodontal akut, ditandai dengan
adanya eksudat purulen dalam jaringan periodontal, tidak datang dari pulpa gigi.
Adanya mikroorganisme melibatkan jaringan periodontal sangat penting untuk
perkembangannya, biasanya terkait dengan sudah adanya poket periodontal. Penyakit
ini adalah yang paling membingungkan dengan abses apikalis akut. Pada pemeriksaan
radiografi terlihat adanya kehilangan tulang alveolar dan adanya poket periodontal.3
Abses gingiva: Ini terdiri atas abses yang tidak terkait periodontitis, terbatas pada
gingiva marginal tanpa infeksi sebelumnya.Penyebab utamanya adalah faktor-faktor
lokal dan mikroba yang terkait dengan keberadaan bahan aneh dan/ataubiofilm
supragingiva dan subgingiva. Tanda klinisnya adalah edema di mukosa margin
gingiva, sensitif terhadap palpasi dan rentan terhadap perdarahan saat probing.3
Odontoma: Ini terdiri dari proliferasi intraoseus jinak dalam rahang atas, yang
terdapat jaringan odontogenik, dengan kemungkinan presentasi morfologi abnormal
pada struktur gigi. Etiologinya masih dibahas dan masih belum diketahui.
Diklasifikasikan menjadi kompleks dan majemuk, sedang sering diidentifikasi pada
dekade kedua kehidupan, biasanya tanpa gejala dan terkait dengan erupsi gigi yang
terlambat.3
Herpes simplex: Kasus ini memiliki lesi vesikular yang dimiliki afinitas dengan sel
epitel dan saraf. Ditransmisikan oleh virus herpes simplex tipe I (HSV-1), biasanya
didapat melalui kontak langsung dengan lesi yang terinfeksi sebelumnya dan/atau
cairan organik. Infeksi berulang, muncul diperiode variabel, biasanya mempengaruhi
margin mukokutan ,khususnya di bibir. Kekambuhan infeksi HSV-1 bagian dalam
rongga mulut jarang ditemukan dalam keadaan pasien yang relatif sehat.3
Pericoronaritis: Ini adalah proses peradangan pada jaringan yang berdekatan dari
gigi yang erupsi sebagian, diperburuk oleh akumulasi sisa-sisa makanan dan adanya
bakteri. Ada rasa sakit yang hebat di daerah yang terkena dan itu bisa menyebar ke
telinga dan lidah frenulum (dasar mulut).3
Pulpitis akut: peradangan pulpa akut menyebabkan rasa sakit, yang dapat
diprovokasi atau spontan, intermiten atau terus menerus, dan terletak atau menyebar,
tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa gigi. Adanya sensitivitas pulpa,
didiagnosis melalui termal dan tes kavitas, berbeda dari abses apikalis akut.3
Necrotizing ulcerative gingivitis/periodontitis: Terdiri dari:infeksi yang disebabkan
oleh asosiasi bakteri dan, dalam beberapa ada juga virus khusus. Biasanya terkait
dengan pelepasan hormon stres mengubah tingkat limfosit T4 / T8, menyebabkan
penurunan dalam kemotaksis dan respons fagositosis neutrofil. Secara klinis adanya
gusi yang meradang, edematous, dan papilla interdental hemoragik. Papila gingiva
sering menunjukkan nekrosis seperti crater, ditutupi oleh pseudomembrane. Adanya
bau busuk, nyeri hebat dan pendarahan lokal.3

Rencana Perawatan
Urutan perawatan merupakan hal mendasar bagi menghilangkan keluhan pada
pasien serta pengembalian fungsi gigi pasien ke fungsi normal. Setelah
mengendalikan infeksi, keberhasilan klinis dari perawatan endodontik mirip dengan
bahwa gigi tanpa infeksi akut.3 Penatalaksanaan abses apikal akut yang luas meliputi
perawatan saluran akar nonbedah, pembedahan apeks hingga pencabutan. Pada kasus
ini, pemilihan rencana perawatannya adalah dilakukan perawatan saluran akar.
Keberadan fistula sebagai drainase yang akan hilang sendiri setelah infeksi dalam
saluran akar bersih dari pulpa dan jaringan nekrotik.
Perawatan saluran akar merupakan perawatan biomekanis dan kimiawi saluran
akar dengan tujuan menghilangkan bakteri sebersih mungkin, mempercepat
penyembuhan serta perbaikan pada jaringan tersebut dan juga diharapkan dapat
meminimalisir kontaminasi lesi disekitar apikal.2,6,7
Perawatan saluran akar dibagi menjadi 3 tahap, tahap preparasi biomekanis yaitu
suatu tahap pembersihan dan pembentukan saluran akar dengan membuka jalan
masuk menuju kamar pulpa dari koronal, tahap sterilisasi yaitu dengan irigasi dan
desinfeksi saluran akar dan tahap pengisian saluran akar. Keberhaasilan saluran akar
tergantung pada keadaan asepsis, pembersihan jaringan pulpa menyeluruh, preparsi
biomekanis dan pengisian saluran akar yang hermetis.2
Bila perawatan saluran akar dilakukan dengan standar yang baik, keberhasilan
perawatannya bisa mencapai angka 90%. Semua lesi periapikal sebaiknya dilakukan
perawatan konvensional terlebih dahulu, baru dipertimbangkan dilakukan perawatan
bedah. Intervensi bedah hanya dilakukan bila perawatan konvensional gagal, karena
efek samping dari pembedahan cukup banyak, di antaranya adalah pembengkakan,
nyeri, ketidaknyamanan serta kemungkinan terkenanya daerah anatomis yang
berbahaya.7
Cairan irigasi dan medikasi intrakanal digunakan untuk membantu mengurangi
mikroba yang terdapat pada saluran akar. Pemilihan bahan irigasi pada saluran akar
adalah NaOCL 2,5%. NaOCL ini berefektif karena bersifat antimikroba dan dapat
membunuh semua bakteri. Pada laporan kasus ini, kalsium hidroksida digunakan
sebagai medikasi intrakanal, dan telah memperlihatkan keberhasilannya yang mampu
secara efektif menghilangkan bakteri dari saluran akar.3 Penggunaan kalsium
hidroksida digunakan dalam 2 kali kunjungan pada kasus ini memperlihatkan hasil
yang baik. Walaupun dalam kunjungan kontrol 1, pemeriksaan obyektif pasien tes
perkusi dan tekan masih positif.
Adapun kegagalan perawatan saluran akar dapat diakibatkan rekontaminasi dari
rongga mulut karena restorasi sementara yang tidak adekuat. Pada pasien ini
dilakukan obturasi saluran akar saat setelah kunjungan kontrol ke 2 dan melakukan
restorasi definitif setelah kontrol 1 minggu post obturasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. R. Heni Puspitadewi, Suhardjo SH. Hubungan Jenis Kelamin dengan Proses
Penyembuhan Abses Periapikal pada Perawatan Pulpa Nekrosis Berdasarkan
Pengukuran Densitas Arsip Foto Rontgen. 2001. p. 5.
2. Rakhma T, Endra Untara TR. Perawatan Saluran Akar Satu Kunjungan pada Gigi
16 RA Mandibula Nekrosis Pulpa dengan Abses Periapikal dan Fistula. 2011. p.
117–21.
3. Keine KC, Kuga MC, Pereira KF, Diniz ACS, Tonetto MR, Galoza MOG, et al.
Differential diagnosis and treatment proposal for acute endodontic infection. J
Contemp Dent Pract. 2015;16(10):977–83.
4. Tomer AK, Behera A, Mittal N, Malhi R, Saxena AK, Gupta A. Treatment of
Acute Apical Abscess by Endodontic Management- A Case Report. Asian Pacific
J Heal Sci. 2018;5(3):257–9.
5. Pedraza JAQ, Cepeda MAAN, Treviño JJF, Delgado IR, Meléndez SENC,
Meléndez RG. Endodontic management of acute apical abscess : A case report. Int
J Appl Dent Sci. 2017;3(4):42–4.
6. Pasril Y. Perawatan Saluran Akar pada Gigi Incisivus Sentral dan Lateral Maksila
dengan Perbedaan Status Pulpa: Laporan Kasus. Insisiva Dent J Maj Kedokt Gigi
Insisiva. 2017;6(1).
7. Aryanto M. Perawatan Saluran Akar Non Bedah pada Gigi Anterior dengan Lesi
Periapikal yang Meluas (Laporan Kasus). J Ilm dan Teknol Kedokt Gigi.
2018;14(1):16.

Anda mungkin juga menyukai