Anda di halaman 1dari 10

Penatalaksanaan Abses Submandibula pada Wanita Hamil

: Sebuah Laporan Kasus


Fachrul Razi*, Abel Tasman Y**, Seto Adiantoro S***
*
Residen Program Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Padjadjaran, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Indonesia
**
Staf Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Padjadjaran, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Indonesia
***
Staf Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Padjadjaran, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Indonesia

Email : drg_fachrulrazi1979@yahoo.com

ABSTRAK

Pendahuluan: Abses submandibula dapat terjadi akibat penyebaran infeksi odontogenik pada
pasien dengan daya tahan tubuh yang menurun. Namun kadang dijumpai wanita hamil dengan oral
higiene yang buruk sehingga timbul infeksi gigi yang meluas menjadi abses submandibula. Tujuan
laporan kasus ini adalah memaparkan dan mendiskusikan perawatan abses submandibula dengan
intervensi bedah pada ibu hamil.
Laporan Kasus: Pasien perempuan usia 28 tahun dalam keadaan hamil datang ke IGD RSUP.DR.
Hasan Sadikin dengan keluhan bengkak pada pipi sebelah kiri disertai dengan rasa nyeri dan sulit
untuk membuka mulut. Diagnosanya adalah abses submandibula sinistra . Perawatannya meliputi
konsultasi ke bagian Obgin dan dilakukan insisi drainase dengan lokal anstesi.
Pembahasan: intervensi bedah pada abses bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi ke
seluruh tubuh dan mutlak dilakukan. Kehamilan bukanlah suatu hambatan ataupun penolakan
untuk melakukan suatu intervensi bedah. Dengan mempertimbangkan kedaan umum pasien
dan komplikasi-komplikasi pada kehamilan, intervensi bedah tetap dilakukan dan pemilihan
obat-obatan yang tepat dan aman pada wanita yang sedang hamil.
Kesimpulan: Insisi dan drainase adalah hal yg mutlak dalam penatalaksanaan pada pasien
abses untuk mencegah penyebaran infeksi lebih jauh. Intervensi bedah pada pasien hamil
dapat dilakukan setelah konsultasi ke bagian Obgin dengan memperhatikan faktor-faktor
resiko yang akan terjadi.
Kata kunci: Abses Submandibula, Kehamilan, insisi drainase
Management of Submandibular Abscess in Pregnant Woman
: A Case Report
Fachrul Razi*, Abel Tasman Y**, Seto Adiantoro S***

*Oral and Maxillofacial Surgery Residency Program, Faculty of Dentistry, Padjadjaran


University, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Indonesia
** Department of Oral and Maxillofacial Surgery, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung,
Indonesia
***Department of Oral and Maxillofacial Surgery, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung,
Indonesia

Email : drg_fachrulrazi1979@yahoo.com

ABSTRACT

Introduction Submandibular abscess may happen from the spread of odontogenic infection
in a patient with low immune status. In the other hand, some woman may have a low oral
hygiene hence a dental infection might turn into submandibular abscess. The aim of this case
report is to expose and discuss the management of submandibular abscess with surgical
intervention in pregnant woman.
Case Report: A 28 years old pregnant female came into the emergency room of DR. Hasan
Sadikin Hospital with a symptom of swollen left cheek, pain sensation and a difficulty to open her
jaw. The diagnosis was left submandibular abscess. The care given include obstetric gynecology
consult as well as a drainage incision with local anesthetic.
Discussion: Surgical intervention in abscess is conducted to prevent the spreading of
particular infection throughout the entire body system hence it is an absolute step to do.
Pregnancy is neither a hindrance nor a rejection excuse to perform a surgical intervention.
By considering the general status of the patient and related pregnancy complications, the
surgical intervention was conducted with a proper and safe choice of drugs for pregnant
woman.
Conclusion: Incision and drainage is an absolute management for abscess patient to halt any
further infection progress. Surgical intervention in pregnant patients may be performed after
an Obstetric gynecology consult while considering possible risk factors
Keywords: Submandibular abscess, pregnancy, drainage incision
Penatalaksanaan Abses Submandibula pada Wanita Hamil
: Sebuah Laporan Kasus

Pendahuluan
Abses adalah rongga patologis berisi pus terlokalisir yang dibatasi jaringan fibrotik.
Abses merupakan hasil dari reaksi infeksi untuk mempertahankan homeostasis tubuh agar
tetap stabil dan setimbang yang melibatkan respon vascular dan selular. Pathogenesis abses
dapat diklasifikasikan menjadi infeksi odontogenik dan nonodontogenik. Infeksi odontogenik
berasal dari jaringan keras gigi yang ditandai adanya port de entre melalui eksponasi pulpa.
Infeksi nonodontogenik berasal dari marginal gigi atau jaringan periodontal1,2.
Abses Submandibula adalah infeksi odontogenik/nonodontogenik supuratif kronis
yang meluas ke spasium submandibula. Abses submandibular berasal dari gigi premolar atau
molar rahang bawah. Gejala klinis berupa pembengkakan ekstra oral di regio submandibula
di sudut rahang berwarna kemerah-merahan. Intra oral tidak tampak pembengkakan kecuali
tahap yang lebih lanjut.
Pada penderita dengan daya tahan tubuh yang menurun, abses dapat menjadikan hal yang
buruk. Dalam kedaan hamil suatu penyakit abses merupakan suatu perhatian yang sangat khusus
dikarenakan pertimbangan pertimbangan kedaan umum dan komplikasi-komplikasi akan
faktor resiko terhadap pasien dengan kehamilan. Pada makalah ini penulis akan membahas
bagaimana penangan abses pada wanita hamil yang aman.

Laporan Kasus
Seorang wanita 28 tahun dating dengan keluhan ke Instansi Gawat Darurat RSUP. DR.
Hasan Sadikin dengan pe,bengkakkan pada pipi sebelah kiri. Sebelum masuk rumah sakit,
kurang lebih 1 bulan yang lalu pasien mengeluhkan sakit pada gigi sebelah kiri belakang
bawah, tetapi oleh pasien tidak diobati. Kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit
pasien mengeluhkan adanya bengkak pada pipi sebelah kiri disertai dengan sulit menbuka
mulut. Karena keluhannya pasien berobat ke dokter gigi di daerah buah batu dan disana
diberikan 3 macam obat. Namun keluhan tidak kunjung membaik bahkan bengkak menjadi
lebih besar, kemudian pasien kembali ke dokter gigi yang sama dan pasien dirujuk ke RSUP.
DR. Hasan Sadikin.
Pada pemeriksaan yang dilakukan diketahui bahwa pasien dalam keadaan hamil
trisemester ke dua, tidak adanya penyakit sistemil, tidak ada kesulitan menelan dan tidak
adanya perubahan suara. Pemeriksaan fisik Hemodinamik didapatkan kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 89 kali per menit, dan dengan respirasi 20 kali per
menit.

Pada pemeriksaan extra oral didapakan ketidak simetrisan wajah dan pembengkakkan
pada daerah sub mandibular sebelah kiri yang meluas ke daerah pipi kiri dengan ukuran
10x7x5 cm dab dengan pembukaan mulut kurang lebih 0.5 cm.

Gambar 1. Foto Klinis

Gambar 2. Pembukaan mulut

Di instalasi gawat darurat dilakukan pengecekan lab darah rutin dan konsul ke bagian
obsgyn. Sebelum melakukan intervensi bedah, tapping pus diambil untuk mengetahui letak
dari lokasi pus dan bertujuan juga untuk pemeriksaan kultur, serelah itu baru dilakukan insisi
drainase dan eksplor lokasi pus dan setealah itu dikakukan pemasangan drain. Pengambilan
gigi penyebab infeksi sementara ditunda dikarenakan ruang pandang yang sempit dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan pencabutan. Pasien direncanakan untuk pulang dikarenan
keadan umum pasien yang baik dan tidak adanya tanda tanda sepsis. Pasien selama
perawatan dirumah disarankan untuk menjaga kebersihan mulut, latihan buka tutup mulut
dengan stik es krim dan kontrol 3 hari kemudian.

Gambar 3. Tapping Pus

Gambar 4. Insisi drainase dan pemasangan drain

Gambar 5. Pembukaan mulut setelah insisi drainase

Tiga hari pasca insisi drainase di rumah sakit, pasien kontrol kembali ke poli
bedah mulut RSUP. Hasan Sadikin, Bandung. Perubahan yang sangat signifikan
terlihat, terutama pada lokasi bengkak pada pipi bagian kiri dan terlihat juga
pembukaan mulut yang telah membaik, lalu pasien diinstruksikan untuk kontrol
kembali 1 minggu untuk evaluasi berikutnya.

Gambar 6. Kontrol hari ke-3 pasca insisi drainase

Pembahasan

Spasium submandibula terletak di bagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya


dari spasium sublingual. Spasium submandibular berada di bawah dan medial bagian
belakang mandibula yang dibatasi oleh m.hioglosus, m.digastrikus, dan bagian posterior
m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah dan kelenjar limfe submandibula yang meluas ke
dalam spasium sublingual. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan
ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna. Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses
dentoalveolar, abses periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar
mandibula1,2.

Insisi drainase sebagai bagian dari pengendalian infeksi dilakukan seoptimal mungkin
untuk mengevakuasi pus dan observasi drain. Observasi drain dinilai apakah drain efektif dan
produksi pus minimal. Bila produksi minimal, maka dilakukan pengangkatan drain agar tidak
terjadi infeksi akibat adanya drain tersebut dan mempercepat penyembuhan3,4,5.

Ekstraksi gigi penyebab dilakukan sesegera mungkin dan menjadi terapi


komprehensif untuk menghentikan infeksi dan mengoptimalkan drainase lewat soket. Setelah
ekstraksi gigi dilakukan kuretase pada soket gigi untuk menghilangkan jaringan nekrotik dan
mengevakuasi pus. Selain itu, pasien diberi edukasi untuk menjaga oral hygiene dan latihan
buka tutup mulut dengan stik es krim untuk mengoptimalkan evakuasi pus dengan kontraksi
otot. Latihan buka tutup mulut juga bermanfaat untun mencegah atrofi otot-otot mastikasi
sehingga tidak terjadi trismus3,4.

Terapi antibiotika sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi yang ada dapat
berupa terapi antibiotika per oral ataupun intravena, setelah pemeriksaan untuk kultur
resistensi dan sensitivitas antibiotik dilakukan. Terapi antiinfeksi secara empirik harus
memakai satu atau lebih obat yang aktif terhadap patogen yang diduga sebagai penyebab dan
mampu mencapai sumber infeksi. Pilihan obat dipandu oleh pola mikroorganisme dan hasil
uji sensitivitas3,4.

Hal hal yang telah disebutkan tadi adalah proses atau mekanisme daripada
penanganan suatu abses. Lalu bagaimana penangan terhadap wanita hamil?. Pada dasarnya
tidak ada kontraindikasi yang absolut penanganan abses pada wanita hamil, dikarenakan pada
pasien dengan abses, intervensi bedah amat sangat penting untuk dilakukan dimana bertujuan
untuk mencegah infeksi yang lebih luas, hanya saja yang membedakan penangan pada wanita
hamil dibutuhkan pertimbangan pertimbangan khusus dalam penanganan atau dalam
pemberian obat obatan.

Gambar 7. Skema penangan yang berhubungan dengan kehamilan, diagnostik, dan


pengobatan pilihan pada wanita hamil.6
Tabel 1. Kategori risiko obat kehamilan, yang diterbitkan oleh U.S Food and Drug.6,7

Infeksi odontogenik harus ditangai sesegera mungkin kapanpun selama kehamilan


berlangsung. Meskipun ibu hamil umumnya tidak dalam keadaan imunokompromis, namun
sistem imun ibu hamil berada dalam keadaan tersupresi akibat respon dari adanya janin. Oleh
karena itu, terdapat penurunan aktivitas sel Natural Killer (NK) dan juga penurunan imunitas
seluler. Akibatnya, infeksi odontogenik berpotensi untuk berkembang secara cepat menjadi
infeksi dalam dan dapat mengganggu jalan napas oro-faring. Abses yang terbentuk harus
didrainase, sementara pulpa yang bermasalah harus diekstirpasi atau gigi tersebut dapat
dicabut untuk mengkontrol infkesi. Keadaan pasien harus dikonsulkan ke dokter spesialis
kandungan, kemudian rencana pengobatan pasien harus didiskusikan bersama.
Pertimbangan umum yang sering terjadi adalah peresepan dan administrasi dari obat-
obatan karena dikhawatirkan obat yang diresepkan akan menembus barier plasenta dan
menyebabkan efek teratogenik terhadap janin. U.S. Food and Drug Administration (FDA)
sudah mendefinisikan kategori risiko kehamilan untuk berbagai macam obat (tabel 2).6,7
Hampir seluruh antibiotik yang diresepkan oleh dokter gigi berada pada kategori B,
kecuali tetrasiklin dan turunannya (misal doksisiklin) yaitu dalam kategori D karena memiliki
dampak pada gigi yang sedang tumbuh dan juga tulang. Ciprofloksasin, yaitu antibiotik
spectrum luas yang digunakan untuk menangani penyakit periodontal terkait dengan
Actinobacillus actinomycetemcomitans, tergabung pada kategori C. Penggunaan
siprofloksasin pada kehamilan dibatasi karena adanya efek atropati dan juga efek pada
perkembangan kartilago pada hewan imatur. Tidak ada data yang adekuat terkait dengan
keamanan pada manusia. Metronidazol berada dalam kategori B. Beberapa peneliti
menyarankan untuk berhati-hati terkait dengan penggunaan pada trimester ke-1 karena dapat
berpotensi membahayakan janin, namun penelitian terkini menunjukkan tidak ada efek
teratogenik definitif. Rasio risiko-keuntungan pemberian metronidazol pada pasien harus
dikonsultasikan dengan dokter spesialis kandungan terlebih dahulu. Bentuk estolat dari
eritromisin harus dihindari karena memiliki dampak buruk pada hepar ibu hamil.
Klorheksidin glukonat merupakan obat kumur antimikrobial yang masuk dalam kategori B.6

Kategorisasi obat analgesik didasarkan pada penggunaan jangka pendek (selama 2


atau 3 hari) untuk mengobati proses penyakit yang spesifik. Asetaminofen dengan kategori
risiko kehamilan B merupakan analgesik yang paling aman untuk digunakan selama masa
kehamilan. Mayoritas analgesik lain yang diresepkan untuk kehamilan umumnya berada
pada kategori risiko kehamilan C. Harus diingat bahwa meskipun kategori C secara umum
aman, namun kategori C tidak diuji dalam penelitian pada manusia. Oleh karena itu,
peresepan obat dalam kategori ini harus dalam dosis terapeutik yang paling tepat dengan
jangka waktu sesingkat mungkin. Ibuprofen merupakan analgesik kategori B pada trimester
ke-1 dan ke-2, namun menjadi kategori D pada trimester ke-3 karena diasosiasikan dengan
rendahnya jumlah cairan amnion, terjaidnya penutupan duktus arteriosus pada janin secara
prematur, serta inhibisi kelahiran.8

Kesimpulan

Kesehatan gigi dan mulut yang optimal sangatlah penting bagi ibu hamil dan dapat
diberikan secara aman dan efektif. Intervensi bedah abses pada wanita hamil bertujuan untuk
mencegah penyebaran infeksi ke seluruh tubuh mutlak dilakukan dengan mempertimbangkan
hal - hal penting yang harus diperhatikan, termasuk memahami perubahan fisiologis pada saat
kehamilan, meresepkan obat-obatan sesuai dengan kategori kehamilan, Kontrol dan evaluasi
pasca perawatan atau tindakan penobatan gigi dan mulut, serta manajemen yang tepat dalam
menangani infeksi gigi dan mulut. Karena adanya kemungkinan penyakit periodontal dapat
mempengaruhi hasil kehamilan, maka dokter gigi perlu berperan secara pro-aktif dalam
menjaga kesehatan gigi dan mulut dari ibu hamil.
Daftar Pustaka

1. Fragiskos FD. Oral Surgery. Berlin, Germany: Springer. 2007. p. 207 235.
2. Peterson LJ. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4thed. St.Louise: Mosby.
2003. p 367-376.
3. Topazian,et al. Oral and Maxillofasial Infection. 4thed. Philadelphia, USA: WB
saunders company.2004. p. 157-176.
4. Smith, AG. Maxillofacial Surgery. St. Louise. Mosby. 2007. p.1553.
5. Brunicardi, F., et al. Schwartzs Principle of Surgery 9th ed. Texas, USA: McGraw-
Hill. 2009.
6. James A. Giglio, DDS, MEd; Susan M. Lanni, MD; Daniel M. Laskin, DDS, MS;
Nancy W. Giglio, CNM ; Oral Health Care for the Pregnant Patient; www.cda-
adc.ca/jcda February 2009, Vol. 75, No. 1
7. Meadows M. Pregnancy and the drug dilemma. FDA Consumer 2001;
Vol. 35, No. 3. Available: www.fda.gov/fdac/features/2001/301_preg.html
(accessed 2008 Nov 10).
8. Organization of teratology Information Specialists. Ibuprofen and pregnancy.
Available: www.otispregnancy.org/pdf/Ibuprofen.pdf (accessed 2008
Nov 10).

Anda mungkin juga menyukai