Anda di halaman 1dari 10

199

XEROSTOMIA

PENDAHULUAN
Xerostomia atau mulut kering adalah berkurangnya produksi saliva secara
abnormal dan dapat merupakan gejala penyakit tertentu atau efek samping
pengobatan tertentu. Penyebab xerostomia termasuk penyakit kelenjar liur seperti
Sjögren’s syndrome, diabetes tidak terkontrol, radiasi regio kepala leher,
kemoterapi, dan sejumlah obat-obatan. Injuri pada daerah kepala atau leher dapat
merusak saraf yang penting bagi produksi dan sekresi saliva oleh kelenjar saliva
(Porter dkk., 2004).
Saliva terdiri dari dua komponen yang disekresikan oleh mekanisme
mandiri: pertama, komponen cairan yang termasuk ion, yang sebagian besar
diproduksi oleh stimulasi parasimpatik, kedua, komponen protein yang disekresi
oleh kelenjar acini dan sebagian besar dilepaskan oleh rangsangan simpatik.
Eksitasi saraf simpatik atau parasimpatik ke kelenjar saliva menstimulasi sekresi
saliva, tetapi efek saraf parasimpatik lebih kuat dan lama. Kelenjar saliva
merespon terhadap agonis kolinergik dan adrenergik dengan meningkatkan sekresi
kalium dan bikarbonat. Pada sel-sel acini serous, asetilkolin, norepinefrin,
substansi P, dan vasoaktive intestinal polipeptida dilepaskan oleh terinal saraf
spesifik dan meningkatkan sekresi amilase dan aliran saliva. Asetilkoline,
subtasnsi P, dan norepinefrin yang bekerja pada reseptor α meningkatkan
konsentrasi ion kalsium pada sel-sel acini serous, menghasilkan sekresi yang
melimpah dengan konsentrasi amilase rendah. Sebaliknya, aksi norepinefrine
pada reseptor β dan polipeptida intestinal vasoaktif meningkatkan konsentrasi
siklik adenosinmonofosfat, menghasilkan sekresi kaya amilase. Maka stimulasi
marasimpatik menghasilkan saliva dengan konsentrasi protein rendah, sementara
stimulasi simpattik menghasilkan sedikit saliva dengan konsentrasi protein tinggi,
yang memberikan sensasi kering (Porter dkk, 2004;Eisburch, dkk., 2003).
Xerostomia dapat megakibatkan berbagai komplikasi seperti mukositis
dan kandidiasis oral yang dapat menimbulkan sensasi tidak nyaman bagi
200

penderita. Maka sangat penting untuk menentukan tatalaksana tepat sesuai


dengan penyebab terjadinya xerostomia.

ETIOLOGI
Xerostomia dapat disebabkan oleh berbagai macam, dibedakan menjadi
penyebab iatrogenik dan penyakit pada kelenjar saliva (Tabel 1).
Tabel 1. Penyebab xerostomia jangka panjang (Porter dkk., 2004)
Iatrogenik
Obat-obatan
Radiasi local
Kemoterapi
Penyakit kelenjar saliva
Sjo¨gren’s syndrome
Sarcoidosis
Penyakit HIV
Infeksi virus hepatitis C
Sirosis
Diabetes mellitus
Penyebab jarang
Amyloidosis
Hemochromatosis
Wegener’s disease
Salivary gland agenesis

IATROGENIK (Porter, 2004)


OBAT-OBATAN
Xerostomia merupakan efek samping yang sering terjadi akibat
penggunaan berbagai macam obat. Sampai saat ini, xerostomia telah
dihubungkan dengan lebih dari lima ratus obat-obatan. Bahkan, xerostomia telah
dikenali dan meningkat pada penderita berusia dewasa yang mengkonsumsi
berbagai obat-obatan. Mulut kering merupakan masalah umum yang banyak
terjadi pada orang tua. Mekanisme xerostomia akibat obat-obatan adalah pada
aksi antikolinergik atau simpatomimetik, sehingga obat-obatan yang sering
dihubungkan dengan xerostomia adalah antidepresan, antipsikotik, benzodiazepin,
atropin, β-bloker, dan antihistamin. Maka xerostomia sering terjadi pada
penderita yang sedang menerima perawatan penjakit kejiwaan.
201

Tabel 2. Obat-obatan yang dapat menyebabkan xerostomia (Porter, 2004)


Obat-obatan dengan efek antikolinergik
Atropin dan analognya (antimuscarinics)
Antidepresan tricyclic
Inhibitor reuptake serotonin
Antihistamin
Antiemetik
Antipsikotik
Obat-obatan dengan aksi simpatomimetik
Decongestan
Bronchodilator
Penekan napsu makan
Amphetamine
Obat-obatan lain
Lithium
Omeprazole
Oxybutynin
Disopyramide
Dideoxyinosine
Didanosine
Diuretics
Inhibitor protease

Beberapa terapi lain, termasuk omeprazole, inhibitor anti-HIV, tramadol,


dan generasi baru antihinsamin dapat menebabkan xerostomia akibat penggunaan
obat. Obat-obatan seperti hidrazaline, bisulfan, quinidin sulfat, dan thiabendazole
dapat menyebabkan penyakit yang gejalanya menyerupai penyakit Sjögren’s
syndrome. Tetapi, gejala ini bersefat sementara dan penderita tak meunjukkan
adanya peningkatan tingkat penanda imunologik Sjögren’s syndrome. Maka
jelaslah penyakit ini bukan benar-benar Sjögren’s syndrome

RADIOTERAPI (Eisburch, 2003)


Jaringan kelenjar saliva sangat lemah terhadap kerusakan akibat radiasi,
dengan derajat daya tahan paling rentan adalah kelenjar parotis. Dosis radiasi
20Gy dapat menyebabkan kerusakan permanen kelenjar saliva jika diberikan
202

dalam dosis tunggal. Pada dosis di atas 52 Gy, disfungsi kelenjar saliva terjadi
sangat parah. Perawatan karsinoma mulut secara konvensional melibatkan
pemberian dosis radiasi 60 Gy sampai 70 Gy, dan hal ini dapat menyebabkan
menurunnya aliran selama minggu pertama radiasi, dengan reduksi mencapai
95%. Saat minggu ke-5 radiasi, aliran saliva sangat rendah dan jarang kembali
seperti semula. Seluruh aliran saliva kelenjar saliva yang teradiasi terhambat.
Tetapi akan terdapat hipertrofi kompensasi pada kelenjar saliva yang tidak
teradiasi setelah beberapa bulan atau tahun, yang menyebabkan berkurangnya
sensasi rasa mulut kering. Derajat xerostomia tergantung pada derajat paparan
kelenjar saliva terhadap radiasi, dengan bagian kelenjar yang teradiasi sebagian
memiliki aliran lebih tinggi daripada yang teradiasi seluruhnya.
Radiasi pada tumor kelenjar saliva hanya merusak secara unilateral,
sedangkan pada radiasi daerah nasofaring akan merusak kedua sisi kelenjar saliva
yang menyebabkan xerostomia jauh lebih berat. Tetapi, dengan penggunaan
teknik radiasi menggunakan corong menyebabkan radiasi terfokus pada satu sisi
saja.

KEMOTERAPI
Berbagai macam keganasan diterapi dengan kemoterapi atau kombinasi
radioterapi dan kemoterapi. Pada penelitian 127 pasien dengan kanker dan
xerostomia, ternyata xerostomia merupakan salah satu empat gejala yang paling
sering dikeluhkan oleh pasien (78% pasien) dan derajat xerostomia berhubungan
dengan jumlah total obat-obat kemoterapetik yang digunakan. Xerostomia
merupakan genaja ketiga yang paling menyiksa. Xerostomia berhubungan dengan
ketidaknyamanan mulut, kesulitan menelan, dan kesulitan berbicara. Obat-obatan
yang digunakan untuk kanker dapat membuat saliva lebih kental, menyebabkan
mulut terasa kering.
Induksi menggunakan paclixatel, carboplatin, dan infus 5-fluorouracil
diikuti oleh radiasi dapat menyebabkan xerostomia. Xerostomia dilaporkan pada
65% dari 50 pasien yang dirawat lebih dari 12 bulan dengan cisplatin intra arteri
dan radiasi standar yang digunakan pada squamos cell carcinoma daerah kepala
203

leher tingkat IV. Pada percobaan in vitro, obat kemoterapetik menghambat


regenerasi sel-sel kelenjar saliva.

PENYAKIT KELENJAR SALIVA (Porter, 2004)


1. SJORGEN SYNDROME
Merupakkan gangguan kronis yang diperantarai sistem imun yang ditandai
oleh inflamasi kelenjar eksokrin yang mengarah pada gejala kekeringan, terutama
pada mata dan mulut yang dapat sangat parah dan mengganggu fungsi. Penyakit
ini dapat diklasifikasikan sebagai penyakit primer yang gejalanya hanya terjadi
pada mulut dan mata, atau tipe sekunder dimana terdapat
xerostomia,xerophthalmia dan gangguan jaringan ikat. Sjorgen syndrome primer
sering dihubungkan dengan hiperaktif cell-B yang bermanifestasi sebagai
hipergamaglobulinemia dan autoantibodi anti-Ro atau anti-La. Xerostomia dan
xerophthalmia disebabkan oleh infiltrasi hebat terhadap kelenjar saliva dan
lacrimalis. Diagnosa Sjorgen syndrome ditegakkan jika ditemukan: (1) gejala
ocular dengan test Schirmer, (2) sialadenitis fokal berdasarkan histopatologi,(3)
keterlibatan kelenjar saliva, (4) autoantibodi Ro/SSA dan atau La/SSB.

2. SARCOIDOSIS
Pada keadaan sarcoidosis kronis dapat menyebabkan xerostomia dan
pembesaran kelenjar saliva pada 9% pasien, sering merupakan bagian sindrom
Heerfordt. Pada penelitian baru-baru ini, derajat xerostomia dan xerophthalmia
serupa dengan penderita Sjoregen syndrome, dimana pembesaran kelenjar saliva
lebih sering ditemukan pada penderita sarcoidosis. Pasien dengan sarcoidosis
biasanya dengan keterlibatan paru-paru dan kulit.

3. INFEKSI HIV
Penyakit kelenjar saliva dapat muncul pada 4%-8% penderita HIV dewasa
dan anak-anak. Prinsip manivestasi klinis peyakit kelenjar saliva adalah sebagai
berikut: penyakit kelenjar saliva dengan adanya pembesaran kelenjar saliva dan
xerostomia, sarkoma Kaposi yang menyebabkan pembesaran kelenjar saliva, non-
204

Hodgin limfoma, intragrandular lympadenopathy, dan sialadenitis supuratif akut.


Xerostomia terjadi akibat infiltrasi sel T CD-8 ke kelenjar saliva dan dapat juga
merupakan akibat obat analog anti HIV yang digunakan.

4. INFEKSI VIRUS HEPATITIS C


Infeksi virus hepatitis C (HCV) tidak seperti virus hepatitis tipe lain. HCV
mempengaruhi kelenjar saliva yang mengakibatkan terjadinya xerostomia.
Mekanisme tepatnya belum diketahui, tetapi beberapa penelitian berpendapat
bahwa xerostomia pada HVC berhubungan juga dengan Sjorgen syndrome.

MANIFESTASI KLINIK
Masifestasi klinis xerostomia berbagai macam (Tabel 3). Xerostomia yang
berkepanjangan dapat menurunkan kualitas hidup seseorang, termasuk
diantaranya terjadi mukositis akibat xerostomia (gambar 1).

Tabel. 3. Berbagai manifestasi klinis xerostomia (Porter, 2004)


Meningkatnya frekuensi karies(terutama karies servikal)
Dysarthria
Dysphagia
Dysgeusia
Mudah terjadi kandidiasis oral
Sensasi rasa terbakar
Rasa baal dalam mulut
Mulut kering, bibir kering
Pembesaran kelenjar saliva

Gambar 1. Mukositis (Garfunkel, 2004)


TATALAKSANA (Porter, 2004; Eisburch, 2003)
Tatalaksana xerostomia dilakukan berdasarkan etiologinya. Pada beberapa
kasus dimana xerostomia disebabkan oleh manifestasi penyakit sistemik atau
205

penggunaan obat-obatan pada penyakit sistemik, terapi harus dilakukan secara


sinergis dengan pengobatan penyakit sistemik. Sampai saat ini, tatalksana
xerostomia berkepanjangan pada prinsipnya menghindarkan faktor yang dapat
merangsang terjadinya mulut kering, aplikasi pengganti saliva, dan pencegahan
komplikasi oral akibat xerostomia. Tetapi, berdasarkan pemberiannya, dapat
dibedakan menjadi lokal dan sistemik.

AGEN TOPIKAL
Secara tradisional, pengobatan mulut kering difokuskan pada terapi
paliatif dengan pengganti saliva, tetapi karena bahan tersebut dibuang melalui
mulut ketika menelan, durasi effeknya sangat singkan dan juga fungsi protektifnya
sangat kurang dibandingkan dengan saliva. Pengganti saliva berfungsi untuk
meningkatkan lubrikasi dan hidrasi jaringan mulut dan mmempertahankan
kesehatan dan fungsi mulut. Permen atau permen karet bebas gula dapat
meningkatkan produksi saliva, tetapi dapat membuat pasien tidah nyaman.
Pengganti saliva dengan efek remineralisasi pada dentin dan email dapat
menghilangkan gejala mulut kering. Lubrikasi dari gel, obat kumur, lozoges, dan
pasta gigi juga dapat digunakan dengan hasil bervariasi. Kualitas lubrikan
diperhitungkan berdasarkan kemampuan lubrikasi, rasa, masa kerja, sistem
angkut, keparahan xerostomia,dan biaya. Beberapa preparat yang tersedia adalah
Luboran (Antigen, Inggris), Saliva Orthana (AS Pharma,Swedia), Salivace, dan
Oral Balance (Anglian, Inggris) yang telah terbukti efektif untuk mulut kering
akibat radiasi atau Sjorgen syndrome. Beberapa di antaranya dapat menyebabkan
demineralisasi gigi. Selain itu dapat digunakan pastiles perangsang stimulasi
saliva (Salivix, Provalis, Inggris) tampaknya berguna sebagai terapi tambahan
untuk pasien dengan mulut kering yang menerima oxybutynin klorida.
Penelitian baru-baru ini menyatakan bahwa mucin dalam bentuk
semprotan berguna untuk xerostomia pada penderita yang menerima radiasi.
Selain itu dapat juga digunakan alat intra oral yang mengandung pengganti saliva
dan mengeluarkan saiva secara perlahan ke mulut lebih membuat nyaman pasien.

AGEN SISTEMIK
1. Pilokarpin
206

Pilokarpin adalah agonis parasimpatik asetilkolin muskarinik reseptor M3


yang dapat menstimulasi sekresi kelenjar eksokrin seperti saliva, keringat,
lakrimal, dan kelenjar mukus pernapasan; kontraksi otot polos dan motalitas
traktus gastointestinal dan urinari, kandung kemih, duktus biliaris, dan bronkus.
Pilokarpin secaran sistemik telah dianjurkan untuk menangani berbagai kasus
berikut: (1) Xerostomia akibat rusaknya kelenjar saliva akibat radiasi, (2) mulut
keringa akibat Sjorgen syndrome. Selain itu juga dapat sedikit membantuk pada
xerostomia akibat pengguanaan obat-obatan. (Eisburch, 2003)
Pilokarpi diabsorbsi di traktus gastrointestinal dan mencapai konsentrasi
puncak di dalam plasma dalam satu jam. Pilokarpin dimetabolisme di hati dan
diekstresikan melalui ginjal. Pilokarpin yang diberikan secara sistemik akan
meningkatkan sekresi kelenjar eksokrin dan dapat menimbulkan efek samping
seperti berkeringat, skit kepala, mual, nyeri perut, rhinitis, palpitasi, dan frekuensi
kencing yang meningkat. Pilokarpin relatif aman dan jarang menimbulkan efek
samping. Tetapi sebaiknya dihindarkan pada penderita penyakit pernapasan (asma
dan obstruksi paru) dan penderita yang mengkonsumsi obat antihipertensi.
Pilokarpin digunakan untuk xerostomia akibat radiasi karena dapat
mengurangi keparahan xerostomia. Dosis optimal pilokarpin yang diberikan
adalah 5 mg 4 kali sehari atau 10 mg 3 kali sehari, diberikan selama 8-12 minggu
pertama radiasi. Banyaknya produksi saliva setelah pemberian pilokarpin dapat
bertahan hingga 7 bulan setelah pemberian. Pilokarpin tidak dapat meningkatkan
fungsi kelenjar yang rusak total akibat radiasi, tetapi meningkatkan fungsi kelenjar
saliva minor yang lebih resisten terhadap radiasi (Dawson, dkk., 2005).
2. Bethanechol
Bethanechol memiliki efek agnonis muskarinik dan nikotinik, yang dapat
digunakan untuk mengurangi xerostomia akibat penggunaan obat-obatan. Dosis
yang diberikan 25 mg 3 kali sehari secara oral. Efek samping yang dapat terjadi
adalah mual dan diare.
3. Cevimeline
Cevimeline adalah quinuclidine analog asetilkoline dengan afinitas tinggi
terhadap reseptor M3 muskarinik kelenjar saliva dan lakrimalis tetapi berafinitas
207

rendah terhadap reseptor M2 jaringan jantung dan paru-paru. Dosis yang


diberikan 30 mg 3 kali sehari. Efek sampingnya serupa dengan pilokarpin.\
4. Anethole trithone
Obat ini tidak memiliki aksi kolinergik tetapi meningkatkan kemampuan
reseptor muskarinik pada mempran post sinaptik dan meningkatkan stimulasi
kolinergik. Obat ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan setelah pilokarpin
tetapi tidak dapat digunakan sebagai pengobatan utama.

KESIMPULAN
Xerostomia merupakan salah satu masalah kompleks yang dapat
menurunkan kualitas hidup seseorang. Xerostomia dapat disebabkan oleh efek
iatrogenik dan penyakit pada kelenjar saliva. Tatalaksana xerostomia dilakukan
berdasarkan etiologinya. Pengobatan dapat diberikan secara topikal dan sistemik.
Pengobatan topikal seperti penggunaan pengganti saliva lebih diutamakan
daripada sistemik karena efek sampingnya. Dengan tatalaksana yang tepat sesuai
indikasi keparahan xerostomia dapat direduksi.

DAFTAR PUSTAKA
Dawson, LA, Biersack, M, Lockwood, G, dkk.2005. Use of Principal
Component Analysis to Evaluate The Partial Organ Tolerance of Normal Tissues
to Radiation. Int. J. Radiation Oncology Biol. Phys., Vol. 62. Elsevier Inc. USA.
Eisburch, A, Rhodus, N, Rosenthal, D, dkk. 2003. The Prevention and Treatment
of Radiotherapy-Induced Xerostomia. Seminars in Radiation
Oncology.Vol 13. Melalui http://www.onrad.org.
Garfunkel, Adi. 2004. Oral Mucositis-The Search for a Solution. N Engl J
Med.melalui http://www.nejm.org.
208

Porter, SR, Scully,C, Hegarty,AM. 2004. An Update of The Etiology and


Management of Xerostomia. Oral surgery oral medicine oral
pathology.Vol.27.Elsevier. London.

Anda mungkin juga menyukai