Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2017


UNIVERSITAS PATTIMURA

SUSPECT SINUSITIS MAKSILARIS KRONIS DEXTRA


et causa DENTOGEN

Oleh :

Vito Oeibisono

(2010-83-023)

Pembimbing :

dr. Julu Manalu, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL RSUD DR. M. HAULUSSY
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat
dan penyertaan-Nya sehingga penulisan laporan kasus ini dapat diselesaikan. Laporan
kasus ini ditulis untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan THT-KL di RSUD Dr.M. Haulussy Ambon. Laporan kasus ini membahas
mengenai Suspect Sinusitis Maksilaris Kronis Dextra et causa Dentogen.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penulisan laporan kasus ini, diantaranya :
1. dr. Julu Manalu, SP. THT-KL, selaku pembimbing penulisan laporan kasus ini
sekaligus Kepala Departemen SMF THT-KL RSUD Dr. M. Haulussy Ambon.
2. dr. Rodrigo Limmon, Sp.THT-KL, MARS sebagai konsulen pada bagian THT-
KL RSUD Dr. M. Haulussy Ambon.
3. Seluruh perawat di bagian THT-KL RSUD Dr. M. Haulussy Ambon.

Penulis menyadari sungguh bahwa penyusunaan laporan kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan banyak kritik dan saran yang
membangun untuk perkembangan penulisan di waktu yang akan datang.

Ambon, Februari 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal


1. Anatomi Hidung 6
2. Anatomi Sinus Paranasal 9
3. Kompleks Osteo Meatal 9
B. Sinusitis
1. Definisi 11
2. Etiologi dan Faktor predisposisi 11
3. Klasifikasi 12
4. Patofisiologi 13
5. Manifestasi Klinis 13
6. Diagnosis 14
7. Tatalaksana 15
8. Komplikasi 16

BAB III LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien... 18
B. Anamnesis 18
C. Pemeriksaan Fisik 19
D. Resume 23
E. Pemeriksaan Penunjang 23
F. Diagnosa Kerja. 23
G. Diagnosis Banding 24
H. Penatalaksanaan 25

BAB IV DISKUSI 26

DAFTAR PUSTAKA 28

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Bila mengenai beberapa sinus paranasal
disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
Sesuai dengan anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis
etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Pada anak hanya sinus maksila dan sinus etmoid
yang berkembang sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid mulai berkembang pada anak
berusia kurang lebih 8 tahun.
Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Prevalensi
sinusitis tinggi di masyarakat. Di Amerika Serikat diperkirakan 0.5% dari ISPA karena virus
dapat menyebabkan sinusitis akut. Di Eropa, sinusitis diperkirakan mengenai 10% - 30%
populasi. Sebanyak 14% penduduk Amerika sedikitnya pernah mengalami episode sinusitis
semasa hidupnya. Sinusitis kronik mengenai hampir 31 juta rakyat AmerikaSerikat. Di Indonesia,
dimana penyakit infeksi saluran napas akut masih merupakan penyakit utama di masyarakat,
angka kejadiannya belum jelas dan belum banyak dilaporkan. Insiden kasus baru pada penderita
dewasa yang berkunjung di RS Cipto Mangunkusumo, selama Januari-Agustus 2005 adalah 435
pasien. Di Makassar sendiri, terutama di rumah sakit pendidikan selama tahun 2003-2007
terdapat 41,5% penderita rinosinusitis dari seluruh kasus rawat inap di bagian THT.
Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa 18-75 tahun dan kemudian anak-anak
berusia 15 tahun akibat rentannya usia ini dengan infeksi Rhinovirus. Perempuan lebih sering
terkena sinusitis dibandingkan laki-laki karena mereka lebih sering kontak dengan anak kecil.
Angka perbandingannya 20% perempuan dibanding 11,5% laki-laki.
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis juga
disebut rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan
mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang
kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Rhinitis alergi dan infeksi virus pada saluran nafas atas
yang berkepanjangan akan menyebabkan terjadinya sinusitis.

4
Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan sinus maksila.

Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intrakranial. Komplikasi ini

terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari,

sehingga diperlukan tatalaksana dan pengenalan dini yang baik untuk mencegah komplikasi yang

ditimbulkan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal


1.
Anatomi Hidung
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:1,2,3
a. Pangkal hidung (Bridge),
b. Dorsum nasi,
c. Puncak Hidung,
d. Ala nasi,
e. Kolumela dan
f. Lubang hidung (nares anterior).

Gambar 1. Hidung bagian luar3

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung.
Kerangka tulang terdiri dari: 1,2,3
a. Tulang hidung (os nasalis),
b. Prosesus frontalis os maksila dan

6
c. Prosesus nasalis os frontal
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu:1,2,3
a. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
b. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor),
c. Beberapa pasang kartilago alar minor dan tepi anterior kartilago septum.

Gambar 2. Kerangka hidung4

Pada dinding lateral terdapat:1,2,3


a.
Empat buah konka, yaitu:
1. Konka inferior
2. Konka media
3. Konka superior

7
4. Konka suprema (rudimenter)
b.
Kartilago nasalis lateralis superior
c.
Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)
d.
Beberapa pasang kartilago ala minor
e.
Tepi anterior kartilago septum.

Gambar 3. Struktur dinding lateral hidung3

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang
disebut meatus.
Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan
superior:1,2,3
a. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding
lateral rongga hidung. Terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis
b. Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung.
Terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior.
c. Meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media
terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.

2.
Anatomi Sinus Paranasal
8
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung.
Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut:1,2,3

Gambar 4. Potongan koronal sinus paranasal. 1. sinus frontal. 2. sinus ethmoid. 3. sinus
maksilaris. 4. Nasal septum. 5. turbinate Superior. 6. turbinate Tengah. 7. turbinate
Inferior. 8. Tuba Eustachius. 9. telinga tengah. 10. nasolakrimalis duct.1

Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan
tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto anak-anak
belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk.
Sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior),
sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua
sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan
semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.
Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka
inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara
dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.

3.
Kompleks Osteomeatal2,12
Kompleks osteomeatal dideskripsikan sebagai area yang terdapat di dinding lateral
hidung dimana terdapat di meatus medius yang merupakan muara dari sinus paranasalis
(kecuali sinus sfenoid). Kompleks osteomeatal (KOM) merupakan unit fungsional yang
merupakan tempat ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior yaitu
sinus maksila, sinus etmoid anterior dan sinus frontal. Jika terjadi obstruksi pada celah
9
yang sempit ini, maka akan terjadi perubahan patologis yang signifikan pada sinus-sinus
yang terkait.

Gambar 5. Kompleks Osteomeatal.12

Struktur fungsional dari kompleks ini terdiri dari prosesus unicinatus, hiatus
semilunaris, resesus frontalis,bulla etmoid, infundibulum etmoid dan muara dari sinus
maksila.
Pada meatus Meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan
konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.
Sinus paranasal diantaranya berfungsi untuk:2,3
a. Membentuk pertumbuhan wajah
b. Sebagai pengatur udara (air conditioning)
c. Peringan cranium
d. Resonansi suara
e. Membantu produksi mukus

B. Sinusitis
1.
Definisi

10
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-
hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di
seluruh dunia.2,5,6
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya
disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyakit utamanya
adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat
diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.2,5
Sinus paranasal yang sering terkena ialah sinus ethmoid dan maksila, sedangkan
sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga
antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah
menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.2,5
Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena meyebabkan komplikasi ke orbita dan
intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.6,7

2.
Etiologi dan faktor predisposisi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA) akibat virus, bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal
pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi
konka, sumbatan Kompleks Osteo-Meatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan
imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartegener, dan di luar negeri adalah
penyakit fibrosis kistik.2,5
Baru-baru ini, penyakit gastroesophageal reflux (GERD) telah diusulkan sebagai
penyebab sinusitis, beberapa studi pada anak-anak dan orang dewasa menunjukkan
bahwa pengobatan medis dari GERD menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam
gejala sinusitis. Pengujian immunodeficiency, termasuk pengukuran kuantitatif
immunoglobulin, tes antibodi fungsional, dan tes HIV, mungkin berguna jika salah
immunodeficiency bawaan atau diperoleh diduga dalam kasus sinusitis berulang.5
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis
sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan rhinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto

11
polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan yang
berpolusi, udara dingin dan kering, serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama
menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.2,5,8

3.
Klasifikasi5
Klasifikasi yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut
a. Sinusitis akut
gejala kurang dari 4 minggu yang terdiri dari beberapa atau semua hal berikut: gejala
persisten dari infeksi saluran pernapasan atas, purulen rhinorrhea, drainase postnasal,
anosmia, hidung tersumbat, nyeri wajah, sakit kepala, demam, batuk, dan discharge
purulen .
b. Sinusitus subakut
gejala (akut yang belum sembuh) hingga 4-8 minggu.
c. Sinusitis kronis
gejala selama 8 minggu atau lebih dari berbagai tingkat keparahan yang terdiri dari
gejala yang sama seperti yang terlihat pada sinusitis akut. Dalam sinusitis kronis
harus ada temuan abnormal pada CT atau MRI. Beberapa pasien dengan sinusitis
kronis mungkin hadir dengan gejala yang samar-samar atau berbahaya.
d. Sinusitis rekuren
3 atau lebih episode sinusitis akut per tahun. Pasien dengan sinusitis berulang
mungkin terinfeksi oleh organisme yang berbeda pada waktu yang berbeda.

4.
Patofisiologi
a.
Sinusitis akut1,9
Beberapa faktor dapat menimbulkan pengembangan sinusitis akut. Dalam
kebanyakan kasus, sinusitis bakteri didahului oleh infeksi virus pernapasan bagian
atas, yang pada gilirannya menyebabkan peradangan sinus dan obstruksi KOM
Akibatnya, drainase dan ventilasi dari sinus maksilaris, ethmoid anterior, dan frontalis
menjadi terganggu. Setelah ini terjadi penurunan pH dan oksigenasi, silia kurang
fungsional, mukosa yang rusak, dan lingkungan mikro menjadi lebih rentan terhadap
infeksi. Sekitar 0,5% sampai 2% dari sinusitis virus berkembang menjadi infeksi
12
bakteri. Untuk membedakan antara sinusitis bakteri dan virus bisa sulit. Biasanya
sinusitis virus hilang dalam 7 sampai 10 hari, sedangkan sinusitis bakteri tetap
bertahan.
b.
Sinusitis kronis1,9
Patogenesis sinusitis kronis kurang dipahami. Mekanisme yang berkontribusi
terhadap kronisitas penyakit termasuk disfungsi mukosiliar, mucostasis, hipoksia, dan
pelepasan produk mikroba. Namun, stimulus awal dan pelestarian berikutnya dari
proses ini tidak jelas. Beberapa teori telah terlibat anatomi, infeksi, alergi, dan
penyakit inflamasi, tetapi belum dapat dibuktikan.

5.
Manifestasi klinis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal
drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.2,5,7
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas
sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri
pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang orbita menandakan
sinusitis ethmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada
sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang orbita, dan daerah
mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.2
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang
menyebabkan batuk dan sesak napas pada anak.2
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang
hanya 1 atau 2 gejala-gejala di bawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk
kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba
eustachius, gangguan ke paru seperti bronkhitis (sino-bronkhitis), bronkhiektasis dan
yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak,
mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.2

6.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan posterior, pemeriksaan
13
naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas
ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan ethmoid anterior dan
frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada
rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan
dan kemerahan pada kantus medius.2,5
Sinusitis dapat didiagnosis bila didapati post nasal drip purulen (tidak jelas)
disertai sumbatan hidung, nyeri tekan dan rasa penuh pada wajah, atau keduanya.5
Sinusitis dapat didagnosa bila memenuhi kriteria dalam tabel berikut; 2 kriteria
mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.10,11

Tabel 1. Kriteria diagnosis sinusitis10

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT-Scan. Foto polos
posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar
seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, air-fluid level,
atau penebalan mukosa.
CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu
menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara
keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang
diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi
sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.2,5
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya.2

14
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret
dari meatus medius/superior, untuk mendapatkan antibiotik yang tepat guna. Lebih baik
lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.2
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila
melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang
sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.

7.
Terapi
Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi,
dan mencegah perubahan menjadi kronis. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan
di Kompleks Osteo-Meatal (KOM) sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih
secara alami.2,5,7
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial,
untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan
ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat
diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis
antibiotik diberikan selama 10-14 hari walaupun gejala klinik sudah menghilang. Pada
sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan
anaerob.2,5,7
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan,
seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl
atau diatermi. Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat antikolinergiknya dapat
menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan
antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement juga
merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat.2,5,7
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang
berat.2
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini
untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir
semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan

15
tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak
membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang
ireversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.2

8.
Komplikasi2
Komplikasi sinusitis yang berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada
sinusitis kronis dengan eksarsebasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.
Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata,
yaitu sinus ethmoid, kemudian frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui
tromboflebitis dan perikontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra,
selulitis orbita, abses periosteal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi trombosis
sinus kavernosus.
Kelainan intrakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural/subdural, abses
otak dan trombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa: Osteomielitis dan
abses periosteal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan
pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau
fistula pada pipi.
Kelainan paru seperti bronkhitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus
paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sino-bronkhitis. Selain itu, dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronkhial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya
disembuhkan.

16
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. WM
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Halong
No.Register : 08-64-40
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : IRT
Tanggal Pemeriksaan : 31 Januari 2017
Ruang pemeriksaan : Poliklinik THT-KL RSUD dr. M. Haulussy Ambon
17
B. ANAMNESIS

Keluhan Utama:

Hidung kanan bau busuk

Anamnesis terpimpin:

Keluhan dialami sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu SMRS, hilang timbul, tidak

dipengaruhi posisi maupun cuaca. Pasien juga mengeluh hidung tersumbat , dan ada ingus

kental kekuningan. Keluhan menelan lendir sering dialami pasien. Pasien juga mengeluh

nyeri belakang mata yang muncul hilang timbul. Keluhan sesak tidak ada,bersin tidak ada,

flu tidak ada, batuk tidak ada, demam tidak ada, nyeri kepala tidak ada.

Riwayat penyakit yang sama:

tidak ada.

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien mengeluh sakit gigi sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat sering batuk, pilek, dan nyeri

tenggorok disangkal. Riwayat penyakit amandel disangkal. Riwayat alergi

makanan/minuman disangkal, hipertensi (-), DM (-), asma (-)

Riwayat Kebiasaan:
Merokok (-)

Riwayat pengobatan:

Pasien sudah mendapat pengobatan antibiotik amoxicillin 3 x 1 tab namun tidak teratur,

dan keluhan tidak berkurang.

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

18
Kesadaran : Compos Mentis (GCS : E4V5M6)

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

Pernafasan : 20x/menit

Suhu : 36,5C

2. Pemeriksaan Telinga
Kanan Kiri
a. Inspeksi telinga Normal Normal
b. Otoskopi
i. DT : NT (-), NTT (-) NT (-), NTT (-)
ii. LT lapang, hiperemis (-) lapang, hiperemis (-)
Edema (-), massa (-) Edema (-), massa (-)
iii. MT Intak, RC (+) Intak, RC (+)
c. tes pendengaran
i. Rinne (+) (+)
ii. Weber tidak ada laterlisasi tidak ada lateralisasi
iii. Swabach sama dengan pemeriksa sama dengan pemeriksa
iv. Kesimpulan kesan normal kesan normal
3. Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal

KANAN KIRI
Inspeksi, palpasi Hidung Bentuk normal, hiperemis Bentuk normal, hiperemis (-),
luar (-), nyeri tekan (-), nyeri tekan (-), deformitas (-)
deformitas (-)
Rhinoskopi anterior:

Cavum nasi Lapang, sekret (+) Lapang, sekret (+/-)


Concha Edema (+/-), hiperemis (-) Edema (-), hiperemis (-)
Hipertrofi(-),warna Hipertrofi(-), warna merah
merah muda muda
Septum Deviasi (-) luka (-) Deviasi (-), luka(-)
Rhinoskopi posterior:

Deviasi(-) Deviasi(-)

Inpeksi palapsi SPN Normal, hiperemis(-) Normal, hiperemis(-)

Palpasi
Nyeri tekan dahi (+/-) (-)
Nyeri tekan pipi (-) (-)

19
Transluminasi Menurun Normal (+)

4. Pemeriksaan Mulut dan Tenggorokan


a. Mulut : trismus(-), lidah warna merah muda, stomatitis(-),

tumor(-), laserasi(-)
b. Gigi geligi : karies gigi molar 2 atas kiri dan kanan , premolar 1, 2 atas

kiri dan kanan, incicivus 2 kanan atas


c. Gusi : dbn
d. Tenggorokan
a. Tonsil palatine : T1/T1 tenang, permukaan licin, edema (-), hiperemis(-)

kripta (-), detritus (-)


b. Dinding faring posterior: hiperemis (-), edema (-), granul(-), PND (+)
c. Uvula : deviasi (-)

Gambar.5. karies gigi

molar, premolar dan

incicivus
20
5. Laringoskopi Indirek: TDP
6. Pemeriksaan Leher
Kelenjar limfe : Tidak teraba
Kelenjar tiroid : Pembesaran (-)
Nodul/massa : (-)

D. RESUME

Pasien datang dengan keluhan hidung kanan bau busuk dialami sejak kurang

lebih 2 bulan yang lalu SMRS, hilang timbul, tidak dipengaruhi posisi maupun cuaca.

Pasien juga mengeluh hidung tersumbat , dan ada ingus kental kekuningan. Keluhan

menelan lendir sering dialami pasien. Pasien juga mengeluh nyeri belakang mata yang

muncul hilang timbul. Pasien juga mengeluh sakit gigi sejak 6 bulan yang lalu dan sudah

mendapat pengobatan antibiotik amoxicillin 3 x 1 tab namun tidak teratur, dan keluhan

tidak berkurang.

Pada pemeriksaan fisik didapati status generalis tampak sakit sedang,

pemeriksaan telinga dalam batas normal, pada pemeriksaan hidung didapatkan nyeri

tekan pada dahi kanan, mukosa hidung dalam batas normal, pada pemeriksaan mulut

ditemukan karies gigi molar atas kiri dan kanan , premolar atas 1, 2 kiri dan kanan,

incicivus 2 kanan atas, pemeriksaan tenggorokan ditemukan PND(+).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

21
Pemeriksaan penunjang yang telah disarankan pada pasien ini adalah foto Rontgen

Sinus Paranasal posisi Waters, namun karena terkendala waktu dan biaya pasien menolak

untuk melakukan pemeriksaan ini.

F. DIAGNOSIS KERJA

Suspect Rhinosinusitis maksilaris dextra kronis et causa Dentogen

G. DIAGNOSIS BANDING

a. Sinusitis et causa Jamur


Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinis paranasal, suatu keadaan yang tidak

jarang ditemukan. Presdiposisi penyakit ini berhubungan dengan meningkatnya pemakain

antibiotic, kortikosteroid, obat-obatan imunosupresan, radioterapi, penyakit diabetes

militus, penyakit AIDS, perawatan lama di rumah sakit. Jenis jamur yang paling sering

menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies Aspergillus dan Candida.


Manifestasi klinis sinusitis jamur hamper sama dengan sinusitis bacterial, tetapi secret

hidungnya kental dan ada bercak-bercak kehitaman, yang bila dilihat dengan mikroskop

merupakan koloni jamur.


b. Rhinitis kronik

Pada umumnya penyebab rinosinusitis adalah rinogenik, yang merupakan

perluasan infeksi dari hidung. Bila terdapat gangguan didaerah KOM seperti peradangan,

udema atau polip maka hal itu akan menyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi

sinusitis. Bila ada kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa atau

hipertrofi konka media, maka celah yang sempit itu akan bertambah sempit sehingga

memperberat gangguan yang ditimbulkannya Apabila terjadi udema, mukosa yang

berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat

22
dialirkan, maka akan terjadi gangguan drainase dan ventilasi sinus maksila dan frontal.

Karena gangguan ventilasi, maka akan terjadi penurunan pH dalam sinus, silia menjadi

kurang aktif dan lendir yang diproduksi menjadi lebih kental sehingga merupakan media

yang baik untuk tumbuh kuman pathogen.

H. PENATALAKSANAAN

Tindakan (-)

Medikamentosa sistemik:

Clindamisin 3 x 300 mg cap


Metilprednisolon 2 x 4 mg tab
Trimenza 2 x 1 tab

Topikal : (-)

Anjuran :

Konsul ke bagian Gigi dan mulut


Hindari dingin, dan debu
Minum obat teratur

23
BAB IV

DISKUSI

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu
oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis.
Pasien Ny WM, 64 tahun datang dengan keluhan hidung kanan bau busuk dialami sejak
kurang lebih 2 bulan yang lalu SMRS, hilang timbul, tidak dipengaruhi posisi maupun cuaca.
Pasien juga mengeluh hidung tersumbat , dan ada ingus kental kekuningan. Keluhan menelan
lendir sering dialami pasien. Pasien juga mengeluh nyeri belakang mata yang muncul hilang
timbul. Pasien juga mengeluh sakit gigi sejak 6 bulan yang lalu.
Pasien didiagnosis rhinosinusitis maksilailaris dextra kronis et causa dentogen
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis, ditemukan pasien memiliki 4
kriteria mayor (ingus atau sekret kekuningan pada hidung depan dan belakang, hidung tersumbat,
dan nyeri tekan pada wajah, dalam hal ini pipi), serta dua kriteria minor (nyeri kepala dalam hal
ini nyeri belakang mata dan riwayat sakit gigi) sehingga dicurigai sebagai rhinosinusitis
maksilaris.
Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan nyeri tekan pada pipi kanan, mukosa hidung
kesan normal, pada pemeriksaan mulut didapati karies gigi molar dua atas kiri kanan, premolar
atas kiri kanan, incicivus atas kanan. Pada pemeriksaan mulut juga ditemukan Post Nasal Drip.
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior tidak ditemukan conka edema ataupun hiperemis, namun
tidak bisa kita memisahkan diagnosa rhinosinusitis.
Pada pasien ini telah di sarankan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto polos
posisi Waters, namun karena terkendala waktu dan biaya pasien menolak untuk melakukan
pemeriksaan ini. Pada sinusitis akan tampak gambaran perselubungan pada sinus frontalis
maupun maxillaris, penebalan mukosa sinus yang menunjukan adanya gambaran peradangan
pada daerah sinus.
24
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi sinusitis antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung,
kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan Kompleks Osteo-
Meatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma
Kartegener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Pada pasien ini infeksi sinus
kemungkinan diakibatkan dari perluasan infeksi di daerah gigi dengan ditemukan karies gigi
molar 2 atas kiri dan kanan , premolar atas 1, 2 kiri dan kanan, incicivus 2 kanan atas. Hal ini
sangat berhubungan sebab, akar gigi molar atas berhubungan langsung dengan dasar dari sinus
maxillaris.
Untuk penatalaksanaannya diberikan antibiotik, berupa clindamicyn yang merupakan
golongan sendiri dan merupakan yang memiliki spektrum luas antibakteri . Clindamicyn aktif
terhadap bakteri gram positif dan negatif, termasuk bakteri anaerob, selain itu juga diberikan
trimenza yang mengandung pseudoefedrin dan clorpheniramine maleat yang memiliki efek
dekongestan, serta metylprednisolon yang merupakan obat anti inflamasi steroid.

25
Daftar Pustaka

1. Brook. Itzhak. Editor. Sinusitis: from microbiology to management. London: Taylor &

Francis, 2006

2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku ajar ilmu kesehatan

telinga hidung tenggorok kepala dan leher, edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2001.

3. Probst R, Grevest G, Iro Heinrich. Basic otolaringology: a step-by-step learning guide.

German: Thieme, 2005

4. Levine HL, Clemente MP. Sinus surgery: endoscopic and microscopic approaches. New

York: Thieme, 2006

5. Slavin RG, Spector SL, Bernstein IL. The diagnosis and management of sinusitis: a practice

parameter update. Dalam: J Allergy Clin Immunol, 2005

6. Rh D, Hwang PH. Acute frontal sinusitis. Dalam: Kountakis S, Senior B, Draf W. Editor.

The frontal sinus. Augusta: Springer, 2006

7. Adam GL, Boeis LR, Higler PH. Boeis :buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC;

1997

8. Rosenfels RM, Andes D, Bhattacharyya N, Cheung D, Eisenberg S, Ganiats TG. Clincal

pactice guideline: adult sinusitis. Americam Academy of Otolaryology, Head and Neck

Surgery, 2007

9. Leung RS, Katial R. The diagnosis and management of acute and chronic sinusits. Dalam:

Prim Care Clin Office Pract, Elsevier, 2008

26
10. Chow AW, Benninger MS, Brook I, Brozek JL, Goldstein EJC, Hicks LA, et al. IDSA

clinical practice guideline for acte bacterial rhinosinusitis in childre and adult. Oxford

University Press, 2012

11. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy & Phisiology 13th edition. Amerika: John

Wiley & Sons, Inc

27

Anda mungkin juga menyukai