Anda di halaman 1dari 10

Referat

N-Acetylcystein

Disusun Oleh:

Putri Aulia Syarif 1710070100076


Wangi Kamtala Syafti 1710070100079

Preseptor:

dr. Ade Ariadi, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ANESTESI RSUD M. NATSIR SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2022

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena kehendak-
Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Acetylcystein”.
Referat ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik
Ilmu Anestesi. Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis serta
waktu yang tersedia untuk menyusun referat ini sangat terbatas, penulis
sadar masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa, maupun
sistematika penulisannya. Untuk itu kritik dan saran pembaca yang
membangun sangat penulis harapkan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih


kepada dr. Ade Ariadi, Sp.An preseptor Kepaniteraan Klinik Ilmu
Anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah M. Natsir Solok, yang telah
memberikan masukan yang berguna dalam penyusunan referat ini.

Akhir kata penulis berharap kiranya referat ini dapat menjadi


masukan yang berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan
profesi lain terkait dengan masalah kesehatan pada umumnya, khususnya
mengenai Acetylcystein.

Solok, juni 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

BAB I.................................................................................................................4

PENDAHULUAN.............................................................................................4

1.1 Latar Belakang...........................................................................4

1.2 Tujuan Penulisan........................................................................5

1.2.1 Tujuan Umum........................................................................................5

1.2.2 Tujuan Khusus.......................................................................................5

1.3 Manfaat Penulisan......................................................................5

1.4 Metode Penulisan.......................................................................5

BAB II................................................................................................................6

TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................6

2.1 Defenisi Terapi Nutrisi...............................................................................6

2.1.1 Oral Feeding...........................................Error! Bookmark not defined.

2.1.2 Enteral Nutrition....................................Error! Bookmark not defined.

2.1.3 Parenteral nutrition................................Error! Bookmark not defined.

2.2 Kebutuhan kalori......................................Error! Bookmark not defined.

BAB III............................................................................................................12

PENUTUP.......................................................................................................12

3.1 Kesimpulan.................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................13

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

N-asetilsistein (NAC) adalah agen mukolitik dan prekursorL-sistein dan

glutathione tereduksi. NAC adalah sumber gugus sulfhidril dalam sel dan

pemulung radikal bebas saat berinteraksi dengan ROS seperti OH• dan H2HAI2.

N-turunan asetil dari asam amino alamiL-sistein, telah banyak diresepkan sebagai

agen mukolitik. Sejak tahun 1970-an telah digunakan untuk pengobatan

keracunan asetaminofen . Mekanisme molekuler yang mendasari kedua efek

terapeutik ini telah diketahui dengan baik. Secara khusus, aksi mukolitik

disebabkan oleh kemampuan NAC untuk memutuskan jembatan disulfida pada

glikoprotein berbobot molekul tinggi dari mukus, yang mengakibatkan penurunan

viskositas.1

NAC telah digunakan secara klinis selama lebih dari 30 tahun dan bekerja

secara primer sebagai mukolitik dan memiliki efektifitas tambahan sebagai

pengurangan GSH atau stress oksidatif seperti infeksi HIV, kanker dan penyakit

jantung. Aktivitasnya sebagai hepatoprotektor juga dikenal luas sebagai

manajemen terapi keracunan acetaminophen.2

NAC merupakan komponenthiol (sulfhydryl-containing) yang memiliki

formula C5H9NO3S dan memiliki berat molekul sebesar 163.2. Penyerapannya

dengan cepat dengan konsumsi peroral namun metabolism awal yang luas oleh

sel-sel usus halus dan hati menyebabkan hanya sedikit NAC yang intak yang

mampu mencapai plasma dan jaringan.3

4
1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior


dibagian ilmu Anestesi RSUD M. Natsir dan diharapkan agar dapat menambah
pengetahuan penulis serta bisa menjadi bahan referensi bagi para pembaca
khususnya kalangan medis mengenai N-asetilsistein.
1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui


mengenai defenisi, pembagian, gejala klinik dan tatalaksana N-asetilsistein
Manfaat Penulisan
1. Sebagai sumber media informasi mengenai N-asetilsistein.
2. Untuk memenuhi tugas referat kepanitraan klinik senior dibagian
ilmu anestesi RSUD M. Natsir.
1.3 Metode Penulisan

Referat ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk


pada berbagai literature.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi N-asetilsistein3


NAC merupakan merupakan varian dari asam amino L-cysteine yang

merupakan sumberdarigolongan sulfhydryl (SH) dan diubah dalam tubuh menjadi

metabolit yang mampu menstimulasi sintesis gluthatione (GSH), menginduksi

detoksifikasi dan bertindak secara langsung sebagai pemakan radikal bebas.

2.2 Preformulasi3

Nama Zat Aktif Acetylcystein


Struktur : C5H9NO3S

Pemerian : Serbuk hablur, putih, berbau asetat

Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter

dandalam kloroform

Titik Leleh : 109o-110oc

pH : antara 2,0 dan 2,8

Sediaan yang ada di pasaran : Acetadote, Fluimucil, Mucomyst

Dosis yang Ditentukan : 200 mg

Penggunaan Terapi : Acetylcysteine digunakan terutama sebagai mukolitik dan

dalam pengelolaan overdosis parasetamol (acetaminophen).

2.3 Aspek Farmakologi4

Acetylcysteine adalah mukolitik yang mengurangi viskositas sekresi dengan

pemisahan disulfida obligasi di mucoproteins. Tindakan ini efektif pada pH 7

sampai 9. PH telah disesuaikan dalam persiapan komersial dengan natrium

hidroksida. Acetylcysteine juga mampu mempromosikan detoksifikasi dari

parasetamol metabolit menengah, dan memiliki peran penting dalam pengelolaan


6
overdosis parasetamol. Acetylcysteine digunakan untuk aktivitas mucolitik dalam

gangguan pernapasan yang terkait dengan batuk produktif.

 Farmakodinamik

Acetylcysteine telah terbukti mengurangi tingkat kerusakan hati berikut

overdosis acetaminophen. Hal ini paling efektif jika diberikan lebih awal,dengan

manfaat yang terlihat terutama pada pasien yang diobati dalam waktu 8-10 jam

dari overdosis. Acetylcysteine melindungi hati dengan mempertahankan atau

memulihkan tingkat glutathione, atau dengan bertindak sebagai substrat

alternative untuk konjugasi dan detoksifikasi, metabolit reaktif. Adsorbsi :

Bioavailabilitas adalah 6-10% setelah pemberian oral kurang dari 3% setelah

pemberian topikal.

Metabolisme : Hepatik, Deasetilasi oleh hati untuk sistein dan kemudian

dimetabolisme.

Waktu Paruh : 5-6 jam (dewasa), 11 jam (neonatus)

OTT : Acetylcysteine tidak kompatibel dengan beberapa logam, termasuk besi

dan tembaga, dengan karet, dan dengan oksigen dan mengoksidasi zat. Beberapa

antimikroba termasuk amfoterisin B, ampisilin natrium, eritromisin lactobionate,

dan beberapa tetrasiklin baik secara fisik tidak sesuai dengan, atau mungkin tidak

aktif pada campuran dengan, asetilsistein.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Ozyilmaz E, Ugurlu AO, Nava S. Timing of noninvasive ventilation failure:

causes, risk factors, and potential remedies. BMC Pulm Med. 2014;14:19.

2. Nishimura M. High-flow nasal cannula oxygen therapy in adults. J Intensive

Care.2016;3:15.

3. L’Her E, Deye N, Lellouche F, Taille S, Demoule A, Fraticelli A, et al.

Physiologic effects of noninvasive ventilation during acute lung injury. Am J

Resp Crit Care Med. 2005;179(2):1112–8.

4. Frizzola M, Miller TL, Rodriguez ME. High-Irvan Setiawan, Eddy Harijanto,

Annemarie Chrysantia Melati Anestesia dan Critical Care Vol.37,

No.3,Oktober 2019 flow nasal cannula: Impact on oxygenation and

ventilation in an acute lung injury model.Pediatric Pulmonal. 2011;46:67–74.

5. Rello J, Pérez M, Roca O. High-flow nasal therapy in adults with severe acute

respiratory infection. J Crit Care. 2012;27:434–9.

6. Frat JP, Thille AW, Mercat A. High-flow oxygen through nasal cannula in

acute

hypoxemic respiratory failure. N Engl J Med. 2015;372:2185–96

7. Belley-Côté EP, Duceppe E, Whitlock RP. High-flow nasal cannula oxygen in

respiratory failure. N Engl J Med. 2015;373:1373.

8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Terapi Oksigen KHAT Pada

Gagal Nafas Akut Pasien Dewasa. 2021

9. Suffredini, D. A., & Allison, M. G. (2021). A Rationale for Use of High Flow

Nasal Cannula for Select Patients With Suspected or Confirmed Severe Acute

9
Respiratory Syndrome Coronavirus-2 Infection. Journal of Intensive Care

Medicine, 36(1), 9-17.

10. Parke RL,Mc Guinness SP.Pressures delivered by nasal high flow oxygen

during all phases of the respiratory cycle. Respir Care. 2013;58(10):1621-

1624.

11.Karamouzos, V., Fligou, F., Gogos, C., & Velissaris, D. (2020). High flow

nasal cannula oxygen therapy in adults with COVID-19 respiratory failure. A

case report. Monaldi Archives for Chest Disease; 90, 337-340,

doi:10.4081/monaldi.2020.1323.

12. Oczkowski S, Levy MM, Derde L, et al.: Surviving Sepsis Campaign :

Guidelines on the Management of Critically Ill Adults with Coronavirus

Disease 2019 (COVID-19) Authors Intensive Care Medicine ( ICM ) and

Critical Care Medicine ( CCM ). 2020; 2019

13. Aishaqaq HM, Al Aseri ZA, Alshahrani MS. High‐flow nasal cannula for

patients with COVID-19 acute hypoxemic respiratory failure. Saudi Crit Care

J 2020;4:6‐9.

10

Anda mungkin juga menyukai