Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KASUS HENTI JANTUNG

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat


Dosen Pembimbing : Parta Suhanda, S.Kp, M. Biomed

Disusun Oleh :
KELOMPOK 3
Mariah Oktafiani P27901117065 Shinta Rizki W P27901117077
Melsa Shafira P27901117066 Nurulita Prihasti P27901117071
Miftahul Jannah P27901117067 Ratna Nursyifa L P27901117072
Mulkan Habil P27901117068 Regiyani Septi D S P27901117073
Neis Anisa P27901117069 Renny Arisma P P27901117074

TINGKAT 3B/ DIII KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANTEN

JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah Keperawatan Gawat Darurat dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT KASUS HENTI JANTUNG” dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam menuntut ilmu. Kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1.        Parta Suhanda, S.Kp, M. Biomed selaku dosen pembimbing
2.        Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga ke depannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................
i
DAFTAR ISI .....................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................
1............................................................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................................
2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................
2

BAB II LANDASAN TEORI


A. Definisi.................................................................................................................
3
B. Etiologi.................................................................................................................
4
C. Insidensi...............................................................................................................
4
D. Patofisiologi.........................................................................................................
5
E. Tanda dan Gejala..................................................................................................
6
F. Test Diagnostik....................................................................................................
6
G. Komplikasi...........................................................................................................
9
H. Prognosis..............................................................................................................
9
I. Terapi...................................................................................................................
9
J. Asuhan Keperawatan...........................................................................................
13

BAB III TINJAUAN KASUS...........................................................................................


22
BAB IV PENUTUP............................................................................................................
31
A. Kesimpulan.........................................................................................................
31

ii
B. Saran.....................................................................................................................
31

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................


iii

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Henti jantung berdasarkan The Pediatric Utstein Guidline adalah terhentinya aktivitas
mekanik jantung yang ditentukan oleh tidak adanya respon dari perabaan pada denyut nadi
sentral, dan henti nafas. Pada anak, henti jantung biasanya lebih banyak disebabkan oleh
asfiksia sebagai akibat sekunder dari henti nafas. Hal ini berbeda dengan kejadian henti
jantung pada dewasa yang sebagian besar disebabkan oleh masalah primer pada jantung.

Penyebab henti jantung yang paling umum adalah gangguan listrik di dalam jantung. Jantung
memiliki sistem konduksi listrik yang mengontrol irama jantung tetap normal. Masalah
dengan sistem konduksi dapat menyebabkan irama jantung yang abnormal, disebut aritmia.
Terdapat banyak tipe dari aritmia, jantung dapat berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau
bahkan dapat berhenti berdetak. Ketika aritmia terjadi, jantung memompa sedikit atau
bahkan tidak ada darah ke dalam sirkulasi.

Data yang didapatkan menyebutkan bahwa, lebih kurang 2 – 4 % pasien yang dirawat di
Pediatric Intensive Care Unit (PICU) mengalami henti jantung. Angka kejadian henti
jantung dan nafas pada anak di Amerika Serikat sekitar 16.000 setiap tahunnya, hanya 30 %
yang menerima resusitasi jantung paru dan sebagian besarnya terjadi pada anak dengan usia
kurang dari 1 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Hans Steiner dan Gerald Neligan (1975) mendapatkan hasil
bahwa lamanya henti jantung berhubungan dengan insiden kerusakan otak, semakin lama
bayi mengalami henti jantung, semakin berat kerusakan otak yang akan dialaminya. Hal
tersebut dikarenakan henti jantung yang lama akan menyebabkan tidak adekuatnya Cerbral
Perfusion Pressure (CPP) yang selanjutnya akan berdampak pada kejadian iskemik yang
menetap dan infark kecil di suatu bagian otak.

1
Pemberian penanganan segera pada henti nafas dan jantung berupa Cardio Pulmonary
Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung pada kelangsungan hidup dan komplikasi
yang ditimbulkan setelah terjadinya henti jantung pada bayi dan anak. Resusitasi jantung
paru segera yang dilakukan dengan efektif berhubungan dengan kembalinya sirkulasi
spontan dan kesempurnaan pemulihan neurologis. Hal ini disebabkan karena ketika jantung
berhenti, oksigenasi juga akan berhenti sehingga akan menyebabkan kematian sel otak yang
tidak akan dapat diperbaiki walaupun hanya terjadi dalam hitungan detik sampai beberapa
menit.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi Henti Jantung?


2. Bagaimana epidemiologi dan etiologi Henti Jantung?
3. Apa saja tanda dan gejala Henti Jantung?
4. Bagaimana prognosis Henti Jantung?
5. Bagaimana pengobatan, pencegahan, dan pemeriksaan penunjang Henti Jantung?
6. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan Henti Jantung?

C. Tujuan Penulisan

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian henti jantung.


2. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi dan etiologi henti jantung.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala serta patofisiologi henti jantung.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis henti jantung.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan, pencegahan, dan pemeriksaan
penunjang henti jantung.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan henti
jantung.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Henti jantung (Cardiac Arrest) adalah penghentian tiba-tiba fungsi pemompaan jantung dan
hilangnya tekanan darah arteri. Saat terjadinya serangan jantung, penghantaran oksigen dan
pengeluaran karbon dioksida terhenti, metabolisme sel jaringan menjadi anaerobik, sehingga
asidosis metabolik dan respiratorik terjadi. Pada keadaan tersebut, inisiasi langsung dari
resusitasi jantung paru diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan jantung, paru-paru,
ginjal, kerusakan otak dan kematian.
Henti jantung terjadi ketika jantung mendadak berhenti berdenyut, mengakibatkan
penurunan sirkulasi efektif. Semua kerja jantung dapat terhenti, atau dapat terjadi kedutan
otot jantung yang tidak sinkron (fibrilasi ventrikel). (Hackley, Baughman, 2009.
Keperawatan Medikal- Bedah. Jakarta : EGC)
Henti jantung" adalah istilah yang digunakan untuk kegagalan jantung dalam mencapai
curah jantung yang adekuat akibat terjadinya asistole atau disritmia (biasanya fibrilasi
ventrikel). (Blogg Boulton, 2014. Anestesiologi. Jakarta : EGC)
Henti jantung adalah penghentian tiba-tiba aktivitas pompa jantung efektif, mengakibatkan
penghentian sirkulasi (Muttaqin, 2009).
Henti jantung adalah keadaan klinis di mana curah jantung secara efektif adalah nol.
Meskipun biasanya berhubungan dengan fibrilasi ventrikel, asistole atau disosiasi
elektromagnetik (DEM), dapat juga disebabkan oleh disritmia yang lain yang kadang-kadang
menghasilkan curah jantung yang sama sekali tidak efektif. (Eliastam Breler, 2000. Penuntun
Kedaruratan Medis. Jakarta : EGC.
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa
terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak.
Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala
dan tanda tampak (American Heart Association,2010).
Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi
normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.

3
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti jantung
atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan
organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.

B. Etiologi
Penyebab terjadinya henti nafas dan henti jantung tidak sama pada setiap usia. Penyebab
terbanyak pada bayi baru lahir adalah karena gagal nafas, sedangkan pada usia bayi yang
menjadi penyebabnya bisa berupa:
1. Sindrom bayi mati mendadak atau SIDS (Sudden Infant Death Syndrome )
2. Penyakit pernafasan
3. Sumbatan pada saluran pernafasan, termasuk aspirasi benda asing
4. Tenggelam
5. Sepsis
6. Penyakit neurologis

Penyebab terbanyak henti nafas dan henti jantung pada anak yang berumur diatas 1 tahun
adalah cedera yang meliputi kecelakaan lalu lintas, terbakar, cedera senjata api, dan
tenggelam.

Seseorang dikatakan mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan
kondisi:

1. Ada jejas di jantung akibat dari serangan jantung terdahulu.


2. Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy).
3. Riwayat penggunaan obat-obatan jantung
4. Abnormalitas kelistrikan jantung (sindroma gelombang QT yang memanjang)
5. Aterosklerosis

C. Insidensi

Angka kejadian henti jantung dan nafas pada anak-anak di Amerika Serikat sekitar 16.000
setiap tahunnya. Kejadian lebih didominasi oleh anak berusia lebih kecil, yaitu pada anak

4
usia dibawah 1 tahun dan lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu 62%. Angka
kejadian henti nafas dan jantung yang terjadi di rumah sakit berkisar antara 7,5 – 11,2% dari
100.000 orang setiap tahun. Sebuah penelitian di Amerika Utara menunjukkan bahwa,
kejadian henti nafas dan henti jantung lebih banyak terjadi pada bayi dibandingkan dengan
anak dan dewasa yaitu dengan perbandingan 72,7 : 3,7 : 6,3 dari 100.000 orang setiap
tahunnya.

Sementara itu, angka kejadian henti nafas dan henti jantung yang terjadi di rumah sakit
berkisar antara 2 – 6% dari pasien yang dirawat di ICU (Intensive Unit Care). Sekitar 71-
88% terjadi pada pasien dengan penyakit kronis, yang terbanyak adalah penyakit saluran
nafas, jantung, saluran pencernaan, saraf, dan kanker. Penyebabnya hampir sama dengan
henti nafas dan henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit di mana yang terbanyak adalah
asfiksia dan syok.

D. Patofisiologi

Henti jantung timbul akibat terhentinya semua sinyal kendali listrik di jantung, yaitu tidak
ada lagi irama yang spontan. Henti jantung timbul selama pasien mengalami hipoksia berat
akibat respirasi yang tidak adequat. Hipoksia akan menyebabkan serabut-serabut otot dan
serabut-serabut saraf tidak mampu untuk mempertahankan konsentrasi elektrolit yang
normal di sekitar membran, sehingga dapat mempengaruhi eksatibilitas membran dan
menyebabkan hilangnya irama normal.

Apapun penyebabnya, saat henti jantung anak telah mengalami insufisiensi pernafasan akan
menyebabkan hipoksia dan asidosis respiratorik. Kombinasi hipoksia dan asidosis
respiratorik menyebabkan kerusakan dan kematian sel, terutama pada organ yang lebih
sensitif seperti otak, hati, dan ginjal, yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan otot
jantung yang cukup berat sehingga dapat terjadi henti jantung.

Penyebab henti jantung yang lain adalah akibat dari kegagalan sirkulasi (syok) karena
kehilangan cairan atau darah, atau pada gangguan distribusi cairan dalam sistem sirkulasi.
Kehilangan cairan tubuh atau darah bisa akibat dari gastroenteritis, luka bakar, atau trauma,
sementara pada gangguan distribusi cairan mungkin disebabkan oleh sepsis atau anafilaksis.
Organ-organ kekurangan nutrisi esensial dan oksigen sebagai akibat dari perkembangan syok

5
menjadi henti jantung melalui kegagalan sirkulasi dan pernafasan yang menyebabkan
hipoksia dan asidosis. Sebenarnya kedua hal ini dapat terjadi bersamaan.

Pada henti jantung, oksigenasi jaringan akan terhenti termasuk oksigenasi ke otak. Hal
tersebut, akan menyebabkan terjadi kerusakan otak yang tidak bisa diperbaiki meskipun
hanya terjadi dalam hitungan detik sampai menit. Kematian dapat terjadi dalam waktu 8
sampai 10 menit. Oleh karena itu, tindakan resusitasi harus segera mungkin dilakukan.

E. Tanda dan Gejala


1. Tidak sadar(pada beberapa kasus terjadi kolaps tiba-tiba)
2. Pernapasan tidak tampak atau pasien bernapas dengan terengah-engah secara
intermiten)
3. Sianosis dari mukosa buccal dan liang telinga
4. Pucat secara umum dan sianosis
5. Jika pernapasan buatan tidak segera di mulai,miokardium(otot jantung)akan
kekurangan oksigen yang di ikuti dengan henti napas.
6. Hipoksia
7. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau
brakialis pada bayi)

F. Test Diagnostik
1. Elektrokardiogram

Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika dipasang EKG,
sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang di bagian tubuh lainnya misalnya tangan dan
kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat
menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan
impuls listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. ECG
dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan, yang
meningkatkan risiko kematian mendadak.

2. Tes darah
a. Pemeriksaan Enzim Jantung

6
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung terkena serangan
jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac arrest. Pengujian sampel
darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan
jantung.

b. Elektrolit Jantung

Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang ada pada jantung,
di antaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan
cairan tubuh yang membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak seimbangan pada
elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.

c. Test Obat

Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk menginduksi aritmia,
termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut merupakan obat-obatan terlarang.

d. Test Hormon

Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu cardiac
arrest.

3. Imaging tes
a. Pemeriksaan Foto Thorax

Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah. Hal ini juga
dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.

b. Pemeriksaan nuklir

Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu mengidentifikasi masalah aliran
darah ke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke
dalam aliran darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir
melalui jantung dan paru-paru.

c. Ekokardiogram

7
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran jantung.
Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah jantung telah rusak oleh
cardiac arrest dan tidak memompa secara normal atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi),
atau apakah ada kelainan katup.

4. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping


Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah sembuh dan jika
penjelasan yang mendasari serangan jantung belum ditemukan. Dengan jenis tes ini,
mungkin mencoba untuk menyebabkan aritmia,Tes ini dapat membantu menemukan tempat
aritmia dimulai. Selama tes, kemudian kateter dihubungkan dengan electrode yang menjulur
melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di area jantung. Setelah di tempat, elektroda
dapat memetakan penyebaran impuls listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung
dapat menggunakan elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan
penyebab yang mungkin memicu atau menghentikan aritmia. Hal ini memungkinkan untuk
mengamati lokasi aritmia.
5. Ejection fraction testing

Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest adalah seberapa
baik jantung mampu memompa darah.Ini dapat menentukan kapasitas pompa jantung
dengan mengukur apa yang dinamakan fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah
yang dipompa keluar dari ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal adalah
55 sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden
cardiac arrest.Ini dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti dengan
ekokardiogram, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda, pengobatan nuklir
scan dari jantung Anda atau computerized tomography (CT) scan jantung.

6. Coronary catheterization (angiogram)

Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner terjadi penyempitan atau penyumbatan.
Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh darah yang tersumbat merupakan prediktor
penting sudden cardiac arrest. Selama prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri
hati Anda melalui tabung panjang dan tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui
kaki, untuk arteri di dalam jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat

8
pada X-ray dan rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara
kateter diposisikan,mungkin mengobati penyumbatan dengan melakukan angioplasti dan
memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.

G. Komplikasi
Komplikasi Cardiac Arrest adalah:
1. Hipoksia jaringan ferifer
2. Hipoksia Cerebral
3. Kematian

H. Prognosis
Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka waktu 8
sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti. Kondisi tersebut dapat
dicegah dengan pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera (sebelum
melebihi batas maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk secepat
mungkin mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi jantung paru dan defibrilasi
yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami henti jantung, akan
memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 %. Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator yang mudah diakses di
tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti meningkatkan kemampuan
untuk bisa memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan meningkatkan
kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64%.

I. Terapi
Henti jantung dapat terjadi setiap saat di dalam atau di luar rumah sakit,sehingga pengobatan
dan tindakan yang cepat serta tepat akan menentukan prognosis;30-45 detik. Sesudah henti
jantung terjadi akan terlihat dilatasi pupil dan pada saat ini harus di ambil tindakan berupa:
1. Sirkulasi artifisial yang menjamin peredaran darah yang mengandung oksigen dngan
melakukan :
a. Masase jantung.
Anak ditidurkan pada tempat tidur yang datar dan keras,kemudian dengan telapak tangan di
tekan secara kuat dan keras sehingga jantung yang terdapat di antara sternum dan tulang

9
belakang tertekan dan darah mengalir ke arteria pumonalis da aorta. Masase jantungyang
baik terlihat hasilnya dari terabanya kembali nadi arteri-atreri besar sedangkan pulihnya
sirkulasi ke otak dapat terlihat pada pupil yang menjadi normal kembali.
b. Pernapasan buatan.
Mula-mula bersihkan saluran pernapasan,kemudian ventilasi di perbaiki dengan pernapan
mulut ke melut/inflating bags atau secara endotrakheal. Ventilasi yang baik dapat di ketahui
bila kemudian tampak ekspansi dinding thoraks pada setiap kali inflasi di lakukan dan
kemudian juga warna kulit akan menjadi normal kembali.
2. Memperbaiki irama jantung
a. Defibrilasi,yaitu bila kelainan dasar henti jantung ialah fibrilasi ventrikel
b. Obat-obatan:infus norepinefrin 4 mg/1000ml larutan atau vasopresor dan epinefrin
3 ml 1:1000 atau kalsium klorida secara intra kardial (pada bayi di sela iga IV kiri
dan pada anak dibagian yang lebih bawah) untuk meninggikan tonus
jantung,sedangkan asidosis metabolik diatasi dngn pemberian sodium
bikarbonat.bila di takutkan fibrilasi ventrikel kambuh,makapemberian lignokain
1% dan kalium klorida dapat menekan miokard yang mudah terangsang.Bila nadi
menjadi lambat dan abnormal,maka perlu di berikan isoproterenol.
3. Perawatan dan pengobatan komplikasi
a. Perawatan:Pengawasan tekanan darah,nadi,jantung ;menghindari terjadinya
aspirasi (dipasang pipa lambung);mengetahui adanya anuri yang dini (di pasang
kateter kandung kemih).
b. Pengobatan komplikasi yang terjadi seperti gagal ginjal (yang di sebabkan
nekrosis kortikal akut) dan anuri dapat di atasi dengan pemberian ion exchange
resins, dialisis peritoneal serta pemberian cairan yang di batasi.kerusakan otak di
atasi dngan pemberian obat hiportemik dan obat untuk mengurangi edema otak
serta pemberian oksigen yang adekuat.

Langkah – langkah Resusitasi Jantung Paru menurut AHA :

1. Periksa Kesadaran

10
Panggil korban dengan suara keras dan jelas atau panggil nama korban, lihat apakah korban
bergerak atau memberikan respon.Jika tidak bergerak berikan stimulasi dengan
menggerakkan bahu korban. Pada korban yang sadar, dia akan menjawab dan bergerak.
Setelah tindakan identifikasi kesadaran, lakukan pemeriksaan untuk mencari kemungkinan
adanya cedera dan pengobatan yang diperlukan, namun jika tidak ada respon, artinya korban
tidak sadar, maka segera panggil bantuan.
2. Posisi Korban
Pada penderita yang tidak sadar, tempatkan korban pada tempat yang datar dankeras dengan
posisi terlentang pada tanah, lantai atau meja yang keras. Jika harus membalikkan posisi,
maka lakukan seminial mungkin gerakan pada leher dan kepala (posisi stabil miring).
3. Periksa nadi
Selanjutnya periksa nadi, pada bayi pemeriksaan dilakukan pada arteri brakialis sedangkan
pada anak dapat dilakukan pada arteri karotis ataupun femoralis. Pemeriksaan nadi ini
dilakukan dalam waktu ≤10 detik. Jika nadi >60 kali/menit namun tidak ada nafas spontan
atau nafas tidak efektif, maka lakukan pemberian nafas sebanyak 12-20 kali nafas/menit,
sekali nafas buatan 3-5 detik hingga korban bernafas dengan spontan, nafas yang efektif
akan tampak dada korban akan mengembang.
4. Evaluasi jalan nafas

Pada penderita yang tidak sadar sering terjadi obstruksi akibat lidah jatuh ke belakang. Oleh
karena itu penolong harus segera membebaskan jalan nafas dengan beberapa teknik berikut:

a. Bila korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka jalan nafas dengan
teknik Head Tilt-chin lift Maneuver akan tetapi jangan menekan jaringan lunak dibawah
dagu karena akan menyebabkan sumbatan.
Caranya adalah satu tangan diletakkan pada bagian dahi untuk menengadahkan kepala, dan
secara simultan jari-jari tangan lainnya diletakkan pada tulang dagu sehingga jalan nafas
terbuka.
b. Korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik jaw thrust maneuver
untuk membuka jalan nafas, yaitu dengan cara meletakkan 2 atau 3 jari di bawah angulus
mandibular kemudian angkat dan arahkan keluar, jika terdapat dua penolong maka yang satu
harus melakukan imobilisasi tulang servikal.

11
5. Mengeluarkan benda asing
Obstruksi karena aspirasi benda asing dapat menyebabkan sumbatan ringan atau berat, jika
sumbatannya ringan maka korban masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika
sumbatannya sangat berat maka korban tidak dapat bersuara ataupun batuk. Jika terdapat
sumbatan karena benda asing maka pada bayi. Jika terdapat sumbatan karena benda asing
maka pada bayi <1 tahun dapat dilakukan teknik 5 kali back blows di interskapula, namun
jika tidak berhasil dengan teknik tersebut dapat dilakukan teknik 5 kali chest thrust di
sternum, 1 jari di bawah garis imajiner intermamae.
Pada anak > 1 tahun yang masih sadar dapat dilakukan teknik Heimlich maneuver yaitu
korban di depan penolong kemudian lakukan hentakan sebanyak 5 kali dengan
menggunakan 2 kepalan tangan di antara prosesus xifoideus dan umbilicus hingga benda
yang menyumbat dapat dikeluarkan.
6. Periksa nafas
Jika obstruksi telah dikeluarkan maka periksa apakah korban bernafas atau tidak, lakukan
dalam waktu <10 detik, dengan cara lihat gerakan dinding dada dan perut (look), dengarkan
suara nafas pada hidung dan mulut korban (listen), rasakan hembusan udara pada pipi (feel).
Korban yang mengalami gasping (megang-megang/nafas yang agonal atau nafas tidak
efektif), maka korban tersebut dinyatakan tidak bernafas.
7. Berikan bantuan nafas
Lakukan 5 kali bantuan nafas untuk mendapatkan 2 kali nafas efektif. Hal itu dapat dilihat
dengan adanya pengembangan dinding dada. Bila dada tidak mengembang reposisikan
kepala korban agar jalan nafas dalam keadaan terbuka. Teknik bantuan nafas pada bayi dan
anak berbeda, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan bag valve mask ventilation atau
tanpa alat, yaitu pada bayi dilakukan teknik mouth to mouth and nose, sedangkan pada anak
menggunakan teknik mouth to mouth.
8. Kompresi Jantung luar
Jika nadi < 60 kali/menit dan tidak ada nafas atau nafas tidak adekuat maka lakukan
kompresi jantung luar. Pada bayi dan anak terdapat perbedaan teknik yaitu pada bayi dapat
dilakukan teknik kompresi di sternum dengan dua jari (two finger chest compression
technique ). Selain itu, dapat juga dilakukan dengan menggunakan kedua tangan pada posisi

12
satu jari di bawah garis imajiner intermamae (two thumb-encircling hands) jika didapatkan
dua penolong.

J. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Hal yang perlu dikaji pada identitas klien yaitu nama, umur, suku/bangsa,
agama,pendidikan,alamat, lingkungan tempat tinggal.

b. Keluhan utama

c. Riwayat Penyakit

1) Riwayat penyakit sekarang

a) Alasan masuk rumah sakit

b) Waktu kejadian hingga masuk rumah sakit

c) Mekanisme atau biomekanik

d) Lingkungan keluarga, kerja, masyarakat sekitar

2) Riwayat penyakit dahulu

a) Perawatan yang pernah dialami

b) Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK

3) Riwayat penyakit keluarga

Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga dari anak yang mengalami penyakit jantung.

13
d. Pengkajian Primer

1) Circulation/Sirkulasi

a) Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada (bayi),kualitas dan karakternya

b) Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis

Tindakan yang harus di lakukan perawat :

a) Lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi.

Langkah-langkah di lakukannya RJP pada bayi dan anak

a) Perhatikan bayi untuk menentukan apakah bayi masih bernapas

b) Perhatikan apakah dada bayi bergerak

c) Tempatkan telinga di dekat hidung dan mulut bayi dan dengarkan aliran udara

d) Jentikan kaki bayi apabila ada perubahan warna kulit atau bila bayi tidak bernapas jangan
menguncang-guncangkan bayi.

e) Mulailah RPJ jika bayi tetap tidak bernapas setelah kakinya tidak di jentikan.

f) Tempatkan bayi di atas permukaan yang keras

g) Posisikan kepala dengan tepat dan bebaskan jalan napas dengan menepatkan tangan anda
pada dahi dan ari-jari tangan anda dari tangan yang lain di bawah tulang rahang.berhati-
hatilah mendorong jaringan lunak di bawah dagu angkat dan sedikit tengadahkan kepala
kearah belakang dan hidung mengarah keatas.

h) Tarik garis yang menghubungkan antara kedua puting susu bayi

i) Dengan telunjuk dan jari tengah anda,tekan lurus ke bawah pada tulang dada 1,25 cm
sampai 2,5 cm.ulangi hal ini sebanyak 30 kali dan 2 kali napas buatan.

2) Airway/Jalan Napas

Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look,listen,feel.

14
a) Look : lihat status mental,pergerakan/pengembangan dada, terdapa sumbatan jalan
napas/tidak,sianosis,ada tidaknya retraksi pada dinding dada,ada/tidaknya penggunaan otot-
otot tambahan.

b) Listen : mendengar aliran udara pernapasan,suara pernapasan,ada bunyi napas


tambahan seperti snoring,gurgling,atau stidor.

c) Feel : merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,adanya


pergeseran/deviasi trakhea,ada hematoma pada leher,teraba nadi karotis atau tidak.

Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :

a) Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan menyentuh, menggoyang


dan di beri rangsangan atau respon nyeri.

b) Periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.

c) Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami kesulitan bernapas.

d) Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang lidah dan rahang
bawah dan tengadah dengan perlahan.

e) Identifikasi dan keluarkan benda asing (darah, muntahan, sekret, ataupun benda asing)
yang menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial maupun total dengan cara
memiringkan kepala pasien ke satu sisi (bukan pada trauma kepala).

f) Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan kepatenan jalan


napas.

g) Pertahankan dan lindungi tulang servikal.

3) Breathing/Pernapasan

Pemeriksaan/pengkajian menggunakan metode look listen,feel

15
a) Look : nadi karotis ada/tidak, frekuensi pernapasan tidak ada dan tidak terlihat adanya
pergerakan dinding dada, kesadaran menurun, sianosis, identifikasi pola pernapasan
abnormal, periksa penggunaan otot bantu dll.

b) Listen : mendengar hembusan napas

c) Feel : tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.

Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :

a) Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.

b) Berikan therapy O2 (oksigen).

c) Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask (BMV)/endo tracheal
tube (ETT) jika perlu.

d) Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.

e) Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema pulmonal,dll.

4). Disability

Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :

a) Alert (A) : pasien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya/tidak sadar terhadap
kejadian yang menimpa.

b) Respon verbal (V) : klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.

c) Respon nyeri (P) : klien tidak berespon terhadap respon nyeri.

d) Tidak berespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.

“cara pengkajian”

a) Anamnese (tanya) : nama dan kejadian

16
b) Cubit daerah pundak/tepuk wajah

c) Dengan GCS (E1 M1 V1 ),pupil,kemampuan motorik

2. Diagnosa Keperawatan

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengankemampuan pompa jantung menurun

b. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan perubahan preload, afterload, dan


kontraktilitas

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai Oksigen tidak adekuat

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai


dan kebutuhan oksigen.

3. Perencanaan (Kriteria Hasil, intervensi, rasional)

Diagnosa Perencanaan
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Penurunan Setelah dilakukan 1. Lakukan pijat 1. Untuk
curah jantung perawatan 3x24 jam jantung mengaktifkan kerja
b/d perubahan klien dapat: 2. Berikan oksigen pompa jantung
preload, Menunjukan curah tambahan dengan 2. Meningkatkan
afterload, dan jantung yang kanula sediaan oksigen untuk
kontraktilitas. memuaskan di nasal/masker dan kebutuhan miokard
buktikan dengan obat sesuai untuk melawan efek
keefektifan pimpa indikasi hipoksia/iskemia.
jantung,status (kolaborasi) Banyak obat dapat
sirkulasi,perfusi 3. Palpasi nadi digunakan untuk
jaringan (organ perifer meningkatkan volume
abdomen),dan 4. Pantau Tekanan sekuncup,
perfusi jaringan Darah memperbaiki
(perifer) 5. Kaji kulit kontraktilitas.
Dengan Indikator: terhadap pucat dan 3. Penurunan curah
1. Tekanan darah sianosis jantung dapat

17
sistilik,diastolik menunjukkan
dalam batas normal menurunnya nadi
2. Denyut jantung radial, dorsalis pedis
dalam batas normal dan postibial. Nadi
3. Tekanan vena mungkin hilang atau
sentral dan tekanan tidak teratur untuk
dala paru dbn dipalpasi.
4. Hipotensi 4. Pada pasien Cardiac
ortostatis tidak ada Arrest tekanan darah
5. Gas darah dbn menjadi rendah atau
6. Bunyi napas mungkin tidak ada.
tambahan tidak ada 5. Pucat menunjukkan
7. Distensi vena menurunnya perfusi
leher tidak ada sekunder terhadap
8. Edema perifer tidak adekuatnya
tidak ada curah jantung.

18
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Berikan 1. Obat diberikan
perfusi perawatan 3x24 jam vasodilator untuk meningkatkan
serebral b/d klien dapat : misalnya sirkulasi miokardia.
penurunan Sirkulasi darah nitrogliserin, 2. Mempercepat
suplai O2 ke kembali normal nifedipin sesuai pengosongan vena
otak sehingga transport indikasi superficial, mencegah
O2 kembali lancar 2. Posisikan kaki distensi berlebihan
Dengan Indikator: lebih tinggi dari dan meningkatkan
1. Pasien akan jantung aliran balik vena
memperlihatkan 3. Pantau adanya 3. Sirkulasi yang
tanda-tanda vital pucat, sianosis dan terhenti menyebabkan
dalam batas normal kulit dingin atau transport O2 ke
2. Warna dan suhu lembab seluruh tubuh juga
kulit normal 4. Pantau pengisian terhenti sehingga akral
3. CRT < 2 detik. kapiler (CRT) sebagai bagian yang
paling jauh dengan
jantung menjadi pucat
dan dingin.
4. Suplai darah
kembali normal jika
CRT < 2 detik dan
menandakan suplai O2
kembali normal

19
3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Berikan O2 1. Meningkatkan
pertukaran gas perawatan 3x24 jam sesuai indikasi konsentrasi oksigen
b/d suplai O2 klien dapat: 2. Pantau AGD alveolar dan dapat
tidak adekuat Sirkulasi darah Pasien memperbaiki
kembali normal 3. Pantau hipoksemia jaringan
sehingga pertukaran pernapasan klien 2. Nilai AGD yang
gas dapat normal menandakan
berlangsung pertukaran gas
Dengan Indikator: semakin membaik
1. Nilai AGD normal 3. Untuk evaluasi
2. Tidak ada distress distress pernapasan
pernafasan
4. Intoleransi Setelah dilakukan 1. Evaluasi respon 1. Menetapkan
aktivitas perawatan 4x24 jam terhadap aktivitas kemampuan/
berhubungan klien 2. Berikan kebutuhan pasien dan
dengan dapat:Peningkatan lingkungan tenang memudahkan memilih
kelemahan toleransi terhadap dan batasi intervensi secara tepat
umum, aktivitas pengunjungselama 2. Menurunkan stress
ketidakseimba Dengan Indikator: fase akut. dan rangsangan
ngan suplai 1. Menunjukkan 3. Jelaskan berlebihan
dan kebutuhan peningkatan pentingnya istirahat 3. Tirah baring
oksigen. toleransi terhadap dan diperlukan selama fase
aktivitas perlunyakeseimban akut untuk
2. Tanda-tanda gan aktivitas dan menurunkan
vital dalam batas istirahat. kebutuhan metabolic.
normal 4. Bantu aktivitas 4. Meminimalkan
perawatan, kelelahan dan
aktivitas diri menbantu
yangdiperlukan. keseimbangan suplai
5. Bantu pasien dan kebutuhan
memilih posisi oksigen.

20
nyaman untuk 5. Pasien mungkin
istirahat /tidur. nyaman dengan kepala
tinggi,tidur dikursi /
menunduk kedepan
meja / bantal

4.Implementasi

Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan


(intervensi), menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan dengan pedoman atau
prosedur teknis yang telah ditentukan.

5. Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan :

a. Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar

b. Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung

c. Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan oksigen ke otak terpenuhi

BAB III

21
TINJAUAN KASUS

Seorang perempuan berusia 45 tahun datang ke unit gawat darurat dalam keadaan tidak
sadarkan diri karena mengalami syok kardiogenik akibat gagal jantung. Hasil pemeriksaan
fisik : TD 60/palpasi mmHg. Nadi 50 x/menit, suhu 36 0C, pernafasan 8 x/menit. Pasien
diberi oksigen pernasal 5 liter/menit. Tiba-tiba pasien henti jantung. Pasien tidak teraba
nadinya, pucat, crt > 2 detik, sianosis, akral dingin

DATA BIOGRAFI PASIEN :

Nama : Ny.P

Umur : 45 Th

Medrec : 00243

Diagnosa Medis : Cardiac Arrest

PRIMARY SURVEY

C : nadi tidak teraba, pucat, crt > 2 detik, sianosis, akral dingin

Dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Pasien terpasang infus

A : - look : terdapat sumbatan jalan napas berupa pangkal lidah jatuh kebelakang

- listen : terdengar suara napas snoring

- feel : merasakan adanya hembusan napas

Dilakukan tindakan pembebasan jalan napas dengan cara teknik Chin Lift

kemudian memasang OPA kedalam mulut pasien untuk membuka jalan napas.

B : Inspeksi : tidak terdapat jejas, terdapat pergerakan retraksi dada,

terdapat otot-otot bantuan pernafasan.

Auskultasi : Suara paru kiri vesikuler, suara napas di paru kanan

22
Vesikuler.

Perkusi : perkusi dada kiri sonor, perkusi dada kanan sonor

Palpasi : tidak terdapat edema, krepitasi pada costa klien, jejas dan nyeri tekan

D : Nilai GCS :3

E : Tidak ada respon

M : Tidak ada respon

V : Tidak ada respon

E : tidak terdapat krepitasi, tidak ada edema, tidak ada luka tekan

SECONDARY SURVEY

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang : klien tiba tiba tidak sadarkan diri ketika

klien di bawa ke unit gawat darurat dengan skor GCS 3, tiba-tiba pasien henti jantung, nadi
tidak teraba

Data Fokus :

Ds :-

Do : pasien terjadi penurunan kesadaran dengan GCS 3, hasil


pemeriksaan fisik TD :60/palpasi R :8 x/ menit suhu 36 0 C, terdengar suara napas snoring,
nadi tidak teraba

Data Penunjang :

Hasil Elektrokardiogram (EKG) :

Pulseless Electrical Activity (PEA)

23
Nilai AGD :

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal


pH 7,25 7,35 - 7,45
PCO2 73,1 mmHg 35,0 – 45,0 mmHg
HCO3 30,6 mEq/L 22 - 26 mEq/L
O2 sat 80% 95%-100%

ANALISA DATA

No Data Senjang Interpretasi Data Masalah

Data Subjektif : - Cardiac arrest Penurunan curah


jantung
1 Data objektif :

Pasien mengalami
penurunan kesadaran
Kemampuan kontraksi
GCS 3 otot jantung menurun

Nadi tidak teraba

pemeriksaan fisik TD :
60/palpasi R :8 x/ menit
suhu 36 0 C Cardiac output berkurang

24
2 Data Subjektif : - Cardiac arrest Penurunan perfusi
jaringan serebral
Data objektif :

Pasien mengalami
penurunan kesadaran
Kemampuan kontraksi
GCS 3 otot jantung menurun

Nadi tidak teraba

pemeriksaan fisik TD :
60/palpasi R :8 x/ menit
suhu 36 0 C Cardiac output berkurang

Pasien tampak pucat, crt > 2


detik, sianosis, akral dingin

Suplai darah ke otak


tidak terpenuhi

3 Data Subjektif : - Cardiac arrest Gangguan pertukaran


gas
Data objektif :

Pasien mengalami kemampuan pompa


penurunan kesadaran jantung menurun

GCS 3

25
Nadi tidak teraba Curah Jantung menurun

pemeriksaan fisik TD :
60/palpasi R :8 x/ menit
suhu 36 0 C
Suplai O2  ke seluruh
Terdengar suara napas tubuh menurun
snoring

Kebutuhan O2  di paru-


paru tidak terpenuhi

DIAGNOSA KEPERAWATAN (URUTAN PRIORITAS DIAGNOSA


KEPERAWATAN) :

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan kontraksi otot jantung


menurun (cardiac arrest).
2. Penurunan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
ke otak
3. Gangguan pertukaran gas b.d suplai O2  tidak adekuat

PERENCANAAN, TINDAKAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI

DIAGNOSA PERENCANAAN
NO HARI KEPERAWATAN IMPLEMENT
KEPERAWAT EVALUASI
DX /TGL ASI
AN TUJUAN INTERVENSI

1 Selasa, Penurunan curah setelah Lakukan Pijat Melakukan pijat S : -


14 jantung dilakukan Jantung (RJP) jantung (RJP)
april berhubungan tindakan O:
2020 dengan keperawatan Berikan oksigen Dengan high
tambahan quality RJP : RJP berhasil
kemampuan selama 1x30 klien
kontraksi otot menit, dengan kanula
nasal/masker Kecepatan 100- bernafas
jantung menurun kemampuan
kontraksi dan obat sesuai 120 x/menit spontan

otot jantung indikasi Kedalaman (5-6 Terpasang


meningkat (kolaborasi) cm) O2 8 liter/
dengan Palpasi nadi Complete recoil menit
perifer menggunakan
Kriteria NRM, RR
Minimalkan

26
hasil : Observasi intrupsi klien 14
Tekanan Darah x/menit
-Nadi Memberikan
perifer ventilasi yang Teraba
teraba cukup (2 nafas denyut nadi
buatan setelah perifer, N :
- Tekanan 30 kompresi) 76 x/menit
darah dalam
batas Memberikan O2 Tekanan
normal 8 liter/ menit darah mulai
menggunakan meningkat
NRM dan obat dengan TD :
sesuai indikasi mula 60/
palpasi
Melakukan menjadi TD :
pemeriksaan 90/45 mmHg
ulang dengan
palpasi nadi A : Masalah
perifer. Teratasi

Mengobservasi P : intervensi
tekanan darah dihentikan.
klien.

2 Selasa, Penurunan Setelah Posisikan kaki Memposisikan S:-


14 perfusi jaringan dilakukan lebih tinggi dari klien
April serebral tindakan jantung trendelenberg O:
2020 berhubungan keperawatan ( kaki lebih O2 dalam
dengan selama 1x30 Observasia tinggi dari
danya tanda- jantung) darah
penurunan suplai menit mengalir ke
oksigen ke otak perfusi tanda syok
seperti pucat, Mengobservasi otak
serebral
adekuat sianosis dan tanda-tanda Tidak ada
kulit dingin atau syok seperti tanda – tanda
Kriteria lembab akral dingin, syok , akral
hasil : pucat dll klien mulai
Tingkat observasipengisi
an kapiler Mengobservasi hanggat dan
kesadaran kulit muali
membaik (CRT) pengisian
kapiler (CRT) kemerahan
(skor GCS kolabiorasi
bertambah) pemberian obat Berkolaborasi CRT < 2
adrenalin : pemberian obat detik

27
-Pasien akan epinefrin adrenalin: Diberikan
memperlihat melalui IVFD Epinefrin obat
kan tanda- sesuai indikasi melalui IVFD adrenalin:
tanda vital sesuai indikasi Epinefrin
dalam batas 1mg melalui
normal IVFD pada
siklus
- Warna dan pertama
suhu kulit
normal A : Masalah
Teratasi
- CRT  < 2
detik. P : Intervensi
Dihentikan

3 Selasa, Gangguan setelah Berikan O2 Memberikan O2 S : -


14 pertukaran gas dilakukan sesuai indikasi sesuai indikasi
April b.d suplai O2  tindakan O:
2020 tidak adekuat keperawatan Pantau AGD Mengobservasi
selama 1x30 Pasien nilai AGD Pasien
pasien terpasang O2
menit,Sirkul Pantau 8 lt
asi darah pernapasan klien Memantau
kembali pernafasan klien /menit
normal
Menggunaka
sehingga
n NRM
pertukaran
gas dapat Nilai AGD
berlangsung
pH : 7,38
Kriteria
hasil : pCO2 : 36

- Nilai AGD HCO3 : 23


normal
Sat O2 : 95%
- Tidak ada
Tidak ada
distress
tanda-tanda
pernafasan
distress
pernafasan

A : Masalah

28
Teratasi

P : Intervensi
Dihentikan

CATATAN PERKEMBANGAN/EVALUASI

Tanggal/Jam No.DP Catatan Perkembangan Tanda Tangan


Selasa, 14 april Dx.1 S:-
2020
O:
RJP berhasil klien bernafas spontan
Terpasang O2 8 liter/ menit
menggunakan NRM, RR klien 14
x/menit
Teraba denyut nadi perifer, N : 76
x/menit
Tekanan darah mulai meningkat
dengan TD : mula 60/ palpasi menjadi
TD : 90/45 mmHg
A : Masalah Teratasi
P : intervensi dihentikan.

Dx.2 S:-
O:
O2 dalam darah mengalir ke otak
Tidak ada tanda – tanda syok , akral
klien mulai hanggat dan kulit muali
kemerahan
CRT < 2 detik
Diberikan obat adrenalin: Epinefrin
1mg melalui IVFD pada siklus
pertama
A : Masalah Teratasi
P : Intervensi Dihentikan

Dx.3 S:-
O:
Pasien terpasang O2 8 lt
/menit
Menggunakan NRM
Nilai AGD :
pH : 7,38

29
pCO2 : 36
HCO3 : 23
Sat O2 : 95%
Tidak ada tanda-tanda distress
pernafasan
A : Masalah Teratasi
P : Intervensi Dihentikan

BAB III
PENUTUP

30
A. Kesimpulan

Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa otot jantung
secara tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya proses penghantaran oksigen dan
pengeluaran karbondioksida. Keadaan ini bisa terjadi akibat hipoksia lama karena
terjadinya henti nafas yang merupakan akibat terbanyak henti jantung pada bayi dan
anak.

Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung lama, karena
sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian jaringan otak. Hal
tersebutlah yang menjadi alasan penatalaksanaan berupa CPR atau RJP harus dilakukan
secepat mungkin untuk meminimalisasi kerusakan otak dan menunjang kelangsungan
hidup korban.

Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban, apapun teknik
yang digunakan adalah memastikan penolong dan korban berada di tempat yang aman,
menilai kesadaran korban dan segera meminta bantuan.

B. Saran

Informasi dan pelatihan tatalaksana henti nafas dan henti henti jantung sebaiknya
dapat diberikan kepada masyarakat umum, mengingat bahwaresusitasi dapat
memberikan pertolongan awal. Dampak yang di timbulkan semakin berat jika waktu
datangnya pertolongan semakin lama.

31
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association.Pediatric Basic Life Support : 2010 American Heart


Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and emergency
cardiovascular care. Circulation 2010

Behram ,Kliegman, Jensen,. 2000. Buku Teks Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi ke 18,
Volume ke 1, Jakarta: EGC
Blogg Boulton, 2014. Anestesiologi. Jakarta : EGC
Eliastam Breler, 2000. Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta : EGC.
Guyton AC, Hall JE2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11, Jakarta: EGC, 2008.
h. 163.
Hakim, DDL.2013. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat(Resusitasi Jantung Paru pada Bayi
dan Anak). Jakarta: Badan penerbit IDAI
Hackley, Baughman, 2009. Keperawatan Medikal- Bedah. Jakarta : EGC
Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Tress, Erika E et al. Cardiac Arrest in Children. Journal of Emergencies, Trauma, and Shock
2010; 3(III), 267-77
Ulfah AR. 2010. Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
Jakarta. 2003AHA Guidelines For CPR and ECC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : diagnosa NANDA,
intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

iii

Anda mungkin juga menyukai