Anda di halaman 1dari 12

Referat

ANTIHISTAMIN

Oleh:
Imam Sandi Pratama, S.Ked
NIM : 71 2022 005

Pembimbing:
dr. Taufik Hidayat, Sp.THT-KL

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

ANTIHISTAMIN

Referat

Oleh:
Imam Sandi Pratama, S.Ked
NIM : 71 2022 005

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit THT-KL Palembang Bari Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Palembang, 14 Maret 2023


Pembimbing,

dr. Taufik Hidayat, Sp.THT-KL

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Abses
Leher Dalam” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di SMF Ilmu Penyakit THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya
sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan
maupun tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih kepada :
1. dr. Taufik Hidayat, Sp.THT-KL, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
Senior di SMF Ilmu Penyakit THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang
2. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Palembang, 7 Agustus 2023


Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN...........................................................................................
1.1. Latar Belakang....................................................................................................
1.2. Tujuan.................................................................................................................
1.3. Manfaat...............................................................................................................
1.3.1. Manfaat Teoritis..............................................................................................
1.3.2. Manfaat Teoritis..............................................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................


2.1.2. Epidemiologi...............................................................................................
2.1.3. Etiologi........................................................................................................
2.1.4. Klasifikasi....................................................................................................
2.1.5. Patofisiologi.................................................................................................
2.1.6. Gejala...........................................................................................................
2.1.7. Diagnosis.....................................................................................................
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................
2.1.9. Terapi.........................................................................................................
2.1.10. Komplikasi...............................................................................................
2.1.11. Prognosis.................................................................................................

BAB III. KESIMPULAN..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Histamin dihasilkan oleh bakteri yang mengkontaminasi ergot. Pada
awal abad ke-19, histamin dapat diisolasi dari jaringan hati dan paru-paru
segar. Histamin juga ditemukan pada berbagai jaringan tubuh, oleh karena itu
diberi nama histamin (histos = jaringan).
Reseptor pada permukaan sel (termasuk reseptor H 1) dapat berikatan
dengan protein G yang terdapat pada membran sel di daerah yang berbatasan
dengan sitoplasma (cytosolic domain of cell membrane). Peningkatan
aktivitas reseptor H1, yang dipengaruhi molekul dari luar sel mengakibatkan
perubahan/peningkatan aktivitas protein G. Peningkatan aktivasi protein G
menimbulkan transduksi signal (signal transduction) ke beberapa target
(efektor), sehingga mengakibatkan aktivasi NF-kB yang merupakan faktor
transkripsi yang berperan pada terjadinya reaksi radang.
Antihistamin merupakan inhibitor kompetitif terhadap histamin.
Antihistamin dan histamin berlomba menempati reseptor yang sama. Blokade
reseptor oleh antagonis H1, menghambat terikatnya histamin pada reseptor
sehingga menghambat dampak akibat histamin misalnya kontraksi otot polos,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan vasodilatasi pembuluh darah.
Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa antihistamin H1, bukan hanya sebagai
antagonis tetapi juga sebagai inverse agonist yang mempunyai kapasitas
menghambat aktivitas reseptor H1, sedangkan antagonis H,tidak berpengaruh
terhadap aktivitas reseptor H1.
Sewaktu diketahui bahwa histamin mempengaruhi banyak proses
fisiologik dan patologik, maka dicarikan obat yang dapat mengantagonis efek
histamin. Epinefrin merupakan antagonis fisiologik pertama yang digunakan.
Antihistamin misalnya antergan, neantergan, difenhidramin, dan
tripelenamin dalam dosis terapi efektif untuk mengobati edema, eritem, dan

1
pruritus tetapi tidak dapat melawan efek hipersekresi asam lambung akibat
histamin. Antihistamin tersebut dapat digolongkan dalam antihistamin
penghambat respetor H1 (AH1).

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari referat ini diharapkan dokter muda dapat
memahami dan menambah ilmu pengetahuan tentang antihistamin.

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penulisan referat ini dapat menjadi sumber ilmu pengtahuan
dan sebagai tambahan referensi dalam bidang ilmu THT-KL terutama
mengenai antihistamin.
1.3.2. Manfaat Teoritis
Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh dari referat ini dalam kegiatan kepanitereaan klinik senior dan
diterapkan dikemudian hari dalam praktik klinis

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Antihistamin
2.1.1. Definisi
…………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………….

2.1.2. Reseptor Histamin


…………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………….

2.1.3. Mekanisme Kerja


…………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………….

2.1.4. Jenis Antihistamin


A. Antihistamin Generasi I
B. Antihistamin Generasi II
C. Antihistamin Generasi III

2.1.5. Indikasi
Antihistamin berguna untuk simptomatik berbagai penyakit alergi
dan mencegah mabuk perjalanan. Pada penyakit alergi antihistamin
berguna untuk mengobati alergi tipe eksodatif aktif pada polinosis dan
urtikaria. Sedangkan mabuk perjalanan dan keadaan lain antihistamin
tertentu misalnya difenhidramin, dimenhidrinat, derivat piperasin dan
prometazin dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati mabuk
perjalanan udara, laut, dan darat.

3
2.1.6. Kontraindikasi
Sopir atau pekeja yang memerlukan kewaspadaan yang menggunakan
antihistamin harus diperingatkan tentang kemungkinan timbulnya kantuk.
Juga antihistamin sebagai campuran pada resep, harus digunakan dengan hat
hati karena efek antihistamin bersifat aditif dengan alkohol, obat pennang
atau hipnotik sedatif.
Pada dosis terapi, semua antihistamin menimbulkan efek samping
walaupun jarang bersifat serius dan kadang - kadang hilang bila pengobatan
diteruskan.Terdapat fariasi yang besar dalam toleransi terhadap obat antar
individu, kadang - kadan efek samping in sangat mengganggu sehingga terapi
perlu dihentikan. Efek samping yang paling sering ialah sedasi, yang justru
menguntungkan pasien yang di rawat di RS atau pasien yang perlu banyak
tidur.
Antagonis reseptor H2 (AH2)
Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam
lambung.Burimamid dan metiamid merupakan antagonis reseptor H2 yang
pertama kali ditemukan, namun karena toksik tidak digunakan di
klinik.Antagonis reseptor H2 yang ada dewasa ini adalah simetidin, ranitidin,
famotidin, dan nizatidin.

2.1.7. Efek samping


Promethazine, antihistamin jenis fenotiazin yang digunakan secara
luas karena sifat antimuntah dan pennang yang dimilikinya, telah dilaporkan
menyebabkan agitasi, halusinasi, kejang, reaksi distonik, sudden infant death
syndrome, dan henti napas. Efek samping ini umumnya lebih berat dan
signifikan pada bayi, sehingga pabrik pembuatnya memperingatkan agar tidak
diberikan pada anak di bawah usia 2 tahun. Namun, efektivitas promethazine
sebagai sedatif (penenang) dapat disalahgunakan oleh orang tua untuk
menangani anak yang berteriak-teriak. Antihistamin generasi kedua
mempunyai efek samping antikolinergik lebih sedikit dan dianggap tidak
menimbulkan efek sedatif pada anak dalam dosis terapi.

4
• Efek sedasi, dari hasil penelitian ole perocek, dibandingkan difenhidramin
2x50 mg dengan loratadine dosis tunggal 20 mg. Hasilya memperlihatkan
efek sedasi difenhidramin lebih bear dibanding loratadine. Jadi loratadine
tidak mempengaruhi kemampuan mengendarai, tingkat kewaspadaan siang
har dan produktifitas kerja.Juga loratadin menghilangkan gejala rhinitis
alergi musiman secara efektif dan absorbsi oralnya sangat cepat serta
memiliki masa kerja yang panjang, sehingga cukup diberikan sekali dalam
sehari.
• Gangguan psikomotor yaitu gangguan dalam pekerjaan yang melibatkan
fungsi psikomotor, merupakan masalah yang menjadi perhatian dalam terapi
yang menggunakan antihistamin. Efek samping terlihat sat pasien
melakukan kegiatan dengan resiko fisik seperti mengendarai mobil,
berenang, gulat, atau melakukan pekerjaan tangan.Gangguan fungsi
psikomotor adalah efek yang berbeda dari terjadinya sedasi (rasa
mengantuk). Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa loratadin tidak
mengganggu kemampuan mengendarai dan tidak memperkuat efek alkohol.
• Gangguan kognitif adalah gangguan terhadap kemampuan belajar,
konsentrasi atau ketrampilan di tempat bekerja. Dari hasil penelitian
memperlihatkan antihistamin generasi pertama terutama difenhidramin
menyebabkan gangguan kemampuan belajar, konsentrasi, atau ketrampilan
di tempat kerja. Sedangkan loratadin meniadakan efek negative dari rhinitis
alergi terhadap kemampuan belajar. Dengan menggunakan loratadin
tampaknya memperbaiki kemampuan belajar anak, penderita rhinitis alergi.
• Efek kardiotoksisitas, antihistamin selama in dianggap sebagai obat yang
aman, tetapi sejak akhir tahun 80-an mulai muncul beberapa jenis
antihistamin yang digunakan dengan dosis yang berlebihan. Sehingga dapat
menyebabkan pasien yang menggunakan mengalami gangguan pada jantung
(kardiotoksisitas). Namun dari hasil penelitian, loratadin merupakan
antihistamin yang tidak berhubungan dari serangan kardiovaskuler yang
membahayakan jiwa itu.

5
Untuk pasien yang aktif bekerja harus berhati-hati dalam menggunakan
antihistamin, karena beberapa antihistamin memiliki efek samping sedasi
(mengantuk), gangguan psikomotor, dan gangguan kognitif. Akibatnya bila
digunakan oleh orang yang melakukan pekerjaan dengan tingkat
kewaspadaan tinggi sangat berbahaya. Untuk itu pasien yang aktif bekerja
sebaiknya gunakan antihistamin yang aman dan efektif seperti loratadin,
sudah terbukti tidak menimbulkan sedasi, tidak mengakibatkan
terganggunya fungi psikomotor dan fungi kognitif. Juga terbukti aman tidak
menyebabkan kardiotoksisitas dan efektif karena cukup diminum 1x sehari,
karena memiliki masa kerja yang panjang seta diabsorbsi secara cepat

2.1.8. Macam Obat Antihistamin


…………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………….

6
BAB III
KESIMPULAN

Rinosinusitis merupakan peradangan pada rongga hidung dan sinus,


dapat dibagi menjadi rinitis dan sinusitis, namun kedua istilah ini sering
digabungkan karena mukosa hidung dan mukosa sinus sering kali meradang
secara bersamaan. Sebagian besar kasus rinosinusitis akut disebabkan oleh
infeksi virus yang berhubungan dengan flu biasa. Namun, rhinosinusitis juga
dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, dan alergi. Terapi dengan antibiotik
dengan tujuan untuk menghilangkan penyebab rhinosinusitis dan mengurangi
keparahan akibat rhinosinusitis akut.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Aring AM, Chan MM. Acute rhinosinusitis in adults. Am Fam Physician


2011;83(9):1057–63.
2. Patel ZM, Hwang PH. Acute Bacterial Rhinosinusitis. In: Infections of the Ears,
Nose, Throat, and Sinuses. Cham: Springer International Publishing, 2018; p.
133–143.
3. Courey MS, Pletcher SD. Upper Airway Disorders. In: Murray and Nadel’s
Textbook of Respiratory Medicine. Elsevier, 2016; p. 877-896.e5.
4. Jaume F, Valls-Mateus M, Mullol J. Common Cold and Acute Rhinosinusitis: Up-
to-Date Management in 2020. Curr Allergy Asthma Rep 2020;20(7):28.
5. DeBoer DL, Kwon E. Acute Sinusitis. 2023;
6. Frerichs N, Brateanu A. Rhinosinusitis and the role of imaging. Cleve Clin J Med
2020;87(8):485–492.
7. Battisti AS, Modi P, Pangia J. Sinusitis. 2023;
8. Sijuwola O, Adeyemo A, Adeosun A. Orbital Complications of Rhinosinusitis.
Ann Ib Postgrad Med 2011;5(1).

Anda mungkin juga menyukai