Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH FARMAKOLOGI VETERINER I

OBAT YANG BEKERJA PADA SISTEM GASTROINTESTINAL

CHAROLINE SKOLASTIKA H. PENGA 1709010002

DIANA R. OTU 1709010010

RICHARD R. TOELLE 1709010022

YOSEPHINA R. DELANG 1709010027

DEVILIA R. ATHANDAU 1709010034

AGUSTIANI A. RATU DOBO 1709010042

RIZALDO M. LUDJI 1709010046

SERVIANA B. PAPANG 1709010047

MEFLING I. UFI 1709010057

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2019

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1


1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II I PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1. Antiulser dan gastropectani ....................................................................... 3
2.2. Emetik ....................................................................................................... 8
2.3. Antiemetik ................................................................................................. 9
2.4. Laksansia ................................................................................................... 12
2.5. Antidiare.................................................................................................... 14
2.6. Antasida dan obat kasus timpani ............................................................... 16
2.7. Bahan kontras radiografi ........................................................................... 17
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 20
3.1. Kesimpulan .............................................................................................. 20
3.2. Saran ......................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 21

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan kasih-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Farmakologi
tentang Obat Yang Bekerja Pada Sistem Gastrointestinal.

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasa maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan
lapang dada dan tangan terbuka kami selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi
saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil hikmah
dan manfaatnya sehingga dapat memberikan informasi terhadap pembaca.

Kupang, Mei 2019

Penyusun

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan
energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan
yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus,
usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak
diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.Adapun gangguan
pada sistem pencernaan seperti gastritis, diare,konstipasi,dan timpani.Masalah pencernaan
dari kategori ringan hingga berat harus segera diatasi jika tidak akan dapat memperburuk
keadaan.Salah satu cara untuk mengatasi sistem pencernaan adalah dengan pemberian
obat , yang termasuk dalam kategori obat sistem pencernaan diantaranya Antasida, H2
reseptor antagonis , Antiemetik , Antikolinergik, Hepatoprotektor , Antibiotik , Proton
pompa inhibitor, Prokinetik, Antidiare , Laksatif. Seperti yang diketahui dalam
pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting karena diperlukan dalam
sebagian besar upaya kesehatan baik untuk menghilangkan gejala/symptom dari suatu
penyakit, obat juga dapat mencegah penyakit bahkan obat juga dapat menyembuhkan
penyakit. Tetapi di lain pihak obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila
penggunaannya tidak tepat. Oleh sebab itu, penyediaan informasi obat yang benar,
objektif dan lengkap akan sangat mendukung dalam pemberian pelayanan kesehatan yang
terbaik kepada hewan sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan keamanan
penggunaan obat.
1.2.Rumusan Masalah
- Apa saja klasifikasi obat gastrointestinal
- Bagaimana farmakodinamik dari obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal
- Bagaimana cara pemberian obat tersebut
- Apa saja efek samping dari obat tersebut
- Apa yang dimaksud dengan bahan kontras radiografi
- Apa saja contoh dari bahan kontras radiografi
- Bagaimana cara kerja bahan kontras radiografi

2
1.3.Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu agar penulis bisa memenuhi salah satu prasyarat
dari mata kuliah farmakologi veteriner I dan agar penulis serta para pembaca lebih
memahami mengenai obat-obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.ANTIULSER DAN GASRTROPECTANI


Inhibitor sekresi asam dan protektan mukosa digunakan di kedokteran hewan untuk
mengurangi jumlah HCl lambung dan untuk membantu penyembuhan mukosa pada
hewan dengan ulser dan erosi. Sel parietal memiliki reseptor untuk histamin, gastrin dan
asetilkolin yang menstimulasi sekresi H+ kedalam lumen oleh pompa H+/K+ATPase yang
terdapat dalam membran apikal. Kondisi penyakit yang mengganggu barier mukosa usus
dapat mengakibatkan lesi endoskopik dan gejala klinis dari ulserasi GI atau erosi. Lesi
endoskopik pada barier mukosa yang tidak diperbaiki akan mengakibatkan terjadinya
difusi dari ion hidrogen diantara mukosa yang akan menyebabkan iskemia mukosa dan
beberapa bahaya lainnya.
A. Inhibitor Sekresi Gastrik
1. Antihistamin-H2
Mekanisme aksi: antihistamin-H2 menginaktivasi reseptor H2 dari sel parietal. Histamin
menimbulkan peningkatan sekresi gastrik; beberapa (e.g., ranitidin) juga memiliki
aktivitas prokinetik yang dimediasi oleh aktivitas antikolinesterase. Ranitidin atau
famotidin merupakan pilihan pertama karena aman, efektif dan sedikit menginhibisi
metabolisme enzim mikrosomal (cytochrome P450) dibandingkan dengan cimetidin.
Ranitidin 3-13 kali lebih poten dibandingkan cimetidine. Famotidin merupakan inhibitor
sekresi gastrik yang baik dan dapat diberikan sekali sehari.
Fungsi terapi:
 Ranitidin dan famotidin digunakan untuk treatment gastritis, ulser gastris/erosi,
reflux espophagitis, dan gastrinomas (jarang) pada anjing dan kucing. Sekresi
asam gastrik pada karnivora berlangsung secara intermiten tidak seperti pada
manusia yang berlangsung terus menerus; sehingga dosis rendah sudah cukup
efektif. Obat ini juga digunakan untuk treatment gastritis dan erosi gastrik pada
kuda dan anak kuda.
 antihistamin-H2 digunakan untuk mencegah hidrolisa asam dari pemindahan
enzim pankreas pada penyakit exokrin pankreatik pada anjing dan kucing.
 Cimetidin atau ranitidin digunakan untuk treatment gastritis dan erosi gastrik pada
kuda dan anak kuda.

4
 Ranitidin juga menstimulasi motilitas gastrik dan kolon dengan menghambat
aktivitas dari asetilkolinesterase.
Farmakokinetik: ranitidin dan famotidin diabsorbsi dengan baik secara PO dan
distribusinya luas dalam jaringan. Hanya 10-20% dari obat yang terikat pada protein
plasma. t½ dalam plasma adalah 2-3 jam untuk ranitidin. Kira-kira ¼ hingga ½ dari obat
dimetabolisme oleh hepar. Metabolit dan bentuk asli obat diekskresi oleh ginjal.
Administrasi:
 Ranitidin diberikan secara PO, IM, atau IV setiap 12 jam.
 Famotidin diberikan secara PO atau IV sekali sehari.
Efek Samping: pada dosis normal jarang menimbulkan efek samping. Ranitidin harus
digunakan secara berhati-hati pada hewan dengan gangguan fungsi ginjal. Harus
melakukan monitoring terhadap jumlah enzim liver alanin aminotransferase (ALT) pada
hewan yang diberikan ranitidin dengan dosis tinggi selama lebih dari 7 hari. Famotidin
dapat memberikan efek samping pada saluran GI (anorexia, emesis dan diare). Famotidin
dikaitkan dengan hemolisis intravaskular ketika diberikan secara IV pada kucing.
2. Inhibitor pompa proton
Omeprazole
Mekanisme: inhibitor pompa asam menghambat H+/K+ATPase membran luminal
(sekretori) dari sel parietal dan mengurangi sekresi H+. Pengikatan dengan enzim bersifat
ireversibel dan sekresi kembali asam membutuhkan sintesis de novo dari ATPase oleh sel
parietal. Omeprazole merupakan agen utama inhibitor pompa proton.
Fungsi terapi: omeprazole digunakan pada treatment gastritis, ulser dan esophagitis pada
anjing, kucing dan kuda. Juga digunakan untuk mencegah erosi gastrik sebagai dampak
dari treatment NSAID.
Farmakokinetik: omeprazole diabsorbsi secara PO dan memasuki sel parietal gastrik
dimana ia bermuatan positif dan terjebak di cairan intraseluler yang bersifat asam. Obat
bermuatan positif merupakan bentuk aktif dan ATPase pada kondisi tidak asam tidak
akan terbentuk. Sejak obat ini terakumulasi secara perlahan pada sel parietal dengan dosis
yang diulang, aksi farmakologik tidak berhubungan dengan waktu paruh obat. Omeprazol
dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati dan diekskresikan oleh ginjal.
Administrasi: omeprazole diberikan secara PO sekali sehari.
Efek samping: omeprazole seperti cimetidin, menghambat metabolisme enzim
mikrosomal hepatik (cytochrome P-450) dan memperpanjang durasi kerja obat yang
dimetabolisme oleh hepar seperti fenitoin, atau fenobarbital.

5
B. Obat spesifik
Ranitidin
Sebagai tambahan dari aktivitas antisekretoriknya, ranitidin menstimulasi motilitas GI
dengan cara menghambat aktivitas asetilkolinesterase. Sebagai agen parasimpatik poten,
ranitidin menstimulasi pengosongan gastrik dan motilitas usus halus dan kolon.
C. Protektan mukosa
Proteksi mukosa gastrik dapat dilakukan dengan memberikan analog prostaglandin E1
(misoprostol) atau dengan meningkatkan sitoproteksi langsung dari mukosa (sucralfat).
a) Misoprostol
Mekanisme: misoprostol memiliki dua fungsi yang membuatnya menjadi agen protektif.
Misoprostol secara langsung menghambat sekresi asam gastrik oleh sel parietal dan
memfasilitasi pertahan mukosa dengan mediasi PGE dan kesembuhan pada luka yang
berhubungan dengan asam.
Fungsi terapi: misoprostol digunakan untuk terapi ulser gastrik atau yang diperparah
oleh obat NSAID.
Farmakokinetik: sekitar 90% dari obat ini siap diabsorbsi dari saluran GI dimana jumlah
yang cukup signifikan dimetabolisme oleh metabolisme tahap pertama. Adanya makanan
dan antasida akan memperlambat absorbsi obat. Metabolit dan sejumlah kecil obat utuh
diekskresi dalam urin. Durasi kerja obat ini sekitar 3-6 jam.
Administrasi: misoprostol diberikan secara PO 3 kali sehari.
Efek samping: diare, emesis, sakit di daerah abdominal. Misoprostol tidak boleh
diberikan pada hewan bunting karena dapat memicu kontraksi uterus.
b) Sucralfate
Mekanisme: sucralfat merupakan bentuk kompleks dari sulfat sukrosa-aluminium
hidroxida yang dipolimerisasi dengan gel kental pada pH < 4. Grup sulfat berikatan
dengan protein pada jaringan yang mengalami ulser dan melindunginya dari asam dan
pepsin.
Efek terapi: sucralfat berperan sebagai treatment lokal pada ulser GI dan sebagai
sitoprotektan ketika digunakan sebagai bubur pada hewan yang mengalami gangguan
mukosa dari esophagus (esophagitis).
Farmakokinetik: hanya 3-5% dari dosis PO sucralfat yang diabsorbsi dimana kemudian
akan diekskresikan dalam bentuk asli melalui urin. Sisa dari obat ini diubah menjadi
sukrosa sulfat pada lambung dengan bereaksi dengan HCl. Durasi kerja obat ini adalah 6
jam setelah pemberian dosis secara PO.

6
Administrasi: sucralfat diberikan 2-3 kali perhari secara PO tergantung tingkat
kerusakan mukosal.
Efek samping: sucralfat dapat mengganggu metabolime medikasi PO lainnya oleh
karena itu disarankan agar pemberiannya dilakukan 2 jam atau lebih setelah pemberian
obat lain.
D. Antasida non sistemik

Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk
menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasida tidak mengurangi volume HCl yang
dikeluarkan lambung, tetapi peningkatan pH akan menurunkan aktivitas pepsin. Beberapa
antasid, misalnya alumunium hidroksida, diduga menghambat pepsin secara langsung.
Umumnya antasid merupakan basa lemah. Senyawa oksi-alumunium (basa lemah) sukar
untuk meninggikan pH lambung leih dari 4, sedangkan basa yang lebih kuat seperti
magnesium hidroksida secara teoritis dapat meningkatkan pH sampai 9. semua antasid
meningkatkan produksi HCl berdasarkan kenaikan pH yang meningkatkan aktivitas
gastrin.

Antasid dibagi menjadi dua golongan yaitu antasida sistemik dan antasid non
sistemik. Antasid sistemik, misalnya natrium bikarbonat, diabsorbsi dalam usus halus
sehingga menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan kelainan ginjal, dapat
terjadi alkalosis metabolik. Penggunaan kronik natrium bikarbonat memudahkan
nefrolitiasis fosfat. Antasid non sistemik hampir tidak diabsorbsi dalam usus sehingga
tidak menimbulkan alkalosis metabolik. Contoh antasid non sistemik ialah sediaan
magnesium, alumunium, dan kalsium.

a) Aluminium hidroksida

Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi durasi kerjanya lebih panjang.
Al(OH)3 dan sediaan Al lainnya bereaksi dengan fosfat membentuk aluminium fosfat
yang sukar diabsorbsi di usus halus, sehingga ekskresi fosfat melalui urin berkurang
sedangkan melalui tinja bertambah. Ion aluminium dapat bereaksi dengan protein
sehingga bersifat astrigen. Antasid ini mengabsorbsi pepsin dan menginaktivasinya.
Absorbsi makanan setelah pemberian Al tidak banyak dipengaruhi dan komposisi tinja
tidak berubah. Aluminium juga bersifat adsorben dan demulsen.

7
Efek samping Al(OH)3 yang utama ialah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan
memberi antasid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan absorpsi fosfat
dapat terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat disertai osleomalasia.
Al(OH)3 dapat mengurangi absorpsi bermacam-macam vitamin dan tetrasiklin.
Aluminium hidroksida digunakan untuk mengobati tukak peptik, nefrolitiasis fosfat dan
sebagai adsorben pada keracunan. Antasid Al tersedia dalam bentuk suspensi Al(OH)3
gel yang mengandung 3,6-4,4% Al2O3. Dosis yang dianjurkan 8 ml. Tersedia pula dalam
bentuk tablet Al (OH)3 yang mengandung 50% Al2O3. Satu gram Al(OH)3 dapat
menetralkan 25 mEq asam. Dosis tunggal yang dianjurkan 0,6 gram.

b) Kalsium karbonat

Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif, karena mula kerjanya cepat,
masa kerjanya lama dan daya menetralkan asamnya cukup tinggi. Kalsium karbonat dapat
menyebabkan konstipasi, mual, muntah, perdarahan saluran cerna disfungsi ginjal
dan‘Fenomena acid rebound' Fenomena tersebut bukan berdasar daya netralisasi asam,
tetapi merupakan kerja langsung kalsium di antrum yang mensekresi gastrin yang
merangsang sel parietal yang mengeluarkan HCI (H+).

Sebagai akibatnya, sekresi asam pada malam hari akan sangat tinggi yang akan
mengurangi efek netralisasi obat ini. Efek serius yang dapat terjadi ialah hiperkalsemia,
kalsilikasi metastatik, alkalosis,azotemia, terutama terjadi pada penggunaan kronik
kalsium karbonat bersama susu dan antasid lain (milk alkali syndrome). Pemberian 4 g
kalsium karbonat dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan, sedangkan pemberian 8 g
dapat menyebabkan hiperkalsemia sedang. Kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet
600 dan 1000 mg. Satu gram kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq asam. Dosis
yang dianjurkan l -2 gram

c) Magnesium hidroksida

Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasid. Obat ini praktis
tidak larut dan tidak elektif sebelum obat ini bereaksi dengan HCI membentuk
MgCl2.Magnesium Hidroksida yang tidak bereaksi akan tetap berada dalam lambung dan
akan menetralkan HCI yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya lama. Antasid
ini dan natrium bikarbonat sama selektif dalam hal menetralkan HCl. Ion magnesium
dalam usus akan diabsorpsi dan cepat diekskresikan melalui ginjal, hal ini akan

8
membahayakan pasien yang fungsi ginjalnya yang diabsorpsi akan bersifat sebagai
antasid sistemik sehingga menimbulkan alkaliuria, tetapi kurang baik. lon magnesium
jarang terjadi alkalosis. Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan
diare akibat efek katartiknya sebab magnesium yang larut tidak diabsorpsi telah berada
dalam usus dan akan menarik air sebanyak 5-10% magnesium diabsorpsi dan dapat
menimbulkan kelainan neurologik, neuromuskular dan kardiovaskular. (milk of
magnesia) berupa suspensi sediaan susu magnesium yang berisi 7-8,5% Mg(OH)2, Satu
ml susu magnesium dapat menetralkan 2,7 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 5-30 ml.
Bentuk lain ialah tablet susu magnesium berisi 325mg Mg(OH)2 yang dapat menetralkan
11 ,1 mEq asam

d) Magnesium trisilikat
- Indikasi
Ulkus peptikum, gastritis, hiperasiditas gastrointestinal

- Efek samping
Diare, hipermagnesenia sehingga mengurangi reflek tendon dan depresi nafas,
mual, muntah, kemerahan pada kulit, haus, hipotensi, mengantuk, lemah otot, nadi
melemah dan henti jantung (pada kelainan ginjal yang berat).

2.2.EMETIK

Pusat muntah di medulla diaktivasi oleh simpatik aferen dan nervus vagal dari saluran
gastrointestinal, input dopaminergik dari CRTZ dan kolinergkik dan histaminergik aferen
aparatus vestibular. Refleks emesis terdapat pada karnivora, primata, dan babi, tetapi
tidak pada kuda, ruminansia, rodensia, dan kelinci. Emesis digunakan pada anjing dan
kucing yang sadar untuk eliminasi racun non korosif atau sebagai premedikasi untuk
menginduksi anestesi umum untuk mengurangi efek emesis pasca tindakan medis.
Berdasarkan cara kerjanya agen emetik dibedakan menjadi dua yaitu yang bekerja pada
pusat emesis dan pada aksi emesis periferal. Contoh agen yang bekerja pada aksi emesis
periferal yaitu sirup ipekak dan hidrogen peroksida.

a) Sirup ipekak
Sirup ipekak mengandung alkaloid emetine dan biasa digunakan untuk merangsang
emesis pada anak-anak. Biasa digunakan pada anjing. Pada kucing dapat menginduksi
muntah dalam waktu 15-30 menit.

9
b) Hidrogen peroksida
Larutan hidrogen peroksida 3% dapat megakibatkan emesis, tetapi saat ini sudah jarang
digunakan.
2.3.ANTIEMETIK
Penyebab umum muntah yaitu:
- Stimulasi pusat muntah CRTZ (Chemoreseptor Trigger Zone) lewat nervus vagus
dan simpatis aferen dari saluran gastrointestinal sebagai respon terhadap iritasi,
distensi atau inflamasi. Contoh gejala klinis yang biasanya mengakibatkan emesis
dikaitkan dengan enteritis, pankreatitis, atau benda asing dalam intestinum.
- Stimulasi pusat muntah lewat vestibular aferen dari saraf kranial VIII sebagai
respon dari motion sickness (mabuk perjalanan)
- Stimulasi pusat muntah lewat inflamasi, edema, atau tumor pada CNS
- Stimulasi pusat muntah oleh obat, endotoksin bakteri, toksin yang berasal dari
metabolik endogen seperti urea atau bilirubin.

Emesis yang berkepanjangan dapat mengakibatkan ketidakseimbangan antara asam-basa


dan dehidrasi. Diagnosa dan treatment terhadap penyebab primer harus juga diberikan
agen antiemetika.

Agen antiemetik digunakan pada keadaan:

- Hewan dengan emesis yang persisten sehingga keseimbangan cairannya tidak


dapat dijaga, mengakibatkan dehidrasi
- Menghilangkan tahapan emesis sehingga hewan bisa beristirahat agar dapat pulih
dari penyakit yang dideritanya.

Obat antiemetik:

a) Droperidol
Droperidol dan haloperidol merupakan obat neuroleptik yang juga berperan sebagai
antiemetik pusat. Bekerja dengan cara memblokade neuron dopaminergik yang terdapat
pada CRTZ melalui afinitasnya untuk reseptor D2. Data mengenai farmakokinetiknya
pada hewan masih sangat sedikit. Penggunaanya di kedokteran hewan sangat terbatas
tetapi banyak digunakan untuk antiemetik dalam kemoterapi kanker. Droperidol diberikan
secara per oral maupun IM setiap 2-4 hari. Efek sampingnya yaitu sedasi ringan dan
transquilizer.

10
b) Metoklopramide
Mekanisme: metoklopramide memiliki aksi antiemetik pada bagian sentral (pusat
muntah) dan bagian perifer. Pada bagian sentral dengan memblokade reseptor dopamin di
CRTZ dan pada dosis tinggi inhibisi reseptor serotonin di CRTZ. Pada bagian perifer
yaitu dengan stimulasi motilitas lambung dan usus dengan meningkatkan sensitifitas otot
polos terhadap asetilkolin, ini mencegah atoni (tidak berkontraksi) gastrik yang
dibutuhkan dalam refleks emesis untuk mengeluarkan isi gastrik.
Farmakokinetik: absorbsi per oral sangat cepat, dengan konsentrasi tertinggi dalam
plasma yaitu dua jam. Bioavaibilitas dosis oral adalah 50-70%, distribusinya luas
termasuk CNS (dapat melewati sawar darah otak). Bentuk asli (25%) dan metabolit
(75%) dikeluarkan lewat urin. Pada anjing t ½ dalam plasma adalah 90 menit.
Administrasi: metoclopramide diberikan secara per oral, sub kutan, atau intra muskular
setiap 8 jam atau dengan infus intra vena untuk mengontrol kasus emesis pada anjing dan
kucing. Metoclopramide juga diberikan 30 menit sebelum makan dalam treatment
gangguan motilitas gastrik, dan refluks esophagus pada anjing, kucing serta anak kuda.
Efek samping: kontraindikasi pada hewan dengan obstruksi usus (koksidiosis) karena
dapat menyebabkan hemoragi atau perforasi.
c) Ondansetron
Ondansteron dan dolasteron secara spesifik menghambat reseptor serotonin tipe 3 (5-HT3)
yang terdapat dibagian perifer pada nervus vagus dan dibagian sentral pada CRTZ.
Inhibisi dari reseptor 5-HT3 yaitu memblok neurotransmisi dengan cara menutup sodium
channels. Obat antineoplastik dan kemoterapi membahayakan mukosa GI sehingga
dihasilkan serotonin dan emesis.
Fungsi terapi: ondansteron atau dolasteron digunakan pada anjing yang sedang
kemoterapi atau terapi radiasi untuk mengontrol emesis.
Farmakokinetik: data pada hewan belum tersedia
Administrasi: ondansteron diberikan secara PO atau IV satu atau dua kali/ hari.
Efek samping: efek samping sangat jarang. Konstipasi, sindrom extrapiramidal,
hipotensi, dan kardiak aritmia bisa terjadi.
d) Maropitant
Merupakan agen antiemetik baru yang digunakan pada anjing dengan emesis
berkepanjangan. Maropitant merupakan antagonis reseptor neurokinin (NK) yang
merupakan ligan dari substansi P (NK1), reseptor terdapat di pusat muntah. Maropitant
memblok neurotransmisi dari sinyal emetik aferen dari saluran GI dan organ abdominal.

11
Maropitant diadministrasikan pada anjing sekali sehari lewat SC dengan 1 mg/kg/hari
selama 5 hari untuk mencegah dan treatmen emesis akut. Tablet oral dapat digunakan
untuk mencegah mabuk perjalanan dengan 8 mg/kg/hari selama 2 hari.
Farmakokinetik: BA dari maropitant adalah 37%. Pengikatan plasma protein oleh
maropitant pada anjing adalah >99%. Maropitant dimetabolisme oleh enzim sitokrom
P450 di hati. Eliminasi lewat ginjal <1% dari 8 mg/kg dosis PO terdapat dalam urin
sebagai obat utuh atau metabolit. T ½ ~4 jam.
e) Diphenhidramine
Mekanisme: agen antihistamin yang memblok histamin dan kolinergik aferen dari organ
vestibular menuju pusat muntah. Sangat berguna dalam pencegahan mabuk perjalanan
pada anjing
Farmakokinetik: antihistamin diabsorbsi dengan baik secara per oral.
Administrasi: dimenhydrinate, diphenhydramine, atau promethazine diberikan secara per
oral setiap 8 jam.
Efek samping: sedasi, tetapi jaring diamati pada hewan dibandingkan manusia.
f) Hyosine
N-butylscopolammonium bromide (Buscopan) atau hyosine merupakan obat
antispasmodik dan antikolinergik yang digunakan pada kuda untuk mengontrol sakit di
daerah abdominal akibat kolik.
Mekanisme: buscopan secara kompetitif menginhibisi aktivasi parasimpatik dari reseptor
muskarinik yang terdapat di otot polos usus halus.
Fungsi terapi: buscopan diberikan secara IV pada kuda dengan dosis 0,3 mg/kg untuk
mengontrol sakit di daerah abdominal pada kolik dan impaksi sederhana.
Farmakokinetik: waktu paruh obat dalam plasma dari buscopan adalah 6 jam dan
dieliminasi lewat urin dan feses.
Efek samping: transient takikardia, bunyi borborigmal dapat terjadi 30 menit setelah
administrasi obat. Bucospan tidak boleh digunakan pada impaksi kolik yang berkaitan
dengan ileum atau pada kuda dengan glukoma.
g) Propantheline
Mekanisme: obat antikolinergik, memblok kolinergik aferen dari saluran GI menuju
pusat muntah. Meskipun tidak berefek jika diberikan sendiri, mereka akan lebih efektif
ketika dikombinasikan dengan phenothiazine dalam kontrol emesis dari beberapa kasus
gastroenteritis. Contoh kombinasinya yaitu isopropramide + prochlorperazine =
Darbazine.

12
Administrasi: aminopentamine, propantheline, atau isopramide diberikan secara PO, IM,
atau SC setiap 8-12 jam kontrol simptomatis dari emesis dan diare pada anjing dan kucing
Farmakokinetik: propanthelin sangat sedikit yang diabsorbsi secara PO, hanya <25%
dari dosis PO yang diabsorbsi. Setelah terabsorbsi, ia tidak bisa lagi mempenetrasi sawar
darah otak. Setelah pemberian PO propanthelin mencegah metabolisme di GI atau hati;
<5% dari dosis PO diekskresi lewat urin masih dengan bentuk asli. T ½ dalam plasma
pada manusia adalah 1,6 jam dan durasi kerja 6 jam; belum ada informasi yang tersedia
mengenai farmakokinetik propanthelin pada hewan.
Efek samping: antikolinergik kontraindikasi dengan pasien glukoma, xerostomia,
xerophthalmia, takikardia dan konstipasi.
h) Chlorpromazine
Mekanisme: transquilizer fenotiazin menggunakan aksi antiemetik dengan cara memblok
reseptor dopamin (D2) pada CRTZ dan pada dosis tinggi di pusat muntah. Meskipun
merupakan antiemetik berspektrum luas, mereka cenderung tidak efektif pada emesis
karena inflamasi pada saluran GI atau telinga dalam. Blokade dari α-adrenoreseptor
terjadi sebagai dampak dari blokade reseptor dopamin. Fenotiazin juga memiliki aksi
antikolinergik dan antihistamin yang lemah.
Farmakokinetik: fenotiazin diabsorbsi dengan baik secara PO meskipun terdapat
metabolisme tahap satu yang cukup signifikan. Distribusinya luas, obat ini dimetebolisme
di hati oleh konjugat glukoronida atau sulfat dan dieksresikan lewat ginjal.
Administrasi: acepromazin, chlorpromazin, promazin atau prochlorpremazin diberikan
secara PO atau IM setiap 6 jam untuk mencegah emesis pada anjing dan kucing.
Efek samping: hipotensi dan bradikardia karena blokade dari α-adrenergik merupakan
efek samping paling serius dari fenotiazin dan biasanya terjadi pada hewan yang
mengalami dehidrasi. Reaksi hipotensi bisa di treatment dengan agonis α-adrenergik
seperti fenilefrin.
2.4.LAKSANSIA
Laksansia digunakan untuk menaikan pengosongan isi perut melalui stimulasi dari
transpor elektrolit dan cairan dan menaikan motilitas propulsif. Pemberian laksansia pada
anjing dan kucing yaitu:
- Untuk menghilangkan konstipasi atau obstipasi yang menyebabkan impaksi feses.
- Untuk meningkatkan motilitas intestinal agar dapat mengeliminasi racun dari
saluran GI.

13
- Untuk mengosongkan isi perut untuk tindakan bedah, prosedur radiografi (e.g.,
exrethory urography), atau prosedur endoskopi GI bagian bawah
(e.g.,colonoscopy)
A. Hiperosmotic laxatives
Mekanisme: laksatif hiperosmotik merupakan garam atau polimer yang tidak terabsorbsi
atau sedikit terabsorbsi yang secara osmosis menahan air dalam lumen usus. Obat ini
memiliki onset kerja yang cepat yang dimulai di usus halus.
a) Laktulosa
Laktulosa merupakan agen paling efektif dalam kelompok ini. Asam organik yang
diproduksi dari fermentasi laktosa menstimulasi sekresi cairan dan motilitas propulsif
kolon. Laktulosa diberikan dengan dosis 0.5 mL/kg berat badan 2 atau 3 kali sehari.
b) Polytheline glycol
Merupakan campuran isotonik antara polyethilene glycol, sodium sulfate, sodium
bicarbonate, sodium chloride dan potassium chloride. Diberikan secara PO sebelum
colonoscopy pada anjing. Dilaporkan aman untuk penggunaan pada kucing.
c) Magnesium sulfat
Magnesium sulfat (garam epsom) atau magnesium hidroksida diberikan secara PO. Tidak
boleh digunakan pada hewan dengan gangguan ginjal karena 20% dari ion magnesium
diabsorbsi secara normal dan akan diekskresikan oleh ginjal.
B. Bulk laxatives
Mekanisme: bulk laxatif terdiri atas polisakarida yang sulit dicerna yang akan menyerap
air dan menaikan ukuran feses yang akan menstimulasi gerakan peristaltik usus besar.
Sebagian besar produk ini merupakan suplemen diet serat. Sejak berada dalam usus besar,
onset kerjanya dari lambat – normal 1-3 hari. Methylcelulose, tepung sekam padi, atau
psylium ditambahkan dalam diet. Diet serat sangat direkomendasikan karena lebih
ditoleransi, lebih efektif, dan secara fisiologi lebih baik dibandingkan dengan agen
laksatif lainnya. Digunakan pada anjing dan kucing dengan konstipasi ringan atau sebagai
terapi tambahan untuk mengurangi gejala klinis dari kolitis.
C. Lubricants dan surfactants
Minyak mineral (liquid petrolatum) dan petrolatum putih melumasi dan melembutkan
massa feses. Agen ini hanya bisa diberikan secara per rektal untuk meminimalisir risiko
aspirasi jika diberikan secara per oral. Docusate merupakan surfaktan anionik yang
menghidrasi dan melembutkan feses dengan aksi emulsi.
D. Emolient laxatives

14
Laksatif emolient merupakan sabun anionik yang meningkatkan kelarutan air dan lipid
dalam pencernaan, ini meningkatkan absorbsi lipid dan menurunkan absorbsi air. Dioctyl
sodium sulfosuccinate dan dioctyl calcium sulfosuccinate merupakan dua laxatif emolient
yang biasa tersedia dalam bentuk PO. Dosis kedua laksatif emolient ini yaitu 50 mg
secara PO sekali sehari pada anjing dan kucing.
E. Irritant laxatives
Mekanisme: pencahar iritan yang merupakan turunan dari tanaman dan diaktivasi dalam
saluran GI untuk melepaskan derivat iritan yang akan mengaktivasi saraf myeenterik dan
otot polos untuk meningkatkan motilitas usus. Biasanya digunakan pada hewan besar non
ruminansia.
a) Minyak jarak
Minyak jarak dipecah oleh lipase pankreas untuk mengeluarkan iritan risinoleat. Ini akan
menstimulasi peristaltik usus dan menurunkan penyerapan cairan. Biasa digunakan pada
sapi dan anak kuda.
b) Laxatif antraqhuinone
Laxatif antraqhuinone (emodin) terdapat dalam gaharu, senna dan cascara sagrada.
Mengandung glikosida yang akan dihidrolisa di usus besar untuk mengeluarkan iritan
antraquinon yang akan menstimulasi pleksus myeenteric dan meningkatkan motilitas
usus. Onset kerjanya lambat sejak berada dalam usus besar. Biasanya digunakan di kuda.
2.5.ANTIDIARE DAN DEHIDRASI
Diare merupakan peningkatan frekuensi, volume atau cairan feses. Pada umumnya
penyebab diare yaitu:
- Peningkatan sekresi cairan dan elektrolit, misalnya enterotoxigenik infeksi E.
Coli.
- Peningkatan permeabilitas usus, berkurangnya protein akibat enteropathy pada
anjing.
- Diare osmotik, misalnya berkurangnya exokrin pankreatik.
- Perubahan motilitas usus, sangat jarang.

Diare akut dapat diatasi dengan pemberian obat antidiare sementara itu pada diare kronis
perlu diagnosa yang spesifik dan terapi yang spesifik.

Rehidrasi oral dengan larutan elektrolit glukosa agar tidak terjadi dehidrasi, karena pada
saat diare tubuh kehilangan cairan dan elektrolit yang cukup banyak.

15
A. Obat modifikasi motilitas
Mekanisme: opiat meningkatkan segmentasi ritmik GI dan menurunkan motilitas
propulsif dengan cara mengurangi pelepasan asetilkolin. Dengan demikian mereka
memperlambat masuknya isi lumen dan meningkatkan penyerapan air. Secara langsung
mereka menstimulasi absorbsi cairan dan elektrolit secara utuh melalui reseptor µ-opiat di
CNS dan mukosa intestinal.
Fungsi terapi: opiat efektif dalam pemakaian jangka pendek untuk treatment gejala diare
akut. Opiat kontraindikasi pada hewan dengan diare infeksius karena memperlambat
transit GI dapat meningkatkan absorbsi toksin bakteri dan meningkatkan pertumbuhan
bakteri di lumen usus.
Administrasi:
 Paregorik (camphorated tincture of opium) diberikan secara PO 2 atau 3 kali
sehari pada anjing dan kucing dan sekali sehari pada sapi dan anak kuda.
Penggunaan antidiare opiat pada kucing masih kontroversial karena reaksi
rangsangan potensial.
 Diphenoxylate merupakan kongener sintetis dari meperidin. Ini dikombinasikan
dengan atropin sebagai prodrugdari lomotilTM dan diberikan secara PO 2 hingga 3
kali sehari pada anjing. Atropin ditambahkan dalam konsentrasi yang sangat kecil
untuk menghindari penyalahgunaan pada manusia. Belum ada data mengenai
farmakokinetiknya pada hewan.
 Loperamide merupakan opioid piperidin sintetik dengan aksi terbatas pada usus.
Belum ada data farmakokinetiknya pada hewan.
Efek samping: konstipasi, bloat, dan sedasi merupakan efek samping yang paling umum.
Paralisis ileus, toksik megakolon, dan pankreatitis sangat jarang terjadi. Opiat harus
digunakan dengan hati-hati pada kucing karena kemungkinan reaksi eksitatori pada
spesies ini.
B. Agen antikolinergik
Mekanisme: agen antikolinergik menghambat motilitas GI, baik propulsif maupun
nonpropulsif.
Fungsi terapi: agen antikolinergik digunakan sebagai antidiare dan antispasmodik GI.
Administrasi:
 Isopropamide: anjing dan kucing, PO setiap 8-12 jam
 Aminopentamide: anjing dan kucing, secara PO, IM, SC setiap 8-12 jam
 Propantheline: anjing dan kucing, PO setiap 8 jam

16
 Methscopolamine: anjing, PO setiap 8-12 jam
Efek samping: xerostomia, takikardia, retensi urinari dan paralisis ileus.
C. Protektan dan adsorben
Mekanisme: sebagai protektan dan adsorben menyerap toksin dan memberikan
perlindungan bagi mukosa yang sedang mengalami inflamasi. Mereka dapat menurunkan
fluiditas feses tanpa kehilangan air pada feses yang cukup signifikan.
Fungsi terapi: digunakan sebagai protektan dan adsorben pada gejala diare akut.
Administrasi:
 Kaolin/pektin: kaolin (hydrated aluminium sylicate) 20% dikombinasikan
dengan pektin (polygalucturonic acid carbohydrat polymer) 1%. Diberikan pada
ajing, kucing, burung, kuda, sapi, domba dan babi secara PO setiap 4-6 jam.
 Bismuth subsalycilate: memiliki aksi antiprostaglandin. Juga digunakan sebagai
terapi pada treatment helicobacteriosis. Diberikan secara PO pada anjing, kuda,
sapi, babi dan kucing (dosisnya dikurangi) setiap 6-8 jam. Perlu diperhatikan
bahwa kucing sensitif terhadap salycilate.
Efek samping: kaolin/pektin tidak memiliki efek samping. Bismuth subsalicylate
menyebabkan feses berwarna hitam sehingga tidak boleh dikaitkan dengan melena.
Salycilate harus digunakan dengan sangat hati-hati pada kucing.

2.6.ANTASIDA DAN OBAT PADA KASUS TIMPANI


a) Antasida rumen
Penggunaan antasida pada hewan ruminansia ialah dalam pengobatan kasus ringan dari
asidosis laktosa sebagai akibat dari tertelannya karbohidrat dalam jumlah yang banyak.
Pemberian secara per oral setiap 8-12 jam.
 Magnesium oksida (MgO)
 Magnesium karbonat
 Aluminium hidroksida

Efek samping: dapat mengakibatkan alkalosis sistemik pada penggunaan yang berlebihan,
terutama MgO

b) Terapi timpani
Kembung ruminal atau timpani merupakan akumulasi gas yang berlebihan dalam rumen
sebagai akibat dari gas yang tidak dikeluarkan dengan baik, bukan kelebihan produksi.
Gas ruminal bisa dalam bentuk bebas atau biasanya terperangkap dalam buih. Aliran

17
udara dalam rumen bisa mengurangi gas kembung tetapi agen yang kental dibutuhkan
dalam treatment timpani yang berbuih.
Mekanisme aksi: agen anti timpani mengubah tekanan permukaan dari buih dan
memecah buih yang didalamnya terdapat gas yang terperangkap.

Administrasi: agen anti timpani diberikan melalui drench (campuran obat dalam jumlah
besar yang diminumkan kedalam kerongkongan hewan) dan dengan stomach tube.

 Poloxalene (25-50 gram untuk sapi)


 Polymerized methyl silicone (3%emulsi; 30-60 mL pada sapi; 7-15 mL pada domba)
 Minyak sayur (kedelai, kacang tanah, atau bunga matahari); 60 mL pada sapi; 10-15
mL pada domba.
2.7.BAHAN KONTRAS RADIOGRAFI

Bahan kontras merupakan senyawa-senyawa yang digunakan untuk meningkatkan


visualisasi (visibility) struktur-struktur internal pada sebuah pencitraan diagnostik medik.
Bahan kontras dipakai pada pencitraan dengan sinar-X (bahan kontras negatif dengan
bahan dasar udara atau gas). Selain itu bahan kontras juga digunakan dalam pemeriksaan
MRI (Magnetic Resonance Imaging), namun metode ini tidak didasarkan pada sinar-X
tetapi mengubah sifat-sifat magnetik dari ion hidrogen yang menyerap bahan kontras
tersebut. Bahan kontras MRI dengan sifat demikian adalah Gadolinium.

Ada dua jenis bahan baku dari bahan kontras positif yang digunakan dalam
pemeriksaan dengan sinar-X yaitu barium dan iodium. Sebuah tipe bahan kontras lain
yang sudah lama adalah thorotrast dengan senyawa dasar thorium dioksida, tapi
penggunaannya telah dihentikan karena terbukti bersifat karsinogen.

A. Barium sulfat
Bahan kontras barium sulfat, berbentuk bubuk putih yang tidak larut. Bubuk ini dicampur
dengan air dan beberapa komponen tambahan lainnya untuk membuat campuran bahan
kontras. Bahan ini umumnya hanya digunakan pada saluran pencernaan; biasanya ditelan
atau diberikan sebagai enema. Setelah pemeriksaan, bahan ini akan keluar dari dalam
tubuh bersama feses.
B. Bahan kontras iodium
Bahan kontras iodium bisa terikt pada senyawa organik (non ionik) atau sebuah senyawa
ionik. Bahan-bahan ionik dibuat pertama kali dan masih banyak digunakan dengan

18
tergantung pada pemeriksaan yang dimaksudkan. Bahan-bahan ionik memiliki profil efek
samping yang lebih buruk. Senyawa-senyawa organik memiliki efek samping dari efek
samping yang disebabkan oleh larutan hiperosmolar yang diinjeksikan, yaitu zat-zat ini
membawa lebih banyak atom iodine, maka daya atenuasi sinar-X bertambah. Ada banyak
molekul yang berbeda. Media kontras yang berbasis iodium dapat larut dalam air dan
tidak berbahaya bagi tubuh. Bahan-bahan kontras ini banyak dijual sebagai larutan cair
jernih yang tidak berwarna. Konsentrasinya biasanya dinyatakan dalam mg I/mL. Bahan
kontras teriodinasi modern bisa digunakan hampir disemua bagian tubuh. Kebanyakan
diantaranya digunakan secara intravenous, tapi untuk berbagai tujuan juga bisa digunakan
secara intraarterial, intrathecal (tulang belakang) dan intraabdominaly – hampir pada
seluruh rongga tubuh atau ruang yang potensial.
C. Gadolinium

Gadolinium adalah unsur kimia yang dalam tabel sistem periodik memiliki simbol
Gd dengan nomor atom 64. Gadolinium menjadi superkonduktif dibawah suatu
temperatur kritis 1,083 K. Dan merupakan strongly magnetik pada suhu ruang, dan
menunjukan sifat feromagnetik dibawah suhu ruang.

Gadolinium memperlihatkan efek magnetokalorik yaitu peningkatan temperatur


ketika berada dalam medan magnet. Dikarenakan sifat paramagnetiknya larutan organik
gadolinium kompleks dan senyawa gadolinium digunakan secara intravenous sebagai
bahan kontras untuk keperluan pencitraan medis magnetic resonance imaging (MRI).
Kontras gambar yang dihasilkan gadolinium pada MRI dipengaruhi oleh perubahan
variasi T1 dan T2 jaringan. Nilai T1 dan T2 diubah oleh perubahan jumlah fluktuasi
medan magnet dekat sebuah inti. Medan paramagnetik oleh gadolinium menghasilkan
banyak osilasi medan. Pada umumnya kontras gambar pada MRI diperoleh oleh suatu
jaringan yang memiliki afinitas yang lebih tinggi (gaya tarik menarik) atau vaskularisasi
yang lebih banyak dibandingkan jaringan lain. Sebagai contoh tumor memiliki Gd uptake
yang lebih besar dibandingkan jaringan disekitarnya menyebabkan T1 tumor lebih singkat
sehingga sinyal yang dihasilkan lebih kuat.

Disamping MRI, gadolinium (Gd) juga digunakan dalam teknik pencitraan lain.
Pada pemeriksaan dengan sinar-X, gadolinium terdapt dalam lapisan phosphor terdapat
dalam suatu polimer matriks pada detektor. Terbium-doped gadolinium oxysulfide
(Gd2O2STb) pada lapisan phosphor mengubah sinar-X menjadi cahaya nampak. Gd

19
dapat memancarkan cahaya dengan panjang gelombang 540 nm (spektrum cahaya hijau
=520-570 nm), yang bermanfaat pada penggunaan dalam photographic film. Gadolinium
oxythosilicate (GSO) adalah sebuah kristal tunggal yang digunakan sebagai scintilator
pada peralatan pencitraan medis seperti Positron Emission Tomography (PET). Scintilator
lain yang terbaru untuk mendeteksi neutron adalah cerium-doped gadolinium
orthocilicate (GSO-Gd2SiO5:Ce).

Dimasa yang akan datang, gadolinium ethyil sulfate, yang memiliki karakteristik
noise yang sangat rendah, dapat digunakan dalam massers. Selanjutnya gadolinium’s high
magnetic movement dan loa Curie temperature (yang hanya pada suhu ruang) merupakan
aplikasi komponen magnetik untuk mengindra panas dan dingin. Menyebabkan extremly
high neutron cross-section of gadolinium, elemen ini sangat efektif digunakan pada
neutron radiography.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat Sistem Pencernaan adalah obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal dan
hepatobiliar Sistem pencernaan berfungsi : menerima makanan, memecah makanan
menjadi zat-zat gizi (suatu proses yang disebut pencernaan), menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah, membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna dari
tubuh.Jenis-jenis obat pencernaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Antitukak,
Antipasmodik, Antasida, Antiemetik , Antikolinergik, Hepatoprotektor , Prokinetik,
Antidiare , Laksatif. Dari sekian obat yang disebutkan di atas, setiap obat memiliki efek
dan fungsi yang berbeda sesuai dengan golongan obat tersebut.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini kiranya penulis dan pembaca dapat memahami mengenai
obat yng bekerja pada sistem gastrointestinal, cara pemberiannya pada hewan,
farmakodinamik obat dan kontraindikasi serta toksisitas dari obat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Gan gunawan, Sulistia (2001). Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: FKUI
Hsu, Walter H (2008). Handbook of Veterinary Pharmacology: USA : Wiley- Blackwell
http://ss-radiology.blogspot.com/2019/05/bahan-kontras-radiografi_12.html

22

Anda mungkin juga menyukai