Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PATOLOGI UMUM

Oleh

Serviana Bupu Papang 1709010047

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG
2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiraat Tuhan Yang Maha Esa yang hingga saat ini masih memberikan
nikmat iman dan kesehatan, sehingga penulis diberi kesempatan yang luar biasa ini untul
menyelesaikan tugas makalah patologi umum tentang “Adaptasi Seluler”.

Penulis menyadari pada makalah ini masih banyak terdapat kekurangan serta jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
diperbaiki dan menjadi lebih baik lagi.

Akhirnya, semoga makalah ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi setiap
pihak terutama bagi para pembaca.

Kupang, 29 Mei 2019


BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sel adalah unit terkecil yang menunjukkan semua sifat dari kehidupan. Aktifitasnya
memerlukan energi dari luar untuk proses pertumbuhan, perbaikan dan reproduksi (Robbins,
2010). Sel mampu mengatur dirinya dengan cara mengubah struktur dan fungsinya sebagai
respon terhadap berbagai kondisi fisologis maupun patologis. Kemampuan ini disebut dengan
adaptasi selular.

Sel merupakan partisipan aktif di lingkungannya yang secara tetap menyesuaikan


struktur dan fungsinya untuk mengakomodasi tuntutan perubahan stress ekstrasel. Ketika
mengalami stress fisiologi atau rangsangan patologis sel bisa beradptasi mencapai kondisi baru
dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Respon adaptasi utama adalah atrofi, hipertrofi
dan metaplasia. Jika kemampuan adaptasi berlebihan, sel mengalami jejas. Dalam waktu
tertentu, cedera bersifat reversible dan sel kemudian ke kondisi stabil semula. Namun, dengan
stress berat atau menetap dapat terjadi cedera irreversible dan sel yang terkena akan mati.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja jenis-jenis dari adaptasi seluler?

1.3. Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui tentang jenis-jenis adaptasi seluler serta contoh-contohnya
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Jenis-jenis adaptasi seluler

2.1.1.Akibat faktor perolehan

 Atrofi

Atrofi adalah penurunan ukuran sel. Mengecilnya ukuran sel tersebut terjadi karena
sel-sel spesifik, yaitu sel-sel parenkim yang menjalankan fungsi alat tubuh tersebut
mengecil. Jadi, bukan mengenai sel-sel jaringan ikat atau stroma alat tubuh
tersebut. Stroma tampaknya bertambah; yang sebenarnya hanya relatif, karena stroma
tetap. Kadang-kadang dapat terjadi atrofi akibat jumlah sel parenchym berkurang, yaitu
atrofi numerik. Meskipun atrofi biasanya merupakan proses patologik juga dikenal atrofi
fisiologik. Beberapa alat tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa
perkembangan/kehidupan dan jika alat tubuh tersebut sesudah masa usia tertentu tidak
menghilang, malah dianggap patologik.

1. Atrofi senilis

Alat tubuh pada makhluk hidup yang sudah berumur lanjut pada umumnya
mengecil. Proses menjadi tua akhir-akhir ini banyak menjadi perhatian dan banyak
dipelajari oleh berbagai pihak. Sebab-sebab atrofi pada masa tua itu bermacam
macam, di antaranya ialah pengaruh endokrin, involusi akibat hilangnya rangsang-
rangsang tumbuh, mengurangnya perbekalan darah akibat sklerosis arteri. Pada atrofi
senilis, atrofi terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi sneilis termasuk
ke dalam atrofi umum.Atrofi umum juga terjadi pada kelaparan. Starvation atrophy
adalah atrofi yang terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan untuk waktu yang lama.

2. Atrofi setempat

Atrofi setempat dapat terjadi akibat keadaan-keadaan tertentu

3. Atrofi inaktivitas
Terjadi akibat inaktivitas alat tubuh atau jaringan misalnya inaktivitas otot-otot
mengakibatkan oto- otot tersebut mengecil. Atrofi ini disebut juga atrofi neurotrofik.

4. Atrofi desakan

Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus menerus atau desakan yang lama.

5. Atrofi endokrin

Atrofi endokrin terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung kepada rangsang
hormon tertentu. Atrofi ini akan terjadi apabila hormon tersebut berkurang atau terhenti
sama sekali.

Pada ekstrem yang lain, jika suatu otot tidak digunakan, kandungan aktin dan miosinnya
akan berkurang, serat-seratnya menjadi lebih kecil, dan dengan demikian otot tersebut
berkurang massanya (atrofi) dan menjadi lebih lemah. Atrofi dapat terjadi melalui dua
cara yaitu;

a. Disuse atrophy

Terjadi jika suatu otot tidak digunakan dalam jangka waktu lama walaupun persarafannya
utuh, seperti ketika menggunakan gips atau berbaring untuk jangka waktu lama.

b. Atrofi denervasi

Terjadi setelah pasokan saraf ke suatu otot terputus. Apabila otot dirangsang secara listrik
sampai persarafan dapat dipulihkan, seperti pada regenerasi saraf perifer yang terputus, atrofi
dapat dihilangkan tetapi tidak dapat dicegah seluruhnya. Aktifitas kontraktil itu sendiri jelas
berperan penting dalam mencegah atrofi; namun, faktor-faktor yang belum sepenuhnya
dipahami yang dikeluarkan dari ujung-ujung saraf aktif, yang mungkin terkemas bersama
dengan vesikel asetilkolin, tampaknya berperan penting dalam integritas dan pertumbuhan
jaringan otot.

 Hipertrofi
Hipertrofi merupakan kelainan progresif berupa bertambahnya isi atau volume suatu
jaringan atau alat tubuh yang terjadi pada sel-sel yang tidak dapat memperbanyak diri sehingga
sel-sel yang menyusun jaringan atau alat tubuh tersebut membesar. Pada kondisi tersebut
membesarnya jaringan atau alat tubuh disebabkan sel-sel yang menyusunnya membesar, bukan
karena bertambahnya jumlah sel.

Hipertrofi biasanya ditandai dengan; Bertambah besar ukuran sel karena bertambahnya
jumlah ultrastruktur dalam sel bukan disebabkan karena bertambahnya cairan di dalam sel,
meningkatnya ukuran sel meningkatkan ukuran alat tubuh, hipertrofi sering terjadi pada otot
skelet dan otot jantung.

Oleh karena keduanya tidak mampu meningkatkan metabolisme untuk melakukan


mitosis dan pembentukan lebih banyak sel untuk menghadapi kerja. Selain itu hepertrofi ini
dapat disebabkan karena otot dilatih secara berlebihan yang mengakibatkan peningkatan
volume organ atau jaringan

Pencegahan untuk gangguan hipertrofi dapat dengan cara melatih otot sewajarnya dan
mengurangi aktivitas yang berlebihan, jika telah terlanjur mengalami hipertrofi dapat diatasi
dengan cara terapi akupuntur.

 Hiperplasia

Hiperplasia adalah peristiwa meningkatnya jumlah sel yang terjadi pada organ tertentu akibat
peningkatan proses mitosis. Hiperplasia dapat terjadi dan ditemui pada sel yang dirangsang
dengan peningkatan beban kerja, pensinyalan oleh hormon atau sinyal yang dihasilkan secara
lokal sebagai respon terhadap penurunan kepadatan jaringan. Hiperplasia hanya dapat terjadi
pada sel-sel yang mengalami proses mitosis, seperti sel hati, ginjal, dan jaringan
ikat. Hiperplasia adalah respon normal dari jaringan tubuh.

Berdasarkan penyebab terjadinya, hiperplasia dapat terbagi atas 3, yaitu hiperplasia fisiologis,
hiperplasia patologis dan hiperplasia kompensasi.
a. Hiperplasia fisiologis
Adalah hiperplasia yang terjadi setiap bulan pada sel-sel jaringan endometrium uterus (rahim)
selama stadium folikuler pada siklus menstruasi.
b. Hiperplasia patologis
Adalah hiperplasia yang dapat terjadi karena perangsangan hormon yang berlebihan. Contoh
peristiwa ini terjadi pada kasus akromegali, suatu penyakit yang terjadi pada jaringan ikat yang
ditandai oleh meningkatnya hormon pertumbuhan.
c. Hiperplasia kompensasi
Adalah hiperplasia yang terjadi karena sel jaringan berproliferasi untuk menggantikan jumlah
sel yang telah mengalami penurunan pada jaringan tertentu. Hiperplasia ini ditemui pada sel-
sel hati setelah pengangkatan sebagian jaringan hati melalui pembedahan. Hiperplasia ini
terjadi dengan kecepatan yang signifikan.

 Metaplasia

Metaplasia adalah perubahan satu jenis sel normal menjadi jenis sel normal lainnya.
Metaplasia sering terjadi sebagai suatu proses maturasi sel atau sebagai mekanisme
adaptasi terhadap stimulus dari luar tubuh. Metaplasia ada perubahan reversible suatu jenis sel
dewasa yang digantikan oleh jenis sel dewasa lainnya. Sebenarnya tujuan metaplasia pada
umumnya menggambarkan proses adaptasi atau dampak perlindungan. Namun perubahan ini
juga menimbulkan kerugian, contohnya perubahan ini mengakibatkan hilangnya fungsi
perlindungan silia dan mukus dari epitel columnar normal pernapasan (Robbins & Coutran ,
2010).

Metaplasia

Micrograph dari
persimpangan gastro - esofagus dengan metaplasia
asinar pankreas .Mukosa esofagus ( epitel
skuamosa berlapis) terlihat di sebelah
kanan. Mukosa lambung (epitel kolumnar
sederhana) terlihat di sebelah kiri. Epitel
metaplastik berada di persimpangan (pusat gambar)
dan memiliki sitoplasma eosinofilik (merah muda
terang) yang intens.Noda H&E .

Ketika sel dihadapkan dengan tekanan fisiologis atau patologis, mereka merespons
dengan beradaptasi dengan beberapa cara, salah satunya adalah metaplasia. Ini adalah
perubahan jinak (yaitu non-kanker) yang terjadi sebagai respons terhadap perubahan
lingkungan (metaplasia fisiologis) atau iritasi fisik atau kimia kronis. Salah satu contoh
iritasi patologis adalah asap rokok yang menyebabkan sel epitel pernapasan kolar
bersekresi lendir bersilia lesi yang melapisi saluran udara diganti oleh epitel skuamosa
bertingkat, atau batu di saluran empedu yang menyebabkan penggantian epitel kolumnar
sekretori dengan stratifikasi epitel skuamosa ( squap metaplasia ). Metaplasia adalah
adaptasi yang menggantikan satu jenis epitel dengan yang lain yang lebih mampu
menahan tekanan yang dihadapinya. Hal ini juga disertai dengan hilangnya fungsi
endotel, dan dalam beberapa kasus dianggap tidak diinginkan; Ketidaksukaan ini
digarisbawahi oleh kecenderungan daerah metaplastik untuk akhirnya berubah menjadi
kanker jika iritasi tidak dihilangkan.

Sel asal untuk banyak jenis metaplasia adalah kontroversial atau tidak diketahui. Sebagai
contoh, ada bukti yang mendukung beberapa hipotesis asal berbeda dalam kerongkongan
Barrett. Mereka termasuk trans differensiasi langsung sel skuamosa ke sel kolumnar, sel
induk berubah dari tipe esofagus menjadi tipe usus, migrasi sel jantung lambung, dan
populasi sel embrionik penduduk yang ada sampai dewasa.

 Displasia

Displasia merupakan pembentukan abnormal dari sel atau jaringan, hal ini disebabkan
oleh malformasi dari jaringan pada saat maturasi. Dilihat secara makroskopisnya, serat kolagen
memadat dan meruncing (fibrilasi). Fibrilasi yang menyebabkan hilangnya kartilago artikular
menyebabkan permukaan tulang subchondralis terlihat padat, mengkilap dan keras (eburnasi).
Sedangkan jika diamati secara mikroskopis, tampak terjadi perubahan struktural dari susunan
sel normal ke susunan abnormal. Pada displasia, jaringan atau sel kanker diketahui belum
menyebar atau meluas ke organ maupun jaringan lain. Sejumlah besar sel pada jaringan sel
normal diketahui adalah sel matur atau bisa juga disebut juga dengan sel dewasadan sel muda
hanya dijumpai sebagian kecil saja. Ketika jaringan mengalami displasia, otomatis jumlah sel
muda yang tadinya sedikit pun ditemukan lebih banyak.

Ketika sel mudah bertambah banyak, maka sel dewasa atau sel matur pun menjadi lebih
sedikit. Ada satu contoh yang perlu diketahui, yakni displasia sel leher rahim di mana
pemeriksaan displasia dinding leher ini dapat dilakukan melalui pap smear. Akan nampak
nantinya ada banyak sel-sel muda ketika berada di bawah mikroskop.

Sel skuamosa normal

Sel dysplastic

2.1.2. Gangguan Perkeembangan

 Agenesis
Aganesis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan kegagalan sebagian atau
seluruh organ berkembang saat masih dalam tahap embrio. Agenesis sering terjadi
karena jaringan tubuh embrio yang membangun organ tertentu tidak ada. Sebagian besar
jenis agenesis menimbulkan gangguan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, namun ada
juga yang bersifat mematikan.

Anda mungkin juga menyukai