Anda di halaman 1dari 23

Ketakutan dan Kecemasan

Posted on 21 Maret 2012 by Fany

A. Definisi

Istilah kecemasan (anxiety) diambil dari bahasa latin anger, yang berarti mencekik.
Kecemasan diartikan sebagai perasaan kegelisahan atau sesuatu yang menakutkan,
bersifat menekan perasaan seseorang. Pada umumnya

termanifestasi pada bagian-bagian tubuh,


seperti: kecemasan kronis yang terus-menerus yang mencakup situasi kehidupan,
seperti cemas akan terjadi kecelakaan atau kesulitan finansial.

Menurut Freud (Barlow & Durand dalam Sari & Basri, 2007), kecemasan
merupakan reaksi fisik terhadap lingkungan sekitar yang berbahaya yang
mengaktifkan kembali situasi yang menakutkan. Kecemasan merupakan derivat
pertama dari konflik. Kecemasan akan timbul bila motif-motif yang saling
bertentangan tidak dimengerti dan tidak disadari oleh klien. Kecemasan atau
anxiety ini pada taraf faal terdiri dari proses-proses faal yang tidak terorganisir, di
manapredominance dari susunan saraf otonomi, misalnya jantung berdebar-debar,
nafas sesak, dans ebagainya. Pada taraf psikologis (yang juga mencakup taraf faal),
kecemasan terdiri dari perasaan tegang, bingung, perasaan yang samar-samar, dan
berubah-ubah, kadang-kadang disertai gerakan-gerakan yang tidak konsisten, atau
reaksi-reaksi psikologis yang bercampur baur.
Sebagian dari gangguan yang didasari oleh kecemasan merupakan nama baru dari
gangguan neurotik atau neurosis. Secara khusus, Freud mengemukakan bahwa
neurotik merupakan tampilan dari konflik di dalam diri yang melibatkan
keinginan-keinginan yang tidak dapat dipenuhi karena adanya hambatan dari super
ego, sedangkan ego tidak dapat membuat suatu keputusan untuk mendamaikannya.
Dalam hal ini, terlihat apa yang disebut kecemasan, yaitu suatu perasaan yang
sifatnya umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan
diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya (Wiramihardja, 2005).

Kecemasan seringkali menjadikan seseorang menjadi tidak sabar, mudah marah,


tidak dapat tidur, dan tidak dapat konsentrasi. Ada perbedaan antara kecemasan
dan ketakutan. Kecemasan adalah reaksi emosional, suatu reaksi yang berlebihan
karena menganggap adanya bahaya dari lingkungan. Ketakutan normal adalah
tanggapan yang terjadi, ketika menghadapi bahaya yang nyata atau riil. Kecemasan
tidak sama dengan ketakutan, ketakutan terjadi karena menghadapi ancaman yang
timbul pada saat ini dan objeknya nyata. Kecemasan timbul karena antisipasi
terhadap suatu kejadian yang belum terjadi, tetapi dianggap akan berdampak buruk.
Kecemasan merupakan reaksi emosional yang lebih umum, bila dibandingkan
denganketakutan.

Ketakutan dan kecemasan dapat berkembang menjadi suatu perasaan yang


berlebihan. Kecemasan dan ketakutan tersebut diresapkan ke dalam perasaan dan
pikiran secara mendalam dan disertai berbagai dampak yang mungkin berkembang
dan mungkin terjadi, seperti dampak secara psikologis. Pemikiran yang
berkembang dari kecemasan atau ketakutan yang lebih lanjut ini, mengakibatkan
seseorang mudah mengalami keraguan. Keraguan timbul berkaitan dengan
gambaran yang bersifat negatif; pemikiran negatif ini tidak dapat dikendalikan, dan
mempengaruhi perasaan berkaitan dengan bahaya atau ancaman di masa akan
datang.
Ketakutan dan kecemasan dapat membuat sedih hanya karena intensitasnya.
Keasyikan yang terus-menerus dengan ketakutan tertentu, seperti risiko terhadap
kesehatan seseorang dalam gangguan panik, juga bisa membuat rasa takut tidak
mudah untuk ditolerir. Selain itu, ketakutan dan panik terkait dengan risiko yang
lebih tinggi pada bunuh diri (Marks, 1987) atau penyakit jantung serius (Haines et
al., 1987). Namun, mechanisme penyebab hubungan ini jauh dari kejelasan. Lebih
jelas, ketakutan dan kecemasan kronis dapat merusak hubungan sosial, pekerjaan,
dan rekreasi. Penghindaran yang paling sering dilakukan ditambah dengan ekspresi
ketakutan adalah agorapobia. Namun, banyak faktor yang membatasi hubungan
antara penghindaran dengan ekspresi ketakutan dan kecemasan.

Kecemasan (anxiety) merupakan dampak dari konflik yang menjadi bagian


kehidupan yang tak terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika
kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan
individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan
reaksi adaptif yang sesuai (Putranto, 2009).

Menurut teori Freud, ada tiga jenis kecemasan, yaitu :

1. Kecemasan realistik (realistic anxiety) adalah takut kepada bahaya nyata


yang ada diluar.
2. Kecemasan neurotik (neurotic anxiety) adalah ketakutan akan tidak
terkontrolnya insting dan akan mengakibatkan adanya hukuman. Ketakutan
ini merupakan ketakutan terhadap hukuman yang akan diterima dari
orangtua atau figur penguasa lainnya.
3. Kecemasan moral (moral anxiety) adalah ketakutan terhadap kata hati.
Perasaan bersalah dimana mereka melakukan sesuatu atau berfikir untuk
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kode moral yang telah ada.
David Barlow menampilkan suatu model mengenai sumber anxiety, baik yang
bersangkutan dengan sisi biologis, psikologis, maupun kejadian-kejadian di
lingkungan. Barlow mengatakan, jika kita mendasarkan diri pada cara fasilitas
yang bersifat mutualistis, maka kita akan memberikan atau menemukan
sistemfeedback yang terus menerus. Inti kognitif dan emosional dari sistem ini
diperkuat oleh pengalaman alarm (tanda bahaya) yang berulang kali.

Jadi, gangguan kecemasan (anxiety) merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri
kecemasan atau ketakutan yang tidak realistik, juga irrasional, dan tidak dapat
secara intensif ditampilkan dalam cara-cara yang jelas. Gangguan kecemasan
ditandai oleh perasaan-perasaan khawatir, takut, aprehensi, yang bersifat menyebar,
kabur, dan tidak menyenangkan, yang berhubungan dengan perilaku-perilaku
maladaptif. Untuk menerangkan hal ini, ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu
mengenai gaya neurotik. Ada dua hal penting dalam gaya neurotik ini, yaitu inti
neurotik (neurotic nucleus) berupa persepsi bahwa lingkungan penuh ancaman dan
pertentangan neurotik (neurotic paradox) berupa perasaan mengenai dirinya yang
berada dalam keadaan darurat sehingga melakukan tindakan dan membangun
sikap yang betentangan dengan proses penyembuhan yang sesungguhnnya
(Wiramihardja, 2005).

Jenis-jenis hambatan (inhibition) dalam gaya neurotik antara lain :

1. Agresi atau asersi: seorang dengan gaya neurotik memperlihatkan diri


sebagai seseorang yang selalu gelisah dalam situasi manapun.
2. Tanggung jawab dan kemandirian: ada individu yang mengembangkan pola
perilaku yang didasari sikap aversif yang didorong oleh kecemasan (anxiety)
dalam rangka berlatih membangun indenpendensi atau untuk memiliki
otonomi (otoritas) untuk menguasai atau mengatur orang lain.
3. Submission: sikap dan perilaku yang cenderung mengalami rasa takut atau
cemas dalam menghadapinya dengan melakukan tindakan-tindakan
mengikuti kulturnya.
4. Kedekatan (intimacy) dan kepercayaan (trust): orang-orang yang merasa
dirinya mengalami anxiety yang kuat, berusaha untuk mendekat pada pihak-
pihak yang lebih kuat.

B. Jenis-jenis Ketakutan dan Kecemasan

Kecemasan dan ketakutan berdasarkan yang telah diterangkan pada pembahasan


sebelumnya, bahwa hal tersebut merupakan bentuk reaksi psikologis terhadap
stimulus nyata atau tidak nyata dan rasional maupun irrasional. Perasaan cemas
dan takut yang berlebihan dalam tinjauan psikologi klinis dianggap sebagai bentuk
gangguan. Gangguan kecemasan dan ketakutantersebut berdasarkan DSM IV-TR
dibedakan menjadi 6 kategori utama, yaitu: fobia, gangguan panik, gangguan
anxietas menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress pascatrauma,
dan gangguan stress akut (Davison et al, 2006).

 Gangguan Obsesif Kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder-OCD)

Terkadang sebagian besar orang memiliki pemikiran yang tidak dikehendaki dari
waktu ke waktu, dan sebagian besar memiliki dorongan untuk melakukan perilaku
tertentu yang memalukan atau bahkan berbahaya secara berulang-ulang. Namun
hanya sedikit yang menderita gangguan obsessive compulsive disorder, yang
merupakan gangguan kecemasan dimana pikiran dipenuhi dengan pemikiran yang
menetap dan tidak dapat dikehendaki dan individu dipaksa untuk terus-menerus
mengulang tindakan tertentu, menyebabkan distress yang signifikan dan
mengganggu keberfungsian sehari-hari.
OCD lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan laki-laki. Gangguan
ini terjadi pada usia sebelum 10 tahun atau pada akhir masa remja atau awal masa
dewasa. Gangguan ini juga dilaporkan terjadi pada anak usia 2 tahun. Namun
diantara kasus-kasus yang terjadi, gangguan terjadi pada usia yang lebih dewasa.
Gangguan ini terjadi seringkali setelah seseorang mengalami kejadian yang penuh
stress, seperti kehamilan, melahirkan, konflik keluarga, atau kesulitan pekerjaan.
Gangguan ini terjadi pada laki-laki yang berusia muda berkaitan dengan kompulsi
membersihkan. OCD menunjukkan adanya komorbiditas dengan gangguan
anxietas lain seperti gangguan panic dan pobia, juga denagn berbagai gangguan
kepribadian (Kringlen, 1970 dalam Davison, 2006).

Obsesi adalah pikiran, impuls, dn cerita yang menggangu dan berulang yang
muncul dengan sendirinya serta tidak dapat dikendalikan, walaupun demikian
biasanya tidak selalu tampak irasional bagi individu yang mengalaminya. Secara
klinis, obsesi yang paling banyak terjadi berkaitan dengan ketakuatan akan
kontraminasi, ketakutan mengekspresikan impuls seksual dan agresif, dan
ketakutan hipokondrial akan disfungsi tubuh. Obsesi juga dapat berupa keragu-
raguan ekstrem, prokrastinasi, dan ketidaktegasan.

Kompulsi adalah perilaku atau tindakan mental repetitive yang mana sesorang
merasa didorong untuk melakukannya dengan tujuan untuk mengurangi ketgangan
yang disebabkan pikiran-pikiran obsesif atau untuk mencegah terjadinya suatu
bencana.

 Gangguan Stress Pascatrauma (Posttraumatic Stress Disorder-PTSD)

PTSD merupakan respon ekstrem terhadap suatu stressor berat, termasuk


meningkatnya kecemasan, penghindaran stimuli yang diasosiasikan dengan traum,
dan tumpulnya respon emosional. PTSD ditentukan oleh sekelompok somtom yang
terdapat pada DSM IV TR, namun tidak sama dengan gangguan lainnya yang
mencakup bagian dari asumsi etiologinya, yaitu suatu kejadian traumatis yang
dialami atau disaksikan secara langsung oleh sesorang berupa kematian atau
ancaman kematian, atau cedera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik atau
diri seseorang. Kejadian tersebut harus menciptakan ketakutan ekstrem, horror,
atau rasa tidak berdaya. Terdapat perbedaan antara gangguan stress pascatrauma
dan gangguan stress akut, suatu diagnosa yang pertama kali muncul dalam DSM
IV. Hampir semua orang yang mengalami trauma mengalami stress, kadangkala
hingga tingkat yang sangat berat. Hal itu normal. Jika stressor menyebabkan
kerusakan signifikan dalam keberfungsian social dan pekerjaan selama kurang
dari satu bulan, diagnosis yang ditegakkan adalah gangguan stress akut. Penyebab
utama PTSD adalah peristiwa yang terjadi, bukan orang yang bersangkutan.
Trauma yang paling sering memicu PTSD adalah kehilangan orang yang dicintai,
yaitu sekitar sepertiga dari seluruh kasus (Breslau et al, dalam Davison, 2006).

 Gangguan Anxietas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)

Individu yang mengalami gangguan anxietas menyeluruh (GAD) akan terus


menerus merasa cemas. Kekhawatiran kronis akan hal-hal atau masalah-masalah
yang kecil. Mereka menghabiskan banyak waktu hanya untuk menghawatirkan
hal-hal yang dianggap kekhawatiran mereka sebagai sesuatu yang tidak dapat
dikontrol. Kekhawatiran yang paling sering dirasakan oleh para pasien GAD
adalah kekhawatiran akan kesehatan mereka dan masalah sehari-hari. Orang-
orang yang mengalami gangguan GAD akan sulit berkonsentrasi, sangat mudah
lelah, kurang sabar, mudah tersinggung, dan mengalami ketegangan otot yang
sangat.

Pasien yang mengalami gangguan GAD tidak mengupayakan penanganan


psikologis, prevalensi sepanjang hidup gangguan ini akan cukup tinggi; gangguan
terjadi sekitar 5% dari populasi umum manusia. Gangguan ini menyerang di
pertengahan masa remaja, namun banyak orang yang mengalami menuturkan
bahwa mereka mengalami masalah tersebut sepanjang hidup. Gangguan ini terjadi
dua kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pada laki-laki, dan memeiliki
tingkat komorbiditas tinggi dengan gangguan anxietas lain dengan gangguan mood.
Sulit untuk mengatasi GAD . dalam studi tindak lanjut, hanya sekitar 18% yang
tidak lagi mengalami simtom-simtom gangguan tersebut, namun kemungkinan
angka penderita akan meningkat. Penanganan untuk gangguan ini adalah dengan
penggunaan terapi kognitif-behavioral dalam psikologi klinis (Brown et al, 2001;
Woodman et al, 1999; Davison et al, 2007).

 Gangguan Phobia

Kata fobia berasal dari kata yunani phobos,berarti “takut”.konsep takut dan cemas
bertautan erat. Para psikopatolog mendefinisikan fobia sebagai penolakan yang
menganggu yang diperantarai oleh rasa takut yang tidak proposional dengan
bahaya yang dikandung oleh obyek atau situasi tertentu dan diakui oleh si
penderita sebagai sesuatu yang tidak berdasar.

Ketakutan yang lebih eksotik juga diberi nama yang diambil dari bahasa yunani,
sebagai contoh ergasiophobia, ketakutan menulis; pnigophobia, ketakutan tersedak;
taphephobia, ketakutan dikubur hidup-hidup; anglophobia, ketakutan pada inggris;
musophobia, ketakutan pada tikus; dan hellenologophobia, ketakutan pada kondisi
ilmiah yang semu (McNally,1997).

 Gangguan Panik

Gangguan panic adalah serangan panik berulang yang mencakup timbulnya


simtom-simtom psikologi secara mendadak, seperti pusing, denyut jantung yang
cepat, dan gemetar, disertai dengan teror dan perasaan berada dalam bencana.
Gangguan panic juga m erupakan serangan panic yang tidak diharapkan, yang
dipicu oleh hal-hal yang bagi orang lain bukan merupakan hal yang luar biasa.
Orang-orang tertentu dapat mengalami serangan panic yang dipicu oleh suatu
situasi atau kejadian khusus (spesifik). Beberapa orang dengan
gangguan panicmengalami beberapa serangan dalam periode waktu yang singkat,
seperti setiap hari dalam seminggu dan kemudian berminggu-minggu atau
berbulan-bulan. Namun selanjutnya tidak mengalami serangan sama sekali.

 Gangguan Stress Akut

Gangguan stress akut merupakan gangguan yang simtom-simtomnya sama dengan


gangguan stres pascatrauma, namun berlangsung hanya empat minggu atau kurang
dari empat minggu.

C. Etiologi

1. Pengaruh Pengkondisian

Teori yang paling berpengaruh dari ketakutan dan kecemasan dalam psikologi
klinis telah ditekankan pada efek dari pengalaman yang tidak menyenangkan yang
terjadi dalam hubungan yang tidak mengancam dengan situasi sebaliknya, yaitu
model pengkondisian klasik (Rachman, 1991; Wilson, 1982).

1. Hipotesis etiologi yang lain

Pengamatan pada ketakutan dan penghindaran yang dialami oleh seseorang dapat
menjadi model terhadap reaksi klien yaitu pada hipotesis pembelajaran sosial.
Konsisten dengan ini, Windheuser (1978) telah menunjukkan bahwa anak
memiliki ketakutan yang sama dengan ibu mereka. Beberapa penulis telah
mencatat kemungkinan misalnya bahwa anak-anak akan mengembangkan rasa
takut tambahan ketika mereka telah memiliki banyak ketakutan (Liddell, 1990).
Pada orang dewasa dengan ketakutan yang intens dapat menyajikan tingkat
neurotisisme yang lebih tinggi (Lautch, 1971). Hal ini berpengaruh pada biologis
dan ketakutan yang berasal dri genetik.

1. Pandangan psikodinamika

Adanya konflik yang tidak disadari antara ego dan impuls-implus id. Impuls
tersebut bersifat seksual dan agresif, berusaha untuk mengekspresikan diri tetapi
ego tidak mengizinkan.

1. Pandangan kognitif behavioral

Disebabkan karena proses-proses berpikir yang menyimpang. Orang-orang yang


menderita gangguan kecemasan menyeluruh seringkali salah mempersepsikan
kejadian-kejadian biasa dan mudah terarah pada stimulus yang mengancam. Teori
kognitif memiliki pengaruh besar pada pengobatan ketakutan sosial (Butler, 1989),
kecemasan umum dan gangguan panik (Clark et al., 1988). Ini menekankan pada
sensitivitas orang takut dan panik yang rawan pada isyarat terhadap prediksi
bahaya (Mathews dan MacLeod, 1986). Interpretasi dari pengalaman tersebut yaitu
dengan cara mengancam kemudian memperparah kecemasan, yang memproduksi
gejala dimana klien bereaksi dengan lebih banyak kecemasan.

1. Perspektif Biologis

Menurut perspektif ini penderita gangguan ini memiliki komponen genetic.


Gangguan ini sering ditemukan pada orang-orang yang memiliki hubungan
keluarga dan penderita gangguan ini, dan terdapat kesusaian yang lebih tinggi
diantara kembar.

D. Pendekatan dalam Gangguan Kecemasan dan Ketakutan


 Pendekatan psikodinamika

Dalam pandangan Psikodinamika modern sepakat pada pandangan Freud tentang


gejala kecemasan merupakan pertahanan terhadap konflik, tapi sumber kecemasan
tidak terbatas pada dorongan biologis saja melainkan mencakup tuntutan dan
frustasi yang berasal dari lingkungan social dan hubungan interpersonal. Misalnya
seseorang yang tak berani berbicara didepan umum, sumber masalahnya menurut
teori ini adalah berasal dari perasaan rendah dirinya. Orang dengan kepercayaan
diri yang rendah akan merasa cemas pada situasi dimana dia bisa dilihat, dinilai
atau dikritik orang lain, dan dia akan cenderung menghindari situasi tersebut.
Psikodinamika berasumsi bahwa bahwa gejala kecemasan hanyalah indicator
adanya masalah yang lebih mendalam dan tidak disadari.

 Pendekatan behavior

Pendekatan behaviorisme lebih menekankan pada perilaku maladaptif tersebut,


perilaku maladaptive seperti gangguan fobia dapat dijelaskan dengan prinsip
belajar, antara lain:

 UCS → CS → UCR
 Modelling à Ketakutan yang dipelajari atau didapat dari instruksi
verbal/deskripsi dari orang lain
 Devisit dalam ketrampilan social

Dalam teori ini dikatakan bahwa salah satu yang merupakan penyebab kecemasan
adalah kurangnya ketrampilan social.

 Pendekatan kognitif

Pada sudut pandang kognitif kecemasan berhubungan dengan kecenderungan


untuk lebih memperhatikan stimulus negatif, menginterpretasikan informasi yang
ambigu sebagai ancaman dan percaya bahwa peristiwa-peristiwa yang tidak
menyenangkan akan terjadi lagi dimasa mendatang (Matthew dan Mc Leod dalam
Davison & Neale, 2001).

 Pendekatan biologis

Terdapat faktor-faktor penting terhadap biologis pada gangguan-gangguan


kecemasan, seperti hereditas dan keseimbangan biokimia di otak.

a.) Faktor-faktor genetis

Faktor-faktor genetis tampak mempunyai peran penting dalam perkembangan


gangguan-gangguan kecemasan, termasuk gangguan panik, gangguan kecemasan
menyeluruh, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan-gangguan fobia (APA,
2000; Gorman dkk., 2000; Hettema, Neale, & Kendler, 2001; Kendler dkk., 2001).
Peneliti juga telah mengkaitkan suatu gen dengan neurotisisme, suatu trait
kepribadian yang mungkin mendasari kemudahan untuk berkembangnya
gangguan-gangguan kecemasan (Begley, 1998).

b.) Neurotransmiter

Sejumlah neurotransmiter berpengaruh pada reaksi kecemasan, termasuk gamma-


aminobutyric acid (GABA). GABA adalah neurotransmiter yang inhibitori, yang
berarti meredakan aktivitas berlebih dari sistem saraf dan membantu untuk
meredam respons-respons stres (USDHHS, 1999a). Bila aksi GABA tidak adekuat,
neuron-neuron dapat berfungsi berlebihan, kemungkinan menyebabkan kejang-
kejang. Dalam kasus-kasus yang kurang dramatis, aksi GABA yang kurang
adekuat dapat meningkatkan keadaan kecemasan.

 Pendekatan belajar
Dari pendekatan belajar, kecemasan diperoleh melalui proses belajar, terutama
melalui conditioning dan belajar observasional. Menurut model klasik O, Hobart
Mowrer (1948) berpendapat bahwa terdapat model dua faktor (two-factor model),
yaitu classical conditioning dan operant conditioning yang membentuk
gangguan kecemasan.

1. E. Terapi Gangguan Kecemasan dan Ketakutan

Pendekatan-pendekatan psikologis berbeda satu sama lain dalam teknik dan tujuan
penanganan kecemasan. Tetapi pada dasarnya berbagai teknik tersebut sama-sama
mendorong klien untuk menghadapi dan tidak menghindari sumber-sumber
kecemasan mereka. Dalam menangani gangguan kecemasan dapat melalui
beberapa pendekatan:

 Pendekatan-Pendekatan Psikodinamika

Dari perspektif psikodinamika, kecemasan merefleksikan energi yang dilekatkan


kepada konflik-konflik tak sadar dan usaha ego untuk membiarkannya tetap
terepresi. Psikoanalisis tradisional menyadarkan bahwa kecemasan klien
merupakan simbolisasi dari konflik dalam diri mereka. Dengan adanya simbolisasi
ini ego dapat dibebaskan dari menghabiskan energi untuk melakukan represi.
Dengan demikian ego dapat memberi perhatian lebih terhadap tugas-tugas yang
lebih kreatif dan memberi peningkatan. Begitu juga dengan yang modern, akan
tetapi yang modern lebih menjajaki sumber kecemasan yang berasal dari keadaaan
hubungan sekarang daripada hubungan masa lampau. Selain itu mereka
mendorong klien untuk mengembangkan tingkah laku yang lebih adaptif.

 Pendekatan-Pendekatan Humanistik
Para tokoh humanistik percaya bahwa kecemasan itu berasal dari represi sosial diri
kita yang sesungguhnya. Kecemasan terjadi bila ketidaksadaran antara inner self
seseorang yang sesungguhnya dan kedok sosialnya mendekat ke taraf kesadaran.
Oleh sebab itu terapis-terapis humanistik bertujuan membantu orang untuk
memahami dan mengekspresikan bakat-bakat serta perasaan-perasaan mereka yang
sesungguhnya. Sebagai akibatnya, klien menjadi bebas untuk menemukan dan
menerima diri mereka yang sesunggguhnya dan tidak bereaksi dengan kecemasan
bila perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya dan kebutuhan-kebutuhan
mereka mulai muncul ke permukaan.

 Pendekatan-Pendekatan Biologis

Pendekatan ini biasanya menggunakan variasi obat-obatan untuk mengobati


gangguan kecemasan. Diantaranya golongan benzodiazepine, Valium dan Xanax
(alprazolam). Meskipun benzodiazepine mempunyai efek menenangkan, tetapi
dapat mengakibatkan depensi fisik. Obat antidepresi mempunyai efek
antikecemasan dan antipanik selain juga mempunyai efek antidepresi.

 Pendekatan-Pendekatan Belajar

Efektifitas penanganan kecemasan dengan pendekatan belajar telah banyak


dibenarkan oleh beberapa riset. Inti dari pendekatan belajar adalah usaha untuk
membantu individu menjadi lebih efektif dalam menghadapi situasi yang menjadi
penyebab munculnya kecemasan tersebut. Ada beberapa macam model terapi
dalam pendekatan belajar, diantaranya:

a.) Pemaparan Gradual

Metode ini membantu mengatasi fobia ataupun kecemasan melalui pendekatan


setapak demi setapak dari pemaparan aktual terhadap stimulus fobik. Efektifitas
terapi pemaparan sudah sangat terbukti, membuat terapi ini sebagai terapi pilihan
untuk menangani fobia spesifik. Pemaparan gradual juga banyak dipakai pada
penanganan agorafobia. Terapi bersifat bertahap menghadapkan individu yang
agorafobik kepada situasi stimulus yang makin menakutkan, sasaran akhirnya
adalah kesuksesan individu ketika dihadapkan pada tahap terakhir yang merupakan
tahap terberat tanpa ada perasaan tidak nyaman dan tanpa suatu dorongan untuk
menghindar. Keuntungan dari pemaparan gradual adalah hasilnya yang dapat
bertahan lama. Cara Menanggulangi ataupun cara membantu memperkecil
kecemasan:

b.) Rekonstruksi Pikiran

Yaitu membantu individu untuk berpikir secara logis apa yang terjadi sebenarnya.
Biasanya digunakan pada seorang psikolog terhadap penderita fobia.

c.) Flooding

Yaitu individu dibantu dengan memberikan stimulus yang paling membuatnya


takut dan dikondisikan sedemikan rupa serta memaksa individu yang menderita
anxiety untuk menghadapinya sendiri.

d.) Terapi Kognitif

Terapi yang dilakukan adalah melalui pendekatan terapi perilaku rasional-emotif,


terapi kognitif menunjukkan kepada individu dengan fobia sosial bahwa
kebutuhan-kebutuhan irrasional untuk penerimaan-penerimaan sosial dan
perfeksionisme melahirkan kecemasan yang tidak perlu dalam interaksi sosial.
Kunci terapeutik adalah menghilangkan kebutuhan berlebih dalam penerimaan
sosial. Terapi kognitif berusaha mengoreksi keyakinan-keyakinan yang
disfungsional. Misalnya, orang dengan fobia sosial mungkin berpikir bahwa tidak
ada seorangpun dalam suatu pesta yang ingin bercakap-cakap dengannya dan
bahwa mereka akhirnya akan kesepian dan terisolasi sepanjang sisa hidup mereka.
Terapi kognitif membantu mereka untuk mengenali cacat-cacat logis dalam pikiran
mereka dan membantu mereka untuk melihat situasi secara rasional. Salah satu
contoh tekhnik kognitif adalah restrukturisasi kognitif, suatu proses dimana terapis
membantu klien mencari pikiran-pikiran dan mencari alternatif rasional sehingga
mereka bisa belajar menghadapi situasi pembangkit kecemasan.

e.) Terapi Kognitif Behavioral (CBT)

Terapi ini memadukan tehnik-tehnik behavioral seperti pemaparan dan tehnik-


tehnik kognitif seperti restrukturisasi kognitif. Beberapa gangguan kecemasan yang
mungkin dapat dikaji dengan penggunaan CBT antara lain: fobia sosial, gangguan
stres pasca trauma, gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif
dan gangguan panik.

Meskipun ada banyak bukti tentang


keberhasilan treatmentdalam mempengaruhi peningkatan
yang berkelanjutan dalam ketakutan (Munby and Johnston, 1980), banyak pasien
yang tidak sembuh secara total (Emmelkamp and Van Den Hout,1983; Jacobson
dkk., 1988; Michelson and Marchione, 1991). Untuk masalah dan kecemasan yang
lebih luas, sejumlah penulis juga merekomendasikan mengajarkan
keterampilan copingyang lebih adaptif, relaksasi isyarat yang
dikendalikan , desensitisasi kontrol diri, pelatihan manajemen kecemasan, stress
inoculation, self-statement modification (Barriors dan Shigetogami, 1979) dan
relaksasi terapan (Ost, 1987).

1. Pelatihan relaksasi

Relaksasi mungkin lebih efektif dari sebelumnya, ditunjukkan


melalui desensitisasi sistematis yaitu jika kriteria yang lebih ketat yang
diadopsi untuk mengidentifikasi keadaan relaksasi itu sendiri,
tetapi keberhasilan latihan relaksasi dalam membawa pengurangan aktivitas
fisiologis yang sesuai cukup bervariasi. Oleh karena itu, hanya dalam kasus di
mana latihan relaksasi telah terbukti menghasilkan penurunan yang signifikan
dalam kriteria fisiologis dan kriteria subjektif dari ketegangan selama pelatihan itu
mungkin efektif sebagai strategi coping dalam ketakutan (Greenwood dan Benson,
1977).

Relaksasi yang paling banyak direkomendasikan terdiri dari berbagai


kelompok klien yang berlatih menegangkan dan melepaskan otot sampai
ia mampu rileks dan berkonsentrasi pada sensasi yang sesuai dengan dorongan
minimum dari terapis (Bernstein dan Borkovec, 1973). Sebuah
tinjauan terkenaltelah menekankan pentingnya feedback dari terapis tentang
kualitas relaksasi klien; instruksi yang ditempel saja mungkin tidak ada nilainya
(Lehrer, 1982).

2. Melatih Kembali Pernapasan

Melatih kembali pernapasan telah banyak direkomendasikan untuk


melengkapi terapi perilaku untuk gangguan kecemasan, terutama
yang terkait dengan serangan panik (Franklin, 1989; Bonn Dan Redhead,
1984). Sayangnya ada rekomendasi yang berbeda untuk melatih kembali
pernapasan yaitu: membuat untuk menghirup lebih lama dari menghembuskan
nafas pada setiap napas (Barlow dan Cerny, 1988); membuat untuk
menghembuskan nafas lebih lama dari menghirup (Grossmen dkk,
1985; Cappo dan Holmes, 1984; British Medical Journal,1978),
mengurangi jumlah nafas per menit
(Grossman dkk,1985;Hibbert Dan Chan, 1989);meningkatkan pergerakan diafragm
a terutama selama menghirup (Barlow Dan Cerny, 1988). Melatih kembali
pernapasan dapat menghasilkan gejala hiperventilasi pada beberapa pasien (Fried,
1987). Ini akan menjadi ironis jika hiperventilasi tidak memberikan kontribusi
terhadap serangan panik sampai saat ini.

3. Manajemen Kecemasan

Pelatihan manajemen kecemasan (Suinn dan Richardson, 1971) tergantung


pada pelatihan relaksasi dan terdiri dari subjek dengan membayangkan selama satu
jam setiap sesi situasi yang mengkhawatirkan dan situasi santai. Sesi terakhir
mengharuskan subjek untuk membayangkan situasi yang memicu ketegangan yang
dihentikan ketika subyek rileks. Manfaat utama
dari treatmentini yaitu klien belajar untuk mengidentifikasi perasaan
cemas dan untuk mengontrol produksi citra yang memicu ketegangan , dengan
memanggil citra tersebut untuk menolaknya dan berlatih relaksasi, aktivitas ini
dianggap tidak sesuai dengan ketegangan dan kecemasan.

4. Relaksasi terapan

Relaksasi terapan (Ost, 1987) mengkombinasikan beberapa langkah-langkah


relaksasi yang berbeda. Terdiri dari latihan berikut: (a) membuat klien lebih sadar
akan perasaan cemas, klien diperintahkan untuk membuat rekaman harian tentang
pengalamannya; (b) Relaksasi progresif pelepasan ketegangan; (c) relaksasi
pelepasan saja; (d) relaksasi dengan instruksi untuk memusatkan perhatian pada
pernapasan klien, kata ’tarik nafas’ dan ‘santai’ digunakan oleh terapis dalam
pelatihan, (e) relaksasi diferensial di mana klien mempraktekkannya pada situasi
yang berbeda, dari duduk di kursi sampai berjalan, (f) relaksasi yang cepat dalam
berlatih pada situasi alami tanpa tekanan dan pencapaian hal ini lebih banyak
dan lebih cepat, (g) relaksasi kemudian dipraktekkan di bawah tekanan
dalam klinik seperti hiperventilasi secara sukarela.

5. Pelatihan Modelling dan Kemampuan


Modelling, demonstrasi strategi coping yang lain dari subjek
dengan situasi tertekan, telah digunakan sebuah prosedur pemaparan dan mungkin
dianggap sebagai alternatif flooding, varianutama keberhasilan ini adalah
peserta modelling (Bandura, 1977), klien harus melakukan perilaku yang sama
dengan yang sedang ditunjukkan oleh terapis.Treatment ini telah
digunakan terutama untuk mengobati perilaku kompulsif (Rachman Dan Hodgson,
1980).

6. Treatment Farmakologi

Kadang-kadang klien bisa merasa sangat tertekan dengan pengalaman mereka akan
kecemasan, terutama serangan panik, mereka merasa sulit untuk bekerja sama
dalam perawatan psikologis. Bagi mereka mungkin ada
beberapa keuntungan dalam upaya mengontrol kecemasan dengan menggunakan
obat. Alprazolam, benzodiazepine, dan beberapa anti-
depresi, terutama imipramine dan clumipramine, dapat mengontrol rasa panik
(Klosko dkk, 1990; Marks, 1987; Michelson dan Marchione, 1991). Tetapi akan
berbahaya ketika panik kembali saat pengobatan tidak berlanjut (Michelson dan
Marchione, 1991).

DAFTAR PUSTAKA

Andri & Yenny, Dewi P. 2007. Teori Kecemasan Berdasarkan Psikoanalisis


Klasik dan Berbagai Mekanisme Pertahanan terhadap Kecemasan. Jurnal Maj
Kedokt Indon, 57 (7): Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Davison, Gerald C., dkk. 2006. Psikologi Abnormal (Edisi ke-9). Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.

Hartosujono. Tanpa Tahun. Diktat psikologi Abnormal. Yogyakarta: Universitas


Sarjanawiyata Tamansiswa Fakultas
Psikologi. (Online).http://psikologi.ustjogja.ac.id/files/materi/1305626061Abnorm
al.pdf (diakses tanggal 06-03-2012).

Lindsay, S.J.E. & G.E. Powell. 1994. The Handbook of Clinical Adult Psychology
(Second Edition). London and New york: Routledge.

Nevid, Jeffrey S, Spencer A. Rathus, & Beverly Greene. 2005. Psikologi Abnormal
(Edisi Kelima, Jilid 1&2). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Noname. 2011. Gangguan Kecemasan (Anxiety


Disorder). (Online).http://www.psychologymania.com/2011/07/gangguan-
kecemasan-anxiety-disorder.html (diakses tanggal 13-0-2012).

Sari, D.M., & Basri, A. Sukarian. 2007. Gambaran Kecemasan dan Depresi Pada
Siswi Yang Pernah Mengalami Kesurupan Massal. Jurnal JPS, 13 (2): Depok :
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Sundberg, Norman D., dkk. 2007. Psikologi Klinis Perkembangan Teori, Praktik,
dan Penelitian (Edisi Keempat). Diterjemahkan Oleh Drs. Helly Prajitno Soetjipto,
M.A., dan Dra. Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Putranto, Eka W. C. 2009. Skripsi : Aspek Kepribadian Tokoh Raihana Dalam


Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahman El Shirazy Tinjauan:
Psikologi Sastra. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadyah Surakarta.

Wiramihardjo, Sutardjo A. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT.


Refika Aditama.
Senin, 05 November 2012
Sistem Pakar pada penyakit gangguan kecemasan

Penanganan Gangguan Kecemasan :

Kegelisahan atau cemas merupakan bagian dari paket kehidupan. Ini merupakan produk sampingan
alami memiliki otak yang mampu bertindak kawat tinggi seperti mempertimbangkan masa depan.
Sebuah kecemasan kecil yang baik, bahkan perlu, dan motivator yang besar bagi kami untuk
merencanakan dengan baik dan untuk melakukan dengan kemampuan. Pengobatan disesuaikan dengan
keperluan khusus yang menyita pikiran setiap orang. Namun demikian, ada beberapa teknik pengobatan
yang digunakan secara luas. Orang yang ahli dalam mengobati kegelisahan sering menggunakan
kombinasi pendekatan.

Terapi Kognitif.

Berfokus pada menciptakan pemahaman tentang pola pikir yang membawa pada khawatir. Ini
membantu penderita kecemasan realistis terpisah dari pikiran realistis.

Terapi Perilaku

Berfokus pada penjinakan kecemasan melalui kontrol cara tertentu tubuh bereaksi berlebihan khawatir.
Salah satu pendekatan umum adalah untuk mengajar pernapasan dikendalikan dan relaksasi otot yang
mengerut dengan khawatir. Kedua teknik yang lebih rendah denyut jantung dan tekanan darah.

Pelatihan Relaksasi

Melalui campuran kognitif dan teknik perilaku, membantu mencegah kecemasan tinggi. Satu
pendekatan adalah untuk memikirkan adegan santai ketika tingkat kecemasan mulai meningkat.

Desensitisasi
Mereka yang menderita fobia dan gangguan obsesif-kompulsif secara bertahap dan aman terkena apa
pun adalah sumber dari kecemasan mereka, sampai, dari waktu ke waktu, toleransi dibangun.

Pasien gangguan cemas juga diterangkan asal usul mengapa dirinya bisa
mengalami gejala-gejala fisik yang sering disebut psikosomatik. Hal inilah
yang membuat pasien gangguan cemas memerlukan informasi yang jelas
tentang asal usul gejalanya dan bagaimana mengatasinya. Sering kali
ketidaktahuan akan informasi ini yang membuat pasien menjadi bingung
dan kesulitan menerima dirinya. Lebih jauh mereka menjadi lebih sering
akhirnya terjebak dalam “shopping doctor” yaitu berkunjung ke banyak
dokter untuk menanyakan apa yang dialaminya. Beruntung kalau bertemu
dengan dokter yang memahaminya kalau tidak maka lingkaran setan
pencarian akan tidak bisa berhenti.

Sebenarnya informasi yang diberikan kepada pasien tentang gejalanya dan


bagaiman mekanismenya ini berguna untuk pasien agar mampu mengatasi
dirinya sendiri jikalau gangguan cemas itu kembali hadir. Kepercayaan diri
yang baik didukung dengan kondisi pengetahuan yang baik tentang sakit
yang dialami mampu pada banyak kasus membuat pasien lebih nyaman
menghadapi. Cemas boleh datang, tetapi pertahanan diri pasien sudah
semakin baik secara fisik dan psikologis. Inilah yang mencegah
kekambuhan datang. Dengan demikian pengobatan dari gangguan cemas
memang tujuan akhirnya adalah memberikan rasa kontrol terhadap diri
sendiri yang sebelumnya tidak dimiliki oleh pasien gangguan cemas.

http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/09/22/tujuan-akhir-
pengobatan-gangguan-cemas-self-control
http://fkunhas.blogspot.com/2010/08/cara-mengatasi-gangguan-cemas.html
Halgin, P. Richard, Whitbourne, K. Susan, (2010) Psikologi Abnormal : perspektif klinis pada gangguan
psikologis, edisi 6. Jakarta: Salemba humanika.

http://fherlianis.blogspot.com/2012/11/sistem-pakar-pada-penyakit-gangguan.html

Anda mungkin juga menyukai