Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Bermain merupakan aktivitas utama bagi anak. Bermain bagi anak merupakan
media belajar dan kegiatan yang memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan. Dengan bermain anak mengenali kelebihan dan kekurangan
dirinya. Bahkan ketika anak sakit aktivitas bermain tetap menjadi kegiatan
yang menyenangkan. Namun permasalahannya ketika anak sakit dan harus
dirawat di rumah sakit seringkali fasilitas di rumah sakit tidak cukup
mendukung dilakukan kegiatan bermain di rumah sakit. Sehingga seringkali
periode adaptasi hospitalisasi memanjang. Periode adaptasi bagi anak sakit
yang sedang dirawat dirumah sakit dapat diperpendek dengan beberapa teknik,
antara lain: family centered care, atraumatik care, dan terapi bermain (Rohmah,
N. 2013).
Program terapi bermain di beberapa rumah sakit sudah mulai dikembangkan
walaupun pelaksanaannya masih terbatas pada mahasiswa yang sedang
melakukan praktek klinik. Sedangkan di RS yang besar, ruangan khusus
bermain sudah disediakan, programnya sudah ada, dan pelaksanaannya sudah
berjalan secara rutin. Saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit perawat dan
orang tua harus dapat memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai
dengan kondisi anak yang sedang sakit.
Keuntungan aktivitas bermain yang dilakukan pada anak yang dirawat di
rumah sakit antara lain: 1) meningkatkan hubungan antara klien (anak dan
keluarga) dengan perawat, karena dengan melaksanakan kegiatan bermain
perawat mempunyai kesempatan untuk membina hubungan yang baik dan
menyenangkan dengan anak dan keluarganya. Bermain merupakan alat
komunikasi yang efektif antara perawat dan klien. 2) Perawatan di rumah sakit
akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas bermain yang
terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak. 3) Permainan anak
di rumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga
akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut,
sedih, tegang, dan nyeri. 4) Permainan yang terapiutik akan dapat
meningkatkan kemampuan anak untuk mempunyai tingkah laku yang positif.
5) Permainan yang memberi kesempatan pada beberapa anak untuk
berkompetisi secara sehat, akan dapat menurunkan ketegangan pada anak dan
keluarganya (Supartini, 2004).
Ruang Aster Rumah sakit Pertamina Balikpapan, telah berbenah dengan
memodifikasi lingkungan dan menyediakan beberapa peralatan untuk bermain
walaupun jumlah dan jenisnya masih terbatas. Berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan kelompok selama berpraktek di ruang Aster, pasien anak yang
dirawat banyak yang bermain gadged sendiri dan sering menangis apabila
didatangi petugas.
Proposal ini disusun dengan maksud untuk memberikan panduan praktis
bagaimana menerapkan metode bermain di rumah sakit. Harapannya perawat
yang bertugas di unit perawatan anak dapat melakukan kegiatan terapi bermain
secara individu maupun berkelompok dengan peralatan yang ada atau bahkan
tidak ada alat permaianan sekalipun. Dengan demikian kesulitan penerapan
bermain yang berkaitan dengan kekurangan/tidak adanya alat dapat
diminimalkan.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan
berpikir kritis.

2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu:
a. Memahami konsep terapi bermain
c. Meningkatkan kemampuan membuat perencanan dan pelaksanaan Terapi
Bermain.
3. Manfaat
a. Bagi Pasien
1) Membantu menyelesaikan masalah pasien sehingga mempercepat
masa penyembuhan.
2) Mendapat perawatan secara profesional dan efektif
3) Memenuhi kebutuhan pasien

b. Bagi Perawat
1) Meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor perawat.
2) Meningkatkan kerjasama antar tim kesehatan.
3) Menciptakan komunitas keperawatan profesional.

c. Bagi rumah sakit


1) Meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit.
2) Menurunkan lama hari perawatan pasien.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kecemasan
a. Definisi Kecemasan
Kecemasan atau ansietas merupakan penilaian dan respon emosional
terhadap sesuatu yang berbahaya. Kecemasan sangat berkaitan
dengan sesuatu yang tidak jelas dan berhubungan dengan perasaan
yang tidak menentu dan tidak berdaya (Donsu, 2017). Kecemasan
merupakan suatu perasaan yang berlebihan terhadap kondisi
ketakutan, kegelisahan, bencana yang akan datang, kekhawatiran
atau ketakutan terhadap ancaman nyata atau yang dirasakan (Olivia,
2013).

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai


ketengangan mental yang mengelisahkan sebagai reaksi umum dari
ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa
aman (Chomaria, 2015). Kecemasan merupakan reaksi atas situasi
baru dan berbeda terhadap suatu ketidakpastian dan
ketidakberdayaan, perasaan cemas dan takut merupakan suatu yang
normal, namun perlu menjadi perhatian bila rasa cemas semakin kuat
dan terjadi lebih sering dengan konteks yang berbeda (Astarani,
2017)

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan


merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental
sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah
atau tidak adanya rasa aman.
b. Penyebab Kecemasan
Teori - teori penyebab kecemasan (Astarani, 2017), sebagai berikut:
1) Teori Psikoanalitik
Dalam teori ini kecemasan merupakan suatu konflik emosional
yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan super
ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitive,
super ego mencerminkan hati nurani seseorang. Sedangkan ego
atau aku digambarkan sebagai mediator dari tuntutan id dan super
ego. Kecemasan berfungsi untuk memperingatkan ego tentang
suatu bahaya yang perlu diatasi.

2) Teori interpersonal
Dalam teori ini dikatakan kecemasan terjadi dari ketakutan dan
penolakan interpersonal, hal ini digabungkan dengan trauma masa
pertumbuhan seperti kehilangan atau perpisahan yang
menyebabkan seseorang tidak berdaya. Individu yang mempunyai
harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami
kecemasan berat.

3) Teori Prilaku
Dalam teori ini kecemasan merupakan hasil frustasi segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan ntuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Para ahli prilaku menganggap kecemasan
merupakan suatu dorongan yang mempelajari berdasarkan
keinginan untuk menghindari rasa sakit. Pakar teori menyakini
bahwa bila pada awal kehidupan dihadapkan pada rasa takut yang
berlebihan maka akan menunjukan kecemasan yang berat pada
masa dewasanya. Sementara para ahli teori konflik mengatakan
bahwa kecemasan sebagai benturan-benturan keinginan yang
bertentangan. Mereka percaya bahwa hubungan timbale balik
antara konflik dan daya kecemasan yang kemudian menimbulkan
konflik.
4) Teori Keluarga
Dalam teori keluarga gangguan kecemasan dapat terjadi dan
timbul secara nyata dalam keluarga, biasanya tumpang tindih
antara gangguan kecemasan dan depresi.

5) Teori Biologis
Pada teori bioligis menunjukan bahwa otak mengandung banyak
reseptor spesifik untuk benzodiasepin. Reseptor ini mungkin
mempengaruhi kecemasan.

c. Tingkatan kecemasan
Tingkat kecemasan dibedakan menjadi tiga (Donsu, 2017) , yaitu:
1) Kecemasan Ringan
Pada tingkat kecemasan ringan seseorang mengalami ketegangan
yang dirasakan setiap hari sehingga menyebabkan seseorang
menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Seseorang
akan lebih tanggap dan bersikap positif terhadap peningkatan
minat dan motivasi. Tanda-tanda kecemasan ringan berupa
gelisah, mudah marah dan prilaku mencari perhatian.

2) Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.
Seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat
melakukan sesuatu yang lebih terarah. Pada kecemasan sedang,
seseorang akan kelihatan lebih serius dalam memperhatikan
sesuatu. Tanda-tanda kecemasan sedang berupa suara bergetar,
perubahan dalam nada suara , takikardi, gemetaran, peningkatan
ketegangan otot.

3) Kecemasan Berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi, cenderung
untuk memusatkan pada suatu yang rinci dan spesifik serta tidak
dapat berfikir tentang yang lain, semua prilaku ditunjukan untuk
mengurangi dan menurunkan kecemasan dan focus pada kegiatan
lain berkurang. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan
untuk dapat memeusatkan pada suatu daerah lain. Tanda-tanda
kecemasan berat berupa perasaan terancam, ketegangan,
perubahan gastrointestinal (mual, muntah, rasa terbakar pada ulu
hati, sendawa, anoreksia, dan diare).perubahan kardiovaskuler
dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
Gangguan kecemasan pada anak yang sering dijumpai di rumah
sakit adalah panik, fobia, obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan
umum dan lainnya.

d. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kecemasan


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan anak (Astarani,
2017), antara lain :
1) Usia
Usia dikaitkan dengan pencapaian perkembangan kognitif anak.
Anak usia prasekolah belum mampu menerima dan
mempersiapkan penyakit dan pengalaman baru dengan
lingkungan asing. Semakin muda anak, kecemasan hospitalisasi
akan semakin tinggi. Anak usia infant, toddler dan prasekolah
lebih mungkin mengalami stress akibat perpisahan karena
kemampuan kognitif anak yang terbatas untuk memahami
hospitalisasi, dan yang paling banyak mengalami kecemasan
adalah anak usia 2,5 tahun sampai 6,5 tahun.

2) Karakteristik Saudara
Karakteristik saudara dapat mempengaruhi kecemasan pada
anak yang di rawat di rumah sakit, anak yang dilahirkan sebagai
anak pertama dapat menunjukan rasa cemas yang berlebihan
dibandingkan anak kedua.

3) Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi stress hospitalisasi dimana
anak perempuan yang menjalani hospitalisasi memiliki tingkat
kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan anak anak laki-laki,
Perbedaan selanjutnya dari segi emosi, perempuan lebih
ekspresif menunjukkan emosinya, misalkan menangis.
Sementara anak laki-laki, mereka biasanya memiliki tingkat
kepercayaan diri yang lebih tinggi dan umumnya lebih aktif
dalam mengatasi stres (Chomaria, 2015).

4) Pengalaman Terhadap sakit dan Perawatan Di Rumah Sakit


Anak yang mempunyai pengalaman hospitalisasi sebelumnya
akan memiliki kecemasan yang lebih rendah di bandingkan
dengan anak yang belum memiliki pengalaman sama sekali.
Respon anak menunjukan peningkatan sensitivitas terhadap
lingkungan dan mengingat dengan detail kejadian yang
dialaminya dan lingkungan disekitarnya. Pengalaman pernah
dilakukan perawatan sebelumnya membuat anak
menghubungkan kejadian sebelumnya dengan perawatan saat
ini. Menurut Supartini, (2012), Anak yang mengalami
pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat dirumah
sakit sebelumnya akan membuat anak takut dan trauma.
Sebaliknya apabila pengalaman anak dirawat di rumah sakit
mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan maka
akan lebih kooperatif.

5) Lama Hari Rawat


Lama hari rawat dapat mempengaruhi kecemasan seseorang
yang sedang dirawat juga keluarga dari klien tersebut.
Kecemasan anak yang dirawat dirumah sakit akan sangat terlihat
pada hari pertama sampai kedua bahkan sampai hari ketiga, dan
biasanya memasuki hari keempat atau kelima kecemasan yang
dirasakan anak akan mulai berkurang. Kecemasan pada anak
yang sedang dirawat bisa berkurang karena adanya dukungan
orang tua yang selalu menemani anak selama dirawat, temen-
temen anak yang datang berkunjung kerumah sakit atau anak
sudah membina hubungan yang baik dengan petugas kesehatan
(perawat,dokter) sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan
anak.

6) Jumlah Anggota keluarga Dalam Satu Rumah


Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah dikaitkan dengan
dukungan keluarga, semakin tinggi dukungan keluarga pada
anak usia prasekolah yang menjalani hospitalisasi, mak semakin
rendah tingkat kecemasan anak, Hal ini sesuai dengan ilmiasih,
2012, bahwa jumlah saudara kandung sangat erat hubungannya
dengan dukungan keluarga. Semakin besar jumlah saudara
kandung, maka anak akan cenderung cemas , merasa sendiri
serta kesepian, mengakibatkan perhatian orang tua terbagi
sehinggan orang tua cenderung merasa cemas ketika anaknya di
rawat di rumah sakit.

7) Persepsi Anak Terhadap Sakit


Keluarga dengan jumlah yang cukup besar memungkinkan
dukungan keluarga yang baik dalam perawatan anak sehingga
dapat mempengaruhi persepsi dan prilaku anak dalam
mengatasi masalah menghadapi hospitalisasi. Anak usia
prasekolah selama hospitalisasibisa menyebabkan dampak bagi
anak sendiri maupun orang tuanya, munculnya dampak tersebut
karena kemampuan memilih koping yang belum baik dan
kondisi stress karena pengobatan.
e. Dampak Kecemasan
Dampak kecemasan saat anak dirawat dirumah sakit jika tidak di
tangani (Astarani, 2017), yaitu :
1) Gangguan Somatik
Gangguan somatik sebagai adanya gejala fisik yang menunjukan
kondisi medis dasar tapi kondisi medis tidak ditemukan
sepenuhnya untuk tingkat penurunan fungsional contohnya seperti
nyeri perut berulang-ulang,

2) Gangguan Psikomotor
Psikomotor itu adalah gerakan badan yang dipebgaruhi jiwa, jadi
merupakan efek bersama yang mengenai badan dan jiwa.
Gangguan Psikomotor dapat berupa kelambatan (secara umum
gerakan dan reaksi menjadi lambat) dan peningkatan (aktivitas
dan reaksi umum meningkat).

3) Gangguan Emosional
Ketika anak mengalami gangguan emosional anak akan
mengalami keadaan emosional yang tidak stabil, saat berinteraksi
dan berada dilingkungans sosial, prilakunya akan sangat
menganggu di muka umum. Contohnya seperti tidak mampu
belajar, tidak bisa menjalin hubungan pertemanan, mood mudah
terganggu, dan cenderung takut sendiri.

f. Penanganan Kecemasan
1) Penatalaksanaan farmakologi
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine,
obat ini digunakan untuk jangka pendek dan tidak dianjurkan
untuk jangka panjang karena pengobatan ini menyebabkan
toleransi dan ketergantungan ( Depkes RI , 2017).

2) Penatalaksanaan non farmakologi


Menurut Astarani (2017) mengatakan cemas yang terjadi jika
dibiarkan dapat memicu terjadinya depresi pada anak, ada
beberapa cara dalam menangani anak yang mengalami
kecemasan yaitu :
a) Hibur denga kata-kata positif, namun tetap realistis
Memberikan penguatan pada anak disaat mereka sedang
cemas dapat membantu mereka mengatasi kecemasannya
b) Hormati perasaannya
Saat anak merasa cemas terhadap sesuatu, jangan
meremehkan perasaan tersebut.
c) Jangan perkuat rasa cemasnya
Saat mengetahui anak sedang cemas, yang dapat dilakukan
adalah bertanya tentang bagaimana perasaannya, jangan
mengatakan hal-halyang dapat memicu rasa takut yang
akhirnya membuat anak semakin cemas.
d) Berikan contoh mengatasi rasa cemasnya
Sebagai orang tua atau perawat dapat menunjukan rasa
cemas di depan anak-anak selama dapat memperlihatkan
kepada anak-anak bagaimana mengatasi rasa cemas dengan
tenang.
e) Ajak anak melakukan aktifitas atau bermain
Mengajak anak bermain sangat efektif untuk membantu
anak menghadapi kekwatiran dan ketakuatan, pada saat
bersama mendapatkan pemahaman perawat tentang
kebutuhan dan perasaan anak.

g. Alat Ukur kecemasan

Tingkat kecemasan dapat terlihat dari manifestasi yang


ditimbulkan oleh seseorang (Astarani, 2017). Alat ukur kecemasan
terdapat beberapa versi antara lain :
1) Zung Self Rating Anxiety Scale
Zung Self Rating Anxiety Scale dikembangkan oleh W.K Zung
tahun 1971, merupakan metode pengukuran tingkat
kecemasan. Skala ini berfokus pada kecemasan secara umum
dan koping dalam mengatasi stress. Skala ini terdiri dari 20
pertanyaan dengan 15 pertanyaan tentang peningkatan
kecemasan dan 5 pertanyaan tentang penurunan kecemasan.

2) Hamilton Anxiety Scale


Hamilton Anxiety Scale (HAS) disebut juga dengan Hamilton
Anxiety Rating Scale (HARS), pertama kali dikembangkan oleh
Max Hamilton pada tahun 1956, untuk mengukur semua tanda
kecemasan baik kecemasan psikis maupun somatik. HARS
terdiri dari 14 item pertanyaan untuk mengukur tanda adanya
kecemasan pada anak dan orang dewasa. HARS telah
distandarkan untuk mengevaluasi tanda kecemasan pada
individu yang sudah menjalani pengobatan terapi, setelah
mendapatkan obat antidepresan dan setelah mendapatkan obat
psikotropika.

Menurut Hawari (2011), skala HARS merupakan pengukuran


kecemasan yang didasarkan pada munculnya symtom pada
individu yang mengalami kecemasan. Skala HARS telah
dibuktikan memiliki validitas dan relibilitas cukup tinggi untuk
melakukan pengukuran kecemasan pada trial clinic yaitu : 0.93
dan 0.97. Kondisi ini menunjukan bahwa pengukuran
kecemasan dengan menggunakan skala HARS akan diperoleh
hasil yang valid dan reliable.

3) Children Manifest Anxiety Scale (CMAS) Pengukur


kecemasan
Children Manifest Anxiety Scale (CMAS) ditemukan oleh Janet
Taylor. CMAS berisi 50 butir pernyataan, di mana responden
menjawab keadaan ”ya” atau ”tidak” sesuai dengan keadaan
dirinya, dengan memberi tanda (O) pada kolom jawaban”ya”
atau tanda (X) pada kolom jawaban“tidak”.

4) The Pediatric Anxiety Rating Scale (PARS)


The Pediatric Anxiety Rating Scale (PARS) digunakan untuk
menilai tingkat keparahan kecemasan pada anak-anak dan
remaja, dimulai usia 6 sampai 17 tahun. PARS memiliki dua
bagian: daftar periksa gejala dan item keparahan. Daftar periksa
gejala digunakan untuk menentukan gejala gejala pada minggu-
minggu terakhir. Ke tujuh item tingkat keparahan digunakan
untuk menentukan tingkat keparahan gejala dan skor total
PARS. Gejala yang termasuk dalam penilaian umumnya
diamati pada pasien dengan gangguan panik dan fobia spesifik.

5) Facial Image Scale (FIS)


Facial Image Scale (FIS) merupakan alat ukur yang digunakan
untuk mengukur tingkat kecemasan yang terdiri dari lima
kategori ekspresi wajah yang menggambarkan situasi atau
keadaan dari kecemasan, terdiri dari :
a) Gambar 1 adalah sangat tidak cemas ditunjukkan dengan
sudut bibir terangkat ke atas kearah mata dan memiliki skor
1.
b) Gambar 2 adalah tidak cemas ditunjukkan dengan sudut
bibir sedikit terangkat keatas kearah mata dan memiliki
skor 2.
c) Gambar 3 adalah cemas ringan ditunjukkan dengan sudut
bibir ditarik ke samping atau tidak bergerak dan memiliki
skor 3.
d) Gambar 4 adalah cemas sedang ditunjukkan dengan sudut
bibir ditarik ke arah dagu dan memiliki skor 4.
e) Gambar 5 adalah sangat cemas (cemas berat) ditunjukkan
dengan sudut bibir sangat ditekuk kebawah dagu hingga
menangis dan memiliki skor 5.

6) Spence Children Anxiety Scale (SCAS) preschool


Spence Children Anxiety Scale (SCAS) preschool adalah
instrumen kecemasan untuk mengukur respon kecemasan pada
anak usia pra sekolah. Skala ini terdiri dari 28 pertanyaan
kecemasan dilengkapi dengan meminta orang tua untuk
mengikuti petunjuk pada lembar instrument. Jumlah skor
maksimal pada skala kecemasan SCAS Preschool adalah 112
(Spence et al, 2011). Alat ukur ini telah dimodifikasi oleh Putri
(2012) yang terdiri dari 25 item kecemasan. Kuesioner ini terdiri
dari 25 pertanyaan. Dengan pertanyaan favorable dan
unfavorable. Jawaban setiap item favorable mempunyai degradasi
dari selalu dengan skor 0, sering dengan skor 1, jarang dengan
skor 2, dan tidak pernah dengan skor 3. Jawaban setiap item
pertanyaan unfavorable mempunyai degradasi dari selalu dengan
skor 3, sering dengan skor 2, jarang dengan skor 1, dan tidak
pernah dengan skor 0. Adapun kisi-kisi kuesioner tingkat
kecemasan anak usia prasekolah adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Kisi-kisi Koisioner Tingkat Kecemasan Anak Usia


Prasekolah
Indicator Nomor Pertanyaan
Favorable Jumlah Unfavorabl Jumlah
e
Kecemasan 1,2,3,4,5,7,8,9 8 6 1
Menarik 10,11,12 3 13,14,15 3
Diri
Marah 16,17,18,19 4 20,21,22 3
Frustasi 23,24 2 25 1
Jumlah 17 8
Sumber : (Putri, 2012)

Hasil pengukuran sebagai berikut :


Skor <16 = tidak cemas
Skor 16-30 = cemas ringan
Skor 31-45 = cemas sedang
Skor 46-60 = cemas berat
Skor 61-75 = panik

Dari beberapa alat ukur tingkat kecemasan, peneliti memilih SCAS


preschool. Alat ukur ini dipilih sebagai alat ukur dalam menilai
kecemasan pada anak karena skala ini diusun dengan bentuk likert
(kecemasan) yaitu skala yang telah ditetapkan bobot jawaban
terhadap tiap- tiap item yang sudah ditetapkan pada pernyataan-
pernyataannya. Dalam skala likert berisi pernyataan- pernyataan
mengenai objek sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai
dasar penentuan nilai skalanya. Didalam skala likert terdapat dua
pernyataan sikap yaitu pernyataan yang bersifat mendukung
(favourable) dan pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable)
dimana masing- masing pernyataan dalam skala ini terdiri dari 4
alternatif jawaban yang telah disusun, yakni tidak pernah, jarang,
sering, selalu.

2. Terapi Bermain
a. Definisi Bermain
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual,
emosional dan sosial dan merupakan media yang baik untuk belajar
karena dengan bermain anak akan berkata- kata , menyesuaikan diri
dengan lingkungan, melakukan yang dapat dilakukan, dan mengenal
waktu , jarak,serta suara (Oktiawati, Khodijah, Setyaningrum, &
Dewi, 2017).

Bermain merupakan kegiatan atua simulasi yang sangat tepat untuk


anak. Bermain dapat meningkatkan daya piker anak untuk
mendayagunakan aspek emosional, social, serta fisiknya serta dapat
meningkatkan kemampuan fisik, pengalaman, dsan pengetahuan
serta keseimbangan mental anak. Dunia anak adalah dunia bermain,
dalam kehidupan anak-anak sebagian besar waktunya dihabiskan
dengan aktifitas bermain (Adriana, 2020).

Bermain merupakan bentuk infantil dari kemapuan orang dewasa


untuk menghadap berbagai macam pengalaman dengan cara
menciptakan model situasi tertentu dan berusaha untuk mengusainya
melalui eksperimen dan perencanaan. Dengan demikian bermain
pada anak dapat disamakan dengan bekerja apada orang dewasa,
karena keduanya sama-sama melakukan suatu aktivitas menurut
(Nursalam, 2015). Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan
anak untuk mengatasi berbagai ancaman perasaan yang tidak
menyenangkan dalam dirinya. Dengan bermain anak akan mendapat
kegembiraan dan kepuasan (Astarani, 2017).

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bermain


merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan dengan tujuan
bersenang-senang yang memungkinkan seorang anak dapat
melepaskan rasa frustasi.
b. Definisi Terapi Bermain
Terapi bermain merupakan kegiatan untuk mengatasi masalah emosi
dan perilaku anak- anak karena responsive terhadap kebutuhan unik
dan beragam dalam perkembangan mereka. Anak- anak tidak seperti
orang dewasa yang dapat berkomunikasi secara alami melalui kata-
kata mereka lebih alami mengekspresikan diri melalui bermain dan
beraktifitas (Astarani, 2017)

Terapi bermain merupakan media bagi anak untuk mengeskpresikan


perasaan, relaksasi, dan distraksi perasaan yang tidak nyaman
(Supartini, 2012). Hal ini sejalan dengan Asosiasi Terapi Bermain
(2011 dalam Astarani 2017) terapi bermain didefinisikan sebagai
penggunaan sistematis model teoritis untuk membangun proses antar
pribadi untuk membantu seseorang mencegah atau mengatasi
kesulitan psikososial serta mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal. Terapi bermain adalah cara yang
dilakukan kepada anak dengan menghormati tingkat perkembangan
yang unik dan mencari cara untuk membantu sesuai dengan dunia
anak (Oktiawati, Khodijah, Setyaningrum & Dewi, 2017).

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa terapi bermain


merupakan salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah
satu alat yang paling efektif untuk mengatasi stres anak Ketika
dirawat dirumah sakit.

c. Kategori Bermain
Anak memerlukan alat permainan yang bervariasi sehingga bila
bosan permainan yang satu dia akan dapat memilih permainan yang
lainnya. Bermain harus seimbang yang artinya harus ada
keseimbangan bermain aktif dan pasif (Adriana, 2020).

1) Bermain Aktif
a) Bermain mengamati atau menyelidiki ( explatory play)
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa
alat permainan tersebut. Anak memperhatikan alat
permainan, mengocok- ngocok apakah ada bunyi, mencium,
meraba, dan kadang- kadang berusaha membongkar.
b) Bermain konstruktif ( construction play)
Pada anak umur 3 tahun, misalnya menyusun balok menjadi
rumah- rumahan.
c) Bermain drama
Misalnya main sandiwara boneka, dan dokter- dokteran
dengan temannya.
d) Bermain bola, tali daan sebagainya.

2) Bermain pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat
dan mendengarkan. Bermain pasif ini adalah ideal apabila anak
sudah lelah bermain dan membutuhkan sesuatu untuk mengatsi
kebosanan dan keletihannya. Contoh bermainpasif adalah
sebagai berikut:
a) Melihat gambar- gambar dibuku atau majalah.
b) Mendengarkan cerita atau music
c) Menonton televisi dan lai- lain.

d. Fungsi Bermain
Menurut Adriana (2020), fungsi bermain bagi anak adalah
1) Perkembangan seensorimotor, meliputi : memperbaiki
keterampilan motorik kasar dan halus serta koordinasi,
meningkatkan perkembangan semua indra, mendorong
eksplorasi pada sifat fisik dunia.
2) Perkembangan intelektual, untuk mempelajari bentuk, ukuran,
tekstur dan warna, pengalaman dengan angka, kesempatan untuk
mempraktekkan dan memperluas kemampuan bahasa,
membantu anak memahami dunia dimana mereka hidup dan
membedakan antara fantasi dan realitas.
3) Perkembangan sosial dan moral, yaitu : mendorong anak
berinteraksi dan berfikir positif terhadap orang lain.
4) Kreatifitas, yaitu meningkatkan perkembangan bakat dan minat
anak.
5) Kesadaran diri, memungkinkan kesempatan untuk belajar
bagaimana prilaku sendiri dapat mempengaruhi orang lain.
6) Nilai terapeutik, memberikan pelepasan stress dan ketegangan,
memungkinkan anak mengekspresikan emosinya.

e. Fungsi Bermain di Rumah Sakit


Fungsi bermain dirumah saki (Adriana, 2020), sebagai berikut:
1) Memfasilitasi anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
asing.
2) Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol.
3) Membantu mengurangi stres terhadap perpisahan.
4) Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang bagian- bagian
tubuh dan penyakit.
5) Memperbaiki konsep- konsep yang salah tentang penggunaan
dan tujuan peralatan serta prosedur medis.
6) Memberi peralihan ( distraksi) dan relaksasi
7) Membantu anak untuk merasa lebih aman dalam lingkungan
yang asing
8) Memberi cara untuk mengurangi tekanan dan untuk
mengeksplorasi perasaan.
9) Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-
sikap yang positifterhadap orang lain.
10) Memberi cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat
11) Memberi cara untuk mencapai tujuan terapeutik

f. Karakteristik Bermain
Karakteristik bermain (Zaviera, 2015), yaitu:
1) Bermain merupakan sesuatu yang menyenangkan dan memiliki
nilai yang positif bagi anak.
2) Bermain didasari motivasi yang muncul dari dalam. Jadi, anak
melakukan kegiatan tersebut atas kemauan sendiri.
3) Bermain sifatnya spontan dan sukarela, bukan merupakan
kewajiban. Anak merasa bebas memilih apasaja yang ingin
dijadikan alternatif bagi kegiatan bermainnya.
4) Bermain senantiasa melibatkan peran aktif dari anak, baik
secaara fisik maupun mental
5) Bermain memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan
sesuatu yang bukan bermain. Seperti kemampuan kreatif,
memecahkan masalh, kemampuan berbahasa, kemampuan
memperoleh teman sebanyak mungkin dan sebagainya.

Karakteristik bermain sesuai tahap perkambangannya (Astarani,


2017):
1) Bayi prematur
a) Memungkinkan tidur yang tidak terganggu.
b) Memberi sentuhsn lembut dengan telapak tangan yang hangat.
c) Memberi periode istirahat jika bayi menunjukan tanda stres
( penuruna O2, peningkatan denyut jantung, dan laju
pernafasan)

2) Bayi Baru Lahir


a) Meningkatkan perlekatan terhadap orang tua atau pemberi
asuhan.
b) Menunjukan dan medorong posisi kontak mata atau wajah
yang dekat.
c) Memberi music lembut yang menenangkan.

3) Bayi Muda
a) Mainan yang bergerak digantung diatas bayi.
b) Bayi menikmati warna kontras, seperti hitam dan putih.
c) Permainan dengan cermin mempertahankan perhatian bayi.
d) Bayi mungkin memerlukan istirahat jangan member stimulasi
berlebihan

4) Bayi lebih Tua.


a) Memberi aktifitas yang meningkatkan perkembangan
genggaman mencengkram yang kasar pada usia 8-10 bulan.
b) Menantang bayi untuk mengambil barang guna menlanjutkan
perkembangan genggaman mencengkram pada usia 11 bulan.
c) Menikmati membanting benda dan membuat suara.
d) Bermain petak umpet untuk mendorong perkembangan
ketetapan benda
e) Bermain bola dengan menggulingkannya kedepan dan
belakang.
f) Menikmati memasukkan balokkecil kedalam balok yang lebih
besar, tantangan menyususn.
g) Memainkan mainan berukuran besar yang membunyikan
musik, variasi musik.
h) Mendorong anak untuk memegang mainan.

5) Toddler
a) Permainan berpakaian menyedikan kesempatan untuk berlatih
menggunakan atau melepaskan pakaina.
b) Permainan tarik-tekan, tempat meluncur yang rendah
meningkatkan perkembangan keterampilan motorik.
c) Toddler menikmati telepon mainann, buku bergambar, sekop
dan ember, permainan air yang aman, dan menyusun balok.

6) Anak Prasekolah.
a) Bermain dengan peralatan dapur, lemari peralatan dokter dan
suster, dan pekerjaan yang diketahui memfasilitasi anak untuk
berpura-pura memainkan peran individu dewasa.
b) Sepeda roda tiga, kereta, truk, mobil, puzzle, menggambar,
mewarnai gambar dan segala macam keterampilan tangan.

7) Anak usia Sekolah.


a) Permaiana tim, membuat permainan baru dengan peraturan.
b) Klub rahasia.
c) Permainan papan, permainan kartu, permainan atau teknologi
komputer.

8) Remaja.
a) Aktifitas yang menunjukan prilaku dewasa, mempelajari
manual pelatihan mengemudi.
b) Menulis jurnal, seni, dan keahlian yang menantang.
c) Klub sosial, dansa, bioskop
d) Aktifitas yang mencegah seks dini dan penggunaan tembakau,
alkohol, dan obat.

g. Tujuan Terapi Bermain


Tujuan dari terapi bermain (Supartini, 2012), antara lain :

1) Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang


normal pada saat sakit, anak mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangannya, walaupun demikian
selama anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan masih harus tetap dilanjutkan
untuk menjaga kesinambungannya.

2) Mengespresikan perasaan, keinginan dan fantasi, serta ide-


idenya pada saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit anak
mengalami berbagai perasaan yang sanagt tidak
menyenangkan. Pada anak yang belum dapat
mengekspresikannya secara verbal, permainan adalah media
yang sangat eektif untuk mengekspresikannya.

3) Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan


masalah, permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi
dan fantasinya untuk menciptakan sesuatu seperti yang ada
dalam pikirannya.

4) Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres karena sakit


dan dirawat di rumah sakit.

h. Prinsip Terapi Bermain di Rumah Sakit


Prinsip-prindip dalam terapi bermain (Adriana, 2020), sebagai
berikut:
1) Permainan tidak banyak menggunakan energi, waktu bermain
lebih singkat untuk menghindari kelelahan dan alat alat
permaiannya sederhana. Waktu yang dibutuhkan untuk terapi
bermain 30-35 menit yang terdiri dari tahap persiapan 5 menit,
tahap pembukaan 5 menit, tahap kegiatan 20 menit dan tahap
penutupan 5 menit.

2) Mainan harus relative aman dan terhindar dari infeksi silang,


permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan.
Anak kecil perlu rasa nyaman dan yakin terhadap benda-benda
yang dikenalnya, seperti boneka yang dipeluk anak untuk
memberikan rasa nyaman dan di bawa ke tempat tidur dimalam
hari.

3) Sesuai dengan kelompok usia. Pada rumah sakit yang


mempunyai tempat bermain, hendaknya perlu dibuatkan jadwal
dan dikelompokkan sesuai usia karena kebutuhan bermain
berlainan antara usia yang lebih rendah dengan yang lebih
tinggi.

4) Tidak bertentangan dengan terapi.


Terapi bermain harus memperhatikan kondisi anak, bila
program terapi mengharuskan anak harus istirahat, maka
aktifitas bermain hendaknya di lakukan di tempat tidur.
Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang
sedang dijalankan anak.

5) Perlu keterlibatan orang tua dan keluarga.


Keterlibatan orang tua dalam terapi adalah sangat penting, hal
ini disebabkan karena orang tua mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan kewajiban unyuk tetap melangsungkan stimulasi
tumbuh kembang pada anak walaupun sedang dirawat di rumah
sakit. Keterlibatan orang tua dan anggota keluarga tidak hanya
mendorong perkembangan dsn keterampilan sosial anak, namun
juga akan memberikan dukungan bagi perkembangan emosi
positif, kepribadian yang adequate serta kepedulian terhadap
orang lain.

Terapi bermain dengan keterlibatan orang tua dapat meberikan


perasaan tenang, nyaman, merasa disayang dan diperhatikan
bagi anak, sehingga anak lebih dapat mengelola emosinya dan
memeungkinkan anak berespon lebih efektif terhadap situasi
selama hospitalisasi.

i. Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Terapi Bermain di Rumah


Sakit.
Factor yang mempengaruhi pelaksanaan terapi bermain dirumah
sakit (Astarani, 2017), yaitu :
1) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah hal-hal yang menjadi rasional atau
motivasi berprilaku antaranya.

a) Pengetahuan (Cognitif)
Aktifitas bermain yang dilakukan oleh perawat di ruangan
untuk meminimalkan dampak hospitalisasi dimulai dari
domain koqnitif. Semakin tinggi tingkat pengetahuan
perawat tentang aktifitas bermain pada anak maka akan
semakin optimal pula perawat dalam melaksanakan
tindakan yang diberikannya tersebut.

b) Sikap ( Attitude)
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.
Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan yang
mendukung atau memihak pada objek tersebut. Sikap
dikatakan sebagai suatu respon evaluatif, respon hanya akan
timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus
yang menghendaki adanya reaksi individual. Di antara
berbagai factor yang mempengaruhi sikap ialah sikap
perawat, pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang
dianggap penting, media massa, institusi serta factor emosi
dalam diri individu. Suatu sikap yang positif belum
terwujud dalam suatu tindakan.

2) Faktor Pendukung.
Faktor pendukung merupakan sesuatu yang memfasilitasi
seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang
diinginkan seperti kondisi lingkungan, ada atau tidaknya
sarana atau fasilitas kesehatan dan kemampuan sumber-sumber
masyarakat serta program-program yang mendukung untuk
terbentuknya suatu tindakan.
3) Faktor Pendorong.
Faktor pendorong merupakan akibat dari tindakan yang
dilakukan seseorang atau kelompok untuk menerima umpan
balik yang positif atau negatif yang meliputi support social,
pengaruh teman, nasehat dan umpan balik oleh pemberi
pelayanan kesehatan atau pembuat keputusan, adanya
keuntungan sosial seperti penghargaan, keuntungam fisik
seperti kenyamanan, hadiah yang nyata , pemberian pujian
kepada seseorang yang mendemontrasi tindakannya. Sumber
pendorong tergantung pada objek, tipe program dan tempat.
Dirumah sakit , faktor pendorong berasal dari perawat, dokter
dan keluarga.

Perawat memerlukan faktor pendorong untuk melaksanakan


tindakannya yang berasal dari sikap atasannya, apakah
atasannya memberikan dorongan terhadap tindakan yang telah
dilakukannya, misalnya memberikan reward, insentif atau nilai
angka kredit, prngaruh teman, adanya dorongan atau ajakan
dari perawat lain akan memberikan dorongan kepada perawat
untuk melakukan terapi bermain secara bersama-sama atau
bergantian.

j. Tipe Permainan
Beberapa tipe permainan yang ditinjau dari karakter social
(Astarani, 2017), yaitu :
1) Permainan pengamat
Tipe permainan pengamat adalah anak memperhatikan apa yang
dilakukan anak lain, tetapi tidak berusaha untuk terlibat dalam
aktivitas bermain tersebut. Anak memiliki keinginan dalam
memperhatikan interaksi dengan nak lain, tetapi tidak bergerak
untuk berpatisipasi. Anak bersifat pasif, tetapi ada proses
pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan
temannya.
2) Permainan tunggal
Tipe permainan tunggal adalah anak bermain sendiri dengan
mainan yang bebeda dengan mainan yang digunakan oleh anak
lain di tempat yang sama. Anak menikmati adanya anak lain
tetapi tidak berusaha mendekati mereka. Keinginan anak
dipusatkan pada aktivitas mereka sendiri, yang mereka lakukan
tanpa terkait dengan aktivitas anak lain.

3) Permainan paralel
Tipe permainan parallel adalah anak bermain secara mandiri
tetapi diantara anak-anak lain. Mereka bermaindengan mainan
yang sama seperti mainan yang digunakan anak lain
disekitarnya, tetapi ketika anak tampak berinteraksi mereka
tidak saling mempengaruhi. Masing-masing anak bermain
berdampingan, tetapi tidak bermain bersama-sama.

4) Permaiana asosiatif
Tipe permainan asosiatif adalah bermain bersama dan
mengerjakan aktifitas serupa atau bahkan sama, tetapi tidak ada
organisasi , pembagian kerja, penetapan kepemimpinan atau
tujuan bersama. Anak saling pinjam meminjam mainannya,
saling mengikutu, bertindak sesuai dengan harapannya sendiri
dan tidak ada tujuan kelompok. Terdapat pengaruh prilaku yang
sangat besar ketika satu anak memulai aktivitas, seluruh
kelompok mengikuti.

5) Permainan kooperatif
Permainan kooperatif adalah permainan bersifat teratur, dan ada
nanak bermain dalam kelompokdengan anak lain. Anak akan
berdiskusi dan merencanakan aktifitas untuk tujuan pencapaian
akhir. Kelompok terbentuk secara renggang, tetapi terdapat rasa
memiliki atau tidak memiliki yang nyata. Aktifitas permainan
ini dikontrol oleh satu atau dua anggota yang memerankan peran
dan mengarahkan aktifitas orang lain.

3. Terapi Mewarnai Gambar


a. Defenisi Mewarnai Gambar
Mewarnai gambar merupakan proses memberi warna pada suatu
media pada media yang sudah bergambar (Nursetyaningsih
,2015 dalam Kusmawati, 2019). Mewarnai gambar merupakan
suatu bentuk kegiatan kreativitas, dimana anak diajak untuk
memberikan satu atau beberapa goresan warna pada suatu bentuk
atau pola gambar, sehingga terciptalah sebuah kreasi seni yang
mampu mengekspresikan suasana hati, menghilangkan
ketegangan dan anak merasa bahagia (Olivia, 2013).

Mewarnai gambar merupakan salah satu permainan yang


memberikan kesempatan pada anak untuk bebas berekspresi dan
sangat terapeutik (Adriana, 2020). Terapi mewarnai gambar
merupakan salah satu permainan yang sesuai dengan prinsip
rumah sakit dimana secara psikologis permainan ini dapat
membantu anak dalam mengekspresikan perasaan cemas, takut,
sedih, tertekan dan emosi (Aryani & Zali, 2019).

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa mewarnai


gambar merupakan suatu kegiatan memberikan warna pada suatu
bidang yang memiliki bentuk baik orang, binatang, tumbuhan,
buah-buahan dan sebagainya dengan menggunakan pewarna baik
spidol, pensil warna, pewarna makanan dan warna lainnya.

b. Aturan Bermain Mewarnai gambar


Aturan bermain mewarnai gambar (Adriana, 2020), yaitu :
1) Persiapan : waktu 5 menit
1. Menyiapkan ruangan
2. Menyiapkan alat
3. Menyiapkan peserta

2) Pembukaan : waktu 5 menit


a) Perkenalan dengan anak dan keluarga
b) Anak yang bermain saling berkenalan
c) Menjelaskan maksud dan tujuan

3) Kegiatan : waktu 20 menit


a) Anak diminta untuk memilih gambar yang ingin
diwarnai yang sudah tersedia
b) Kemudian anak dianjurkan untuk mewarnai gambar
yang disukai.

4) Penutup : waktu 5 menit


a) Memberikan pujian pada anak yang menyelesaikan
mewarnai gambar dengan baik
b) Merapihkan alat
c) Cuci tangan

5) Evaluasi proses
a) Anak mengikuti kegiatan dengan baik
b) Anak merasa senang
c) Orangtua dapat mendampingi kegiatan anak sampai
selesai

6) Evaluasi hasil
a) Anak terlihat tidak cemas
b) Anak tidak takut lagi dengan perawat
c) Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan
dengan aktifitas bermain.

c. Kegiatan Mewarnai
Anak prasekolah yang seharusnya menyukai kegiatan mewarnai
menggunakan bahan yang beraneka ragam. Kegiatan mewarnai
gambar merupakan kegiatan yang dilakukan menggunakan
berbagai macam media seperti krayon, spidol, pensil warna dan
pewarna makanan. Gambar mewarnai yang dipilih disesuaikan
dengan keinginan anak, tetapi yang cocok untuk anak usia
prasekolah (Kusmawati, 2019), diantaranya :
1) Gambar mewarnai hewan dapat melatih anak mengenal
beberapa jenis binatang yang ada di bumi. Hewan yang
dekat disekitar kita dapat dikenalkan kepada anak seperti:
ayam, sapi, kambing dan yang lain sebagainya.

2) Gambar pemandangan juga mampu melukiskan lingkungan


sekitar, anak dapat lebih memiliki imajinasi, sehingga lebih
mudah untuk anak mengenalnya. Gambar pemandangan
seperti pemandangan sawah, hutan, gunung, sungai, pantai
dan yang lain sebagainya.

3) Gambar bunga yang merupakan salah satu tumbuhan yang


mudah kita jumpai, di dunia ini terdapat berbagai macam
jenis bunga dari berbagai wilayah yang memiliki keindahan
berbeda-beda.

4) Gambar masjid yang merupakan tempat ibadah umat muslim


yang mudah dijumpai di pedesaan maupun perkotaan. Anak-
anak tentunya perlu diajarkan mengenal masjid agar bisa
beribadah dengan benar. Salah satu cara mengenalkan masjid
adalah dengan mewarnai gambar.

5) Gambar mewarnai buah, supaya anak lebih mengenal


makanan yang mengandung banyak gizi. Banyak jenis buah
diantaranya memang terkenal dan banyak disukai orang,
seperti buah pisang, alpukat, pepaya dan sebagainya.

6) Gambar orang, tentunya anak akan belajar mengenal orang


terdekat seperti keluarga, tetangga dan teman. Mewarnai
gambar orang, dapat melatih anak mengetahui raut muka dan
mengenal beberapa bagian tubuh yang terlihat.
7) Gambar kendaraan, anak anak tentunya sudah tahu beberapa
kendaraan yang mudah dijumpai di lingkungan sekitar,
seperti mobil, kereta api, pesawat dan sebagainya.

8) Tokoh kartun merupakan media hiburan yang disukai oleh


anak- anak, tak jarang banyak tokoh kartun yang menjadi
idola. Seperti princes, spongebob, minion dan sebagainya.

d. Tujuan Mewarnai Gambar


Tujuan mewarnai gambar yaitu : gerakan motorik halus lebih
terarah, kognitif berkembang, dapat bermain sesuai tumbuh
kembang, dapat berkomunikasi dan bersosialisasi dengan teman
sebaya, cemas/stress selama di RS berkurang/hilang (Kusmawati,
2019).

e. Manfaat Mewarnai Gambar


Manfaat mewarnai gambar (Supartini, 2012) sebagai berikut :
1) Memberikan kesempatan pada anak untuk bebas berekspresi
dan sangat terapeutik (sebagai permainan penyembuh
”therapeutic play”).
2) Dengan bereksplorasi menggunakan gambar, anak dapat
membentuk, mengembangkan imajinasi dan bereksplorasi
dengan ketrampilan motorik halus.
3) Mewarnai gambar juga aman untuk anak usia toddler,
prasekolah, karena menggunakan media kertas gambar dan
crayon.
4) Anak dapat mengeskpresikan perasaannya atau memberikan
pada anak suatu cara untuk berkomunikasi, tanpa
menggunakan kata.
5) Sebagai terapi kognitif, pada anak menghadapi
kecemasan karena proses hospitalisasi, karena pada
keadaan cemas dan stress, kognitifnya tidak akurat dan
negatif.
6) Bermain mewarnai gambar dapat memberikan peluang untuk
meningkatkan ekspresi emosinal anak, termasuk pelepasan
yang aman dari rasa marah dan benci.
7) Dapat digunakan sebagai terapi permainan kreatif yang
merupakan metode penyuluhan kesehatan untuk merubah
perilaku anak selama dirawat di rumah sakit.

f. Kelebihan dan Kekurangan Kegiatan Mewarnai


kegiatan mewarnai yang bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan motorik halus anak pasti terdapat kelebihan serta
kekurangan dalam pelaksanaannya. Oleh kerena itu, akan
dipaparkan beberapa kelebihan dan kekurangan kegiatan
mewarnai (Olivia, 2013).

Adapun beberapa kelebihan dari kegiatan mewarnai adalah :


1) Mengembangkan keterampilan motorik anak khususnya
motorik halus dan beberapa aspek perkembangan lain
seperti kognitif dan sosial emosional.
2) Mengekspresikan perasaan anak dan melatih anak untuk
belajar berkonsentrasi.
3) Melatih anak untuk persipan menulis di jenjang pendidikan
selanjutnya.

Sedangkan kekurangan dalam kegiatan mewarnai adalah :


1) Menjadikan anak kurang aktif karena mewarnai merupakan
kegiatan yang membutuhkan konsentrasi.
2) Interaksi yang terjadi antara guru dan anak ataupun satu
anak ke anak yang lain kurang karena terlalu fokus pada
gambar yang diwarnai .
3) Apabila terlalu sering dilakukan dapat menjadikan anak bosan.

4. Anak Pra Sekolah


a. Definisi Anak prasekolah
Anak usia prasekolah merupakan anak dengan usia 3 tahun sampai 6
tahun yang memiliki kemampuan berinteraksi dengan sosial dan
lingkungannya sebagai tahap menuju perkembangan selanjutnya
(Astarani, 2017). Anak prasekolah adalah anak yang berusia 3
sampai 6 tahun yang mempunyai berbagai macam potensi. Potensi-
potensi itu dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak tersebut
berkembang secara optimal (Supartini, 2012)

Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia antara 3 - 6 tahun .


Mereka biasanya mengikuti program preschool (Oktiawati,
Khodijah, Setyaningrum, Dewi, 2017). Anak usia prasekolah
merupakan masa kanak-kanak awal yaitu usia 3 sampai 6 tahun
(Idris & Reza, 2017). Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan
bahwa usia prasekolah adalah anak usia 3 sampai 6 tahun yang
mempunyai berbagai macam potensi yang mampu berinteraksi
dengan lingkung.

b. Perkembangan Anak Prasekolah


Perkembangan anak usia prasekolah (Astarani, 2017), meliputi:
1) Perkembangan kognisi
Perkembangan kognisi pada masa prasekolah memiliki ciri-ciri
berupa anak sudah mamapu memahami sebab akibat secara
sederhana, mampu mengelompokan objek, orang dan kejadian
menjadi memiliki arti atau makna. Anak memulai memahami
angka-angka, dapat menghitung dan memahami jumlah. Selain
itu anak mulai belajar menggambar dan mengenal warna.
Perkembangan kognitif anak usia prasekolah berada dalam fase
preoperasional, yaitu tahapan dimana anak mempu berfikir satu
ide pada satu waktu.

2) Perkembangan Sosial emosional


Anak usia prasekolah mengalami perkembangan sosial yang
lebih luas dibangingkan dengan tahap usia sebelumnya. Hal ini
menyebabkan bahwa anak usia prasekolah, khususnya sejak
mereka berusia 4 tahun memiliki perkembangan sosial yang
sudah jelas, karena merekaa sudah mulai aktif berhubungan
dengan teman sebayanya. Interaksi pada teman sebaya pada
masa ini terjadi dengan bermain. Harga diri pada masa ini masih
bersifat global, seperti “ saya baik” atau “ saya jahat” . Tingkah
laku orang tua secara suportif akan meningkatkan harga diri
anak. Semakin tinggi harga diri, semakin anak termotifasi untuk
mencapai sesuatu. Sebaliknya, jika anak mengalami kegagalan,
anak akan memandang kegagalan sebagai pukulan baginya dan
merasa tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu
dengan lebih baik.

3) Perkembangan Psikososial
a) Usia 3 tahun
Perkembangan psikososial yang dialami anak berupa
berpakaian sendiri hampir lengkap, dibnatu bila dengan
kancing di belakang, dan mencocokan sepatu kanan dan kiri,
mengalami peningkatan tentang perhatian, makan sendiri,
dapat menyiapkan makana sederhana seperti sereal, dapat
membantu mengatur meja, mengetahui jenis kelamin sendiri
dan orang lain, egosentrik dalam berfikir dan tingkah laku,
mulai memahami waktu, mulai mampu memandang konsep
dari perspektif yang berbeda, mulai mempelajari permainan
sederhana, tetapi sering mengikuti aturannya sendiri, serta
mulai berbagi, menyembunyikan mainannya untuk
memastikan tidak akan digunakan oleh anggota keluarga
yang lain.

b) Usia 4 tahun
Anak akan bersifat mandiri, cenderung keras kepala dan tidak
sabar, agresif secara fisik dan verbal, mendapat kebanggaan
dalam pencapaian, memamerkan secara dramatis, menikmati
pertunjukan orang lain, menceritakan cerita keluarga kepada
orang lain tanpa batasan, masih mempunyai banyak rasa
takut, menghubungkan sebab akibat dengan kejadian,
memahami waktu dengan baik khususnya dalam istilah
urutan kejadian sehari-hari, egosentrik berkurang dan
kesadaran social lebih tinggi, patuh pada orang tua karena
batasan bukan karena memahami benar atau salah, permainan
asosiatif seperti menghayalakan teman bermain,
menggunakan alat dramatis, imajinatif, dan imitative,
eksplorasi seksual dan keingintahuan ditunjukan melalui
bermain seperti menjadi “dokter”.

c) Usia 5 tahun
Anak akan lebih tenang dan berusaha untuk menyelesaikan
urusan, mandiri, tapi dapat dipercaya, tidak kasar, lebih
bertangguang jawab, mengalami sedikit rasa takut,
mengandalkan otoritas luar untuk mengendalikan dunianya,
berhasrat untuk melakukan sesuatu dengan benar dan mudah,
mencoba mengikuti aturan, menunjukan sikap yang lebih
baik, memperhatikan diri sendiri secara total tetapi perlu
pengawasan, mulai dari bertanya apa yang dipikirkan orang
tua dengan membandingkannya dengan teman sebaya orang
dewasa lain, sangat ingin athu informasi factual mengenai
dunia, dalam permaina mencoba mengikuti aturan tetapi
berlaku curang untuk menghindari kekalahan.
d) Usia 6 tahun
Anak dapat berbagi dan berkerja sama dengan baik, akan
curang untuk menang, sering masuk dalam permainan kasar,
sering cemburu terhadap adik, melakukan apa yang orang
dewasa lakukan , kadang mengalami temper tantrum, lebih
mandiri, mungkin karena pengaruh sekolah, mempunyai cara
sendiri untuk melakukan sesuatu, meningkatkan sosialisasi,
dapat mematuhi tiga macam perintah sekaligus.

5. Hospitalisasi
a. Definisi Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau
darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk
menjalani terapi dan perawatan (Oktiawati, Khodijah, Setyaningrum,
& Dewi, 2017). Hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan
tertentu sehingga mengharuskan seseorang dirawat dirumah sakit
untuk mendapatkan perawatan yang menyebabkan terjadinya
perubahan psikis pada anak (Astarani, 2017).

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit, keadaan ini terjadi karena anak berusaha
untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah
sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi stressor baik terhadap anak
maupun orang tua dan keluarga (Zaviera, 2015). Hospitalisasi
merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang
mengharuskan untuk tinggal dirumah sakit untuk menjalani terapi
dan perawatan sampai kembali kerumah (Supartini, 2012).
Berdasarkana definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi
adalah pengalaman yang mengancam bagi individu karena stress
yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan yang tidak aman.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Anak Terhadap Sakit dan


Hospitalisasi
Beberapa factor yang mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit dan
hospitalisasi (Oktiawati, Khodijah, Setyaningrum, & Dewi, 2017),
yaitu :
1) Perkembangan Usia
Reaksi anak terhadap sakit berbeda sesuai tingkat perkembangan
anak,pada anak usia sekolah reaksi perpisahan adalah kecemasan
karena berpisah dengan orang tua dan kelompok sosialnya. Pasien
anak usia prasekolah yang dirawat umumnya takut pada dokter
dan perawat.

2) Pola Asuh Keluarga


Pola asuh keluarga yang terlalu protektif dan selalu memanjakan
anak juga dapat mempengaruhi reaksi takut dan cemas anak saat
dirawat di rumah sakit. Beda dengan keluarga yang suka
memandirikan anak untuk aktivitas sehari-hari, anak akan lebih
kooperatif bila dirawat di rumah sakit.

3) Keluarga
Keluarga yang terlalu khawatir atau stress anaknya yang dirawat
dirumah sakit akan menyebabkan anak menjadi semakin stress
dan takut.

4) Pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya.


Apabila anak pernah mengalami pengalaman tidak
menyenangkan dirawat dirumah sakit sebelumnya akan
menyebabkan anak takut dan trauma. Sebaiknya apabila anak
dirawat di rumah sakit mendapatkan perawatan yang baik dan
menyenagkan anak akan lebih kooperatif pada perawat dan
dokter.

5) Support System yang Tersedia


Anak akan mencari dukungan yang ada dari orang lainuntuk
melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak
biasanya akan meminta dukungan kepada orang terdekatnya
misalnya orang tua atau saudaranya. Prilaku ini biasanya ditandai
dengan permintaan anak untuk ditunggui selama dirawat di rumah
sakit, didampingi saat dilakukan tindakan padanya, seperti minta
dipeluk saat merasa takut dan cemas bahkan saat merasa
kesakitan.

6) Keterampilan koping dalam Menangani Stessor


Apabila mekanisme koping anak baik dalam menerima dia harus
dirawat di rumah sakit akan lebih kooperatif anak tersebut dalam
menjalani perawatan di rumah sakit.

c. Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi


Reaksi anak terhadap hospitalisasi tersebut bersifat individual dan
sangat tergantung pada usia perkembangan anak. Reaksi anak yang
mengalami hospitalisasi sesuai tahapan perkembangannya
(Oktiawati, Khodijah, Setyaningrum, & Dewi, 2017), adalah :
1) Masa Bayi ( 0 -1 tahun ) dampak perpisahan
Pembentukan rasa percaya diri dan kasih sayang usia anak > 6
bulan terjadi stranger anxiety/cemas
a) Menangis keras
b) Pergerakan tubuh yang banyak
c) Ekpresi wajah yang tak menyenangkan

2) Masa Todler ( 2-3 tahun )


Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon
prilaku dengan tahapnya
a) Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
b) Putus asa, menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang
menunjukan minat bermain, sedih, apatis.
c) Pengingkaran/denial
d) Mulai penerimaan perpisahan
e) Membina hubungan secara dangkal
f) Anak mulai menyukai lingkungannya

3) Masa Prasekolah ( 3-6 tahun)


a) Menolak makan
b) Sering bertanya
c) Menangis perlahan
d) Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan

4) Masa Sekolah (6-12 tahun)


Perawatan dirumah sakit memaksakan meninggalkan lingkunagn
yang dicintai, keluarga, kelompok social sehingga menimbulkan
kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran
dalam keluarga, kehilangan kelompok social, perasaan takut mati,
kelemahan fisik. Reaksi nyeri biasa di gambarkan dengan verbal
dan non verbal

5) Masa Remaja ( 12-18 tahun )


Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok
sebayanya. Saat masuk rumah sakit merasa cemas karena
perpisahan tersebut.
Pembatasan aktifitas kehilangan kontrol, reaksi yang muncul :
a) Menolak perawatan/tindakan yang dilakukan
b) Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon :
a) Bertanya-tanya
b) Menarik diri
c) Menolak orang lain

d. Perubahan yang Terjadi Akibat Hospitalisasi


perubahan yang terjadi akibat hospitalisasi (Astarani, 2017), yaitu:
1) Perubahan Konsep diri
Akibat penyakit yang di derita atau tindakan seperti pembedahan ,
pengaruh citra tubuh, perubahan citra tubuh akibat menyebabkan
perubahan peran, ideal diri, harga diri dan identitas.
2) Regresi
Klien mengalami kemunduran ketingkat perkembangan
sebelumnya atau lebih rendah dalam fungsi fisik, mental, prilaku
dan intelektual.
3) Dependensi
Klien merasa tidak berdaya dan tergantung pada orang lain.
4) Dipersonalisasi
Peran sakit yang dialami klien menyebabkan perubahan
kepribadian, tidak realistis, tidak dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan, perubahan identitas dan sulit berkerja sama
mengatasi masalahnya.
5) Takut dan kecemasan
Perasaan takut dan kecemasan timbul karena persepsi yang salah
terhadap penyakitnya.
6) Kehilangan dan perpisahan.
Kehilangan dan perpisahan selama klien dirawat muncul karena
lingkungan yang asing dan jauh dari suasana kekeluargaan,
kehilangan kebebasan, berpisah dengan pasangan dan terasing
dari orang yang dicintai.
e. Hospitalisasi Pada Anak Prasekolah
Anak usia prasekolah sering menunjukan prilaku yang berbeda
selama dirawat di rumah sakit. Perawatan di rumah sakit sering
sekali dianggap sebagai hukuman, sehingga anak merasa malu,
bersalah, cemas, dan takut. Keadaan tersebut cenderung membuat
anak bertindak agresif dengan marah dan berontak (Astarani, 2017).

f. Dampak Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah


Pengaruh hospitalisasi pada perkembangan anak tergantung pada
faktor-faktor yang saling berhubungan seperti sifat anak, keadaan
perawatan dan keluarga. Perawatan anak yang berkualitas tinggi
dapat mempengaruhi perkembangan intelektual anak dengan baik
terutama pada anak-anak yang kurang beruntung yang mengalami
sakit dan dirawat di rumah sakit. Anak yang sakit dan dirawat akan
mengalami kecemasan dan ketakutan. Selain itu reaksi orang tua,
kecemasan dan ketakutan akibat seriusnya penyakit, prosedur,
pengobatan dan dampak terhadap prosedur dan pengobatan serta
tidak familiernya peraturan rumah sakit akan menimbulkan stress
dan rasa tidak aman pada anak (Astarani, 2017).
Dampak hospitalisasi dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Dampak Jangka Pendek
Dampak jangka pendek dari kecemasan dan ketakutan yang tidak
segera ditangani akan membuat anak melakukan penolakan
terhadap tindakan keperawatan dan pengobatan yang diberikan
sehingga berpengaruh terhadap lamanya hari rawat, memperberat
kondisi anak dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada anak.

2) Dampak Jangka Panjang


Dampak jangka panjang dari anak sakit dan dirawat yang tidak
segera ditangani akan menyebabkan kesulitan dan kemampuan
membaca yang buruk, memiliki gangguan bahasa dan
perkembangan kognitif, menurunnya kemampuan intelektual dan
sosial serta fungsi imun.

g. Manfaat Hospitalisasi
Hospitalisasi dapat dan biasa menimbulkan stress bagi anak- anak ,
tetapi hospitalisasi juga bermanfaat. Manfaat yang paling nyata
adalah pulih dari sakit, tetapi hospitalisasi juga dapat memberi
kesempatan pada anak- anak untuk mengatasi stress dan merasa
kompeten dalam kemampuan koping mereka (Oktiawati, Khodijah,
Setyaningrum, & Dewi, 2017).
BAB III
ANALISA SITUASI

Dalam bab ini akan disajikan tentang tahap proses manajemen keperawatan
yang meliputi pengumpulan data, analisa SWOT, dan identifikasi masalah
sehingga didapatkan beberapa rumusan masalah yang akan dipilih untuk
dijadikan prioritas masalah yang akan didiskusikan.
A. Analisa Situasi Ruang Aster
a. Visi Ruang Rawat Inap Aster RSPB
Ruang rawat inap Aster masih menggunakan visi RSPB
Visi:
Menjadi penyelenggara layanan kesehatan yang prima, terpercaya
serta memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan di
Kalimantan timur
b. Misi Ruang Rawat Inap Aster RSPB
Misi ruang rawat inap Aster menggunakan misi RSPB.
1) Memberikan layanan kesehatan beorientasi kepada keselamatan
pasien / patient safety, kepuasan pelanggan dan ramah
lingkungan .
2) Menyiapkan fasilitas pemeriksaan penunjamg medis sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan profesi
kedokteran terkini .
3) Memberikan layanan kesehatan dgn budaya “ La Prima “ dan
bernuansa 4S ( Senyum , Sapa , Sopan dan Sabar )
4) Senantiasa meningkatkan kemampuan professional kompetensi
serta budaya kerja kepada sekuruh pekerja .

1. Sarana dan Prasarana


a. Ruang rawat inap Aster memiliki jumlah kamar sebanyak 17
kamar dan 30 tempat tidur dengan fasilitas ruangan dari rawat
kelas II sampai dengan Suite Commerce.
b. Ruangan Aster memiliki selasar untuk bermain anak-anak yang
dilengkapi dengan 1 buah TV.
c. Pantry
d. Ruang tindakan
e. Hands Rub di tiap kamar

B. Analisa SWOT
a. Strength
1) Ketenagaan di ruang Aster terdiri dari Ners sebanyak 10
(58,8%) perawat dan D3 Keperawatan sebanyak 7 (41,18%).
Perawat lulusan Sarjana Keperawatan dan Ners lebih banyak.
2) Tersedianya gedung dan peralatan medis yang sudah cukup
sesuai standar.
3) Semua perawat di ruangan mampu menggunakan sarana dan
prasarana yang ada di rumah sakit
4) Nurse station terletak di daerah yang Strategis
5) Terdapat arena tempat bermain

b. Weakness
1) Terapi bermain belum pernah di adakan
2) SOP terapi bermain tidak tersedia
3) Belum diadakan Informed Concent terapi bermain
4) 85 % Perawat Aster memiliki pengetahuan mengenai terapi
bermain hanya saja belum pernah diaplikasikan.
5) Belum tersedia penun+ang untuk kegiatan terapi bermain
c. Opportunity
1) Adanya perhatian dari pihak manajemen, khususnya wadir
keperawatan dalam meningkatkan keilmuan serta
mengaplikasikan dalam memberikan pelayanan kepada pasien
guna meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
2) Adanya dukungan dari Kepala Ruangan untuk mengadakan
Pelaksanaan terapi bermain
3) Adanya kerja sama RS dengan institusi pendidikan untuk
program S1 Keperawatan dan profesi Ners
4) Adanya Mahasiswa Program Ners yang melakukan praktek
manajemen di ruang Aster.
5) Perawat dapat meningkatkan karir dan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi
6) Adanya Nursing Day yang dilaksanakan setiap hari selasa yang
dapat meningkatkan keefektifan komunikasi antar perawat

d. Threat
1) Adanya tuntutan klien (pasien dan keluarga) akan pelayanan yang
ramah, sabar, profesional, dan cekatan khususnya dalam
menangani pasien anak/ bayi dalam memberikan asuhan
keperawatan secara bio-psiko-sosio-spritual.
2) Klien anak rawat inap rentan mengalami stress hospitalisasi
3) Banyak rumah sakit pesaing disekeliling RS. Pertamina
Balikpapan yang juga mulai meningkatkan mutu layanan dan juga
kelengkapan peralatan.
C. Perumusan Masalah

No Masalah Wawancara / Observasi Data Sampling

1 Pelaksanaan Terapi Dari hasil kuesioner dan  Belum pernah


Bermain wawancara dengan perawat dilakukannya Terapi
Aster, pelaksanaan Terapi Bermain di RS.
Bermain belum pernah
dilakukan.

Belum adanya SOP Dari hasil wawancara dengan  Belum adanya SOP
2
tentang Terapi tim penyusun SPO Rumah tentang Terapi Bermain
Bermain Sakit

D. Skor

No Masalah Mg Sv Mn Nc Af Skor Ket.


Prioritas

1
Pelaksanaan Terapi Bermain
belum pernah dilakukan
4 4 4 4 5 1280 2

2 SOP Terapi Bermain belum 4 5 4 5 4 1600 1


terbentuk.

Keterangan :
Magnitude ( Mg ) :yaitu kecenderungan besar dan sering
masalah terjadi
Severity ( Sv ) : yaitu besarnya kerugian yang ditimbulkan
Manageability ( Mn ) : yaitu kemampuan penyelesaian masalah
Nurcing Concern ( Nc ) : yaitu fokus pada keperawatan
Affordability ( Af ) : yaitu ketersedian sumber daya

Rentang nilai :
Nilai 1 : sangat kurang sesuai
Nilai 2 : kurang sesuai
Nilai 3 : cukup sesuai
Nilai 4 : sesuai
Nilai 5 : sangat sesuai

1. Plain Of Action ( POA)

No Masalah Kegiatan Tujuan Sasara Waktu Tempa Metod Penan


n t e ggung
jawab

1 Pelaksanaan 1.Sosialisasi Agar Perawa Rabu Ruang Persen 1.Yun


Terapi Bermain kembali perawat t dan auditori tase eika
13 Juli
belum pernah tentang mengerti bidan um dan Arifan
2022
dilakukan pengertian dan diskus i
Terapi memaha Jam i
2.Tuti
Bermain dan mi 13.00
prosesnya tentang
pelaksan
aan
2.Sosialisasi Terapi
pelaksanaan Bermain
Terapi
Bermain

2 SOP Terapi Pembuatan Agar Perawa Rabu Ruang Diskus 1.Evel


Bermain belum SOP tentang Terapi t dan Auditor i yn
13 Juli
terbentuk. Terapi Bermain bidan ium
2022 2.Fifin
Bermain sesuai dapat
kesepakatan dilaksan Jam
dari rumah akan 13.00
sakit mengac
u pada
SOP yag
ada
2. Penyelesaian Masalah

No Uraian Kegiatan C A R L Sko Urutan


r
Prioritas

1 Sosialisasi kembali tentang pengertian


Terapi Bermain dan prosesnya
5 4 4 4 320 1

2 Sosialisasi pelaksanaan Terapi


Bermain
4 4 4 4 256 2

3 Saran untuk dibuatkan SOP tentang


Terapi Bermain sesuai kesepakatan
4 4 3 4 144 3
dari rumah sakit

Seleksi Alternatif Penyelesaian Masalah menggunakan pembobotan


CARL yaitu :
C = Capability, artinya kemampuan melaksanakan alternatif
A = Accesability, artinya kemudahan dalam melaksanakan alternatif
R = Readiness, artinya kesiapan dalam melaksanakan alternatif
L = Leverage, artinya daya ungkit alternatif tersebut dalam menyelesaikan
masalah.

Rentang nilai 1 – 5 :
(5 = sangat mampu, 4 = mampu, 3 = cukup, 2 = kurang mampu, 1 = tidak
mampu

3. JADWAL WAKTU PELAKSANAAN (TIME SCHEDULE)


WAKTU PELAKSANAAN

Juli 2022
NO. URAIAN KEGIATAN
MINGG MINGG MING
UI U II GU III

1 Observasi dan supervisi tentang Menkep di



ruang Aster

2 Merumuskan masalah yang terjadi di



ruangan

3 Membuat Makalah √

4 Mengadakan Lokmin √

5 Mengadakan sosialisasi di ruang Aster √

6 Membuat video Role play Terapi Bermain √


Mengadakan seminar Terapi Bermain

7 √

Anda mungkin juga menyukai