Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik muda maupun

tua. Hipertensi juga sering disebut sebagai silent killer karena termasuk penyakit yang

mematikan. Bahkan, Hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya,

melainkan hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas berat dan

mematikan serta dapat meningkatkan resiko serangan jantung, gagal jantung, stroke dan

gagal ginjal (Pudiastuti, 2013). Hipertensi juga merupakan salah satu penyakit

degeneratif, umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan seiring

bertambahnya umur. (Triyanto, 2014).

Pada tahun 2011 Data World Health Organization (WHO) dalam Siringoringo,

(2013) mencatat satu miliar orang di dunia menderita hipertensi. Menurut Pudiastuti,

(2013) hipertensi dikelompokan dalam 2 tipe klasifikasi, yaitu : hipertensi primer dan

hipertensi sekunder . Tekanan darah tinggi atau hipertensi dapat diakibatkan oleh stres

yang diderita individu, sebab reaksi yang muncul terhadap impuls stres adalah tekanan

darahnya meningkat. Selain itu, umumnya individu yang mengalami stres sulit tidur,

sehingga akan berdampak pada tekanan darahnya yang cenderung tinggi (Sukadiyanto,

2010).

1
Batasan-batasan Lanjut Usia menurut WHO dalam Padila (2013) ada empat

tahapan yaitu : Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) usia

60-74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) >90

tahun.

Lanjut usia menurut UU RI no 13 tahun 1998 dalam Indriana dkk, (2010) adalah

mereka yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Jenis hipertensi yang khas ditemukan

pada lansia adalah isolated systolic hypertension (ISH), dimana tekanan sistoliknya saja

yang tinggi (diatas 140 mmHg), namun tekanan diastolik tetap normal (dibawah 90

mmHg) (Arif, 2013). Lansia sering terkena hipertensi disebabkan oleh kekakuan pada

arteri sehingga tekanan darah cenderung meningkat. Biasanya stres bukan karena

penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stress

tersebut maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemah dan rendahnya daya tahan tubuh

pada saat tersebut (Mardiana, 2014).

Selain itu penyebab hipertensi pada lansia juga disebabkan oleh perubahan gaya

hidup dan yang lebih penting lagi kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan darah

tinggi karena bertambahnya usia lebih besar pada orang yang banyak mengkonsumsi

makanan yang banyak mengandung garam (Kenia, 2013). Di Indonesia, dengan tingkat

kesadaran akan kesehatan yang lebih rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa

dirinya menderita hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat kemungkinan lebih

besar.

2
Kecenderungan perubahan tersebut dapat disebabkan pada gaya hidup masyarakat

(Triyanto, 2014). Pada dekade belakangan ini populasi usia lanjut meningkat di Negara-

negara sedang berkembang, yang awalnya hanya terjadi di Negara maju. Demikian

halnya di Indonesia populasi lanjut usia juga mengalami peningkatan. Adanya jumlah

peningkatan lansia, masalah kesehatan yang dihadapi negara Indonesia menjadi

kompleks, terutama yang berkaitan dengan gejala penuaan. Menurut Tanaya, (1997)

dalam Mardiana dan Zelfino, (2014).

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap masyarakat usia lanjut dengan judul gambaran pengetahuan tentang

Hipertensi dan pencegahannya di wilayah kerja Puskesmas Lakessi Kota Parepare.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan masyarakat usia lanjut terhadap hipertensi

dan pencegahannya di wilayah kerja Puskesmas Lakessi tahun 2019.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat usia lanjut terhadap

hipertensi dan pencegahannya di wilayah kerja Puskesmas Lakessi tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

3
a. Hasil penelitiaan ini diharapkan dapat menambah pengalaman bagi penulis dalam

meneliti secara langsung di lapangan

b. Untuk memenuhi salah satu tugas peneliti dalam menjalani program internship

dokter umum Indonesia

2. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan agar masyarakat tahu dan mengerti tentang hipertensi

dan pencegahannya

3. Bagi tenaga kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Puskesmas Lakessi dalam

rangka meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya penyakit hipertensi

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Definisi

Menurut Notoatmodjo pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif adalah domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Dari hasil

pengalaman serta penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Penelitian yang dilakukan oleh Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum

seseorang mengadaptasi perilaku yang baru didalam diri orang tersebut terjadi proses

yang beruntun yaitu (Notoatmojo, 2007):

a. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut

disini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya) hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

5
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang, karena dari pengalaman dan penelitian yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan (Notoatmojo, 2007).

2. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Bloom (1987) dikutip oleh Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup

didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall), terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Aplication) diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

6
d. Analisis (Analysis) merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis) menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru.

f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemajuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu :

a. Pengalaman, dimana dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau orang

lain. Misalnya, jika seseorang pernah merawat seorang anggota keluarga yang

sakit hipertensi, umumnya menjadi lebih tahu tindakan yang harus dilakukan jika

terkena hipertensi.

b. Tingkat pendidikan, dimana pendidikan dapat membawa wawasan atau

pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang memiliki pengetahuan

yang tingi akan mempunyai pengalaman yang lebih luas dibandingkan dengan

seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

c. Sumber informasi, keterpaparan seseorang terhadap informasi mempengaruhi

7
tingkat pengetahuaannya. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang, misalnya televise, radio, Koran, buku, majalah dan

internet.

4. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur. Kedalaman pengetahuan yang

ingin kita ketahui dapat disesuaikan dengan tingkat domain diatas(Notoatmojo,

2007).

B. Hipertensi

1. Pengertian

Definisi hipertensi tidak berubah sesuai dengan umur: tekanan darah sistolik (TDS) >

140 mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik (TDD) > 90 mmHg (Kuswardhani,

2006). Pengukuran dilakukan di dua kali pengukuran dengan selang waktu lima

menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes, 2013). The joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High

Bloodpressure (JNC VI) dan WHO/lnternational Society of Hypertension guidelines

subcommittees setuju bahwa TDS & keduanya digunakan untuk klasifikasi

hipertensi. Hipertensi sistolodiastolik didiagnosis bila TDS ≥ 140 mmhg dan TDD ≥

8
90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi (HST) adalah bila TDS ≥140 mmHg dengan

TDD < 90 mmHg (Kuswardhani, 2006).

Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)

dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung

koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan

mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan

darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi

semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah,

swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan

(Kemenkes, 2013).

Menu rut American Heart Association {AHA}, penduduk Amerika yang berusia

diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa,

namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi

merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi pada masing-masing individu

dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah sa kit

kepala/rasa berat di tengkuk,

mumet (vertigo), jantung berdebar-debar, mudah Ieiah, penglihatan kabur, telinga

berdenging (tinnitus), dan mimisan (Kemenkes, 2013).

2. Faktor Risiko

9
Faktor resiko Hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik

(faktor resiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi

garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi minum-

minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres, penggunaan estrogen

(Kemenkes, 2013).

Ada pun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi:

a. Berdasarkan penyebab

 Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial

Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun dikaitkan

dengan kombinasi faktor gaya hid up seperti kurang bergerak (inaktivitas)

dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi.

 Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial

Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita

hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%,

penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu

(misalnya pil KB).

b. Berdasarkan bentuk Hipertensi

Hipertensi diastolik {diastolic hypertension}, Hipertensi campuran (sistol dan

diasto yang meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension).

3. Patogenesis

10
Baik TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS

meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat

samapi umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun.

Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya pengakuan

pembuluh darah`dan penurunan kelenturan (compliance) arteri dan ini

mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur.4 Scperti diketahui,

takanan nadi merupakan predictok terbaik dari adanya perubahan struktural di dalam

arteri. Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas

(Kuswardhani, 2006).

Efek utama dari ketuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan

aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah

besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Perubahan ini

menyebabkan penurunan compliance aorta dan pembuluh darah besar dan

mengakibatkan pcningkatan TDS. Penurunan elastisitas pembuluh darah

menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas baroreseptor juga

berubah dengan umur (Kuswardhani, 2006).

Perubahan mekanisme refleks baroreseptor mungkin dapat menerangkan adanya

variabilitas tekanan darah yang terlihat pada pemantauan terus menerus. Penurunan

sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan refleks postural, yang

mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik.

Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik-β dan vasokonstriksi

11
adrenergik-α akan menyebabkan kecenderungan vasokontriksi dan selanjutnya

mengakibatkan pcningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah.

Resistensi Na akibat peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga berperan dalam

terjadinya hipertensi. Walaupun ditemukan penurunan renin plasma dan respons

renin terhadap asupan garam, sistem renin-angiotensin tidak mempunyai peranan

utama pada hipertensi pada lanjut usia. Perubahanperubahan di atas bertanggung

jawab terhadap penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan denyut jantung,

penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikcl kiri, dan disfungsi diastolik. Ini

menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju

filtrasi glomerulus (Kuswardhani, 2006).

4. Diagnosis

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi

tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,

hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah

(Kemenkes, 2013).

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7 (Kemenkes, 2013)

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah


Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80

12
Prahipertensi 120 – 139 80 -89
Hipertensi Derajat 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi Derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

Pada semua umur, diagnosis hipertensi memerlukan pengukuran berulang dalam

keadaan istirahat, tanpa ansietas, kopi, alkohol, atau merokok. Namun demikian,

salah diagnosis lebih sering terjadi pada lanjut usia, terutama perempuan, akibat

beberapa faktor seperti berikut. Panjang cuff mungkin tidak cukup untuk orang

gemuk atau berlebihan atau orang terlalu kurus. Penurunan sensitivitas refleks

baroreseptor sering menyebabkan fluktuasi tekanan darah dan hipotensi postural.

Fluktuasi akibat ketegangan (hipertensi jas putih = white coat hypertension) &

latihan fisik juga lebih sering pada lanjut usia. Arteri yang kaku akibat arterosklerosis

menyebabkan tekanan darah terukur lebih tinggi (Kuswardhani, 2006).

Kesulitan pengukuran tekanan darah dapat diatasi dengan cara pengukuran

ambulatory. 16-21 Bulpitt dkk menganjurkan bahwa sebelum menegakkan diagnosis

hipertensi pada lanjut usia, hendaknya paling sedikit dilakukan pemeriksaan di klinik

sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda dalam beberapa minggu (Kuswardhani,

2006).

Gejala HTS yang sering ditemukan pada lanjut seperti ditemukan pada the SYST-

EUR trialadalah: 25% dari 437 perempuan dan 21% dari 204 laki-laki menunjukkan

keluhan. Gejala yang menonjol yang ditemukan pada penderita perempuan

dibandingkan penderita laki-laki adalah; nyeri sendi tangan (35% pada perempuan

13
vs. 22% pada laki-laki), berdebar (33% vs. 17%), mata kering (16% vs. 6%),

penglihatan kabur (35% vs. 23%), kramp pada tungkai (43% vs. 31 %), nyeri

tenggorok (15% vs. 7%), Nokturia merupakan gejala tersering pada kedua jenis

kelamin, 68% (Kuswardhani, 2006).

5. Penatalaksanaan

Banyak penelitian menunjukkan bahwa pentingnya terapi hipertensi pada lanjut usia;

dimana terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler

dan serebrovaskuler. Sebelum diberikan pengobatan, pemeriksaan tekanan darah

pada lanjut usia hendaknya dengan perhatian khusus, mengingat beberapa orang

lanjut usia menunjukkan pseudohipertensi (pembacaan spigmomanometer tinggi

palsu) akibat kekakuan pembuluh darah yang berat. Khususnya pada perempuan

sering ditemukan hipertensi jas putih dan sangat bervariasinya TDS (Kuswardhani,

2006).

a. Sasaran tekanan darah

Pada hipertensi lanjut usia, penurunan TDD hendaknya mempertimbangkan

aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Sasaran yang diajukan pada JNCVI

dimana pengendalian tekanan darah (TDS<140 mmHg dan TDD<90mmHg)

tampaknya terlalu ketat untuk penderita lanjut usia. Sys-Eur trial

merekomendasikan penurunan TDS < 160 mmHg sebagai sasaran intermediet

14
tekanan darah, atau penurunan sebanyak 20 mmHg dari tekanan darah awal

(Kuswardhani, 2006).

b. Modifikasi pola hidup

Mengubah pola hidup/intervensi nonfarmakologis pada penderita hipertensi

lanjut usia, seperti halnya pada semua penderita, sangat menguntungkan untuk

menurunkan tekanan darah. Beberapa pola hidup yang harus diperbaiki adalah :

menurunkan berat badan jika ada kegemukan, mengurangi minum alcohol,

meningkatkan aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam,

mempertahankan asupan kalium yang adekuat, mempertahankan asupan kalsium

dan magnesium yang adekuat, menghentikan merokok, mengurangi asupan

lemak jenuh dan kolesterol. Seperti halnya pada orang yang lebih muda,

intervensi nonfarmakologis ini harus dimulai sebelum menggunakan obat-obatan

(Kuswardhani, 2006).

c. Terapi farmakologis

Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi

metabolisme dan distribusi obat, karenanya harus dipertimbangkan dalam

memberikan obat antihipertensi. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan

dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara perlahan. Menurut JNC VI1 pilihan

pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretic

15
atau penyekat beta. Pada HST, direkomendasikan penggunaan diuretic dan

antagonis kalsium. Antagonis kalsium nikardipin dan diuretic tiazid sama dalam

menurunkan angka kejadian kardiovaskuler. Adanya penyakit penyerta lainnya

akan menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat antihipertensi. Pada penderita

dengan penyakit jantung koroner, penyekat beta mungkin sangat bermanfaat;

namun demikian terbatas penggunaannya pada keadaan-keadaan seperti penyakit

arteri tepi, gagal jantung/ kelainan bronkus obstruktif. Pada penderita hipertensi

dengan gangguan fungsi jantung dan gagal jantung kongestif, diuretik,

penghambat ACE (angiotensin convening enzyme) atau kombinasi keduanya

merupakan ptlihan terbaik. Obat-obatan yang menyebabkan perubahan tekanan

darah postural (penyekat adrenergik perifer, penyekat alfa dan diuretik dosis

tinggi) atau obatobatan yang dapat menyebabkan disfungsi kognitif (agonis 2

sentral) harus diberikan dengan hati-hati.' Karena pada lanjut usia sering

ditemukan penyakit lain dan pemberian lebih dari satu jenis obat, maka perlu

diperhatikan adanya interaksi obat antara antihipertensi dengan obat lainnya.

Obat yang potensial memberikan efek antihipertensi misalnya : obat anti psikotik

tcrutama fenotiazin, antidepresan khususnya trisiklik, L-dopa, benzodiapezin,

baklofen dan alkohol. Obat yang memberikan efek antagonis antihipertensi

adalah: kortikosteroid dan obat antiinflamasi nonsteroid. Interaksi yang

menyebabkan toksisitas adalah: (a) tiazid: teofilin meningkatkan risiko

hipokalemia, lithium risiko toksisitas meningkat, karbamazepin risiko

16
hiponatremia menurun; (b) Penyekat beta: verapamil menyebabkan bradikardia,

asistole, hipotensi, gagal jantung; digoksin memperberat bradikardia, obat

hipoglikemik oral meningkatkan efek hipoglikemia, menutupi tanda peringatan

hipoglikemia. Dosis beberapa obat diuretic penyekat beta, penghambat ACE,

penyekat kanal kalsium, dan penyakat alfa yang dianjurkan pda penderita

hipertensi pada lanjut usia adalah sebagai berikut. Dosis obatobat diuretic

(mg/hari) msialnya: bendrofluazid 1,25- 2,5, klortiazid 500-100, klortalidon 25-

50, hidroklortiazid 12,5-25, dan indapamid SR 1,5. Dosis obat-oabat penyekat

beta yang direkomendasikan adalah: asebutolol 400 mg sekali atau dua kali

sehari, atenolol 50 mg sekali sehari, bisoprolol 10-20 mg sekali sehari, celiprolol

200-400 mg sekali sehari, metoprolol 100-2000 mg sekali sehari, oksprenolol

180-120 mg dua kali sehari, dan pindolol 15-45 mg sekali sehari. Dosis obat-obat

penghambat ACE yang direkomendasikan adalah: kaptopril 6,25-50 mg tiga kali

sehari, lisinopril 2,5-40 mg sekali sehari, perindropil 2-8 mg sekali sehari,

quinapril 2,5-40 mg sekali sehari, ramipril 1,25-10 mg sekali sehari. Dosis obat-

obat penyakat kanal kalsium yang dianjurkan adalah: amlodipin 5-10 mg sekali

sehari, diltiazem 200 mg sekai sehari, felodipin 5-20 mg sekali sehari, nikardipin

30 mg dua kali sehari, nifedipin 30-60 mg sekali sehari, verapamil 120-240 mg

dua kali sehari. Dosis obat-obat penyakat alfa yang dianjurkan adalah;

doksazosin 1-16 mg sekali sehari, dan prazosin 0,5 mg sehari sampai 10 mg dua

kali sehari (Kuswardhani, 2006).

17
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk

menggambarkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang hipertensi dan pencegahannya

di wilayah kerja Puskesmas Lakessi tahun 2019. Penelitian ini disajikan dalam bentuk

distribusi frekuensi terhadap variabel yang diteliti yaiu variabel tingkat pengetahuan.

B. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan pada :

1. Hari/ Tanggal : Rabu, 16 Oktober 2019

Lokasi : Posyandu Lansia Kel Ujung Lare

Waktu : Pukul 13.00 - selesai

2. Hari / Tanggal : Rabu, 23 Oktober 2019

Lokasi : Posyandu Lansia Kel. Kampung Pisang

Waktu : Pukul 13.00 – selesai

C. Etika Penelitian

18
Sebelum dilakukan penelitian responden akan menandatangani format persetujuan

sebagai responden dalam penelitian ini, hal ini dilakukan sebelum peneliti

menyerahkan kuesioner untuk dilakukan wawancara.

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2002). Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh masyarakat wilayah kerja Puskesmas Lakessi yang berada

di Kelurahan Ujung Lare dan Kampung Pisang. Tehnik sampel yang digunakan adalah

total sampling, dengan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh warga

yang datang mngikuti pelayanan dan pemeriksaan di posyandu lansia Kelurahan Ujung

Lare dan kelurahan Kampung Pisang.

E. Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dari pengisian kuesioner yang telah disiapkan oleh peneliti

dengan menggunakan teknik wawancara. Kuisioner diberikan kepada sampel penelitian

sebanyak dua kali. Kuisioner pertama (Pre test) diberikan sebelum dilakukan penyuluhan

tentang Hipertensi dan Pencegahannya. Kemudian kuisioner kedua (Post test) diberikan

setelah dilakukan Penyuluhan Hipertensi dan Pencegahannya.

F. Tehnik Pengolahan Data

19
Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah. Semua data yang terkumpul

kemudian disajikan dalam susunan yang baik dan rapi. Tahap-tahap pengolahan data

tersebut adalah:

1. Penyuntingan

Semua daftar pertanyaan data kuesioner yang berhasil dikumpulkan selanjutnya

diperiksa terlebih dahulu dan dikelompokkan.

2. Penyusunan dan Perhitungan Data

Penyusunan dan perhitungan data dilakukan secara manual.

3. Tabulasi

Data yang telah disusun dan dihitung selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan

diagram.

G. Analisis Data

Tahap-tahap pengolahan data hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan akan kelengkapan jawaban

2. Menampilkan jawaban responden dalam bentuk tabel dan diagram.

20
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Puskesmas Lakessi

Puskesmas Perawatan Lakessi adalah salah satu dari 6 UPTD dinas Kesehatan

Kota Parepare yang bertugas menyelenggarakan pembangunan dan pelayanan kesehatan.

Terletak di Jl. Muh. Arsyad No 15 Parepare kelurahan Lakessi Kecamatan Soreang Kota

Parepare. Wilayah Kerja seluas 0,93 Km2 meliputi empat kelurahan yaitu

Kelurahan Lakesi, Kelurahan Ujung Lare, Kelurahan Kampung Pisang,dan Kelurahan

Ujung Baru. Adapun visi dan misi dari Puskesmas Lakessi adalah :

VISI

Menjadikan Puskesmas Perawatan Lakessi sebagai pusat pelayanan prima menuju

masyarakat sehat yang mandiri.

MISI

 Melayani seluruh lapisan masyarakat dengan pelayanan prima.

 Memberikan pelayanan Kesehatan yang bermutu, terjangkau dan menyeluruh.

 Meningkatkan kinerja dan profesional petugas.

 Menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat yang mandiri melalui promosi

kesehatan.

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas Perawatan

Lakessi adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni

21
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang

bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat.

1. Data Geografik

 Keadaan geografi : Ketinggian 1 – 700 m dpl, Suhu rata-rata 28,2oC,

Kelembaban 83%

 Wilayah kerja : Luas Wilayah Kerja 0,93 km2 yang berada terdiri dari

empat kelurahan Kelurahan Lakesi, Kelurahan Ujung Lare, Kelurahan Kampung

Pisang, dan Kelurahan Ujung Baru.

 Batas Wilayah :

Tabel 4.1. Luas Wilayah Dan Jumlah Rw/Rt Pada Kelurahan


Di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Lakessi Tahun 2016

No. Kelurahan Jumlah Rw Jumlah Rt Luas Wilayah

1. Lakessi 5 16 0,15 km2


2. Ujung Baru 9 18 0,48 km2
3. Ujung Lare 5 16 0,18 km2
4. Kampung Pisang 6 20 0,12 km2
JUMLAH 25 70 0,93 km2
Sumber : Data Dasar Puskesmas Perawatan Lakessi

2. Data Demografik

22
Adapun keadaan demografi di Puskesmas Lakessi yag terdiri dari jumlah Kepala

Keluarga (KK), jumlah rumah dan penduduk pada lingkup kerja Puskesmas

Perawatan Lakessi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2. Jumlah Rumah, Kepala Keluarga (Kk), Dan Jumlah PendudukDi
Wilayah Kerja Puskesmas Lakessi Tahun 2016
Kelurahan/ Jumlah Jumlah Jumlah Penduduk
No TOTAL
Rw Rumah KK LK PR
1. LAKESSI 619 699 1683 1846 4847
2. UJUNG BARU 1042 1159 2565 2806 7572
3. UJUNG LARE 676 915 2091 2261 5943
4. KP. PISANG 649 700 1606 1789 4744
JUMLAH 2986 3473 7945 8702 23106
Sumber : Data Promkes

3. Sumber Daya Kesehatan

Sumber daya kesehatan merupakan unsur terpenting dalam meningkatkan

pembangunan kesehatan secara menyeluruh. Sumber daya kesehatan terdiri dari

tenaga, sarana dan dana yang tersedia untuk pembangunan kesehatan.

Adapun sarana kesehatan di Puskesmas Lakessi terdiri dari Puskesmas Induk

denganLuas Tanah 1.257 m2 dan Luas Gedung (Bertingkat 2) = 2.030 m2,

Puskesmas Pembantu (PUSTU) 1 Buah, Posyandu 20 Buah, Poskesdes 1 Buah,

Posbindu 8 Buah, Posyandu Lansia 8 Buah, Rumah Sakit Bersalin 1 Buah, Dokter

Praktek 3 Buah.

23
Dalam pembangunan kesehatan diperlukan berbagai jenis tenaga kesehatan yang

memiliki kemampuan melaksanakan upaya kesehatan dengan paradigma sehat,

yangmengutamakan upaya peningkatan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan

penyakit.

Ketenagaan di Puskesmas Lakessi saat ini berjumlah 81 orang yang berasal dari

latar pendidikan mulai dari SMA s/d S1 terdiri dari dokter umum, dokter gigi,

administrasi kesehatan, perawat, perawat gigi, bidan ahli gizi, sanitarian, analis

kesehatan, asisten apoteker dan apoteker, dan pekarya, epidemologi, driver,

administrasi umum, juru masak, cleaning service.

B. Hasil Penelitian

Peserta progam penyuluhan penyakit Hipertensi dan Pencegahannya di posyandu

lansia Kelurahan Ujung Lare sebanyak 22 orang dan di Kelurahan Kampung Pisang

sebanyak 20 orang. Sehingga total peserta yang mengikuti penlitian ini sebanyak 42

orang. Berikut adalah hasil pre dan post test peserta.

Tabel 4.3. Hasil Pretest dan Postest Peserta yang Mengikuti Kegiatan Mini
Project
No Nama Jenis Kelamin Umur Pe Ndidikan Pre Test Post Test
1 Ny. Z Perempuan 52 SMA 80 90
2 Ny. H Perempuan 61 Tidak Sekolah 90 90
3 Ny. S Perempuan 47 SMA 90 100
4 Ny. HS Perempuan 74 SD 60 90

24
5 Ny. P Perempuan 53 SD 80 90
6 Ny. HD Perempuan 62 SD 70 90
7 Ny. D Perempuan 57 SD 80 80
8 Ny. H Perempuan 73 SD 80 80
9 Ny. D Perempuan 48 SMP 70 100
10 Ny. SN Perempuan 84 Tidak Sekolah 70 70
11 Tn. AK Laki-laki 47 SMP 80 90
12 Ny. HA Perempuan 53 SD 50 90
13 Ny. HT Perempuan 59 SMP 90 90
14 Ny. R Perempuan 54 Tidak Sekolah 90 100
15 Ny. SH Perempuan 61 SD 70 30
16 Ny. RB Perempuan 78 SD 50 80
17 Tn. HD Perempuan 61 SMP 90 100
18 Tn. S Laki-laki 47 SMA 70 90
19 Ny. W Perempuan 51 SMA 80 90
20 Ny. A Perempuan 72 Tidak Sekolah 40 80
21 Ny. AS Perempuan 52 SMA 80 90
22 Tn. SM Laki-laki 57 SMP 80 100
23 Ny. HJ Perempuan 66 SMP 70 90
24 Ny. S Perempuan 51 SMA 90 100
25 Ny. M Perempuan 64 Tidak Sekolah 70 100
26 Ny. MA Perempuan 61 SD 90 100
27 Ny. N Perempuan 73 SD 70 80
28 Ny. NU Perempuan 52 SD 70 90
29 Ny. HS Perempuan 59 SD 90 100
30 Ny. I Perempuan 80 SD 70 90
31 Ny. AR Perempuan 70 Tidak Sekolah 50 70

25
32 Ny. HH Perempuan 51 SMA 90 100
33 Ny. R Perempuan 65 SD 80 80
34 Ny. SS Perempuan 31 SMA 100 100
35 Ny. Y Perempuan 67 SD 90 100
36 Ny. RH Perempuan 42 SD 90 90
37 Tn. MH Laki-laki 61 Tidak Sekolah 70 90
38 Ny. MG Perempuan 48 Tidak Sekolah 60 100
39 Ny. RS Perempuan 49 SMA 90 100
40 Ny. SR Perempuan 62 SD 70 80
41 Ny. FT Perempuan 54 SMP 80 90
42 Ny. EL Perempuan 82 SD 60 70
Jumlah 3200 3710
Rata-Rata 76,19 88,33

Gambaran Tingkat Pengetahuan

Pengisian kuisioner melalui wawancara langsung sebelum dilakukan

penyuluhan (Pretest) lalu dinilai. Kemudian dilakukan penyuluhan tentang

hipertensi dan pencegahannya. Setelah dilakukan penyuluhan, kami melakukan

wawancara kembali kepada semua responden dengan kuisioner yang sama (Post

test). Lalu kita menilai apakah tingkat pengetahuan responden mengalami

peningkatan atau tidak. Maka di dapatkan hasil sebagai berikut.

Tabel 4.4. Gambaran Hasil Postest Peserta yang Mengikuti Kegiatan Mini
Project

No Tingkat Pengetahuan Jumlah Presentase

26
(Post Test)
1 Nilai Meningkat 34 orang 80,9 %
2 Nilai Tetap 8 orang 19,1 %
3 Nilai Menurun - -
Jumlah 42 orang 100 %

C. Pembahasan

Rata-rata usia responden adalah 61.3 tahun, menurut WHO sudah

dikategorikan dalam lanjut usia. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa

responden dengan tingkat pengetahuan yang meningkat sejumlah 34 responden (80,9)

dan sisanya tetap sejumlah 8 responden (19,1%). Hal ini menunjukan bahwa sebagian

besar masyarakat mempunyai pengetahuan yang baik dan mengerti tentang upaya

pencegahan penyakit hipertensi. Sebagian besar penderita mengetahui bahwa

memeriksakan tekanan darah secara teratur dan menjaga pola makan yang baik akan

sangat membantu mengontrol tekanan darah pada penyakit hipertensi. Penderita juga

mengetahui bahwa merokok, makan gorengan, makan yang asin-asin, kurang makan

buah dan sayur, kurang berolahraga, banyak pikiran, kurang istirahat dapat

meningkatkan tekanan darah tinggi. Pengetahuan yang baik ini bisa dikarenakan

karena program penyuluhan dari Puskesmas dan tenaga kesehatan lain yang sudah

berjalan dengan baik. Faktor lain adalah karena penyakit hipertensi adalah penyakit

menahun yang tak bisa disembuhkan namun dapat terkontrol sehingga setiap kali

berobat mereka selalu diberikan edukasi tentang hipertensi meskipun melalui usaha

27
kesehatan perorangan. Masih ada sebagian kecil responden, yakni 8 responden yang

berpengetahuan tetap meskipun telah diberikan penyuluhan. Kurangnya pengetahuan

responden ini dapat disebabkan beberapa faktor antara lain: rendahnya tingkat

pendidikan responden yang tidak sekolah dan tamatan sekolah dasar, kurangnya

keaktifan responden dalam mengikuti penyuluhan kesehatan yang diadakan oleh

petugas kesehatan setempat dan responden yang sudah berusia lanjut (diatas 60 tahun)

dimana kemampuan responden dalam menerima informasi kesehatan agak kurang.

Faktor utama adalah karena usia responden yang sudah >60 tahun dan merasa tidak ada

keluhan sehingga responden tidak merasa memiliki sakit darah tinggi.

Namun, yang perlu di garisbawahi adalah bahwa sebagian besar pasien masih salah

tentang pengetahuan bahwa seorang penderita hipertensi harus terus menerus

minum obat, rutin, setiap hari. Yang kebanyakan pasien tahu adalah bahwa minum obat

hipertensi jika ada keluhan saja atau ketika tensi darah naik.

28
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini di peroleh Gambaran Tingkat

Pengetahuan tentang Hipertensi di wilayah Kerja Puskesmas Lakessi, Kota Parepare

tahun 2019.

1. Rata-rata usia responden yang dilakukan pernilaian adalah 61,3 tahun dan tingkat

pendidikan responden rendah bahkan banyak yang tidak bersekolah.

2. Pengetahuan masyarakat tentang hipertensi dan pencegahannya meningkat sejumlah

34 responden (80,9%) sisanya tetap sejumlah 8 orang responden (19,1%).

B. Saran

1. Untuk Masyarakat

Agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang upaya pencegahan terjadinya

penyakit hipertensi dengan mengikuti penyuluhan kesehatan yang diberikan oleh

petugas kesehatan terdekat agar dapat terhindar penyakit hipertensi secara dini.

2. Untuk Petugas Masyarakat

Diharapkan bagi petugas kesehatan agar dapat lebih meningkatkan sosialisasi tentang

penyakit tekanan darah tinggi dan upaya pencegahannya secara dini dan tindakan

apa saja yang harus dilakukan jika tekanan darah meningkat serta menjelaskan

pentingnya memeriksakan tekanan darah secara teratur ke pelayanan

29
kesehatan terdekat. Perlu dilakukan pendekatan yang lebih persuasif lagi untuk

masyarakat diatas usia 60 tahun dengan memberikan edukasi dengan bahasa yang

mudah untuk mereka mengerti.

30
DAFTAR PUSTAKA

Arif, D . (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di
Pusling Desa Klumpit Upt Puskesmas Gribig Kabupaten Kudus. http://e-
journal.stikesmuhkudus.ac.id/
Indriana, K., Kristiana, I. F., Sonda, A. A., Intanirian, A. (2010). Tingkat Stres Lansia Di Panti
Wredha “Pucang Gading” Semarang. http://e-journal.undip.ac.id/
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hipertensi. Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. 2013
Kenia, N. M. (2013). Pengaruh Relaksasi (Aroma Terapi Mawar) Terhadap Perubahan Tekanan
Darah Pada Lansia Hipertensi. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.i d/
Kuswardhani T. Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut. J Peny Dalam, 2006; 7(2): 135-
140
Mardiana, Y. & Zelfino. (2014). Hubungan Antara Tingkat Stres Lansia Dan Kejadian
Hipertensi Pada Lansia Di RW 01 Kunciran Tangerang. http://ejurnal.esaunggul.ac.id/
Notoatmodjo, S. 2007.Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pudiastuti, R. D. (2013). Penyakit-Penyakit Mematikan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Siringoringo, M. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Hipertensi Pada Lansia Di
Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir Tahun 2013. http://jurnal.usu.ac.id/
Sukadiyanto. (2010). Stres Dan Cara Menguranginya. http://core.ac.uk/
Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

31

Anda mungkin juga menyukai