Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN
A. Hakikat kepemimpinan
Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang kompleks
dimana seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya dalam melaksanakan dan
mencapai visi, misi, dan tugas, atau objektif-objektif yang dengan itu membawa
organisasi menjadi lebih maju dan bersatu. Seorang pemimpin itu melakukan
proses ini dengan mengaplikasikan sifat-sifat kepemimpinan dirinya yaitu
kepercayaan, nilai, etika, perwatakan, pengetahuan, dan kemahiran kemahiran
yang dimilikinya.
Kepemimpinan merupakan suatu interaksi antara anggota suatu kelompok
sehingga pemimpin merupakan agen pembaharu, agen perubahan, orang yang
perilakunya akan lebih mempengaruhi orang lain daripada perilaku orang lain
yang mempengaruhi mereka, dan kepemimpinan itu sendiri timbul ketika satu
anggota kelompok mengubah motivasi kepentingan anggota lainnya dalam
kelompok.
Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau
pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan
tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan adalah suatu proses
bagaimana menata dan mencapai kinerja untuk mencapai keputusan seperti
bagaimana yang diinginkannya.Kepemimpinan adalah suatu rangkaian bagaimana
mendistribusikan pengaturan dan situasi pada suatu waktu tertentu.
Kepemimpinan juga diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi berbagai
strategi dan tujuan, kemampuan mempengaruhi komitmen dan ketaatan terhadap
tugas untuk mencapai tujuan bersama, dan kemampuan mempengaruhi kelompok
agar mengidentifikasi, memelihara, dan mengembangkan budaya organisasi.
Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team leader dalam
memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja pada bawahannya.
Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar
mereka mau diaserahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan diartikan
sebagai kemampuan menggerakkan atau memotivasi sejumlah orang agar secara
serentak melakukan kegiatan yang sama dan terarah pada pencapaian tujuannya.
Kepemimpinan juga merupakan proses menggerakkan grup atau kelompok dalam
arah yang sama tanpa paksaan.
B. Teori-Teori Kepemimpinan
1. Teori Sifat
Seseorang dapat menjadi pemimpin apabila memiliki sifat yang
dibutuhkan oleh seorang pemimpin. Titik tolak teori : keberhasilan
seorang pemimpin ditentukan oleh sifat kepribadian baik secara fisik
maupun psikologis. Keefektifan pemimpin ditentukan oleh sifat, perangai
atau ciri kepribadian yang bukan saja bersumber dari bakat, tapi dari
pengalaman dan hasil belajar. Tahun 1940-an kajian tentang
kepemimpinan didasarkan pada teori sifat. Teori sifat adalah teori yang
mencari sifat sifat kepribadian, sosial, fisik, atau intelektual yang
membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin. Berdasarkan teori ini
kepemimpinan itu dibawa sejak lahir atau merupakan bakat bawaan.
Misalnya ditemukan adanya enam macam sifat yang membedakan antara
pemimpin dan bukan pemimpin yaitu ambisi dan energi, keinginan untuk
memimpin, kejujuran dan integritas, rasa percaya diri, inteligensi, dan
pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan. Namun demikian teori sifat
ini tidak memberikan bukti dan adanya indikasi kesuksesan seorang
pemimpin.
2. Teori Great Man
Kepemimpinan merupakan bakat atau bawaan sejak seseorang
lahir. Bennis & Nanus menjelaskan bahwa teori ini berasumsi pemimpin
dilahirkan bukan diciptakan. Kekuasaan berada pada sejumlah orang
tertentu, yang melalui proses pewarisan memiliki kemampuan memimpin
atau karena keberuntungan memiliki bakat untuk menempati posisi
sebagai pemimpin. “Asal Raja Menjadi Raja” ( Anak raja pasti memiliki
bakat untuk menjadi raja sebagai pemimpin rakyatnya.
3. Teori Big Bang
Suatu peristiwa besar menciptakan seseorang menjadi pemimpin.
Mengintegrasikan antara situasi dan pengikut. Situasi merupakan peristiwa
besar seperti revolusi, kekacauan/kerusuhan, pemberontakan, reformasi.
Pengikut adalah orang yang mengokohkan seseorang dan bersedia patuh
dan taat.
4. Tingkah Laku
Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung pada
perilakunya dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan. Gaya atau
perilaku kepemimpinan tampak dari cara melakukan pengambilan
keputusan, cara memerintah (instruksi), cara memberikan tugas, cara
berkomunikasi, cara mendorong semangat bawahan, cara membimbing
dan mengarahkan, cara menegakkan disiplin, cara memimpin rapat, cara
menegur dan memberikan sanksi. Antara tahun 1940-an hingga 1960-an
muncul teori kepemimpinan tingkah laku . Teori kepemimpinan tingkah
laku ini mengacu pada tingkah laku tertentu yang membedakan antara
pemimpin dan bukan pemimpin.Berdasarkan teori ini kepemimpinan itu
dapat diajarkan, maka untuk melahirkan pemimpin yang efektif bisa
dengan mendesain sebuah program khusus.
5. Teori personal situasional
Kepemimpinan dihasilkan dari rangkaian tiga faktor, yaitu sifat
kepribadian pemimpin, sifat dasar kelompok dan anggotanya serta
peristiwa yang diharapkan kepada kelompok. Resistensi atas teori
kepemimpinan yang telah diuraikan sebelumnya memberlakukan asas-asas
umum untuk semua situasi. Hal ini tidak mungkin setiap organisasi hanya
dipimpin dengan gaya kepemimpinan tunggal untuk segala situasi
terutama apabila organisasi terus berkembang atau jumlah anggotanya
semakin besar. Respon atau reaksi yang timbul berfokus pada pendapat
bahwa dalam menghadapi situasi yang berbeda diperlukan gaya
kepemimpin yg berbeda-beda pula. Selanjutnya antara tahun 1960-an
hingga 1970-an berkembang kajian kajian kepemimpinan yang
mendasarkan pada teori kemungkinan. Teori kemungkinan atau situasional
mendasarkan bukan pada sifat atau tingkah laku seorang pemimpin akan
tetapi efektivitas kepemimpinan dipengaruhi oleh situasi tertentu. Dalam
situasi tertentu diperlukan gaya kepemimpinan tertentu, demikian pula
pada situasi yang lain memerlukan gaya kepemimpinan yang lain pula.
C. Kepemimpinan yang Efektif
Kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan
orang lain melakukan tindakan untuk mencapai tujuan bersama. Terdapat
perbedaan kontras antara kepemimpinan dan diktator. Diktator mengejar pihak
lain untuk bertindak dengan kekerasan fisik ataupun ancaman di bawah
kekuatan fisik. Beberapa diktator yakin menggunakan aktivitas karakteristik
kepemimpinan seperti menawarkan visi.
Beberapa orang berpendapat bahwa seorang pemimpin yang efektif dapat
menyebabkan pengikutnya secara tidak sadar dengan kemampuan dirinya
berkorban demi organisasi (Bass, 1985 dalam Locke, et al, 1991). Definisi
yang lebih baik dari pemimpin efektif mengerjakan dengan menghargai
bawahannya dengan kemampuan diri mereka dalam mencapai visi yang telah
diformulasikan dan bekerja untuk mewujudkannya. Terdapat beberapa hal
bagaimana pemimpin memotivasi bawahan yaitu:
1. Meyakinkan bawahan bahwa visi organisasi (dan peran bawahan
dalam hal ini) penting dan dapat dicapai.
2. Menantang bawahan dengan tujuan, proyek, tugas, dan tanggung
jawab dengan memperhitungkan perasaan diri bawahan akan sukses,
prestasi, dan kecakapan.
3. Memberikan penghargaan kepada bawahan yang berkinerja baik
dengan penghargaan, uang, dan promosi.
Kepemimpinan berbeda dengan manajemen. Kunci dari kepemimpinan
adalah membangun visi dasar (tujuan, misi, agenda) suatu organisasi.
Sedangkan kunci manager adalah mengimplementasikan visi. Manager dan
bawahan bertindak dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan akhir.
Alasan/motives adalah keinginan yang menyebabkan orang untuk
bertindak. Inti motives kepemimpinan adalah:
1. Dorongan/drive. Merupakan variasi yang berhubungan walaupun tidak
sama dengan motives. Sebagai contoh : restasi achie ement. Seorang
psikologis Bernard Bass, 1990 dalam Locke, et al, 1991 memberikan
tinjauan dari 28 studi dan adanya penemuan kejadian bahwa keinginan
untuk berprestasi adalah faktor penting untuk memotivasi diantara
pemimpin yang efektif. Mc Clelland, 1965 dalam Locke, et al, 1991
juga melakukan riset kebutuhan untuk berprestasi dan menemukan
bahwa hal ini merupakan penyebab penting diantara kesuksesan
entrepreneurs. Ambisi berhubungan dengan motif kepemimpinan yang
meliputi dorongan. Energi diperlukan pemimpin untuk
mempertahankan dorongan mencapai prestasi yang tinggi dan
mencapai keberhasilan dalam organisasi. Ketahanan/Tenacity adalah
motif yang melibatkan energi untuk mempertahankan tujuan serta
mengarahkan ketika berhadapan dengan rintangan-rintangan. Inisiatif
adalah motif yang mendorong pemimpin efektif untuk mengambil
jalan yang proaktif daripada reaktif dalam pekerjaan (Bass, 1990; Boy,
1982; Kouzes and Posner, 1987 dalam Locke, et al, 1991).
2. Motivasi Kepemimpinan. Pemimpin yang efektif seharusnya ingin
memimpin. Motivasi kepemimpinan meliputi keinginan untuk
mempengaruhi pihak lain. sifat-sifat/ traits pemimpin adalah:
a. Kejujuran / Integritas atau Honesty / Integrity.
b. Kepercayaan diri/Self-Confidence
c. Originality/Creativity
d. Flexibility/Adaptability
e. Charisma
D. Karakter pemimpin yang efektif
Menjadi pemimpin dengan keterampilan komunikasi yang baik, tentu
memiliki karakter tersendiri. Berikut karakter dari pemimpin yang efektif
dalam penerapan keterampilan komunikasinya:
1. Memiliki kemampuan memengaruhi orang lain
“Kepemimpinan adalah tentang memengaruhi orang,” Kirstin
Lynde, pendiri perusahaan pengembangan kepemimpinan Catalyze
Associates. Memengaruhi orang lain sama halnya dengan membangun
kepercayaan antar rekan kerja. Fokus pada pemahaman motivasi
mereka dan dorong untuk memberikan pendapatnya. Pemimpin
kemudian dapat menggunakan pengetahuan itu untuk membuat
perubahan dan menunjukkan bahwa suara rekan kerja sangat penting.
2. Memiliki transparansi dengan batasan
Bagian dari membangun kepercayaan adalah menjadi transparan.
Semakin terbuka seorang pemimpin tentang tujuan dan tantangan
organisasi, semakin mudah bagi karyawan untuk memahami peran
mereka dan bagaimana dapat berkontribusi secara individu bagi
keberhasilan perusahaan. Kesamaan nilai dan tujuan itu kemudian
diterjemahkan ke dalam tingkat keterlibatan karyawan yang lebih
tinggi.
Sementara transparansi sering dimaksudkan untuk
mempromosikan kolaborasi, berbagi pengetahuan, dan akuntabilitas,
terlalu banyak dapat memiliki efek sebaliknya, menurut Ethan
Bernstein, seorang profesor perilaku organisasi di Harvard Business
School. “Ruang kerja terbuka yang luas dan banyak data real-time
tentang bagaimana individu menghabiskan waktu mereka dapat
membuat karyawan merasa terbuka dan rentan,” tulis Bernstein di
Harvard Business Review. Bernstein mendorong untuk
menyeimbangkan transparansi dengan privasi dan menetapkan
berbagai jenis batasan untuk terus bereksperimen dan mendorong
kolaborasi.
3. Mendorong pengambilan risiko dan inovasi
Eksperimen sangat penting untuk membangun dan
mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan. Para pemimpin
hebat menyadari hal ini dan mendorong pengambilan risiko dan
inovasi dalam organisasinya.
Dengan menciptakan budaya belajar dari kegagalan, karyawan
lebih berani menguji teori atau mengajukan ide-ide baru. Karyawan
melihat kreativitas itu tetap dihargai. Bagi beberapa perusahaan,
mereka tak lupa memberikan bonus bagi karyawannya yang mampu
mengeluarkan ide dan inovasi baru bagi perusahaan.
Namun demikian, tak sedikit perusahaan yang hanya berani
mengambil posisi aman. Terobosan besar tidak terjadi ketika
perusahaan bermain aman dan tidak berani mengambil risiko. Jika
berniat baik, kegagalan seringkali menjadi pelajaran bisnis yang
berharga.
4. Memiliki nilai etika dan integritas
Dalam sebuah survei oleh perusahaan konsultan Robert Half, 75
persen karyawan menempatkan “integritas” sebagai atribut paling
penting dari seorang pemimpin. Dalam survei terpisah oleh Sunnie
Giles, pencipta Quantum Leadership, 67 persen responden menilai
“standar moral yang tinggi” sebagai kompetensi kepemimpinan yang
paling penting. “Seorang pemimpin dengan standar etika yang tinggi
menyampaikan komitmen terhadap keadilan, menanamkan keyakinan
bahwa mereka dan karyawan akan menghormati aturan main,” tulis
Giles dalam Harvard Business Review. Karyawan ingin merasa aman
di lingkungan kerja dan tahu bahwa manajer mereka akan membela,
memperlakukan dengan adil, dan, pada akhirnya, melakukan apa yang
benar untuk bisnis. Sebagai seorang pemimpin, penting untuk
bertindak dengan integritas, baik untuk membangun kepercayaan di
dalam tim maupun untuk menciptakan perilaku teladan bagi orang lain
dalam organisasi.
5. Bertindak tegas
Dalam lingkungan bisnis yang kompleks dan cepat berubah,
menurut laporan dari Harvard Business Publishing, pemimpin yang
efektif perlu membuat keputusan strategis dengan cepat, bahkan
sebelum informasi definitif tersedia. Pemimpin harus memiliki
gambaran besar tentang organisasi untuk menyeimbangkan peluang
yang muncul dengan tujuan dan sasaran jangka panjang.
Setelah pemimpin membuat keputusan, karyawan sebaiknya bisa
mematuhi pilihan yang diambil, kecuali ada alasan kuat untuk
mengalihkan fokus. Tujuan pemimpin adalah untuk memajukan
organisasi, tetapi itu tidak akan terjadi jika pemimpin tidak mengambil
keputusan dengan ragu-ragu.
6. Selaraskan kenyataan yang sulit dengan optimisme
Setiap keputusan yang diambil pemimpin, tidak terlepas dari
adanya konsekuensi kegagalan. Akan ada saat-saat ketika pemimpin
bertemu dengan kegagalan. Saat kejadian itu terjadi, pemimpin
mengambil tindakan untuk melatih ketahanan. “Menahan kemunduran
sambil mempertahankan kemampuan untuk menunjukkan kepada
orang lain cara untuk maju adalah ujian kepemimpinan yang
sesungguhnya,” kata Dekan Harvard Business School Nitin Nohria
kepada Working Knowledge. Pemimpin yang efektif tidak
menghindari kenyataan yang sulit. Sebaliknya, mereka bertanggung
jawab atas keputusannya, mempertahankan optimisme, dan fokus
untuk memetakan tindakan baru. Mereka juga membantu orang lain
mengatasi perubahan organisasi dan mengatasi masalah dengan cepat,
sehingga masalah tidak memburuk dan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/ACER/Downloads/994-2292-1-SM%20(1).pdf
file:///C:/Users/ACER/Downloads/makalah%20individu%20MSDM%20andi
%20rahmatullah%20p20020012%20k2.20.pdf
https://www.google.com/search?
tbm=bks&hl=id&q=kepemimpinan+yanng+efektif+

Anda mungkin juga menyukai