1. Sistem Pemerintahan
Karena proses berdirinya pemerintahan Bani Umayyah tidak dilakukan
secara demokratis dimana pemimpinnya dipilih melalui musyawarah, melainkan
dengan cara-cara yang tidak baik dengan mengambil alih kekuasaan dari tangan
Hasan bin Ali (41 H/661M) akibatnya, terjadi beberapa perubahan prinsip dan
berkembangnya corak baru yang sangat mempengaruhi kekuasaan dan
perkembangan umat Islam. Diantaranya pemilihan khalifah dilakukan berdasarkan
menunjuk langsung oleh khalifah sebelumnya dengan cara mengangkat seorang
putra mahkota yang menjadi khalifah berikutnya.(Syukur,2009:72)
Orang yang pertama kali menunjuk putra mahkota adalah Muawiyah bin
Abi Sufyan dengan mengangkat Yazib bin Muawiyah. Sejak Muawiyah bin Abi
Sufyan berkuasa (661 M-681 M), para penguasa Bani Umayyah menunjuk
penggantinya yang akan menggantikan kedudukannya kelak, hal ini terjadi karena
Muawiyah sendiri yang mempelopori proses dan sistem kerajaan dengan
menunjuk Yazid sebagai putra mahkota yang akan menggantikan kedudukannya
kelak. Penunjukan ini dilakukan Muawiyah atas saran Al-Mukhiran bin Sukan,
agar terhindar dari pergolakan dan konflik politik intern umat Islam seperti yang
pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya.
Sejak saat itu, sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah telah
meninggalkan tradisi musyawarah untuk memilih pemimpin umat Islam. Untuk
mendapatkan pengesahan, para penguasa Dinasti Bani Umayyah kemudian
memerintahkan para pemuka agama untuk melakukan sumpah setia (bai’at)
dihadapan sang khalifah. Padahal, sistem pengangkatan para penguasa seperti ini
bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi dan ajaran permusyawaratan Islam
yang dilakukan Khulafaur Rasyidin.
Selain terjadi perubahan dalm sistem pemerintahan, pada masa
pemerintahan Bani Umayyah juga terdapat perubahan lain misalnya masalah
Baitulmal. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, Baitulmal berfungsi
sebagai harta kekayaan rakyat, dimana setiap warga Negara memiliki hak yang
sama terhadap harta tersebut. Akan tetapi sejak pemerintahan Muawiyah bin Abi
Sufyan, Baitulmal beralih kedudukannya menjadi harta kekayaan keluarga raja
seluruh penguasa Dinasti Bani Umayyah kecuali Umar bin Abdul Aziz (717-729
M). Berikut nama-nama ke 14 khalifah Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa:
1. Muawiyah bin Abi Sufyan (41-60 H/661-680 M)
2. Yazid bin Muawiyah (60-64 M/680-683 M)
3. Muawiyah bin Yazid (64-64 H/683-683 M)
4. Marwan bin Hakam (64-65 H/683-685 M)
5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M)
6. Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/715-717 M)
8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M)
9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724)
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M)
11. Walid bin Yazid (125-126 H/743-744 M)
12. Yazid bin Walid (126-127 H/744-745 M)
13. Ibrahim bin Walid (127-127 H/745-745 M)
14. Marwan bin Muhammad (127-132 H/745-750 M)
2. Sistem Sosial
Dalam lapangan sosial, Bani Umayyah telah membuka terjadinya kontak
antara bangsa-bangsa Muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang terkenal
memiliki kebudayaan yang telah maju seperti Persia, Mesir, Eropa dan
sebagainya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya akulturasi budaya antara Arab
(yang memiliki ciri-ciri Islam) dengan tradisi bangsa-bangsa lain yang bernaung
dibawah kekuasaan Islam.. Hubungan tersebut kemudian melahirkan kreatifitas
baru yang menakjubkan dibidang seni bangunan (arsitektur) dan ilmu
pengetahuan. Seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Walid ibn
Abdul Malik (705-715 M) kekayaan dan kemakmuran melimpah ruah. Ia seorang
yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Oleh
karena itu, ia menyempurnakan gedung-gedung, pabrik-pabrik dan jalan-jalan
yang dilengkapi dengan sumur untuk parakabilah yang berlalu lalang dijalan
tersebut. Ia membangun masjid al-Amawi yang terkenalhingga masa kini di
Damaskus.
Disamping itu ia menggunakan kekayaan negerinya untukmenyantuni para
yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat seperti orang lumpuh, butadan
sebagainya.Akibat lainnya adalah juga banyak orang-orang dari negeri taklukan
yang memelukIslam. Mereka adalah pendatang-pendatang baru dari kalangan
bangsa-bangsa yangdikalahkan, yang kemudian mendapat gelar “al mawali”.
Status tersebut menggambarkaninferioritas di tengah-tengah keangkuhan bangsa
Arab. Mereka tidak mendapat fasilitasdari penguasa Bani Umayyah sebagaimana
yang didapatkan oleh orang-orang musliminArab.
Dalam masa Daulah Bani Umayyah, orang-orang muslimin Arab
memandang dirinyalebih mulia dari segala bangsa bukan Arab (mawali). Orang-
orang Arab memandang dirinya“saiyid” (tuan) atas bangsa bukan Arab, seakan-
akan mereka dijadikan Tuhan untukmemerintah. Sehingga antara bangsa Arab
dengan negeri taklukannya terjadi jurangpemisah dalam hal pemberian hak-hak
bernegara. .Pada saat itu banyak Khalifah Bani Umayyah yang bergaya hidup
mewah yang samasekali berbeda dengan para Khalifah sebelumnya. Meskipun
demikian, mereka tidakpernah melupakan orang-orang lemah, miskin dan cacat.
Pada masa tersebut dibangunberbagai panti untuk menampung dan menyantuni
para yatim piatu, faqir miskin danpenderita cacat. Untuk orang-orang yang terlibat
dalam kegiatan humanis tersebut merekadigaji oleh pemerintah secara tetap.
3. Sistem Politik
Perubahan yang paling menonjol pada masa Bani Umayyah terjadi pada sistem
politik, diantaranya adalah:
a. Politik dalam Negeri
1) Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Keputusan ini
berdasarkan pada pertimbangan politis dan keamanan. Karena letaknya jauh
dari Kufah, pusat kaum Syi’ah (pendukung Ali), dan juga jauh dari Hijaz,
tempat tinggal Bani Hasyim dan Bani Umayyah, sehingga bisa terhindar
dari konflik yang lebih tajam antar dua bani tersebut dalam memperebutkan
kekuasaan. Lebih dari itu, Damaskus yang terletak di wilayah Syam
(Suriah) adalah daerah yang berada di bawah genggaman Muawiyah selama
20 tahun sejak dia diangkat menjadi Gubernur di distrik ini sejak zaman
Khalifah Umar ibn Khattab.
2) Pembentukan lembaga yang sama sekali baru atau pengembangan dari
Khalifah arrasyidin, untuk memenuhi tuntutan perkembangan administrasi
dan wilayahkenegaraan yang semakin komplek. Dalam menjalankan
pemerintahannya Khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa al Kuttab
4. Sistem Ekonomi
Pada masa Bani Umayyah ekonomi mengalami kemajuan yang luar biasa.
Denganwilayah penaklukan yang begitu luas, maka hal itu memungkinkannya
untukmengeksploitasi potensi ekonomi negeri-negeri taklukan. Mereka juga dapat
mengangkutsejumlah besar budak ke Dunia Islam. Penggunaan tenaga kerja ini
membuat bangsa Arabhidup dari negeri taklukan dan menjadikannya kelas
pemungut pajak dan sekaligusmemungkinkannya mengeksploitasi negeri-negeri
tersebut, seperti Mesir, Suriah dan Irak.Tetapi bukan hanya eksplotasi yang
bersifat menguras saja yang dilakukan oleh Bani umayyah, tetapi ada juga usaha
untuk memakmurkan negeri taklukannya. Hal ini terlihat dari kebijakan Gubernur
Irak yang saat itu dijabat oleh al-Hajjaj bin Yusuf. Dia berhasil memperbaiki
saluran-saluran air sungai Euphrat dan Tigris, memajukan perdagangan, dan
memperbaiki sistem ukuran timbang, takaran dan keuangan.
Jadi sumber ekonomi masa Daulah Bani Umayyah berasal dari potensi
ekonomi negeri-negeri yang telah ditaklukan dan sejumlah budak dari negara-
negara yang telah ditaklukkan diangkut ke Dunia Islam. Tetapi kebijakan yang
paling strategis pada masa Daulah Bani Ummayah adalah adanya sistem
penyamaan keuangan. Hal ini terjadi pada masa Khalifah Abdul Malik. Dia
mengubah mata uang asing Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah
yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M
dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Mata uang tersebut terbuat dari emas
dan perak sebagai lambang kesamaan kerajaan ini dengan imperium yang ada
sebelumnya.
5. Ilmu Pengatahuan
Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan) beberapa kemajuan dalam bidang
pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut:
a. Pengembangan bahasa Arab
Bahasa Arab dipakai sebagai bahasa resmi Negara, baik di tanah Arab maupun
di daerah kekuasaan, seperti Romawi dan Persia. Pembukuan/administrasi dan
surat-menyurat memakai bahasa Arab.
b. Marbad kota Pusat Kegiatan Ilmu
Marbad adalah kota kecil yang didirikan oleh Bani ‘Umayyah sebagai pusat
kegiatan ilmu dan kebudayaan. Di kota ini berkumpul para pujangga, filsuf,
ulama’, penyair dan cendikiawan lainnya sehingga disebut ukadz-nya Islam.
c. Ilmu Qiraat
Ilmu Qiraat adalah salah satu ilmu shariat tertua, yakni ilmu seni baca Qur’an
yang telah dibina sejak zaman Khulafaur Rashidin dan kemudian
dikembangluaskan pada masa Bani ‘Umayyah. Pada masa ini, lahir para ahli
Qiraat ternama seperti Abdullah bin Qusair dan Ashim bin Abi Nujud
d. Ilmu Tafsir
Untuk memahami Al-Qur’an sebagai kitab suci diperlukan interpretasi
pemahaman secara komprehensif. Dan pada masa itu, minat menafsirkan Al-
Qur’an bertambah dikalangan Islam. Salah satu ulama’ yang membukukan
ilmu tafsir pada masa perintisannya adalah Mujahid.
e. Ilmu Hadits
Ilmu Hadits adalah ilmu yang mempelajari hadits secara mendalam, mulai dari
pengumpulan, penyelidikan asal-usulnya, dan lain-lain. Ulama’-ulama’ hadits
yang masyhur pada masa itu ialah Al-Auzai Abdurrahman bin Amru, Hasan
Basri, Ibn Abu Malikah dan Asya’bi Amru Amir bin Syurahbil.
f. Ilmu Fiqh
Pada masa ini, fiqh telah menjadi cabang ilmu sendiri. Diantara ulama’-
ulama’nya yang terkenal adalah Sa’ud bin Misib, Abu Bakar bin Abdurrahman,
Qasim Ubaidillah, Urwah dan Kharijah.
g. Ilmu Nahwu
Karena lebih luasnya wilayah Islam pada masa ‘Umayyah dan banyaknya
orang Ajam (non-Arab) yang masuk Islam, maka ilmu nahwu sangat
dibutuhkan baik untuk mempelajari bahasa Arab maupun mempelajari ilmu
Islam.
h. Ilmu Jughrafi dan Tarikh
Ilmu ini adalah salah satu dari ilmu yang lahir pada masa Bani ‘Umayyah,
yakni ilmu Jughrafi (ilmu Goegrafi) dan Tarikh(ilmu sejarah). Pada masa inilah
ilmu tersebut berkembang dan berdiri sendiri.
i. Usaha Penerjemahan
Untuk kepentingan pembinaan dakwah Islamiah, banyak buku-buku dari
bahasa dan literatur lain diterjemahkan. Seperti buku-buku tentang ilmu kimia,
ilmu astronomi, ilmu falak, ilmu fisika, kedokteran dan lain-lain. Salah satu
ahlinya adalah Khalid bin Yazid, sebagai ahli astronomi.