Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Tafsir, Takwil Dan Terjemah


Mata kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Enan Kusnandar, S.Pd.I., M.Pd

DISUSUN OLEH :
Kelompok 3

Eka pratiwi putri suhada (0106.2301.004)


Siti mar’atussolihat (0106.2300.020)
Nia Nureini (0106.2300.013)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI STAI


DR.KH.EZ MUTTAQIEM
KATA PENGANTAR
Dalam dunia yang penuh dengan beragam pemahaman dan interpretasi,
kajian terhadap teks suci merupakan sebuah perjalanan yang tak pernah
kehilangan relevansinya. Makalah ini hadir dengan tujuan mendalami tiga
pendekatan penting dalam memahami dan menafsirkan teks suci : tafsir,
takwil, dan terjemahan.
Tafsir, sebagai sebuah usaha mendalam untuk meresapi makna lapis
demi lapis dalam teks suci. Takwil, dengan penekanannya pada makna
metaforis dan simbolis, mengajak kita menjelajahi dimensi-dimensi mendalam
yang melampaui kata-kata yang tersurat. Sementara terjemah, sebagai
jembatan penting antara bahasa asal dengan bahasa sasaran.
Dalam makalah ini, kami berusaha menjelaskan dan membandingkan
ketiga pendekatan tersebut, kami berharap makalah ini dapat menjadi sumber
inspirasi dan pengetahuan bagi para pembaca.

Purwakarta ,13 Desember 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
LATAR BELAKANG.....................................................................................................................4
A. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................................5
B. TUJUAN PENULISAN...........................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. Pengertian Tafsir.....................................................................................................................5
B. Sejarah Perkembangan Tafsir................................................................................................7
C. Macam-Macam Tafsir...........................................................................................................10
A. Pengertian Takwil dan pembagiannya.................................................................................13
A. Pengertian Tarjamah............................................................................................................16
B. Sejarah Singkat Perkembangan Tarjamah.........................................................................16
C. Macam-macam Tarjamah.....................................................................................................17
2.2. Perbedaan Tafsir, Takwil, dan Tarjamah.......................................................................18
BAB III...............................................................................................................................................19
PENUTUP..........................................................................................................................................19
A. KESIMPULAN..........................................................................................................................19
B. SARAN.......................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui
malaikat Jibril yang digunakan sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi seluruh umat
manusia. Oleh karena itu, Al-Qur’an menjadi sangat penting bagi kita, dan bagi siapa yang
membacanya merupakan ibadah. Untuk berpegang teguh pada firman tersebut, yang
dibutuhkan pertama kali tentu memahami kandungannya serta mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Sejak dini seorang Muslim dituntut mengaplikasikan al-Qur’an bukan
hanya sekedar pesan dari Allah tetapi juga pemahaman yang diperlukan untuk
mengaplikasikannya yaitu melalui 3 tahapan, diantaranya:
1. Menerima pesan al-Qur’an setelah mendengar dan membacanya
2. Memahami pesan al-Qur’an setelah merefleksikan dan mengkaji maknanya
3. Mengaplikasikan pesan al-Qur’an sebagai sumber pedoman kehidupan manusia

Al-Qur’an itulah sumber tasyri’ pertama bagi umat Islam. Karena itu orang Islam harus
memahami artinya, mengetahui rahasianya, dan mengamalkan isi Al Qur’an itu untuk
mendapatkan kebahagiaan hidup dunia akhirat. Tidak semua orang itu dapat memahami
lafaz-lafaz dan ibarat-ibarat, disamping menjelaskan keterangan ayat-ayatnya itu. Cara dan
kemampuan berpikir orang itu berlain-lainan mengenai suatu hal. Pada umumnya orang itu
hanya memikirkan arti-artinya yang kelihatan saja memikirkan ayat-ayat Al-Quran itu hanya
secara global. Oleh karena itu, maka al-Qur’an tersebut harus dipelajari dengan mendalam.
Untuk mempelajari makna al-Qur’an secara mendalam, tidak cukup hanya dengan
mengandalkan al-Qur’an terjemahan saja. Pada faktanya, banyak orang telah menghabiskan
waktu hidupnya untuk mengkaji al-Qur’an guna memahami maknanya.
Untuk memahami maknanya ada beberapa ilmu yang digunakan dalam mempelajari
pengkajian al-Qur’an secara mendalam, diantaranya ilmu Tafsir, Ta’wil, dan Tarjamah.
A. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Tafsir?
2. Bagaimana sejarah perkembangan Tafsir?
3. Apa saja macam-macam Tafsir?
4. Apakah yang dimaksud dengan Takwil dan pembagiannya?
5. Apakah pengertian dari Tarjamah?
6. Bagaimana sejarah perkembangam Tarjamah?
7. Apa saja macam-macam Tarjamah?
8. Apakah perbedaan Tafsir, Takwil dan Tarjamah?

B. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian Tafsir
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan Tafsir
3. Untuk mengetahui macam-macam Tafsir
4. Untuk mengetahui pengertian Takwil dan pembagiannya
5. Untuk mengetahui pengertian Tarjamah
6. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Tarjamah
7. Untuk mengetahui macam-macam Tarjamah
8. Untuk mengetahui perbedaan Tafsir, Takwil dan Tarjamah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir

Tafsir ialah dari ilmu-ilmu syari’at yang paling mulia dan paling tinggi. Ia adalah ilmu
yang paling mulia, sebagai judul, tujuan, dan kebutuhan, karena judul pembicaraan ialah
kalam atau wahyu Allah SWT yang jadi sumber segala hikmah dan sumber segala
keutamaan. Selanjutnya; bahwa yang menjadi tujuannya ialah berpegang pada tali Allah
yang kuat dan menyampaikan kepada kebahagiaan yang hakikat atau sebenarnya.
Sesungguhnya makin terasa kebutuhan padanya ialah, karena setiap kesempurnaan agama
dan dunia, haruslah sesuai dengan ketentuan syara’. Ia sesuai bila ia sesuai dengan ilmu
yang terdapat dalam kitab Allah SWT.1
Secara etimologi kata “tafsir” diambil dari kata “fassara-yufassiru-tafsira” yang berarti
keterangan atau uraian. Al-Jurjani berpendapat bahwa kata “tafsir” menurut pengertian
bahasa adalah “Al-Kasf wa Al-izhhar” yang artinya menyingkap (membuka) dan
melahirkan. Pada dasarnya, pengertian “tafsir” berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari
kandungan makna Al-idhah (menjelaskan), Al-bayan (menerangkan), Al-kasyf
(mengungkapkan), Al-izhar (menampakkan), dan Al-ibanah (menjelaskan).2 Sedangkan
menurut terminologi tafsir ialah menyingkapkan maksud dari lafaz-lafaz yang sulit dan bias
juga didefinisikan semacam ilmu yang membahas cara mengucapkan lafal Al-Qur’an dan
kandungannya, hukumnya yang berkenaan dengan perorangan dan kemasyarakatan, dan
pengertiannya yang dilingkupi oleh susunan lafalnya.3 Dalam Al-Qur’an dikatakan:

Artinya: “tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (sesuatu) yang ganjil
melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik
penjelasannya (Q.S. Al-Furqaan 25:33)
Adapun mengenai pengertian pengertian tafsir berdasarkan istilah, para ulama
mengemukakannya dengan redaksi yang berbeda-beda.4
a. Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil

Tafsir adalah menjelaskan Al-Qur’an, menerangkan maknanya, dan menjelaskan apa yang
dikehendaki nash, isyarat atau tujuannya.
b. Menurut Syekh Al-Jazairi dalam Shahih At-Taujih

1
Drs.H.Kahar Masyur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, cetakan 1, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hlm 163.
2
Dr.Rosihon Anwar. M.Ag, Ilmu Tafsir, cetakan 3, Pustaka Setia, Bandung, 2005, hlm 139.
3
Mana’ul Quthan, Mahabits fi ‘Ulumil Qur’an, cetakan 2, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm 164.
4
Dr.Rosihon Anwar. M.Ag, Ilmu Tafsir, cetakan 3, Pustaka Setia, Bandung, 2005, hlm 141.
Tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan lafazh yang sukar dipahami oleh pendengar
dengan mengemukakan lafazh sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan
jalan mengemukakan salah satu dilalah lafazh tersebut.
c. Menurut Abu Hayyan

Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Qur’an serta cara
mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum, dan makna-makna yang
terkandung didalamnya.
d. Menurut Az-Zarkasyi

Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna
kitab Allah yang diturunkan kepada nabi-Nya, Muhammad SAW., serta menyimpulkan
kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.
Berdasarkan beberapa rumusan tafsir yang dikemukakan para ulama tersebut, dapat
ditarik satu kesimpulan bahwa pada dasarnya, tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan,
penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat
didalam Al-Qur’an.
B. Sejarah Perkembangan Tafsir
Menurut Sunnah, Allah mengutus Rasul-rasul-Nya itu dengan bahasa kaumnya sendiri,
supaya pembicaraan mantap antara kedua belah pihak.5 Allah berfirman dalam Al-Qur’an.

Artinya: “Dan
kami tidak mengutus seorang Rasulpun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya dia
dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka itu”. (Q.S.Ibrahim 14:4)
Kitab yang diturunkan itu adalah dengan bahasa Nabi dan kaumnya. Bahasa Muhammad
sehari-hari adalah bahasa Arab. Al-Qur’an itu diturunkan dalam bahasa Arab. Dengan
demikian maka kata-kata yang diucapkan oleh Nabi adalah muhkam. Allah berfirman dalam
Al-Qur’an. Artinya:”Sesungguhnya kami menurunkan Al-Qur’an itu dalam bahasa Arab,
agar kamu memahaminya”. (Q.S.Yusuf 12:2).

Artinya: “Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta
alam. Dibawa
turun oleh
Ruhul
Amin (Jibril).
Ke dalam
hati mu (Muhammad) agar engkau menjadi salah seorang diantara orang-orang yang
memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang jelas”. (Q.S.As-syu’ara 26: 192-195).

5
Mana’ul Quthan, Mahabits fi ‘Ulumil Qur’an, cetakan 2, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm 174.
Lafaz-lafaz Al-Qur’an itu adalah lafaz Arab. Bentuk-bentuk arti Al-Quran itu sesuai dengan
bentuk arti di kalangan orang Arab. Lafaz-lafaz itu hanya sedikit berbeda menurut
penyelidikan para ahli. Apakah dia berasal dari bahasa yang lain yang sudah menjadi bahasa
Arab, atau apakah dia bahasa Arab tapi terambil dari beberapa bahasa. Yang begini tidak
keluar dari Arab Al-Qur’an. Setelah dilakukan penyelidikan maka ternyata kata-kata yang
terdapat dalam Al-Qur’an itu ada yang bersesuaian dengan lafaz beberapa bahasa asing.
Pendapat ini disokong oleh ahli tafsir yang kenamaan yaitu Ibnu Jarir At Thabariy. Juga
terdapat dalam firman Allah.

Artinya: “Niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian”. (Q.S.Al-Hadid


57:28).
Ada orang yang mengatakan lafaz kiflaini (dua bagian) di sini ialah berlipat ganda dalam
bahasa Habsyi. Ada firman Allah yang berbunyi.

Artinya: “Sesungguhnya bangun di waktu malam”. (Q.S. Al-Muzammil 73:6).


Nasyi-ah itu bahasa Habsyi yang berarti seseorang itu berdiri malam hari. Ada firman Allah
yang berbunyi.

Artinya: “Hai gunung-gunung dan burung-burung


bertasbihlah bersama Daud”. (Q.S. Saba 34:10).
Ada yang mengatakan bahwa lafaz awwibiy itu juga berasal dari bahasa Habsyi. Ada firman
Allah yang berbunyi.

Artinya: “Batu-batu dari sijil (tanah yang terbakar)”. (Q.S.Hud 11:82).

Ada orang yang mengatakan bahwa sijil itu adalah bahasa Persi yang telah di Arabkan.

Inilah yang dikemukakan oleh At-Thabiriy. Sudah itu dia menerangkan pula bahwa tidak
boleh seseorang itu mengatakan bahwa huruf-huruf dan apa-apa yang serupakan kepadanya
itu bukan lafaz Arab. Ada pula orang yang mengatakan, - huruf ini dalam bahasa Persi
artinya begini. Orang sepakat mengatakan bahwa lahirnya lafaz-lafaz itu berasal dari bahasa
yang berbeda-beda. Seperti dirham, dinar, dawat, kalam, kertas. Apakah pengambilannya itu
dijadikan lafaz. Tidak satupun jenis kata-kata itu yang lebih diutamakan. Karena asalnya itu
menurut jenis. Orang yang beranggapan begini sebenarnya tidak beralasan.

1. Tafsir di Masa Nabi SAW

Allah menjamin Al-Qur’an itu dengan hafalan Rasul-Nya dan menerangkannya. Allah
berfirman dalam Al-Quran. Yang artinya:

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan


(membuat-mu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya, maka
ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
penjelasannya”. (Q.S.Qiyamah 75: 17-19).

Nabi memahami Al-Quran itu sekaligus dan juga memberikan penjelasannya. Dialah
yang menerangkan kepada sahabat-sahabatnya.6

Artinya: “Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkannya”.
(Q.S.An-nahl 16:44).

Adapun masa-masa Tafsir pada zaman Rasul SAW 7.

 Kecuali diturunkan dalam bahasa Arab yang terang. Ia dapat difahami orang dan
banyak mereka yang masuk islam, hanya semata-mata karena mendengarnya.
 Kecuali, pengertian Al-Qur’an tidak dibatasi yang demikian, disebabkan Rasul SAW.
Ialah manusia yang lebih memahami Al-Qur’an, karena Al-Qur’an diturunkan atas
beliau. Diantara keutamaannya yang mendasar ialah, bahwa Beliau harus
menyampaikan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada Beliau.
 Adapun para sahabat Rasul SAW. Berlebih-kurang dalam memahami Al-Qur’an,
karena di dalamnya terdapat beberapa kata-kata yang sulit dan pengertiannya tidak
diketahui orang banyak.
 Abu ‘Ubaidah memuatkan dalam buku Alfadhaa-il dari Anas, bahwa Umar bin
Khatab pernah membaca di mimbar surat ‘Abasaa:31 yang artinya :
“Dan buah-buahan dan rumput-rumputan. Lalu, dia mengatakan, “Kalau faakihah
sudah kita ketahui. Tapi apakah: abbaa itu?” sudah itu, dia melihat dirinya sendiri.
Lalu, Abu ‘Ubaidah mengatakan: “ini sesuatu yang diberat-beratkan (dibuat-buat), hai
Umar!” (Hr. Ibnu Jarir dan sanadnya sahih). Terdapat pula dalam tafsir Ibnu katsir
dan Mukhtashar Tafsir, oleh Shabuni).
 Jawaban Abu Bakar pada waktu dia ditanya oleh seorang laki-laki mengenai suatu
ayat, maka dia mengatakan “Bumi mana yang dapat memikul aku dan langit mana
yang dapat menaungi aku, bila aku mengatakan mengenai kitab Allah sesuatu yang
tidak aku ketahui?”

6
Mana’ul Quthan, Mahabits fi ‘Ulumil Qur’an, cetakan 2, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm 176.
7
Drs.H.Kahar Masyur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, cetakan 1, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hlm 164.
 Ibnu Abas menceritakan, “Dahulu saya tidak tahu apakah maksud: Faathiris
samaawaati, sehingga minta dikisaslah kepada saya dua orang Arab dusun mengenai
suatu sumur. Salah seorang mereka mengatakan “sayalah yang menfatarnya”,
maksudnya ialah: saya yang memulainya. Dengan demikian, maka Ibnu Abas baru
paham, bahwa faathir itu ialah yang mula-mula menciptakan. (KM)(Hr.Bukhari
dalam buku Al-adab).
 Rasul SAW pernah menafsirkan bagi mereka sebagian kata-kata dalam ayat-ayat Al-
Qur’an. Bukhari menceritakan dari ‘Uqbah bin ‘Amir, bahwa dia mendengar Rasul
SAW berpidato di atas mimbar : surat Al-Anfaal: 60, yaitu :
Siagakah bagi mereka (Umat Islam) apapun yang kamu sanggupi, berupa kekuatan.
Beliau terangkan, bahwa yang dimaksud ialah arramyu atau kepandaian melontarkan
sesuatu alat atau senjata perang.
 Rasul pernah pula menerangkan apakah alkawtsar dalam Surat Alkawtsar: yang
dimaksud dengannya ialah telaga kawtsar beliau dalam syurga.

2. Tafsir pada zaman sahabat Rasul SAW8


Materi tafsir menurut mereka ialah:
 Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Inilah yang paling baik.
 Apa tafsir Nabi SAW yang dihafal sahabat beliau.
 Apa yang mereka sanggupi menafsirkannya dari ayat-ayat yang bergantung, pada
kekuatan pemahaman mereka, keluasan daya mendapatkannya, kedalaman mereka
mengenai bahasa Al-Qur’an dan rahasianya, keadaan manusia pada waktu itu, dan
adat istiadat mereka di tanah Arab.
 Apa-apa yang mereka dengar dari tokoh-tokoh Ahli kitab yang telah masuk Islam dan
baik Islam mereka.

C. Macam-Macam Tafsir
Macam-macam tafsir terbagi menjadi dua, yaitu: (1) macam-macam tafsir berdasarkan
sumber-sumbernya, dan (2) macam-macam tafsir berdasarkan metodenya.9
1. Macam-macam Tafsir berdasarkan sumbernya
a. Tafsir bi Al-Ma’tsur

8
Drs.H.Kahar Masyur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, cetakan 1, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hlm 166.
9
Dr.Rosihon Anwar. M.Ag, Ilmu Tafsir, cetakan 3, Pustaka Setia, Bandung, 2005, hlm 143.
Ada empat otoritas yang menjadi sumber penafsiran bi al-ma’tsur.
 Al-Quran yang dipandang sebagai penafsir terbaik terhadap Al-Quran sendiri.
 Otoritas hadis Nabi yang memang berfungsi, diantaranya, sebagai penjelas
(mubayyin) Al-Qur’an.
 Otoritas penjelasan sahabat yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui
Al-Qur’an.
 Otoritas penjelasan yang disampaikan secara lisan oleh Tabi’in

Mengingat corak tafsir yang merujuk –di antaranya kepada Al-Qur’an dan Hadis- maka
dapat dipastikan bahwa tafsir bi al-ma’tsur memiliki keistimewaan tertentu
dibandingkan corak penafsiran lainnya. Di antara keistimewaan – keistimewaan itu,
sebagaimana dicatat Quraisy Shihab, Yaitu:

1) Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Al-Qur’an.


2) Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya.
3) Mengikat mufassir dalam bingkai ayat-ayat sehingga membatasinya agar tidak
terjerumus ke dalam subjektivitas yang berlebihan.

Adz-Dzahabi mencatat kelemahan-kelemahan tafsir bi al-ma’tsur, yaitu:

1) Terjadi pemalsuan (wadh’) dalam tafsir.


2) Masuknya unsur israiliyyat yang didefinisikan sebagi unsur-unsur Yahudi dan
Nasrani ke dalam penafsiran Al-Qur’an.

b. Tafsir bi ar-ra’yi

Kemunculan tafsir bi ar-ra’yi dipicu pula oleh hasil interaksi umat Islam dengan
peradaban Yunani yang banyak menggunakan akal. Oleh karena itu, dalam tafsir bi ar-
ra’yi ditemukan peranan akal yang sangat dominan. Mengenai keabsahan tafsir bi ar-
ra’yi, pendapat ulama terbagi dalam dua kelompok. (1) Kelompok yang melarangn dan
(2) kelompok yang mengizinkan.

1. Kelompok yang melarangnya: Menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan ra’yi berarti


membicarakan (firman) Allah tanpa pengetahuan, sudah merupakan tradisi di
kalangan sahabat dan tabi’in untuk berhati-hati ketika berbicara tentang penafsiran
Al-Qur’an.
2. Kelompok yang mengizinkannya: Di dalam Al-Qur’an banyak ditemukan ayat
yang menyerukan untuk mendalami kandungan-kandungan Al-Qur’an, seandainya
tafsir bi ra’yi dilarang, mengapa ijtihad diperbolehkan, para sahabat Nabi biasa
berselisih pendapat mengenai penafsiran suatu ayat

c. Tafsir al-Isyari

Tafsir bil-isyarah atau tafsirul isyari: adalah takwil Al Qur’an berbeda dengan lahirnya
lafal atau ayat, karena isyarat-isyarat yang sangat rahasia yang hanya diketahui oleh
sebagian ulul ‘ilmi yang telah diberi cahaya oleh Allah swt dengan ilhamNya. Atau
dengan kata lain, dalam tafsirul isyari seorang Mufassir akan melihat makna lain selain
makna zhahir yang terkandung dalam Al Qur’an. Namun, makna lain itu tidak tampak
oleh setiap orang, kecuali orang-orang yang telah dibukakan hatinya oleh Allah SWT.
Hukum Tafsir bil-isyarah: Telah berselisih para ulama dalam menghukumi tafsir isyari,
sebagian mereka ada yang memperbolehkan (dengan syarat), dan sebagian lainnya
melarangnya.
Contoh bentuk penafsiran secara Isyari antara lain adalah pada ayat
Dan (ingatlah), ketika Musa Berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.”
Yang mempunyai makna zhahir adalah “……Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyembelih seekor sapi betina…” tetapi dalam tafsir Isyari diberi makna
dengan“….Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah...”

2. Macam-macam Tafsir berdasarkan metodenya


a. Metode Tafsir Tahlili

Metode Tafsir Tahlili adalah tafsir yang menyoroti ayat-ayat Al-Qur’an


dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung didalamnya sesuai
urutan bacaan yang terdapat dalam mushaf Utsmani.

Metode tafsir ini telah ada sejak masa para sahabat Nabi, sejak zaman klasik
dan zaman pertengahan. Pada mulanya tafsir Tahlili terdiri atas beberapa bagian
ayat saja, kadang kala mencakup penjelasan mengenai kosa katanya. Dalam
perkembangan selanjutnya, para ahli tafsir merasakan kebutuhan untuk menafsirkan
AL Quran seluruhnya.

b. Metode Tafsir Ijmali

Metode Ijmali adalah metode penafsiran terhadap ayat-ayat Al Quran dengan


cara singkat, padat dan global. Dengan metode ini mufassir menjelaskan makna
ayat-ayat Al Quran secara global, sistematikanya mengikuti urutan surah-surah Al
Quran, sehingga makna-maknanya dapat saling berhubungan.

Dalam menafsirkan ayat Al Quran dengan metode ijmali ini para mufassir ini
juga meneliti, mengkaji, dan menyajikan sabab nuzul atau peristiwa yang melatar
belakangi turunnya ayat, dengan cara meneliti Hadits-hadits yang berhubungan
dengannya.

c. Metode Muqarran

Metode Muqarran ialah suatu metode tafsir dengan menggunakan


perbandingan antara satu dengan lainnya. Misalnya, seperti filsafat, hukum dan
sebagainya.

d. Metode Madlui

Metode Madlui ialah suatu metode tafsir dengan menggunakan pilihan topik-
topik al-Quran. Metode tematik yang memilih persoalan-persoalan social politik,
social ekonomi dan sebagainya. Awalnya untuk kepentingan penelitian tetapi
kemudian berkembang menjadi jenis tafsir kontemporer.

A. Pengertian Takwil dan pembagiannya

Takwil menurut lughat adalah kembali ke asal. Diambil dari kata “awwala-
yu’awwilu-takwilan.”Takwil dalam istilah mempunyai dua pengertian.

Pertama, takwil mentakwilkan kalam (kata-kata). Sesuatu makna yang


kepadanya mutakallim (pembicara, orang pertama) mengembalikan perkataanya, atau
suatu makna yang kepadanya suatu kalam dikembalikan. Kata-kata itu dikembalikan
dan dipulangkan hanya kepada hakikatnya, yaitu apa yang dimaksud. Terbagi dua
yaitu, insyak dan ikhbar. Salah satu yang termasuk insyak adalah amr (kalimat
perintah).
Takwil amar yaitu perbuatan yang diperintahkan. Yang termasuk ini ialah hadis dari
Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW di waktu ruku’ dan sujud
menyebut.
‫ُسْبَح اَنَك الَّلُهَّم َر َّبَنا َو ِبَحْمِد َك الَّلُهَّم اْغ ِفْر ِلي‬
“Mahasuci Engkau ya Allah dan segala puji untuk Engkau ya Allah Tuhan kami
ampunilah aku.”
Berarti Nabi SAW menakwilkan Al Quran yaitu ayat yang berbunyi:
‫َفَس ِّبْح ِبَحْمِد َر ِّبَك َو اْسَتْغ ِفْر ُه ِإَّنُه َك اَن َتَّواًبا‬
“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhan-mu dan mintalah ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat (Q.S.an-Nasr. [101]:3).
Takwil ikhbar yaitu sesuatu yang diberitakan. Seperti firman Allah yang berbunyi:

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mandatangkan sebuah kitab (Al-Quran) kapada
mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami. Menjadi petunjuk
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Tidaklah Kami menunggu-nunggu kecuali
(terlaksananya kebenaran) Al Qurqn itu.Pada hari datangnya kebenaran pembicaraan Al
Quran itu berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu. Sesungguhnya telah
dating Rasul-Rasul Tuhan kami membawa yang hak maka adalah bagi kami atau dapatkan
bagi kami dikembalikan kedunia, sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah
kami amalkan?” (Q.S.Al-A’raf [7]:52-53).
Dalam ayat ini Allah menceritakan Dia telah menjelaskan kitab, dan mereka tidak
menunggu-nunggu kecuali takwil-Nya yaitu datangnya apa yang diberitakan Quran akan
terjadi,seperti hari kiamat dan tanda-tandanya serta segala apa yang ada di akhirat berupa
buku catatan amal(suhuf),neraca amal(mizan),surga,neraka dan lain sebagainya. Maka pada
saat itulah mereka mengatakan: “Sungguh telah datang Rasul-Rasul Tuhan kami membawa
yang hak, maka adakah bagi kami pemberi syafaat yang akan memberikan syafaat kepada
kami, atau dapatkah kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain
dari yang pernah kami amalkan?”
Kedua, takwilul kalam dalam arti menafsirkan dan menerangkan artinya. Pengertian
inilah yang dimaksud oleh Ibn Jarir at-Tabari dalam tafsirnya dengan kata-kata:”pendapat
tentang ‘takwil’ firman Allah ini begini dan begitu…” dan kata-kata:” Ahli ’takwil’ berbeda
pendapat tentang ayat ini”. Jadi yang dimaksud dengan kata “takwil” di sini adalah tafsir.
Inilah arti takwil menurut ulama salaf.10
Takwil menurut pengertian mutakhir yaitu memutar lafaz dari anti yang kuat kepada
arti yang dikuatkan dengan dalil yang dikaitkan kepadanya. Istilah ini tidak disepakati.

10
Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Litera Antarnusa, Bogor, 2009, hlm 457-
460
Ringkasnya, pengertian takwil dalam penggunaan istilah adalah suatu usaha untuk
memahami lafaz-lafaz (ayat-ayat) Al-Quran melalui pendekatan memahami arti atau maksud
sebagai kandungan dari lafaz itu. Dengan kata lain, takwil berarti mengartikan lafazh dengan
beberapa alternatife kandungan makna yang bukan makna lahiriahnya, bahkan penggunaan
secara masyhur kadang-kadang diidentikan dengan tafsir.
Sasaran takwil pada lazimya menyangkut ayat yang mutasyabihat atau ayat-ayat yang
mempunyai sejumlah kemungkinan makna yang dikandungnya. Dalam Al-Akhlak wal
Wajibat, Al-Maghraby mengemukakan:
”Adapun takwil ialah bahwa ayat mempunyai sejumlah kemungkinan makna yang
dikandungnya. Maka ketika engkau sebutkan makna demi makna kepada pendengar, ia
menjadi ragu-ragu tidak tahu mana yang harus dipilihnya. Karena itu takwil lebih banyak
digunakan untuk ayat-ayat mutasyabihat”.11
Ayat-ayat mutasyabihat ialah ayat-ayat yang tidak terang maknanya. Menurut ulama
mutakallimin adalah ayat-ayat yang di dalamnya disebutkan Dzat atau Sifat Allah SWT.
Kebalikan ayat ini adalah ayat Muhakamat yakni ayat-ayat yang telah terang maknanya dan
tegas pengertian yang dimaksudnya.
Ta’wil menurut golongan mutaakhirin adalah memalingkan makna lafadz yang kuat
(rajih) kepada makna yang lemah karena ada dalil menghendakinya. Takwil semacam ini
banyak digunakan oleh kebanyakan ulama mutaakhirin, dengan tujuan untuk lebih
memahasucikan Allah SWT keserupaaannya dengan makhluk seperti yang mereka sangka.
Dugaan ini sungguh bathil karena dapat menajtuhkan mereka dalam kekhawatiran yang sama
dengan apa yang mereka takuti, atau bahkan lebih dari itu. Misalnya aliran mu’tazilah yang
menafsirkan ayat-ayat yang memberikan kesan bahwa Tuhan bersifat jasmani secar teoritis.
Dengan kata lain, ayat-ayat alqur’an yang menggambarkan bahwa Tuhan bersifat jasmani
diberi takwil oleh muktazilah dengan pengertian yang layak bagi kebesaran dan keagungan
Allah. Seperti, kata ‘istawa’dalam surat Thaha ayat 5 ditakwilkan dengan al istila wa al
ghalabah (menguasai dan mengalahkan), kata aini ditakwilkan dalam surat Thaha ayat 39
ditakwilkan dengan ‘ilmi’ (pengetahuan). Kata yad dalam surah shad ayat 75 ditakwilkan
dengan al quwwah atau al qudrah. Ayat-ayat alquran yang dijadikan sandaran dalam
mendukung pendapat di atas adalah ayat 103 surah al-an’am ayat 23 surah al qiyamah. Hal
semacam ini mengandung kontradiktif, seperti kata yad ditakwilkan dengan kekuasaan,

11
Ridha Eka Rahayu. 2014. Ulumul Quran, (http://kumpulanmakalah-makalah-agama-
islam.blogspot.co.id/2014/03/Ulumul-Quran-ilmu-Tafsir-takwil-dan-terjemah.html) diakses pada 15
Oktober 2016
karena memaksa mereka untuk menetapkan sesuatu makna yang serupa dengan makna yang
mereka sangka harus ditiadakan, mengingat makhlukpun mempunyai kekuasaan.

A. Pengertian Tarjamah
Tarjamah berasal dari bahasa Arab yang artinya “salinan dari sesuatu bahasa ke
bahasa lain” atau berarti mengganti, menyalin dan memindahkan kalimat dari suatu
Bahasa ke Bahasa lain.12
Kata Tarjamah, yang dalam bahasa Indonesianya biasa kita sebut dengan
Terjemah, secara etimologi mempunyai beberapa arti:
 Menyampaikan suatu ungkapan pada orang yang tidak tahu
 Menafsirkan sebuah ucapan dengan ungkapan dari bahasa yang sama
 Menafsirkan ungkapan dengan bahasa lain
 Memindah atau mengganti suatu ungkapan dalam suatu bahasa ke dalam bahasa yang
lain
Adapun yang dimaksud dengan tarjamah Al-Quran adalah seperti yang
dikemukakan oleh Ash-Shabuni:
“Memindahkan Al-Quran kepada Bahasa lain yang bukan Bahasa Arab dan mencetak
terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti Bahasa
Arab sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT. dengan perantara terjemahan
ini.”13

B. Sejarah Singkat Perkembangan Tarjamah


Sebelum berkembangnya bahasa Eropa modern, yang berkembang di Eropa
adalah bahasa Latin. Oleh karena itu, terjemahan AL-Quran dimulai kedalam bahasa
Latin. Terjemahan itu dilakukan untuk keperluan biara Clugny kira-kira tahun 1135.
Prof. W. Montgomery Watt dalam bukunya bell’s Introduction to the Quran
(Islamic Surveys 8), menyebutkan bahwa pertanda dimulainya perhatian Barat
terhadap study Islam adalah dengan kunjungan Peter the Venerable, Abbot of Clugny
12
Prof. Dr. Rosihon Anwar, M. Ag., Ulum Al-qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2007, hlm 212
13
Dessy Wulandari. 2014. Materi Terjemah, (http://mega-kumpulan-kumpulan-
makalah.blogspot.co.id/2014/03/Kumpulan-makalah-makalah-ulumul-Qur'an.html) diakses pada 15
oktober 2016.
ke Toledo, pada abad kedua belas, diantara usahanya adalah menerbitkan serial
keilmuan untuk menandingi kegiatan intelektual Islam saat itu, terutama di Andalus.
Sebagai bagian dari kegiatan tersebut adalah menterjemahkan Al-Quran ke dalam
bahasa Latin yang dilakukan oleh Robert of Ketton (Robertus Retanensis), dan selesai
pada juli 1143.
Abad Renaissance di Barat memberi dorongan lebih besar untuk menerbitkan
buku-buku Islam, pada awal abad keenam belas buku-buku Islam banyak diterbitkan,
termasuk penerbitan Al-Quran pada tahun 1530 di Venica dan terjemah Al-Quran
kedalam bahasa Latin oleh Robert of Ketton tahun 1543 di Basle, dengan penerbitnya
Bibliander. Dari terjemahan bahasa Latin inilah, kemudian Al-Quran diterjemahkan
ke dalam berbagai bahasa Eropa.
Al-Quran juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa selain Eropa, seperti
Afrika, Persia, Turki, Urdu, Tamil, Pastho, Benggali, Jepang dan berbagai bahasa di
kepulauan Timur, tidak ketinggalan pula Al-Quran juga diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia, pada pertengahan abad ketujuh belas, Abdul Ra’uf fansuri, seorang
ulama dari Singkel, Aceh, menterjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Melayu, walau
mungkin terjemahan itu ditinjau dari sudut ilmu bahasa Indonesia modern belum
sempurna, namun, pekerjaan itu adalah berjasa besar sebagai pekerjaan perintis jalan;
hingga pada saat ini, kita bisa mendapatkan berbagai terjemahan Al-Quran dalam
bahasa Indonesia dengan sangat mudah dan bermacam-macam versi.

C. Macam-macam Tarjamah
Tarjamah terbagi menjadi dua macam
1. Tarjamah Harfiyah atau Tarjamah Lafdhiyah.
Pengertian Tarjamah Harfiyah adalah memindahkan (suatu isi ungkapan) dari satu
bahasa ke bahasa yang lain, dengan mempertahankan bentuk atau urutan kata-kata
dan susunan kalimat aslinya atau mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke
dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan
dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dengan susunan dan tertib bahasa
pertama
2. Tarjamah Tafsiriyah atau Tarjamah Ma’nawiyah.
Sedangkan Tarjamah Tafsiriyah adalah menerangkan sebuah kalimat dan
menjelaskan artinya dengan bahasa yang berbeda, tanpa memepertahankan
susunan dan urutan teks aslinya, dan juga tidak mempertahankan semua Ma’na
yang terkandung dalam kalimat aslinya yang diterjemah.

Sebagai contoh adalah ‫رى‬ww‫ؤّخ ر أخ‬ww‫ّد م رجًال وي‬ww‫د يق‬ww‫ زي‬Bila kita artikan dengan
Tarjamah Harfiyah, maka, artinya adalah Zaid mendahulukan satu kakinya dan
mengakhirkan kaki yang satunya lagi, sedangkan bila kita mengartikan dengan
Tarjamah Tafsiriyah, maka, artinya adalah Zaid ragu-ragu (‫ )يترّد د‬dalam mengambil
keputusan, misalnya; Dalam istilah bahasa Arab, kata mendahulukan satu kaki dan
mengakhirkan kaki yang lainya, sebagai bentuk Kinayah (Metafora) dari perasaan
ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
Dalam menerjemahkan Al-Quran hendaknya mencakupi syarat- syarat sebagai
berikut:
 Penerjemah hendaknya mengetahui dua Bahasa (Bahasa asli dan Bahasa
terjemah)
 Mendalami dan menguasai uslub-uslub dan keistimewaan Bahasa yang
diterjemahkan.
 Hendaknya sighat (bentuk) terjemah itu benar dan apabila dituangkan
kembali ke dalam Bahasa aslinya tidak terdapat kesalahan.
 Terjemahan itu harus dapat mewakili semua arti dan maksud Bahasa asli
dengan lengkap dan sempurna.

2.2. Perbedaan Tafsir, Takwil, dan Tarjamah


Perbedaan tafsir dan takwil di satu pihak dan tarjamah di pihak lain adalah bahwa
yang pertama berupaya menjelaskan makna-makna setiap kata di dalam Al-Quran yang
notaben Bahasa Arab ke dalam Bahasa non-Arab.
Adapun perbedaan tafsir dan takwil dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Al-Raghif Al-Ashfahani
Tafsir lebih umum dan lebih banyak digunakan untuk lafaz dan kosa kata dalam kitab-
kitab yang diturunkan Allah dan kitab-kitab lainnya. Sedangkan Takwil lebih banyak
dipergunakan untuk makna dan kalimat dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah saja.
2. Tafsir menerangkan makna lafazh yang tak menerima selain dari satu arti. Sedangkan
Takwil menetapkan makna yang dikehendaki suatu lafazh yang dapat menerima
banyak makna karena ada dalil-dalil yang mendukungnya.
3. Al-Maturidi
Tafsir menetapkan apa yang dikehendaki ayat dan menetapkan demikianlah yang
dikehendaki Allah. Sedangkan Takwil menyeleksi salah satu makna yang mungkin
diterima oleh suatu ayat dengan tidak meyakini bahwa itulah yang dikehendaki Allah.
4. Abu Thalib Ats-Tsa’labi
Tafsir menerangkan makna lafazh, baik berupa hakikat atau majaz. Sedangkan Takwil
menafsirkan batin lafazh.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
 Tafsir bermakna menjelaskan maksud dan tujuan ayat-ayat Al-Quran, baik dari sisi
makna, kisah, hukum, maupun hikmah, sehingga mudah dipahami oleh umat.
 Takwil adalah memindahkan lafaz dari makna yang lahir kepada makna lain yang
juga dipunyai lafaz tersebut dan makna tersebut sesuai dengan Alquran dan sunah.
Dengan demikian, takwil berarti mengembalikan sesuatu pada maksud yang
sebenarnya, yakni menerangkan yang dimaksud dari ayat Alquran.
 Terjemah adalah memindahkan pembicaraan dari satu bahasa ke dalam bahasa
yang lain dengan mengungkapkan makna dari bahasa itu.
 Tafsir menyangkut seluruh ayat, sedangkan takwil hanya berkenaan dengan ayat-
ayat yang mutasyabihat (samar dan perlu penjelasan). Selain itu, tafsir
menerangkan makna-makna ayat dengan pendekatan riwayat, sedangkan takwil
dengan pendekatan dirayat. Tafsir menerangkan makna ayat yang terambil dari
bentuk ibarat (tersurat), sedangkan takwil dari yang tersirat (isyarat-isyarat).

B. SARAN
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, masih banyak terdapat
kekurangan, baik dalam penulisan maupun keefektifan kalimat. Oleh karena itu, bagi
pembaca harap memberi saran ataupun komentar yang membangun untuk dapat
memperbaiki kekurangan pada makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon. 2005. Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia.

Anwar, Rosihon. 2007. Ulum Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.


Khalil Al-Qattan, Manna’. 2009. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Bogor: Pustaka Litera
Antarnusa

Masyur, Kahar. 1992. Pokok-Pokok Ulumul Qur’an. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Quthan, Mana’ul. 1995. Mahabits fi ‘Ulumil Qur’an. Jakarta: PT. Rineka.

http://kumpulanmakalah-makalah-agama-islam.blogspot.co.id/2014/03/Ulumul-Quran-ilmu-
Tafsir-takwil-dan-terjemah.html diakses pada 15 Oktober 2016

http://mega-kumpulan-kumpulan-makalah.blogspot.co.id/2014/03/Kumpulan-makalah-
makalah-ulumul-Qur'an.html diakses pada 15 Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai